Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

ISLAM DAN KESEHATAN MENTAL SEBAGAI UPAYA PREVENTIF,


PENGEMBANGAN, PENANGANAN DAN REHABILITASI

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Islam dan Kesehatan Mental

Dosen Pengampu:

Dr. Hj. Nasichah, MA.

Disusun Oleh:

Kelompok 3 BPI 5A

1. Rini Savira (11210520000015)

2. Adelia Puspita Sari (11210520000026)

BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Islam dan Kesehatan Mental dengan judul “Islam
dan Kesehatan Mental Sebagai Upaya Preventif, Pengembangan, Penanganan dan
Rehabilitasi”.
Pada kesempatan ini, kami menghaturkan ucapan terima kasih kepada Ibu Dr. Nasichah,
MA selaku dosen pengampu mata kuliah Islam dan Kesehatan Mental, yang telah memberikan
arahan dan bimbingan dalam penyusunan makalah ini sehingga dapat menambah wawasan dan
pemahaman terhadap materi perkuliahan.
Dalam penulisan makalah ini, kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi dikarenakan terbatasnya pengetahuan dan pengalaman yang kami miliki.
Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan makalah
ini. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman
bagi pembaca dalam media pembelajaran Islam dan Kesehatan Mental. Atas perhatiannya, kami
ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Ciputat, 26 September 2023

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................ 4
A. Latar Belakang.............................................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah......................................................................................................... 4
C. Tujuan Penulisan........................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................... 5
A. Kesehatan Mental Sebagai Upaya Preventif, Pengembangan, Penanganan, dan
Rehabilitasi.................................................................................................................... 5
B. Kesehatan Mental di Seluruh Tatanan Masyarakat (Lingkungan, Pendidikan, Keluarga dan
Masyarakat......................................................................................................................9
C. Perspektif Islam Terhadap Upaya Kesehatan Mental di Seluruh Tatanan
Masyarakat....................................................................................................................12
BAB III PENUTUP.................................................................................................................15
Kesimpulan...................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................16

3
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan mental dalam kesehatan jiwa menjadi faktor penting sebagai hal dasar yang
menentukan kesehatan jiwa seseorang. Kesehatan mental sebagai komponen penting dalam
kesehatan dan berperan sebagai aspek yang menentukan kesehatan seseorang secara menyeluruh.
Tidak hanya kesehatan secara fisik saja yang harus diperhatikan, tetapi kesehatan mental juga perlu
untuk diperhatikan. Oleh karena itu, diperlukan berbagai upaya kesehatan mental yang baik jika
menghadapi masalah gangguan mental.

WHO (World Health Organization) sudah mendefinisikan pengertian sehat yaitu “health as
a state of complete physical, mental and social well-being and not merely the absence of disease or
infirmity”, yang berarti bahwa sehat tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan saja. Akan
tetapi, sehat sebagai keadaan sejahtera seseorang baik secara fisik, mental dan sosial secara utuh.

Jika kesehatan seseorang terganggu, maka dapat menyebabkan gangguan mental. Hal
tersebut juga dapat berakibat fatal jika tidak dilakukan upaya dan strategi yang baik. Gangguan
mental juga seringkali dikaitkan dengan tingkat religiusitas seseorang dalam kehidupannya. Dalam
hal ini, maka islam dan kesehatan mental turut berperan sebagai upaya preventif, pengembangan,
penanganan dan rehabilitasi di seluruh tatanan masyarakat.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kesehatan mental sebagai upaya preventif, pengembangan, penanganan, dan
rehabilitasi?
2. Bagaimana konsep kesehatan mental di seluruh tatanan masyarakat?
3. Bagaimana perspektif islam terhadap upaya kesehatan mental di seluruh tatanan masyarakat?
C. Tujuan Penulisan
1.Untuk memahami kesehatan mental sebagai upaya preventif, pengembangan, penanganan, dan
rehabilitasi.
2. Untuk memahami konsep kesehatan mental di seluruh tatanan masyarakat.
3. Untuk memahami perspektif islam terhadap upaya kesehatan mental di seluruh tatanan
masyarakat

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kesehatan Mental Sebagai Upaya Preventif, Pengembangan, Penanganan, dan


Rehabilitasi
Kesehatan mental merupakan sebuah kondisi dimana individu terbebas dari segala
bentuk gejala-gejala gangguan mental. Individu yang sehat secara mental dapat berfungsi
secara normal dalam menjalankan hidupnya khususnya saat menyesuaikan diri untuk
menghadapi masalah-masalah yang akan ditemui sepanjang hidup seseorang dengan
menggunakan kemampuan pengolahan stres.
Kesehatan mental merupakan hal penting yang harus diperhatikan selayaknya kesehatan
fisik. Diketahui bahwa kondisi kestabilan kesehatan mental dan fisik saling mempengaruhi.
Gangguan kesehatan mental bukanlah sebuah keluhan yang hanya diperoleh dari garis
keturunan. Tuntutan hidup yang berdampak pada stress berlebih akan berdampak pada
gangguan kesehatan mental yang lebih buruk. Di Indonesia, berdasarkan Data Riskesdas tahun
2007, diketahui bahwa prevalensi gangguan mental emosional seperti gangguan kecemasan
dan depresi sebesar 11,6% dari populasi orang dewasa. Berarti dengan jumlah populasi orang
dewasa Indonesia lebih kurang 150.000.000 ada 1.740.000 orang saat ini mengalami gangguan
mental emosional (Depkes, 2007). Data yang ada mengatakan bahwa penderita gangguan
kesehatan mental di Indonesia tidaklah sedikit sehingga sudah seharusnya hal tersebut menjadi
sebuah perhatian dengan tersedianya penanganan atau pengobatan yang tepat.
Adapun permasalahan mental manusia dapat dibedakan menjadi dua, yaitu gangguan
mental emosional dengan masalah kejiwaan yang bersifat ringan dan gangguan jiwa berat atau
psikotik. Penderita yang mengalami masalah kejiwaan tingkat ringan disebut dengan ODMK
(Orang Dengan Masalah Kejiwaan), sedangkan penderita yang mengalami masalah kejiwaan
tingkat berat disebut dengan ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa), hal ini dikarenakan
kondisi seorang individu tidak dapat membedakan realita dan ilusi, serta tidak dapat
mengendalikan dirinya sendiri. Meskipun penderita gangguan mental emosional pada
dasarnya masih dapat beraktivitas, namun apabila hal tersebut didiamkan dan tidak mendapat
penanganan yang serius maka dapat berubah menjadi gangguan jiwa berat yang mampu

5
mempengaruhi keberlangsungan hidup dan produktivitas individu (Kementerian Kesehatan
RI, 2013).
Penyebab masalah gangguan mental sebenarnya tidak hanya akibat masalah psikologis
seperti trauma, masalah psikis, atau stres berat yang tidak bisa dikendalikan. Namun, bisa juga
disebakan karena adanya gangguan penyesuaian lingkungan, fisik dan psikis, dimana pola dan
gaya hidup tidak sehat, faktor fisik dan fisiologis tubuh, tidak berolahraga, dan lingkungan
sosial yang kurang baik. Terlebih, konsep kesehatan mental dan penanganannya ternyata perlu
memandang dimensi yang lebih luas lagi, tidak hanya secara psikis, tetapi secara holistik.
Dalam psikologis, konsep holisme atau holistik menjelaskan bahwa adanya kesatuan
antara unsur jiwa dan tubuh merupakan satu hal menyeluruh yang saling berpengaruh
(Suhartini et al., 2019). Secara medis, konsep holistik adalah bentuk penyembuhan yang
memperhatikan keutuhan seseorang secara body-mind-spirit (jasmani, mental, dan spiritual).
Keutuhan tersebut diperlukan karena konsep body-mind-spirit membentuk keseimbangan
tubuh manusia yang saling berkaitan, sehingga jika salah satu unsur mengalami masalah atau
ketidakseimbangan maka dapat mempengaruhi unsur yang lainnya. 1 Konsep holistic pada
dasarnya mengutamakan keutuhan pada manusia dimana jasmani, mental, dan spiritual saling
berpengaruh satu sama lain dalam unsur yang membentuk kesatuan manusia yang utuh, yang
berarti untuk mencapai keadaan mental yang sehat diperlukan juga keadaan sosial, jasmani,
fisiologis, dan spiritual yang mendukung.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 mengenai kesehatan jiwa menjelaskan bahwa
upaya dalam penanggulangan permasalahan kesehatan jiwa dilaksanakan secara promotif
(kepedulian dan mengurangi citra negatif), preventif (pencegahan kasus), kuratif
(pengobatan), dan rehabilitatif (pelayanan yang memulihkan). Kasus yang terjadi di
lingkungan masyarakat menunjukan bahwa gangguan kesehatan mental masih dianggap
sebagai pembicaraan yang jarang disinggung dan diabaikan karena kerap dikaitkan dengan hal
non-medis dan supranatural serta stigma negatif jika seseorang berkunjung ke psikiater atau
psikolog (Pusdatin RI, 2019).
Berdasarkan fenomena yang terjadi di masyarakat saat ini, maka diperlukan sesuatu
yang dapat mendukung upaya promotif (pengembangan) dan preventif (pencegahan) pada
penanganan permasalahan gangguan kejiwaan. Upaya promotif atau upaya pengembangan

1
Holistic Medicine, https://www.webmd.com/balance/guide/what-is-holistic-medicine#1

6
diperlukan untuk memperkenalkan dan untuk mengurangi citra negatif mengenai kepedulian
kesehatan jiwa. Sedangkan upaya preventif dalam kesehatan mental berperan sebagai upaya
kesehatan jiwa yang bergerak untuk mencegah dan mengurangi kasus terjadinya gangguan
jiwa.
Adapun dalam ruang lingkup penyuluhan, upaya preventif seorang penyuluh yaitu
berperan untuk mensosialisasikan terkait kesehatan mental dan permasalahan gangguan
kejiwaan. Hal ini diperkuat dari berbagai data di internet, salah satunya diambil dari laman
website RSUP Dr. Sardjito yang diunggah pada Maret 2022. Sumber tersebut memaparkan
bahwa masyarakat saat ini masih minim kesadaran terhadap kesehatan mental. Data tersebut
dibuktikan dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 pada saat Pandemi COVID-19, yang
menunjukkan lebih dari 19 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami gangguan
mental emosional, dan lebih dari 12 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami
depresi (Rokom, 2021). Data tersebut juga menunjukkan bahwa negara Indonesia belum dapat
menyelesaikan masalah kesehatan mental secara tepat. Selain itu, upaya preventif ditujukan
untuk mencegah terjadinya masalah kejiwaan, mencegah timbulnya dan/atau kambuhnya
gangguan jiwa, mengurangi faktor resiko akibat gangguan jiwa pada masyarakat secara umum
atau perorangan, dan mencegah timbulnya dampak masalah psikososial. Masalah psikososial
ini menjadi bagian dari upaya preventif karena merupakan faktor dari masalah sosial yang
mempunyai dampak negatif dan berpengaruh terhadap munculnya gangguan jiwa atau
masalah sosial yang muncul sebagai dampak dari gangguan jiwa. Masalah psikososial dapat
diakibatkan oleh bencana alam, dampak perilaku kekerasan, urbanisasi, kemiskinan, adiksi
narkotika dan psikotropika, dampak pornografi, game online, dan lain-lain.
Dalam upaya pengembangan atau promotif mengenai kesehatan mental, seorang
penyuluh berperan untuk mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan jiwa
masyarakat secara optimal. Tujuan dalam upaya pengembangan ini penyuluh harus mampu
menghilangkan stigma dan diskriminasi, serta pelanggaran hak asasi ODGJ atau mereka yang
terkena masalah kejiwaan bahwa mereka adalah bagian dari masyarakat. Output dalam upaya
ini yaitu mampu meningkatkan pemahaman dan peran masyarakat terhadap kesehatan jiwa,
serta mampu meningkatkan penerimaan terhadap kesehatan jiwa guna mencapai derajat
kesehatan jiwa yang sempurna.

7
Dari upaya preventif dan pengembangan dalam kasus gangguan kesehatan mental, bisa
dilakukan dengan mengadakan pemberdayaan masyarakat melalui deteksi dini kesehatan jiwa
oleh puskesmas, lalu melakukan kolaborasi antara puskesmas dengan psikiater dan psikolog
dalam mengadakan penyuluhan kesehatan jiwa di masyarakat, melakukan pelayanan visit
kepada keluarga ODGJ, memanfaatkan media sebagai wadah untuk mendukung kesehatan
jiwa dan psikososial sebagai media promosi kesehatan jiwa.
Pada konsep Person in Environment, dijelaskan bahwa keberadaan individu pada sebuah
lingkungan akan saling mempengaruhi. Hadirnya individu akan menghasilkan kondisi yang
dinamis bagi lingkungannya, dan juga lingkungan secara langsung maupun tidak langsung
akan mempengaruhi individu dan berdampak pada perubahan di diri individu tertentu. Hal ini
menjelaskan bagaimana seseorang yang menderita gangguan kesehatan mental merupakan
hasil dari gagalnya individu dalam beradaptasi dengan lingkungan di sekitarnya. Pada konteks
seorang individu yang sudah terkena gangguan kesehatan mental, maka harus ada upaya
khusus untuk menangani hal tersebut.
Upaya penangangan atau upaya kuratif dalam ruang lingkup penyuluhan, peran
penyuluh yaitu harus bekerja sama dan berkolaborasi dengan pihak eksternal di bidang
kejiwaan, yaitu seperangkat tenaga medis yang biasa menangani gangguan kesehatan mental.
Menurut UU No. 18 tahun 2014, upaya kuratif (penanganan, pengobatan) merupakan kegiatan
pemberian pelayan kesehatan terhadap orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang mencakup
proses diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat sehingga ODGJ dapat berfungsi kembali
secara wajar di lingkungan keluarga, lembaga, dan masyarakat. Namun, ada hal yang masih
menjadi pertimbangan dalam penanganan gangguan kesehatan mental, yaitu minimnya
pelayanan dan fasilitas kesehatan jiwa di berbagai daerah Indonesia sehingga banyak penderita
gangguan kesehatan mental yang belum tertangani dengan baik.
Kesenjangan pengobatan gangguan jiwa di Indonesia mencapai lebih dari 90 persen.
Artinya, kurang dari 10 persen penderita gangguan jiwa yang mendapatkan layanan terapi oleh
petugas kesehatan. (Riskesdas,2018). Jumlah layanan kesehatan jiwa di Indonesia yang
terbatas, distribusi tidak merata dan kualitas yang bervariasi Saat ini fasilitas pelayanan
kesehatan yang member pelayanan kesehatan dalam bidang kesehatan jiwa terdiri dari 50 RSJ
dan 1 RSKO yang terdapat di 26 dari 34 provinsi di Indonesia (8 provinsi tanpa RSJ), 151 dari
445 RSU dengan layanan jiwa atau berjumlah 33 % RSU, dan 1934 (21,47%) dari 9005

8
puskesmas yang melayani kesehatan jiwa. Kemudian juga terdata 249 dari total 445 rumah
sakit umum di Indonesia yang bisa melayani segala macam perawatan kesehatan jiwa dan
hanya 30% dari 9000 puskesmas di seluruh Indonesia yang memiliki program layanan
kesehatan jiwa. (Rencana Aksi Kegiatan Derektoran Bina Kesehatan Jiwa, 2014).
Dalam konteks individu yang mengalami masalah kejiwaan atau gangguan kesehatan
mental dan sudah mendapatkan penanganan, maka dilanjutkan dengan upaya rehabilitasi
sebagai bentuk pemulihan. Upaya rehabilitasi ini merupakan kegiatan atau serangkaian
kegiatan pelayanan kesehatan jiwa yang ditujukan untuk mencegah atau mengendalikan
disabilitas, memulihkan fungsi sosial, memulihkan fungsi operasional, serta mempersiapkan
dan memberi kemampuan ODGJ agar mandiri di masyarakat. Dalam pelayanannya, upaya
rehabilitasi dilakukan dengan serangkaian kegiatan yang ditujukan untuk mengembalikan
bekas penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota
masyarakat yang berguna untuk dirinya dan masyarakat semaksimal mungkin sesuai dengan
kemampuannya. Adapun upaya rehabilitasi ini bisa dilakukan dengan memberi terapi
psikososial kepada orang yang mengalami gangguan kesehatan mental yang bisa dilaksanakan
di rumah sakit, klinik rawat jalan, pusat kesehatan jiwa, rumah.
B. Konsep Kesehatan Mental di Seluruh Tatanan Masyarakat
Masyarakat saat ini mulai melek akan pentingnya kesadaran dan perhatian terhadap
kesehatan mental. Hal tersebut tercermin dari hasil survey lembaga riset pasar dunia lpsos di
34 negara pada 2022 terhadap 23.507 responden. Sebanyak 36% responden survei
menyatakan, kesehetan mentak termasuk masalah kesehetan terpenting. Jika kita lihat trend
kesehatan mental saat ini, sudah tampak cukup banyak masyarakat yan merasa kesehatan
mental menjadi peran penting dalam kelangsungan hidup manusia. Kepekaan terhadap
kondisi mental diri sendiri sudah mulai diperhatikan oleh setiap individu, banyak yang
menempatkan kesehetan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik.
Jika kita lihat, kesadaran masyarakat Indonesia mengenai kesehatan mental mulai
meningkat. Karena jika kita lihat, sekarang sudah banyak beberapa komunitas, kampanye,
obrolan di media sosial dan karya film yang mengulas tentang kesehatan mental. Meski sudah
banyak yang aware akan kesehatan mental tapi masih ada juga masyarakat yang masih
menganggap tabu akanisu kesehatan mental, menganggap bahwa orang dengan masalah
kesehatan mental adalah ODGJ atau kerasukan setan. Banyak juga yang menganggap orang

9
dengan masalah kejiwaan kurang iman dan kurang dekat dengan sang pencipta, padahal orang
yang mengalami gangguan kesehetan mental memiliki banyak faktor seperti faktor genetik
atau kurangnya dukungan keluarga dan sosial.
Kesadaran akan pentingnya kesehatan mental tidak terbatasi oleh usia dan status sosial.
Untuk meningkatkan awareness mengenai kesehatan mental diperlukan pembangunan
kesadaran kesehatan menta secara menyeluruh. Seorang komunikator atau penyuluh dapat
berperan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat mengenai kesehatan mental terutama
masyarakat kuno atau masyarakat yang memang tidak mengikuti perkembangan zaman, hal
itu bisa kita lakukan dengan mengadakan seminar kesehatan mental di desa-desa bukan hanya
di media sosial.
Dalam tulisan yang berada di laman Diskominfo Prov.Kaltim, di dalamnya terdapat
informasi dari beberapa Psikiater, diantaranya:2
1. Psikiater SJD Atma Husada Mahakam, Dr. Yenny Sp. KJ menyampaikan hal pertama yang
dapat dilakukan adalah merubah stigma bahwa mental health atau kesehatan mental
merupakan hal yang tabu. “Disampaikan pasien, justru orang tua, keluarga dan lingkungan
sekita yang terkadang menyangkal atau tidak mengakui bahwa anak atau keluarganya
sedang sakit dan menunjukan gejala masalah kesehatan mental”.
2. Dr. Yenny juga menyampaikan hal tersebut menjadi tantangan untuk dapat memberikan
edukasi mengenai kesehatan mental kepada keluarga atau masyarakat setempat, karena
dukungan dari keluarga dan lingkungan berdampak baik pada pasien atau orang yang
sedang kurang sehat mentalnya.
3. Psikolog Elda Tralisa Puti pun menjelaskan peran lingkungan sekitar untuk mengamatai
adanya indikasi atau gejaa gangguan kesehatan mental.
4. Ketua Ikatan Psikologis Klinis Indonesia (IPK) Kaltim ini menyoroti adanya trend Self
Diagnose yang dilakukan oleh masyaakat terutama pada generasi muda. Self diagnose atau
upaya mendiagnosa diri sendiri sebenarnya menunjukan bahwa ada kesadaran masyarakat
terhadap kesehatan mental. Namun, tetap harus melibatkan peran professional untuk
menganalisa dan mendapatkan penanganan kebuh lanjut.
Trend mental health sudah mulai ada di tengah-tengah masyarakat, tetapi sayangnya
tidak diikuti dengan penanganan lebih lanjut. Bedasarkan data Riskesdas tahun 2018, terdapat

2
Wulandari (20220. Pentingnya Kesadaran Tentang Kesehatan Mental

10
6.7 per mil anggota rumah tangga di Indonesia yang menderita gangguan psikosis, namun
hanya 85% yang pernah mengakses pelayanan kesehatan untuk berobat. Rendahnya cakupan
ini salah satunya juga dipengaruhi oleh rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat yang
berhubungan dengan literasi kesehatan mental.
Literasi kesehatan mental adalah pengetahuan dan keyakinan mengenai gangguan-
gangguan mental yang membantu untuk rekognisi, manajemen, dan prevensi gangguan pada
kesehatan mental. 3 Jadi literasi kesehatan mental bukan sekedar memberikan pengetahuan
mengenai gangguan mental saja, tetapi juga memungkinkan pengetahuan tersebut dapat
memunculkan perilaku nyata yang dapat membantu diri sendiri maupun orang lain dalam hal
kesehatan mental. 4 Rendahnya literasi kesehatan mental juga dianggap menjadi penyebab
munculnya stigma pada gangguan dan layanan kesehatan mental, stigma yang kemudian di
internalisasi akan cenderung memunculkan self diagnose dan menyebabkan penurunan harga
diri5.
Pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai kesehatan mental harus terus di
tingkatkan, pengetahuan secara umum meliputi:

1. Pengetahuan tentang pencegahan gangguan mental.


2. Pengetahuan tentang kondisi dasar gangguan mental.
3. Pengetahuan tentang opsi pencarian pertologan dan pengobatan.
4. Pengetahuan tentang strategi pertolongan mandiri yang efektif untuk gangguan mental
ringan.
5. Keterampilan pertolongan pertama untuk mendukung orang lain yang mengalami
gangguan mental.

3
Handayani (2020). Metedologi Penelitian Sosial
4
Jorm (2000). Mental Health Literacy. Publik Knowledge and Belief About Mental Disorder
5
Kartikasari (2019). Hubungan Antara Literasi Kesehatan Mental. Stigma Diri Terhadap Intensi Mencari
Bantuan Pada Dewasa Awal

11
C. Perspektif Islam Terhadap Upaya Kesehatan Mental Di Seluruh Tatanan Masyarakat
Indikator sehat atau tidaknya mental umat manusia dipengaruhi oleh tiga hal yaitu iman,
ilmu, dan amal saleh atau perbuatan produktif. Hal ini menjelaskan bahwa seseorang dapat
menjaga kesehatan mentalnya dengan menggunakan dan mengeksploitasi tenaganya
(intelektual atau kognitif, emosional dan motivasi) dengan sebaik-baiknya dan membawa
kepada perwujudan kemanusiaanya (produktivitas) yang tidak bertentangan dengan kaedah-
kaedah atau moral/akhlak yang diatur dalam Islam.

Menurut Ibnu Sina (dalam el-Quussy,1996), sebagaimana di dalam Syarif ada beberapa
pernyataanya tentang kesehatan mental yakni:

1. Hasrat dan dorongan jiwa mengikuti imajinasi. Dalam hal ini imajinasilah yang
mendorong kehendak hasrat yang diinginkan.
2. Pengaruh pikiran terhadap tubuh, yaitu pengaruh emosi dan kemauan. Ibnu Sina
mengatakan berdasarkan pengalaman medisnya, bahwa sebenarnya secara fisik orang-
orang yang sakit, hanya dengan kekuatan dan keinginannya maka dapat menjadi sembuh
dan begitu pula dengan orang-orang sehat dapat menjadi benar-benar sakit bila
terpengaruh oleh pikirannya bahwa ia sakit.
3. Sungguh emosi yang kuat, seperti rasa takut dapat merusak tempramen organisme dan
menyebabkan kematian, dengan mempegaruhi fungsi-fungsi vegetatif: “ini terjadi apabila
suatu penilaian bersemayam di dalam jiwa: penilaian, sebagai suatu kepercayaan murni
tidak mempengaruhi tubuh, tetapi berpengaruh apabila kepercayaan ini diikuti rasa
gembira dan rasa sedih.
4. Rasa gembira atau sedih merupakan keadaan-keadaan mental dan keduanya memiliki
pengaruh di fungsifungsi vegetatif. Sebenarnya jika jiwa cukup kuat, jiwa dapat
menyembuhkan dan menyakitkan badan lain tanpa sarana apapun. Di sini Ibnu Sina
sangat maju dan melampaui psikologi modern yakni hipnosis dan sugesti.

Dalam perspektif islam, peranan agama sangat penting untuk diperhatikan terhadap
kesehatan mental di masyarakat. Mental tanpa agama akan menghasilkan dampak yang
kurang baik. Adapun yang sangat berkaitan antara agama dan kesehatan mental adalah
bahwa kesehatan mental sangat erat kaitannya dengan agama karena kuatnya iman seseorang

12
bisa dilihat dari seberapa dekat manusia dengan Allah SWT dan tanpa agama, kehidupannya
tidak akan berjalan dengan baik dan lancar (Susilawati, 2017).

Di Indonesia, usaha-usaha dan manfaat pelayanan untuk kesehatan mental masih


sangat terbatas, karena kesadaran orang masih sangat sedikit terhadap kesanggupan ahli jiwa
dalam menolong kesukaran yang dihadapinya. Untuk membantu pelayanan untuk kejiwaan
maka islam memberikan perannya dimana islam membuat sebuah terapiterapi yang
berdasarkan pada ajaran keislaman dan banyak diperankan oleh para tokoh agama atau guru
atau tarekat yang dianggap memiliki kelebihan-kelebihan kerohanian dan menerapkan serta
menyusun praktek-praktek itu dalam suatu kerangka ilmiah dan terapi keislaman (Wijiya,
1988).

Pentingnya terapi bagi manusia disebabkan karena manusia sudah banyak yang
tingkah lakunya menyimpang dari ketentuan agama, misalnya manusia lebih mengagung-
agungkan prinsip kelezatan dunia dari pada kepentingan akhiratnya. Terapi dalam Islam
disebutkan sebagai proses pengobatan dan penyembuhan suatu penyakit baik mental,
spiritual, moral maupun fisik dengan melalui bimbingan keagaman yang berdasarkan pada
Alquran. Secara empiris melalui bimbingan dan pengajaran Allah Swt yang berkaitan pada
mental, spiritual, akhlak dan fisik (Lubis,2016).

Dalam Alquran, diterangkan tentang penyembuhan penyakit kejiwaan, salah satu


ayat Alquran yang berisikan aspek penyembuhan bagi gangguan jiwa adalah pada surah Al-
Isra’ ayat 82 yang berbunyi :

‫قْ َُنز زُلَ ز ُ نَ َن‬ ُ ِ‫ُ ُن َح ُِ َُ ُْنز زُ زةمُ زحر‬


ُ ‫ٌءزم ِف َ زَو زَم ِ ُآَ ُر‬ ‫مةِ اُ يل ِ ينم ُ ُحْنز ِز َُِ َز زُ زل‬
َ ‫ر‬‫زا ز‬

Artinya: “Dan kami turunkan Alquran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-
orang yang beriman dan Alquran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim
selain kerugian.”

Ayat ini meyakinkan bahwa kesehatan memandang Islam sebagai hasil proses
penyembuhan, tidak diragukan lagi Alquran memiliki kekuatan spiritual yang luar biasa
dan mempunyai pengaruh mendalam atas diri manusia. Alquran membangkitkan fikiran,
menggugah kesadaran. Manusia yang berada dibawah pengaruh Alquran ini seakan
menjadi manusia yang baru terlahir kembali. Ayat-ayat dalam al-Qur’an menjadi penerapis

13
guna mengubah pemikiran, kepribadian individu dengan metode afektif, yaitu motivasi,
pengulangan, perhatian, pembagian belajar, dan perubahan secara bertahap.

Di samping itu secara kontekstual al-Qur’an mampu menerapi jiwa manusia dengan
mengamalkan ajaran Islam yang dimuat al-Qur’an melalui takwa, ibadah, sabar, zikir, dan
taubat. Oleh karena itu, dianjurkan jika mengalami gangguan kesehatan mental dapat
membaca atau dibacakan Al Quran (Mas’udi, 2017). Adapun terapi yang dapat diberikan
pada orang dengan gangguan kesehatan mental adalah dengan membaca himpunan doa-
doa, ayat-ayat Alquran, zikir-zikir dan hadis nabi, melakukan shalat malam, bergaul
dengan orang yang baik atau salih, puasa, mengikuti kajian-kajian islami atau majelis zikir,
serta melakukan pengobatan yang sesuai dengan syariat islam.

14
BAB 3

PENUTUP

Kesimpulan

Melihat meningkatnya angka penderita gangguan mental setiap tahunnya maka seharusnya
perawatan atau pengobatan yang ditawarkan juga semakin beragam, namun sayangnya hal ini tidak
berlaku di Indonesia dimana penderita gangguan kesehatan mental masih dianggap sebagai sesuatu
yang aneh dan penderitanya harus dikucilkan. Berbagai stigma diberikan pada penderita gangguan
kesehatan mental sehingga untuk keluarga penderitapun lebih memilih menutupi kondisi anggota
keluarganya. Hal ini sangat disayangkan mengingat di zaman sekarang ini masyarakat diberikan
berbagai opsi untuk pengobatan penderita gangguan kesehatan mental namun lebih memilih untuk
berobat ke dukun atau orang pintar karena masih beranggapan bahwa sakit mental atau sakit jiwa
itu dikarenakan adanya gangguan makhluk halus atau sebagainya. Oleh karena itu, sudah
seharusnya masyarakat diedukasi tentang kesehatan mental, dan bagaimana cara penanganannya,
agar penderita dapat diminimalisir kondisi buruk mentalnya dan masyarakat akan menghilangkan
pandangan-pandangan yang tidak sesuai terhadap para penderita gangguan kesehatan mental.
Maka dari itu, dalam menangani masalah kejiwaan atau gangguan kesehatan mental diperlukan
upaya preventif, pengembangan, penangana dan rehabilitasi yang berlaku di seluruh tatanan
masyarakat

Selain secara medis, untuk membantu pelayanan untuk kejiwaan maka islam memberikan
perannya dimana islam membuat sebuah terapi-terapi yang berdasarkan pada ajaran keislaman.
Terapi tersebut dapat dilakukan oleh orang lain atau pada diri sendiri seperti bersikap sabar,
membiasakan diri dalam melaksanakan dan mendisiplinkan kebiasaan terpuji, melakukan kegiatan
positif, meningkatkan keyakinan atas nilai-nilai tertentu (kebenaran, keindahan, kebajikan,
keimanan dan lainnya), membaca doa-doa, ayat-ayat Alquran, zikir-zikir dan hadis nabi,
melakukan shalat malam, bergaul dengan orang yang baik atau salih, puasa, mengikuti pengajian
dan pengobatan islami, mengikuti Majelis Zikir serta belajar Dakwah dan ilmu keislaman.

15
DAFTAR PUSTAKA

El-Quussy, Abdul Aziz. 1996. Ushus Al-Shihat Al-Nafsiyat, Terj; Zakiah Daradjat, Pokok-pokok
Kesehatan Jiwa/Mental, Jilid I. Jakarta: Bulan Bintang
Grace, Tandra, Mary (2020). Komunikasi Efektif Dalam Meningkatkan Literasi Kesehatan Mental.
Jurnal Komunikasi, 12(2), 191-210
Handayani, Ayubi, Anshari (2020). Literasi Kesehatan Mental Orang Dewasa Dan Penggunaan
Pelayanan Kesehatan Mental. Perilaku Dan Promosi Kesehatan: Indonesian Journal Of
Health Promotion And Behavior, 2(1), 9-17
Holistic Medicine, https://www.webmd.com/balance/guide/what-is-holistic-medicine#1
Jorm, A.F. (2000). Mental Health Literacy. Public Knowledge And Belief About Mental Disorder.
Journal Psychiatry. Nov; 177: 396-401
Kartikasari, Ariana (2019). Hubungan Antara Literasi Kesehatan Mental, Stigma Diri Terhadap
Intensi Mencari Bantuan Pada Dewasa Awal. https://doi.org/10.20473/jpkm.V4I22019.64
75
Kementerian Kesehatan RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Lembaga Penerbitan
Balitbangkes Kementerian Kesehatan RI.
http://labdata.litbang.kemkes.go.id/images/download/laporan/RKD/2013/Laporan_riskesd
as_2013_final.pdf
Kementerian Kesehatan RI. 2018. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian RI
Lahmuddin Lubis. 2016. Konseling dan Terapi Islami. Medan: Perdana Publishing, 2016.
Mas’Udi & Istiqomah. 2017. Terapi Qur’ani bagi Penyembuhan Gangguan Kejiwaan. Konseling
Religi: Jurnal Bimbingan Konseling Islam. Vol.8, No.1
Millenia, Mita. 2022. Minimnya Kesadaran Masyarakat Terhadap Kesehatan Mental dalam laman
website RSUP Dr. Sardjito: https://sardjito.co.id/2022/03/09/minimnya-kesadaran-
masyarakat-terhadap-mental-health/
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. (2019). Situasi Kesehatan Jiwa di Indonesia.
https://pusdatin.kemkes.go.id/
Ridiyani, Widiya. 2019. Kesehatan Mental Masa Kini Dan Penanganan Gangguannya Secara
Islami. Journal of Islamic and Law Studies. Vol.3, No.1. http://jurnal.uin-
antasari.ac.id/index.php/jils/article/view/2659

16
Rokom. (2021, October 7). Kemenkes Beberkan Masalah Permasalahan Kesehatan Jiwa di
Indonesia. Sehat Negeriku. https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-
media/20211007/1338675/kemenkes-beberkan-masalah-permasalahan-kesehatan-jiwa-di-
indonesia/
Susilawati (2017). Kesehatan mental Menurut Zakiah Daradjat. Skripsi. BKI. Fakultas dakwah dan
Ilmu Komunikasi UIN Raden Intan Lampung.
Suhartini, I. (2019). Keperawatan Holistik dan Aplikasi Intervensi Komplementer. Semarang: Tim
Magister Keperawatan Universitas Diponegoro.
https://core.ac.uk/download/pdf/200252679.pdf
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014. Kesehatan Jiwa.
https://ipkindonesia.or.id/media/2017/12/uu-no-18-th-2014-ttg-kesehatan-jiwa.pdf
Wijaya, Juhana. 1988. Psiklogi Bimbingan. Bandung.PT. Eresco Burhanuddin. Yusak. 1999.
Kesehatan Mental. Bandung: CV. Pustaka Setia

17

Anda mungkin juga menyukai