Di Susun oleh
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat-Nya sehingga makalah
ini dapat tersusun sampai selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
pikiran maupun materi.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk
itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
penyusun,
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………….1
DAFTAR ISI..............................................................................................................................
KATA PENGANTAR………………………………………………...…………………3
BAB I…………………………………………………….………………………………4
PENDAHULUAN......................................................................................................................
A. Latar Belakang....................................................................................................................
B. Tujuan…………………………………………………………………………………….....5
BAB II........................................................................................................................................
PEMBAHASAN........................................................................................................................
BAB III.....................................................................................................................................
PENUTUP................................................................................................................................
A. Kesimpulan.......................................................................................................................
B. Saran………………………………………………………………………………12
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................
3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sehat badannya sebagai cerminan dari sehat jasmani, damai di hatinya sebagai
cerminan dari sehat rohani dan punya makanan untuk sehari-harinya sebagai cerminan
darisehat sosial. Dari sini dapat dipahami bahwa sehat bukan dalam kondisi stabil antara
aspek jasmani rohani sosial dan lingkungan. Menurut WHO sehat adalah suatu keadaan
yang sempurna dari badan jiwa (mental) dan sosial, bukan hanya keadaan yang bebas
dari penyakit cacat dan kelemahan.
Manusia yang sehat ialah manusia yang sejahtera dan seimbang secara berlanjut
dan penuh daya kemampuan. Dengan kemampuannya itu ia dapat menumbuhkan
danmengembangkan kualitas hidupnya seoptimal mungkin. Pada umumnya orang
beranggapan bahwa kesehatan penting bagi kehidupan manusia. Tetapi sebagian besar
berpandangan bahwa seseorang dianggap sehat bila berada dalam keadaan tidak sakit
dan tidak cacat. Kesehatan dipandang sebagai sesuatu yang alami dimiliki oleh setiap
orang. Kadang kala orang baru sadar akan pentingnnya pemeliharaan kesehatan bila
pada suatu saat dirinya atau anggota keluarganya terkena sakit. Dengan kata lain,
pengertian kesehatan terlalu sempit hanya terabatas pada upaya mencari pengobatan
terhadap penyakit yang sedang dideritanya.
Kesehatan juga dipahami secara statis, hanya terbatas pada keadaan sehat atau
sakit yaitu, sehat dalam arti tidak sakit dan sakit dalam arti tidak sehat. Tingkatan
4
keadaan sehat atau sakit kurang dipahami sehingga upaya-upaya untuk meningkatkan
kualitas kesehatan yang mestinya dilakukan pada waktu sehat kurang diperhatikan oleh
Dari berbagai ulasan di atas, kita tahu bahwa kesehatan adalah rahmat yang
istimewa yang diberikan Tuhan kepada kita dan upaya-upaya yang berkaitan dengan
pemeliharaan kesehatan mengandung nilai ibadah dan manfaat bagi diri sendiri
masyarakat dan lingkungan yang mempunyai nilai maslahat. Penulis sebagai calon
tenaga kesehatan berfikir akan pentingnya kesehatan dalam kehidupan serta kesehatan
itu juga bermanfaat dalam agama dan menjaga kesehatan itu lebih baik dari pada
mengobati setelah sakit. Pembahasan ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran
tentang hubungan kesehatan dengan agama agar kita dapat menerapkan dalam
kehidupan.
B. Tujuan
Megetahui definisi agama dan kesehatan dan beberapa aspek agama dan
kesehatan serta bias mengamalkanya di kehidupan masyarakat
5
BAB II PEMBAHASAN
Konsep agama mempunyai dua makna, yaitu makna statis dan dinamis. Makna
statis lebih berorientasi untuk menunjuk religi sebagai sistem sosial agama secara
formal, misalnya Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha. Sedangkan makna dinamis
adalah suatu sifat atau semangat keagamaan. Aspek dinamis ini selain bersifat subjektif
sesuai dengan pengalaman keagamaan dan penghayatan masing-masing, juga tidak
selamanya terkait dengan agamanya secara formal.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), agama adalah sistem yang
mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha
Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta
lingkungannya.
a. Saling berlawanan
Agama dan kesehatan muncul sebagai dua bidang yang saling berlawanan. Dalam
batasan tertentu, hal ini menunjukkan bahwa apa yang dianjurkan dalam bidang
kesehatan, tidak selaras dengan apa yang dianjurkan dalam agama. Misalnya mengenai
terapi dengan urine (khusus islam), pengobatan dengan hal yang memabukkan atau
pencegahan HIV/AIDS melalui kondom.
Dalam hail ini urine dalam islam adalah sesuatu yang bersifat najis. Oleh karena itu
terapi kesehatan menggunakan urine sesungguhnya merupakan sesuatu hal yang
bertentangan. Sedangkan promosi tentang pengunaan kondom untuk menghindarkan
6
diri dari sebaran HIV/AIDS merupakan satu program yang memiliki irisan moral
dengan agama. Program ini di apresiasi oleh kalangan agama, sebagai kebijakan yang
membuka peluang perilaku pergaulan bebas (free sex) atau secara implisit kebijakan itu
seolah berbunyi “bolehkan free sex asalkan pakai kondom”. Pemaknaan seperti inilah
yang membuat kebijakan penggunaan kondom ini potensial mendapat perlawanan dari
kalangan agama.
b. Saling mendukung
Agama dan ilmu pengetahuan kesehatan memiliki potensi saling mendukung.
Contoh adalah orang yang hendak melaksanakan ibadah haji (islam) membutuhkan
peran tenaga medis untuk melakuka general check up kesehatan supaya kegiatan ibadah
haji dapat berjalan dengan baik.
Contoh lain, yaitu tradisi puasa atau diet merupakan salah satu terapi yang telah
diakui oleh kalangan medis dalam meningkatkan kesehatan. Oleh karena itu, ajaran
agama sejatinya memiliki potensi untuk memberi dukungan terhadap kesehatan dan
begitu pun sebaliknya.
c. Saling melengkapi
Saling melengkapi yang dimaksudkan disini adalah adanya peran dari agama
untuk mengoreksi praktik kesehatan atau ilmu kesehatan yang mengoreksi praktik
keagamaan. Dengan adanya saling koreksi ini, menyebabkan praktik kesehatan dapat
dibangun lebih baik lagi.
Islam memberikan ajaran bahwa buka puasa akan lebih baik dengan cara
memakan makanan yang manis. Perintah ini dianggap sebagai sesuatu yang dianjurkan
(sunnah). Namun, secara kesehatan buka puasa dengan makanan yang manis ini bukan
dimaksudkan sebagai sesuatu yang menyehatkan, tetapi lebih ditujukan untuk
memulihkan kondisi tubuh sehingga tidak kaget ketika akan menerima asupan yang
lebih banyak lagi. Dengan kaya lain, buka puasa dengan makanan yang manis bertujuan
untuk menggantikan energi yang telah hilang dan menstabilakannya kembali.
Bila mengingat kode etik yang berlaku dalan bidang kedokteran atau
keperawatan, untuk memberikan pelayanan kesehatan dengan tidak boleh membeda-
bedakan ras, suku, agama, dan adat istiadat. Artinya tenaga medis tidak boleh bertindak
diskriminasi terhadap pasien.
Prinsip kode etik ini sudah tidak ada perbedaan pendapat. Tampaknya sudah
dapat dengan mudah unruk memahami tuntutan profesionalitas tenaga medis tersebut.
Namun disisi lain jika dilihat dari sisi kewajiban, seorang tenaga medis adalah
menghargai hak pesien. Dengan kata lain, tenaga medis harus menjunjung tinggi hak-
hak pasien, termasuk menghargai pemahaman agamanya.
Dalam sejarah praktik keagamaan ada seorang dokter yang digugat oleh pasien
yang ditolongnya. Penyebab awalnya bermula dari sikap dokter yang memberikan
transfusi darah kepada pasien yang menganut ajaran Yahudi Konservatif.
8
Kasus ini terjadi di Kanada, yaitu kasus “The Jehovah’s Wittness” (Malette v
Shulman, 1990). Pada saat itu, seorang dokter menemukan anggota The Jehovah ‘s
Wittness dalam kecelakaan akibat tabrakan mobil. Dan didalam dompet pasien tersebut
terdapat kalimat “No Blood Transfusion” sesuai dengan ajaran dari sekte agamanya.
Dokter sebenarnya tahu larangan itu, tapi karena keadaan pasien semakin parah dan
hanya transfusi darah yang mampu menyelamatkannya dan naluri sebagai dokter
muncul dan menyelematkan nyawa pasien tersebut dan tulisan dalam dompet tersebut
diabaikan. Akhirnya, dilakukan transfusi darah sampai orang tersebut terselamatkan.
Merujuk pada kasus ini, ada dua catatan penting yang perlu dipahami oleh para
tenaga medis. Pertama yaitu penerapan teori kebutuhan dalam pertolongan kesehatan,
yaitu tindakan terbaik untuk kepentingan pasien bukan berdasarkan pandangan dokter,
melainkan berdasarkan kepentingan klien. Kedua, setiap tenaga kesehatan memiliki
kewajiban untuk menghargai hak pasien untuk memegang teguh ajran agamannya.
Dalam dunia kesehatan aspek agama hendaknya tidak hanya untuk diakui
haknya oleh tenaga medis, namun memiliki peranan dan fungsi untuk mendukung
proses penyembuhan. Benson mengatakan, ”jika anda percaya dan yakin pada satu
dokter saja, maka pengobatan akan lebih efektif ditanganinya”. Tetapi dia juga
menegaskan bahwa ada faith factor yang dapat menunjang dalam pratik penyembuhan
atau perawatan kesehatan. Salah satu contoh yang di kemukakanya ialah pentingna
memberikan sugesti pada diri sendiri, dengan membacakan mantra yang tidak lebih dari
7 kata.
Dalam mengkaji aspek-aspek kesehatan dalam agama, ada dua hal yang perlu
diperhatiakan. Pertama, ajaran agam secara normative (das sein). Kedua, ada perilaku
keagamaan yang riil atau tampak dan dilakukan oleh masyarakat. Berdasarkan penilaian
pemikiran ini, maka dapat dikemukakan bahwa pada sisi normatif, agama memberikan
9
ajaran atau panduan tentang pentingnya menjagakesehatan, sedangkan dari sisi perilaku
nyata ada penganut yang tidak memerhatikan aspek kesehatan.
a. Sumber Moral
Agama memiliki fungsi yang strategis untuk menjadi sumber kekuatan moral baik bagi
pasien dalam proses penyembuhan maupun tenaga kesehatan. Bagi orang beragama,
mereka memegang keyakinan bahwa perlakuan Tuhan sesuai dengan persangkaan
manusia kepada-Nya. Agama menjadi sumber motivasi yang kuat dalam diri pasien
untuk hidup secara positif. Selain menjadi motivasi, agama pun menjadi sumber etika
bagi penyelenggara layanan kesehatan. Budhisme mengajarkan prinsip hidup bahwa
kebenaran itu ada dalam pikiran dan dengan pikiran yang sehat, seseorang dapat
membangun kualitas hidup yang sehat.
b. Sumber Keilmuan
Sejalan dengan agama sebagai sumber moral, agama pun dapat berperan sebagai
sumber keilmuan bagi bidang kesehatan. Konseptualitasi dan pengembangan ilmu
kesehatan atau kedokteran yang bersumber dari agama, dapat kita sebut kesehatan
profetik, dalam konteks islam disebut dengan ilmu kesehatan islami atau kedokteran
islami.
Agama pun menjadi sumber informasi untuk pengembangan ilmu kesehatan gizi
(nutrisi) atau farmakoterapi herbal. Dalam islam dinyatakan bahwa makan itu harus
halal dan thayyib. Halaln artinya sehat secara psikis dan sosial (misalnya bukan hasil
mencuri), dan thayyib artinya sehat secara gizi.
10
c. Amal agama sebagai amal kesehatan
Seiring dengan pandangan ini, maka agama atau ritual keagamaan perlu
dipahami sebagai bagian dari aktivitas manusia yang harus mendukung pada kesehatan.
Oleh karena itu selaras dengan uraian sebelumnya, dapat dikemukakan bahwa praktik
agama memiliki kaitan dengan masalah kesehatan pikiran, asupan makanan, maupun
jiwa.
11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Agama dan kesehatan saling berhubungan, polanya pun sangan beragam yaitu saling
melawan, saling mendukung, saling melengkapi dan saling berjalan pada
kewenangannya sendiri. Namun, kita juga belum bisa menghubungkan mana yang
berdasarkan ajaran agama atau tidak. Semisal, pengobatan dengan cara bekam, bekam
merupakan pengobatan yang dibawa Rasulullah SAW, berarti ini dapat kita amalkan
kepada orang lain. Ada pula pengobatan yang haram bagi ajaran agama, terutama agama
Islam, seperti terapi urine.
Aspek agama itu sendi juga termasuk dalam kesehatan dan sebaliknya kesehatan juga
ada pada agama. Seperti halnya, di dalam proses pelaksanaan pelayanan kesehatan,
tenaga medis tidak boleh melakukan diskriminasi terhadap pasien terutama dalam hal
keagamaan. Ada 2 hal yg perlu diperhatikan yaitu ajaran agama secara normatif dan ada
perilaku keagamaan yg riil atau tampak dan dilakukan oleh masyarakat. Fungsi dari
agama sangat berpengaruh bagi kesehatan yaitu sebagai moral, sebagai sumber
keilmuan, sebagai amal kesehatan.
B. Saran
12
DAFTAR PUSTAKA
13