Dosen Pengampu:
Oleh Kelompok 4 :
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan Tugas Makalah “Agama
& Kesehatan Mental” ini sebatas pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat
kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap
adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.
Akhirnya, tiada suatu usaha yang besar akan berhasil tanpa dimulai dari usaha yang
kecil. Semoga makalah ini bermanfaat. Kami harapkan kritik serta saran dari pembaca
apabila terdapat banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini demi kesempurnaan dimasa
mendatang.
Kelompok 4
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN...............................................................3
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................5
A. Kesimpulan ...................................................................................... 11
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
1.2 Rumusan Masalah
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
Agama pada dasarnya dapat memberi dampak yang sangat berarti dalam kehidupan
manusia, termasuk terhadap kesehatan. Orang yang sehat mental akan senantiasa selalu
merasa aman dan bahagia dalam kondisi apapun, ia juga akan selalu melakukan introspeksi
atas hal yang dilakukannya sehingga mampu untuk mengontrol dan mengendalikan dirinya
sendiri. Solusi terbaik untuk mengatasi masalah-masalah kesehatan mental adalah dengan
mengamalkan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari, kesehatan mental yang baik
pada seseorang dapat ditandai dengan kemampuan orang tersebut dalam penyesuaian diri
dengan lingkungannya, mampu mengembangkan potensi positif yang terdapat dalam dirinya
sendiri semaksimal mungkin untuk menggapai ridho Allah SWT, serta dengan
mengembangkan seluruh aspek kecerdasan, baik kesehatan spiritual, emosi maupun
kecerdasan intelektual. Pada dasarnya hidup adalah sebuah proses penyesuaian diri terhadap
seluruh aspek kehidupan, orang yang tidak mampu beradaptasi dengan lingkungannya
seringkali merasa gagal dalam menjalani kehidupannya. Manusia diciptakan untuk hidup
bersama, bermasyarakat, saling membutuhkan satu sama lain dan selalu berinteraksi.
Agama merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.
Hubungan manusia dengan agama merupakan sebuah hubungan yang bersifat kodrati. Agama
itu sendiri menyatu dalam fitrah penciptaan manusia. Terwujud dalam bentuk ketundukan,
kerinduan ibadah, serta sifat-sifat luhur. Manakala dalam proses menjalankan kehidupannya,
manusia yang menyimpang dari nilai-nilai fitrahnya, dalam hal psikologis ia akan selalu
merasa adanya semacam “hukuman moral” baik didapatkan melalui Tuhan secara langsung /
tidak langsung. Pada akhirnya secara spontan akan muncul rasa bersalah atau rasa berdosa
(sense of guilty).
Psikologi modern telah memberi porsi yang khusus bagi perilaku keagamaan,
walaupun pendekatan psikologis yang digunakan terbatas pada proses penerapan yang terjadi
di lapangan terbukti dalam pengalaman empiris. Psikologi agama adalah salah satu bukti
perhatian khusus para ahli psikologi terhadap peran agama dalam kehidupan kejiwaan
manusia. Pendapat yang paling ekstrim menunjukkan betapa agama sudah dinilai sebagai
bagian dari kehidupan pribadi manusia yang erat kaitannya dengan gejala-gejala psikologi.
Agama sendiri menurut Freud tampak dalam perilaku manusia yang ada dalam kehidupan
sebagai simbolisasi rasa kebenciannya terhadap sosok Ayahnya yang kemudian direfleksikam
dalam bentuk rasa takut kepada Tuhan.
6
Secara psikologis ,agama merupakan ilusi manusia. Manusia seringkali lari kepada
agama karena ketidakberdayaannya dalam menghadapi bencana-bencana yang timbul dalam
kehidupannya. Dengan demikian, segala bentuk perilaku keagamaan timbul di karenakan
ciptaan manusia itu sendiri atas sebuah dasar dorongan dimana dirinya dapat terhindar dari
bahaya yang mengancam & memberikan rasa aman atas perlindungan terhadap dirinya.
Lain halnya dengan penganut Behaviorisme. Sejalan dengan prinsip teorinya, bahwa
Behaviorisme memandang perilaku manusia itu lahir karena adanya stimulus (rangsangan
dari luar dirinya) & teori Sarbond (gabungan dari stimulan dan respon) yang dikemukakan
oleh Behaviorisme tampaknya memang kurang memberi tempat dalam kajian kejiwaan
secara nonfisik. Namun,dalam masalah perilaku keagamaan, sebagai sebuah realitas dalam
kehidupan manusia tidak mampu ditampik oleh Behaviorisme. Perilaku keagamaan menurut
pandangan Behaviorisme erat kaitannya dengan prinsip reinforcement (reward and
punishment). Manusia berperilaku agama karena didorong oleh rangsangan hukuman dan
hadiah. Menghindarkan hukuman(siksaan) dan mengharapkan hadiah (pahala).
Agama memang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Pengingkaran
manusia terhadap agama mungkin karena faktor-faktor tertentu baik yang disebabkan oleh
kepribadian maupun lingkungan masing-masing,namun untuk menutupi atau meniadakan
sama sekali dorongan dan rasa keagamaan tampaknya sulit dilakukan, hal ini karena manusia
memiliki unsur batin yang cenderung mendorongnya untuk tunduk kepada zat yang
ghaib.Ketundukan ini merupakan bagian dari faktor intern manusia yang dalam psikologi
kepribadian dinamakan pribadi (self) ataupun hati nurani (conscience of man). Agama
sebagai fitrah manusia telah diinformasikan oleh Al-Qur’an. Fitrah manusia sendiri adalah
sebagai makhluk ciptaan Allah SWT yang diciptakan memiliki naluri beragama yaitu agama
tauhid.
7
Apabila dipikirkan cukup logis bahwa ajaran agama selalu mewajibkan penganutnya
untuk melaksanakan ajarannya secara rutin. Bentuk & pelaksanaan ibadah agama
berpengaruh dalam proses penanaman keluhuran budi yang pada akhirnya disaat puncak
akan menimbulkan rasa sukses sebagai pengabdi Tuhan yang setia. Tindakan ibadah akan
memberi rasa kepada manusia bahwa hidup aman menjadi lebih bermakna. Manusia adalah
makhluk yang memiliki kesatuan jasmani dan rohani dimana tidak akan terpisahkan satu
sama lain, karena hal itu memerlukan perlakuan yang diharuskan untuk bisamemuaskan
keduanya. Salah satu cabang ilmu jiwa, yang tergolong dalam psikologi humanistika dikenal
logoterapi (logos berarti makna dan juga rohani).
Logoterapi merupakan sebuah hal yang dilandasi oleh falsafah hidup & wawasan
mengenai manusia yang mengakui adanya dimensi sosial pada kehidupan manusia.
Logoterapi menitikberatkan pada pemahaman mengenai dambaan utama atau motif dasar
manusia yaitu merupakan hasrat untuk hidup bermakna. Diantara hasrat itu terungkaplah
keinginan manusia untuk memiliki kebebasan dalam menemukan makna hidup. Kebebasan
seperti biasanya terlihat melalui karya-karya yang diciptakannya, hal-hal yang dialami dan
dihayati (termasuk agama dan cinta kasih) / sikap atas keadaan dan penderitaan yang tak
mungkin dielakkan. Adapun makna hidup merupakan sebuah hal yang memberikan nilai
khusus bagi seseorang, yang apabila dipenuhi olehnya akan menjadikan hidupnya berharga
dan menimbulkan penghayatan bahagia. Dalam logoterapi dikenal dua peringkat makna
hidup, yaitu makna hidup pribadi dan makna hidup paripurna. Makna hidup paripurna
bersifat mutlak & universal, serta dapat dijadikan sebagai sebuah landasan dan sumber
makna hidup pribadi.
Logoterapi menunjukkan tiga bidang kegiatan yang secara potensial memberi peluang
kepada seseorang untuk menemukan makna hidup bagi dirinya sendiri, yaitu :
1. Kegiatan berkarya, bekerja, dan mencipta, serta melaksanakan dengan sebaik-baiknya
tugas dan kewajiban masing-masing.
2. Keyakinan & penghayatan dalam nilai-nilai tertentu (kebenaran,keindahan, kebaikan,
keimanan & lainnya),
3. Sikap tepat yang diambil dalam keadaan & penderitaan yang tidak terelakkan.
8
E. Gangguan dalam Kesehatan Mental
Dalam mengenal adanya gangguan pada mental seseorang tidak semudah seperti
halnya pada gangguan fisik. Pada dasarnya banyak faktor yang mempengaruhi kesepakatan
terhadap gangguan mental ini. Selain adanya faktor kultural yang mengartikan konsep sehat
dan sakit secara berbeda antara budaya satu dengan lainnya, ada pula faktor individual yaitu
persepsi dan perasaan yang sangat subjektif sifatnya.
Akan tetapi dapat kita sadari bahwasannya gangguan mental itu diakui dalam
masyarakat. Sama halnya dengan yang terjadi pada gangguan fisik, gangguan mental pada
dasarnya terdapat di semua masyarakat. Gangguan mental dimaknakan sebagai tidak adanya
atau sebuah kekurangan dalam memiliki kesehatan mental yang baik. Dari pengertian ini,
orang yang menunjukkan kurang dalam hal kesehatan mentalnya, maka dimasukkan sebagai
orang yang mengalami gangguan mental. Pengertian ini sejalan dengan yang dikemukakan
oleh (Kaplan dan Sadock, 1994) yang mengatakan gangguan mental itu “as any significant
deviation from an ideal state of positive mental health” artinya penyimpangan dari keadaan
ideal dari suatu kesehatan mental merupakan indikasi adanya gangguan mental.
Sedangkan menurut H. Carl Witherington, orang yang tidak merasa tenang,aman
serta tentram dalam hatinya merupakan orang yang sakit rohani / mentalnya. Para ahli
psikiatri mengakui bahwa manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan dasar tertentu yang
diperlakukan untuk melangsungkan proses kehidupan secara lancar. Kebutuhan tersebut dapat
berupa kebutuhan jasmani, rohani, & kebutuhan sosial. Apabila ada salah satu kebutuhan
yang tidak terpenuhi, maka manusia akan berusaha untuk menyesuaikan diri terhadap proses
kehidupan yang sedang dihadapinya saat itu. Kemampuan menyesuaikan diri ini terus
menerus berulang hingga kembali ke kondisi semula. Proses kehidupan ini akan berhenti
ketika sudah berjalan lancar seperti apa adanya. Dalam kondisi seperti itu biasanya terjadi
sebuah pertentangan (konflik) dalam batin. Pertentangan ini seringkali menimbulkan
ketidakseimbangan dalam kehidupan rohani, yang dimana dalam kesehatan mental disebut
sebagai kekusutan rohani. Kekusutan rohani juga disebut sebagai kekusutan fungsional
dimana pada akhirnya bisa menyebabkan terjadinya gangguan mental.
Jadi gangguan mental secara sederhana dapat kita artikan sebagai tidak adanya /
ada sebuah kekurangan dalam hal disini dimaksudkan adalah kesehatan mental yang baik,
biasanya akan ditandai dengan rasa tidak tenang, tidak aman, fungsi mental seperti ini akan
terus menurun & menimbulkan perilaku yang tidak tepat / diluar nalar manusia.
9
F. Terapi Agama
Terapi merupakan sebuah usaha penanggulangan suatu penyakit atau gejala yang
ada dalam diri makhluk hidup. Usaha penanggulangan gangguan dalam ranah kesehatan
rohani atau mental dapat dilakukan sejak dini oleh yang bersangkutan. Dengan mencari cara
yang tepat dalam menyesuaikan diri dengan memilih norma-norma moral, maka gangguan
mental bisa saja dapat terselesaikan. Dalam konteks ini terlihat hubungan agama sebagai
sebuah terapi dalam hal kekusutan mental. Sebab, nilai-nilai luhur terkandung dalam ajaran
agama bagaimanapun yang dapat digunakan sebagai penyesuaian dan pengendalian diri,
hingga terhindar dari konflik batin.Pendekatan terapi keagamaan ini dapat dirujuk dari
informasi al-Qur’an sendiri sebagai kitab suci. Terdapat dalam Q.S. Yunus : 57 dan Q.S. Al
Isra’ : 82. Dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa Allah dengan tegas menerangkan bahwa
ketenangan jiwa dapat dicapai dengan dzikir (mengingat Allah), rasa takwa dan perbuatan
baik adalah metode pencegahan dari rasa takut dan sedih, sebagaimana cara seseorang
mengatasi kesukaran ialah dengan kesabaran dan shalat, dan Allah mensifati diri-Nya bahwa
Dia-lah Tuhan Yang Maha Mengetahui dan Bijaksana yang dapat memberikan ketenangan
jiwa ke dalam hati orang yang beriman.
Jadi, semakin dekat seseorang kepada Tuhan, dan semakin banyak ibadahnya,
maka akan semakin tentram jiwanya serta semakin mampu dalam menghadapi kekecewaan
dan kesukaran-kesukaran dalam hidup. Dan demikian pula sebaliknya, semakin jauh orang
itu dari agama, akan semakin sulit untuk dirinya dalam mencari ketentraman batin. Ini
menunjukkan bahwa agama terkait dengan ini pendekatan diri kepada Tuhan merupakan
terapi yang tepat dalam menanggulangi masalah masalah kehidupan termasuk di dalamnya
hal-hal yang menyebabkan gangguan pada kesehatan mental
10
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Kesehatan mental merupakan suatu keadaan dimana seseorang dalam hatinya akan
selalu merasa tenang, aman dan tenteram. Kesehatan mental seseorang dapat diartikan bahwa
seseorang itu tidak mengalami gangguan mental, tidak jatuh sakit akibat stres, melakukan
segala sesuatu sesuai dengan kapasitasnya dan selaras dengan lingkungannya serta tumbuh
dan berkembang secara positif. Sedangkan agama merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan
dari kehidupan seseorang, karena agama juga ada kaitannya dengan fitrah penciptaan
makhluk hidup. Hubungan antara agama sebagai keyakinan dan kesehatan jiwa, terletak pada
sikap penyerahan diri seseorang terhadap suatu kekuasaan Yang Maha Tinggi. Sedangkan
gangguan kesehatan mental secara sederhana dapat diartikan sebagai tiadanya atau kurangnya
dalam hal kesehatan mental, biasanya ditandai adanya rasa tidak tenang, tidak aman, fungsi
mental menurun dan terjadinya perilaku yang tidak tepat atau wajar.
Gangguan mental ini dapat diatasi dengan terapi agama sebagaimana yang
dinyatakan dalam Al-Quran, kaitannya dengan ini pendekatan diri kepada Tuhan,
memperbanyak berdzikir serta berbuat kebaikan merupakan cara yang tepat untuk
menanggulangi gangguan mental. Semakin dekat seseorang kepada Tuhan, dan semakin
banyak ibadahnya, maka akan semakin tentramlah jiwanya lalu semakin mampu ia
menghadapi kekecewaan dan kesukaran-kesukaran dalam hidup. Dan demikian pula
sebaliknya, semakin jauh orang itu dari agama, akan semakin sulit baginya untuk mencari
ketentraman batin.
11
DAFTAR PUSTAKA
Daradjat, Zakiah , Peranan Agama dalam Kesehatan Mental, Jakarta: Gunung Agung,
1978.
Hamid , A. (2017, January). Agama Dan Kesehatan mental Dalam Perspektif Psikologi
Agama. Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 3 No. 1, Januari 2017: 1-84.
12