PSIKOLOG
Makalah ini disusun untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Tafsir Tematik
Dosen Pengampu:
Hj. Ade Naelul Huda Lc, MA, Ph.D.
Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya guna
memenuhi tugas kelompok mata kuliah Tafsir Tematik yang berjudul Kesehatan
Mental: Tinjauan Al-Qur’an dan Ilmu Psikolog. Makalah ini bertujuan untuk
menambah wawasan tentang bagaimana Kesehatan Mental menurut Tinjauan Al-
Qur’an dan Ilmu Psikolog bagi para pembaca dan terutama bagi kami para penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Hj. Ade Naelul Huda Lc, MA,
Ph.D. selaku dosen mata kuliah Studi Hadits di Indonesia yang telah memberikan tugas
ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan kami, juga kepada semua
pihak yang telah bekerja sama dan saling membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari makalah yang kami buat masih jauh dari kata sempurna. Untuk
itu, kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
(Pemateri)
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I..................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................2
C. Tujuan Masalah.......................................................................................................2
BAB II.................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.................................................................................................................
A. Kesimpulan.............................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................19
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
psikologi kesehatan mental saat ini menjadi suatu bidang yang paling menarik
diantara bidang-bidang psikologi lainnya, baik itu di kalangan ilmuwan maupun
dikalangan orang awam. Karena mencapai tingkat yang selaras dengan kesehatan
mental merupakan harapan setiap manusia. Semua manusia berharap jasmani dan
rohani nya selalu sehat sepanjang hayatnya, walaupun hal itu tidak akan pernah
terjadi, sebab setiap makhluk pasti akan mengalami gangguan kesehatan bahkan suatu
saat kematian.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kesehatan mental?
2. Bagaimana kesehatan mental di Indonesia dan bagaimana penyebabnya?
3. Bagaimana tuntunan solusi Al-Qur’an agar memperoleh kesehatan mental?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa pengertian kesehatan mental.
2. Untuk mengetahui bagaimana kesehatan mental di Indonesia dan penyebabnya.
3. Untuk mengetahui tuntunan solusi Al-Qur’an agar memperoleh Kesehatan mental.
2
BAB II
PENDAHULUAN
1
World Health Organization, “Health and well-Being”, 2023, Diakses pada 26 Maret 2023
https://www.who.int/data/gho/data/major-themes/health-and-well-being#:~:text=Mental%20health%20is
%20a%20state,to%20his%20or%20her%
3
pribadi, komunitas dan sosial-ekonomi. Kesehatan mental lebih dari sekedar tidak
adanya gangguan mental. Penyakit ini berada dalam sebuah kontinum yang kompleks,
yang dialami secara berbeda dari satu orang ke orang lain, dengan tingkat kesulitan
dan tekanan yang berbeda-beda, serta potensi hasil sosial dan klinis yang sangat
berbeda. Kondisi kesehatan mental mencakup gangguan mental dan disabilitas
psikososial serta kondisi mental lainnya yang terkait dengan tekanan signifikan,
gangguan fungsi, atau risiko melukai diri sendiri. Orang dengan kondisi kesehatan
mental lebih cenderung mengalami tingkat kesejahteraan mental yang lebih rendah,
namun hal ini tidak selalu atau selalu terja
Kesehatan adalah suatu kondisi atau keadaan dimana seorang individu dimana
secara fisik, mental, dan sosialnya dalam keadaan baik yakni terbebas dari penyakit,
cacat, atau kelemahan sehingga tubuhnya dapat menjalankan fungsinya secara
normal. Sedangkan mental adalah suatu hal yang berkaitan dengan bagian tubuh
manusia yang tidak terlihat yaitu jiwa, psikis, atau roh yang mana hal tersebut sangat
mempengaruhi gerak-gerik individu dalam mengambil sikap atau langkah.
Menurut WHO kesehatan mental adalah suatu kondisi kesejahteraan seorang
individu yang menyadari kemampuannya sendiri, dapat mengatasi tekanan kehidupan
yang normal, dapat bekerja secara produktif dan mampu memberikan kontribusi
kepada komunitasnya. Berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan
Jiwa, kesehatan jiwa didefinisikan sebagai kondisi dimana seorang individu dapat
berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut
menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara
produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya.2
Kesehatan mental yang baik dalam diri seseorang menunjukan pada
bekerjanya fungsi-fungsi mental dalam diri seseorang secara optimum. bekerjanya
fungsi-fungsi mental dalam diri seseorang secara optimum pada kesempatan
berikutnya akan menyebabkan orang tersebut:
1. Mampu melakukan aktivitas-aktivitas yang produktif dalam wilayah hidupnya,
2. Mampu untuk melakukan hubungan interpersonal yang efektif dan efisien
dengan orang lain,
3. Mampu untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan perubahan hidup
yang dialami, baik perubahan hidup yang berskala kecil, menengah maupun
2
widiya A Radiani, “Kesehatan Mental Masa Kini Dan Penanganan Gangguannya Secara Islami,” Journal Of
Islamic And Law Studies 3, No. 1 (2019): 94.
4
tinggi,
4. Mampu mensiasati kegagalan-kegagalan hidup yang dialami untuk bangkit
beraktivitas kembali.
Dengan demikian bisa ditarik kesimpulan bahwasanya kesehatan mental adalah
kemampuan seseorang dalam menyesuaikan diri, beradaptasi dan mengontrol sres dan
emosi di dalam kehidupan agar tetap bisa bekerja secara produktif dan mengasilkan di
dalam lingkungan sosialnya.3
5
adalah skizofrenia, depresi, cacat intelektual dan gangguan karena penyalahgunaan
narkoba, gangguan afektif bipolar, demensia, cacat intelektual dan gangguan
perkembangan termasuk autisme.
Pada konteks kesehatan jiwa, dikenal dua istilah untuk individu yang
mengalami gangguan jiwa. Pertama, Orang dengan Masalah Kejiwaan (ODMK)
merupakan orang yang memiliki masalah fisik, mental, sosial, pertumbuhan dan
perkembangan, dan/atau kualitas hidup sehingga memiliki risiko mengalami
gangguan jiwa. Kedua, Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) adalah orang yang
mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam
bentuk sekumpulan gejala dan/ atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat
menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai
manusia.6
Adapun kategori gangguan jiwa yang dinilai dalam data Riset Kesehatan
Dasar (Riskedas) 2013 diketahui terdiri dari gangguan mental emosional (depresi dan
kecemasan), dan gangguan jiwa berat (psikosis). Bentuk gangguan jiwa lainnya yaitu
postpartum depression dan bunuh diri (suicide). Gangguan mental emosional atau
distress psikologik merupakan keadaan yang mengindikasikan seseorang sedang
mengalami perubahan psikologis. Gangguan ini berisiko menjadi lebih serius apabila
tidak berhasil ditanggulangi.7
Berdasarkan data Riskesdas 2013 diketahui prevalensi gangguan jiwa berat
secara nasional di Indonesia sebesar 1,7Å (per mil), atau sebanyak 1.728 orang.
Kondisi ini menurun daripada data yang dilaporkan pada tahun 2007 sebesar 4,6%.
Prevalensi psikosis atau skizofrenia tertinggi di Yogyakarta (2,7%), Aceh (2,7%), dan
Sulawesi Selatan (2,6%), sedangkan yang terendah di Kalimantan Barat (0,7%).8
Selanjutnya, prevalensi gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan
gejala-gejala depresi dan kecemasan terdapat sekitar 6% atau sebesar 37.728 orang
dari subyek yang diteliti pada Riskesdas 2013. Provinsi dengan prevalensi gangguan
mental emosional tertinggi adalah Sulawesi Tengah (11,6%), Sulawesi Selatan
(9,3%), Jawa Barat (9,3%), sedangkan prevalensi terendah di Provinsi Lampung
6
Ibid,.
7
Wardhani, Yurika Fauziah, Paramita, Astridya, “Pelayanan Kesehatan Mental dalam Hubungannya dnegan
Disabilitas dan Gaya hidup Masyarakat Indonesia” (Analisis Lanjut Riskesas 2007 dan 2013), Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan, Vol. 19, No. 1, 2016, h. 99-107.
8
Giri Widakdo, Besral, “Efek Penyakit Kronis terhadap Ganguan Mental Emosional”, Jurnal kesehatan
Masyarakat Nasional, Vol. 7, No. 7, 2013, h. 309-316.
6
sekitar 1,2%.
Prevalensi gangguan mental emosional ini terlihat menurun dibandingkan data
hasil Riskesdas 2007 yang sebesar 11,6%. Penilaian kesehatan mental ini
menggunakan alat ukur serta metode yang sama pada Riskesdas 2007 dan 2013,
menggunakan Self Reporting Questionnaire (SRQ) yang terdiri dari 20 butir
pertanyaan. Gangguan mental emosional dikategorikan menjadi 3 yaitu gangguan
ringan, sedang dan berat. Terjadi penurunan persentase pada tahun 2013 dibanding
tahun 2007 pada semua kategori, yaitu 8,2% menjadi 4,2% untuk gangguan ringan,
2,1% menjadi 1,1% untuk gangguan sedang, dan 1,3% menjadi 0,5% untuk gangguan
berat.9
Terdapat assosiasi (hubungan) yang bermakna secara statistik antara
disabilitas dan gangguan mental emosional responden. Hal ini dapat dipahami karena
seseorang yang mengalami disabilitas fisik dan disabilitas sosial, akan dapat
mempengaruhi kondisi kejiwaan mereka. Menurut Santrock seperti yang dikutip
Wardhani, bahwa kondisi fisik dapat menyebabkan persoalan mental dan sebaliknya
masalah/kesulitan mental dapat memperburuk gejala fisik.
Berdasarkan analisis lanjut dari data Riskesdas 2007, diketahui responden
yang menderita satu penyakit kronis berisiko 2,6 kali lebih besar untuk mengalami
gangguan mental emosional, begitu juga yang menderita dua penyakit kronis berisiko
4,6 kali, yang menderita tiga penyakit kronis atau lebih berisiko 11 kali. Dampak
lebih lanjut, gangguan mental merupakan faktor risiko terjadinya usaha bunuh diri
dengan adjusted OR sebesar 7,16 (95% CI: 3,65-14,04).
Hingga saat ini, orang dengan gangguan jiwa berat di Indonesia masih
mengalami pemasungan serta perlakuan salah. Proporsi rumah tangga yang pernah
memasung anggota keluarga dengan gangguan jiwa berat sebesar 14,3%, terbanyak
pada penduduk yang tinggal di pedesaan (18,2%) serta pada kelompok kuintil indeks
kepemilikan terbawah (19,5%). Berdasarkan data pemerintah yang tersedia, sekitar
18.800 orang masih di pasung, padahal pemerintah sudah melarang pasung sejak
tahun 1977. Tindakan ini termasuk pelanggaran hak asasi manusia. Hal ini masih
terjadi karena pengobatan dan akses ke pelayanan kesehatan jiwa belum memadai,
seperti penelitian di Surabaya disebutkan bahwa keluarga mengalami hambatan ke
pelayanan kesehatan mental. Hal lain yang menyebabkan gangguan kesehatan mental
adalah karena masih adanya stigma dan diskriminasi terhadap penderita gangguan
9
Ibid.,
7
mental.10
Selain itu sebesar 91% masyarakat Indonesia yang mengalami gangguan jiwa
tidak tertangani dengan baik dan hanya 9% sisanya yang dapat tertangani. Tidak
ditangani dengan baik bisa menjadi indikasi akan kurangnya fasilitas kesehatan
mental ditambah kurangnya pemahaman akan kesehatan mental. Masyarakat luas
memiliki pemikiran yang menganggap bahwa kesehatan fisik memiliki peran yang
jauh lebih penting dibandingkan kesehatan mental untuk keberlangsungan hidupnya.
Akan tetapi pada dasarnya, baik kesehatan fisik maupun psikologis memiliki
peran yang sama penting dalam keberlangsungan hidup manusia. Kesadaran akan
kesehatan mental yang lebih rendah dibandingkan kesehatan fisik disebabkan oleh
faktor literasi kesehatan mental.
Di Indonesia, literasi kesehatan mental masyarakat masih tergolong
rendah. Literasi kesehatan mental merupakan pengetahuan dan keyakinan
mengenai gangguan psikologis yang dapat membantu individu mengenal,
mengelola, dan/atau mencegah gangguan psikologis tersebut. Literasi kesehatan
mental memiliki banyak komponen, yakni antara lain:
1. Pengetahuan mengenai cara mencegah gangguan psikologis,
2. Pengenalan kapan gangguan psikologis berkembang,
3. Pengetahuan mengenai pilihan mencari bantuan dan perawatan yang tersedia
4. Pengetahuan mengenai diri yang efektif serta strategi bantuan untuk
masalah psikologis yang lebih ringan,
5. Keterampilan pertolongan pertama (psychological first aid) untuk mendukung
orang lain yang sedang mengalami gangguan psikologis.
Literasi kesehatan mental yang rendah memiliki dampak buruk bagi diri sendiri
maupun orang lain. Terkait dengan diri sendiri, individu menjadi tidak siap untuk
memutuskan apa yang harus dilakukan ketika individu merasakan gejala yang
berkaitan dengan gangguan psikologis. Individu juga dapat berpura-pura baik-baik
saja dan menolak dugaan gangguan psikologis. Hal ini bisa berujung pada
keengganan untuk mencari pertolongan psikologis.11
10
Khoirunnisa Ghefira Yusrani, dkk, “ Tinjauan Kebijakan Kesehatan Mental di Indonesia: Menuju Pencapaian
Sustainable Development Goals dan Universal Health Coverage”, Jurnal Medika Nusantara, Vol. 1, No. 2,
Mei 2023, h. 92-95.
11
Shela Ayu Melina, “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Mental Remaja Selama Pandemi Covid-
19: Tinjauan Literatur”, Jurnal Media Kesehatan Masyarakat Indonesia, Vol. 21, No. 4, 2022, h. 6-8.
8
Terkait dengan orang lain, minimnya pengetahuan mengenai kesehatan
mental dapat menimbulkan banyak stigma terhadap individu yang mengalami
gangguan psikologis. Masih banyak masyarakat yang memberikan label buruk
kepada penderita gangguan psikologis, seperti “stress”, “gila”, “cacat”,
“berperilaku aneh”, dan “kelainan yang tidak dapat disembuhkan”. Selain itu,
masyarakat menganggap bahwa orang dengan gangguan psikologis merupakan orang
yang mengerikan, memalukan, dan menakutkan.
Rasa malu memiliki anggota keluarga yang mengalami gangguan psikologis
juga merupakan salah satu ciri utama stigma yang muncul pada lingkungan keluarga. Stigma
tersebut menyebabkan individu yang mengalami gangguan psikologis mendapat perlakuan
diskriminatif sehingga mereka lebih memilih bungkam dan tidak berkonsultasi kepada tenaga
ahli. Hal ini tentu saja akan berdampak pada individu itu sendiri dimana semakin individu
menolak untuk melakukan pengobatan, maka semakin sulit untuk pulih. Selain itu,
cakupan pengobatan bagi penderita gangguan psikologis pun sulit dicapai. Oleh karena itu,
literasi kesehatan mental berpengaruh sangat signifikan terhadap sikap mencari bantuan
profesional.12
Literasi kesehatan mental dapat membantu rekognisi, manajemen, dan
prevensi karena merupakan pemahaman dan keyakinan tentang masalah-masalah
kesehatan mental. Individu yang memiliki literasi tinggi terkait kesehatan mental
cenderung memiliki sikap yang lebih baik terhadap individu dengan gangguan
psikologis. Untuk mengatasi hal ini, maka masyarakat perlu diberikan edukasi
mengenai kesehatan mental. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan pengetahuan mengenai kesehatan mental masyarakat,
contohnya adalah melakukan promosi kesehatan dengan tujuan peningkatan
pengetahuan masyarakat yang diharapkan dapat meningkatkan kecakapan
masyarakat untuk mengubah perilakunya.13
Terdapat empat kategori intervensi untuk meningkatkan literasi kesehatan
mental, diantaranya: kampanye komunitas secara keseluruhan, kampanye komunitas
yang ditargetkan untuk anak muda, intervensi dan pengajaran di sekolah-
sekolah, dan program pelatihan individu. Namun, untuk membangun dan
menjalankan promosi kesehatan mental ini tentu saja memiliki tantangan, salah
12
Putri Adisty W, Budi Wibhawa, Arie Surya G, “Kesehatan Mental Masyarakat Indonesia (Pengetahuan
dan Keterbukaan Masyarakat terhadap Gangguan Kesehatan Mental)”, Prosing Riset KS: Riset dan PKM,
2015, h. 134.
13
Salsabila Putri Suwijik, Qurrota A’yun, “Pengaruh Kesehatan Mental dalam Upaya Memperbaiki dan
Mengoptimalkan Kualitas Hidup Perempuan”, Journal of Feminism and Gender Studies, Vol. 2, No. 2, Juli-
Desember 2022, Hal. 109.
9
satunya adalah cara mengemas konten dan informasi yang kognitif sampai bisa
diterima oleh masyarakat secara rasional untuk diaplikasikan. Kebijakan kesehatan
mental di Indonesia berdasar pada Undang-Undang No 18 Tahun 2014 tentang
Kesehatan Jiwa. Undang-Undang tentang Kesehatan Jiwa tersebut bertujuan untuk
menjamin setiap orang agar dapat mencapai hidup yang berkualitas, dapat menikmati
kehidupan dengan jiwa yang sehat, bebas dari rasa takut, tekanan, dan gangguan
lainnya yang dapat mengganggu kesehatan jiwa seseorang.14
10
mental yaitu sebagai berikut: Pertama, ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan
hubungan manusia dengan dirinya serta pengembangan dan memanfaatkan potensinya
dalam bentuk amr ma’ruf wa nahi munkar atau sebaliknya mengutamakan hawa nafsu
yang ada pada dirinya. Firman Allah SWT : dalam Q.S Al-Imran (3): 110.
ُكْنُتْم َخْيَر ُاَّمٍة ُاْخ ِر َج ْت ِللَّناِس َتْأُم ُرْو َن ِباْلَم ْع ُرْو ِف َو َتْنَهْو َن َع ِن اْلُم ْنَك ِر َو ُتْؤ ِم ُنْو َن ِباِهّٰللۗ َو َلْو ٰا َم َن َاْه ُل اْلِكٰت ِب
َلَك اَن َخْيًرا َّلُهْم ۗ ِم ْنُهُم اْلُم ْؤ ِم ُنْو َن َو َاْكَثُر ُهُم اْلٰف ِس ُقْو َن.
Artinya: “Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
(karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar,
dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi
mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah
orang-orang fasi”. ( Q.S Al-Imran (3): 110)
Menurut Quraish Shihab, dalam Tafsir Al-Misbah bahwa ayat di atas
dijelaskan bahwa yang dimaksud dalam ayat ini adalah kalian, sebaik-baik umat yang
dilahirkan untuk manusia jika kalian semua menunaikan syarat-syaratnya, dan
beriman kepada Allah, yang dilahirkan untuk syarat yang telah Allah tetapkan, jadi
penafsiran ayat tersebut adalah “kalian sebaik-baiknya umat yang memerintahkan
manusia kepada yang ma’ruf, melarang manusia yang munkar manusai pada zaman
kalian”.
Kedua: Ayat Al-Qur’an tentang kesehatan mental yang diterapkan dalam
kesabaran dalam menghadapi cobaan, Allah Q.S. Al-Baqarah (2): 155.
َو َلَنْبُلَو َّنُك ْم ِبَش ْي ٍء ِّم َن اْلَخ ْو ِف َو اْلُجْو ِع َو َنْقٍص ِّم َن اَاْلْم َو اِل َو اَاْلْنُفِس َو الَّثَم ٰر ِۗت َو َبِّش ِر الّٰص ِبِرْيَن.
Artinya: “Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada
orang-orang yang sabar”. (Q.S. Al-Baqarah (2): 155)
Ayat tersebut, penggunakan lafadz walanabluwannakum adalah menyatakan
kesungguhan, Allah dengan tegas menyatakan bahwa Allah pasti akan menguji
manusia. Ujian bagi manusia seringkali terasa dalam bentuk kesempitan, kesulitan,
keberatan sebagaimana yang tersurat dalam ayat di atas bahwa ujian yang akan
diberikan Allah adalah ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa serta buah-
buahan. Semua yang diujikan kepada manusia adalah kebutuhan manusia yang bisa
membuat manusia merasa dalam keadaan sulit dan putus asa.
Al-Baqarah (2): 153, Al-Baqarah (2): 155, Sabar dengan kepribadian dalam
11
Tafsir Al-Misbah, terdapat hubungan sabar dengan kesejahteraan psikologis, dan
Relevansi konsep sabar dalam pendidikan Islam berimplikasi pada konsep Adversity
Quotient.
Penelitian ini menemukan bahwa dalam menghadapi ujian dan menghadapi
kesulitan, perlu kesabaran, sebagaiman firman Allah : "Hai orang-orang yang
beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah
beserta orangorang yang sabar.” (Q.S. Al-Baqarah (2): 153). Pada umumnya sabar
sering diartikan sebagai keteguhan hati dalam menghadapi cobaan dan kesulitan, serta
keuletan menghadapi cita-cita.
Ketiga: Ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan ḥabl min Allah, manusia
mempunyai kecenderungan untuk mengembangkan beribadah kepada Allah atau
sebelumnya mengingkarinya. Firman Allah SWT dalam Q.S Adz-Zariyat (51): 56.
12
ada kemudahan.” Ayat ini memberi spirit agar setiap manusia mau merenungkan
dengan serius bahwa kesulitan, kesengsaraan, kemalangan, dan kesakitan merupakan
pintu untuk memasuki rahasia dan hakikat kemudahan, kebahagiaan, dan kedamaian.
Dengan kecerdasan ini seseorang dapat mudah mengetahui dan memahami hakikat
dari setiap tantangan dan kesulitan. Sehingga, ia senantiasa memiliki spirit untuk
selalu mencari jalan dan celah-celah agar dapat menembus esensi tantangan,
kesulitan, dan penderitaan itu melalui perjuangan hidup di dunia ini dan dapat pula
dalam arti satu kemudahan di dunia dan satu lainnya di akhirat. Kelima: Ayat tentang
ketenangan dan ketentraman jiwa, Firman Allah SWT dalam Q.S. Al-Ra’d (13): 28.
ۗ اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا َو َتْطَم ِٕىُّن ُقُلْو ُبُهْم ِبِذ ْك ِر ِهّٰللاۗ َااَل ِبِذ ْك ِر ِهّٰللا َتْطَم ِٕىُّن اْلُقُلْو ُب.
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram
dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi
tenteram”. (Q.S. Al-Ra’d (13): 28)
Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah kata zikr mulanya mengucapakan
dengan lidah dan berkembang menjadi “mengingat”, dalam ayat di atas dipahami arti
menyebut nama Allah yang agung. Kontek ayat ini tentang zikrullāh yang melahirkan
ketentraman hati yang mencakup keangungan, larangan dan perintah, dan Allah
sebagai penolong dan pelindung. Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi
tenteram, ketika manusia melupakan Sang Maha Pencipta dan kehilangan God view-
nya, kehidupan jadi hampa. Menjauhkan diri dari Sang Pencipta, berarti
mengosongkan diri dari nilai-nilai imani. Sungguh merupakan “kerugian” terbesar
bagi manusia selaku makhluk berdimensi spiritual. “Mereka itulah orang yang
membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaan mereka
dan tidaklah mendapat petunjuk”. (Q.S Al-Baqarah (2): 16). “Ingatlah, hanya
dengan mengingat Allah hati menjadi tentram.” Q.S. Al-Ra’d (13):(28).
Al-Qur’an merupakan kitab dan di dalamnya mengatur seluruh aspek
kehidupan manusia, begitu juga dalam mengatur tatanan kehidupan di bumi guna
menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Implikasi Al-Qur’an terhadap kesehatan
mental dapat dilihat dari peranannya bagi kehidupan manusia, yang dapat
dikemukakan bahwa Islam dalam Al-Qur’an memberikan tugas dan tujuan bagi hidup
dan kehidupan manusia di dunia dan akhirat. Al-Qur'an menyebutkan untuk beribadah
kepada Allah, firmannya Allah Q.S. Al-Zariyat (51): 56, “Dan tidak Aku jadikan jin
dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku). Manusia mempunyai beban
13
amanat dari Allah untuk melaksanakan syariat-Nya untuk beribadah. Kesehatan
mental dalam pandangan Al-Qur’an adalah pengembangan dan pemanfaatan potensi-
potensi jiwa dengan niat ikhlas beribadah.16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konsep kesehatan mental adalah terhindarnya dari gangguan mental baik
psikosis maupun neurosis dan dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Kitab
suci Al-Qur’an terdapat kekuatan spritual untuk mengamalkan ibadah dengan ikhlas.
Upaya sadar seorang merupakan keyakinan yang matang dan kokoh kepada Allah
s.w.t. mampu menjadi motivator perolehan kesehatan mental yang paripurna.
Pandangan Al-Qur’an tentang psikoterapi terhadap gangguan kesehatan mental
merupakan penyembuhan melalui keyakinan. Konsep sabar pada psikoterapi
berorientasi pembentukan mental psikis yang baik pada tahap pengisihan (tahalli).
Dan pada tahap sebelumnya yakni pelepasan (takhalli) seorang hamba dikosongkan
dari potensi negatif seperti, sombong, buruk sangka, putus asa dan sebagainya yang
dapat membentuk pribadi tangguh untuk selalu bertahan (survive) dalam menghadapi
tantangan hidup.
Konsep Al-Qur’an tentang kesehatan mental adalah konsep sabar yang
terkandung dalam Al-Qur’an dan aspek-aspek Adversity quotient yang meliputi:
control (pengendalian diri), origin dan ownership (asal dan penguasaan diri), reach
(jangkauan) serta endurance (daya tahan) yang dalam A-Qur’an juga diajarkan
dengan konsep sabar yang di implementasikan dalam perilaku optimis dan bergantung
kepada Allah SWT. Substansi dan implikasi konsep Al-Qur’an terhadap adversity
Quotient dan mental yang sehat sebagaimana surah al-Baqarah (2):153, surah Al-
Baqarah (2) 155, dan Q.S. Az-Zariyat 56. Kepasrahan dan ketabahan yang diamalkan
merupakan bentuk dari kepada Allah. Memohon pertolongan dan harapan atas
masalah yang dihadapi hanya kepada Allah. Sehingga akan muncul rasa optimis dan
kekuatan karena kimanan tinggi yang akan membantu kesulitannya. Dengan demikian
16
Samain dan Budiharjo, “Konsep Kesehatan Mental dalam Al-Qur’an dan Implakasinya Terhadap Adversity
Qoutient Persepektif Tafsir Al-Misbah”, ATTA’DIB Jurnal Pendidikan Agama Islam Vol.01 No.02
(Desember 2020): h.23-27.
14
manusia tidak akan mudah putus asa dalam menghadapi problematika kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
Shela Ayu Melina, “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Mental Remaja Selama
Pandemi Covid-19: Tinjauan Literatur”, Jurnal Media Kesehatan Masyarakat
Indonesia, Vol. 21, No. 4, 2022, h. 6-8.
Dumilah Ayuningtyas, Misnaniarti, Marisa Rayhani, “ANALISIS SITUASI KESEHATAN
MENTAL PADA MASYARAKAT DI INDONESIA DAN STRATEGI
PENANGGULANGANNYA”, Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat,Vol. 9, No. 1, h.
8-16.
Wardhani, Yurika Fauziah, Paramita, Astridya, “Pelayanan Kesehatan Mental dalam
Hubungannya dnegan Disabilitas dan Gaya hidup Masyarakat Indonesia”
(Analisis Lanjut Riskesas 2007 dan 2013), Buletin Penelitian Sistem Kesehatan,
Vol. 19, No. 1, 2016, h. 99-107.
Giri Widakdo, Besral, “Efek Penyakit Kronis terhadap Ganguan Mental Emosional”, Jurnal
kesehatan Masyarakat Nasional, Vol. 7, No. 7, 2013, h. 309-316.
Salsabila Putri Suwijik, Qurrota A’yun, “Pengaruh Kesehatan Mental dalam Upaya
Memperbaiki dan Mengoptimalkan Kualitas Hidup Perempuan”, Journal of
Feminism and Gender Studies, Vol. 2, No. 2, Juli-Desember 2022, Hal. 109.
Ismawati, “Peran Perubahan Organisasi dengan Kesejahteraan Psikologis (Psychological
Well-Being) Karyawan di PT. PLN (Persero) Area Malang.” UIN Maulana
Malik Ibrahim Malang, 2013.
Khoirunnisa Ghefira Yusrani, dkk, “ Tinjauan Kebijakan Kesehatan Mental di Indonesia:
Menuju Pencapaian Sustainable Development Goals dan Universal Health
Coverage”, Jurnal Medika Nusantara, Vol. 1, No. 2, Mei 2023, h. 92-95.
World Health Organization, “Health and well-Being”, 2023, Diakses pada 26 Maret 2023
https://www.who.int/data/gho/data/major-themes/health-and-well-
being#:~:text=Mental%20health%20is%20a%20state,to%20his%20or%20her%
15
Putri Adisty W, Budi Wibhawa, Arie Surya G, “Kesehatan Mental Masyarakat Indonesia
(Pengetahuan dan Keterbukaan Masyarakat terhadap Gangguan Kesehatan
Mental)”, Prosing Riset KS: Riset dan PKM, 2015, h. 134.
Ellyana Dwi Farisandy, Azzahra Asihputri, Jennifer Shalom Pontoh, “PENINGKATAN,
PENGETAHUAN DAN KESADARAN MASYARAKAT MENGENAI KESEHATAN
MENTAL”, Diseminasi: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat, Vol.5, No. ,
2023, h. 86-90.
Mursidin, “Kesehatan Mental dalam Persepektif Al-Qur’an” Jurnal Cendekia SambasVol.
01 No.01 (Juni 2021): h.66.
Budiharjo dan Samain, “Konsep Kesehatan Mental dalam Al-Qur’an dan Implakasinya
Terhadap Adversity Qoutient Persepektif Tafsir Al-Misbah”, ATTA’DIB Jurnal
Pendidikan Agama Islam Vol.01 No.02 (Desember 2020): h.23-27.
Radiani, widiya A. 2019. “Kesehatan Mental Masa Kini Dan Penanganan Gangguannya
Secara Islami,” Journal Of Islamic And Law Studies 3, No. 1. h.94.
Anwar, faisal Dan Julia, Putry. 2021.“Analisis Strategi Pembinaan Kesehatan Mental Oleh
Guru Pengasuh Sekolah Berasrama Di Aceh Besar Pada Masa Pandemi,” Jurnal
Edukasi Jurnal Bimbingan Konseling 7, No. 1, h.68.
16