Anda di halaman 1dari 23

COMMUNITY MENTAL HEALTH NURSING

DUKUNGAN KESEHATAN JIWA PSIKOSOSIAL PADA IBU HAMIL

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 3

Izzati putri dinanti (1914201065)

DOSEN PEMBIMBING:

Ns.Amelia Susanti,S.Kep,M.Kep.,Sp.Kep.J

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG

TAHUN AJARAN 2022


KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul " DUKUNGAN KESEHATAN JIWA
PSIKOSOSIAL PADA IBU HAMIL”dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas makalah COMMUNITY HEALTH NURSING


Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik
yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

PADANG,13 JUNI 2022


DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG…………………………………………3

B.RUMUSAN MASALAH…………………………………………4

C.TUJUAN PENULISAN………………………………………… 4

D.MANFAAT PENULISAN…………………………………………4

BAB II TEORI DAN PEMBAHASAN…………………………………………

A.PENGERTIAN DKJPS…………………………………………5

B. PENINGKATAN KESEHATAN JIWA DAN PSIKOSOSIAL KONDISI KESEHATAN


JIWA DAN KONDISI OPTIMAL DARI PSIKOSOSIAL…………5

C.DKPJS PADA IBU HAMIL………………………………..16

BAB III PENUTUP

A.KESIMPULAN…………………………………………20

B.SARAN…………………………………………20

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Kesehatan mental adalah kondisi individu yang memiliki kesadaran akan kemampuan diri,
dapat menghadapi tekanan hidup, dapat hidup dengan produktif serta mampu berkontribusi
dalam komunitas (World Health Organization, 2005). Kondisi ini merupakan kondisi yang perlu
dijaga di setiap siklus kehidupan, termasuk saat seorang wanita mengalami kehamilan.Masalah
kesehatan mental selama kehamilan merupakan masalah kesehatan masyarakat utama yang
perlu ditangani dengan serius. Sebanyak 10%-20% wanita mengalami penyakit mental selama
kehamilan dan pasca melahirkan di seluruh dunia. Di negara-negara berpenghasilan rendah dan
menengah, prevalensi masalah kesehatan mental selama kehamilan masih cukup tinggi
dengan prevalensi rata-rata mencapai 15,6% (Spedding, Stein, Naledi, & Sorsdahl,
2018).

Masalah mental pada ibu hamil dan pasca melahirkan adalah depresi antenatal dan postnatal,
gangguan obsesif kompulsif, gangguan stres pasca- trauma dan psikosis postpartum (Bauer,
Parsonage, Knapp, Iemmi, & Adelaja,2014). Satu dari lima wanita mengalami masalah
kesehatan mental selama kehamilan, seperti depresi, kecemasan dan ketakutan melahirkan yang
parah, serta gangguan emosi ringan hingga sedang (Robertson, Grace, Wallington, &
Stewart,2004).

Di antara masalah mental selama kehamilan tersebut, depresi dan kecemasan adalah masalah
yang paling sering dilaporkan selama kehamilan. Gangguan mental lainnya yang memiliki
prevalensi cukup tinggi adalah gangguan kecemasan (23%) yang mayoritas muncul karena
berkurangnya rasa percaya diri akibat perubahan bentuk tubuh saat kehamilan (Bayrampour,
McDonald, & Tough, 2015).
Pandemi COVID-19 merupakan bencana non alam yang dapat memberikan dampak pada
kondisi kesehatan jiwa dan psikososial setiap orang. Menurut WHO (2020), munculnya pandemi
menimbulkan stres pada berbagai lapisan masyarakat. Mengingat adanya risiko peningkatan
masalah kesehatan jiwa dan gangguan kejiwaan akibat COVID-19 di masyarakat, maka perlu
adanya dukungan kesehatan jiwa dan psikososial kepada masyarakat salah satunya pada orang
sehat biar tetap sehat. Secara global istilah ‘Dukungan Kesehatan Jiwa dan Psikososial (DKJPS),
bertujuan melindungi atau meningkatkan kesejahteraan psikologis

B.RUMUSAN MASALAH

A.Apa yang dimaksud dengan dukungan kesehatan jiwa dan psikososial (DKJPS)

B.Bagaimana dukungan kesehatan jiwa dan psikososial pada ibu hamil?

C.TUJUAN PENULISAN

Dapat menambah wawasan mahasiswa mengenai dukungan kesehatan jiwa dan


psikososial pada ibu hamil

D.MANFAAT PENULISAN

Agar dapat mengaplikasikan ilmu mengenai dukungan mengenai kesehatan jiwa dan
psikososial pada ibu hamil .
BAB II

TEORI DAN PEMBAHASAN

A.DEFINISI DKJPS (DUKUNGAN KESEHATAN JIWA DAN PSIKOSIAL)

Dukungan Kesehatan Jiwa dan Psikososial (DKJPS) seperti pelayanan kesehatan rutin dan
pemberian obat-obatan yang dibutuhkan. DKJPS atau Mental Health and Psychosocial
Support (MHPSS) digunakan oleh Sistem kemanusiaan global sebagai istilah payung untuk
berbagai pihak dalam merespons kondisi kedaruratan, salah satunya adalah pandemi Covid-19.

Dalam melaksanakan DKJPS pekerja sosial dan berbagai profesi lain dapat mengacu pada
panduan Inter Agency Standing Committee (IASC). Didalam panduan tersebut menganjurkan
agar berbagai tingkatan intervensi diintegrasikan dalam kegiatan respons wabah. Tingkatan-
tingkatan ini disesuaikan dengan spektrum kebutuhan kesehatan jiwa dan psikososial yang
tergambar dalam piramida intervensi.
Didalam piramida tersebut, intervensi DKJPS memiliki empat level.  Level pertama, adalah
promotif berupa pertimbangan sosial dalam layanan dasar dan keamanan yang dilakukan
sebelum ada potensi masalah. Level kedua, adalah preventif yaitu memperkuat komunitas dan
dukungan sosial. Level ketiga, dalam intervensi itu adalah pemantauan, identifikasi dan
pelayanan psikososial yaitu dukungan tidak terspesialisasi yang berfokus pada individu. Level
keempat, adalah intervensi yang dilakukan oleh tenaga spesialis
Secara global istilah ‘Dukungan Kesehatan Jiwa dan Psikososial (DKJPS) atau Mental Health
and Psychososcial Support (MHPSS)’ digunakan dalam Panduan Inter Agency Standing
Committee (IASC) dalam Situasi Kedaruratan, yang berarti dukungan jenis apa pun dari luar
atau lokal yang bertujuan melindungi atau meningkatkan kesejahteraan psikologis dan/ atau
mencegah serta menangani kondisi kesehatan jiwa dan psikososial. DKJPS dipakai berbagai
pihak untuk merespons kondisi kedaruratan maupun bencana, salah satunya pandemi COVID-19.
DKJPS mengintegrasikan pendekatan biologis, psikologis, dan sosiokultural di bidang kesehatan,
sosial, pendidikan dan komunitas, serta untuk menekankan perlunya pendekatan-pendekatan
yang beragam dan saling melengkapi dari berbagai profesi dalam memberikan dukungan yang
sesuai. DKJPS dalam Situasi Kedaruratan mengedepankan berbagai tingkatan intervensi agar
diintegrasikan dalam kegiatan respons pandemi.

Tingkatan-tingkatan ini disesuaikan dengan spektrum kebutuhan kesehatan jiwa dan psikososial
dan digambarkan dalam piramida intervensi (Gambar 1), mulai dari mempertimbangkan aspek
sosial dan budaya dalam layanan-layanan dasar, hingga memberikan layanan spesialis untuk
orang-orang dengan masalah kesehatan jiwa dan psikososial yang lebih berat. Prinsip-prinsip
utamanya adalah jangan menyakiti, menjunjung hak asasi manusia dan kesetaraan, menggunakan
pendekatan partisipatif, meningkatkan sumber daya dan kapasitas yang sudah ada, menjalankan
intervensi berlapis dan menjalankan tugas dengan sistem dukungan terintegrasi.

B.Peningkatan Kesehatan Jiwa dan Psikososial Kondisi kesehatan jiwa dan kondisi optimal dari
psikososial dapat tingkatkan melalui:

• Emosi positif: gembira, senang dengan cara melakukan kegiatan dan hobby yang disukai, baik
sendiri maupun bersama keluarga atau teman;

• Pikiran positif: menjauhkan dari informasi hoax, mengenang semua pengalaman yang
menyenangkan, bicara pada diri sendiri tentang hal yang positif (positive self-talk ), responsif
(mencari solusi) terhadap kejadian, dan selalu yakin bahwa pandemi akan segera teratasi;

• Hubungan sosial yang positif : memberi pujian, memberi harapan antar sesama, saling
mengingatkan cara-cara positif, meningkatkan ikatan emosi dalam keluarga dan kelompok,
menghindari diskusi yang negatif, dan saling memberi kabar dengan rekan kerja, teman atau
seprofesi;

• Secara rutin tetap beribadah di rumah atau secara daring.

C.Pencegahan masalah Kesehatan Jiwa dan Psikososial (Pencegahan Masalah Kesehatan)

1. Pencegahan penularan
• Jarak sosial (Social distancing): Jarak sosial adalah jarak interaksi sosial minimal 2 meter,
tidak berjabat tangan, dan tidak berpelukan sehingga penularan virus dapat dicegah. Jarak sosial
ini sepertinya membuat interaksi menjadi semakin jauh, rasa sepi dan terisolasi. Hal ini dapat
diatasi dengan meningkatkan intensitas interaksi sosial melalui media sosial yang tidak berisiko
terkena percikan ludah.

• Jarak fisik (Physical distancing): Jarak fisik 8 Pedoman Dukungan Kesehatan Jiwa Dan
Psikososial Pada Pandemi COVID 19 adalah jarak antar orang dimanapun berada minimal 2
meter, artinya walaupun tidak berinteraksi dengan orang lain jarak harus dijaga dan tidak
bersentuhan. Tidak ada jaminan baju dan tubuh orang lain tidak mengandung virus COVID-19
sehingga jarak fisik dapat mencegah penularan.

• Cuci tangan dengan sabun pada air yang mengalir sebelum dan sesudah memegang benda.
Tangan yang memegang benda apa saja mungkin sudah ada virus COVID-19, sehingga cuci
tangan pakai sabun dapat menghancurkan kulit luar virus dan tangan bebas dari virus. Hindari
menyentuh mulut, hidung dan mata, karena tangan merupakan cara penularan yang paling
berbahaya.

• Pakai masker kain yang diganti setiap 4 jam. Pada situasi pandemi tidak diketahui apakah
orang lain sehat atau OTG (yang tidak memperlihatkan tanda dan gejala pada hal sudah
mengandung virus corona), jadi pemakaian masker kain bertujuan tidak menularkan dan tidak
ketularan.

• Setelah pulang ke rumah. Pada situasi yang terpaksa harus ke luar rumah, maka saat pulang ke
rumah upayakan meninggalkan sepatu di luar rumah, lalu segera mandi dan pakaian segera
dicuci. Oleh karena itu setiap orang diminta tinggal di rumah (stay at home) artinya bekerja dari
rumah, belajar dari rumah, beribadah dari rumah, dan semua aktifitas dilakukan di rumah.
Hindari pertemuan-pertemuan seperti pesta ulang tahun, pesta perkawinan, ibadah berjamaah,
dan kerumunan orang banyak.

Pencegahan masalah kesehatan jiwa dan psikososial Masalah kesehatan jiwa dan psikososial
dapat berupa ketakutan, cemas, dan panik terhadap kejadian Pedoman Dukungan Kesehatan Jiwa
Dan Psikososial Pada Pandemi COVID 19 9 COVID-19. Orang semakin enggan bertemu dengan
orang lain dan muncul curiga orang lain dapat menularkan. Perasaan ini akan memberikan
respons pada tubuh untuk cepat melakukan perlindungan untuk memastikan keamanan. Gejala
awal yang terjadi adalah khawatir, gelisah, panik, takut mati, takut kehilangan kontrol, takut
tertular, dan mudah tersinggung. Jantung berdebar lebih kencang, nafas sesak, pendek dan berat,
mual, kembung, diare, sakit kepala, pusing, kulit terasa gatal, kesemutan, otot otot terasa tegang,
dan sulit tidur yang berlangsung selama dua minggu atau lebih.

D. Pencegahan masalah kesehatan jiwa dan psikososial oleh individu

Sikap mental menghadapi situasi ini dapat berupa:

• Sikap Reaktif Sikap mental yang ditandai dengan reaksi yang cepat, tegang, agresif terhadap
keadaan yang terjadi dan menyebabkan kecemasan dan kepanikan. Contoh perilakunya adalah:
memborong bahan makanan, masker, hands-sanitizer, vitamin dll. Sikap reaktif ini dapat
dikendalikan dengan cara mencari berbagai info atau masukan dari banyak orang sebelum
mengambil keputusan.

• Sikap Responsif Sikap mental yang ditandai dengan sikap tenang, terukur, mencari tahu apa
yang harus dilakukan dan memberikan respons yang tepat dan wajar. Sikap responsif dapat
dikembangkan agar tidak terjadi masalah kesehatan jiwa dan psikososial.

E.TATAKELOLA PENYELENGGARAAN LAYANAN DKJPS

Tatakelola penyelenggaraan layanan DKJPS dilaksanakan pada setiap jenjang administrasi


dalam rangka memastikan pelayanan DKJPS di wilayah kerjanya dapat berlangsung secara
optimal.

a. Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota Dinas kesehatan mengkoordinasikan dan memastikan


pelayanan DKJPS dapat berlangsung di wilayah kerjanya, baik layanan yang
dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan maupun di masyarakat. Layanan DKJPS
tersebut dapat dilaksanakan oleh pemerintah, swasta, organisasi profesi, organisasi sosial
kemasyarakatan dan lain-lain. Oleh karena itu perlu dilakukan pengelolaan mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, monitoring evaluasi serta tindak lanjut terhadap
penyelenggaraan layanan DKJPS dengan memperhatikan hambatan atau masalah yang
ditemukan Protokol Layanan Dukungan Kesehatan Jiwa dan Psikososial (DKJPS) Anak
dan Remaja 4 pada masa adaptasi kebiasaan baru Pandemi Covid-19 serta situasi
penanggulangan COVID-19 di wilayah dengan menerapkan adaptasi kebiasaan baru.
Kegiatan tatakelola dalam bentuk pertemuan dapat dilakukan secara virtual maupun
secara langsung dengan tetap memperhatikan protokol pencegahan penularan COVID-19,
seperti: pembatasan jumlah peserta, mengatur jarak fisik antar peserta, peserta
menggunakan masker, tersedia sarana untuk cuci tangan dan/ atau hand sanitizer.
B. Puskesmas
KEGIATAN KOORDINASI PERENCANAAN:
1. Mengidentifikasi sumber daya dan jejaring kerja, seperti:
a) jumlah tenaga kesehatan yang terlatih kesehatan jiwa;
b) jumlah pekerja masyarakat dan kader kesehatan jiwa, seperti kader kesehatan, bidan di
desa, pekerja sosial, guru, tokoh masyarakat, tokoh agama, PKK, karang taruna,
organisasi sosial dan elemen masyarakat lainnya;
c) jumlah guru SMA yang sudah dilatih life skill;
d) Pelayanan konsultasi kesehatan jiwa jarak jauh atau layanan kesehatan jiwa bergerak
yang dapat dijangkau oleh masyarakat, baik milik pemerintah, pemerintah daerah,
organisasi profesi, dan lain-lain.
. Mengidentifikasi lokasi pelayanan dalam gedung dan luar gedung serta kelompok rentan
seperti: panti, rumah singgah, lapas anak, sekolah dan lainlain.
3. Memastikan ketersediaan dan kecukupan logistik untuk mendukung pelaksanaan
DKJPS, antara lain: obat psikotropika esensial, instrumen deteksi dini masalah kesehatan
dan gangguan jiwa, media KIE, termasuk sarana prasarana dan alat kesehatan
pencegahan penularan COVID-19. Penyediaan dapat menggunakan berbagai sumber
pembiayaan yang sah.
4. Mengidentifikasi ketersediaan anggaran dari berbagai sumber pendanaan, seperti :
APBN (contoh : BOK), APBD, ADD, CSR, dan lain-lain.
5. Melaksanakan Lokakarya mini untuk mengidentifikasi kesiapan layanan DKJPS dan
menyusun rencana kegiatan di wilayah kerja puskesmas dengan melibatkan lintas
program, lintas sektor dan LSM serta elemen masyarakat lainnya. Dinas Kesehatan Kab/
Kota; Institusi Pendidikan; Intitusi social; TP PKK; Pemerintah Kecamatan / Kelurahan /
Desa; Satgas COVID-19 RT/ RW/ Desa.
PELAKSANAAN
1. Membentuk dan menggerakkan Tim DKJPS Puskesmas dengan melibatkan organisasi
profesi, lintas program dan lintas sektor terkait;
2. Tim DKJPS Puskesmas melakukan pelayanan yang meliputi: psikoedukasi bagi
masyarakat, baik langsung maupun melalui media massa; deteksi dini, dan tatalaksana
serta rehabilitasi bagi masyarakat yang mengalami masalah kesehatan jiwa dan
psikososial;
3. Memberikan pelatihan, dan/ atau orientasi kepada tokoh masyarakat dan pekerja sosial
tentang keterampilan layanan psikologis dasar, misalnya cara memberi dukungan
emosional, memberi informasi, pengenalan masalah kesehatan jiwa yang mendasar,
manajemen stres, konseling menghadapi duka serta cara merujuk ke puskesmas atau RS
bila diperlukan;
4. Menyelenggarakan pertemuan berkala dengan lintas program dan lintas sektor terkait;
5. Memfasilitasi terbentuknya kelompok dukungan psikososial yang bersumberdaya
masyarakat; 6. Melakukan pencatatan dan pelaporan hasil kegiatan secara regular ke
Kabupaten/ Kota

c. Dinas Kesehatan Provinsi

KEGIATAN KOORDINASI PERENCANAAN:

1. Mengidentifikasi sumber daya dan jejaring kerja tingkat provinsi seperti:

a) jumlah kabupaten/ kota yang memiliki puskesmas, rumah sakit dan/ atau rumah sakit jiwa
yang mampu melaksanakan pelayanan keswa;

b) jumlah tenaga kesehatan jiwa dari organisasi profesi yang ada di wilayah, antara lain psikiater,
dokter anak, psikolog klinis, dokter umum dan perawat dan perawat jiwa, yang dapat
memberikan pelayanan DKJPS bila diperlukan baik yang sudah terlatih maupun belum terlatih;

c) jumlah kabupaten/ kota yang memiliki TPKJM kab/kota dan tim DKJPS.

d) Pelayanan konsultasi kesehatan jiwa jarak jauh tingkat provinsi yang dapat dijangkau oleh
masyarakat, baik milik pemerintah, pemerintah daerah, organisasi profesi, dan lain-lain.
e) Mengidentifikasi Kab/Kota dengan sumber daya manusia yang terbatas. Dinkes Provinsi
diharapkan dapat membantu dan memfasilitasi untuk berkoordinasi dan bekerjasama dengan
lintas sektor terkait di wilayah, sesuai matriks jejaring layanan DKJPS (terlampir). Sehingga
layanan DKJPS pada masyarakat di daerah tersebut dapat berjalan.

6. Memastikan ketersediaan dan kecukupan logistik sebagai buffer untuk mendukung pelayanan
DKJPS tingkat provinsi, antara lain: obat psikotropika, instrumen deteksi dini masalah kesehatan
dan gangguan jiwa, media KIE, termasuk sarana prasarana dan alat kesehatan pencegahan
penularan COVID-19. Penyediaan dapat menggunakan berbagai sumber pembiayaan yang sah.

2. Mengidentifikasi ketersediaan anggaran dari berbagai sumber pendanaan, seperti: APBN,


APBD, Dana Siap Pakai Bencana/ KLB (BNPB), Dana Tak Terduga (Kemendagri), ADD, CSR,
dan lain-lain.

3. Menyusun rencana kegiatan DKJPS di tingkat provinsi yang melibatkan lintas program, lintas
sektor dan LSM yang ada di wilayah.

d. Kementerian Kesehatan KEGIATAN KOORDINASI PERENCANAAN:

1. Mengidentifikasi sumber daya dan jejaring kerja tingkat pusat seperti:

a) jumlah provinsi yang memiliki rumah sakit dan/ atau rumah sakit jiwa yang mampu
melaksanakan pelayanan keswa;

b) jumlah tenaga kesehatan jiwa dari organisasi profesi yang ada di wilayah, antara lain psikiater,
dokter anak, psikolog klinis, dokter umum dan perawat dan perawat jiwa, yang dapat
memberikan pelayanan DKJPS bila diperlukan baik yang sudah terlatih maupun belum terlatih;

c) jumlah provinsi yang memiliki TPKJM dan tim DKJPS.

d) Pelayanan konsultasi kesehatan jiwa jarak jauh yang dapat dijangkau oleh masyarakat, baik
milik pemerintah, swasta, organisasi profesi, dan lain-lain.

2. Memastikan ketersediaan dan kecukupan logistik sebagai buffer untuk mendukung pelayanan
DKJPS tingkat pusat, antara lain: obat psikotropika, instrumen deteksi dini masalah kesehatan
dan gangguan jiwa, media KIE, termasuk sarana prasarana dan alat kesehatan pencegahan
penularan COVID-19. 3. Mengidentifikasi ketersediaan anggaran tingkat pusat dari berbagai
sumber pendanaan, seperti: APBN, Dana siap pakai bencana/ KLB (BNPB), Dana tak terduga
(Kemendagri), CSR, dan lain-lain.

4. Menyusun rencana kegiatan koordinasi di tingkat Pusat yang melibatkan lintas program,
lintas sektor dan LSM yang ada. Dinas Kesehatan Provinsi; Kantor Staf Presiden; Kemenko
PMK; Kemenkes; KemenPPPA; Kemensos; Kemendikbud; Kemenkominfo; Kemenkumham;
BKKBN; Organisasi Profesi; LSM.

PELAKSANAAN

1. Menyusun kebijakan dan pedoman mengenai pencegahan dan penaggulangan masalah


kesehatan jiwa dan psikososial pada masyarakat, yang melibatkan lintas program dan lintas
sektor.

2. Membentuk dan menggerakkan Tim Pembina Kesehatan Jiwa Masyarakat (TPKJM) tingkat
Pusat bekerjasama dengan lintas sektor, terpadu, berkesinambungan, dan meningkatkan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat dalam menghadapi masalah kesehatan jiwa
dan mengatasi stigma terhadap penderita COVID-19.

3. Melakukan sosialisasi, advokasi dan fasilitasi upaya pencegahan dan penanggulangan


masalah kesehatan jiwa dan psikososial bagi masyarakat;

4. Mengupayakan dan mengkoodinasikan mobilisasi sumber daya yang bersumber dari


pemerintah maupun swasta.

5. Memberikan pelatihan, dan/ atau orientasi berjenjang tentang deteksi dini, pertolongan
pertama psikologi, konseling suportif dan penanggulangan masalah kesehatan jiwa dan
psikososial kepada pengelola program, tenaga kesehatan di Dinas Kesehatan, Rumah Sakit,
Puskesmas dan masyarakat. 6. Menyelenggarakan pertemuan berkala dengan instansi terkait,
lembaga swasta, dunia usaha, perguruan tinggi dan elemen masyarakat dalam rangka
memperkuat layanan DKJPS dengan turut berpartisipasi dan/ atau memfasilitasi penyediaan
layanan konsultasi hotline, telemedicine, telediagnosis, dan lain-lain;
Bagan Pengorganisasian Penyelenggaraan Layanan DKJPS Bagan di bawah ini mengambarkan
mekanisme pengorganisasian penyelenggaraan layanan DJKPS mulai dari Pusat hingga ke
fasilitas pelayanan kesehatan, baik dalam aspek tatakelola maupun teknis. Protokol Layanan
Dukungan Kesehatan Jiwa dan Psikososial (DKJPS) Anak dan Remaja 11 pada masa adaptasi
kebiasaan baru Pandemi Covid-19

F. LAYANAN DKJPS

Pada masa pandemi COVID-19, fokus penanggulangan COVID-19 adalah pada deteksi,
pencegahan dan respon, selain itu diperlukan dukungan kesehatan jiwa dan psikososial untuk
mencegah dan menangani masalah kesehatan jiwa

G.BAGAN PEROGRGANISASIAN PENYELENGGARAAN LAYANAN DKJPS


F.Prinsip dalam Dukungan Kesehatan Jiwa dan Psikososial (DKJPS)

Secara umum prinsip-prinsip inti dalam DKJPS adalah tidak menyakiti, menjunjung
hak asasi manusia dan kesetaraan, menggunakan pendekatan partisipatif, meningkatkan
sumber daya dan kapasitas yang sudah ada, menjalankan intervensi berlapis dan menjalankan
tugas dengan sistem dukunganterintegrasi.Terkait dengan respon atas wabah COVID-19,
DKJPS memiliki sejumlah prinsip yang komprehensif yaitu: 1)Konteks yang lebih
luas.Respons DKJPS harus didasarkan pada konteks, maksudnya dalam setiap konteks,
perlu untuk memahami kebutuhan kelompok tertentu, seperti populasi yang mungkin
mengalami hambatan dalam mengakses informasi, mendapatkan perawatan dan dukungan
atau paling rentan terkena risiko infeksi.

Dukungan DKJPS harus dapat diakses disesuaikan dengan tepat untuk kebutuhan anak-
anak, orang dewasa, lanjut usia, penyandang disabilitas, dan kelompok rentan lainnya.
2)Memperkuat aspek DKJPS dalam respon COVID-19.DKJPS harus menjadi komponen
inti dari setiap respon kesehatan masyarakat. Intervensi kesehatan mental harus
dilakukan dalam layanan kesehatan umum (termasuk layanan kesehatan primer), selain itu
juga dapat diselenggarakan dalam struktur layanan lain yang sudah ada sebelumnya
di masyarakat.
3)Penekanan pada koordinasi.Mekanisme koordinasi yang jelas dan pelibatan keahlian
teknisDKJPS adalah hal yang paling penting. Berbagi informasi dan perangkat DKJPS
antara semua sektor/aktor kunci dalam situasi darurat sangat penting selama wabah untuk
memanfaatkan sumber daya yang ada.
4)Layanan yang tersedia.Penting untuk memetakan keahliandan struktur DKJPS yang
ada di setiap wilayah, termasuk layanan kesehatan untuk umum yang disediakan oleh
sektor swasta,kesejahteraan sosial dan layanan pendidikan. Pemetaan berfungsi sebagai
mekanisme untuk mengumpulkan, memobilisasi dan mengoordinasikan sumber daya.
5)Membangun struktur layanan di tingkat lokal.Aktor-aktor lokal, seperti tokoh
masyarakat yang dipercaya dan dihormati dan mungkin sudah berperan sebagai penyedia
layanan di lini depan di dalam komunitas mereka. Para aktor ini perlu didukungdengan
memberikan pengetahuan COVID-19 serta keterampilan DKJPS seperti dukungan
psikologis awal (DPA) dan bagaimana cara merujuk individu yang mungkin memerlukan
dukungan lebih khusus.
6)Lingkungan yang melindungi.Layanan hotline lewat telepon dapat berfungsi
sebagai alat yang efektif untuk mendukung orang-orang di komunitas yang merasa khawatir
atau tertekan. Penting untuk memastikan bahwa staf/relawan hotline dilatih dan
disupervisi tentang DKJPS, misalnya dukungan psikologis awal dan memiliki informasi
terkini tentang wabah COVID-19 untuk menghindari

7)Pendekatan untuk seluruh masyarakat.Pendekatan untuk seluruh masyarakat memerlukan


penanganan kebutuhan DKJPS dari seluruh populasi yang terkena dampak terlepas dari hal-hal
terkait kontak langsung atau tidak langsung dengan virus,ras/etnis, usia jenis kelamin,
pekerjaan atau hubungan tertentu.8)Perspektif jangka panjang. Keadaan darurat dapat
menyebabkan munculnya atau adanya sumber daya, yang menciptakan peluang penting untuk
memperkuat perangkat kesehatan mental, perawatan sosial dan kesejahteraan sosial dalam
jangka panjang.
G.Kelompok rentan terdampak pada kesehatan jiwa dan psikososialnya akibat infeksi COVID-19

Orang yang termasuk dalam kelompok rentan terinfeksi adalah : lansia, penyakit kronik
(komorbid : Penyakit Paru dan penyakit pernafasan lainnya, Jantung, Hipertensi, Ginjal,
Diabetes, Autoimun, kanker), anak dan ibu hamil, disabilitas fisik, ODMK dan ODGJ.
Kelompok rentan lainnya yang membutuhkan perhatian khusus, karena tidak terjangkau dengan
pelayanan jarak jauh, seperti: pengungsi, pencari suaka, anak yang berhadapan dengan hukum,
dan kelompok yang terlantar atau yang tinggal di institusi sosial. Pada pedoman ini akan
dijelaskan tentang kelompok lansia, orang dengan penyakit kronis, Ibu hamil dan nifas (Post
Partum), anak dan remaja, orang dengan disabilitas fisik, ODMK, ODGJ, keluarga pra sejahtera
dan pekerja di garis depan (tenaga kesehatan dan relawan).

G.DUKUNGAN KESEHATAN JIWA DAN PSIKOSOSIAL PADA IBU HAMIL DAN NIFAS
(POST PARTUM) IBU HAMIL

diharapkan melakukan promosi dan pencegahan masalah kesehatan jiwa dan psikososial sebagai
berikut :
Ibu hamil dan nifas (Post Partum)

1. Kesehatan Fisik pada Ibu hamil dan nifas (Post Partum Penanganan kesehatan fisik pada
ibu hamil dan post partum mengikuti pedoman yang telah ditetapkan
• Menjaga kesehatan dirinya dan memeriksakan kandungannya dengan tetap
menggunakan masker terus menerus;
• Menjaga agar tetap berada dan beraktivitas di
• Dukungan emosional suami dan anggota keluarga lainnya dalam memenuhi kebutuhan
ibu hamil;
• Ibu hamil dan keluarganya mendapat informasi tentang masalah kesehatan jiwa dan
psikososial yang sering terjadi pada ibu hamil dan post partum, yaitu depresi waktu hamil
maupun post partum. Tanda-tanda yang perlu diwaspadai dari depresi saat hamil, post
partum blues dan depresi post partum adalah sedih terus menerus lebih dari 2 minggu,
hilang minat dan mudah lelah disertai gejala lainnya seperti sulit tidur, sulit konsentrasi,
banyak atau kurang makan, berat badan menurun, mudah putus asa, bisa juga terjadi
pikiran bunuh diri.

• Membaca informasi positif tentang kehamilan, baik dari media sosial maupun buku.

• Ibu hamil tetap berkomunikasi dengan masyarakat sekitar rumah melalui media sosial;

• Ibu hamil memberikan informasi terkini tentang kondisi kehamilannya kepada suami
dan anggota keluarganya

F. PERKEMBANGAN PENELITIAN TENTANG STRESS DAN KEHAMILAN (STATE OF


THE ART)

Hamil dan melahirkan adalah pengalaman hidup yang unik bagi seorang wanita, tidak
hanya merupakan peristiwa perubahan fisik, tetapi juga merupakan pengalaman mental dan
emosional yang kompleks (Najafi, Roudsari, & Ebrahimipour, 2017). Tidak semua wanita
menunggu kelahiran bayi dan menjalani proses persalinan ini dengan yang mudah. Sejumlah
riset melaporkan bahwa wanita yang melahirkan tidak jarang mengalami cemas, takut, bahkan
depresi (Wang, dkk, 2018; Lucita, 2015). Masalah kejiwaan ini adakalanya juga berlanjut sampai
setelah proses kelahiran. Survei di Amerika Serikat terhadap 1.573 ibu yang melahirkan
menunjukkan bahwa 9% dari mereka memenuhi diagnosa pasca traumatik (posttraumatic stress
disorder-PTSD), dan 18% menunjukkan gejala pasca trauma (Kendall-Tackett, 2015). Efek dari
pengalaman negatif melahirkan tidak hanya berpengaruh pada kemampuan ibu dalam
mengasuh bayinya, tetapi secara fisik juga akan berpengaruh pada berhentinya produksi ASI
(Dimitraki, dkk, 2016; KendallTackett, 2015).

Oleh karenanya kemampuan calon ibu dalam mengatasi (coping) persoalan emosional
yang dihadapinya menjadi sangat penting diupayakan untuk dibantu. Kemampuan wanita
mengatasi kecemasan menghadapi persalinan selain ditentukan oleh pengetahuannya tentang
kehamilan dan persalinan, juga ditentukan oleh seberapa besar calon ibu tersebut mendapat
dukungan dari orangorang di sekitarnya (Lucita, 2015; Najafi, Roudsari, & Ebrahimipour, 2017;
Wang, dkk, 2018). Bidan (midwife) dan perawat di tempat persalinan seringkali merupakan
orang yang diharapkan oleh calon ibu dalam memberikan dukungan emosional dalam mengatasi
stres yang dialami. Tetapi, dukungan ini tidak selalu diperoleh (Najafi, Roudsari, &
Ebrahimipour, 2017).

Disamping itu, sejumlah wanita harus kembali bekerja beberapa minggu setelah
melahirkan, sehingga akhirnya mengatasi sendiri persoalan emosi yang baru saja dihadapi tanpa
didamping ataupun diberi informasi yang memadai untuk mengatasinya (KendallTackett, 2015).
Studi tentang persoalan psikologis yang dialami ibu hamil dan sejauhmana peran dukungan
sosial terhadap mereka masih langka di Indonesia. Penelusuran literatur maupun artikel-artikel
secara online mengenai persoalan ini di Indonesia belum ditemukan. Yang ada hanya berupa tips
dari produsen produk-produk untuk ibu hamil dan melahirkan. Oleh sebab itu, penelitian ini
hendak mengidentifikasi persoalan-persoalan psikologis yang dialami ibu hamil, faktorfaktor
yang mempengaruhinya, serta bentuk dukungan sosial yang mereka perlukan, dan pihak-pihak
mana saja yang potensial dalam memberikan dukungan yang dibutuhkan tersebut.

B. Stres dan Mengatasinya (Coping Stress) Secara umum dapat dikatakan bahwa stres
adalah suatu keadaan ketegangan dalam diri oleh adanya sumber stres (disebut stressor, seperti
peristiwa kehilangan yang dicintai, gempa, sakit) yang dilihat sebagai peristiwa yang
menakutkan, atau mengancam diri.
Dalam prosesnya stres terjadi ketika seseorang yang melihat sumber stres yang dihadapi
sebagai sesuatu yang sulit diatasinya, karena orang tersebut mempersepsi bahwa kemampuan
yang ada padanya tidak cukup memadai untuk mengatasi situasi yang dihadapi (Sarafino, 2008).
Dalam mengahadapi stres cara yang dilakukan orang bisa bervariasi misalnya, dengan mencari
solusi masalah atau sumber stres, mengubah persepsi terhadap situasi yang dihadapi misalnya,
dengan bersikap menerima kesulitan tersebut, ataupun lari/menghindar dari masalah. Menurut
Lazarus dan Folkman (dalam Sarafino, 2008), secara umum terdapat dua fungsi mengatasi stres,
yaitu: pertama, mengatasi masalah yang menjadi sumber stress (disebut Problem Focused
Coping), kedua mengatur respons emosi terhadap masalah yang dihadapi (disebut Emotion
Focused Coping). Penelitian mengenai upaya mengatasi stres oleh wanita hamil di Turki
menunjukkan bahwa wanita hamil yang menggunakan metode coping yang aktif (seperti,
mengobrol dengan teman dan saudara, mendengarkan musik, membaca buku, merajut dan
sebagainya) cenderung mengalami gejala depresi yang rendah (Kartal dan Oskay (2017).

C. Penyebab Persoalan Psikologis pada Ibu Hamil Dalam catatan Takegata, Ohashi,
Lazarus dan Kitamura (2017),

sejumlah faktor yang berperan dalam munculnya persoalan psikologis pada masa
perinatal diantaranya adalah: faktor biologis (seperti anemia); faktor demografis (misalnya,
kemiskinan); hubungan interpersoanal (misalnya, KDRT, kehamilan yang tidak diharapkan);
faktor kepribadian yang lemah (seperti, keyakinan diri dan penghargaan diri yang rendah).

Selain itu juga terdapat faktor-faktor yang terkait dengan budaya, terutama pada
masyarakat Asia, seperti preferensi terhadap jenis kelamin tertentu. Selain itu, dari sejumlah
literatur Klabbers, van den Heuvel, van Bakel dan Vingerhoets (2016) menyimpulkan bahwa
ketakutan akan kematian, takut kesulitan dalam melahirkan, kurangnya kepercayaan pada tim
medis, khawatir pada kompetensi tim medis dalam menolong persalinan, khawatir pada
kemampuan diri untuk menjadi orang tua adalah sejumlah determinan yang berperan dalam
munculnya gangguan psikologis yang dialami ibu yang akan melahirkan. D. Dukungan Sosial
dalam Mengatasi Stres Kehamilan Adanya lingkungan sosial seperti, kerabat, orangtua,
pasangan, teman, organisasi masyarakat yang dapat memberi rasa nyaman, perhatian,
penghargaan ataupun pertolongan dapat mengurangi stress yang dirasakan.
Dukungan dari lingkungan ini dapat berupa Emotional support (berupa empati, perhatian,
kasih sayang, penerimaan, dorongan untuk membangkitkan semangat, instrumental support
(bantuan langsung seperti barang, tenaga, finacial), dukungan Informasi (dalam bentuk nasihat,
pengarahan, saran, feedback dll), maupun companionship support (adanya orang-orang yang bisa
menemani, berbagi sehingga dapat memberi rasa ingroup). Mengenai penelitian dukungan sosial
pada wanita hamil hasil studi di Cina (Wang, dkk, 2018) menunjukkan bahwa wanita yang tidak
mendapat dukungan terus menerus dari lingkungannya selama kehamilan mengalami masa
persalinan 2,03 kali lebih lama dibanding yang mendapat dukungan terus menerus. Selain itu,
dalam penelitian yang sama juga ditemukan bahwa wanita hamil yang mendapat dukungan sosial
lebih sedikit yang membutuhkan tindakan operasi dibanding yang tidak mendapatkan dukungan
sosial selama kehamilan.
BAB III

PENUTUP

A.KESIMPULAN

Dukungan Kesehatan Jiwa dan Psikososial (DKJPS) seperti pelayanan kesehatan rutin dan
pemberian obat-obatan yang dibutuhkan. DKJPS atau Mental Health and Psychosocial
Support (MHPSS) digunakan oleh Sistem kemanusiaan global sebagai istilah payung untuk
berbagai pihak dalam merespons kondisi kedaruratan, salah satunya adalah pandemi Covid-19.

B.SARAN

Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini, akan tetapi
pada kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Hal ini dikarenakan
masih minimnya pengetahuan penulis.

Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat diharapkan
sebagai bahan evaluasi untuk ke depannya. Sehingga bisa terus menghasilkan penelitian dan
karya tulis yang bermanfaat bagi banyak orang
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan RI. 2019. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus


Disease (COVID-2019).

2. Keliat, B.A., Marliana, T. (2018). Dukungan Kesehatan Jiwa dan PsikoSosial (Mental Health
and Psycho Social Support):Keperawatan Jiwa . Jakarta: ISBN:978-602-1283-51-6

3. Keliat, B. A., Hamid, A. Y. S., Putri, Y. S. E., Daulima, N. H. C., Wardani,I. Y., Susanti, H.,
Hargiana, G., & Panjaitan, R. U. (2019). Asuhan keperawatan jiwa. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran, EGC

4. Keliat, B.A., Marliana, T., Windarwati, H. W., Mubin, M. F., Sodikin, M. A., Prawiro, A. D.,
Trihadi, D., & Kembaren, L. (2020). Dukungan Kesehatan Jiwa dan Psiko Sosial (Mental Health
and Psycho Social Support) COVID-19:Keperawatan Jiwa . Jakarta: ISBN:dalam proses

5. Ikatan Psikolog Klinis Indonesia. (2020). Panduan Layanan Psikologi Klinis dalam Rangka
Penanggulangan Pandemi COVID-19.

6. Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI). (2020). Panduan Layanan Psikologi dalam Masa
Tanggap Darurat COVID-19 bagi Psikolog, Sarjana Psikologi, Asisten Psikolog dan Praktisi
Psikologi.

7. WHO. 2020.

Anda mungkin juga menyukai