Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PENGGOLONGAN GANGGUAN JIWA DAN SKIZOFRENIA

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa I

Dosen pengampu : Lia Novianty, S.Kep,Ners.,M.Kep

Disusun oleh :

KELOMPOK 2

Fajrina Febriyanti C1AA21042

M.Ilyasa Tahrim C1AA21081

Novi Putri R C1AA21102

Rifa Azizah C1AA21120

Riyan Dwi Permana C1AA21129

Salsyadisya Zahira S C1AA21138

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KOTA SUKABUMI

2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat limpahan
karunia, rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyusun makalah ini sehingga selesai pada
waktunya. Makalah yang berjudul “Penggolongan Gangguan Jiwa dan Skizofrenia” ini
disusun dan dibuat berdasarkan penelitian yang sudah ada.

Selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa I, pembuatan makalah
ini bertujuan agar dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca. Penulis mengharapkan
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat untuk kita semua.

Ucapan terima kasih tak lupa penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah
mendukung dalam penyusunan makalah. Akhir kata, penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun penelitiannya. Oleh
karena itu, diharapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk penyempurnaan makalah
selanjutnya.

Sukabumi, 10 Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................... i

DAFTAR ISI ......................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG ....................................................................................................... 1


B. RUMUSAN MASALAH .................................................................................................. 1
C. TUJUAN MASALAH ....................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. PEDOMAN PENGGOLONGAN DIAGNOSIS GANGGUAN JIWA III (PPDGJ)........ 3


1. PENGERTIAN ............................................................................................................. 3
2. SEJARAH ..................................................................................................................... 3
B. SKIZOFRENIA ................................................................................................................. 5
1. PENGERTIAN SKIZOFRENIA .................................................................................. 5
2. ETIOLOGI SKIZOFRENIA......................................................................................... 5
3. TANDA & GEJALA SKIZOFRENIA ......................................................................... 6
4. KLASIFIKASI SKIZOFRENIA .................................................................................. 7
5. PROGNOSIS SKIZOFRENIA ..................................................................................... 8
6. PENATALAKSANAAN SKIZOFRENIA .................................................................. 9

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN ............................................................................................................... 11
B. SARAN................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Skizofrenia merupakan gangguan mental yang sangat berat. Gangguan ini
ditandai dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi,
halusinasi, gangguan kognitif, dan persepsi, dan gejala-gejala lainnya. Gejala
skizofrenia ini akan menyebabkan pasien skizofrenia mengalami penurunan fungsi
ataupun ketidakmampuan dalam menjalani hidupnya, sangat terhambat
produktivitasnya dan nyaris terputus relasinya dengan orang lain.
Prevelensi penderita skizofrenia di Indonesia adalah 0,3 – 1 persen dan biasanya
timbul pada usia sekitar 18 – 45 tahun, namun ada juga yang berusia lebih dini.
Skizofrenia adalah gangguan mental yang cukup luas dialami di Indonesia, dimana
sekitar 99% pasien rumah sakit jiwa di Indonesia adalah penderita Skizofrenia.
Skizofrenia ini tidak hanya menimbulkan penderitaan bagi penderitanya, tetapi juga
bagi orang-orang terdekatnya. Biasanya keluargalah yang terkena dampak hadirnya
Skizofrenia di keluarga mereka. Sehingga pengetahuan tentang skizofrenia dan
pengenalan tentang gejala-gejala munculnya skiofrenia oleh keluarga dan lingkungan
sosialnya akan sangat membantu dalam pemberian penanganan pasien penderita
skizofrenia lebih dini sehingga akan mencegah berkembangnya gangguan mental
yang sangat berat ini.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, ada beberapa rumusan masalah yaitu :
A. Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa Iii (PPDGJ)
1. Apa pengertian dari PPDGJ?
2. Bagaimana sejarah PPDGJ?
B. Skizofrenia
1. Apa pengertian skizofrenia?
2. Apa saja etiologi skizofrenia?
3. Bagaimana tanda & gejala skizofrenia?
4. Bagaimana klasifikasi skizofrenia?
5. Apa prognosis skizofrenia?
6. Bagaimana penatalaksanaan skizofrenia?

1
B. TUJUAN MASALAH
Adapun tujuan dari makalah ini adalah :
A. Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa Iii (PPDGJ)
1. Untuk mengetahui pengertian dari PPDGJ
2. Untuk mengetahui sejarah PPDGJ
B. Skizofrenia
1. Untuk mengetahui pengertian skizofrenia
2. Untuk mengetahui etiologi skizofrenia
3. Untuk mengetahui tanda & gejala skizofrenia
4. Untuk mengetahui klasifikasi skizofrenia
5. Untuk mengetahui prognosis skizofrenia
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan skizofrenia

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. PEDOMAN PENGGOLONGAN DIAGNOSIS GANGGUAN JIWA III


(PPDGJ)
1. PENGERTIAN
Gangguan jiwa menurut PPDGJ III adalah sindrom pola perilaku seseorang
yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau hendaya
(impairment) di dalam satu atau lebih fungsi yang penting dari manusia, yaitu
fungsi psikologik, perilaku, biologik, dan gangguan itu tidak hanya terletak di
dalam hubungan antara orang itu tetapi juga dengan masyarakat (Yusuf, A.H,R &
Nihayati, 2015)
Gangguan jiwa merupakan deskripsi sindrom dengan variasi penyebab.
Banyak yang belum diketahui dengan pasti dan perjalanan penyakit tidak selalu
bersifat kronis. Pada umumnya ditandai adanya penyimpangan yang fundamental,
karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta adanya afek yang tidak wajar atau
tumpul (Yusuf, A.H & , R & Nihayati, 2015)
2. SEJARAH
Perawatan pada pasien gangguan jiwa sudah dilakukan sejak jaman dahulu
kala. Asuhan keperawatan yang diberikan sebelum abad ke-18 masih berupa
penjagaan (sipir) dengan kualitas asuhan yang sangat buruk (dibuang ke hutan,
dipasung, diolok-olok, dianggap sakti). Pada akhir abad ke-19, perawat jiwa sudah
merupakan sebuah profesi dan pada abad ke-20, spesialisasi perawat jiwa telah
diakui dengan peran dan fungsi yang unik.
Linda Richard merupakan perawat jiwa Amerika yang pertama, dimana
beliau mengembangkan asuhan keperawatan di RS mental pusat di USA dan
mengorganisasi pelayanan keperawatan dan program pendidikan, dimana sakit
mental harus diberikan asuhan seperti sakit fisik. Pada tahun 1882, terbentuklah
sekolah perawat yang pertama untuk sakit mental, yang mengajarkan tentang
pemeliharaan kebutuhan fisik pasien mental (pengobatan, nutrisi, hygiene dan
aktivitas bangsal). John Hopkins pada tahun 1913, merupakan sekolah perawat
pertama dengan kurikulum keperawatan jiwa.

3
Pada akhir perang dunia II, pelayanan kesehatan terbesar yang diberikan
terkait dengan masalah kesehatan jiwa dan peningkatan program terapi pada
veteran perang. Terapi Sikap pada tahun 1947 mulai diperkenalkan oleh Weiss,
dimana perawat menggunakan sikap untuk perbaikan pasien dengan observasi,
penerimaan, respek, pemahaman, perhatian dan partisipasi pasien dalam realita.
Pada tahun 1950, obat psikotropika untuk sakit mental mulai dipergunakan.
Mellow dan Tudor mulai tahun 1950 memperkenalkan tentang Terapi
Keperawatan, dimana hubungan perawat dan pasien skizofrenia merupakan dasar
proses terapeutik. Pada tahun 1952, Peplau membuat kerangka kerja yang
sistematik bagi perawat jiwa yaitu Hubungan Interpersonal dalam Keperawatan
yang mendiskripsikan kemampuan, aktifitas dan peran perawat jiwa, dimana
proses terapeutik signifikan.
Komunitas terapeutik mulai diperkenalkan oleh Jones tahun 1953, dimana
penggunaan lingkungan sosial pasien mulai diperhatikan. Pasien sebagai partisipan
aktif dan dilibatkan dalam masalah harian masyarakat.
Tahun 1963, Jurnal Keperawatan Psikiatri mulai diterbitkan. Standar perawatan
psikiatri dibuat olah ANA tahun 1973.
Di Indonesia, sensus penderita gangguan jiwa oleh Pemerintah Hindia
Belanda di Jawa dan Madura dilaksanakan pada tahun 1862. Beberapa RS Jiwa
yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda yang dibangun di luar kota yang
bersifat isolasi dan penjagaan antara lain RSJ Bogor (tahun 1882), RSJ Lawang
(tahun 1902), RSJ Magelang (tahun 1923), RSJ Sabang (tahun 1927) dan RSJ
Pakem (tahun 1938). Terapi yang diberikan dengan cara dibungkus, terapi mandi,
berjemur, kesibukan dan pekerjaan lain.
Empat tempat perawatan penderita gangguan jiwa di masa Pemerintah
Hindia Belanda adalah RS Jiwa (untuk rawat inap pasien psikosa, kelebihan pasien
disalurkan ke penjara sekitar), Rumah Sakit Sementara (untuk rawat jalan pasien
psikosa akut), Rumah Perawatan (dikepalai perawat berijazah dibawah
pengawasan dokter umum) dan Koloni (merupakan temapt penampungan pasien
psikiatrik yg tenang, tinggal di rumah penduduk).
Pada tahun 1900-an, mulai digiatkan gerakan no restrain dan terapi kerja bagi
pasien gangguan jiwa. Jawatan Urusan Penyakit Jiwa (JUPJ) telah terbentuk
disusul dengan Penyelenggaraan dan Pembinaan kesehatan Jiwa. Pada tahun 1966

4
diterbitkan UU tentang Kesehatan Jiwa No. 3 tahun 1966 dan pada tahun 1973
lahirlah PPDGJ I dan program integrasi kesehatan jiwa di puskesmas.
Pada tahun 2000-an, asuhan keperawatan mulai ditekankan penanganan jiwa
untuk korban bencana alam, pengembangan kesehatan jiwa masyarakat (CMHN),
pendidikan perawat spesialis jiwa, pengembangan asuhan keperawatan kesehatan
jiwa (NANDA, NOC, NIC), serta pengembangan organisasi keperawatan jiwa
serta pelaksanaan konferensi nasional jiwa.
B. SKIZOFRENIA
1. PENGERTIAN SKIZOFRENIA
Skizofrenia ialah penyakit yang berpengaruh terhadap pola fikir, tingkat
emosi, sikap, dan kehidupan sosial. Seseorang yang mengalami gagguan jiwa bisa
di tandai dengan penyimpangan realitas, penarikan diri dari interaksi sosial,
persepsi serta pikiran, dan kognitif (Stuart, 2013).
Selain itu, skizofrenia juga dapat diartikan dengan terpecahnya pikiran,
perasaan, dan perilaku yang menyebabkan tidak kesesuaian pikiran, perasaan orang
yang mengalaminya (Prabowo, 2014).
Macam-macam skizofrenia menurut (Mery C. Townsend, 2010) di antaranya :
a. Skizofrenia Katatonik merupakan gejala awal bisa muncul karena stupor atau
kegaduhan dan menjadikan melukai dirinya sendiri.
b. Skizofrenia Residual ditandai dengan perilaku eksentrik dan menarik diri.
c. Skizofrenia Takterinci di tandai oleh gejala psikologis seperti waham,
halusinasi, dan resiko perilaku kekerasan.
d. Gangguan skizoafektif : tanda gejala yang akan ditunjukkan contohnya depresi
berat.
2. ETIOLOGI SKIZOFRENIA
Menurut teori model diathesis stress skizofrenia dapat timbul karena adanya
integrasi antara faktor biologis, faktor psikososial dan lingkungan. Seseorang yang
rentan jika dikenai stressor akan lebih mudah untuk menjadi skizofrenia.
Lingkungan emosional yang tidak stabil mempunyai risiko yang besar pada
perkembangan skizofrenia. Stressor sosial juga mempengaruhi perkembangan
suatu skizofrenia. Diskriminasi pada komunitas minoritas mempunyai angka
kejadian skizofrenia yang tinggi (Sinaga, 2007).
Faktor yang menyebabkan skizofrenia menurut (Yosep, 2010) yaitu :

5
a. Keturunan : di buktikan oleh penelitan tentang keluarga yang menderita
gangguan jiwa pada seorang anak yang mengalami kembar namun satu telur,
dan anak dengan salah satu orang tua yang menderita skizofrenia
b. Endokrin menjelaskan bahwa skizofrenia timbul pada waktu pubertas.
c. Metabolisme, pada teori ini di lihat dari klien yang tampak pucat, nafsu makan
yang berkurang, dan berat badan menurun.
d. Susunan saraf pusat : penyebab yang diarahkan pada kelainan susunan saraf
pusat..
e. Teori Adolf Meyer : dapat di sebabkan karena penyakit badaniyah yang sampai
saat ini belum di temukan adanya kelainan baik patologis, anatomis, maupun
fisiologis.
f. Teori Sigmund Freud : adanya kelemahan ego yang disebabkan psikogenik atau
somatik
3. TANDA & GEJALA SKIZOFRENIA
Videbeck (2012) mengatakan bahwa secara general gejala serangan
skizofrenia dibagi menjadi 2 (dua), yaitu gejala positif dan negatif.
a. Gejala Positif atau Gejala Nyata antara lain:
1) Halusinasi: Persepsi sensori yang salah atau pengalaman yang tidak
terjadi dalam realitas.
2) Waham: Keyakinan yang salah dan dipertahankan yang tidak memiliki
dasar dalam realitas.
3) Ekopraksia: Peniruan gerakan dan gestur orang lain yang diamati klien.
4) Flight of ideas: Aliran verbalitasi yang terus-menerus saat individu
melompat dari suatu topik ke topik laindengan cepat.
5) Perseverasi: Terus menerus membicarakan satu topik atau gagasan;
pengulangan kalimat, kata, atau frasa secara verbal,dan menolak untuk
mengubah topik tersebut.
6) Asosiasi longgar: Pikiran atau gagasan yang terpecah-pecah atau buruk.
7) Gagasan rujukan: Kesan yang salah bahwa peristiwa eksternal memiliki
makna khusus bagi individu.
8) Ambivalensi: Mempertahankan keyakinan atau perasaan yang tampak
kontradiktif tentang individu, peristiwa, situasi yang sama

6
b. Gejala Negatif atau Gejala Samar, antara lain:
1) Apati: Perasaan tidak peduli terhadap individu, aktivitas, peristiwa.
2) Alogia: Kecendrungan berbicara sedikit atau menyampaikan sedikit
substansi makna (miskin isi).
3) Afek datar: Tidak adanya ekspresi wajah yang akan menunjukkan emosi
atau mood.
4) Afek tumpul: Rentang keadaan perasaan emosional atau mood yang
terbatas.
5) Anhedonia: Merasa tidak senang atau tidak gembira dalam menjalani
hidup, aktivitas, atau hubungan
6) Katatonia: imobilitas karena faktor psikologis, kadang kala ditandai oleh
periode agitasi atau gembira, klien tampak tidak bergerak, seolah-olah
dalam keadaan setengah sadar.
7) Tidak memiliki kemauan: Tidak adanya keinginan, ambisi, atau dorongan
untuk bertindak atau melakukan tugas-tugas.
4. KLASIFIKASI SKIZOFRENIA
Menurut “Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ
III)” Skizofrenia di klasifikasikan menjadi beberapa tipe, di bawah ini yang
termasuk dalam klasifikasi skizofrenia (Prabowo, 2014) :
1. Skizofrenia paranoid (F20.0)
Pedoman diagnostik paranoid yaitu :
a. Memenuhi kriteria umum diagnosis
b. Halusinasi yang menonjol
c. Gangguan afektif, dorongan pembicaraan, dan gejala katatonik relatif tidak
ada
2. Skizofrenia hebefrenik (F20.1)
Pedoman diagnostik pada skizofrenia hebefrenik, yaitu :
a. Diagnostik hanya di tegakkan pertama kali pada usia remaja atau dewasa
muda (15-25 tahun)
b. Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas pemalu dan senang
menyendiri
c. Gejala bertahun 2-3 minggu
3. Skizofrenia katatonik (F20.2)
Pedoman diagnostik pada skizofrenia katatonik antara lain :

7
a. Stupor (reaktifitas rendah dan tidak mau berbicara)
b. Gaduh-gelisah (aktivitas motorik yang tidak bertujuan tanpa stimuli
eksternal)
c. Diagnostik katatonik tertunda apabila diagnosis skizofrenia belum tegak di
karenakan klien tidak komunikatif.
4. Skizofrenia tak terinci (F20.3)
Pedoman diagnostik skizofrenia tak terinci yaitu :
a. Tidak ada kriteria yang menunjukkan diagnosa skizofrenia paranoid,
hebefrenik, dan katatonik.
b. Tidak mampu memenuhi diagnosis skizofrenia residual atau depresi pasca-
skizofrenia.
5. Skizofrenia pasca-skizofrenia (F20.4)
Pedoman diagnostik skizofrenia pasca skizofrenia antara lain :
a. Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada tetapi tidak mendominasi
b. Gejala depresif menonjol dan mengganggu
6. Skizofrenia reidual ( F20.5)
Pedoman diagnostik skizofrenia residual antara lain :
a. Ada riwayat psikotik
b. Tidak dimensia atau gangguan otak organik lainnya
7. Skizofrenia simpleks (F20.6)
Pedoman diagnostik skizofrenia simpleks antara lain :
a. Gejala negatif yang tidak di dahului oleh riwayat halusinasi, waham, atau
manifestasi lain.
b. Adanya perubahan perilaku pribadi yang bermakna.
5. PROGNOSIS SKIZOFRENIA
Prognosis untuk skizofrenia pada umumnya kurang begitu menggembirakan.
Sekitar 25 persen pasien dapat pulih dari episode awal dan fungsinya dapat kembali
pada tingkat premorbid sebelum munculnya gangguan tersebut. Sekitar 25 persen
tidak akan pernah pulih dan perjalanan penyakitnya cenderung memburuk. Sekitar
50 persen berada diantaranya, ditandai ada kekambuhan periodik dan
ketidakmampuan berfungsi dengan efektif kecuali untuk waktu yang singkat.
Mortalitas pasien skizofrenia lebih tinggi secara signifikan daripada populasi
umum. Sering terjadi bunuh diri, gangguan fisik yang menyertai, masalah

8
penglihatan dan gigi, tekanan darah tinggi, diabetes, penyakit yang ditularkan
secara seksual (Arif, 2006).
6. PENATALAKSANAAN SKIZOFRENIA
Tujuan utama dari skizofrenia adalah mengembalikan fungsi normal klien,
serta mencegah kekambuhannya. Belum ada pengobatan dalam masing – masing
subtipe skizofrenia (Prabowo, 2014). Dibawah ini termasuk penatalaksanaan pada
skizofrenia :
1. Terapi farmakologi
Obat-obatan yang digunakan dalam terapi farmakologi skizofrenia yaitu
golongan obat antipsikotik. Obat anti psikotik terbagi menjadi dua golongan,
yaitu :
a. Antipsikotik tipikal
Merupakan antipsikotik generasi lama yang mempunyai aksi seperti
dopamin. Antipsikoti ini lebih efektif untuk mengatasi gejala positif pada
klien skizofrenia. berikut ini yang termasuk golongan obat antipsikotik
tipikal :
1) Chlorpromazine dengan dosis harian 30-800 mg/hari
2) Flupenthixol dengan dosis harian 12-64 mg/hari
3) Fluphenazine dengan dosis harian 2-40 mg/hari
4) Haloperidol dengan dosis harian 1-100 mg/hari
b. Antipsikotik atipikal
Aksi obat ini adalah mengeblok reseptor dopamin yang rendah.
Antipsikotik atipikal ini merupakan pilihan dalam terapi skizofrenia karena
mampu mengatasi gejala positif maupun negatif pada pasien skizofrenia.
berikut ini adalah daftar obat yang termasuk golongan obat antipsikotik
atipikal :
1) Clozapine dosis harian 300-900 mg/hari
2) Risperidone dosis harian 1-40 mg/hari
3) Losapin dosis harian 20-150 mg/hari
4) Melindone dosis harian 225 mg/hari
Menurut Ikawati (2011) pengobatan dan pemulihan skizofrenia terdiri dari
beberapa tahap pengobatan dan pemulihan, yaitu :

9
1) Fase akut
Pada fase akut ini, klien menunjukkan gejala psikotik yang jelas
dengan ditandai gejala positif dan negatif. Pengobatan pada fase ini
bertujuan mengendalikan gejala psikotik yang muncul padaorang
dengan skizofrenia. Pemberian obat pada fase akutdiberikan dalam
waktu enam minggu.
2) Terapi fase stabilisasi
Pada fase stabilisasi klien mengalami gejala psikotik dengan
intensitas ringan. Pada fase ini klien mempunyai kemungkinan besar
untuk kambuh sehingga dibutuhkan pengobatan rutin menuju tahap
pemulihan.
3) Terapi fase pemeliharaan
Terapi pada fase pemeliharaan diberikan dalam jangka waktu
panjang dengan tujuan dapat mempertahankan kesembuhan klien,
mengontrol gejala, mengurangi resiko kekambuhan, mengurangi durasi
rawat inap, dan mengajarkan ketrampilan untuk hidup mandiri. Terapi
pada fase ini dapat berupa pemberian obat-obatan antipsikotik,
konseling keluarga, dan rehabilitasi.
2. Terapi non farmakologi
Menurut Hawari (2006) terapi non farmakologi yang diberikan pada
klien dengan skizofrenia antara lain :
1) Pendekatan psikoterapi
Selain terapi psikofarmaka pasien skizofrenia juga diberikan
terapi
kejiwaan atau yang disebut dengan psikoterapi. Terapi kejiwaan ini
baru dapat diberikan apabila pasien skizofrenia sudah mencapai
tahapan di mana kemampuan menilai realitas (Reality Testing
Ability/RTA) sudah kembali pulih dan pemahaman diri (insight)
sudah baik. Psikoterapi yang diberikan pun beragam macamnya
tergantung dari kebutuhan dan latar belakang pasien sebelum sakit,
sebagai contoh :
a) Pendekatan suportif
Psikoterpi suportif merupakan salah satu bentuk terapi
yang bertujuan memberikan dorongan semangat dan motivasi
10
agar penderita skizofrenia tidak merasa putus asa dan
mempunyai semangat juang dalam menghadapi hidup
(Prabowo, 2014). Pada klien skizofrenia perlu adanya dorongan
berjuang untukpulih dan mampu mencegah adanya
kekambuhan.

b) Psikoterapi re-edukatif
Bentuk terapi ini dimaksudkan memberi pendidikan
ulang untuk merubah pola pendidikan lama dengan yang baru
sehingga penderita skizofrenia lebih adaptif terhadap dunia luar
(Prabowo, 2014).
c) Psikoterapi rekonstruksi
memperbaiki kembali kepribadian yang telah mengalami
keretakan menjadi kepribadian utuh seperti semula sebelum
sakit.

11
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Skizofrenia adalah gangguan mental kronis yang menyebabkan penderitanya
mengalami delusi, halusinasi, pikiran kacau, dan perubahan perilaku. Kondisi yang
biasanya berlangsung lama ini sering diartikan sebagai gangguan mental mengingat
sulitnya penderita membedakan antara kenyataan dengan pikiran sendiri.
ciri dan karakteristik dari skizofrenia yang satu ini adalah melihat sesuatu yang
tidak ada.Misalnya melihat bayangan-bayangan aneh, yang sebenarnya memang tidak
ada sama sekali Seseorang yang memiliki gangguan kejiwaan skizofenia tentunya
memiliki penyebab. Sesuai dengan paparan beberapa ahli mengenai faktor penyebab
skizofrenia, penulis menyimpulkan bahwa dua faktor yang menyebabkan disfungsi
otak tersebut adalah faktor keturunan dan lingkungan. Sedangkan pemicu utama
munculnya skizofrenia sendiri adalah stres dan trauma.. Penyebab yang spesifik tetap
tidak diketahui, namun kebanyakan para ahli meyakini bahwa hal-hal tersebut
mencerminkan interaksi antara genetis dan faktor yang terkait dengan stress.
B. SARAN
Dengan adanya makalah ini diharap para pembaca dapat mengetahui dan
memahami tentang teknik efisiensi dan produktivitas likuiditas sehingga merasa
bahwa materi ini tidak perlu dipahami lebih dalam lagi.

12
DAFTAR PUSTAKA

Emilia, V. (2018). Studi Kasus Penerapan Terapi Psikoneurotik Untuk Mencegah


Kekambuhan Pada Pasien Skizofrenia Dengan Gejala Perilaku Kekerasan Di Yayasan
Al Hafizh Sidoarjo. Angewandte Chemie International Edition, 6(11), 951–952., gejala
kekambuhan skizofrenia.

Nurisa. (2019). Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Berobat Pasien


Skiozofrenia di Poli Jiwa RSUD dr.SlametFaktor Garut. Skripsi, 53(9), 1–33.

Rachman, T. (2018). Gambaran Isi Waham Pada Pasien Gangguan Jiwa Di Uptd Puskesmas
Abiansemal 1 Tahun 2021. Angewandte Chemie International Edition, 6(11), 951–952.,
10–27.

13

Anda mungkin juga menyukai