DAN INTERNASIONAL
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 7
DOSEN PENGAJAR :
RINA, M.Tr. Keb
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya serta
kemudahan yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
dengan judul. “Kebijakan Asuhan pada Perempuan dengan Gangguan Kesehatan
Mental Baik Local, Nasional Dan Internasional”, dapat diselesaikan dengan baik,
pada kesempatan ini penulis sampaikan ucapan terimakasih yang tak terhingga
kepada Bunda Rina, M.Tr. Keb selaku dosen pembimbing dari mata kuliah
Psikologi dalam Praktik Kebidanan
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................. i
KATA PENGANTAR........................................................................... ii
DAFTAR ISI.......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
iii
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................. 21
B. Saran............................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara global selama tiga dekade terakhir, kesehatan mental merupakan hal
sentral pembangunan kesehatan. Sejak beberapa dekade lalu, WHO menegaskan
bahwa definisi sehat merupakan definisi sifatnya integral artinya bukan sekedar bebas
dari penyakit, namun kondisi dimana seseorang mencapai kesejahteraan paripurna
secara fisik, mental dan sosial. Garis kebijakan WHO ini memiliki implikasi pnting
seluruh batang tubuh kebijakan kesehatan yang diterapkan oleh negara-negara
anggota WHO, harus seluruhnya mencangkup ketiga aspek diatas. Melihat tren
global, kesehatan mental tidak lagi dipandang sebagai isu perifer dalam pembangunan
kesehatan, mengingat betapa seriusnya dampak yang diakibatkan oleh lemahnya
kondisi kesehatan mental. Studi the global burder of disease yang dilakukan oleh
IMHE (The Institute for Health Metrics and Evaluation) pada tahun 2015
mengungkapkan data yang meyakinkan mengenai peta beban penyakit di seluruh
dunia. Yang mengejutkan, data years lost due to disability (YLD) dari studi tersebut
menyebutkan bahwa 6 dari 20 jenis penyakit yang dianggap paling bertanggung
jawab menyebabkan disabilitas adalah gangguan mental. Apabila kita mencermati
estimasi WO mengenai disability-life adjusted years (DALY) pada tahun 2012 yang
menggambarkan jumlah tahun produktif yang hilang akibat kematian prematur
(sebelum mencapai usia harapan hidup) serta akibat kecacatan (disabilitas),
menmpatkan Unipolar Depressive Disorders pada peringkat 9 sampai 20 penyakit
utama, apabila dibandingkan dengan penyakit menular (communicable deseases) atau
penyakit tidak menular (non- communicable deseases), artinya meskipun gangguan
mental belum terlalu dipandang sebagai masalah epidemiologis, nyatanya memiliki
implikasi yang signifikan dalam membuat jutaan orang hidup dalam disabilitas,
bahkan kematian dini akibat bunuh diri.
Data-data diatas menegaskan bahwa gangguan kesehatan mental
membutuhkan fokus penuh dari para pengambil kebijakan, mengingat gangguan
kesehatan mnetal mulai dianggap sebagai ancaman serius yang membutuhkan respon
cepat dari penyedia layanan kesehatan. Oleh karena itu studi-studi epidemiologis yang
terkait dengan gangguan mental sudah mulai dilakukan agar evidence-based policy
dapat dirumuskan secara tepat.
1
2
B. Rumusan Masalah
1. Apa maksud dan defenisi mental atau jiwa?
2. Apa saja gejala dari kesehatan mental ?
3. Apa saja penyebab dari kesehatan mental ?
4. Apasaja faktor resiko dari kesehatan mental?
5. Apa saja pencegahan dari kesehan mental?
6. Bagi mana cara pengobatan dari kesehatan mental ?
7. Apa penyebab umum dari gangguan jiwa?
8. Bagaimana proses perjalanan penyakit?
9. Apa saja masalah kesehatan yang umum di Indonesia?
10. Apa saja dampak dari gangguan jiwa?
11. Apa Kebijakana asuhan pada perempuan dengan gangguan kesehatan mental
Secara internasional?
12. Apa Keijakana asuhan pada perempuan dengan gangguan kesehatan mental secara
local dan nasional?
3
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui defenisi mental atau jiwa
2. Untuk mengetahui gejal dari kesehatan mental
3. Untuk mengetahui penyebab dari kesehatan mental
4. Untuk mengetahui faktor resiko dari kesehatan mental
5. Untuk mengetahui cara pencegahan dari kesehan mental
6. Untuk mengetahui cara pengobatan dari kesehatan mental
7. Untuk mengetahui penyebab umum dari gangguan jiwa
8. Untuk mengetahui proses perjalanan penyakit
9. Untuk mengetahui masalah kesehatan yang umum di Indonesia
10. Untuk mengetahui dampak darigangguan jiwa
11. Untuk mengetahui Keijakana asuhan pada perempuan dengan gangguan kesehatan
mental secara internasional
12. Untuk mengetahui Keijakana asuhan pada perempuan dengan gangguan kesehatan
mental secara local dan nasional
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Mental atau jiwa adalah kata yang sering membangkitkan pikiran negatif dan
perasaan. Orang sering mengungkapkan rasa takut dan kebingungan ketika diminta
untuk berbicara tentang masalah kesehatan mental, dalam kebanyakan kasus istilah ini
disamakan dengan penyakit mental dan gejala negatif. Namun istilah "Kesehatan"
pada respon positif yang dihasilkan bermakna, "kesejahteraan" dan "merasa baik".
Kesehatan Jiwa adalah suatu kondisi mental sejahtera yang memungkinkan hidup
harmonis dan produktif sebagai bagian yang utuh dari kualitas hidup sesorang dengan
memperhatikan semua segi kehidupan manusia dengan ciri menyadari sepenuhnya
kemampuan dirinya, mampu menghadapi tekanan hidup yang wajar, mampu bekerja
produktif dan memenuhi kebutuhan hidupnya, dapat berperan serta dalam lingkungan
hidup, menerima dengan baik apa yang ada pada dirinya, merasa nyaman bersama
dengan orang lain. (Danielson. E. 2007)
Pengertian di atas menunjukan bahwa kesehatan mental atau kesehatan jiwa ini
penting bagi kesejahteraan individu, keluarga, komunitas dan masyarakat pada
umumnya. Kesehatan mental memiliki implikasi untuk belajar, untuk
mengembangkan hubungan yang sehat, untuk produktivitas, untuk sukses dan untuk
pengembangan ekonomi. Sebaliknya masalah kesehatan dan penyakit mental dapat
menyebabkan disfungsi, produktivitas rendah, kemiskinan, masalah sosial. Sedangkan
gangguan jiwa digambarkan sebagai suatu kedaaan dengan adanya gejala klinis yang
bermakna, berupa sindrom pola perilaku dan pola psikologik yang berkaitan dengan
adanya distress (tidak nyaman, tidak tentram, rasa nyeri), disabilitas (tidak mampu
mengerjakan pekerjaan sehari-hari), atau meningkatnya resiko kematian, kesakitan,
dan disabilitas. Gangguan jiwa dapat dibedakan menjadi :
1. Gangguan Jiwa Psikiotik : Semua kondisi yang memberi indikasi terdapatnya
kendala berat dalam kemampuan daya nilai realitas, sehingga menjadi salah
menilai presepsi dan pikirannya, dan salah dalam menyimpulkan dunia luar,
kemudian diikuti dengan adanya waham, halusinasi, atau perilaku yang kacau.
2. Gangguan Jiwa Neurotik : Gangguan jiwa non psikotik yang kronis dan rekuren,
yang ditandai terutama oleh kecemasan yang dialami atau diperepsikan secara
langsung, atau diubah melalui mekanisme pertahanan/pembelaan menjadi sebuah
gejala seperti : obsesi, komplusi, fobia, disfungsi seksual, dll.
4
5
Sampai saat ini banyak pihak yang memiliki pemahaman yang kurang
tetap mengenai kesehatan mental. Kesehatan mental dipahami untuk
menangani isu-isu kejiwaan yang bersifat individual, padahal kesehatan
mnetal lebih menekankan pada konteks mesyarakat (walau tidak menafikan
kesehatan mental secara individual). Kesehatan mental juga hendaknya
dipahami sebagai isu yang bersifat multidisipliner. Dalam memahami
kesehatan jiwa perlu diperhatikan beberapa prinsip :
1. Kesehatan jiwa tidak sebatas ada atau tidaknya perilaku abnormal. Prinsip
ini berarti bahwa orang yang sehat mental tidak cukup dimaknai ketika
tidak mngalami abnormalitas saja.
2. Kesehatan jiwa adalah konsep idel. Artinya kesehatan jiwa adalah tujuan
yang sangat tinggi bagi seseorang/komunitas, apalagi jika kesehatan jiwa
dipandang memiliki sifat kontinum. Dengan demikian setiap
orang/komunitas bentuk memperjuangkan suatu kondisi sehat sebagai
salah satu tujuan hidupnya.
B. Gejala Kesehatan Mental
Gangguan mental atau penyakit mental dapat diawali dengan beberapa gejala
berikut ini, antara lain :
1. Berteriak atau berkelahi dengan keluarga dan teman-teman
2. Delusi, paranoia, dan halusinasi
3. Ketakutan, kekhawatiran, atau perasaan bersalah yang sellau di menhantui
4. Kehilangan kemampuan untuk berkonsentrasi
5. Ketidakmampuan untuk mengatasi stres atau masalah sehari-harii
6. Marah berlebihan dan rentan melakukan kekerasan
7. Memiliki pengalaman dan kenangan buruk yang tidak dapat dilupakan
8. Memiliki pikiran untuk menyakiti diri sendiri atau orang lain
9. Menarik diri dari orang-orang dan kegiatan sehari-hari
10. Mendengar suara atau mempercayai suatu yang tidak benar
11. Mengalami nyeri yang tidak dapat dijelaskan
12. Mengalami perubahan suasana hati yang drastis yang mneyebabkan maslaah
dalam hubungan dengan orang lain
13. Merasa bingung, pelupa, marah, tersinggung, cemas, kesal, khawatir, dan takut
yang tidak biasa
14. Merasa sedih, tidak berarti, tidak berdaya, putus asa, atau tanpa harapan
6
15. Merokok, minum alkohol lebih dari biasanya, atau bahkan menggunakan narkoba
16. Perubahan drastis dalam kebiasaan makan, seperti makan terlalu banyak atau
terlalu sedikit
17. Perubahan gairah seks
18. Rasa lelah yang signifikan, senergi menurun, atau mengalami masalah tidur
19. Tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari seperti merawat anak, pergi sekolah,
atau tempat kerja
20. Tidak mampu memahami situasi dan orang-orang
individu sebelum mengalami situasi yang penuh dengan tekanan (stress). Faktor ini
telah ada dalam diri seseoorang dan faktor-faktor penyebab (precipitating factors).
Kemiskinan merupakan salah satu precipitating factor terjadinya gangguan jiwa.
(APNA, 2007).
Manusia bereaksi secara keseluruhan, secara holistik atau dapat dikatakan juga
secara somoto-psiko-sosial. Dalam mencari penyebab gangguan jiwa, maka ketiga
unsur ini harus diperhatikan. Gangguan jiwa artinya bahwa yang menonjol ialah
gejala-gejala yang potologik dari unsur psike. Hal ini tidak berarti bahwa unsur yang
lain tidak terganggu. Sekali lagi yang sakit dan menderita ialah manusia seutuhnya
dan bukan hanya badannya, jiwa atau lingkungannya.
Hal-hal yang dapat mempengaruhi perilaku manusia ialah keturunan dan
konsitusi, umur, dan sex, keadaan badaniah, keadaan psikologik, keluarga, adat
istiadat, kebudayaan dan kepercayaan, pekerjaan, pernikahan dan kehamilan,
kehilangan dan kematian orang yang dicintai, agresi, rasa permusuhan, hubungan
antar manusia, dan sebagainya. Sumber penyebab gangguan jiwa diperngaruhi oleh
faktor-faktor pada ketiga unsur itu yang terus menerus saling mempengaruhi, yaiu :
1. Faktor-faktor somatik (somatogenik)
2. Faktor-faktor psikkologik (psikogenik)
3. Faktor-faktor sosio-budaya (sosiogenik)
2014). Secara umum yang paling efektif terapi/pengobatan tahap awal adalah
kombinasi dari obat-obatan anti depresen dan psikoterapi.
3. Gangguan Bipolar
Gangguan bipolar merupakan suatu kelompok gangguan perasaan yang
dikateristikkan dengan perubahan mood/perasaan yang cepat dari depresi ke
mania. Fase depresi dicirikan dengan gejala seperti gejala mayor depresi. Fase
mania memiliki karakteristik seperti perubahan abnormal sensitivitas perasaan
yang menetap, ketidak mampuan dalam menentukan pilihan, hilang fokus,
penekanan pada cara bicara, membesar-besarkan, mudah terdistraksi aktivitas
yang terlalu ambisius, hanya tidur dalam waktu singkat dan mudah tersinggung.
Gejala ini terjadi bersamaan dengan gejala khas pada gangguan psikotik seperti
halusinasi dan delusi/waham.
Penatalaksanaan pada gangguan bipolar harus berkesinambungan dan
dilakukan monitoring secara ketat. Pengobatan umumnya meliputi penggunaan
obat-obatan untuk stabilitas prasaan, sering kali dikombinasikan dengan
antipsikotik dan antidepresan. Ketika mengenai klien dengan gangguan bipolar,
perawat harus memantau tanda dan gejala serta respon terhadap pengbatan
farmakologi.
4. Gangguan Ansietas
Gangguan ansietas merupakan kumpulan dari kondisi yang dikarakteristikan
dengan perasaan cemas. Gangguan ansietas bisa didapatkan seseorang karena
keturunan atau genetic dan pengalaman hidup individu itu sendiri. Beberapa
gangguan ansietas yang umumnya dijumpai adalah gangguan ansietas umum,
panic (kadang-kadang disertai dengan agoraphobia), fobia, Obsessive-Complusive
Disorder (OCD), dan Traumatic Stress Disorder (PTSD).
depan. GAD mungkin saja menjadi gangguan yang luput dari diagnosis
gangguan mental.
b. Gangguan Panik
Panik terdapat terjadi pada usia berapapun, tetapi biasanya terjadi pada
usia dewasa muda (17-30 tahun). Serangan panik terdiri dari periode kekuatan
yang sangat hebat dan terjadi dengan tiba-tiba dan tidak dapat diperkirakan.
Serangan pertama mungkin dapat terjadi secara tiba-tiba dan tidak dapat
diperkirakan ketika seseorang sedang melakukan kegiatan sehari-hari.
Biasanya, orang tersebut akan mengalami sesak nafas, pusing, nyeri dada,
lemas, mati rasa, atau kesemutan pada area tangan dan kaki, tremor,
berkeringat, tersedak atau merasa seperti akan mati, melakukan sesuatu di luar
kewajaran dan tidak terkontrol. Hal tersebut bisa saja dianggap sangat
menakutkan atau mengkhawatirkan. Diagnosis gangguan panik ini dapat
ditegakkan ketika seseorang mengalami serangan panik dengan intensitas yang
berat dan frekuensi yang sering.
Ketakutan pada situasi tersebut dapat megakibatkan agrofobia
(ketakutan pada tempat-tempat umum seperti perbelanjaan atau tempat
berduka). Seseorang dengan agrofobia seringkali mencapai pada titik dimana
mereka bahkan tidak dapat meninggalkan rumah tanpa perasaan cemas. Angka
kejadian depresi mayor terjadi bersamaan dengan gangguan panik adalah 10%
hingga 65% (APA, 2013). Terapi perilaku kognitif dan benzodiapines dapat
digunakan dalam program penatalaksanaan pada gangguan panik.
5. Fobia
Fobia merupakan perasaan takut tterhadap sesuatu (benda atau situasi) yang
tidak masuk akal/irasional. Fobia sosial, atau gangguan kecemasan sosial adalah
ketakutan terus menerus dan intens, dan keinginan kuat unutk mneghindari,
sesuatu yang akan mengekspos individu terhadap situasi yang mungkin
memalukan dan merendahkan dirinya (APA, 2013). Fobia ini memiliki
kecendrungan familia dan bisa disertai dengan depresi atau kecanduan alkohol.
Fobia sosial yang paling umum adalah rasa takut berbicara didepan umum.
Kebanyakan orang dengan fobia sosial dapat diobati dengan terapi kognitif
perilaku dan obat-obatan.
Fobia sederhana mencangkup ketakutan terus-menerus dan keinginan kuat
untuk menghindari, objek atau situasi tertentu. Benda-benda yang umum menjadi
13
objek fibialaba-laba, ular, anjing, kucing, dan situasi seperti terbang, ketinggian,
dan ruangan tertutup. Penderitanya sering mengakui bahwa ketakutan tersebut
tidak masuk akal tapi tetap menghindari situasi tersebut atau bertahan dengan
kecemasan yang intens. Desensitasi sistematis dan eksposur nirmal merupakan
perawatan yang paling efektif untuk fobia sederhana.
6. Gangguan Obsessive Komplusif
Gangguan obsesif komplusif (OCD) ditandai dengan pikiran cemas dan ritual
bahwa individu memiliki kesulitan mengendalikan suatu hal. Orang dengan OCD
merasa terdorong untuk terlihat dalam beberapa ritual untuk menghindari pikiran
menakutkan yang menetap, ide, gambar, atau peristiwa. Obsesi merupakan sebuah
pikiran, emosi, atau impuls yang berulang dan tidak dapat diberhentikan.
Komplusi adalah ritual atau perilaku yang berulang kali dilakukan untuk
mencegah, menetralisir atau menghilangkan obsesi yang ditakuti.
Ketika individu mencoba untuk menahan dorongan tersebut, kecemasan
meningkat. Komplusi perhitungan, perhitungan adan menyentuh (APA, 2013).
Kebanyakan orang mengakui tidak dapat mengendalikan dorongan tersebut. OCD
sering muncul pada usia remaja atau dewasa awal. Depresi dan kecemasan lainnya
gangguan sering menyertai OCD. Terapi perilaku dan pengobatan yang ditunjukan
untuk mengurangi gejala yang menyertai diketahui cukup bermanfaat bagi klien.
7. Gangguan Stress Pasca Trauma
Post-traumatic stress disorder (PTSD)/ gangguan stress pasca trauma adalah
kondisi yang melemahkan yang terjadi setelah peristiwa menakutkan. Individu
dengan PTSD memiliki gejala ketakutan dan kenangan penderitaan mereka yang
berulang dan terusmenerus. Kejadian ini mungkin melibatkan "shell shock" atau
"kelelahan pasca perang" yang umum terjadi pada veteran perang, serangan
kekerasan, kecelakaan serius, atau bencana alam, atau telah menyaksikan
permusuhan massal atau cedera, seperti kecelakaan pesawat. Kadang-kadang
individu tidak dapat mengingat aspek penting dari peristiwa traumatic. Inside
tertinggi PTSD terjadi antara personil militer yang memiliki pengalaman
bertempur.
8. Gangguan Makan
Gangguan makan-anorexia nervosa dan bulimia nervosa semakin lazim
ditemukan. Gangguan makan terutama diderita oleh kaum perempuan, meskipun
gangguan tersebut pada laki-laki jarang dilaporkan. Kebanyakan klien dengan
14
diagnosis gangguan makan adalah orang kulit putih (Kaukasia), namun alasannya
mungkin lebih cendrung ke faktor social ekonomi daripada ras. Anorexia dan
bulimia sering dipicu oleh tonggak perkembangan (misalnya pubertas, kontak
seksual pertama) atau krisis lain.
Individu dengan anoreksia nervosa menjadi terobsesi dengan takut gemuk dan
kehilangan berat badan. Faktor resiko untuk gangguan makan adalah
perfeksionisme, rendah hati, stress, kemampuan koping yang buruk,
ketergantungan pada pendapat orang lain dan menghormati keinginan orang lain,
dan suka menahan emosi. Dalam berespons terhadap asupan kaloru yang sangat
menurun, tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan memperlambat proses
tubuh. Menstruasi berhenti, tekanan darah, denyut nadi, dan repirasi lambat, dan
aktivitas tiroid berkurang. Ketidakseimbangan elektrolit dapat menjadi sangat
parah. Gejala lainnya adalah anemia ringan, sendi bengkak dan massa otot
berkurang. Anoreksia nervosa dapat mengancam kehidupan dan memiliki tingkat
kematian 5% sampai 21%.
Pengobatan untuk gangguan makan meliputi konseling nutrisi jangka Panjang,
psikoterapi, dan modifikasi perilaku. Rawat inap mungkin diperlukan untuk klien
dengan komplikasi serius. Swadaya kelompok dan kelompok dukungan dapat
sangat bermanfaat baik untuk klien dan keluarga. Perawat perlu menyadari
sumber daya yang tersedia dari American Academy of Childand Adolescent
Psychiatry (AACAP), yang memiliki bagian untuk keluarga dan remaja.
Pengetahuan tersebut penting karena perawat kesehatan masyarakat mengkaji
pengaruh social yang berkontribusi terhadap kondisi tersebut.
9. Gangguan Defisit Perhatian/Hiperaktivitas
Dua kondisi yang paling umum yang dihadapi oleh perawat yang bekerja
dengan anak-anak dalam lingkungan masyarakat adalah attention-
deficit/hyperacticity disorder (ADHD) dan gangguan perhatian deficit (ADD).
Perilaku yang mungkin mengindikasikan ADHD/ADD biasanya muncul sebelum
usia 7tahun dan sering disertai dengan masalah terkait, seperti ketidak mampuan
belajar, kecemasan, dan depresi. Tiga karakteristik utama ADHD/ADD adalah
kurangnya perhatian, hiperaktif, dan impulsive.
Penyebab ADHD/ADD tidak diketahui, tetapi pentung untuk dicatat bahwa
gangguan tersebut tidak disebabkan oleh luka ringan kepala, komplikasi kelahiran,
alergi makanan, terlalu banyak gula, kehidupan miskin, sekolah miskin, atau
15
Upaya membentuk payung legislasi atas kebijakan kesehatan mental adalah usaha
yang patut diapresiasi, meskipun pemerintah cenderung sangat lambat dalam
menjabarkannya dalam peraturan teknis. Selain itu, arah kebijakan kesehatan mental
di Indonesia masih berkutat di area kuratif, belum sampai pada tahap preventif,
promotif maupun rehabilitatif.14 Selain itu, komitmen pemerintah Indonesia dalam
pembangunan kesehatan di Indonesia masih dipertanyakan akibat alokasi belanja
kesehatan yang hanya diberi slot 5% dari APBN 2016, sedangkan anggaran untuk
kesehatan mental hanya rata-rata 1% dari total anggaran kesehatan. Alokasi anggaran
tahun 2016 sudah jauh lebih baik daripada tahun- tahun sebelumnya. 15,16 Tak heran
Bank Dunia kemudian menggolongkan Indonesia sebagai negara dengan health
expenditure terendah didunia. 17 Kondisi ini tentunya merupakan pekerjaan rumah
yang tidak mudah yang harus dihadapi oleh para pengambil kebijakan. Selain isu
mengenai data epidemiologis, proses legislasi dan health budgeting, isu lainnya yang
menjadi sentral dalam perbincangan mengenai kesehatan mental di Indonesia adalah
problem mengenai kesenjangan perawatan (treatment gap) serta stigma dan
diskriminasi yang dialami oleh orang dengan gangguan mental (ODGM).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masalah kesehatan mental tentunya tak lagi dapat dianggap sebagai isu perifer
dalam perancangan kebijakan kesehatan. Faktanya, gangguan kesehatan mental
adalah ancaman global yang juga harus dihadapi oleh masyarakat Indonesia.
Kebijakan kesehatan mental yang evidence-based tentunya tak mungkin dapat disusun
apabila data epidemiologis yang berkualitas tidak tersedia, sehingga langkah pertama
yang harus diambil oleh pemerintah adalah berupaya untuk memotret kondisi
kesehatan mental masyarakat Indonesia melalui riset yang komperhensif. Dengan data
yang komperhensif, perancangan program-program kunci dan alokasi anggaran
tentunya akan dapat diatur secara proporsional.
B. Saran
Demikian lah makalah ini kami buat dengan sebaik baik nya,namun sebagai
manusia kami tidak lepas dari kesalahan, oleh karena itu saran dan kritik yang
membangun kami sangat diharapkan untuk menyempurnakan makalah ini di
waktu yang akan datang.
21
DAFTAR PUSTAKA
Ahlstrom, B., Skarsater, I., & Danielson, E. 2007. Depresi Besar dalam Keluarga: Apa yang
Terjadi dan Bagaimana Mengelola Studi Kasus. Masalah dalam Keperawatan
Kesehatan Jiwa, 28,691-706.
Brockington, I., Chandra, P., Dubowitz, H., Jones, D., Moussa, S., Nakku, J., & Ferre, I.
2011. Panduan WPA tentang Perlindungan dan Promosi Mental Kesehatan pada
Anak Penyandang Gangguan Jiwa Berat. Dunia. Psikiatri, 10,93-102.
ILMPI, 2017, KALKAPSI; Hari Kesehatan Mental Sedunia.2017) Kaakinen, dkk. 2010.
Keperawatan Keluarga: Teori, Praktek, dan Penelitian Edisi ke-4. AS: F.A. Davis
Company (449-467).
Kaakinen, dkk. 2015. Keperawatan Keluarga: Teori, Praktek, dan Penelitian Edisi 5. AS: F.A.
Davis Company (521-523).
Kamel, A. A., Bond, A. E., & Froelicher, E. S. 2012. Depresi dan Pengasuh Burden
Experienced by Caregivers of Jordanian Patients with Stroke. International
Journal of Nursing Practice, 18, 147–154.
Nies, Mary A. 2018. Keperawatan kesehatan komunitas dan keluarga. Edisi Indonesia 1.
Jakarta: Elsevier
Coleman JC. Psikologi Abnormal dan Kehidupan Modern. Bombay: Putra Taraporevala &
Bersama; 1970
Organisasi Kesehatan Dunia. Perkiraan untuk tahun 2000-2012. Organisasi Kesehatan Dunia.
http:// www.who.int/ healthinfo/ global_ beban_penyakit/ perkiraan/ en/
index2.html. Diterbitkan 2012. Diakses 24 Oktober 2015.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Atlas Kesehatan Jiwa. Jenewa: SIAPA; 2015
Ridlo, I. A., & Zein, R. A. (2018). Arah Kebijakan Kesehatan Mental: Tren Global dan
Nasional Serta Tantangan Aktual. Buletin Penelitian Kesehatan, 46(1), 45–52.