Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

PERANAN PSIKOTERAPI DALAM PEMBINAAN MENTAL

Dosen Pengampuh:

Prof. Dr. H. M. Sattu Alang, M.A.

Disusun Oleh:

Arman M (50200121058)

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAM KOMUNIKASI

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2023
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi, penulis mengucapkan puji dan syukur atas kehadirat Allah
Swt yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kami, sehingga kami
mampu menyusun makalah ini dengan judul “Peranan Psikoterapi Dalam
Pembinaan Mental” dengan tepat waktu. Begitupun shalawat dan salam kita
curahkan kepada Nabi Muhammad Saw keluarga begitupun sahabat-Nya.

Makalah ini disusun sebagai tugas dari Mata Kuliah Kesehatan Mental.
Selain itu, makalah ini juga disusun bertujuan untuk menambah wawasan tentang
peranan psikoterapi dalam membina mental bagi para pembaca terutama bagi
penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bpk Prof. Dr. H. M. Sattu


Alang, M.A. selaku dosen pengampuh pada Mata Kuliah Kesehatan Mental.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan makalah ini.

Makassar, 05 April 2023

Arman M

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................3
C. Tujuan...................................................................................................................3
BAB II...............................................................................................................................4
PEMBAHASAN...............................................................................................................4
A. Pembinaan Mental...............................................................................................4
B. Psikoterapi Dalam Pembinaan Mental...............................................................8
C. Metode Perawatan Kesehatan Mental Dalam Islam.......................................11
D. Metode Perawatan Kesehatan Mental Melalui Art Therapy..........................19
BAB III...........................................................................................................................22
KESIMPULAN..............................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................23

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan modern dewasa ini telah tampil dalam dua wajah yang
antagonistik. Di satu sisi modernisme telah berhasil mewujudkan
kemajuan yang spektakuler, khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan
dan teknologi. Di sisi lain, ia telah menampilkan wajah kemanusiaan yang
buram berupa kemanusiaan modern sebagai kesengsaraan rohaniah.
Modernitas telah menyeret manusia pada kegersangan spiritual. Ekses ini
merupakan konsekuensi logis dari paradigma modernisme yang terlalu
bersifat materialistik dan mekanistik, dan unsur nilai-nilai normatif yang
telah terabaikan. Hingga melahirkan problem-problem kejiwaan yang
variatif.
Ironisnya, masalah kejiwaan yang dihadapi individu sering
mendapat reaksi negatif dari orang-orang yang berada di sekitarnya.
Secara singkat lahirnya stigma ditimbulkan oleh keterbatasan pemahaman
masyarakat mengenai etiologi gangguan jiwa, di samping karena nilai-
nilai tradisi dan budaya yang masih kuat berakar, sehingga gangguan jiwa
sering kali dikaitkan oleh kepercayaan masyarakat yang bersangkutan.
Oleh karenanya, masih ada sebagian masyarakat yang tidak mau terbuka
dengan penjelasan-penjelasan yang lebih ilmiah (rasional dan obyektif)
dan memilih untuk mengenyampingkan perawatan medis dan psikiatris
terhadap gangguan jiwa.
Semua orang yang ada di dunia ini pasti ingin untuk hidup sehat,
karena kesehatan adalah harta yang tak ternilai harganya, banyak cara
yang di tempuh oleh semua orang untuk memperoleh kesehatan.
Seseorang dikatakan sehat tidak hanya dilihat dari segi fisiknya saja, tetapi
juga harus ditinjau dari segi kesehatan mentalnya. Mental merupakan salah
satu unsur pembentuk jiwa. Kesehatan mental sangat penting untuk selalu
dijaga, karena fisik yang kuat tak akan berarti tanpa mental jiwa yang

1
sehat. Tidak seorangpun yang tidak ingin menikmati ketenangan hidup,
dan semua orang akan berusaha mencarinya, meskipun tidak semuanya
dapat mencapai yang diinginkannya itu. Bermacam sebab dan rintangan
yang mungkin terjadi sehingga banyak orang yang mengalami
kegelisahan, kecemasan dan ketidak puasan.1
Hidup yang bermakna menjadi sebuah jawaban, maka dari situlah
kepribadian Islam menjadi harapan di tengah-tengah kemajemukan
masyarakat dan peradaban global. Sebagai alternatif, kesehatan mental
merupakan solusi melalui paradigma pendidikan untuk mengembangkan
sisi-sisi potensi kecerdasan qalbiyah baik secara spiritual, kognitif-
intelektual, afeksi-emosional dan psikomotor-amaliah.
Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari keluhan dan
gangguan mental baik berupa neurosis maupun psikosis (penyesuaian diri
terhadap lingkungan sosial).2 Zakiah Daradjat secara lengkap
mendefinisikan kesehatan mental dengan terwujudnya keserasian yang
sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya
penyesuaian diri antara individu dengan dirinya sendiri dan lingkungannya
berdasarkan keimanan dan ketakwaan.3 Dalam pengertian yang luas
kesehatan mental dapat diartikan sebagai terwujudnya keserasian yang
sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya
penyesuaian diri antara manusia dengan dirinya sendiri dan
lingkungannya, berlandaskan keimanan serta bertujuan untuk mencapai
hidup yang bermakna dan bahagia di dunia dan di akhirat.
Dari beberapa definisi kesehatan mental tersebut maka dapat
dipahami bahwa definisi kesehatan mental adalah terwujudnya keserasian
yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya
penyesuaian diri antara manusia dengan dirinya sendiri dan
lingkungannya, berlandaskan keimanan dan ketakwaan, serta bertujuan

1
Muhammad Mahmud, ‘Ilm al-Nafs al-Ma’ashir fi Dhaw’I al-Islam, (Jeddah, Dar al-Syuruq,
1984), hal. 227
2
Yusak Burhanuddin. Kesehatan Mental, (Bandung: Pustaka Setia, 1998), hal. 21
3
Zakiyah Drajat, Kesehatan Mental, (Jakarta: LP IAIN), hal. 76

2
untuk mencapai hidup yang bermakna yaitu bahagia di dunia dan di
akhirat. Dengan demikian fungsi-fungsi jiwa seperti pikiran, perasaan,
sikap jiwa, pandangan dan keyakinan hidup harus dapat saling membantu
dan bekerja sama satu dengan lainnya sehingga dapat tercapai
keharmonisan yang dapat menjauhkan orang dari perasaan ragu dan
bimbang serta terhindar dari kegelisahan dan pertentangan batin.
B. Rumusan Masalah
1. Apa peranan psikoterapi dalam pembinaan mental?
2. Bagaimana metode psikoterapi dalam membina mental?
C. Tujuan
1. Memahami peranan psikoterapi dalam pembinaan mental
2. Mengetahui bagaimana metode psikoterapi dalam membina mental

3
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pembinaan Mental
Pembinaan berasal dari kata “bina” yang mendapat awalan ke- dan
akhiran -an, yang berarti bangun atau bangunan. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, pembinaan berarti membina, memperbaharui, atau
proses, perbuatan, cara membina, usaha, tindakan, dan kegiatan yang
dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil
yang lebih baik.4
Mental diartikan sebagai kepribadian yang merupakan kebulatan
yang dinamik yang dimiliki seseorang yang tercermin dalam sikap dan
perbuatan atau terlihat dari psikomotornya. Dalam ilmu psikiatri dan
psikoterapi, kata mental sering digunakan sebagai ganti dari kata
personality (kepribadian) yang berarti bahwa mental adalah semua unsur-
unsur jiwa termasuk pikiran, emosi, sikap (attitude) dan perasaan yang
dalam keseluruhan dan kebulatannya akan menentukan corak laku, cara
menghadapi suatu hal yang menekan perasaan, mengecewakan atau
menggembirakan, menyenangkan dan sebagainya.
Para ahli dalam bidang perawatan jiwa, dalam masalah mental
telah membagi manusia kepada dua golongan besar, yaitu golongan yang
sehat mentalnya dan golongan yang tidak sehat mentalnya.
1. Golongan yang sehat mentalnya
Kartini Kartono mengemukakan bahwa orang yang memiliki
mental yang sehat adalah yang memiliki sifat-sifat yang khas antara
lain: mempunyai kemampuan untuk bertindak secara efesien, memiliki
tujuan hidup yang jelas, memiliki konsep diri yang sehat, memiliki
koordinasi antara segenap potensi dengan usaha-usahanya, memiliki
regulasi diri dan integrasi kepribadian dan memiliki batin yang tenang.

4
Pusat Pembinaan & Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1989), hal. 117

4
Disamping itu, beliau juga mengatakan bahwa kesehatan mental tidak
hanya terhindarnya diri dari gangguan batin saja, tetapi juga posisi
pribadinya seimbang dan baik, selaras dengan dunia luar, dengan
dirinya sendiri dan dengan lingkungannya.5
Menurut Dr. Jalaluddin dalam bukunya “Psikologi Agama”
bahwa:
“Kesehatan mental merupakan suatu kondisi batin yang
senantiasa berada dalam keadaan tenang, aman dan tentram, dan
upaya untuk menemukan ketenangan batin dapat dilakukan antara
lain melalui penyesuaian diri secara resignasi (penyerahan diri
sepenuhnya kepada Tuhan)”.6
Sedangkan menurut paham ilmu kedokteran, kesehatan mental
merupakan suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik,
intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan
perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain.
Zakiah Daradjat mendefenisikan bahwa mental yang sehat
adalah terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi-
fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri antara individu
dengan dirinya sendiri dan lingkungannya berdasarkan keimanan dan
ketakwaan serta bertujuan untuk mencapai hidup bermakna dan
bahagia di dunia dan akhirat. Jika mental sehat dicapai, maka individu
memiliki integrasi, penyesuaian dan identifikasi positif terhadap orang
lain. Dalam hal ini, individu belajar menerima tanggung jawab,
menjadi mandiri dan mencapai integrasi tingkah laku.
Dari beberapa defenisi yang telah dikemukakan di atas, maka
dapat dipahami bahwa orang yang sehat mentalnya adalah terwujudnya
keharmonisan dalam fungsi jiwa serta tercapainya kemampuan untuk
menghadapi permasalahan sehari-hari, sehingga merasakan
kebahagiaan dan kepuasan dalam dirinya. Seseorang dikatakan
5
Kartini Kartono, Hygiene Mental dan Kesehatan Mental dalam Islam, (Bandung: Mandar
Maju, 1989),
6
Djalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo, 1997), hal. 21

5
memiliki mental yang sehat, bila ia terhindar dari gejala penyakit jiwa
dan memanfatkan potensi yang dimilikinya untuk menyelaraskan
fungsi jiwa dalam dirinya
2. Golongan yang tidak sehat mentalnya
Golongan yang kurang sehat adalah orang yang merasa
terganggu ketentraman hatinya. Adanya abnormalitas mental ini
biasanya disebabkan karena ketidakmampuan individu dalam
menghadapi kenyataan hidup, sehingga muncul konflik mental pada
dirinya. Gejala-gejala umum yang kurang sehat mentalnya, yakni dapat
dilihat dalam beberapa segi, antara lain:
a. Perasaan, orang yang kurang sehat mentalnya akan selalu merasa
gelisah karena kurang mampu menyelesaikan masalahmasalah
yang dihadapinya.
b. Pikiran, orang yang kurang sehat mentalnya akan mempengaruhi
pikirannya, sehingga ia merasa kurang mampu melanjutkan sesutu
yang telah direncanakan sebelumnya, seperti tidak dapat
berkonsentrasi dalam melakukan sesuatu pekerjan, pemalas,
pelupa, apatis dan sebgainya.
c. Kelakuan, pada umumnya orang yang kurang sehat mentalnya
akan tampak pada kelakuan-kelakuannya yang tidak baik, seperti
keras kepala, suka berdusta, mencuri, menyeleweng, menyiksa
orang lain, dan segala yang bersifat negatif.

Dari penjelasan tersebut di atas, maka dalam hal ini tentunya


pembinaan yang dimaksud adalah pembinaan kepribadian secara
keseluruhan. Pembinaan mental secara efektif dilakukan dengan
memperhatikan faktor kejiwaan sasaran yang akan dibina. Pembinaan
yang dilakukan meliputi pembinaan moral, pembentukan sikap dan mental
yang pada umumnya dilakukan sejak anak masih kecil. Pembinaan mental
merupakan salah satu cara untuk membentuk akhlak manusia agar
memiliki pribadi yang bermoral, berbudi pekerti yang luhur dan bersusila,

6
sehingga seseorang dapat terhindar dari sifat tercela sebagai langkah
penanggulangan terhadap timbulnya kenakalan remaja.
Pembentukan sikap, pembinaan moral dan pribadi pada umumnya
terjadi melalui pengalaman sejak kecil. Agar anak mempunyai kepribadian
yang kuat dan sikap mental yang sehat serta akhlak yang terpuji, semuanya
dapat diusahakan melalui penglihatan, pendengaran, maupun perlakuan
yang diterimanya dan akan ikut menentukan pembinaan pribadinya.
Pembinaan mental/jiwa merupakan tumpuan perhatian pertama
dalam misi Islam. Untuk menciptakan manusia yang berakhlak mulia,
Islam telah mengajarkan bahwa pembinaan jiwa harus lebih diutamakan
daripada pembinaan fisik atau pembinaan pada aspek-aspek lain, karena
dari jiwa yang baik inilah akan lahir perbuatan-perbuatan yang baik yang
pada gilirannya akan menghasilkan kebaikan dan kebahagiaan pada
seluruh kehidupan manusia lahir dan batin.
Menurut Quraisy Shihab dalam bukunya “Membumikan Al-
Qur’an” bahwa:
“Manusia yang dibina adalah makhluk yang mempunyai unsur-
unsur jasmani (material) dan akal dan jiwa (immaterial). Pembinaan
akalnya menghasilkan keterampilan dan yang paling penting adalah
pembinaan jiwanya yang menghasilkan kesucian dan akhlak. Dengan
demikian, terciptalah manusia dwidimensi dalam suatu keseimbangan”.7
Dengan demikian, pembinaan mental adalah usaha untuk
memperbaiki dan memperbaharui suatu tindakan atau tingkah laku
seseorang melalui bimbingan mental/ jiwanya sehingga memiliki
kepribadian yang sehat, akhlak yang terpuji dan bertanggung jawab dalam
menjalani kehidupannya.

B. Psikoterapi Dalam Pembinaan Mental

7
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Tematik Atas Berbagai Persoalan Umat,
(Bandung, Mizan, 2007), hal. 367

7
Psikoterapi (perawatan jiwa) tidak ditujukan kepada orang-orang
yang menderita penyakit jiwa saja, akan tetapi lebih banyak diperlukan
oleh orang-orang yang sebenarnya tidak sakit. Akan tetapi terhadap orang-
orang yang tidak mampu menghadapi kesukaran-kesukaran hidup sehari-
hari dan tidak pandai memecahkan berbagai persoalan-persoalan rumit
yang dihadapinya sehingga merasa tidak bahagia dalam hidupnya.8
Jika kita ingin merubah mental seseorang maka perlulah lebih
dahulu kita fahami sikap mental orang tersebut dan selanjutnya kita
usahakan supaya kita mengerti pula akan diri dan sikapnya, setelah itu
barulah ia bantu dalam usahanya mencapai kesehatan mentalnya kembali.
Jik hal ini dapat dilakukan, maka barulah dapat dilaksanakan pembinaan
mental kembali pada tiap-tiap anggota masyarakat. Kalau mental orang
sudah sehat, barulah kita mengatakan pembinaan telah berhasil.9
Kemerosotan akhlak adalah akibat langsung dari kegoncangan
jiwa. Orang yang sehat mentalnya akan berusaha selalu mencari
ketenangan dan kebahagiaan bersama, bukan untuk dirinya saja, tetapi
juga untuk orang lain. Tingkah lakunya akan diukur dan dikendalikan
sedemikian rupa, supaya tidak ada orang yang merasa kecil hati olehnya.
Maka orang yang sehat mentalnya, merasa bahwa ia harus menghindari
akhlak yang tidak baik, seperti penyelewengan-penyelewengan, merusak
hak atau kepentingan harta orang lain. Kenakalan anak-anak, kerusakan
moral orang dewasa yang membawa akibat yang tidak baik atas suasana
rumah tanganya sendiri dan orang lain adalah karena ketenangan jiwanya
terganggu.
Bagi mental-mental yang telah terganggu, telah terlalu jauh dari
ketenangan dan kebahagiaan, perlu bantuan ahli dibidang itu, akan tetapi
tidak berarti bahwa ketenangan jiwa dan kesehatan mentalnya itu hanya
dicapai dengan psikoterapi yang bersifat khusus diklinik jiwa saja. Hal itu

8
Zakiyah, Hasil wawancara dengan penulis yang sudah tertulis dalam buku yang
berjudul Do’a Menunjang sengant hidup, (Jakarta: Ruhama)
9
Zakiyah Darajt, Pranan Agama dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung,
1969), hal. 83

8
pula bisa dilakukan secara masal dan tidak langsung, dengan syarat bahwa
tiap-tiap orang dengan caranya sendiri-ssendiri berusaha menerima dirinya
dan bertindak sesuai dengan kemampuan yang ada padanya. Ia harus
berusaha mengurangi atau menghilangkan samasekali ambisi-ambisi yang
terlalu tinggi dan berbeda dengan kemampuan yang ada padanya.
Kalau kita perhatikan orang-orang dalam kehidupan sehari-hari,
akan bermacam-macamlah terlihat. Ada orang yang kelihatannya selalu
gembira dan bahagia, walau apapun keadaan yang dihadapinya. Dia
disenangi orang, tidak ada yang membenci maupun tidak menyukainya,
dan pekerjaannya selalu berjalan dengan lancar. Sebaliknya ada pula orang
yang sering mengeluh dan bersedih hati, tidak cocok dengan orang lain
dalam pekerjaan tidak semangat serta tidak dapat memikul tanggungjawab.
Hidupnya dipenuhi kegelisaan, kecemasan dan ketidakpuasan dan
mudah diserang oleh penyakit-penyakit yang jarang dapat diobati. Mereka
tidak pernah merasakan kebahagiaan. Disamping itu ada pula orang yang
dalam hidupnya suka mengganggu, melanggar hak ketenangan orang lain,
suka mengadu domba, memfitnah, menyeleweng, menganiaya, menipu
dan sebagainya.
Gejala-gejala yang menggelisahkan masyarakat itulah yang
mendorong para ahli ilmu jiwa untuk berusaha menyelidiki apa yang
menyebabkan tingkah laku orang berbeda, kendatipun kondisinya sama.
Juga apa sebabnya ada orang yang tidak mampu mendapatkan ketenangan
dan kebahagiaan dalam hidup ini.10
Memang psikoterapi secara intensif tidak dibutuhkan oleh semua
orang, akan tetapi banyak orang yang membutuhkan sekedar bantuan yang
merupakan psikoterpi ringan untuk mencapai ketenangan jiwa dan
kebahagiaan dalam hidup. Akan tetapi perawatan jiwa tidak seluruhnya
tergantung pada bantuan atau pertolongan ahli jiwa.

10
Zakiyah Drajat, Pranan Agama dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 1969),
hal. 87

9
Perawatan jiwa, mengembalikan ketenangan jiwa dapat pula
dilakukan dengan beragama sungguh-sungguh, karena agama itu sendiri
psikoterapi. Hanya saja banyak sekali terdapat orang yang beragama
setengah-setengah, artinya kepercayaan kepada Tuhan kurang dapat
dimanfaatkan untuk dirinya sendiri, dimana agamanya tidak digunakan
untuk mengatur dan mengendalikan sikap dan tindakannya. Banyak pula
orang-orang yang menggunakan agamanya untuk mencari kekayaan,
pengaruh pangkat dan memenuhi keinginan-keinginan yang sebenarnya
kurang baik menurut ajaran agama itu sendiri.11
Menurut Zakiyah Drajat dalam bukunya “Kesehatan Mental”
berpendapat bahwa:
Kesehatan mental adalah pengetahuan dan perbuatan yang
bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan gejala potensi, bakat
dan pembawaan yang ada semaksimal mungkin, sehingga membawa
kepada kebahagiaan diri dan orang lain, serta terhindar dari gangguan-
gangguan dan penyakit jiwa.12
Definisi ini mendorong orang memperkembangkan dan
memanfaatkan segala potensi yang ada. Jangan sampai ada bakat yang
tumbuh dengan tidak baik, atau yang digunakan dengan cara yang tidak
membawa kepada kebahagiaan, yang mengganggu hak dan kepentingan
orang lain. Bakat yang tidak tumbuh dan berkembang dengan baik, akan
membawa kegelisaan dan pertentangan dengan bathin. Dalam pergaulan
orang atau dengan keluarga akan terlihat dengan kaku dan mungkin sekali
akan tidak mengindahkan orang, karena ia merasa menderita, sedih, marah
kepada dirinya dan orang lain.
Perlu di ingat bahwa kesehatan mental itu adalah relative, dimana
keharmonisan yang sempurna antara seluruh fungsi-fungsi tubuh itu tidak
ada. Yang dapat diketahui adalah berapa jauh jaraknya seseorang dari
kesehatan mental yang normal. Kadang-kadang orang menyangka, bahwa
11
Zakiyah Drajat, Pranan Agama dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 1969),
hal. 88
12
Zakiyah Drajat, Kesehatan Mental, (Jakarta: LP IAIN, 1985)

10
setiap ada ketidaknormalan akan tergolong pada gangguan jiwa. Padahal
orang-orang yang terlalu bodoh atau terlalu cerdas, biasanya bukanlah
karena gangguan jiwanya, tapi adalah karena bedanya batas-batas
kemampuan yang ada padanya.
Memang dalam keadaan tertentu, terganggunya kesehatan mental
dapat menyebabkan orang tidak mampu menggunakan kecerdasannya.
Akan tetapi keabnormalan dalam emosi dan tindakan adalah karena
disebabkanterganggunya kesehatan mental, misalnya perasaan marah.
Pada suasana tertentu orang kadang-kadang harus marah, tapi kalau ada
orang yang tidak pernag marah, wal;au bagaimanapun orang
mengganggunya, maka ia dalam hal ini tidak normal. Sebaliknya kalau ia
sering marah marah tanpa sebab atau oleh sebab-sebab yang remeh,
mungkin ada gangguan pada kesehatan mentalnya. Demikian pula emosi-
emosi yang lain, seperti curiga, takut, gembira, dan sebagainya.13
Jadi yang menentukan ketenangan dan kebahagiaan hidup adalah
kesehatan mental. Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap pasien-
pasien yang terganggu kesehatan mentalnya, dapat disimpulkan bahwa
kesehatan mental yang terganggu dapat mempengaruhi keseluruhan hidup
seseorang diantaranya adalah perasaan, pikiran/kecerdasan, kelakuan dan
kesehatan badan. Hal ini semua tergolong kepada gangguan jiwa,
sedangkan yang tergolong sakit jiwa adalah jauh lebih berat.14
C. Metode Perawatan Kesehatan Mental Dalam Islam
Dalam Islam, ada tiga pola yang dikembangkan untuk mengungkap
metode perolehan dan pemeliharaan kesehatan mental. Diantaranya yaitu
pertama, metode Tahalli, Takhalli, dan Tajalli. Kedua, metode Syariah,
Thariqah, Haqiqah, dan Ma’rifat. Serta ketiga, metode Iman, Islam, dan
Ihsan. Di sini, kita lebih cenderung memilih pola yang ketiga.15

13
Zakiyah Drajat, Pranan Agama dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 1969),
hal. 89
14
Zakiyah Drajat, Pranan Agama dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 1969),
hal. 89

15
Yusak Burhanuddin, Kesehatan Mental, (Bandung: Pustaka Setia, 1998), hal. 74

11
1. Metode Imaniyah
Iman secara harfiah diartikan dengan rasa aman (al-aman) dan
kepercayaan (al-amanah). Orang yang beriman berarti jiwanya merasa
tenang dan sikapnya penuh keyakinan dalam menghadapi problem
kehidupan. Dengan Iman, seseorang memiliki tempat bergantung,
tempat mengadu, dan tempat memohon apabila ia ditimpa problema
atau kesulitan dalam hidup, baik yang berkaitan dengan perilaku fisik
maupun psikis. Ketika seseorang telah mengerahkan daya upayanya
secara maksimal untuk mencapai satu tujuan, namun tetap mengalami
kegagalan, tidak berarti kemudian ia putus asa atau malah bunuh diri.16
Keimanan akan mengarahkan seseorang untuk mengoreksi diri
apakah usahanya sudah maksimal atau belum. Sejalan dengan hukum-
hukum-Nya atau tidak. Jika sesuai dengan hukum-hukum-Nya, tetapi
masih menemui kegagalan, hal yang perlu diperhatikan adalah hikmah
dibalik kegagalan tersebut. Apakah Allah Swt menguji kualitas
keimanannya melalui kegagalan ataukah Dia mengasihi hamba-Nya
yang shaleh supaya ia tidak sombong atau angkuh ketika memperoleh
kesuksesan. Keimanan mempunyai pengaruh yang besar terhadap
manusia. Pengaruh itu terutama membuat manusia percaya pada diri
sendiri, meningkatkan kemampuannya untuk sabar dan kuat
menanggung derita kehidupan, membangkitkan rasa tenang dan
tenteram dalam jiwa, menimbulkan kedamaian hati dan memberi
perasaan bahagia.17
Keimanan kepada Allah Swt dibarengi dan diikuti oleh
ketakwaan kepada-Nya. Pengertian takwa dalam bahasan Al-Qur’an
banyak, di antaanya takut (yang berarti takut melanggar ketentuan
Allah Swt), menjaga atau membentengi diri dari berbagai dorongan
yang tercela dan perbuatan mungkar, menjaga diri dari tingkah laku

16
Yusak Burhanuddin, Kesehatan Mental, (Bandung: Pustaka Setia, 1998), hal. 74
17
Yusak Burhanuddin, Kesehatan Mental, (Bandung: Pustaka Setia, 1998), hal. 75

12
yang tidak terpuji. Keimanan yang direalisasikan secara benar akan
membentuk kepribadian mukmin yang membentuk enam karakter:
a. Karakter Rabbani, yaitu karakter yang mampu
mentransinternalisasikan (mangambil dan mengamalkan) sifat-sifat
dan asma-asma Allah Swt ke dalam tingkah laku nyata sebatas
pada kemampuan manusiawinya.
Proses pembentukan karakter rabbani dapat ditempuh
melalui tiga tahap, yaitu:
1) Proses Ta’alluq, adalah menggantungkan kesadaran diri dan
pikian kepada Allah dengan cara berpikir dan berzikir kepada-
Nya.
2) Proses Takhalluq, adalah adanya kesadaran diri untuk
mentransinternalisasikan sifat-sifat dan asma-asma Allah Swt
sebatas pada kemampuan manusiawinya. Proses ini dilakukan
sebab fitrah manusia memilki potensi asma al-husna.
3) Proses Tahaqquq, adalah kesadaan diri akan adanya kebenaran,
kemuliaan, keagungan Allah Swt, sehingga tingkah lakunya
didominasi oleh-Nya.
b. Karakter Malaki, yaitu karakter yang mampu
mentransinternalisasikan sifat-sifat malaikat yang agung dan
muliah.
c. Karakter Qur’ani, yaitu mampu mentransinternalisasikan nilai-
nilai Al-Qur’an dalam tingkah laku nyata. Karakter kepribadian
qurani di antaranya adalah membaca, memahami, dan
mengamalkan ajaran yang terkandung di dalam Al-Qur’an dan
Sunnah Rasul Saw, sebab ia memberikan petunjuk (al-hidayah),
rahmah (al-rahmah), berita gembira (al-tabsyir) bagi orang muslim
yang bertaqwa, serta memberikan wawasan yang totalitas untuk
semua aspek kehidupan umat manusia.
d. Karakter Rasuli, yaitu karakter yang mampu
mentransinternalisasikan sifat-sifat rasul yang mulia. Karakter

13
kepribadian rasuli di antaranya adalah jujur (al-shiddiq), dapat
dipercaya (al-amanah), menyampaikan informasi atau wahyu (al-
tabligh), dan cerdas (al-fathonah).
e. Karakter yang berwawasan dan mementingkan masa depan (hari
akhir), karakter ini menghendaki adanya karakter yang
mementingkan jangka panjang daripada jangka pendek atau
wawasan masa depan daripada masa kini, memiliki sikap tanggung
jawab, melakukan sholat, zakat, dan selalu bertaqwa), tingkah
lakunya penuh perhitungan sebab nanti semuanya diperhitungkan
(hisab).
f. Karakter Takdiri, yaitu karakter yang menghendaki adanya
penyerahan dan kepatuhan pada hukum-hukum, aturan-aturan, dan
sunnah-sunnah Allah Swt. Karakter ini di antaranya adalah
mengetahui dan mematuhi sunnah-sunnah Allah Swt, baik sunnah
qurani amaupun sunnah kauni.18
2. Metode Islamiyah
Islam secara etimologi memiliki tiga makna, yaitu penyerahan
dan ketundukan (al-silm), perdamaian dan keamanan (al-salm), dan
keselamatan (al-salamah). Realisasi metode Islam dapat membentuk
kepribadian muslim (syakhshiyah al-muslim) yang mendorong
seseorang untuk hidup bersih, suci dan dapat menyesuaikan diri dalam
setiap kondisi.19
Kondisi seperti itu merupakan syarat mutlak bagi terciptanya
kesehatan mental. Kepribadian muslim menimbulkan lima karakter
ideal yaitu:
a. Karakter Syahadatain, yaitu karakter yang mampu menghilangkan
dan membebaskan diri dari segala belenggu dan dominasi tuhan-
tuhan temporal dan relatif, seperti materi dan hawa nafsu.

18
Abdul Mujib & Mudzakir, Jusuf, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafind
Persada, 2001), hal. 227
19
Abdul Mujib & Mudzakir, Jusuf, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: PT Raja
Grafind Persada, 2001), hal. 229

14
b. Karakter Mushalli, yaitu karakter yang mampu berkomunikasi
dengan Allah Swt (ilahi) dan dengan sesama manusia (insani).
Komunikasi ilahiah ditandai dengan takbir, sedang komunikasi
insaniah ditandai dengan salam. Karakter ini juga menghendaki
kesucian lahir dan batin. Kesucian lahir diwujudkan dalam wudhu,
sedang kesucian batin diwujudkan dalam bentuk keikhlasan dan
kekhusyukan. Ia juga menghendaki adanya konsentrasi penuh
tanpa diganggu oleh dominasi minuman keras, narkoba atau zat
adiktif lainnya.
c. Karakter Muzakki, yaitu karakter yang berani mengorbankan
hartanya untuk kebersihan dan kesucian jiwanya. Karakter ini
menghendaki adanya pencarian harta secara halal dan
mendistribusikannya dengan cara yang halal pula juga menuntut
adanya produktifitas dan kreativitas.
d. Karakter Sha’im, yaitu karakter yang mampu mengendalikan dan
menahan nafsu-nafsu rendah dan liar diantaranya adalah menahan
makan, minum, hubungan seksual pada waktu dan tempat yang
dilarang.
e. Karakter Hajji, yaitu karakter yang mau mengorbankan harta,
waktu, bahkan nyawa demi memenuhi panggilan Allah Swt.
Karakter ini menghasilkan jiwa yang egaliter, memiliki wawasan
inklusif dan pluralistik, melawan kebatilan, serta meningkatkan
wawasan wisata spiritual.20
3. Metode Ihsaniyah
Ihsan secara bahasa berarti baik. Orang yang baik (muhsin)
adalah orang yang mengetahui akan hal-hal baik, mengaplikasikan
dengan prosedur yang baik, dan dilakukan dengan niatan baik pula.
Metode ini apabila dilakukan dengan benar akan membentuk

20
Abdul Mujib & Mudzakir, Jusuf, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafind
Persada, 2001), hal. 229

15
kepribadian muhsin (syakhshiyah al-muhsin) yang dapat ditempuh
melalui beberapa tahapan, yaitu:
a. Tahapan pertama (al-hidayah)
Tahapan ini disebut juga tahapan takhalli. Takhalli adalah
mengosongkan diri dari segala sifat-sifat kotor , tercela, dan
maksiat.
b. Tahapan kesungguhan dalam menempuh kebaikan (al-
mmujahadat)
Pada tahapan ini kepribadian seseorang telah bersih dari
sifat-sifat tercela dan maksiat, kemudian ia berusaha dengan
sungguh-sungguh untuk mengisi diri dengan tingkah laku yang
baik. Tahapan ini disebut juga tahalli. Tahalli adalah upaya
mengisi diri dengan sifat-sifat yang baik. Tahapan ini harus
ditopang oleh tujuh pendidikan dan latihan psiko-pisik. Tujuh
pendidikan itu adalah:
1) Musyarathah, yaitu memberikan dan menentukan syarat bagi
diri sendiri, melalui cara membekali diri dengan iman dan ilmu
pengetahuan, memperingati diri menjauhi segala maksiat dan
mendekati perbuatan baik.
2) Muraqabah, yaitu mawas diri dari perbuatan ma’siat agar
selalu dekat kepada Allah Swt. Kedekatan Allah Swt dengan
manusia sangat tergantung pada kedekatan manusia. Jika
manusia mendekat, niscaya Allah mendekat, tetapi jika
manusia menjauh niscaya Allah menjauh. Jika manusia
mendekat selangkah, maka Allah mendekat dua, tiga, atau tak
terhingga kedekatan-Nya dengan manusia. Namun jika
manusia menjauh selangkah, maka Allah tidak menjauh
melebihi manusia. Allah Swt Maha Adil Yang tidak pernah
menzalimi hamba-Nya, bahkan sifat Rahman dan Rahim-Nya
lebih dahulu dan lebih dekat dari pada sifat Ghadhaf (marah)-
Nya.

16
3) Muhasabah, yaitu membuat perhitungan tehadap tingkah laku
yang diperbuat. Apakah perbuatan yang dilakukan hari ini lebih
baik dari pada hari-hari kemarin. Jika lebih jelek maka ia harus
beristighfar dan berusaha memperbaikinya. Jika sama berarti
kehidupannya statis dan tidak memperoleh nilai lebih sama
sekali. Jika ternyata lebih baik maka harus disyukuri dan tetap
dilakukan secara istiqamah.
4) Mu’aqobah, yaitu menghukum diri karena melakukan
keburukan. Cara menghukum diri tidak seperti umat-umat
terdahulu dengan cara bunuh diri, baik secara personal maupun
massal, melainkan dengan cara berbuat baik, sebab perbuatan
baik dapat menghapus perbuatan buruk.
5) Mujadalah, yaitu bersungguh-sungguh berusaha menjadi baik.
Dalam kesungguhan itu, seseorang tidak lagi memperdulikan
pengorbanan yang telah dikeluarkan, baik dengan harta
maupun jiwa. Dalam mujahadah diperlukan adanya jihad dan
ijtihad, sedangkan jihad yang paling berat adalah melawan
hawa nafsu.
6) Mu’atabah, yaitu menyesali diri atas perbuatan dosanya. Cara
penyesalan itu dengan bertaubat, yaitu kembali pada hukum-
hukum dan aturan-aturan Allah Swt. Manusia yang baik tidak
berarti manusia yang tidak pernah melakukan dosa, tetapi
manusia yang baik adalah manusia yang apabila melakukan
dosa dan maksiat ia segera menyadarinya dan berusaha untuk
tidak mengulangi lagi dengan sekuat tenaga.21
7) Mukasyafah, yaitu membuka penghalang atau tabir agar
tersingkap semua rahasia Allah Swt. Pada level ini, tabir
(hijab) yang menghalangi antara manusia dan rahasia Tuhan
mulai hilang dan tersingkap, sehingga seseorang mengetahui

21
Abdul Mujib & Mudzakir, Jusuf, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: PT Raja
Grafind Persada, 2001), hal. 239

17
hukum-hukum dan rahasia Tuhan secara haqq al-yaqin. Ketika
seseorang telah memperoleh kasyaf maka pola hidupnya selalu
baik dan benar terhindar dari hal-hal yang mungkar, dan dapat
mengantarkan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Ketidak bahagiaan seseorang sesungguhnya disebabkan oleh
ketidak tahuannya cara dan hukum yang ditempuh untuk
memperoleh kebahagiaan itu.22
c. Tahap merasakan (al-muziqat)
Pada tahapan ini, seorang hamba tidak sekadar menjalankan
perintah khaliknya dan menjauhi larangan-Nya, namun ia merasa
kelezatan, kedekatan, kerinduan, dengan-Nya, tahapan ini disebut
tajalli. Tahapan ketiga ini bagi para sufi baiasanya didahului oleh
dua proses, yaitu al-fana dan al-baqa. Seseorang apabila mampu
menghilangkan wujud jasmania dengan cara menghilangkan nafsu-
nafsu inklusifnya dan tidak terikat oleh materi atau lingkungan
sekitar, maka ketika ini ia telah disebut al-fana. Kondisi itu
kemudia beralih kepada kebaqaan waujud ruhaniyah yang ditandai
dengan tetapnya sifat-sifat ketuhanan.
Ketika tahapan tersebut telah dilalui maka muncullah apa
yang disebut dengan al-hal, yaitu kondisi spiritual yang mana sang
pribadi telah mencapai kebahagiaan tertinggi yang dicita-
citakannya. Kondisi ini merupakan karunia dan rahmat dari Allah
Swt dan tidak dapat diusahakan sewaktu-waktu. Ia datang secara
tiba-tiba dan hilang secara tiba-tiba pula. Sesaat dalam al-hal dapat
dirasakan dan dinikmati oleh sang pribadi selama betahun-tahun,
sebab al-hal telah memasuki dimensi ilahiyah yang ukurannya
tidak terbatas oleh ruang dan waktu sekalipun.23

22
Abdul Mujib & Mudzakir, Jusuf, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafind
Persada, 2001), hal. 239
23
Abdul Mujib & Mudzakir, Jusuf, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: PT Raja
Grafind Persada, 2001), hal. 240

18
D. Metode Perawatan Kesehatan Mental Melalui Art Therapy
Tahukah Anda bahwa Art Therapy merupakan salah satu metode
yang dapat dilakukan guna sebagai pemulihan kesehatan mental atau
membina mental. Art Therapy ini dilakukan dengan menuangkan emosi
yang ada dalam diri dari penderita gangguan kesehatan mental dalam
bentuk berupa karya seni. Banyak cara yang tentunya dapat dilakukan
dalam Art Therapy, entah itu mulai dari menggambar sesuatu, mewarnai
hingga tahap membuat sesuatu yang berbentuk patung dari tanah liat.
Tujuan dari Art Therapy itu sendiri adalah untuk memanfaatkan
suatu proses kreatif dalam membantu seseorang mengenal diri, sehingga
hasilnya orang tersebut akan bisa dengan mudah menghadapi suatu
permasalahan pada dirinya. Berikut ini adalah beberapa cara meningkatkan
kesehatan mental atau membina mental dengan metode Art Therapy:24
1. Mengeksplorasi terapi seni itu sendiri
Dalam terapi ini, ada baiknya untuk mempelajari arti setiap
seni untuk memahami apa saja yang ada dalam proses ini. Meskipun
begitu, jika anda mengalami kendala dalam mengeksplorasi terapi seni
itu sendiri, ada baiknya bekerja sama dengan terapis yang sudah
terlatih dan berlisensi.
2. Mencoret-coret dengan menutup mata
Sebelum anda memulai mencoret-coret, ada baiknya rileks
(santai) selama beberapa menit dengan mendengarkan berbagai musik
yang menenangkan. Dengan begitu anda akan lebh santai/rileks dalam
mencoret-coret. Jika sudah, maka siapkan kertas selembar kertas
kosong berukuran besar lalu tempatkan kertas pada atas meja dan

24
dr. Alvin Saputra, Art Therapy: Cara Unik dan Beda Dalam Meningkatkan Kesehatan
Mental, diakses dari https://aido.id/health-articles/art-therapy-cara-unik-dan-beda-dalam-
meningkatkan-kesehatan-mental/detail pada tanggal 05 April 2023 Jam 20:20 Wita.

19
siapkan krayon. Jika semua sudah disiapkan maka pejamkan mata lalu
mulailah mencoret-coret, setelah itu buka mata dan lihat hasilnya.

3. Mendesain Potret Diri


Adapun cara lain untuk meningkatkan kesehatan mental dengan
metode Art Therapy ini adalah dengan mendesain potret sendiri
menggunakan peralatan gambar yang dimiliki, bahan kolase atau
apapun yang tentunya akan anda gunakan untuk membuat potret diri.
Tentunya semua bahan bisa dipakai dan cara ini guna untuk
mengkomunikasikan bagaimana kita melihat diri sendiri.
4. Membuat buku gambar untuk menenangkan diri
Dengan cara ini, Anda dapat menuangkan kreativitas yang ada
pada pikiran itu sendiri. Jika sudah membuat buku gambar sendiri,
maka tidak lupa untuk selalu menambahkan isi halaman pada buku itu
guna untuk mengetahui perubahan yang anda buat seiring waktu. Dan
keluarkan buku anda ketika dirasa perlu untuk menenangkan diri.
5. Menganalisis karya sendiri
Dengan menganalisis karya yang sudah dibuat, itu akan
mengajari Anda bagaimana cara mengobservasi diri dan juga
kemampuan apa yang berguna untuk mengenali lalu mengelola
perilaku tersebut. Karya lama Anda mungkin mempunyai makna baru
ketika menganalisisnya lebih detail.25

Dalam melakukan terapi seni, tentunya mempunyai manfaat


tersendiri. Berikut adalah beberapa manfaat dari melakukan terapi seni
(Art Therapy):
1. Menemukan jati diri sendiri

25
dr. Alvin Saputra, Art Therapy: Cara Unik dan Beda Dalam Meningkatkan Kesehatan
Mental, diakses dari https://aido.id/health-articles/art-therapy-cara-unik-dan-beda-dalam-
meningkatkan-kesehatan-mental/detail pada tanggal 05 April 2023 Jam 20:20 Wita.

20
Melakukan aktivitas seni tentunya dapat membantu seseorang
untuk mendekatkan diri lalu mengenai dan mengetahui apa yang tidak
disadari.

2. Meluapkan amarah
Terapi seni ini membantu orang-orang dalam meluapkan
amarah dan menyalurkannya melalui sebuah gambar. Emosi itu sendiri
ada berbagai jenis seperti kemarahan, kesedihan atau bahkan mungkin
kebahagiaan yang kadang itu sendiri sulit untuk diungkapkan melalui
kata-kata. Ketika emosi tersebut sudah disalurkan maka menghasilkan
suatu karya yang dapat membantu dalam fasilitas mereka.
3. Berpikir Inovatif
Kegiatan seni tentunya memiliki dampak positif pada
peningkatan kemampuan berpikir yang inovatif dalam mencapai studi.
4. Mengurangi stres
Tentunya setiap orang akan mengalami stres ketika
menemukan masalah pada hidupnya. Stres itu sendiri dapat
diakibatkan oleh berbagai faktor pemicu seperti faktor lingkungan.
Menghadapi kecemasan maupun depresi bisa menjadi sesuatu yang
melelahkan bagi fisik maupun mental pada diri.26

Itulah beberapa cara dan juga manfaat dari metode terapi seni ini.
Untuk melakukan terapi seni ini, anda tidak perlu menjadi artis yang
begitu terampil atau mempunyai pengalaman seni untuk terlibat dalam
metode terapi ini. Jika anda termasuk golongan orang yang memiliki
kesulitan dalam mengungapkan perasaan melalui metode konseling, maka
terapi seni akan menjadi jawaban atas pilihan yang sangat bagus untuk
Anda implementasikan.

26
dr. Alvin Saputra, Art Therapy: Cara Unik dan Beda Dalam Meningkatkan Kesehatan
Mental, diakses dari https://aido.id/health-articles/art-therapy-cara-unik-dan-beda-dalam-
meningkatkan-kesehatan-mental/detail pada tanggal 05 April 2023 Jam 20:20 Wita.

21
22
BAB III

KESIMPULAN
1. Ketenangan jiwa dan kesehatan mental tidak hanya dapat dicapai melalui
psikoterapi di klinik jiwa, tetapi juga dapat dilakukan oleh individu secara
masal dan tidak langsung dengan menerima diri sendiri dan bertindak
sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Orang-orang dalam
kehidupan sehari-hari memiliki tingkah laku yang berbeda-beda, beberapa
orang dapat merasa bahagia dan tenang, sementara yang lain mengalami
kegelisahan, kecemasan, dan ketidakpuasan dalam hidup. Para ahli ilmu
jiwa berusaha untuk menyelidiki apa yang menyebabkan perbedaan
perilaku dan mengapa ada orang yang tidak mampu mendapatkan
ketenangan dan kebahagiaan dalam hidup.
2. Bahwa keimanan yang kuat dapat membantu seseorang merasa aman dan
percaya diri dalam menghadapi tantangan hidup. Kepatuhan terhadap
hukum-hukum Allah juga penting dalam mencapai kesuksesan dan
kebahagiaan dalam hidup. Islam sendiri memiliki makna penyerahan dan
ketundukan, perdamaian dan keamanan, serta keselamatan, dan metodenya
dapat membentuk kepribadian muslim yang baik dan dapat menyesuaikan
diri dalam setiap situasi. Selain itu, untuk menjadi orang yang baik,
seseorang harus memiliki pengetahuan tentang kebaikan,
mengaplikasikannya dengan prosedur yang baik, dan melakukannya
dengan niat yang baik pula. Juga Art Therapy adalah metode untuk
memulihkan kesehatan mental atau membina kesehatan mental dengan
menuangkan emosi dalam bentuk karya seni. Metode ini dapat dilakukan
dengan berbagai cara, seperti menggambar, mewarnai, atau membuat
patung dari tanah liat. Tujuan dari Art Therapy adalah membantu
seseorang mengenal diri dan mengatasi permasalahan pada dirinya. Art
Therapy dapat digunakan sebagai cara meningkatkan kesehatan mental
dan membina kesehatan mental.

23
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Mujib & Mudzakir, Jusuf, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: PT
Raja Grafind Persada, 2001)

Djalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo, 1997)

dr. Alvin Saputra, Art Therapy: Cara Unik dan Beda Dalam Meningkatkan
Kesehatan Mental, diakses dari https://aido.id/health-articles/art-therapy-
cara-unik-dan-beda-dalam-meningkatkan-kesehatan-mental/detail pada
tanggal 05 April 2023 Jam 20:20 Wita.
Kartini Kartono, Hygiene Mental dan Kesehatan Mental dalam Islam, (Bandung:
Mandar Maju, 1989)

M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Tematik Atas Berbagai


Persoalan Umat, (Bandung, Mizan, 2007)

Muhammad Mahmud, ‘Ilm al-Nafs Al-Ma’ashir fi Dhaw’i Al-Islam, (Jeddah, Dar


Al-Syuruq, 1984)

Pusat Pembinaan & Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia,


(Jakarta: Balai Pustaka, 1989)

Yusak Burhanuddin, Kesehatan Mental, (Bandung: Pustaka Setia, 1998)

Zakiyah, Hasil wawancara dengan penulis yang sudah tertulis dalam buku yang
berjudul Do’a Menunjang sengant hidup, (Jakarta: Ruhama)

Zakiyah Drajat, Kesehatan Mental, (Jakarta: LP IAIN)

Zakiyah Drajat, Pranan Agama dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung


Agung, 1969)

24

Anda mungkin juga menyukai