Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

KEBIJAKAN ASUHAN PADA PEREMPUAN DENGAN GANGGUAN


KESEHATAN MENTAL BAIK LOKAL, NASIONAL

DAN INTERNASIONAL

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 7

1. SHERINA FEBLIAN SHELLA


2. SYAKIRINA NURMARLIAH
3. TITANIA OKTA PUTRI

DOSEN PENGAJAR :
RINA, M.Tr. Keb

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
PROGRAM STUDI DIV KEBIDANAN
T.A 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya serta
kemudahan yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
dengan judul. “Kebijakan Asuhan pada Perempuan dengan Gangguan Kesehatan
Mental Baik Local, Nasional Dan Internasional”, dapat diselesaikan dengan baik,
pada kesempatan ini penulis sampaikan ucapan terimakasih yang tak terhingga
kepada Bunda Rina, M.Tr. Keb selaku dosen pembimbing dari mata kuliah
Psikologi dalam Praktik Kebidanan

Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan


makalah ini. Oleh karena itu, penyusun sangat mengharapkan saran dan kritik
yang bersifat membangun agar dalam penyusunan makalah berikutnya akan lebih
baik. Besar harapan penyusun, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua
pembaca pada umumnya dan bagi mahasiswa khususnya.

Bengkulu, Januari 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................. i
KATA PENGANTAR........................................................................... ii
DAFTAR ISI.......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang ............................................................................ 1


B. Rumusan masalah........................................................................ 2
C. Tujuan.......................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Mental atau Jiwa............................................................ 4


B. Gejala dari Kesehatan Mnetal .................................................... 5
C. Penyebab dari Kesehatan Mental................................................ 6
D. Faktor Resiko dari Kesehatan Mental......................................... 6
E. Diagnosis Kesehatan Mental....................................................... 7
F. Pencegahan dari Kesehatan Mental............................................. 7
G. Cara Pengobatan dari Kesehatan mnetal..................................... 7
H. Penyebab Umum dari Gangguan Jiwa........................................ 8
I. Proses Perjalanan Penyakit.......................................................... 9
J. Masalah Kesehatan yang Umum di Indonesia............................ 10
K. Dampak dari Gangguan Jiwa...................................................... 16
L. Kebijakan Asuhan pada Perempuan dengan Gangguan Kesehatan
Mental secara Internasional......................................................... 16
M. Tren Kesehatan Mental Global................................................... 17
N. Kebijakan Asuhan pada Perempuan dengan Gangguan Kesehatan
Mental secara Lokal dan Nasional.............................................. 18

iii
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.................................................................................. 21
B. Saran............................................................................................ 21

DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara global selama tiga dekade terakhir, kesehatan mental merupakan hal
sentral pembangunan kesehatan. Sejak beberapa dekade lalu, WHO menegaskan
bahwa definisi sehat merupakan definisi sifatnya integral artinya bukan sekedar bebas
dari penyakit, namun kondisi dimana seseorang mencapai kesejahteraan paripurna
secara fisik, mental dan sosial. Garis kebijakan WHO ini memiliki implikasi pnting
seluruh batang tubuh kebijakan kesehatan yang diterapkan oleh negara-negara
anggota WHO, harus seluruhnya mencangkup ketiga aspek diatas. Melihat tren
global, kesehatan mental tidak lagi dipandang sebagai isu perifer dalam pembangunan
kesehatan, mengingat betapa seriusnya dampak yang diakibatkan oleh lemahnya
kondisi kesehatan mental. Studi the global burder of disease yang dilakukan oleh
IMHE (The Institute for Health Metrics and Evaluation) pada tahun 2015
mengungkapkan data yang meyakinkan mengenai peta beban penyakit di seluruh
dunia. Yang mengejutkan, data years lost due to disability (YLD) dari studi tersebut
menyebutkan bahwa 6 dari 20 jenis penyakit yang dianggap paling bertanggung
jawab menyebabkan disabilitas adalah gangguan mental. Apabila kita mencermati
estimasi WO mengenai disability-life adjusted years (DALY) pada tahun 2012 yang
menggambarkan jumlah tahun produktif yang hilang akibat kematian prematur
(sebelum mencapai usia harapan hidup) serta akibat kecacatan (disabilitas),
menmpatkan Unipolar Depressive Disorders pada peringkat 9 sampai 20 penyakit
utama, apabila dibandingkan dengan penyakit menular (communicable deseases) atau
penyakit tidak menular (non- communicable deseases), artinya meskipun gangguan
mental belum terlalu dipandang sebagai masalah epidemiologis, nyatanya memiliki
implikasi yang signifikan dalam membuat jutaan orang hidup dalam disabilitas,
bahkan kematian dini akibat bunuh diri.
Data-data diatas menegaskan bahwa gangguan kesehatan mental
membutuhkan fokus penuh dari para pengambil kebijakan, mengingat gangguan
kesehatan mnetal mulai dianggap sebagai ancaman serius yang membutuhkan respon
cepat dari penyedia layanan kesehatan. Oleh karena itu studi-studi epidemiologis yang
terkait dengan gangguan mental sudah mulai dilakukan agar evidence-based policy
dapat dirumuskan secara tepat.

1
2

Kesehatan mental menjadi salah satu kekhawatiran utama organisasi


internasional usungan PBB, World Health Organization (WHO), Pada tahun 2012,
WHO mengumumkan bahwa gangguan kesehatan mental paling umum yang
menjangkit masyarakat global yakni Gangguan Depresi menjadi sebuah epidemik.
Depresi merupakan gangguan kesehatan yang dipicu oleh stres yang berkepanjangan
sehingga mempengaruhi kondisi emosional individu menjadi tidak stabil, merasa
terus-menerus sedih dan putus asa secara berkelanjutan, menurunkan performa kinerja
individu, menimbulkan kecenderungan mencelakai diri sendiri dan bunuh diri. serta
menyebabkan gangguan kepada organ lainnya seperti lambung, kelenjar tiroid, saraf
otak, dan jantung (World Health Organization, 2012:4), Gangguan depresi dapat
menyerang siapa saja tanpa memandang usia dan gender. Akibat dari seriusnya
dampak Gangguan Depresi yang dapat menyebabkan ketidakproduktivan individu
hingga kematian, WHO mengumumkan bahwa penyakit tersebut menjadi prioritas
utama untuk ditangani secara global pada konteks kesehatan mental.
Kesehatan jiwa/mental masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang
signifikan di dunia, termasuk di Indonesia. Menurut data WHO (2016), terdapat
sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar. 21 juta terkena
skizofrenia, serta 47,5 juta terkena dimensia (Kemenkes RI, 2016).

B. Rumusan Masalah
1. Apa maksud dan defenisi mental atau jiwa?
2. Apa saja gejala dari kesehatan mental ?
3. Apa saja penyebab dari kesehatan mental ?
4. Apasaja faktor resiko dari kesehatan mental?
5. Apa saja pencegahan dari kesehan mental?
6. Bagi mana cara pengobatan dari kesehatan mental ?
7. Apa penyebab umum dari gangguan jiwa?
8. Bagaimana proses perjalanan penyakit?
9. Apa saja masalah kesehatan yang umum di Indonesia?
10. Apa saja dampak dari gangguan jiwa?
11. Apa Kebijakana asuhan pada perempuan dengan gangguan kesehatan mental
Secara internasional?
12. Apa Keijakana asuhan pada perempuan dengan gangguan kesehatan mental secara
local dan nasional?
3

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui defenisi mental atau jiwa
2. Untuk mengetahui gejal dari kesehatan mental
3. Untuk mengetahui penyebab dari kesehatan mental
4. Untuk mengetahui faktor resiko dari kesehatan mental
5. Untuk mengetahui cara pencegahan dari kesehan mental
6. Untuk mengetahui cara pengobatan dari kesehatan mental
7. Untuk mengetahui penyebab umum dari gangguan jiwa
8. Untuk mengetahui proses perjalanan penyakit
9. Untuk mengetahui masalah kesehatan yang umum di Indonesia
10. Untuk mengetahui dampak darigangguan jiwa
11. Untuk mengetahui Keijakana asuhan pada perempuan dengan gangguan kesehatan
mental secara internasional
12. Untuk mengetahui Keijakana asuhan pada perempuan dengan gangguan kesehatan
mental secara local dan nasional
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Mental atau jiwa adalah kata yang sering membangkitkan pikiran negatif dan
perasaan. Orang sering mengungkapkan rasa takut dan kebingungan ketika diminta
untuk berbicara tentang masalah kesehatan mental, dalam kebanyakan kasus istilah ini
disamakan dengan penyakit mental dan gejala negatif. Namun istilah "Kesehatan"
pada respon positif yang dihasilkan bermakna, "kesejahteraan" dan "merasa baik".
Kesehatan Jiwa adalah suatu kondisi mental sejahtera yang memungkinkan hidup
harmonis dan produktif sebagai bagian yang utuh dari kualitas hidup sesorang dengan
memperhatikan semua segi kehidupan manusia dengan ciri menyadari sepenuhnya
kemampuan dirinya, mampu menghadapi tekanan hidup yang wajar, mampu bekerja
produktif dan memenuhi kebutuhan hidupnya, dapat berperan serta dalam lingkungan
hidup, menerima dengan baik apa yang ada pada dirinya, merasa nyaman bersama
dengan orang lain. (Danielson. E. 2007)
Pengertian di atas menunjukan bahwa kesehatan mental atau kesehatan jiwa ini
penting bagi kesejahteraan individu, keluarga, komunitas dan masyarakat pada
umumnya. Kesehatan mental memiliki implikasi untuk belajar, untuk
mengembangkan hubungan yang sehat, untuk produktivitas, untuk sukses dan untuk
pengembangan ekonomi. Sebaliknya masalah kesehatan dan penyakit mental dapat
menyebabkan disfungsi, produktivitas rendah, kemiskinan, masalah sosial. Sedangkan
gangguan jiwa digambarkan sebagai suatu kedaaan dengan adanya gejala klinis yang
bermakna, berupa sindrom pola perilaku dan pola psikologik yang berkaitan dengan
adanya distress (tidak nyaman, tidak tentram, rasa nyeri), disabilitas (tidak mampu
mengerjakan pekerjaan sehari-hari), atau meningkatnya resiko kematian, kesakitan,
dan disabilitas. Gangguan jiwa dapat dibedakan menjadi :
1. Gangguan Jiwa Psikiotik : Semua kondisi yang memberi indikasi terdapatnya
kendala berat dalam kemampuan daya nilai realitas, sehingga menjadi salah
menilai presepsi dan pikirannya, dan salah dalam menyimpulkan dunia luar,
kemudian diikuti dengan adanya waham, halusinasi, atau perilaku yang kacau.
2. Gangguan Jiwa Neurotik : Gangguan jiwa non psikotik yang kronis dan rekuren,
yang ditandai terutama oleh kecemasan yang dialami atau diperepsikan secara
langsung, atau diubah melalui mekanisme pertahanan/pembelaan menjadi sebuah
gejala seperti : obsesi, komplusi, fobia, disfungsi seksual, dll.

4
5

Sampai saat ini banyak pihak yang memiliki pemahaman yang kurang
tetap mengenai kesehatan mental. Kesehatan mental dipahami untuk
menangani isu-isu kejiwaan yang bersifat individual, padahal kesehatan
mnetal lebih menekankan pada konteks mesyarakat (walau tidak menafikan
kesehatan mental secara individual). Kesehatan mental juga hendaknya
dipahami sebagai isu yang bersifat multidisipliner. Dalam memahami
kesehatan jiwa perlu diperhatikan beberapa prinsip :
1. Kesehatan jiwa tidak sebatas ada atau tidaknya perilaku abnormal. Prinsip
ini berarti bahwa orang yang sehat mental tidak cukup dimaknai ketika
tidak mngalami abnormalitas saja.
2. Kesehatan jiwa adalah konsep idel. Artinya kesehatan jiwa adalah tujuan
yang sangat tinggi bagi seseorang/komunitas, apalagi jika kesehatan jiwa
dipandang memiliki sifat kontinum. Dengan demikian setiap
orang/komunitas bentuk memperjuangkan suatu kondisi sehat sebagai
salah satu tujuan hidupnya.
B. Gejala Kesehatan Mental
Gangguan mental atau penyakit mental dapat diawali dengan beberapa gejala
berikut ini, antara lain :
1. Berteriak atau berkelahi dengan keluarga dan teman-teman
2. Delusi, paranoia, dan halusinasi
3. Ketakutan, kekhawatiran, atau perasaan bersalah yang sellau di menhantui
4. Kehilangan kemampuan untuk berkonsentrasi
5. Ketidakmampuan untuk mengatasi stres atau masalah sehari-harii
6. Marah berlebihan dan rentan melakukan kekerasan
7. Memiliki pengalaman dan kenangan buruk yang tidak dapat dilupakan
8. Memiliki pikiran untuk menyakiti diri sendiri atau orang lain
9. Menarik diri dari orang-orang dan kegiatan sehari-hari
10. Mendengar suara atau mempercayai suatu yang tidak benar
11. Mengalami nyeri yang tidak dapat dijelaskan
12. Mengalami perubahan suasana hati yang drastis yang mneyebabkan maslaah
dalam hubungan dengan orang lain
13. Merasa bingung, pelupa, marah, tersinggung, cemas, kesal, khawatir, dan takut
yang tidak biasa
14. Merasa sedih, tidak berarti, tidak berdaya, putus asa, atau tanpa harapan
6

15. Merokok, minum alkohol lebih dari biasanya, atau bahkan menggunakan narkoba
16. Perubahan drastis dalam kebiasaan makan, seperti makan terlalu banyak atau
terlalu sedikit
17. Perubahan gairah seks
18. Rasa lelah yang signifikan, senergi menurun, atau mengalami masalah tidur
19. Tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari seperti merawat anak, pergi sekolah,
atau tempat kerja
20. Tidak mampu memahami situasi dan orang-orang

C. Penyebab Kesehtan Mental


Beberapa penyebab umum dari gangguan mental, antara lain :
1. Desera kepala
2. Faktor genetik atau terdapat riwayat pengidap gangguan mental dalam keluarga
3. Kekerasan dalam rumah tangga atau pelecehan lainnya
4. Kekerasan pada anak atau riwayat kekerasan pada masa kanak-kanak
5. Memiliki kelainan senyawa kimia otak atau gangguan pada otak
6. Mengalami diskriminasi dan stigma
7. Mengalami kehilangan atau kematian seseorang yang sangat dekat
8. Mengalami kerugian sosial, seperti masalah kemiskinan atau hutang
9. Merawat anggota kelarga atau temna yang sakit kronis
10. Pengangguran, kehilangan pekerjaan, atau tunawisma
11. Pengaruh zat racun, alkohol, atau obat-obatan yang dapat merusak otak
12. Stres berat yang dialami dalam waktu lama
13. Terisolasi secara sosial atau merasa kesepian
14. Tinggal di lingkungan perumahan yang buruk
15. Trauma signifikan, seperti pertempuran militer, kecelakaan serius atau kehajatan
dan yang pernah dialami

D. Faktor Risiko Kesehatan Mental


Beberapa faktor risko gangguan mental, antara lain :
1. Perempuan memilik resiko tinggi mengidap depresi dan kecemas sedangkan laki-
laki memiliki resiko mengidapa ketergantungan zat dan antisosial
2. Perempuan setelah melahirkan
3. Memiliki masalah di masa kanak-kanak atau masalah gaya hidup
7

4. Memiliki pofesi yang memicu stres, seperti dokter dari pengusaha


5. Memiliki riwayat anggota keluarga atau keluarga dengan penyakit mental
6. Memiliki riwayat kelahiran dengan kelainan pada otak
7. Memiliki riwayat penyakit mental sebelumnya
8. Mengalami kegagalan dalam hidup, seperti sekolah atau kehidupan kerja
9. Menyalahgunakan alkohol atu obat-obatan terlarang

E. Diagnosis Kesehatan Mental


Dokter ahli jiwa atau psikiater akan mendiagnosis suatu gangguan mental dengan
diawali suatu wawancara medis dan wawancara psikiatri lengkap mengenai riwayat
perjalanan gejala pada pengidap serta riwayat penyakit pada keluarga pengidap.
Kemudian, dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik yang menyeleuruh untuk
mengeliminasi kemungkinan adanya penyakit lain.
Jika diperlukan, dokter akan meminta untuk dilakukan pemeriksaan penunjang,
seperti pemeriksaan fungsi tiroid, skrining alkohol dan obat-obatan, serta CT scan
untuk mengetahui adanya kelainan pada otak pengidap. Jika kemungkinan adanya
penyakit lain sudah di eleminasi, dokter akan memberikan obat dan rencana terapi
untuk membantu mengelola emosi pengidap.

F. Pencegahan Kesehatan Mental


Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah gangguan mental, yaitu :
1. Melakukan aktivitas fisik dan tetap aktif secara fisik
2. Membantu orang lain dengan tulus
3. Memelihara pikiran yang positif
4. Memiliki kemampuan untuk mebgatai masalah
5. Mencari bantuan profesional jika diperlukan
6. Mnejaga hubungan baik dengan orang lain
7. Menjaga kecukupan tidur dan istirahat

G. Pengobatan Kesehatan Mental


1. Psikoterapi
Psikoterapi merupakan terapi bicara yang memberikan media yang aman
untuk pengidap dalam mengungkapkan perasaan dan meminta saran. Psikiater
akan memberikan bantuan dengan membimbing pengidap dalam mengontrol
8

perasaan. Psikoterapi beserta perawatan dengan menggunakan obat-obatan


merupakan cara yang paling efektif untuk mengobati penyakit mental. Beberapa
contoh psikoterapi, antara lain cognitive behavioral therapy. exposure therapy,
dialectical behavior therapy, dan sebagainya.
2. Obat-Obatan
Pemberian obat-obatan untuk mengobati penyakit mental umumnya bertujuan
untuk mengubah senyawa kimia otak di otak. Obat-obatan tersebut berupa
golongan selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI), serotonin- norepinephrine
reuptake inhibitor (SNRIs), dan antidepresan trisiklik. Obat-obatan ini umumnya
dikombinasikan dengan psikoterapi untuk hasil pengobatan yang lebih efektif.
3. Support Group
Support group umumnya beranggotakan pengidap penyakit mental yang
sejenis atau yang sudah dapat mengendalikan emosinya dengan baik. Mereka
berkumpul untuk berbagi pengalaman dan membimbing satu sama lain menuju
pemulihan.
4. Rawat Inap
Rawat inap diperlukan jika pengidap membutuhkan pemantauan ketat terhadap
gejala-gejala penyakit yang dialaminya atau terdapat kegawatdaruratan di bidang
psikiatri, misalnya percobaan bunuh diri.
5. Stimulasi Otak
Stimulasi otak berupa terapi elektrokonvulsif, stimulasi magnetik transkranial,
pengobatan eksperimental yang disebut stimulasi otak dalam, dan stimulasi saraf
vagus.
6. Pengobatan Terhadap Penyalahgunaan Zat
Pengobatan ini dilakukan pada pengidap penyakit mental yang disebabkan
oleh ketergantungan akibat penyalahgunaan zat terlarang.
7. Membuat rencana bagi diri sendiri, misalnya mengatur gaya hidup dan kebiasaan
sehari-hari, untuk melawan penyakit mental. Rencana ini bertujuan untuk
memantau kesehatan, membantu proses pemulihan, dan mengenali pemicu atau
tanda-tanda peringatan penyakit

H. Penyebab Umum Gangguan Jiwa


Ada dua faktor utama yang merupakan penyebab terjadinya gangguan psikologis,
yaitu : faktor-faktor pendukung (predisposing factors) : merupakan keberadaan
9

individu sebelum mengalami situasi yang penuh dengan tekanan (stress). Faktor ini
telah ada dalam diri seseoorang dan faktor-faktor penyebab (precipitating factors).
Kemiskinan merupakan salah satu precipitating factor terjadinya gangguan jiwa.
(APNA, 2007).
Manusia bereaksi secara keseluruhan, secara holistik atau dapat dikatakan juga
secara somoto-psiko-sosial. Dalam mencari penyebab gangguan jiwa, maka ketiga
unsur ini harus diperhatikan. Gangguan jiwa artinya bahwa yang menonjol ialah
gejala-gejala yang potologik dari unsur psike. Hal ini tidak berarti bahwa unsur yang
lain tidak terganggu. Sekali lagi yang sakit dan menderita ialah manusia seutuhnya
dan bukan hanya badannya, jiwa atau lingkungannya.
Hal-hal yang dapat mempengaruhi perilaku manusia ialah keturunan dan
konsitusi, umur, dan sex, keadaan badaniah, keadaan psikologik, keluarga, adat
istiadat, kebudayaan dan kepercayaan, pekerjaan, pernikahan dan kehamilan,
kehilangan dan kematian orang yang dicintai, agresi, rasa permusuhan, hubungan
antar manusia, dan sebagainya. Sumber penyebab gangguan jiwa diperngaruhi oleh
faktor-faktor pada ketiga unsur itu yang terus menerus saling mempengaruhi, yaiu :
1. Faktor-faktor somatik (somatogenik)
2. Faktor-faktor psikkologik (psikogenik)
3. Faktor-faktor sosio-budaya (sosiogenik)

I. Proses Perjalanan Penyakit


Gejala mulai timbul biasanya pada masa remaja atau dewasa awal sampai dengan
umur pertengahan dengan melalui beberapa fase antara lain :
1. Fase Prodomal (berlangsung antara 6 bulan sampe 1tahun, gangguan dapat berupa
self care, gangguan dalam akademik, gangguan dalam pekerjaan, gangguan fungsi
sosial, gangguan pikiran dan persepsi).
2. Fase Aktif (berlangsung kurang lebi 1 bulan, gangguan dapat berupa gejala
psikotik, halusinasi, delusi, disorganisasi proses berfikir, gangguan bicara,
gangguan perilaku, deisertai dengan kelainan neurokimiawi).
3. Fase Residual (klien mengalami minimal 2 gejala, gangguan afek dan gangguan
peran, serangan biasanya berulang).
10

J. Masalah Kesehatan Jiwa Yang Umum Di Indonesia


Masalah kesehatan jiwa di Indonesia merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang masih perlu diperhatikan. Dampak dari permasalahan kesehatan jiwa adalah
penurunan status kesehatan fisik, produktifitas kerja dan kualitas sumber daya
manusia yang secara signifikan menghambat pembangunan bangsa. Masalah
kesehatan jiwa yang umum ditemukan di Indonesia adalah sebagai berikut : (Ilmpi.
2017)
1. Skizofrenia (F20)
Skizofrenia merupakan penyakit kejiwaan yang paling parah dan berat dari
seluruh gangguan jiwa lainnya. Bagi individu dan keluarga yang menderita
skizofrenia, dampak tersebut tidak bisa diperhitungkan. Seseorang yang menderita
skizofrenia dapat menunjukan gejala positif seperti halusinasi, delusi/waham,
disorganisasi bicara dan berfikir, dan perilaku diluar kebiasaan/aneh, atau gejala
negative seperti efek datar, tidak fokus, kurang motivasi, apatis/tidak peduli
dengan lingkungan sekitar, kurang rasa senang/bahagia, serta kurang bertenaga.
Gejala ini sering kali muncul selama masa remaja akhir atau dewasa muda pada
laki-laki dan muncul agak belakangan pada wanita. Terdapat peningkatan risiko
kosumsi alkohol, depresi, keinginan bunuh diri, dan diabetes pada penderita
skizofrenia. Faktor-faktor ini mempersulit masalah terkait hidup dengan gangguan
psikotik.
Pengobatan skizofrenia harujs intensif dan pada tahap awal membutuhkan
hospitalasi, obat-obatan antipsikotik, serta konseling/psikoterapi. Tindak lanjut
jangka panjang oleh tenaga kesehatan khususnya kesehatan jiwa sangat
dibutuhkan untuk mengawasi efek samping dan kompikasi yang mungkin saja
menjadi berat dan mengancam hidup, selain itu juga untuk mengevaluasi
kemampuan klien dalam hidup di tengah masyarakat.
2. Depresi
Depresi merupakan salah satu jenis gangguan kesehatan yang paling sering di
diagnosa dan dapat mengakibatkan terjadinya gangguan jiwa. Gangguan ini
termasuk gejala depresi umum, gangguan disritmia, serta kelainan seperti bipolar.
Depresi sering terjadi bersamaan dengan gangguan/masalah kesehatan fisik yang
serius seperti serangan jantung, stroke, diabetes dan kanker. Terapi/pengobatan
untuk depresi mencangkup terapi farmakologi, psikoterapi, terapi perilaku, terapi
electrokonvulsif, atau kombinasi dari semua terapi tersebut APA,2013;NIMII,
11

2014). Secara umum yang paling efektif terapi/pengobatan tahap awal adalah
kombinasi dari obat-obatan anti depresen dan psikoterapi.
3. Gangguan Bipolar
Gangguan bipolar merupakan suatu kelompok gangguan perasaan yang
dikateristikkan dengan perubahan mood/perasaan yang cepat dari depresi ke
mania. Fase depresi dicirikan dengan gejala seperti gejala mayor depresi. Fase
mania memiliki karakteristik seperti perubahan abnormal sensitivitas perasaan
yang menetap, ketidak mampuan dalam menentukan pilihan, hilang fokus,
penekanan pada cara bicara, membesar-besarkan, mudah terdistraksi aktivitas
yang terlalu ambisius, hanya tidur dalam waktu singkat dan mudah tersinggung.
Gejala ini terjadi bersamaan dengan gejala khas pada gangguan psikotik seperti
halusinasi dan delusi/waham.
Penatalaksanaan pada gangguan bipolar harus berkesinambungan dan
dilakukan monitoring secara ketat. Pengobatan umumnya meliputi penggunaan
obat-obatan untuk stabilitas prasaan, sering kali dikombinasikan dengan
antipsikotik dan antidepresan. Ketika mengenai klien dengan gangguan bipolar,
perawat harus memantau tanda dan gejala serta respon terhadap pengbatan
farmakologi.
4. Gangguan Ansietas
Gangguan ansietas merupakan kumpulan dari kondisi yang dikarakteristikan
dengan perasaan cemas. Gangguan ansietas bisa didapatkan seseorang karena
keturunan atau genetic dan pengalaman hidup individu itu sendiri. Beberapa
gangguan ansietas yang umumnya dijumpai adalah gangguan ansietas umum,
panic (kadang-kadang disertai dengan agoraphobia), fobia, Obsessive-Complusive
Disorder (OCD), dan Traumatic Stress Disorder (PTSD).

a. Gangguan Ansietis Umum


Gangguan ansietis umum dicirikan sebagai gangguan kronik, tidak nyata
dan perasaan ketakutan/kecemasan dan tekanan yang dibesar-besarkan tentang
suatu kejadian dan berlangsung selama 6 bulan atau lebih. Gejala yang
ditimbulkan dari GAD yaitu gemetar, gugup, kaku pada otot, sakit kepala,
mudah tersinggung, berkeringat atau tampak kemerahan pada pipi yang terasa
hangat, sesak nafas, dan perasaan kurang sehat. Periode peningkatan gejala ini
biasanya disertai dengan stressor kehidupan atau kekhawatiran akan masa
12

depan. GAD mungkin saja menjadi gangguan yang luput dari diagnosis
gangguan mental.
b. Gangguan Panik
Panik terdapat terjadi pada usia berapapun, tetapi biasanya terjadi pada
usia dewasa muda (17-30 tahun). Serangan panik terdiri dari periode kekuatan
yang sangat hebat dan terjadi dengan tiba-tiba dan tidak dapat diperkirakan.
Serangan pertama mungkin dapat terjadi secara tiba-tiba dan tidak dapat
diperkirakan ketika seseorang sedang melakukan kegiatan sehari-hari.
Biasanya, orang tersebut akan mengalami sesak nafas, pusing, nyeri dada,
lemas, mati rasa, atau kesemutan pada area tangan dan kaki, tremor,
berkeringat, tersedak atau merasa seperti akan mati, melakukan sesuatu di luar
kewajaran dan tidak terkontrol. Hal tersebut bisa saja dianggap sangat
menakutkan atau mengkhawatirkan. Diagnosis gangguan panik ini dapat
ditegakkan ketika seseorang mengalami serangan panik dengan intensitas yang
berat dan frekuensi yang sering.
Ketakutan pada situasi tersebut dapat megakibatkan agrofobia
(ketakutan pada tempat-tempat umum seperti perbelanjaan atau tempat
berduka). Seseorang dengan agrofobia seringkali mencapai pada titik dimana
mereka bahkan tidak dapat meninggalkan rumah tanpa perasaan cemas. Angka
kejadian depresi mayor terjadi bersamaan dengan gangguan panik adalah 10%
hingga 65% (APA, 2013). Terapi perilaku kognitif dan benzodiapines dapat
digunakan dalam program penatalaksanaan pada gangguan panik.
5. Fobia
Fobia merupakan perasaan takut tterhadap sesuatu (benda atau situasi) yang
tidak masuk akal/irasional. Fobia sosial, atau gangguan kecemasan sosial adalah
ketakutan terus menerus dan intens, dan keinginan kuat unutk mneghindari,
sesuatu yang akan mengekspos individu terhadap situasi yang mungkin
memalukan dan merendahkan dirinya (APA, 2013). Fobia ini memiliki
kecendrungan familia dan bisa disertai dengan depresi atau kecanduan alkohol.
Fobia sosial yang paling umum adalah rasa takut berbicara didepan umum.
Kebanyakan orang dengan fobia sosial dapat diobati dengan terapi kognitif
perilaku dan obat-obatan.
Fobia sederhana mencangkup ketakutan terus-menerus dan keinginan kuat
untuk menghindari, objek atau situasi tertentu. Benda-benda yang umum menjadi
13

objek fibialaba-laba, ular, anjing, kucing, dan situasi seperti terbang, ketinggian,
dan ruangan tertutup. Penderitanya sering mengakui bahwa ketakutan tersebut
tidak masuk akal tapi tetap menghindari situasi tersebut atau bertahan dengan
kecemasan yang intens. Desensitasi sistematis dan eksposur nirmal merupakan
perawatan yang paling efektif untuk fobia sederhana.
6. Gangguan Obsessive Komplusif
Gangguan obsesif komplusif (OCD) ditandai dengan pikiran cemas dan ritual
bahwa individu memiliki kesulitan mengendalikan suatu hal. Orang dengan OCD
merasa terdorong untuk terlihat dalam beberapa ritual untuk menghindari pikiran
menakutkan yang menetap, ide, gambar, atau peristiwa. Obsesi merupakan sebuah
pikiran, emosi, atau impuls yang berulang dan tidak dapat diberhentikan.
Komplusi adalah ritual atau perilaku yang berulang kali dilakukan untuk
mencegah, menetralisir atau menghilangkan obsesi yang ditakuti.
Ketika individu mencoba untuk menahan dorongan tersebut, kecemasan
meningkat. Komplusi perhitungan, perhitungan adan menyentuh (APA, 2013).
Kebanyakan orang mengakui tidak dapat mengendalikan dorongan tersebut. OCD
sering muncul pada usia remaja atau dewasa awal. Depresi dan kecemasan lainnya
gangguan sering menyertai OCD. Terapi perilaku dan pengobatan yang ditunjukan
untuk mengurangi gejala yang menyertai diketahui cukup bermanfaat bagi klien.
7. Gangguan Stress Pasca Trauma
Post-traumatic stress disorder (PTSD)/ gangguan stress pasca trauma adalah
kondisi yang melemahkan yang terjadi setelah peristiwa menakutkan. Individu
dengan PTSD memiliki gejala ketakutan dan kenangan penderitaan mereka yang
berulang dan terusmenerus. Kejadian ini mungkin melibatkan "shell shock" atau
"kelelahan pasca perang" yang umum terjadi pada veteran perang, serangan
kekerasan, kecelakaan serius, atau bencana alam, atau telah menyaksikan
permusuhan massal atau cedera, seperti kecelakaan pesawat. Kadang-kadang
individu tidak dapat mengingat aspek penting dari peristiwa traumatic. Inside
tertinggi PTSD terjadi antara personil militer yang memiliki pengalaman
bertempur.
8. Gangguan Makan
Gangguan makan-anorexia nervosa dan bulimia nervosa semakin lazim
ditemukan. Gangguan makan terutama diderita oleh kaum perempuan, meskipun
gangguan tersebut pada laki-laki jarang dilaporkan. Kebanyakan klien dengan
14

diagnosis gangguan makan adalah orang kulit putih (Kaukasia), namun alasannya
mungkin lebih cendrung ke faktor social ekonomi daripada ras. Anorexia dan
bulimia sering dipicu oleh tonggak perkembangan (misalnya pubertas, kontak
seksual pertama) atau krisis lain.
Individu dengan anoreksia nervosa menjadi terobsesi dengan takut gemuk dan
kehilangan berat badan. Faktor resiko untuk gangguan makan adalah
perfeksionisme, rendah hati, stress, kemampuan koping yang buruk,
ketergantungan pada pendapat orang lain dan menghormati keinginan orang lain,
dan suka menahan emosi. Dalam berespons terhadap asupan kaloru yang sangat
menurun, tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan memperlambat proses
tubuh. Menstruasi berhenti, tekanan darah, denyut nadi, dan repirasi lambat, dan
aktivitas tiroid berkurang. Ketidakseimbangan elektrolit dapat menjadi sangat
parah. Gejala lainnya adalah anemia ringan, sendi bengkak dan massa otot
berkurang. Anoreksia nervosa dapat mengancam kehidupan dan memiliki tingkat
kematian 5% sampai 21%.
Pengobatan untuk gangguan makan meliputi konseling nutrisi jangka Panjang,
psikoterapi, dan modifikasi perilaku. Rawat inap mungkin diperlukan untuk klien
dengan komplikasi serius. Swadaya kelompok dan kelompok dukungan dapat
sangat bermanfaat baik untuk klien dan keluarga. Perawat perlu menyadari
sumber daya yang tersedia dari American Academy of Childand Adolescent
Psychiatry (AACAP), yang memiliki bagian untuk keluarga dan remaja.
Pengetahuan tersebut penting karena perawat kesehatan masyarakat mengkaji
pengaruh social yang berkontribusi terhadap kondisi tersebut.
9. Gangguan Defisit Perhatian/Hiperaktivitas
Dua kondisi yang paling umum yang dihadapi oleh perawat yang bekerja
dengan anak-anak dalam lingkungan masyarakat adalah attention-
deficit/hyperacticity disorder (ADHD) dan gangguan perhatian deficit (ADD).
Perilaku yang mungkin mengindikasikan ADHD/ADD biasanya muncul sebelum
usia 7tahun dan sering disertai dengan masalah terkait, seperti ketidak mampuan
belajar, kecemasan, dan depresi. Tiga karakteristik utama ADHD/ADD adalah
kurangnya perhatian, hiperaktif, dan impulsive.
Penyebab ADHD/ADD tidak diketahui, tetapi pentung untuk dicatat bahwa
gangguan tersebut tidak disebabkan oleh luka ringan kepala, komplikasi kelahiran,
alergi makanan, terlalu banyak gula, kehidupan miskin, sekolah miskin, atau
15

terlalu banyak menonton televisi. Penggunaan dan penyalahgunaan zat terlarang


saat kehamilan dapat mempengaruhi perkembangan otak bayi dan menghasilkan
gejala ADHD / ADD di kemudian hari. Kemungkinan ini, bagaimanapun
menyumbang.hanya sebagian kecil dari penderita ADHD. Gangguan perhatian
menurun dalam keluarga.
Gejala ADHD / ADD biasanya ditangani melalui kombinasi terapi perilaku,
konseling emosional, dan dukungan praktis. Penggunaan obat kini menjadi
semakin biasa dalam penanganan ADHD/ADD. Hal ini sangat penting,
bagaimanapun bagi anak-anak dengan gangguan perhatian dan keluarganya untuk
memahami bahwa obat tidak menyembuhkan gangguan, obat hanya mengontrol
gejala sementara.
Stimulant telah terbukti behasil dalam mengobati gangguan perhatia. Obat
yang paling sering digunakan adalah methylfenidate dan amfetamin. Penekanan
nafsu makan dan kurang tidur adalah efek samping yang umum dari obat tersebut
10. Bunuh Diri
Terdapat sekitar 1 juta kematian akibat bunuh diri per tahun di seluruh dunia.
Menurut sejarah, faktor resiko dan protektif telah digunakan untuk
mengidentifikasi mereka yang beresiko tertinggi untuk bunuh diri. The American
Association of Suicdology (AAS, 2013) telah merekomondasikan pengenalan
tanda-tanda peringatan yang telah relevan dari pada resiko dan faktor pelindung
dalam mencegah kematian akibat bunuh diri. AAS telah mengatur tanda-tanda
peringatan sesuai dengan mnemonic yang mudah diingat, IS PATH WARM
(Tabel 18-1). Tanda-tanda peringatan yang menunjukkan resiko akut untuk bunuh
diri dapat diamati pada individu yang mengancam untuk menyakiti atau
membunuh diri mereka sendiri, mencoba untuk mencari akses ke senjata
mematikan atau berbicara tentang kematian yang mana pikiran atau tindakan ini
tidak biasanya mereka lakukan Faktor resiko meliputi usaha untuk bunuh diri
sebelumnya, penyakit mental, penyalahgunaan zat berbahaya dan hambatan untuk
mengakses perawatan kesehatan mental. Faktor protektif dapat menurunkan resiko
bunuh diri termasuk perawatan kesehatan mental yang tepat, akses mudah ke
pengobatan, dukungan masyarakat, dan dukungan terus- menerus dari penyediaan
pelayanan kesehatan medis dan mental.
16

K. Dampak gangguan Jiwa


Derajat kesehatan jiwa masyarakat dapat dilihat dari angka kejadian gangguan
jiwa dan disabilitas. Gangguan dan penyakit jiwa termasuk burden disease. WHO
(2001), menyatakan bahwa 12 % dari global burden disease disebabkan oleh masalah
kesehatan jiwa. Angka ini lebih besar dari penyakit dengan penyebab lainnya (fisik).
Meskipun tidak tercatat sebagai penyebab kematian maupun kesakitan utama di
Indonesia, bukan berarti kesehatan jiwa tidak ada atau kecil masalahnya. Kurang
terdatanya masalah kesehatan jiwa disebabkan kesehatan jiwa belum mendapat
perhatian. Prevalensi gangguan jiwa di Indonesia saat ini diperkirakan sudah
mencapai 11.6%. Kesakitan dan kematian karena masalah gangguan jiwa diketahui
semakin meningkat di negara maju. Berbagai masalah kesehatan jiwa di masyarakat
dapat menyebabkan gangguan jiwa yang berdampak menurunkan produktifitas atau
kualitas hidup manusia dan masyarakat.
Masalah kesehatan jiwa di masyarakat adalah sangat luas dan kompleks. bukan
hanya meliputi yang jelas sudah terganggu jiwanya, tetapi juga berbagai problem
psikososial, bahkan berkaitan dengan kualitas hidup dan keharmonisan hidup.Masalah
ini tidak dapat dan tidak mungkin diatasi oleh pihak kesehatan jiwa saja, tetapi
membutuhkan suatu kerjasama yang luas secara lintas sektor, yang melibatkan
berbagai departemen, termasuk peran serta masyarakat dan kemitraan swasta, terlebih
lagi dengan kondisi masyarakat kita yang saat ini sedang dilanda berbagai macam
krisis, maka tindakan pencegahan secara lintas sektor perlu dilakukan secara terpadu
dan berkesinambungan, agar masalah tersebut tidak memberikan dampak yang
mendalam terhadap taraf kesehatan jiwa masyarakat

L. Kebijakan Asuhan Pada Perempuan Dengan Gangguan Kesehatan Mental


Secara International
Secara global, selama tiga dekade terakhir, kesehatan mental merupakan isu
sentral pembangunan kesehatan. Sejak beberapa dekade lalu, WHO menegaskan
bahwa definisi sehat merupakan definisi yang sifatnya intergral artinya bukan sekedar
bebas dari penyakit, namum kondisi dimana seseorang mencapai kesejahteraan
paripurna secara fisik, mental, sosial. Garis kebijakan WHO ini memiliki implikasi
penting seluruh batang tubuh kebijakan yang diterapkan oleh negara-negara anggota
WHO, harus seluruhnya mencangkup ketiga aspek diatas. Melihat tren global,
kesehatan mental tidak lagi dipandang sebagai isu periferr dalam pembangunan
17

kesehatan, mengingat betapa seriusnya dampak yang diakibatkan oleh lemahnya


kondisi kesehatan mental. Studi the global bunden of desiase yang dilakukan oleh
IMHE (The Institute for Health Metrics and Evaluation) pada tahun 2015
mengungkapkan data yang menyakinkan mengenai peta beban penyakit di seluruh
dunia. Yang mengejutkan, data years lost due to disability (YLD) dari studi tersebut
menyebarkan bahwa 6 dari 20 jenis penyakit yang dianggap paling bertanggung
jawab menyebabkan disabilitas adalah gangguan mental.

M. Tren Kesehatan Mental Global


Dengan menggunakan dataset dari survei WMH, ada beberapa informasi penting
yang memotret isu kesehatan mental global. Gangguan mental yang secara konsisten
tergolong sebagai gangguan dengan prevalensi tertinggi dan memenuhi kualifikasi
diagnostik DSM-IV/CIDI ada empat jenis gangguan, yaitu:
1. Gangguan Kecemasan
2. Gangguan Mood
3. Gangguan Eksternalisasi
4. Gangguan penyalahgunaan zat, sedangkan jenis gangguan yang lain masuk
kategori gangguan lainnya.
Namun ada juga beberapa jenis gangguan yang tidak diakomodasi dalam CIDI,
misalnya specific phobia, conduct disorder, dan gangguan bipolar.4
Gangguan dengan prevalensi tertinggi adalah gangguan kecemasan dengan
prevalensi 14,3% dari total populasi, sedangkan posisi kedua ditempati oleh gangguan
mood yang mencapai prevalensi sekitar 12%. Gangguan kecemasan dan gangguan
mood paling banyak ditemui di regional Pan American Health Organization (PAHO)
dan Amerika Serikat adalah negara partisipan dengan prevalensi tertinggi. Di Amerika
Serikat, gangguan kecemasan dan gangguan mood memiliki prevalensi sebesar 31%
dan 21,4%.6
Tingkat keparahan gangguan mental diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu:
1. Ringan
2. Sedang
3. Berat.
Negara yang melaporkan prevalensi yang tinggi atas gangguan mental tertentu
juga melaporkan adanya impairment yang tinggi yang diasosiasikan dengan gangguan
mental tersebut. Survei WMH menyebutkan bahwa mayoritas gangguan mental yang
18

terdeteksi tergolong gangguan mental sedang, sedangkan negara yang melaporkan


angka tertinggi untuk gangguan mental berat adalah Israel.
Gangguan mental juga dilaporkan memiliki onset usia yang cenderung sangat
dini. Misalnya, beberapa gangguan kecemasan seperti phobia dan separation anxiety
disorder rata-rata muncul pada anak usia 7-14 tahun, sedangkan gangguan kecemasan
lainnya serta gangguan mood rata-rata muncul pada usia 25-50 tahun. Dampak
gangguan kesehatan mental diikuti oleh naiknya societal cost. Gangguan ini diikuti
dengan menurunnya capaian pendidikan, meningkatnya angka pernikahan dini,
menyebabkan instabilitas pernikahan dan melemahkan status finansial dan
okupasional.
Investigasi atas kerugian finansial yang ditimbulkan oleh gangguan kesehatan
mental juga menghasilkan data yang mengejutkan. Survei yang dilakukan di Amerika
Serikat menyatakan bahwa nilai kerugian dalam domain sumber daya manusia yang
diakibatkan major depressive disorder (MDD) pada pekerja yang harus ditanggung
pemberi kerja mencapai US$36 juta setiap tahunnya. Lebih lanjut, 10 negara
partisipan survei WMH melaporkan adanya ratarata kerugian produktivitas sampai
dengan 22 hari/pekerja akibat ADHD.
Survei WMH menjadi notifikasi penting yang menjadi catatan penting bahwa
gangguan mental merupakan gangguan kesehatan yang saat ini bertambah luas
cakupannya, serta memiliki dampak yang luas, terutama di level sosial. Lima belas
tahun setelah studi pertama The Global Burden of Disease dipublikasikan,
negaranegara anggota WHO di Eropa mengungkapkan kegelisahannya atas kondisi
tersebut kemudian merespon dengan merumuskan Mental Health Declaration di
Helsinki.
N. Kebijakan Asuhan Pada Perempuan Dengan Gangguan Kesehatan Mental
Secara Lokal dan Nasional
Dalam Rancagan Anggaran Pendapatan Belanja negara (RAPBN) 2018
Kementerian Keuangan, kebijakan anggaran kesehatan diarahkan pada distribusi
ketenagaan, penguatan program promotif dan preventif yang diarahkan untuk tidak
menular dan program untuk ibu hamil dan menyusui, meningkatkan peran pemda
untuk supply side dan peningkatan mutu layanan. Tak banyak berbeda, negara-negara
maju pun masih lebih memprioritaskan mengatasi non-communicable disease yang
menyebabkan kematian dini, misalnya kanker dan penyakit kardiovaskular 9. Hal ini
menunjukan kurangnya komitmen para pengambil kebijakan untuk serius menangani
19

masalah kesehatan mental, meskipun data-data epidemiologis menunjukan bahwa


problem ini tak lagi bisa dianggap remeh.
Perumusan kebijakan kesehatan mental di Indonesia terbilang mengalami
kemajuan apabila dibandingkan dengan beberapa dekade sebelumnya, meskipun
kemajuannya cenderung lambat. Termasuk usaha- usaha yang telah dilakukan oleh
pemerintah rupanya belum mampu menangani problem kesehatan mental sampai ke
akar-akarnya. Perumusan kebijakan kesehatan mental belum didukung oleh data
penunjang yang adekuat, sama halnya seperti yang dialami banyak negara
berkembang lainnya. Padahal data yang berkualitas mengenai distribusi dan dampak
penyakit sangat dibutuhkan untuk merumuskan kebijakan yang efektif serta penting
untuk proses perencanaan layanan.3 Satu-satunya data yang secara nasional
representatif mewakili Indonesia adalah data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2013, survei skala nasional yang diorganisasi oleh Badan Litbang Kementerian
Kesehatan RI yang mencakup nyaris 1 juta responden dan sekitar 250 ribu rumah
tangga di 440 kabupaten/kota di 27 propinsi di Indonesia. Survei lainnya yang
mengakomodasi isu kesehatan mental adalah Indonesian Family Life Survey (IFLS)
yang dilakukan oleh RAND Corporations, namun memiliki cakupan data yang jauh
lebih kecil daripada Riskesdas. 10 Riskesdas dilakukan berbasis komunitas berskala
nasional dengan desain cross sectional sedangkan IFLS dilakukan dengan pendekatan
on-going longitudinal. Meskipun begitu, instrumen yang digunakan oleh kedua survei
untuk mengukur prevalensi gangguan mental terlalu sederhana bila dibandingkan
dengan WHO-CIDI yang digunakan dalam survei WMH. Padahal WHOCIDI masih
memiliki kecenderungan kurang mengestimasi gejala klinis yang sebenarnya.
Data Riskesdas tahun 2013 menyebutkan bahwa prevalensi gangguan jiwa berat
seperti skizofrenia mencapai 1.7 perseribu orang penduduk. Artinya, ada 1-2 orang
yang menderita skizofrenia setiap 1000 penduduk. 12 Prevalensi ini menurun drastis
apabila dibandingkan dengan data Riskesdas tahun 2007 yang menyebutkan
prevalensi gangguan jiwa berat mencapai 4,6 perseribu orang penduduk.
Penurunan prevalensi ini diakui oleh Kementerian Kesehatan sebagai anomali,
bahkan sesungguhnya bertentangan dengan kenyataan di lapangan. 13 Hal ini
semakin menegaskan bahwa pemerintah Indonesia kekurangan data epidemiologis
yang berkualitas untuk menyusun kebijakan kesehatan mental. Satu-satunya
perangkat kebijakan yang menaungi upaya peningkatan kualitas kesehatan mental di
Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 18 tahun 2014 mengenai Kesehatan Jiwa.
20

Upaya membentuk payung legislasi atas kebijakan kesehatan mental adalah usaha
yang patut diapresiasi, meskipun pemerintah cenderung sangat lambat dalam
menjabarkannya dalam peraturan teknis. Selain itu, arah kebijakan kesehatan mental
di Indonesia masih berkutat di area kuratif, belum sampai pada tahap preventif,
promotif maupun rehabilitatif.14 Selain itu, komitmen pemerintah Indonesia dalam
pembangunan kesehatan di Indonesia masih dipertanyakan akibat alokasi belanja
kesehatan yang hanya diberi slot 5% dari APBN 2016, sedangkan anggaran untuk
kesehatan mental hanya rata-rata 1% dari total anggaran kesehatan. Alokasi anggaran
tahun 2016 sudah jauh lebih baik daripada tahun- tahun sebelumnya. 15,16 Tak heran
Bank Dunia kemudian menggolongkan Indonesia sebagai negara dengan health
expenditure terendah didunia. 17 Kondisi ini tentunya merupakan pekerjaan rumah
yang tidak mudah yang harus dihadapi oleh para pengambil kebijakan. Selain isu
mengenai data epidemiologis, proses legislasi dan health budgeting, isu lainnya yang
menjadi sentral dalam perbincangan mengenai kesehatan mental di Indonesia adalah
problem mengenai kesenjangan perawatan (treatment gap) serta stigma dan
diskriminasi yang dialami oleh orang dengan gangguan mental (ODGM).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesehatan Jiwa adalah suatu kondisi mental sejahtera yang memungkinkan


hidup harmonis dan produktif sebagai bagian yang utuh dari kualitas hidup sesorang
dengan memperhatikan semua segi kehidupan manusia dengan ciri menyadari
sepenuhnya kemampuan dirinya, mampu menghadapi tekanan hidup yang wajar,
mampu bekerja produktif dan memenuhi kebutuhan hidupnya, dapat berperan serta
dalam lingkungan hidup, menerima dengan baik apa yang ada pada dirinya, merasa
nyaman bersama dengan orang lain.

Masalah kesehatan mental tentunya tak lagi dapat dianggap sebagai isu perifer
dalam perancangan kebijakan kesehatan. Faktanya, gangguan kesehatan mental
adalah ancaman global yang juga harus dihadapi oleh masyarakat Indonesia.
Kebijakan kesehatan mental yang evidence-based tentunya tak mungkin dapat disusun
apabila data epidemiologis yang berkualitas tidak tersedia, sehingga langkah pertama
yang harus diambil oleh pemerintah adalah berupaya untuk memotret kondisi
kesehatan mental masyarakat Indonesia melalui riset yang komperhensif. Dengan data
yang komperhensif, perancangan program-program kunci dan alokasi anggaran
tentunya akan dapat diatur secara proporsional.

B. Saran
Demikian lah makalah ini kami buat dengan sebaik baik nya,namun sebagai
manusia kami tidak lepas dari kesalahan, oleh karena itu saran dan kritik yang
membangun kami sangat diharapkan untuk menyempurnakan makalah ini di
waktu yang akan datang.

21
DAFTAR PUSTAKA

Ahlstrom, B., Skarsater, I., & Danielson, E. 2007. Depresi Besar dalam Keluarga: Apa yang
Terjadi dan Bagaimana Mengelola Studi Kasus. Masalah dalam Keperawatan
Kesehatan Jiwa, 28,691-706.

Asosiasi Perawat Psikiatri Amerika (APNA). 2007. Psikiatri- Kesehatan Mental


Keperawatan: Ruang Lingkup dan Standar Praktek. Silver Spring, MD: Asosiasi
Perawat Amerika.

Brockington, I., Chandra, P., Dubowitz, H., Jones, D., Moussa, S., Nakku, J., & Ferre, I.
2011. Panduan WPA tentang Perlindungan dan Promosi Mental Kesehatan pada
Anak Penyandang Gangguan Jiwa Berat. Dunia. Psikiatri, 10,93-102.

ILMPI, 2017, KALKAPSI; Hari Kesehatan Mental Sedunia.2017) Kaakinen, dkk. 2010.
Keperawatan Keluarga: Teori, Praktek, dan Penelitian Edisi ke-4. AS: F.A. Davis
Company (449-467).

Kaakinen, dkk. 2015. Keperawatan Keluarga: Teori, Praktek, dan Penelitian Edisi 5. AS: F.A.
Davis Company (521-523).

Kamel, A. A., Bond, A. E., & Froelicher, E. S. 2012. Depresi dan Pengasuh Burden
Experienced by Caregivers of Jordanian Patients with Stroke. International
Journal of Nursing Practice, 18, 147–154.

Kemenkes RI 2016. Peran Keluarga Dukung Kesehatan Jiwa Masyarakat. Kementrian


Kesehatan Republik Indonesia (Ministry of Health Republic Indonesia).

Nies, Mary A. 2018. Keperawatan kesehatan komunitas dan keluarga. Edisi Indonesia 1.
Jakarta: Elsevier

Coleman JC. Psikologi Abnormal dan Kehidupan Modern. Bombay: Putra Taraporevala &
Bersama; 1970

Organisasi Kesehatan Dunia. Perkiraan untuk tahun 2000-2012. Organisasi Kesehatan Dunia.
http:// www.who.int/ healthinfo/ global_ beban_penyakit/ perkiraan/ en/
index2.html. Diterbitkan 2012. Diakses 24 Oktober 2015.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Atlas Kesehatan Jiwa. Jenewa: SIAPA; 2015

Ridlo, I. A., & Zein, R. A. (2018). Arah Kebijakan Kesehatan Mental: Tren Global dan
Nasional Serta Tantangan Aktual. Buletin Penelitian Kesehatan, 46(1), 45–52.

Anda mungkin juga menyukai