Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

SEJARAH, TREND DAN ISSUE KEPERAWATAN JIWA SERTA


EFEK KONDISI KESEHATAN JIWA DAN PSIKOSOSIAL
TERHADAP PASIENDAN KELUARGA

Dosen Pengampu: Ns. Kurnia Laksana. S. Kep., M. Kep., CH., CHt.

Disusun Oleh:

Anisa Nuraini (2214314201009)

Rindi Antika (2214314201095)

Kelas Keperawatan C

Semester 4

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARANI MALANG

2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
kesehatan dan rahmat-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini
dengan sebaik-baiknya. Terimakasih penyusun ucapkan kepada Bapak Ns. Kurnia
Laksana. S. Kep., M. Kep., CH., CHt. Selaku dosen penanggung jawab mata kuliah
Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikososial, yang telah mengajarkan ilmu serta
membimbing penyusun sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.

Makalah dengan Judul "SEJARAH, TREND DAN ISSUE


KEPERAWATAN JIWA SERTA EFEK KONDISI KESEHATAN JIWA DAN
PSIKOSOSIAL TERHADAP PASIEN DAN KELUARGA” Ini disusun sebagai
salah satu syarat dalam menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan Kesehatan
Jiwa dan Psikososial.

Demikian pula, penyusun menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini,


masih banyak kekurangan dan kesalahan. Namun, penyusun tetap berharap agar
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Oleh karena itu, kritik dan
saran dari penulisan makalah ini sangat diharapkan sebagai masukan dalam
perbaikan dan penyempurnaan pada makalah berikutnya. Untuk itu penyusun
ucapkan terimakasih.

Malang, 08 Februari 2024

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................2

DAFTAR ISI ...........................................................................................................3

BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................4

1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 4


1.2 Rumusan Masalah....................................................................................5
1.3 Tujuan .....................................................................................................5
1.4 Manfaat ...................................................................................................5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................6

2.1 Sejarah Keperawatan Jiwa dan Psikososial..............................................6

2.2 Trend Dan Issue Keperawatan Jiwa Global Terkini ............................... 10

2.3 Efek Kondisi Kesehatan Jiwa dan Psikososial terhadap pasien dan
keluarga ................................................................................................ 13

BAB 3 PENUTUP..................................................................................................18

3.1 Kesimpulan ............................................................................................ 18

3.2 Saran ......................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................19

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jiwa adalah unsur manusia yang bersifat nonmateri, tetapi fungsi dan
manifestasinya sangat terkait pada materi. Jiwa yang sehat sulit didefinisikan
dengan tepat. Meskipun demikian, ada beberapa indikator untuk menilai
kesehatan jiwa. Karl Menninger mendefinisikan orang yang sehat jiwanya
adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri pada
lingkungan, serta berintegrasi dan berinteraksi dengan baik, tepat, dan bahagia.

Michael Kirk Patrick mendefinisikan orang yang sehat jiwa adalah


orang yang bebas dari gejala gangguan psikis, serta dapat berfungsi optimal
sesuai apa yang ada padanya. Clausen mengatakan bahwa orang yang sehat jiwa
adalah orang yang dapat mencegah gangguan mental akibat berbagai stresor,
serta dipengaruhi oleh besar kecilnya stresor, intensitas, makna, budaya,
kepercayaan, agama, dan sebagainya.

Pengobatan pada masa ini telah menggabungkan berbagai pendekatan


pengobatan seperti, memberikan ketenangan, mencukupi asupan gizi yang baik,
melaksanakan kebersihan badan yang baik, mendengarkan musik dan
melakukan aktivitas rekreasi. Perkembangan keperawatan jiwa pada abad 21
lebih menekankan pada upaya preventif melalui pengembangan pusat kesehatan
mental, praktek mandiri, pelayanan di rumah sakit dan pelayanan day care serta
mengidentifikasi pemberian asuhan keperawatan pada kelompok berisiko tinggi
dan pengembangan sistem management patient care dengan pendekatan
multidisipliner.

Keluarga memainkan peranan penting dalam menjaga dan merawat


pasien dengan gangguan jiwa di dalam masyarakat. Perawatan dan dukungan
keluarga diyakini akan mempercepat pemulihan pasien dengan gangguan
mental. Namun demikian keluarga seringkali berhadapan dengan masalah
psikososial baik secara langsung maupun tidak langsung karena mempunyai
anggota keluarga yang mengalami psikotik. Masalah psikososial tersebut
diantaranya kerisauan, tekanan, hilang harapan, rasa kehilangan, malu dan rasa

4
bersalah. Keluarga turut mengalami masalah keuangan, gangguan dalam
melakukan akitivitas sosial, dan terjejas kesehatan fisikal. Oleh sebab itu
psikoedukasi bagi keluarga yang mempunyai anggota keluarga yang mengalami
sakit mental psikotik dipandang sangat penting untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien dengan gangguan jiwa.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Sejarah Keperawatan Jiwa dan Psikososial?


2. Apa Saja Trend dan Issue Keperawatan Jiwa Global Terkini?
3. Bagaimana Efek Kondisi Kesehatan Jiwa dan Psikososial Terhadap Pasien
dan Keluarga?

1.3 Tujuan
1. Menjelaskan Sejarah Keperawatan Jiwa dan Psikososial.
2. Menggambarkan Trend dan Issue Keperawatan Jiwa Global Terkini.
3. Menjelaskan Efek Kondisi Kesehatan Jiwa dan Psikososial Terhadap Pasien
dan Keluarga.

1.4 Manfaat

1. Menambah Pengetahuan Mengenai Sejarah Keperawatan Jiwa dan


Psikososial.
2. Menambah Pengetahuan Mengenai Trend dan Issue Keperawatan Jiwa
Global Terkini.
3. Menambah Pemahaman Mengenai Efek Kondisi Kesehatan Jiwa dan
Psikososial Terhadap Pasien dan Keluarga.

5
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Keperawatan Jiwa dan Psikososial

A. Sejarah Keperawatan Jiwa di Dunia

Awal perkembangan keperawatan jiwa dimulai oleh seorang tokoh


yang bernama Linda Richards, seorang lulusan dari rumah sakit New
England bagi ibu dan anak di Boston pada tahun 1873. Linda
mengembangkan asuhan keperawatan di rumah sakit jiwa dan memberikan
program pendidikan. Linda berpendapat bahwa kesehatan mental harus
mendapat perhatian yang sama dengan kesehatan fisik. Selanjutnya Linda
disebut sebagai perawat psikiatri pertama di Amerika.

Rumah sakit pertama yang mempersiapkan perawat melakukan


asuhan keperawatan pada masalah kesehatan mental di buka pertama di
Rumah sakit McLean, daerah Waverly, Massachusetts. Pada tahun 1882.
Namun demikian focus pelayanan kesehatan yang diberikan masih berfokus
pada kebutuhan fisik pasien seperti medikasi, nutrisi, kebersihan dan
aktivitas bangsal. Sampai akhir abad 19, tidak banyak perubahan yang
terjadi pada perkembangan keperawatan jiwa. Jumlah perawat yang
mendalami keperawatan jiwa sangat terbatas, pelatihan-pelatihan
keperawatan jiwa jarang dilaksanakan, dan hampir sebagian besar mereka
lebih banyak mengaplikasikan keperawatan medical surgical pada seting
pelayanan keperawatan jiwa.

Kontribusi utama dari Linda Richards pada dunia keperawatan jiwa


lebih menekankan pada keseimbangan kebutuhan mental dan fisik dari
pasien. Pada awal perkembanganya, pendidikan keperawatan dipisahkan
kedalam dua bagian yaitu rumah sakit umum dan rumah sakit jiwa.

Pada tahun 1913 Johns Hopkins menjadi sekolah perawat pertama


yang memasukkan aspek keperawatan jiwa dalam kurikulumnya.
Selanjutnya beberapa sekolah juga mengikuti sampai akhir tahun 1930an.
Beberapa factor penting yang dikembangkan pada keperawatan jiwa
diantaranya adalah munculnya berbagai terapi somatic termasuk terapi
6
shock insulin (1935), psychosurgery (1936), dan terapi elektrokonfulsi
(1937).

Seluruh teknik terapi ini memerlukan ketrampilan perawat medical


bedah. Meskipun hampir seluruh terapi tersebut belum bisa membantu
pasien untuk memahami masalahnya, namun pasien bisa menerima
psikoterapi yang diberikan. Terapi somatic juga dilakukan untuk
meningkatkan asuhan keperawatan pada pasien terutama yang tidak
memberikan respon.

B. Sejarah Keperawatan Jiwa di Indonesia

Sejarah keperawatan jiwa di Indonesia dimulai pada tahun 1862.


Dimulai dengan penyelenggaraan sensus jiwa di wilayah jawa dan Madura.
Selain itu juga di rumah sakit Cina Jakarta dibuat ruang perawatan yang
berteralis dan bertujuan untuk mengintip. Pada saat itu pengetahuan dokter
tentang kesehatan jiwa masih sangat terbatas.

Selanjutnya pada tanggal 1 juli 1882 didirikan rumah sakit Jiwa di


Bogor dengan kapasitas 400 bed. Diikuti pada tahun 23 Juni 1902 didirikan
rumah sakit jiwa lawang dengan kapasitas 500 bed. Pada tahun 1923
didirikan rumah sakit jiwa magelang dengan program kerja melalui
pertanian. Pada tahun 1942-1943 jumlah pasien meningkat dan
menuurunpada tahun 1944 dan kemudian meningkat lagi.Sesudah tahun
1945 rumah sakit dianggap kurang tepat digunakan sebagai tempat
perawatan karena jumlah tenaga kurang memadai.

Dengan alasan tersebut selanjutnya dikeluar prosedur perawatan


yang harus dengan:

1. Surat perintah pengadilan


2. Surat Pamong Praja
3. Surat keterangan dokter dan keluarga.

Aturan ini selanjutnya tidak berlaku lagi setelah dikeluarkan UU


keswa no 3 1966 yang menyatakan bahwa pasien bisa langsung datang ke
rumah sakit. Praktek keperawatan jiwa semakin lama semakin berkembang
dengan meningkatkan kualitas pelayanan. Di tatanan rumah sakit jiwa

7
dikembangkan model praktek keperawatan professional dan saat ini telah
dikembangkan hampir di seluruh rumah sakit jiwa di Indonesia.

Di unit pelayanan umum mulai dikembangkan model consultation


liaison mental health nursing. Sedangkan di komunitas dikembangkan
model community mental health nursing. Sejarah pendidikan keperawatan
jiwa dimulai pada tahun 1992, dibentuk D III Keperawatan dengan muatan
lokal keperawatan jiwa di Malang dan tahun 1994/1995 di Bogor.

Pada tahun 1985 didirikan S1 Keperawatan di Universitas Indonesia.


Pada tahun 2005 dibuka program Magister dan Spesialis Keperawatan Jiwa
di Universitas Indonesia dan telah meluluskan spesialis keperawatan jiwa.
Pada tahun 2007 dibuka program doktor keperawatan di Universitas
Indonesia.

C. Konseptual Model Keperawatan Kesehatan Jiwa

1. Psikoanalitis (freud, arickon)


Model ini menjelaskan bahwa gangguan jiwa dapat terjadi pada
seseorang apabila ketidakmampuan seseorang dalam menggunakan
akalnya (ego) untuk mematuhi tata tertib, peraturan, norma, dan agama
(super-ego/das uber ich) akan mendorong terjadinya penyimpangan
perilaku (deviationof behavioral). faktor penyebab lain gangguan jiwa
dalam teori ini adalah adanya konflik intrapsikis, terutama pada masa
kanak-kanak.
2. Interpersonal (sullivan, peplau)
Menurut konsep model ini, kelainan jiwa seseorang bisa muncul
akibat adanya ancaman. ancaman tersebut menimbulkan kecemasan
(ansietas). ansietas timbul dan dialami seseorang akibat adanya konflik
saat berhubungan dengan orang lain (interpersonal).
3. Social (caplan, szasz)
Menurut konsep ini, seseorang akan mengalami gangguan jiwa atau
penyimpangan perilaku apabila banyaknya faktor sosial dan faktor
lingkungan yang akan memicu munculnya stress pada seseorang, dimana
akan menimbulkan kecemasan dan gejala (social and enviromental factor
creat stress, which cause anxiety and symptom). prinsip proses terapi
yang sangat penting dalam model konsep ini adalah modifikasi

8
lingkungan (environment manipulation) dan dukungan sosial (social
suport).
4. Eksistensial (ellis, rogers)
Menurut teori model eksistensial, gangguan perilaku atau gangguan
jiwa terjadi bila individual gagal menemukan jati diri dan tujuan
hidupnya. individu tidak memiliki kebanggaan akan dirinya. membenci
diri sendiri dan mengalami gangguan dalam body imagenya. prinsip
dalam proses terapinya adalah mengupayakan agar individu
berpengalaman dan bergaul dengan orang lain, memahami riwayat hidup
orang lain dianggap sukses, atau dianggap sebagai Panutan (experience
in relationship), memperluas kesadaran diri dengan cara intropeksi (self
assesment), bergaul dengan kelompok sosial dan kemanusiaan
(conducted in group), mendorong untuk menerima jati dirinya sendiri,
dan menerima kritik atau feedback tentang perilaku dari orang lain serta
dapat mengontrol perilakunya (encouraged to accept self and control
behavior).
5. Supportive Therapy (wermon, rockland)
Penyebab gangguan jiwa dalam konsep ini adalah faktor
biopsikososial dan respons maladaptif saat ini. aspek biologisnya
menjadi masalah seperti: sering sakit maag, migrain, atau batuk-batuk.
aspek psikologisnya mengalami banyak keluhan, seperti: mudah cemas,
kurang percaya diri, perasaan bersalah, ragu-ragu dan pemarah. aspek
sosialnya memiliki masalah seperti: susah bergaul, menarik diri, tidak
disukai, bermusuhan, tidak mampu medapatkan pekerjaan, dan
sebagainya. semua hal tersebut terakumulasi menjadi penyebab
gangguan jiwa.
6. Medical (meyer, kraeplin)
Menurut konsep ini, gangguan jiwa cenderung muncul akibat
multifaktor yang kompleks, meliputi: aspek fisik, genetik, lingkungan,
dan faktor sosial sehingga fokus penatalaksanaannya harus lengkap
melalui pemeriksaan diagnostik, terapi soatik, farmakologi, dan tehnik
interpersonal. perawat berkolaborasi dengan tim medis dalam melakukan
prosedur diagnostik dan terapi jangka panjang.

9
2.2 Trend Dan Issue Keperawatan Jiwa Global Terkini

A. Analisis Bibliometrik Penelitian Kegawatdaruratan Keperawatan Jiwa


Menggunakan Vos- Viewer

Penelitian ini telah memberikan bukti bahwa masih kurangnya


penelitian yang mengeksplorasi model keperawatan kegawatdaruratan
psikiatrik. Terlepas dari kurangnya database yang sistematis, khususnya di
Indonesia, penelitian ini berusaha untuk mengkonfigurasi, menggambarkan,
dan menganalisis berbagi literatur yang sistematis dengan menggunakan
pendekatan bibliometric.

Pendekatan bibliometric ini penting untuk menentukan kebaruan


dalam melakukan penelitian lebih lanjut dengan mengidentifikasi tema-
tema penting dalam setiap penelitian, bidang pengetahuan, atau penelitian
yang telah dilakukan selama ini. (Handayani, 2023)

B. Meningkatknya Post Traumatic Syndrome Disorder

PTSD (Post Traumatic Stress Disorder) atau gangguan stress pasca


trauma adalah kondisi kesehatan jiwa yang dipicu oleh peristiwa yang
traumatis, baik dengan mengalaminya maupun menyaksikannya. Faktor
penyebab PTSD yaitu Pemerkosaan, peperangan, bencana alam,
Pengalaman yang menakutkan, termasuk jumlah dan tingkat keparahan
trauma yang telah dialami dalam hidup.

Trauma bukan semata-mata gejala kejiwaan yang bersifat


individual, trauma muncul sebagai akibat saling keterkaitan antara ingatan
sosial dan ingatan pribadi tentang peristiwa yang mengguncang eksistensi
kejiwaan, yang mengakibatkan keadaan stress. berkepanjangan.

C. Self Harm dan Depresi pada Dewasa Muda

Self-harm pada dewasa muda dapat mempengaruhi kemampuan


kognitif, kinerja, dan hubungan interpersonal. Self-harm menjadi salah satu
tren dan isu keperawatan jiwa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
korelasi self-harm dengan depresi pada dewasa muda. (Sibarani, 2021).
10
Resiko Perilaku kekerasan merupakan kondisi individu yang akan
membahayakan bagi diri sendiri, orang lain, keluarga dan masyarakat.
Individu dengan resiko perilaku kekerasan membutuhkan asuhan
keperawatan jiwa untuk mengatasi masalah keperawatan yang dialami.
(Aroviani, 2021)

D. Kesehatan Mental Remaja dan Tren Bunuh Diri

Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang kesehatan


mental adalah keadaan sejahtera seseorang secara fisik, mental, spiritual,
dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat
mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan
kontribusi untuk komunitasnya.

Dengan kata lain, kesehatan mental adalah kondisi yang


memungkinkan seseorang untuk hidup secara optimal, baik secara fisik,
mental, maupun sosial. Individu yang memiliki kesehatan mental yang baik
akan mampu mengembangkan potensi diri secara maksimal, mengatasi stres
dan tekanan.

Tren bunuh diri juga terjadi disepanjang tahun 2023, Indonesia


dikejutkan dengan banyaknya kasus bunuh diri yang dilakukan oleh
mahasiswa. Kasus pertama terjadi pada Rabu, 8 Maret 2023, seorang
mahasiswa UI ditemukan tewas loncat dari lantai 18 sebuah apartemen di
Kebayoran Baru.

Kasus kedua pada 11 Agustus 2023, seorang mahasiswa UNDIP


ditemukan tewas gantung diri di lapangan tembak Temblang, Semarang.
Kasus ketiga pada 2 Oktober 2023, seorang mahasiswi UMY ditemukan
tewas setelah jatuh dari lantai 4 asrama putri UMY. Pada bulan yang sama,
pada 10 Oktober 2023, mahasiswa UNNES loncat dari lantai 4 Mal Paragon
Semarang (Hayani & Intan, 2023).

1. Faktor Penyebab dan Dampak Tren Bunuh Diri


Masalah bunuh diri remaja merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang serius dan kompleks. Terdapat banyak faktor
penyebabnya seperti tekanan akademis yang berlebihan, isolasi sosial,

11
pelecehan sebaya, gangguan mental, stigma terhadap bantuan
psikologis, cyberbullying, hingga peran keluarga. Kompleksitas
penyebab inilah yang menjadikan upaya pencegahan bunuh diri remaja
menjadi sangat penting tapi juga menantang (Wibowo et al., 2021).
2. Bullying
Bullying atau perundungan di sekolah merupakan masalah serius
yang berdampak signifikan pada kesehatan mental dan kesejahteraan
korban. Peran serta masyarakat sangat penting untuk mencegah dan
menangani kasus ini, mulai dari sekolah yang harus menciptakan budaya
anti-bullying melalui pendidikan terkait, hingga orang tua yang
memberi dukungan moral kepada anak korban bullying (Downing et al.,
2023).
3. Peranan Masyarakat
Mengatasi tren bunuh diri di kalangan remaja memerlukan
pendekatan holistik dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat.
Peranan masyarakat sangat penting mulai dari meningkatkan kesadaran
dan edukasi publik terkait kesehatan mental dan pencegahan bunuh diri,
memberikan dukungan emosional dan lingkungan yang kondusif bagi
remaja berisiko, hingga mendorong terciptanya kebijakan publik yang
efektif (Rohmah, 2020).
Masyarakat dapat membantu menghapus stigma dan membekali
keluarga korban agar lebih memahami, mengenali, serta merespons
tanda-tanda bunuh diri pada remaja. Pencegahan bullying melalui
advokasi dan kampanye anti-bullying juga mutlak diperlukan agar
remaja merasa didukung dan terbebas dari intimidasi atau pelecehan
yang berisiko memicu depresi hingga keinginan bunuh diri.

12
2.3 Efek Kondisi Kesehatan Jiwa dan Psikososial terhadap pasien dan
keluarga

A. Beban Caregiver

Beberapa tinjauan beban yang dialami oleh pengasuh/caregiver ketika


merawat keluarga yang mengalami gangguan jiwa:

1. Beban Pengasuh (Caregiver)


Gangguan jiwa memiliki konsekuensi bagi dirinya sendiri
dan keluargayang merawat mereka. Dampak pada pasien akan
mengalami hambatanperawatan diri, penuruna hubungan sosia,
hilangnya kesempatan kerja. Sedangkan Keluarga pasien
mengalami gangguannemosional dan psikologisseperti adanya
perasaan kehilangan dan kesedihan, yang disebabkan ketidakpastian
dan perasaan malu, bersalah, dan marah, terisolasi daripergaulan
sosial. Selain itu kehidupan pribadi mereka terganggu karena adanya
anngota keluarga yang harus dirawat, terjadi perubahan peran
sehingga dapat menimbulkan stres, secara fisik, psikologis maupun
ekonomi. (Zhou et al., 2021)
2. Beban Kendala Keuangan
Masalah keuangan menjadi prioritas utama ketika merawat
anggota keluarga gangguan mental. keluarga memiliki waktu
terbatas dalam bekerja mendapatkan uang karena sebagian besar
waktu digunakan untuk merawat kerabat mereka. Uang yang
diperoleh dengan waktu kerja yang terbatas digunakan untuk
transportasi ke rumah sakit, membeli obat-obatan, dan kegiatan lain.
Sebagian pengasuh akan bekerja atau menjual barang
miliknya serta sumber daya lainnya seperti pakaian pribadi, ternak,
sampai barang miliknya habis. Pengasuh juga terlibat dalam
pekerjaan kasar untuk tetap bertahan dari krisis ekonomi. (Ae-
Ngibise et al., 2015)
3. Beban Biaya transportasi
Adanya tekanan keuangan disebabkan peningkatan biaya
untukperawatan pasien, dan penurunan jam kerja terutama jarak
tinggal jauh dari rumah sakit, perjalanan dilakukan dengan taksi,
angkutan umum sehingga sebagian besar keluaga mengalami krisis
13
keuangan berganda dengan sedikit uang yang mereka miliki.
Beberapa tidak datang ke rumah sakit selama dua bulan atau lebih
dan menitipkan pada kerabat untuk mengambil obat di klinik.
(Wang, 2015).
4. Beban waktu
Sebagian besar pengasuh menghabiskan sebagian besar
waktu mereka untuk merawat kerabat mereka yang menderita
gangguan jiwa. Beberapa tanggung jawab pengasuh termasuk
mandi, mencari perawatan medis, kunjungan ke dukun tradisional,
keamanan, menyiapkan makanan dan memberi mereka makan dan
membantu mereka dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Beberapa pengasuh merasa lebih menderita daripada yang sakit.
5. Beban Biaya obat
Selain biaya transportasi, kekurangan obat di rumah sakit
mengganggu sistem perawatan pasien. Pengobatan sebagai
komponen penting dan keluarga sebagai sumber daya inti akan
membantu mempertahankan kepatuhan. Obat dinyatakan sebagai
kontributor utama untuk perbaikan pasien.
Sehingga jika menggunakan lebih dari dua jenis obat dan
obatnya tidak didaptkan dirumah sakit dan harus membelinya di
apotek swasta. Sehingga pasien menggunakan satu jenis obat karena
ketidakmampuan keluarga. Kurangnya uang untuk transportasi dan
obat-obatan untuk pasien diduga menjadi kendala utama untuk
perbaikan pasien, dan munculnya perilaku destruktif. (Marimbe et
al., 2016; Nirmala, Vranda, & Reddy, 2011)

B. Kondisi Psikososial Pengasuh

1. Gangguan fungsi keluarga


Fungsi keluarga adalah kemampuan keluarga untuk melanjutkan
aktivitas sehari-hari meskipun ada ancaman internal atau eksternal.
Gangguan dalam rutinitas normal disebabkan merawat dan menjaga
kerabat gangguan jiwa dalam rumah. sepanjang waktu caregiver
memikirkan kerabat mereka yang sakit dan rasa malu yang menyertai;
Melakukan ritual menjadi sumber kekhawatiran dan stres; tidak bisa
14
tidur; tugas sehari-hari terganggu; hubungan sosial terpengaruh secara
negatif; gangguan interaksi dengan rekan kerja lainnya; adanya stigma
masyarakat terhadap orang-orang dengan masalah mental.
2. Tekanan psikologis / distress psikologis pengasuh
Dampak emosional anggota keluarga karena pengasuhan adalah
area yang mengubah kualitas pengasuhan, dinyatakan dalam bentuk
tekanan psikologis yang dinilai bahwa hal tersebut membebani atau
melebihi sumber daya dan membahayakan kesejahteraannya. "tekanan
psikologis" sering diterapkan pada kombinasi gejala yang tidak dapat
dibedakan mulai dari gejala depresi dan kecemasan umum hingga ciri-
ciri kepribadian, cacat fungsional, dan masalah perilaku. (Lilin, 2021).
3. Gangguan Rutinitas dan Masalah dalam mengelola gejala pasien
Gangguan tugas-tugas rumah tangga dan tanggung jawab lainnya
adalah beban berat bagi pengasuh. Gejala pasien yang tidak dapat
diprediksi menjadi faktor yang membatasi waktu pengasuh dalam
tanggung jawab terhadap fungsi keluarga lainnya. Orang tua pasien
dengan penyakit mental memiliki peran ganda termasuk merawat pasien
serta memastikan bahwa anggota keluarga lainnya mendapatkan
kebutuhan mereka terpenuhi.
4. Kurangnya Dukungan Sosial
Masalah utama yang dihadapi oleh pengasuh keluarga ketika
merawat pasien sakit jiwa adalah kurangnya dukungan sosial, stigma,
dan konflik yang disebabkan oleh pasien. Kendala keuangan antara
penyakit mental dan kemiskinan. Penyakit mental tidak dapat
menghasilkan pendapatan dan mereka sering kali harus bergantung pada
dukungan keuangan dari anggota keluarga untuk memenuhi kebutuhan
hidup dasar dan membayar pengeluaran kesehatan.

C. Masalah Psikososial Keluarga Penderita

Merawat penderita penyakit mental psikotik di rumahnya sendiri


dapat menyebabkan keluarga berhadapan dengan stigma sosial yang ada
dalam masyarakat yang berkaitan erat dengan penyakit mental. Justru itu,
semua faktor internal dan eksternal yang dimanifestasikan oleh keluarga
perlu diberi perhatian serius oleh semua pihak yang terlibat dalam

15
menyediakan pelayanan kesehatan mental kepada penderita penyakit
mental. Tidak hanya memfokuskan intervensi pada penderita tetapi juga
pada keluarga yang merawatnya.

D. Peranan Psikoedukasi Keluarga

Keluarga merupakan unit paling dekat dengan penderita psikotik.


Keberhasilan pelayanan dan perawatan di panti maupun rumah sakit akan
sia-sia jika tidak diteruskan di rumah apalagi kemudian mengakibatkan
penderita harus dirawat kembali (relapse). Peran serta keluarga sejak awal
perawatan di panti maupun di rumah sakit akan meningkatkan kemampuan
keluarga merawat penderita di rumah nantinya sehingga kemungkinan
kambuh dapat dicegah.

Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa salah satu faktor


penyebab terjadinya kekambuhan penderita psikotik adalah kurangnya
peran serta keluarga dalam perawatan terhadap anggota keluarga yang
menderita penyakit tersebut. Karena keluarga yang tidak tahu cara
menangani perilaku penderita pada saat di rumah.

Penderita gangguan jiwa sering mendapatkan stigma dan


diskriminasi yang lebih besar dari masyarakat disekitarnya dibandingkan
individu yang menderita penyakit fisik lainnya. Hal ini tampak lebih jelas
dialami oleh penderita psikotik. Mereka sering mendapatkan perlakuan
yang tidak manusiawi, misalnya perlakuan kekerasan, diasingkan, diisolasi
atau dipasung.

Mereka sering sekali disebut sebagai orang gila (insanity atau


madness). Perlakuan ini disebabkan karena ketidaktahuan atau pengertian
yang salah dari keluarga atau anggota masyarakat mengenai psikotik. Hal
itu menyebabkan penderita psikotik yang sudah sehat memiliki
kecenderungan untuk mengalami kekambuhan lagi sehingga membutuhkan
penanganan medis dan perlu perawatan di Rumah Sakit Jiwa lagi.

E. Family Theraphy

Family therapy dapat menjadi bagian dari rangkaian upaya


membantu keluarga agar keluarga suatu sistem, meningkatkan
kohesivitasnya serta lebih mampu melakukan penyesuaian diri. Holding

16
environment sangat diperlukan bagi pasien psikotik untuk dapat merasa
sejahtera, berfungsi optimal dan menghindari kekambuhan maka penting
bagi keluarga untuk mengupayakan holding environment tersebut dengan
memecahkan/mengurangi konflik yang ada diantara mereka dan
mempererat relasi dalam keluarga. Terbentuknya psikopatologi dalam diri
seorang anggota keluarga dikarenakan pasien tersebut kurang mendapatkan
3C (centered relating, centered holding, contextual holding) dalam
keluarganya.

Sehingga, perjalanan penyakit (apakah pasien akan membaik/


memburuk, kambuh atau tidak) akan turut dipengaruhi oleh 3C yang
dialaminya dalam keluarga. Ini juga merupakan kunci bagi seorang ahli
therapy bila hendak membantu pasien dan keluarganya agar paling tidak
meringankan dampak psikotik, yaitu dengan cara memperluas kemampuan
keluarga dalam menjalankan fungsi holding bagi para anggotanya dan
kapasitas mereka untuk holding satu sama lain.

17
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Perkembangan keperawatan jiwa dimulai oleh seorang tokoh yang


bernama Linda Richards, seorang lulusan dari rumah sakit New England bagi
ibu dan anak di Boston pada tahun 1873. Resiko perilaku kekerasan merupakan
salah satu masalah keperawatan jiwa yang ditemukan pada klien gangguan
jiwa. Kesehatan mental remaja, terutama kasus bullying dengan tren bunuh
diri, adalah isu yang mendesak dan kompleks yang memerlukan perhatian
serius. Dalam konteks peran masyarakat dalam dalam mengatasi masalah ini
di Indonesia, dapat disimpulkan bahwa keterlibatan aktif dan kolaboratif
masyarakat adalah kunci untuk menciptakan perubahan positif. Ada tiga hal
penting yang harus diperhatikan oleh caregiver/care giver dalam merawat
pasien, yaitu: beban caregiver, kondisi psikologis caregiver, dan caregiver
coping.

3.2 Saran

Keluarga berperan penting dalam proses perawatan pasien gangguan


jiwa. Dalam perawatannya, dibutuhkan caregiver khususnya anggota keluarga.
Pasien gangguan jiwa pada umumnya tidak dapat mengatasi masalah
psikologisnya sendiri, sehingga membutuhkan dukungan dari orang lain
terutama keluarga/caregiver. Setiap keluarga dalam merawat pasien gangguan
jiwa dihadapkan pada pengalaman yang berbeda antara satu keluarga dengan
keluarga lainnya

18
DAFTAR PUSTAKA

Arofiani, N., Niman, S. (2021). Resiko Perilaku Kekerasan: Studi Kasus. Jurnal
Sahabat Keperawatan. Vol. 3(2), 1-7.

Erita., Hununwidiastuti, Sri., Leniwita, Hasian. (2019). Buku Materi Pembelajaran


Keperawatan Jiwa. Jakarta: Fakultas Vokasi UKI.

Handayani, F., Fitrikasari, A., dkk. (2023). Analisis Bibliometrik Penelitian


Kegawatdaruratan Keperawatan Jiwa Menggunakan Vos- Viewer. Jurnal
Keperawatan. Vol. 15 (4), 1659-1666.

Lilin, R., Indriono, H. (2021). Memahami Beban, Kondisi Psikososial dan Koping
Keluarga (Caregivers) Dalam Merawat Penderita Gangguan Jiwa
(Pendekatan Keluarga). Health Information: Jurnal Penelitian. Vol. 13
(02).

Karisma, N., Rofiah, A., dkk. (2023). Kesehatan Mental Remaja dan Tren Bunuh
Diri: Peran Masyarakat Mengatasi Kasus Bullying di Indonesia. Edu
Cendikia: Jurnal Ilmiah Kependidikan. Vol. 3(3), 560-567.

Mundakir. (2021). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa 1. Surabaya:


UMYSurabaya Publishing.

19

Anda mungkin juga menyukai