Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

HUBUNGAN ERAT ANTARA KECERDASAN INTELEKTUAL


EMOSIONAL SPRITUAL DAN AGAMA

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Kecerdasan Intelektual
Emosional Dan Spritual Semester 4 BPI B

Dosen Pengampu:
Dr. Meisil B Wulur, M. Sos. I

Oleh :
Fitrabudi
50200122038

JURUSAN BIMBINGAN PENYULUHAN ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2024
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah saya ucapkan syukur kepada Allah Subhanahu wa ta’ala yang


telah melimpakan Rahmat, Hidayah, serta Innayah-Nya sehingga saya bisa
menjalankan aktifitas seperti biasanya. Shalawat beriringan salam semoga selalu
tercurahkan kepada nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam sehingga saya dapat
meyelesaikan makalah dengan judul “HUBUNGAN ERAT ANTARA KECERDASAN
INTELEKTUAL EMOSIONAL SPRITUAL DAN AGAMA” ini sebagai tugas yang
akan dikumpulkan dan dipresentasikan.
Yang kedua, tak lupa saya ucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Meisil B Wulur,
M. Sos. I yang telah memberikan arahan dan ajaran tentang mata kuliah Hipnoterapi.
Selanjutnya saya ucapkan terima kasih kepada orang tua, teman-teman, serta semua
pihak yang terlibat dan telah memberikan dukungan dalam proses pembuatan makalah
ini.
Adapun yang terakhir saya menyadari makalah ini masih memiliki banyak
kekurangan, untuk itu saya mengharapkan masukan dan saran konstruktif dari pembaca
demi perbaikan dan sekaligus memperbesar manfaat makalah ini sebagai
pembelajaran.

Samata, 20 Maret 2024

Fitrabudi

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1

A. Latar Belakan...................................................................................................1

B. Rumusan Masalah............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................3

A. Interaksi Antara Kecerdasan Intelektual, Emosional, Spiritual, Dan Agama


Mempengaruhi Kesejahteraan Mental Individu..............................................3
B. Dampak Integrasi Kecerdasan Dan Spiritualitas Dengan Agama Terhadap
Nilai-Nilai Dan Perilaku Moral Masyarakat...................................................6

BAB III KESIMPULAN..............................................................................................9


DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................11
LAMPIRAN...............................................................................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam mengenal 3 kecerdasan manusia. Literatur klasik Islam telah mengupas
hal tersebut jauh sebelum konsep yang diperkenalkan ilmuwan Barat. Dalam kitab
Bidāyatul Hidāyah, kita sebagai manusia mengakui adanya Tuhan dengan segala
kebesaran-Nya dan mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Ini
merupakan konsep psikologi religius yang menggunakan konsep Islam. Berbeda
dengan konsep psikologi Barat yang hanya mengandalkan intelektual (rasio) dan
emosional. Konsep kecerdasan intelektual, emosional dan piritual dalam kitab
Bidāyatul Hidāyah menghendaki perubahan seseorang menuju sebuah masyarakat
Madani dengan kecerdasan yang menyeluruh. Tidak hanya kesejahteraan ekonomi dan
intelektualnya yang tinggi seperti bangsa Barat, tapi miskin spiritualitas. Atau
sebaliknya, tidak hanya tinggi spiritualitasnya tapi lemah secara ekonomi dan
intelektual. 1

Pertanyaan yang sering muncul di berbagai kesempatan seperti diskusi ketika


berbicara tentang manusia antara lain adalah potensi apa yang dimiliki oleh manusia
untuk menghadapi kenyataan hidup ini. Mampukah manusia dengan potensi itu
mengatasi berbagai persoalan yang dihadapinya. Berbagai pertanyaan tersebut telah
dicoba dijawab sebaik mungkin melalui kemampuan yang dimiliki oleh manusia
berupa kemampuan berfikir dan bernalar atau yang lebih dikenal dengan kecerdasan
intelektual/IQ. Akan tetapi pada kenyataannya ada beberapa orang yang memiliki
kecerdasan akal yang cukup tinggi tetapi dia gagal dalam menghadapi berbagai
persoalan yang mereka hadapi dalam hidup, dapat kita contohkan beberapa ilmuan di
dunia yang memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi tetapi mengakhiri hidupnya

1
Nur Hakim, “Kecerdasan Intelektual, Emosional, Dan Spiritual Dalam Perspektif Bidayatul
Hidayah,” Vol. 1, No. 2, (2018). h. 5

1
dengan bunuh diri, diantaranya viktor meyer beliau adalah ilmuan yang berkontribusi
dalam bidang kimia organik dan anorganik, akibat dari kelelahan dalam bekerja yang
mengakibatkan kondisi mental yang tidak stabil, dia melakukan bunuh diri untuk
mengakhiri hidupnya.2

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana interaksi antara kecerdasan intelektual, emosional, spiritual, dan agama
mempengaruhi kesejahteraan mental individu?
2. Apa dampak integrasi kecerdasan dan spiritualitas dengan agama terhadap nilai-
nilai dan perilaku moral masyarakat?

2
M. Dwi Rahman Sahbana, “Kecerdasan Intelektual Dalam Perspektif Al-Qur’an”, Volume
(12), Nomor (2), (Desember) (2022) dalam jurnal Madania: Jurnal-Jurnal Ilmu Kesehatan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Interaksi Antara Kecerdasan Intelektual, Emosional, Spiritual, Dan Agama


Mempengaruhi Kesejahteraan Mental Individu
1. Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Spiritual terhadap Kesejahteraan
Mental
Secara etimologis, kata "mental" berasal dari kata latin, yaitu "mens" atau
"mentis" artinya roh, sukma, jiwa, atau nyawa. Di dalam bahasa Yunani, kesehatan
terkandung dalam kata hygiene, yang berarti ilmu kesehatan. Maka kesehatan
mental merupakan bagian dari hygiene mental (ilmu kesehatan mental).3
Kesehatan mental merupakan salah satu bentuk kesehatan yang berkaitan
dengan kesejahteraan individu. Meski penting, adanya masalah kesehatan mental
masih sering ditemukan, salah satunya pada individu yang mengalami transisi dari
masa remaja menuju dewasa atau periode emerging adulthood. Dalam
mengoperasionalisasikan kesehatan mental, terdapat salah satu bentuk yang bisa
ditinjau yaitu melalui emosi, dimana emosi merupakan dasar dari kecerdasan
emosional. Oleh karena itu, tujuan penelitian merujuk bagaimana pengaruh yang
diberikan pada kecerdasan emosional terhadap kesehatan mental pada emerging
adulthood. Penelitian dilakukan melalui survei dengan total 344 partisipan.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat dilihat jika kecerdasan emosional memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap kesehatan mental pada emerging
adulthood sebesar 2%. Hal tersebut menjelaskan mengenai peningkatan kecerdasan
emosional, dapat berperan dalam peningkatan kesehatan mental pada individu. 4

Yusak Burhanuddin, Kesehatan Mental ( Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), h.9


3

Adrifa Dhiyana Riskyanti, “Peran Kecerdasan Emosional terhadap Kesehatan Mental pada
4

Emerging Adulthood”, Vol. 2 No. 1 (2022): BULETIN RISET PSIKOLOGI DAN KESEHATAN
MENTAL. h. 1

3
Spiritual telah dianggap sebagai salah satu dimensi kesihatan seperti yang
dicadangkan oleh Pertubuhan Kesihatan Sedunia (WHO) yang mendefinisikan
kesihatan spiritual sebagai satu bentuk kesihatan (Esfahani M., 2010). Menurut
Andang Andaiyani & Abdul Said Ambotang (2020) WHO telah
menghubungkaitkan antara dimensi kesihatan fizikal, mental dan sosial. Dimensi
spiritual ini mempunyai hubungan dengan kesihatan sesorang individu
sebagaimana dinyatakan dalam International Classification of Diseases-10.
Keadaan ini perlu diambil kira dalam kehidupan manusia secara holistik (World
Health Organization, 2009). Menurut Abbasi et al. (2012) kecerdasan spiritual
merujuk kepada keseronokan dalam menerima takdir, emosi positif, etika dan
hubungan dengan tuhan yang dinamik dan harmoni. Ini dipersetujui oleh Rahimi
(2015) yang menjelaskan bahawa kesihatan spiritual adalah dimensi asas dalam
kesihatan dan kesejahteraan.5
2. Peran Agama dalam Menyokong Kesehatan Mental

Berdasarkan data dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan


Kementerian Kesehatan Indonesia, setidaknya ada 450.000 keluarga di Indonesia
yang menderita skizofrenia (gangguan mental jangka panjang). Individu yang
sehat secara mental dapat berfungsi secara normal dalam menjalankan hidup,
khususnya saat menyesuaikan diri untuk menghadapi masalah-masalah yang akan
ditemui sepanjang hidup seseorang dengan menggunakan kemampuan pengolahan
stresnya. Akan tetapi individu yang terganggu kesehatan mentalnya dapat
mengubah bagaimana cara dalam menangani stres, berhubungan dengan orang
lain, membuat pilihan, dan memicu hasrat untuk menyakiti diri sendiri.
Adapun hubungan kesehatan mental dengan agama yakni sebagai keyakinan
dan kesehatan jiwa, terletak pada sikap seseorang terhadap suatu kekuasaan Yang
Maha Tinggi. Sikap tersebut akan memberikan sikap optimis pada diri seseorang

5
Suhaya Deraman, “Kecerdasan Spiritual Dan Kesihatan Mental Remaja”, Jurnal Sains Sosial
Malaysian Journal of Social Science Jilid. 7 (1) (2022): h. 61-69

4
sehingga muncul perasaan positif seperti rasa bahagia, puas, sukses, merasa
dicintai, atau merasa aman. Sikap emosi yang demikian merupakan bagian dari
kebutuhan hak asasi manusia sebagai makhluk yang ber-Tuhan. Agama dapat
memberikan dampak yang cukup berarti dalam kehidupan manusia, termasuk
terhadap kesehatan.
Karena tidak semua orang dapat dengan tenang menghadapi penyakit yang
diderita. Ada kalanya, nasihat dokter ataupun keluarga tidak mampu menenangkan
batin yang sudah terlanjur kacau menerima hal buruk yang menimpa. Namun, jika
seseorang mempunyai keyakinan kepada Sang Pencipta, ini diyakini dapat
membantu. Dengan keyakinan yang kuat, dapat menjadi "obat" yang kuat, serta
meningkatkan kemampuan untuk mengatasi berbagai macam gangguan kesehatan
mental, seperti depresi, dll.
Dikutip dalam video Youtube "Kuliah Tamu" oleh Hasan Askari,
menjelaskan bahwa menurut Robert Sapolsky (sains kontemporer) yang tidak
meyakini Tuhan (Atheis) mengatakan Rate tertinggi depresi orang yang tidak
beragama jauh lebih tinggi daripada orang-orang yang beragama. Bagaimana
tidak?
1. Orang yang beragama ketika mengalami nasib buruk meyakini bahwa segala
sesuatu yang terjadi atas kehendak Tuhan, dan kita harus bersabar.
2. Orang yang beragama memiliki komunitas atau majelis (dalam Islam), ketika
terjadi sesuatu saling back up, dan punya support system.
3. Orang yang beragama ketika mendapati sesuatu yang tidak bisa dinalar
sekalipun bisa pasrah, ada rencana yang lebih baik dari ini. "Rencana ku akan kalah
dengan sang pemilik rencana".
Meski begitu, tidak semua penelitian yang meneliti hubungan antara
aktivitas spiritual atau religius dengan kesehatan mental selalu memberikan

5
manfaat. Sebaliknya, semua hal ini tergantung dari cara seseorang untuk
mengekspresikan kepercayaannya. 6

B. Dampak Integrasi Kecerdasan Dan Spiritualitas Dengan Agama Terhadap Nilai-


Nilai Dan Perilaku Moral Masyarakat
1. Pembentukan Identitas Dan Nilai-Nilai Moral
Perkembangan pendidikan saat ini diwarnai dengan permasalahan
kompleks dan beragam yang dialami oleh peserta didik. Permasalahan peserta
didik dalam dunia pendidikan menyebabkan degradasi moral. Berbagai peristiwa
yang muncul dan memberikan pengaruh pada kehidupan ppeserta didik dalam hal
perilaku yang menyimpang seperti penggunaan obat terlarang, minuman keras,
pencurian, penganiayaan, kenakalan remaja, pelecehan seksual, pergaulan bebas,
sikap agresif, tawuran, bullying bahkan sampai pada tindak kekerasan fisik yang
mengakibatkan kematian dan berbagai perilaku kurang beradab lainnya.
Degradasi moral atau kualitas moral remaja pada saat ini terus menerus
mengalami penurunan dan terlihat semakin tidak terkendali sehingga perlu
mendapat perhatian dari orang tua, guru, pemerintah, lembaga pendidikan atau
sekolah dan masyarakat pada umumnya. Disisi lain, remaja seringkali menjadi
lupa dengan perannya sebagai generasi penerus bangsa, yang gagal menampilkan
akhlak terpuji sesuai harapan dan cita-cita para orang tua. Sehingga perilaku di
atas, dapat dikatakan sebagai perilaku yang menyimpang tidak sesuai dengan
moral yang baik.7

Proses pembentukan identitas dimulai sejak kita dilahirkan. Identitas


pertama yang kita dapatkan adalah identitas keluarga. Nama yang diberikan oleh
orang tua, status sebagai anak dari pasangan tertentu, dan keberadaan saudara-

6
Masulah, “Hubungan Antara Kesehatan Mental Dengan Agama”, 2 Desember (2021): Dalama
Jurnal Kompasiana. h. 1-2
7
Ilham Hamid, Cegah Degradasi Moral Dengan Bimbingan Kesalehan Sosial (Cet. I;
Sukabumi: CV. Haura Utama, Agustus 2022), h. 7

6
saudara kita, semuanya menjadi bagian dari identitas keluarga kita. Identitas
keluarga ini turut mempengaruhi cara kita memandang diri sendiri dan bagaimana
kita berinteraksi dengan orang lain.
Proses pembentukan identitas adalah proses yang berkelanjutan sepanjang
hidup. Identitas kita dapat berubah dan berkembang seiring dengan perubahan
lingkungan, pengalaman hidup, dan perkembangan diri kita sendiri. Oleh karena
itu, penting bagi kita untuk terus melakukan refleksi dan introspeksi diri guna
memahami dan mengembangkan identitas kita secara positif.
Dalam kesimpulan, proses pembentukan identitas melibatkan faktor-faktor
eksternal seperti keluarga, lingkungan, dan budaya sekitar kita, serta faktor-faktor
internal seperti kepribadian, bakat, minat, dan nilai-nilai yang melekat pada diri
kita. Identitas kita juga dapat dipengaruhi oleh perkembangan teknologi dan
globalisasi. Proses pembentukan identitas adalah proses yang berkelanjutan
sepanjang hidup, dan kita perlu terus melakukan refleksi dan introspeksi diri guna
mengembangkan identitas kita secara positif.
Proses identitas terbentuk melibatkan beberapa faktor, termasuk:

1. Pengaruh Lingkungan: Identitas seseorang dapat dipengaruhi oleh


lingkungan di sekitarnya, termasuk keluarga, teman, sekolah, dan budaya
tempat tinggalnya.
2. Pengalaman Hidup: Pengalaman hidup yang unik, seperti peristiwa penting,
pencapaian, atau kegagalan, dapat membentuk identitas seseorang.
3. Nilai dan Keyakinan: Nil ai dan keyakinan yang dipelajari dari keluarga atau
agama dapat menjadi bagian penting dari identitas seseorang.
4. Perkembangan Pribadi: Identitas seseorang juga dapat berkembang seiring
dengan pertumbuhan dan perkembangan pribadi, termasuk pemahaman diri,
pengembangan minat, dan penemuan bakat.8

8
https://geograf.id/literasi/bagaimana-proses-sebuah-identitas-terbentuk, diakses pada tanggal
21 pukul 5.32 Wita.

7
2. Pengaruh Terhadap Perilaku Sosial
Penelitian menunjukkan bahwa agama dan spiritualitas memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap perilaku moral masyarakat. Beberapa faktor yang dapat
memengaruhi perilaku moral meliputi keyakinan moral, praktik keagamaan, dan
kesadaran moral.
Keyakinan moral merupakan faktor penting dalam membentuk perilaku
moral. Keyakinan moral yang kuat dapat memotivasi individu untuk berperilaku
sesuai dengan nilai-nilai agama dan moral yang diyakini. Praktik keagamaan
seperti berdoa sebelum melakukan aktivitas dan membersihkan diri sebelum
beribadah juga dapat mempengaruhi kesadaran moral seseorang.Selain itu,
spiritualitas juga dapat memainkan peran penting dalam membangun perilaku
moral. Kecerdasan spiritual dalam menangani perilaku menyimpang dan
dekadensi moral dapat membantu individu untuk menjaga keselarasan antara
kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual.
Pentingnya agama dan spiritualitas dalam kehidupan masyarakat juga
tercermin dalam fungsi agama dalam masyarakat, antara lain sebagai sumber
pendidikan dan pedoman perilaku. Namun, perlu diingat bahwa faktor-faktor lain
juga dapat memengaruhi perilaku moral masyarakat. Selain agama dan
spiritualitas, faktor-faktor seperti pendidikan, lingkungan sosial, dan nilai-nilai
budaya juga dapat berperan dalam membentuk perilaku moral. 9

https://www.researchgate.net/publication/334589220_Apakah_spiritualitas_berkontribusi_ter
9

hadap_kesehatan_mental_mahasiswa, diakses pada tangga 21 pukul 5.40 Wita.

8
BAB III
KESIMPULAN

Dalam kajian ini, telah diselidiki hubungan erat antara kecerdasan intelektual,
emosional, spiritual, dan agama. Temuan utama menunjukkan bahwa kecerdasan dalam
semua aspek tersebut saling terkait dan dapat saling memengaruhi.

Pertama, kecerdasan intelektual, yang sering kali diukur melalui tes IQ dan
kemampuan kognitif lainnya, memainkan peran penting dalam pemahaman konsep
agama dan spiritualitas. Individu dengan kecerdasan intelektual yang tinggi cenderung
memiliki kemampuan yang lebih baik untuk memahami ajaran agama, menganalisis
teks-teks keagamaan, dan merenungkan makna spiritualitas.

Kedua, kecerdasan emosional, yang berkaitan dengan kemampuan untuk


mengelola emosi sendiri dan orang lain, juga berdampak pada pemahaman dan
pengalaman spiritual. Individu dengan kecerdasan emosional yang tinggi mungkin
lebih terbuka terhadap pengalaman spiritual, memiliki empati terhadap sesama, dan
mampu mengekspresikan rasa syukur dan kedamaian.

Ketiga, kecerdasan spiritual, yang mencakup kesadaran diri, keterhubungan


dengan alam semesta, dan pencarian makna hidup, dapat memperdalam hubungan
individu dengan agama dan keyakinan keagamaannya. Kecerdasan spiritual juga dapat
memperkaya kehidupan religius seseorang melalui praktik-praktik spiritual yang
mendalam dan pengalaman transformatif.

Terakhir, agama sebagai institusi sosial dan sistem kepercayaan yang


terorganisir, juga dapat mempengaruhi perkembangan kecerdasan intelektual,
emosional, dan spiritual seseorang. Melalui praktik keagamaan, pengajaran moral, dan
komunitas yang mendukung, agama dapat menjadi sumber pembelajaran dan
pertumbuhan dalam semua aspek kecerdasan.

9
Kesimpulannya, hubungan erat antara kecerdasan intelektual, emosional,
spiritual, dan agama menunjukkan kompleksitas manusia dalam mencari makna dan
tujuan hidup. Memahami interaksi antara aspek-aspek ini dapat membantu individu
memperdalam pengalaman spiritualnya, mengembangkan kesejahteraan
emosionalnya, dan meningkatkan pemahaman intelektualnya tentang agama dan
kehidupan secara keseluruhan. Dengan demikian, penelitian dan pengembangan diri
dalam semua dimensi kecerdasan menjadi penting dalam upaya menuju kesejahteraan
holistik manusia.

10
DAFTAR PUATAKA

Burhanuddin, Yusak. “Kesehatan Mental ( Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), h.9


Deraman, Suhaya. “Kecerdasan Spiritual Dan Kesihatan Mental Remaja”, Jurnal Sains
Sosial Malaysian Journal of Social Science Jilid. 7 (1) (2022): h. 61-69
Dhiyana, Adrifa Riskyanti, “Peran Kecerdasan Emosional terhadap Kesehatan Mental
pada Emerging Adulthood”, Vol. 2 No. 1 (2022): BULETIN RISET
PSIKOLOGI DAN KESEHATAN MENTAL. h. 1
Dwi, M Rahman Sahbana. “Kecerdasan Intelektual Dalam Perspektif Al-Qur’an”,
Volume (12), Nomor (2), (Desember) (2022) dalam jurnal Madania: Jurnal-
Jurnal Ilmu Kesehatan.
Hakim, Nur. “Kecerdasan Intelektual, Emosional, Dan Spiritual Dalam Perspektif
Bidayatul Hidayah,” Vol. 1, No. 2, (2018). h. 5
Hamid, Ilham. “Cegah Degradasi Moral Dengan Bimbingan Kesalehan Sosial (Cet. I;
Sukabumi: CV. Haura Utama, Agustus 2022), h. 7
https://geograf.id/literasi/bagaimana-proses-sebuah-identitas-terbentuk, diakses pada
tanggal 21 pukul 5.32 Wita.
https://www.researchgate.net/publication/334589220_Apakah_spiritualitas_berkontri
busi_terhadap_kesehatan_mental_mahasiswa, diakses pada tangga 21 pukul
5.40 Wita.
Masulah. “Hubungan Antara Kesehatan Mental Dengan Agama”, 2 Desember (2021):
Dalama Jurnal Kompasiana. h. 1-2

11
LAMPIRAN

12
13
14

Anda mungkin juga menyukai