Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Kecerdasan Intelektual
Emosional Dan Spritual Semester 4 BPI B
Dosen Pengampu:
Dr. Meisil B Wulur, M. Sos. I
Oleh :
Fitrabudi
50200122038
Fitrabudi
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
A. Latar Belakan...................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................3
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam mengenal 3 kecerdasan manusia. Literatur klasik Islam telah mengupas
hal tersebut jauh sebelum konsep yang diperkenalkan ilmuwan Barat. Dalam kitab
Bidāyatul Hidāyah, kita sebagai manusia mengakui adanya Tuhan dengan segala
kebesaran-Nya dan mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Ini
merupakan konsep psikologi religius yang menggunakan konsep Islam. Berbeda
dengan konsep psikologi Barat yang hanya mengandalkan intelektual (rasio) dan
emosional. Konsep kecerdasan intelektual, emosional dan piritual dalam kitab
Bidāyatul Hidāyah menghendaki perubahan seseorang menuju sebuah masyarakat
Madani dengan kecerdasan yang menyeluruh. Tidak hanya kesejahteraan ekonomi dan
intelektualnya yang tinggi seperti bangsa Barat, tapi miskin spiritualitas. Atau
sebaliknya, tidak hanya tinggi spiritualitasnya tapi lemah secara ekonomi dan
intelektual. 1
1
Nur Hakim, “Kecerdasan Intelektual, Emosional, Dan Spiritual Dalam Perspektif Bidayatul
Hidayah,” Vol. 1, No. 2, (2018). h. 5
1
dengan bunuh diri, diantaranya viktor meyer beliau adalah ilmuan yang berkontribusi
dalam bidang kimia organik dan anorganik, akibat dari kelelahan dalam bekerja yang
mengakibatkan kondisi mental yang tidak stabil, dia melakukan bunuh diri untuk
mengakhiri hidupnya.2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana interaksi antara kecerdasan intelektual, emosional, spiritual, dan agama
mempengaruhi kesejahteraan mental individu?
2. Apa dampak integrasi kecerdasan dan spiritualitas dengan agama terhadap nilai-
nilai dan perilaku moral masyarakat?
2
M. Dwi Rahman Sahbana, “Kecerdasan Intelektual Dalam Perspektif Al-Qur’an”, Volume
(12), Nomor (2), (Desember) (2022) dalam jurnal Madania: Jurnal-Jurnal Ilmu Kesehatan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Adrifa Dhiyana Riskyanti, “Peran Kecerdasan Emosional terhadap Kesehatan Mental pada
4
Emerging Adulthood”, Vol. 2 No. 1 (2022): BULETIN RISET PSIKOLOGI DAN KESEHATAN
MENTAL. h. 1
3
Spiritual telah dianggap sebagai salah satu dimensi kesihatan seperti yang
dicadangkan oleh Pertubuhan Kesihatan Sedunia (WHO) yang mendefinisikan
kesihatan spiritual sebagai satu bentuk kesihatan (Esfahani M., 2010). Menurut
Andang Andaiyani & Abdul Said Ambotang (2020) WHO telah
menghubungkaitkan antara dimensi kesihatan fizikal, mental dan sosial. Dimensi
spiritual ini mempunyai hubungan dengan kesihatan sesorang individu
sebagaimana dinyatakan dalam International Classification of Diseases-10.
Keadaan ini perlu diambil kira dalam kehidupan manusia secara holistik (World
Health Organization, 2009). Menurut Abbasi et al. (2012) kecerdasan spiritual
merujuk kepada keseronokan dalam menerima takdir, emosi positif, etika dan
hubungan dengan tuhan yang dinamik dan harmoni. Ini dipersetujui oleh Rahimi
(2015) yang menjelaskan bahawa kesihatan spiritual adalah dimensi asas dalam
kesihatan dan kesejahteraan.5
2. Peran Agama dalam Menyokong Kesehatan Mental
5
Suhaya Deraman, “Kecerdasan Spiritual Dan Kesihatan Mental Remaja”, Jurnal Sains Sosial
Malaysian Journal of Social Science Jilid. 7 (1) (2022): h. 61-69
4
sehingga muncul perasaan positif seperti rasa bahagia, puas, sukses, merasa
dicintai, atau merasa aman. Sikap emosi yang demikian merupakan bagian dari
kebutuhan hak asasi manusia sebagai makhluk yang ber-Tuhan. Agama dapat
memberikan dampak yang cukup berarti dalam kehidupan manusia, termasuk
terhadap kesehatan.
Karena tidak semua orang dapat dengan tenang menghadapi penyakit yang
diderita. Ada kalanya, nasihat dokter ataupun keluarga tidak mampu menenangkan
batin yang sudah terlanjur kacau menerima hal buruk yang menimpa. Namun, jika
seseorang mempunyai keyakinan kepada Sang Pencipta, ini diyakini dapat
membantu. Dengan keyakinan yang kuat, dapat menjadi "obat" yang kuat, serta
meningkatkan kemampuan untuk mengatasi berbagai macam gangguan kesehatan
mental, seperti depresi, dll.
Dikutip dalam video Youtube "Kuliah Tamu" oleh Hasan Askari,
menjelaskan bahwa menurut Robert Sapolsky (sains kontemporer) yang tidak
meyakini Tuhan (Atheis) mengatakan Rate tertinggi depresi orang yang tidak
beragama jauh lebih tinggi daripada orang-orang yang beragama. Bagaimana
tidak?
1. Orang yang beragama ketika mengalami nasib buruk meyakini bahwa segala
sesuatu yang terjadi atas kehendak Tuhan, dan kita harus bersabar.
2. Orang yang beragama memiliki komunitas atau majelis (dalam Islam), ketika
terjadi sesuatu saling back up, dan punya support system.
3. Orang yang beragama ketika mendapati sesuatu yang tidak bisa dinalar
sekalipun bisa pasrah, ada rencana yang lebih baik dari ini. "Rencana ku akan kalah
dengan sang pemilik rencana".
Meski begitu, tidak semua penelitian yang meneliti hubungan antara
aktivitas spiritual atau religius dengan kesehatan mental selalu memberikan
5
manfaat. Sebaliknya, semua hal ini tergantung dari cara seseorang untuk
mengekspresikan kepercayaannya. 6
6
Masulah, “Hubungan Antara Kesehatan Mental Dengan Agama”, 2 Desember (2021): Dalama
Jurnal Kompasiana. h. 1-2
7
Ilham Hamid, Cegah Degradasi Moral Dengan Bimbingan Kesalehan Sosial (Cet. I;
Sukabumi: CV. Haura Utama, Agustus 2022), h. 7
6
saudara kita, semuanya menjadi bagian dari identitas keluarga kita. Identitas
keluarga ini turut mempengaruhi cara kita memandang diri sendiri dan bagaimana
kita berinteraksi dengan orang lain.
Proses pembentukan identitas adalah proses yang berkelanjutan sepanjang
hidup. Identitas kita dapat berubah dan berkembang seiring dengan perubahan
lingkungan, pengalaman hidup, dan perkembangan diri kita sendiri. Oleh karena
itu, penting bagi kita untuk terus melakukan refleksi dan introspeksi diri guna
memahami dan mengembangkan identitas kita secara positif.
Dalam kesimpulan, proses pembentukan identitas melibatkan faktor-faktor
eksternal seperti keluarga, lingkungan, dan budaya sekitar kita, serta faktor-faktor
internal seperti kepribadian, bakat, minat, dan nilai-nilai yang melekat pada diri
kita. Identitas kita juga dapat dipengaruhi oleh perkembangan teknologi dan
globalisasi. Proses pembentukan identitas adalah proses yang berkelanjutan
sepanjang hidup, dan kita perlu terus melakukan refleksi dan introspeksi diri guna
mengembangkan identitas kita secara positif.
Proses identitas terbentuk melibatkan beberapa faktor, termasuk:
8
https://geograf.id/literasi/bagaimana-proses-sebuah-identitas-terbentuk, diakses pada tanggal
21 pukul 5.32 Wita.
7
2. Pengaruh Terhadap Perilaku Sosial
Penelitian menunjukkan bahwa agama dan spiritualitas memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap perilaku moral masyarakat. Beberapa faktor yang dapat
memengaruhi perilaku moral meliputi keyakinan moral, praktik keagamaan, dan
kesadaran moral.
Keyakinan moral merupakan faktor penting dalam membentuk perilaku
moral. Keyakinan moral yang kuat dapat memotivasi individu untuk berperilaku
sesuai dengan nilai-nilai agama dan moral yang diyakini. Praktik keagamaan
seperti berdoa sebelum melakukan aktivitas dan membersihkan diri sebelum
beribadah juga dapat mempengaruhi kesadaran moral seseorang.Selain itu,
spiritualitas juga dapat memainkan peran penting dalam membangun perilaku
moral. Kecerdasan spiritual dalam menangani perilaku menyimpang dan
dekadensi moral dapat membantu individu untuk menjaga keselarasan antara
kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual.
Pentingnya agama dan spiritualitas dalam kehidupan masyarakat juga
tercermin dalam fungsi agama dalam masyarakat, antara lain sebagai sumber
pendidikan dan pedoman perilaku. Namun, perlu diingat bahwa faktor-faktor lain
juga dapat memengaruhi perilaku moral masyarakat. Selain agama dan
spiritualitas, faktor-faktor seperti pendidikan, lingkungan sosial, dan nilai-nilai
budaya juga dapat berperan dalam membentuk perilaku moral. 9
https://www.researchgate.net/publication/334589220_Apakah_spiritualitas_berkontribusi_ter
9
8
BAB III
KESIMPULAN
Dalam kajian ini, telah diselidiki hubungan erat antara kecerdasan intelektual,
emosional, spiritual, dan agama. Temuan utama menunjukkan bahwa kecerdasan dalam
semua aspek tersebut saling terkait dan dapat saling memengaruhi.
Pertama, kecerdasan intelektual, yang sering kali diukur melalui tes IQ dan
kemampuan kognitif lainnya, memainkan peran penting dalam pemahaman konsep
agama dan spiritualitas. Individu dengan kecerdasan intelektual yang tinggi cenderung
memiliki kemampuan yang lebih baik untuk memahami ajaran agama, menganalisis
teks-teks keagamaan, dan merenungkan makna spiritualitas.
9
Kesimpulannya, hubungan erat antara kecerdasan intelektual, emosional,
spiritual, dan agama menunjukkan kompleksitas manusia dalam mencari makna dan
tujuan hidup. Memahami interaksi antara aspek-aspek ini dapat membantu individu
memperdalam pengalaman spiritualnya, mengembangkan kesejahteraan
emosionalnya, dan meningkatkan pemahaman intelektualnya tentang agama dan
kehidupan secara keseluruhan. Dengan demikian, penelitian dan pengembangan diri
dalam semua dimensi kecerdasan menjadi penting dalam upaya menuju kesejahteraan
holistik manusia.
10
DAFTAR PUATAKA
11
LAMPIRAN
12
13
14