Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KESEHATAN MENTAL DALAM PERSPEKTIF ISLAM


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Bimbingan dan Konseling Perkembangan
Dosen Pengampu: Devy Sekar Ayu Ningrum, M.Psi., Psikolog

Disusun Oleh: Kelompok 4

Heryan Nuraziz 23010081


Salsabila Eka Putri 23010088

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
SILIWANGI
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memudahkan kami dalam
menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Tanpa rahmat dan pertolongan-Nya, kami
tidak akan mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tidak lupa sholawat
serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang syafa’atnya
kita nantikan kelak.
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, sehingga makalah “Kesehatan Mental Dalam Perspektif Islam” dapat
diselesaikan. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan
dan Konseling Perkembangan. Kami berharap agar makalah ini dapat memberikan
manfaat dan menambah ilmu pengetahuan bagi pembaca.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Maka dari itu,
kami sangat terbuka terhadap kritik dan saran pembaca agar makalah ini dapat lebih
baik lagi. Apabila terdapat banyak kesalahan dalam penulisan makalah ini, kami
memohon maaf yang sebesar-besarnya.
Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi banyak orang.

Cimahi, Desember 2023

Kelompok 4

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................. 2

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3

BAB 1 ...................................................................................................................... 4

PENDAHULUAN ................................................................................................... 4

A. Latar Belakang ............................................................................................. 4

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 5

C. Tujuan Masalah ............................................................................................ 5

BAB II ..................................................................................................................... 6

PEMBAHASAN ..................................................................................................... 6

A. Ilmu Kesehatan Jiwa Dalam Islam ............................................................... 6

B. Kesehatan Mental Menurut Perspektif Islam ............................................... 7

C. Karakteristik Mental Sehat ........................................................................... 8

D. Karakteristik Mental Sakit ........................................................................... 9

E. Peran Ibadah Sebagai Sarana Psikoterapi Dalam Islam ............................... 9

BAB III .................................................................................................................. 13

PENUTUP ............................................................................................................. 13

A. KESIMPULAN .......................................................................................... 13

B. SARAN ...................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 14

3
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah kejiwaan yang dihadapi seseorang sering mendapat reaksi negatif
dari orang-orang yang berada di sekelilingnya. Hal ini disebabkan keterbatasan
pemahaman Masyarakat mengenai gangguan jiwa. Tradisi dan budaya yang
menghubungkan kasus gangguan jiwa dengan kepercayaan masyarakat setempat,
menyebabkan sebagian masyarakat tidak terbuka dengan penjelasan-penjelasan
yang lebih ilmiah dan memilih untuk mengenyampingkan perawatan medis dan
psikiatris terhadap gangguan jiwa. Pandangan Islam tentang gangguan jiwa tidak
jauh berbeda dengan pandangan para ahli kesehatan mental pada umumnya.
Tulisan ini akan membahas bagaimana Kesehatan mental dalam Perspektif Agama
Islam. Istilah “Kesehatan mental” diambil dari konsep mental hygiene. Kata mental
diambil dari bahasa Yunani, pengertiannya sama dengan psyche dalam bahasa
Latin yang artinya psikis, jiwa atau kejiwaan.
Jadi istilah mental hygiene dimaknakan sebagai kesehatan mental atau jiwa yang
dinamis bukan statis karena menunjukkan adanya usaha peningkatan.
Prof. Dr. Zakiah Daradjat (1985), mendefinisikan kesehatan mental dengan
beberapa pengertian:
1. Terhindarnya orang dari gejala gejala gangguan jiwa (neurose) dan dari
gejala gejala penyakit jiwa (psychose).
2. Kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri dengan diri sendiri,
dengan orang lain dan masyarakat serta lingkungan di mana ia hidup.
3. Pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan
memanfaatkan segala potensi, bakat dan pembawaan yang ada semaksimal
mungkin, sehingga membawa kepada kebahagiaan diri dan orang lain; serta
terhindar dari gangguangangguan dan penyakit jiwa.
4. Terwujudnya keharmonisan yang sungguh sungguh antara fungsi fungsi
jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem-problem
biasa yang terjadi, dan merasakan secara positif kebahagiaan dan
kemampuan dirinya.

4
Masalah kejiwaan yang dihadapi seseorang sering mendapat reaksi negatif dari
orang-orang yang berada di sekelilingnya. Hal ini disebabkan keterbatasan
pemahaman masyarakat mengenai gangguan jiwa. Tradisi dan budaya yang
menghubungkan kasus gangguan jiwa dengan kepercayaan masyarakat setempat,
menyebabkan sebagian masyarakat tidak terbuka dengan penjelasan-penjelasan
yang lebih ilmiah dan memilih untuk mengenyampingkan perawatan medis dan
psikiatris terhadap gangguan jiwa. Pandangan Islam tentang gangguan jiwa tidak
jauh berbeda dengan pandangan para ahli kesehatan mental pada umumnya.
Sementara Menurut Dr. Jalaluddin dalam bukunya “Psikologi Agama”
bahwa: “Kesehatan mental merupakan suatu kondisi batin yang senantiasa berada
dalam keadaan tenang, aman dan tentram, dan upaya untuk menemukan ketenangan
batin dapat dilakukan antara lain melalui penyesuaian diri secara resignasi
(penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan)”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana ilmu kesehatan jiwa dalam Islam?
2. Apa yang dimaksud dengan kesehatan mental menurut perspektif Islam?
3. Apa saja karakteristik mental yang sehat?
4. Apa karakteristik mental yang sakit?
5. Bagaimana peran ibadah sebagai sarana psikoterapi dalam Islam?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa saja ilmu Kesehatan jiwa dalam Islam
2. Untuk mengetahui arti dari Kesehatan mental menurut perspektif Islam
3. Untuk mengetahui karakteristik mental yang sehat
4. Untuk mengetahui karakteristik mental yang sakit
5. Untuk mengetahui macam-macam ibadah sebagai sarana psikoterapi
dalam agama Islam

5
BAB II
PEMBAHASAN
Kesehatan mental dari perspektif Islam merupakan suatu kemampuan diri
individu dalam mengelola fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian
dengan diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan sekitarnya secara dinamis
berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai pedoman hidup menuju ke
kebahagiaan dunia dan akhirat. Pandangan Islam tentang gangguan jiwa tidak jauh
berbeda dengan pandangan para ahli kesehatan mental pada umumnya. Peranan
agama Islam dapat membantu manusia dalam mengobati jiwanya dan
mencegahnya dari gangguan kejiwaan serta membina kodisi kesehatan mental.
Penyakit jiwa (psichoses) adalah kelainan kepribadian yang ditandai oleh
mental dalam (profound-mental) dan gangguan emosional. Penyakit tersebut dapat
mengubah individu normal menjadi tidak mampu menyesuaikan dirinya dalam
masyarakat (abnormal). Dua istilah yang dapat diidentifikasikan dengan psychoses
ini adalah insanity dan dementia. Insanity adalah istilah resmi yang menunjukkan
bahwa individu itu kacau dan terganggu akibat tindakannya. Pada saat lain istilah
demenia digunakan untuk kebanyakan kelainan mental, tetapi secara umum kini di
interpretasikan sebagai sinonim dengan kekacauan mental (mental disorder) yang
menyolok. Kebanyakan semua penyakit jiwa ini disertai dementia (James D, Page.
1978:209).
A. Ilmu Kesehatan Jiwa Dalam Islam
Konsep kesehatan mental atau al-tibb al-ruhani pertama kali diperkenalkan
dunia kedokteran Islam oleh seorang dokter dari Persia bernama Abu Zayd Ahmed
ibnu Sahl al-Balkhi (850-934). Dalam kitabnya berjudul Masalih al-Abdan wa al-
Anfus (Makanan untuk Tubuh dan Jiwa), al Balkhi berhasil menghubungkan
penyakit antara tubuh dan jiwa. Ia biasa menggunakan istilah al-Tibb al-Ruhani
untuk menjelaskan kesehatan spritual dan Kesehatan psikologi. Sedangkan untuk
Kesehatan mental dia kerap menggunakan istilah Tibb al-Qalb. Menurut al-Balkhi,
badan dan jiwa bisa sehat dan bisa pula sakit. Inilah yang disebut keseimbangan
dan ketidakseimbangan. Ketidakseimbangn dalam tubuh dapat menyebabkan
demam, sakit kepala, dan rasa sakit di badan. Sedangkan, ketidakseimbangan
dalam jiwa dapat mencipatakan kemarahan, kegelisahan, kesedihan, dan gejala-
gejala yang berhubungan dengan kejiwaan lainnya Selain al-Balkhi, peradaban

6
Islam juga memiliki dokter kejiwaan bernama Ali ibnu Sahl Rabban al- Tabari.
Lewat kitab Firdous al- Hikmah yang ditulisnya pada abad ke- 9M, dia telah
mengembangkan psikoterapi untuk menyembuhkan pasien yang mengalami
gangguan jiwa. Al-Tabari menekankan kuatnya hubungan antara psikologi dengan
kedokteran. Al-Tabari menjelaskan, pasien kerap kali mengalami sakit karena
imajinasi atau keyakinan yang sesat. Untuk mengobatinya, kata al- Tabari, dapat
dilakukan melalui ''konseling bijak''. Terapi ini bisa dilakukan oleh seorang dokter
yang cerdas dan punya humor yang tinggi. Caranya dengan membangkitkan
kembali kepercayaan diri pasiennya.
Pemikir Muslim lainnya yang turut menyumbangkan pemikirannya untuk
pengobatan penyakit kejiwaan adalah Al-Farabi. Ilmuwan termasyhur ini secara
khusus menulis risalah terkait psikologi sosial dan berhubungan dengan studi
kesadaran. Ibnu Zuhr, alias Avenzoar juga telah berhasil mengungkap penyakit
syaraf secara akurat. Ibnu Zuhr juga telah memberi sumbangan yang berarti bagi
neuropharmakology modern.
B. Kesehatan Mental Menurut Perspektif Islam
Agama tampaknya memang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.
Pengingkaran manusia terhadap agama mungkin karena faktor-faktor tertentu baik
yang disebabkan oleh kepribadian maupun lingkungan masing-masing. Namun
untuk menutupi atau meniadakan sama sekali dorongan dan rasa keagamaan
kelihatannya sulit dilakukan, hal ini karena manusia ternyata memiliki unsur batin
yang cenderung mendorongnya untuk tunduk kepada Zat yang ghaib, ketundukan
ini merupakan bagian dari faktor intern manusia dalam psikologi kepribadian
dinamakan pribadi (self) ataupun hati nurani (conscience of man). Fitrah manusia
sebagai makhluk ciptaan Allah SWT ialah manusia diciptakan mempunyai naluri
beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka
tidak wajar, mereka tidak beragama tauhid itu hanya karena pengaruh lingkungan,
seperti yang ada dalam (QS Ar Rum 30:30) yang Artinya: “Maka hadapkanlah
wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah.
(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan ,manusia tidak mengetahui”. Fitrah
Allah dalam ayat ini maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah
mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid.

7
C. Karakteristik Mental Sehat
Karakterisitik pribadi yang sehat mentalnya juga dijelaskan oleh American
Psychological Association dalam Notoatmodjo (2010):
1. Aspek Fisik, yang terdiri dari:
a) Perkembangan Normal, artinya remaja secara fisik mengalami
pertumbuhan tubuh yang normal dan bergaul menurut usianya.
b) Berfungsi untuk melakukan tugas-tugasnya, artinya remaja melakukan
semua tugas sesuai dengan kewajibannya.
c) Sehat secara fisik, artinya remaja memiliki kondisi tubuh yang prima
dalam menjalan aktifitasnya.
2. Aspek Psikis, yang terdiri dari:
a) Respek terhadap diri sendiri dan orang lain, artinya remaja mampu menilai
hasil kerja orang lain dan dirinya dengan rasa menghargai.
b) Memiliki Insight dan rasa humor, artinya remaja memiliki naluri untuk
bersenda gurau secara normal.
c) Memiliki respons emosional yang wajar, artinya remaja memiliki
kemampuan dalam mengendalikan suasana hati dan fikirannya.
d) Mampu berpikir realistik dan objektif, artinya remaja memiliki perasaan
yang tidak mudah terpengaruh tanpa adanya bukti.
e) Terhindar dari gangguan-gangguan psikologis, artinya remaja mampu
mengendalikan masalah yang ada.
f) Bersifat kreatif dan inovatif, artinya remaja memiliki kemauan untuk
melakukan pembaharuan yang positif dalam hidupnya.
g) Bersifat terbuka dan fleksibel, tidak difensif, artinya remaja memiliki
kemampuan komunikasi dan interaksi yang baik pada orang lain.
h) Memiliki perasaan bebas untuk memilih, menyatakan pendapat dan
bertindak, artinya remaja memiliki keberanian untuk menyuarakan
pemikirannya yang positif.
3. Aspek Sosial, yang terdiri dari:
a) Memiliki perasaan empati dan rasa kasih sayang (affection), artinya
remaja memiliki rasa peduli terhadap hal yang menimpa sekitarnya.
b) Mampu menjalin interaksi dengan lingkungannya secara sehat, artinya

8
remaja memiliki kemampuan untuk menjaga perasaan orang lain dan
perilaku dirinya sendiri.
c) Bersifat saling menghargai dan tidak membeda-bedakan tingkat sosial,
pendidikan, agama, ras/suku, dan warna kulit, berarti remaja mampu
bersikap tidak diskriminan terhadap pandangannya kepada orang lain.
4. Aspek Moral-Religius, yang terdiri dari:
a) Taat kepada Tuhan dan mampu menjalani ajaran-Nya, artinya remaja
meyakini dan berpegang teguh pada kepercayaan yang dianutnya.
b) Tidak berbohong, bertanggung jawab, dan tulus dalam beramal, artinya
remaja mampu secara konsisten untuk bertindak dan berkata benar sesuai
dengan fakta yang terjadi.
Berdasarkan indikator diatas, maka kesehatan mental diartikan sebagai ukuran
atau standar yang digunakan dalam menilai keadaan atau situasi bahwa seseorang
sehat mentalnya jika telah memenuhi aspek fisik, psikis, sosial dan moralnya.
D. Karakteristik Mental Sakit
Gangguan mental dapat dikatakan sebagai perilaku abnormal atau perilaku yang
menyimpang dari norma-norma yang berlaku dimasyarakat. Gangguan mental ini
sesuai dengan Al-Qur’an (QS. Al-Baqarah 2:10) yang artinya “Dalam hati mereka
ada penyakit, lalu Allah menambah penyakitnya itu; dan bagi mereka azab yang
pedih, disebabkan mereka berdusta.”
Ciri-ciri mental yang tidak sehat lainnya:
a) Memiliki perasaan tidak nyaman (Inadequacy)
b) Perasaan tidak aman (insecurity)
c) Kurang memiliki rasa percaya diri
d) Kurang memahami diri
e) Kurang mendapat kepuasan dalam hubungan
f) Ketidakmatangan emosi
g) Kepribadiannya terganggu
E. Peran Ibadah Sebagai Sarana Psikoterapi Dalam Islam
Manusia yang mengaku hamba Allah pasti terbiasa melaksanakan ibadah-ibadah
mahdhah. Namun, sejauh mana ibadah itu dilakukan dan pengaruhnya terhadap

9
jiwa. Beberapa bentuk ibadah dan efeknya secara psikis, yang kemudian dikenal
dengan psikoterapi melalui amalan ibadah.
1) Sholat
Dalam hukum syara’ bahwa shalat akan sah jika muslim telah menunaikan
wudhu. Air suci dan mensucikan menjadi media wajib untuk berwudhu. Seperti
diketahui, air memiliki sifat jernih, mengalir dan menyegarkan. Sehingga dengan
air kotoran-kotoran yang menempel pada tubuh dapat dibersihkan dengan
sempurna. Secara maknawi, kotoran kotoran baik secara fisik maupun psikis luntur
dan mengalir mengikuti aliran air wudhu.
Wudhu disebut juga sebagai salah satu bentuk dari terapi air ( water of therapy).
Terapi air merupakan bentuk terapi dengan memanfaatkan air sebagai media
terapis. Rafi’udin dan Alim Zainudin (2004: 117) mengatakan selain dampak
psikis, wudhu juga memiliki pengaruh fisiologis, sebab dengan dibasuhnya bagian
tubuh sebanyak lima kali sehari, lebih-lebih ditambah, maka akan membantu
mengistirahatkan organ-organ tubuh dan meredakan ketegangan fisik dan psikis.
Secara etimologi kata shalat berarti doa memohon kebaikan. Sholat memiliki
pengaruh yang sangat efektif untuk mengobati rasa sedih dan gundah yang
menghimpit manusia (Utsman, 2004:338). Saat sholat didirikan dengan
menyempurnakan wudhu, niat yang ikhlas, adab-adab seperti tuma’ninah ( tenang
sejenak), gerakan tidak terlalu cepat, memahami bacaan sholat maka akan
mendatangkan kekhusukan dan menjadi terapi tersendiri bagi jiwa. Dengan kata
lain, jiwa akan tenang jika shalat dilakukan sesuai dengan tuntunan Rasulullah
SAW. Melalui shalat, kepribadian seseorang akan terbimbing dalam menyikapi
berbagai persoalan kehidupan. Tidak mudah putus asa bila mengalami kegagalan.
2) Dzikir
Firman Allah swt surat ar-Ra’ad: 28.“(yaitu) orang-orang yang beriman dan
hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan
mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram” Al-Qur’an menjelaskan begitu
penting melakukan dzikrullah untuk menentramkan hati hamba-Nya yang beriman.
Rasulullah saw. Pernah bersabda: “Tidaklah suatu kelompok yang duduk berzikir
melainkan mereka akan dikelilingi oleh para malaikat. Mereka mendapat limpahan
Rahmat dan mencapai ketenangan. Dan Allah swt akan mengingat mereka dari
seseorang yang diterima di sisi-Nya” (HR. Muslim dan Tirmidzi).

10
3) Membaca Al-Qur’an
Di beberapa tempat telah dibuka pusat-pusat pengobatan ruhani atau
pengobatan yang menggunakan Al-Qur’an. Pengobatan tersebut biasa dikenal
dengan istilah ruqyah syar’iah. Namun, secara umum sebagian masyarakat
memandang ruqyah sebagai bentuk terapi atau pengobatan alternatif guna
membantu kesembuhan dari penyakit yang disebabkan gangguan jin atau roh jahat
di dalam tubuh manusia. Paradigma tersebut keliru dalam memahami Al-Qur’an
sebagai petunjuk bagi umat manusia. Al-Qur’an adalah kalamullah yang suci,
diturunkan oleh Allah dengan sebagai petunjuk bagi manusia yang membedakan
antara yang hak dan yang bathil. Membaca Al-Qur’an disertai mentadabburi setiap
bacaan ayat dapat membimbing jiwa agar ikhlas beramal dan tawadhu dalam
bersikap sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an.
4) Shaum
Muhammad ‘Utsman Najati (2004: 344) mengatakan, ibadah puasa
mengandung beberapa manfaat yang besar, di antaranya menguatkan kemauan dan
menumbuhkan kemampuan jiwa manusia dalam mengontrol nafsu syahwatnya.
Puasa merupakan sarana latihan untuk menguasai dan mengontrol motivasi atau
dorongan emosi, serta menguatkan keinginan untuk mengalahkan hawa nafsu dan
syahwat. Rasulullah Saw menganjurkan kepada para pemuda yang belum mampu
menikah untuk berpuasa agar dapat membantu mereka mengontrol seksualnya.
Selain itu, kesabaran menahan rasa lapar dan dahaga membuat seseorang yang
berpuasa merasakan penderitaan orang lain yang serba kekurangan. Sehingga
muncul rasa kasih sayang terhadap sesama dan mendorong untuk membantu fakir
miskin. Perasaan dan sikap peka secara sosial di masyarakat inilah yang disebutkan
‘Ustman (2004: 346) dapat melahirkan rasa kedamaian dan kelapangan jiwa.
5) Haji
Ibadah haji berawal dari kisah Nabi Ibrahim as. Kisah ini menggambarkan
suatu makna bahwa perjuangan untuk mendapatkan ridha Allah adalah dengan
mengorbankan apa yang paling disayangi dan dimiliki. Setelah itu dengan
perjuangan keras, penuh tawakal dan pengorbanan semua rahmat dan kasih sayang
Allah akan tercurah (Rudhy Suharto, 2002: 159). Ibadah haji dapat melatih
kesabaran, melatih jiwa untuk berjuang, serta mengontrol syahwat dan hawa nafsu.
Ibadah haji menjadi terapi atas kesombongan, arogansi, dan berbangga diri sebab

11
dalam praktek ibadah haji kedudukan semua manusia sama. Permohonan ampunan
dan ditambah suasana yang bergemuruh penuh lantunan Ilahi membuat suasana
ibadah haji sarat dengan nilai spiritualitas yang dapat mengobarkan rasa semangat
yang tinggi untuk meraih ketenangan (‘Utsman, 2004: 348). Dengan melaksanakan
ibadah haji akan membawa seseorang mampu bermuhasabah diri guna mencari jati
diri seorang hamba yang hakiki. Hakikat seorang hamba adalah senantiasa
mengabdikan diri dan kehidupannya untuk Allah semata. Pengabdian dengan
keikhlasan itulah yang mengundang curahan Rahmat serta ridha-Nya. Jiwa hamba
pun akan suci dan tenang.
Ibadah Haji bagi yang mampu dan bagi orang-orang yang Allah undang ke
Baitullah.

12
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Peranan agama Islam dapat membantu manusia mengobati jiwa dan mencegah
dari gangguan kejiwaan maupun membina kondisi kesehatan mental. Penyelesaian
masalah kejiwaan bisa dilakukan dengan dua hal, menemui praktisi kesehatan jiwa
maupun melalui pendekatan agama. Dalam hal agama, Al-Qur’an bisa berfungsi
sebagai Asy-Syifa atau obat untuk menyembuhkan penyakit fisik maupun rohani.
Di dalam Al-Qur’an terdapat banyak surah yang menjelaskan tentang kesehatan.
ketenangan jiwa juga dapat dicapai dengan dzikir kepada Allah. Rasa takwa dan
perbuatan baik merupakan metode pencegahan dari rasa takut dan sedih. Salah satu
ayatnya yaitu Q.S Al-Baqarah ayat 286.
B. SARAN
Di era yang saat ini serba modern dan semuanya hal bisa di akses melalui
jejaring internet, maka kita sebagai manusia harus berhati-hati juga dengan arus
perkembangan zaman. Karena banyak orang yang mentalnya rusak gara-gara
perkembangan internet seperti sosial media, dsb. Banyak orang tidak menyadari
bahwa hanya dengan sebuah “ketikan” itu dapat merusak mental seseorang. Maka
dari itu kita harus semakin bijak dalam menyikapi hidup agar kesehatan mental kita
tetap terjaga. Bagaimanapun caranya, kita berhak untuk menjauhi hal-hal yang bisa
merusak kebahagiaan dan kesehatan mental kita sendiri. Lakukan apapun yang
kamu inginkan selama hal tersebut tidak merugikan orang lain.

13
DAFTAR PUSTAKA
Notosoedirjo, Latipun. (2001) : 21.
Darajat, Zakiah. (1991). Ilmu Jiwa Agama. Jakarta. Bulan Bbintang.
Zakiah Daradjat. (1995). Al-Quran Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa.
Dana Bakti Prima Yasa.
Kartono. (2000). Kesehatan Mental Konsep dan Terapi. UMM Press Kartini.
Moeljono Notosoedirdjo. (2002). Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan,
Universitas Muhammadiyah Malang. Malang.
Irsyad Baitussalam, Al Munajjid, Muhammad Bin Shalih. (2006). Silsilah Amalan
Hati, terjemahan Bahrun Abu Bakar Lc. Bandung.
Wijaya, Ahsin. (2008). Fikih Kesehatan. Jakarta.
Jalaluddin. (2007). Kesehatan Mental. UIN SUKA.

14

Anda mungkin juga menyukai