Anda di halaman 1dari 22

TUGAS MAKALAH SOSIOANTROPOLOGI PENDIDIKAN

PSIKOLOGI LINTAS KULTURAL TERAPAN

Dosen Pembimbing:

Drs. Bahrun, M.Pd

Disusun oleh:

Nurul Wahdani 1806104030050

Fakultas Keguruan dan llmu Pendidikan

Universitas Syiah Kuala

2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat, hidayah,
taufik, dan ilhamnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk
maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah
satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca. Makalah ini disusun dalam rangka untuk
menyelesaikan tugas dari Bapak Drs. Bahrun, M.Pd. selaku pengampu materi sosioantropologi
pendidikan.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun  isi makalah ini sehingga
kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki
sangat kurang. Oleh karena itu saya harapkan kepada pembaca untuk memberikan masukan-
masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Banda Aceh, 25  Desember 2018

Penyusun
Nurul Wahdani

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................................2
DAFTAR ISI.................................................................................................................................................3
BAB I: PENDAHULUAN.............................................................................................................................
1.1 Latar belakang..........................................................................................................................................4
1.2 Tujuan......................................................................................................................................................5
BAB II: RINGKASAN..................................................................................................................................
2.1 Kesehatan.................................................................................................................................................6
2.2 Spiritualitas, Sains, dan Kesehatan..........................................................................................................6
2.3 Keputusan Bisnis......................................................................................................................................7
2.4 Bekerja dengan Imigran...........................................................................................................................8
2.5 Pendidikan................................................................................................................................................9
2.6 Kultur, Perilaku, dan Hukum...................................................................................................................9
2.7 Hak Asasi Manusia..................................................................................................................................9
2.8 Bekerja dan Bertugas di Luar Negeri.....................................................................................................10
2.9 Agama: konteks kampus........................................................................................................................10
BAB III : PEMBAHASAN............................................................................................................................
3.1 Kesehatan...............................................................................................................................................12
3.2 Spiritualitas, Sains, dan Kesehatan........................................................................................................12
3.3 Keputusan Bisnis....................................................................................................................................14
3.4 Bekerja dengan Imigran.........................................................................................................................16
3.5 Pendidikan..............................................................................................................................................17
3.6 Kultur, Perilaku, dan Hukum.................................................................................................................17
3.7 Hak Asasi Manusia................................................................................................................................18
3.8 Bekerja dan Bertugas di Luar Negeri.....................................................................................................19
3.9 Agama dalam konteks kampus..............................................................................................................19
BAB IV : PENUTUP..................................................................................................................................21

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Psikologi lintas kultural terapan adalah kajian mengenai persamaan dan perbedaan dalam
fungsi individu secara psikologis, dalam berbagai budaya, dan kelompok etnik yaitu mengenai
hubungan-hubungan di antara usaha psikologis dan sosio budaya, ekologis, dan perubahan
biologis serta mengenai peubahan-perubahan yang berlangsung dalam perubahan-perubahan
tersebut.

Psikolog bukan tukang sulap. Dibutuhkan waktu dan usaha keras untuk
mengimplementasikan data riset ke dalam usaha untuk mengubah hidup orang lain. Psikolog
lintas kultural harus tahu bukan hanya soal subjek riset, tetapi juga bagaimana kebijakan tertentu
terhadap subjek. Rasa ingin tahu personal meski merupakan hal baik bukan satu-satunya alasan
dari para psikolog untuk membandingkan perilaku manusia di lintas kultural. Psikologi lintas
kultural bertujuan meneliti mekanisme aktivitas manusia yang universal, lintas kultural, dan yang
spesifik di kultur tertentu. Psikolog ingin memahami fenomena lintas kultural. Mereka juga ingin
mendidik, membantu, membuat perubahan pada hidup orang, membantu orang menyadari
potensinya, dan mereduksi penderitaan yang tidak perlu.

Psikolog bukan tukang sihir, mereka menempatkan pernyataan Barnum di vignette


pembuka. Psikolog bukan pembuat kebijakan, tetapi mereka bisa memengaruhi kebijakan dengan
menciptakan ‘’ iklim kebijakan’’ di hamper semua isu, problem atau perkembangan sosial.

Psikologi lintas kultural dapat memberikan data penting dan saran berharga bagi
psikoterapi. Pengetahuan psikologi dapat berguna dalam diplomasi internasional dan gegosiasi,
iklan, dan marketing. Spesialis di dalam psikologi lintas kultural dapat membantu ribuan migran
untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan kultur yang baru. Mereka percaya bahwa seiring
dengan meningkatnya kontak antar kultural di semua belahan dunia, minat pada bidang training
lintas kultural juga akan bertambah.

4
Problem praktis yang dihadapi oleh psikolog lintas kultural di antaranya yaitu kesehatan,
spiritualitas, sains, dan kesehatan, keputusan bisnis, bekerja dengan imigran, pendidikan, kultur,
perilaku, dan hukum, hak asasi manusia, bekerja dan bertugas di luar negeri serta agama dalam
konteks kampus.

Tak seorang pun akan bisa memperbbaikimu, jika engkau tak mau berusaha memperbaiki
dirimu. (Bertoltn Brechtb).

1.2 Tujuan

Tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memberikan pemahaman kepada mahasiswa
tentang PSIKOLOGI LINTAS KULTURAL TERAPAN.

5
BAB II

RINGKASAN

2.1 Kesehatan

 Dalam psikologi lintas kultural dan kesehatan, terlihat bahwasanya psikologi lintas
kultural benar-benar mempengaruhi tingkat kesehatan suatu tempat kelompok masyarakat
tinggal. Misalnya di masyarakat Amerika memiliki pandangan tentang kesehatan sangat
di pengaruhi dengan pendekatan omedical model. Dimana model ini memandang
penyakit sebagai suatu hasil penyebab spesifik yang bisa di identifikasikan di dalam
badan. Begitu juga di masyarakat Indonesia memiliki pandangan bahwa sakit adalah
semacam gangguan terhadap pikiran dan fisik manusia, sehingga mengakibatkan tidak
dapat melaksanakan kegiatan/pekerjaan dengan baik.
 Sakit adalah gangguan yang dating menyerang tubuh manusia baik secara fisik maupun
batin (kejiwaan).
 Orang Yunani dan Negeri China memandang kesehatan tidak hanya sebagai ketidak
hadiran kondisi atau keadaan negatif tetapi juga sebagai kehadiran kondisi yang positif.
Keseimbangan antara diri dan alam dan pada perbedaan individual di hidup ini dilihat
sebagai suatu bagian dari sehat di banyak budaya di Asia. Keseimbangan ini dapat
memproduksi kondisi yang positif (sebuah sinergi dari kekuatan diri, alam, dan lainnya).
Di China, konsep dari kesehatan berdasarkan pada filosofi dan agama di China. Focus
pada prinsip Yin dan Yang, yang ,mana melambangkan energi positif dan negatif.
 Menurut undang-undang, kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial
yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dimana
upaya kesehatan yang dilakukan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan di
bangun serta oleh pemerintah juga masyarakat.

2.2 Spiritualitas, Sains, dan Kesehatan

 Spiritualitas adalah serangkaian fenomena ‘’non materi’’ yang berkaitan dengan imna,
kepercayaan, dan harapan, bertentangan dengan soal-soal ‘’materi’’ yang berhubungan

6
dengan kepemilikan, akumulasi kekayaan, dan kompetensi. Dalam koteks psikologis,
spiritualitas menekankan pikiran di atas materi, menjadi di atas memiliki, dan usaha
mental di atas tindakan fisik.
 Pseudo/sains adalah pengetahuan dan aplikasinya yang kelihatan ilmiah namun tidak
didasarkan pada metode ilmiah.
 Belakangan ini, semakin banyak penelitian yang menunjukkan manfaat aktivitas terhadap
kesehatan.
 Orang yang mendatangi layanan keagamaan hidup lebih panjang.
 Beberapa bukti menunjukkan bahwa spiritualitas melindungi terhadap gangguan
kardivaskular.

 Secara keseluruhan, pandangan kontemporer tentang spiritualitas adalah bahwa factor


spiritualitas seperti keyakinan religious, doa, meditasi dan kombinasi factor-faktor itu
akan memengaruhi setidaknya empat sistem fisiologis yang saling berkaitan: otak, sistem
endokrin, sistem saraf peripheral, dan sistem kekebalan.
 Mengatasi masalah dengan metode spiritual juga bisa berguna untuk meningkatkan
kualitas hidup bagi orang yang menderita luka cacat.
 Spiritualitas memberikan keberanian dan motivasi untuk menghadapi kesulitan dan
keterbatasan, maka spiritualitas memberi perlindungan psikologis dan membantu orang
mengembangkan kebiasaan untuk menahan kesulitan emosi, seperti kelemahan tekad,
frustasi, merasa kalah, depresi, dan marah (Ray, 2004).
 Spiritualitas mencakup banyak aktivitas dan keyakinan manusia yang tidak hanya soal
percaya pada Tuhan atau kekuatan alam.
 Bagi beberapa orang yang tidak religious, spiritualitas adalah keyakinan mendalam pada
hasil-hasil positif, keberuntungan, perlindungan, dan kekuatan lingkungan yang memberi
rasa kompetensi dan kekuatan pada orang lain itu. Para psikolog menyebut ini sebagai
orang yang memiliki lokus kontrol eksternal yang kuat.

2.3 Keputusan Bisnis

 Psikologi lintas kultural kontemporer dapat memberi kontribusi penting bagi


pengembangan organisasi, yakni perubahan terencana yang ditargetkan untuk

7
meningkatkan kinerja organisasi dan individual dan kesejahteraan dalam perusahaan
bisnis swasta atau pemerintah.
 Psikologi lintas kultural terapan memiliki sumbangan yang berharga untuk
perkembangan organisasi.
 Membantu perusahaan untuk menciptakan atmosfer yang melibatkan psikologi
lintas kultural terapan untuk meningkatkan efisiensi dan kesejahteraan psikologis.
 Pentingnya pelatihan untuk polisi dan petugas imigrasi yang akan berhadapan dengan
sejumlah besar orang dari berbagai etnik.
 Semakin banyak usaha yang dilakukan, maka sangat berguna untuk melindungi keunikan
lokal suatu negara.
 Setiap negosiasi bisnis adalah semacam permainan kecil yaitu masing-masing pihak
menyembunyikan fakta, melebih-lebihkan sebagian fakta, menahan sebagian informasi,
dan sebagainya.
 Graham dan rekannya (Graham, 1983; Graham et al, 1992), mereka meneliti mana dari
dua cara yang digunakan selama negoisasi yaitu pemecahan masalah (berorientasi
konsensus) atau kompetitif (berorientasi kemenangan).

2.4 Bekerja dengan Imigran

 Psikolog yang bekerja dengan berbagai kelompok imigran dan khususnya pengungsi
(individu yang meninggalkan negaranya dan tidak mau balik lagi karena takut dihukum
atau dibunuh) menghadapi sejumlah masalah. Salah satu masalah paling signifikan
adalah akulturasi, yakni dalam konteks imigrasi, proses penyesuaian individu ke kultur
baru.
 Pengungsi adalah orang yang meninggalkan Negara asalnya dan tidak mau kembali
karena takut di hokum atau di bunuh (karena alas an ras, agama, atau opini politik).
 Peperangan, kemiskinan, dan bencana menyebabkan semakin banyak pengungsi antar
bangsa. Salah satu masalah yang muncul adalah akulturasi.
 Belakangan ini, peneliti mengenai penyesuaian psikologi kultural biasanya fokus pada:
 Stress terkait penyesuaian diri.
 Kemampuan psikologis yang membantu seseorang berkembang untuk melewati
konsekuensi negatif dari stress.

8
 Saat bekerja dengan imigran, psikolog sering membantu mereka mengatasi tekanan
akulturasi yaitu reaksi penyesuaian awal ke kultur baru.

2.5 Pendidikan

 Jenkins (1995) dalam studinya tentang psikologi Afrika-Amerika, mengatakan bahwa ada
beberapa cara yang bisa dipakai orang dewasa untuk meningkatkan nilai tes kecerdasan
anak-anak minoritas. Dia mengatakan bahwa meski banyak anak minoritas kekurangan
pengalaman developmental karena kemiskinan, rumah yang sesak, dan parenting yang
tidak memadai, defisit itu dapat diatasi. Untuk itu, beberapa anak mungkin butuh guru
yang memerhatikan fungsi kognitifnya.
 Sebagian kecil anak mendapatkan skor nilai tes intelegensi yang rendah, hal ini
disebabkan kurangnya stimulasi akibat kemiskinan, pemukiman yang terlalu padat,
hingga pengasuhan yang tidak baik.
 Kemampuan anak bisa ditingkatkan dengan mengembangkan lingkungan belajar yang
apresiasif dan melibatkan orang tua.

2.6 Kultur, Perilaku, dan Hukum

 Banyak kasus yang membuat usaha-usaha menghormati lintas kultural atau nilai individu
bergesekan dengan norma hukum di suatu wilayah. Contohnya penggunaan symbol
agama di institusi publik, peredaran minuman beralkohol, dan keberadaan di perempuan
di ruang publik.
 Sekarang terutama di masyarakat demokratis, orang mengandalkan hukum untuk
memutuskan apakah suatu tindakan dianggap illegal atau tidak.
 Meskipun psikolog tidak punya kekuasaan seperti hakim atau legislator, mereka bisa
mengekspresikan opininya mengenai isu hokum yang berhubungan dengan kultur dan
perilaku lintas etnis dan bangsa.

2.7 Hak Asasi Manusia

 Undang-undang Hak Asasi Manusia (HAM) Interpersoanal secara spesifik disusun untuk
melindungi hak asasi manusia yang dibutuhkan oleh orang agar bisa menjalani kehidupan
sepenuhnya, bebas, aman, terjamin, dan sehat.

9
 Menurut PBB, anak-anak seharusnya boleh mengekspresikan pendapatnya dengan bebas,
Negara harus menghormati kebebasan berpikir dan beragama si anak, dan anak juga
memiliki hak privasi dan orang dewasa tidak bisa mencampuri privasi anak secara paksa.
(UUD, 1959).
 PBB mengharuskan agar Negara menjamin akses anak ke berbagai sumber daya,
termasuk standar hidup yang memadai untuk perkembangan fisik, mental, spiritual, moral
dan sosial anak.
 PBB mendeklarasikan prioritas hak individu anak di atas hak mereka di dalam kelompok
sosial seperti keluarga.
 PBB mengakui beberapa hak dasar perempuan.

2.8 Bekerja dan Bertugas di Luar Negeri

 Sensor adalah alat yang kuat yang di pakai oleh institusi social dan religius untuk
menyaring dan melarang informasi tertentu.
 Pembela sensor politik mengatakan bahwa pembatasan informasi diperlukan untuk
melindungi ketertiban social dan stabilitas.
 Saat bekerja di negara asing yang tidak demokratis, spesialis kemungkinan harus
berhadapan dengan praktik pembatasan atau sensor dan resistensi terhadap perubahan.
 Dalam sensor ideologi, berbagai institusi masyarakat termasuk organisasi keagamaan dan
pemerintahan menetapkan prinsip masa lalu, masa kini, dan masa depan masyarakat.
Informasi yang bertentangan dengan prinsip itu di larang di publikasikan.
 Sensor agama merupakan bagian dari sensor ideologi.
 Sensor moral adalah penjaga psikologis dan kultural masyarakat.

2.9 Agama Dalam Konteks Kampus

 Salah satu cara mempelajari toleransi adalah dengan tukar menukar informasi.
 Sebagai orang bebas, anda berhak memilih mengikuti agama atau tidak beragama.

10
 Mahasiswa berhak berdoa sendiri-sendiri atau dalam kelompok dan mendiskusikan
pandangan agama apa saja dengan temannya selama diskusi itu tidak mengganggu
ketertiban.
 Siapa pun yang berbicara tentang agama saat di diskusi kelas, itu merupakan bagian dari
kebebasan berbicara. Demikian pula orang dapat mengkritik agama dan mengungkapkan
pendapat ateis.
 Setiap kritik agama tertentu itu tidak boleh berlebihan dan ngawur.
 Pesan agama di kaos, jaket, dan topi tidak boleh di larang di kampus, dan jika ada yang
mengenakan pakaian dengan semacam itu, tidak bisa dikenai hukuman.

11
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Kesehatan

Setiap tahun, World Health Organization memublikasikan data tentang penyebab penyakit
dan kematian premature. Tidak mengejutkan jika problem lingkungan, kemiskinan, dan isu yang
terkait kemiskinan disebut-sebut sebagai sebab utama masalah kesehatan di seluruh dunia.
Misalnya, lebih dari 50 juta orang dewasa ini tinggal di Negara dengan tingkat harapan hidup
kurang dari 45 tahun, dan negara-negara itu adalah negara miskin. Meskipun sudah ada
perubahan besar dalam pencegahan dan perawatan penyakit anak, sampai 2025 diperkirakan
akan masih ada sekitar 5 juta kematian anak balita setiap tahunnya. Diperkirakan bahwa 97
persen dari kematian ini terjadi di Negara berkembang dan kebanyakan karena penyakit infeksi
dan kurang gizi, yang mana menjadi penyebab dari 50 persen kematian di kalangan anak. Pada
sisi positif, kanker perut akan semakin berkurang, terutama karena perbaikan makanan dan pla
makan sehat. Kita berkali-kali melihat bagaimana ketersediaan dan akses ke sumber daya akan
memengaruhi kesehatan penduduk di dunia.

Secara keseluruhan, kemiskinan dan problem ekologi berpengaruh signifikan terhadap


aktivitas yang berhubungan dengan kesehatan. Akan tetapi, ada faktor kultural, seperti norma
dan nilai-nilai, yang dapat berdampak pada sikap orang terhadap kesehatan, dan terhadap
aktivitas yang terkait kesehatan.

Salah satu aktivitas utama di mana psikolog dapat memberi bantuan adalah penciptaan
program pendidikan yang peka kultural, yang dapat membantu orang untuk mengambil langkah
segera dan meningkatkan kesehatan, menghadapi pelecehan, atau mengatasi konsekuensi dan
bencana alam dan bencana karena ulah manusia (Bemak et al, 2003).

3.2 Spiritualitas, Sains, dan Kesehatan

Para psikolog sering terlibat dalam konseling, tindakan memberi arah dan saran psikologis
untuk mengambil suatu keputusan. Nasihat dan arahan ini sering dibuat berdasarkan pandangan
sains Barat yang mengakui perawatan biomedis sebagai pendekatan utama untuk masalah
kesehatan, termasuk gangguan psikologis.

12
Sebagai akibatnya, banyak psikolog kontemporer masih berada pada tahap awal dalam
memahami spiritualitas, sumber motivasi dan penalaran bagi banyak orang yang tinggal di kultur
tradisional. Spiritualitas mengacu pada serangkaian fenomena yang berhubungan dengan soal-
soal ‘’nonmateriil’’ yang terkait dengan iman, kepercayaan, harapan, yang berbeda dengan
persoalan ‘’materiil’’ yang terkait dengan kepemilikan, akumulasi harta, dan kompetisi. Dalam
konteks psikologis, spiritualitas mengutamakan pikiran di atas materi, menjadi di atas memiliki,
usaha mental di atas tindakan fisik. Individu mengembangkan keyakinan kuat akan adanya
esensi spiritual yang memenuhi semesta, termasuk manusia. Esensi ini ada sebelum, sesudah,
dan di luar eksistensi materi.

Dengan menggunakan pendekatan ilmiah multidisipliner, para psikolog berusaha untuk


memahami spiritualitas dan efeknya terhadap perawatan dan kesehatan. Sembari menolak
spekulasi semata tentang ‘’kekuatan pikiran,’’ para psikolog baru-baru ini berusaha
mengaplikasikan metode analisis komparatif yang lebih ilmiah. Dalam sebuah metodelogi,
dipilih dua kelompok subjek. Satu kelompok merepresentasikan individu yang menerima
spiritualitas dan secara teratur menjalankan keyakinannya. Praktik itu bervariasi dan tergantung
pada kondisi kultural dan karakteristik populasi: Beberapa orang mengindikasikan keyakinannya
pada Tuhan; beberapa rajin ke tempat ibadah (gereja, masjid, sinagoge, dan lain-lain); sebagian
berdoa secara teratur; sebagian suka meditasi, trance, dan aktivitas lain yang menunjukkan
keyakinnya pada kekuatan spiritual. Kelompok kontrol dalam studi initerdiri dari orang-orang
yang sedikit atau tidak percaya pada spiritualitas.

Pandangan kontemporer tentang spiritualitas adalah bahwa factor spiritualitas seperti


keyakinan religious, doa, meditasi dan kombinasi factor-faktor itu akan memengaruhi setidaknya
empat sistem fisiologis yang saling berkaitan: otak, sistem endokrin, sistem saraf peripheral, dan
sistem kekebalan. Riset multidisipliner menunjukkan bahwa meditasi spiritual mengurangi stress
dan memperkuat kepercayaan diri dan optimis pada orang-orang dari berbagai kelompok usia.
Mengatasi masalah dengan metode spiritual juga bisa berguna untuk meningkatkan kualitas
hidup bagi orang yang menderita luka cacat. Spiritualitas memberikan keberanian dan motivasi
untuk menghadapi kesulitan dan keterbatasan, maka spiritualitas memberi perlindungan
psikologis dan membantu orang mengembangkan kebiasaan untuk menahan kesulitan emosi,
seperti kelemahan tekad, frustasi, merasa kalah, depresi, dan marah (Ray, 2004).

13
Dengan menggunakan data yang dikumpulkan oleh ahli biologi psikolog, antropolog, dan
ilmuwan social lainnya, perlu ditekankan persamaan dan perbedaan dalam cara memahami
spiritualitas dan praktiknya di berbagai wilayah. Spiritualitas mencakup banyak aktivitas dan
keyakinan manusia yang tidak hanya soal percaya pada Tuhan atau kekuatan alam. Bagi
beberapa orang yang tidak religious, spiritualitas adalah keyakinan mendalam pada hasil-hasil
positif, keberuntungan, perlindungan, dan kekuatan lingkungan yang memberi rasa kompetensi
dan kekuatan pada orang lain itu. Para psikolog menyebut ini sebagai orang yang memiliki lokus
kontrol eksternal yang kuat. Bagi orang lain, spiritualitas adalah ketaatan pada ritual dan adat
istiadat, seperti meditasi dan doa, yang juga membantu mereka menghindari kebingungan dan
rasa bersalah, mengurangi stress, dan memberi ketenangan. Tetapi bagi sebagian lainnya,
spiritualitas adalah sumber motivasi yang kuat. Spiritualitas memberi mereka rasa bahagia,
merasa kuat, makna pada tindakan, dan tujuan.

3.3 Keputusan Bisnis

Psikologi lintas kultural kontemporer dapat memberi kontribusi penting bagi


pengembangan organisasi, yakni perubahan terencana yang ditargetkan untuk meningkatkan
kinerja organisasi dan individual dan kesejahteraan dalam perusahaan bisnis swasta atau
pemerintah. Pengembangan organisasi yang memanfaatkan psikologi lintas kultural adalah
dengan menciptakan atmosfer yang memadukan pengetahuan kultural dan lintas kultural ke
dalam proses kerja, dengan tujuan meningkatkan efisiensi (profit) dan kepuasan psikologis di
tempat kerja.

Dengan semakin meningkatnya perdagangan internasional, pengetahuan tentang negosiasi


lintas kultural menjadi semakin penting dalam bisnis. Sebagian besar data dalam psikologi lintas
kultural sudah dikumpulkan terutama yang berkaitan dengan penelitian terhadap negosiator AS
yang bernegodiasi dengan perwakilan Negara lain. Setiap negosiasi bisnis adalah semacam
permainan kecil: masing-masing pihak menyembunyikan fakta, melebih-lebihkan sebagian fakta,
menahan sebagian informasi, dan sebagainya. Orang dari latar belakang kultural yang berbeda-
beda mungkin punya definisi berbeda tentang berbagai macam aspek dari proses negosiasi. Jika
dua kelompok negara atau etnis melakukan proses negosiasi dan harus bertemu tatap muka,
setidaknya ada dua area di mana dua pihak harus mengatur kesepakatan atau pemahaman awal.
Pertama adalah pembagian bicara: aturan siapa yang lebih dahulu bicara, bagaimana giliran

14
bicara akan dilakukan, bagaimana menginterupsi, bagaimana mengambil jeda antar-penilaian,
dan sebagainya. Area kedua adalah pertukaran informasi, atau bagaimana anda
menginterpretasikan suara, bahasa tubuh, isyarat, dan sebagainya (Yu & Bain, 1985).

Beberapa strategi negoisasi di beberapa Negara telah dikaji oleh Graham dan rekannya
(Graham, 1983; Graham et al, 1992). Mereka meneliti mana dari dua cara yang digunakan
selama negoisasi: pemecahan masalah (berorientasi konsensus) atau kompetitif (berorientasi
kemenangan). Di AS, menurut beberapa studi, negosiator yang baik akan berusaha untuk
menukar informasi saat negosiasi dan strategi utamanya ialah pemecahan masalah. Di Jepang
dan Korea, negosiator dengan status lebih tinggi memiliki beberapa keuntungan, dan jika mereka
menggunakan strategi pemecahan masalah, pihak lain akan ikut. Negosiator Rusia dan Cina-
Taiwan cenderung menggunakan strategi kompetitif. Manajer Brasil menyukai upaya
memengaruhi dan persuasi untuk menunjukkan strategi kompetitif mereka. Tetapi, observasi ini
dilakukan beberapa tahun lalu di kelas eksperimental dan harus diinterpretasikan dengan hati-
hati (Hui & Luk, 1997).

Beberapa studi lintas kultural mengacu pada kepuasan kerja, lingkungan kerja, dan
rencana pension. Misalnya, ekspektasi psikologis tentang keamanan finansial selama pension
mungkin telah memengaruhi gaya hidup orang tua yang akan pensiun. Studi komparatif Belanda-
AS menunjukkan bahwa pekerja Amerika lebih cemas dan kurang percaya pada manajer
perencana pensiun, sedangkan pekerja Belanda lebih memercayai masa depan keuangannya.
Apakah pejabat keuangan Amerika Serikat membutuhkan lebih banyak training atau mungkin ini
adalah refleksi dari perbedaan antara sistem keamanan finansial Amerika dan Eropa Barat:
banyak orang Eropa mengekspresikan mereka mengandalkan pada pemerintahan pusat, dan ini
mungkin mereduksi keinginan sebagian orang untuk melakukan inisiatif menuntut atau kurang
mencemaskan rencana pensiun mereka (Hershey et al, 2007).

Dalam psikologi lintas kultural, resolusi konflik merupakan salah satu bidang penting
untuk aplikasi riset. Spesialis resolusi konflik harus memahami dinamika kelompok, proses
pembuatan keputusan kelompok, dan karakteristik utama dari persepsi sosial. Pengetahuan
mereka di bidang psikologi akan membantu mereka membangun strategi yang jika diterima oleh
pihak yang berkonflik, dapat menghasilkan resolusi konflik yang sukses. Peter Smith dan
Schwartz (1997), misalnya melakukan studi atas 23 negara, meneliti bagaimana jarak kekuasaan

15
terkait dengan prosedur resolusi konflik. Di negara dengan jarak kekuasaan tinggi, aturan formal
dan prosedur resmi dipakai untuk menangani perselisihan dengan kelompok lain. Di Negara
dengan jarak kekuasaan rendah, dua pihak akan menghandalkan kontak informal dan
pengalaman mereka.

Psikolog mengenali beberapa tipe resolusi konflik. Solusi paksaan biasanya didasarkan
pada asumsi bahwa tidak ada situasi menang-menang. Setiap solusi akan menguntungkan satu
pihak-misalnya satu kelompok etnis- dan merugikan pihak lain. Negosiasi berdasarkan solusi
paksaan ini mungkin akan berlangsung berkepanjangan. Itulah mengapa moderator harus
mengambil langkah tegas jika ia punya cukup pengaruh dan kekuasaan untuk mengontrol situasi
dan mengimplementasikan keputusan. Solusi distributive menggunakan kompromi bersama atau
konsensi. Solusi distributif menawarkan jalan tengah di antar pendapat-pendapat pihak yang
berkonflik. Solusi integrative disebut solusi menang-menang (win-win solution), karena dua
pihak dapat untung bersama-sama, tanpa kerugian substansial (Pruitt & Rubin, 1986).

3.4 Bekerja Dengan Imigran

Psikolog yang bekerja dengan berbagai kelompok imigran dan khususnya pengungsi
(individu yang meninggalkan negaranya dan tidak mau balik lagi karena takut dihukum atau
dibunuh) menghadapi sejumlah masalah. Salah satu masalah paling signifikan adalah akulturasi,
yakni dalam konteks imigrasi, proses penyesuaian individu ke kultur baru. Salah satu pendekatan
popular untuk riset akulturasi didasarkan pada anggapan bahwa seseorang dapat mengapresiasi,
mempraktikkan, atau mengidentifikasi diri dengan dua kultur yang berbeda secara independen
dari orang lain. Terlepas dari kulturnya, topik, atau niatnya, akulturasi memiliki empat tipe
umum: (1) asimilasi, yakni penerimaan oleh individu terhadap adat dan nila-nilai kultur baru dan
menolak atau meninggalkan perilaku dan nilai kultur lama. (2) dalam tipe kedua, individu masih
lebih mementingkan kultur ‘’lama’’. (3) tipe integrasi, yang lahir dari penerimaan atas ciri utama
darikedua kultur. (4) Marginalisasi, yaitu penolakan terhadap kedua kultur. Kritik terhadap
klasifikasi ini menyatakan bahwa klasifikasi itu seharusnya dikembangkan dengan memasukkan,
misalnya focus pada subkultur dan interaksi antar kultur (Berry 1997; Rudmin, 2003).

Spesialis memahami stres akulturatif sebagai reaksi psikologis terhadap lingkungan


kultural yang asing yang membuatnya tertekan. ‘’Gegar kultural’’ atau ‘’gegar budaya’’ atau

16
stress akulturatif biasanya didefinisikan sebagai serangkaian pengalaman psikologis yang
kompleks, biasanya tidak menyenangkan dan mengganggu (Tsytsarev & Krichmar, 2000).
Hampir 40 tahun yang lalu, dalam studi awal tentang masalah ini, secara empiris ditunjukkan
bahwa orang yang masuk ke kultur baru mungkin mengembangkan gejala psikologis negative
(Oberg, 1960).

3.5 Pendidikan

Anak-anak minoritas, sepanjang yang kita ketahui, menunjukkan nilai rendah pada tes
kecerdasan dan keterampilan kognitif lainnya. Dengan asumsi tes itu tidak bisa ke kelompok
kultural tertentu., dan anak memiliki kemampuan bahasa yang cukup untuk memahami soal tes.

Jenkins (1995) dalam studinya tentang psikologi Afrika-Amerika, mengatakan bahwa ada
beberapa cara yang bias dipakai orang dewasa untuk meningkatkan nilai tes kecerdasan anak-
anak minoritas. Dia mengatakan bahwa meski banyak anak minoritas kekurangan pengalaman
developmental- karena kemiskinan, rumah yang sesak, dan parenting yang tidak memadai-defisit
ini dapat diatasi. Untuk itu, beberapa anak mungkin butuh guru yang memerhatikan fungsi
kognitifnya. Bagi anak lain, mungkin perlu diberi perhatian ekstra pada konteks emosi dimana
pembelajaran intelektual berlangsung. Misalnya adalah bermanfaat untuk membuat lingkungan
kelas yang koopertif, dan mengajak orangtua dalam proses pendidikan. Jika prosedur pemecahan
problem intelektual menggunakan tantangan yang menarik dan menyenangkan, anak-anak besar
kemungkinan akan menyukai situasi akademik dan lebih sering terlibat dalam aktivitas
ketimbang sebelumnya. Problemnya adalah bahwa banyak anak minoritas mulai merasakan
kompetensi di situasi nonakademik, terutama dalam konteks permainan di jalan. Dengan kata
lain, jalananlah yang lebih sering membentuk keterampilan anak, bukan guru.

Tentu saja, salah satu tugas paling sulit bagi psikolog adalah melibatkan orang tua dalam
proses pendidikan. Secara keseluruhan, pada skala dunia, kesuksesan tugas ini tidak banyak.
Akan tetapi, banyak kasus menunjukkan kemungkinan interaksi itu. Misalnya di Turki,
Kagitcibasi (1995) mengembangkan pendidikan khusus, berbasis komunitas dengan melibatkan
ibu lokal. Training interaktifnya mencakup analisis tugas kognitif special dan diskusi kelompok
dwi-mingguan tentang anak mereka, problem mereka, dan komunikasi orang tua-anak.

3.6 Kultur, Perilaku, dan Hukum

17
Dalam komunitas multicultural kontemporer, aturan perilaku adat diikuti oleh orang dari
satu kelompiok mungkin terlihat aneh bagi orang asing dan bahkan tidak bias diterima oleh
sebagian orang lain. Di masa lalu, diskrepansi semacam itu diselesaikan oleh anggota dari
kelompok yang lebih besar dan kuat, dengan menggunakan paksaan terhadap kelompok yang
lebih lemah. Sekarang terutama di masyarakat demokratis, orang mengandalkan hukum untuk
memutuskan apakah suatu tindakan dianggap illegal atau tidak. Kelompok lain bisa
mempertahankan adat dan keyakinannya di sidang pengadilan. Banyak sistem yudisial nasional
sering diletakkan di posisi yang menguntungkan bagi kelompok tertentu, sehingga menyebabkan
kelompok lain tidak senang. Walaupun psikolog tidak punya kekuasaan seperti hakim dan
legislator, mereka bisa mengekspresikan opininya tentang berbagai isu hukum yang berkaitan
dengan kultur dan perilaku antaretnis dan bangsa.

Banyak kasus yang membuat usaha-usaha menghormati lintas kultural atau nilai individu
bergesekan dengan norma hukum di suatu wilayah. Contohnya penggunaan symbol agama di
institusi publik, peredaran minuman beralkohol, dan keberadaan di perempuan di ruang publik.

3.7 Hak Asasi Manusia


Menurut ketentuan dasar yang ditetapkan PBB yang beranggotakan hamper semua
Negara di dunia, manusia di manapun ia berada dan dibawah pemerintahan mana saja punya hak
untuk mengejar tujuan moral dan kebebasan sipil. Undang-undang Hak Asasi Manusia (HAM)
Interpersoanal secara spesifik disusun untuk melindungi hak asasi manusia yang dibutuhkan oleh
orang agar bisa menjalani kehidupan sepenuhnya, bebas, aman, terjamin, dan sehat. (UN, 1948).
Di katakana bahwa hak untuk menjalani hidup yang bermartabat tidak bisa diperoleh kecuali
semua kebutuhan dasar hidup kerja, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan kultur disediakan
secara merata dan mencukupi bagi semua orang. Berdasarkan prinsip dasar sistem hak asasi
global ini, Undang-undang HAM Internasional menetapkan hak individu dan kelompok yang
berhubungan dengan bidang sipil, kultural, ekonomi, politik, dan sosial.

PBB mendeklarasikan prioritas hak individu anak di atas hak mereka di dalam kelompok
social, seperti keluarga. Banyak yang mengatakan bahwa ketentun ini mengindikasikan nilai-
nilai individualistis masyarakat Barat yang sulit diterapkan ke individu yang tinggal di Negara
lain seperti Pakistan, Botswana, dan Thailand dengan kondisi kultural yang berbeda, terutama
dalam tradisi kolektivis.

18
PBB juga mengakui beberapa hak dasar perempuan. Setiap upaya penghilangan atau
pembatasan berdasarkan diskriminasi gender, yang menyebabkan diskriminasi perempuan di
bidang politik, ekonomi, social, kultural, hak asasi, atau bidang lainnya harus dianggap tidak sah
dan karenanya dikecam (UN, 1967). Menurut PBB, anak-anak seharusnya boleh
mengekspresikan pendapatnya dengan bebas, Negara harus menghormati kebebasan berpikir dan
beragama si anak, dan anak juga memiliki hak privasi dan orang dewasa tidak bisa mencampuri
privasi anak secara paksa.(UUD, 1959). Sementara itu, dibanyak Negara menurut adat istiadat
dan norma religius, hak-hak anak bukan untuk konsumsi debat public. Ada penentangan dari
banyak Negara, misalnya terhadap hak anak untuk memilih agamanya sendiri.

3.8 Bekerja dan Bertugas di Luar Negeri

Bekerja di luar negeri sebagai diplomat, wartawan, penjaga perdamaian, pengusaha, atau
konselor kemungkinan akan membuat kita berhadapan dengan pembatasan dalam me-review dan
menentukan apa yang tepat untuk publikasi berdasarkan pertimbangan moral, ideology, atau
politik. Praktik ini biasanya dinamakan sensor. Sensor adalah alat yang kuat yang dipakai oleh
institusi social dan religius untuk menyaring dan melarang informasi tertentu.

Pembela sensor politik mengatakan bahwa pembatasan informasi diperlukan untuk


melindungi ketertiban social dan stabilitas. Karena itu, anda tidak akan diizinkan menyebarkan
informasi yang melemahkan otoritas politik pemerintahan. Anda tidak boleh mengkritik
pemerintah, badan-badannya, dan pemimpin politiknya.

Dalam sensor ideologi, berbagai institusi masyarakat termasuk organisasi keagamaan dan
pemerintahan menetapkan prinsip masa lalu, masa kini, dan masa depan masyarakat. Informasi
yang bertentangan dengan prinsip itu di larang di publikasikan. Di Negara komunis, sensor
ideologi adalah wajib. Artikel, laporan, atau esai tentang kelebihan pasar bebas, kebebasan sipil,
dan program social yang sukses di Negara Barat akan dilarang. Tetapi, setiap informasi tentang
bencana atau problem social di Barat diperbolehkan disebar.

3.9 Agama dalam konteks kampus

Kita telah mempelajari toleransi dan penghormatan atas adat, aturan, dan agama orang
lain. Salah satu cara mempelajari toleransi adalah dengan tukar-menukar informasi. Jika seorang
mahasiswa ingin mengatakan kepada mahasiswa lain tentang agamanya, maka dia wajib

19
mendengarkan dengan baik tanpa mengejek atau menghina. Siapa pun yang berbicara tentang
agama saat di diskusi kelas, itu merupakan bagian dari kebebasan berbicara. Demikian pula
orang dapat mengkritik agama dan mengungkapkan pendapat ateis. Setiap kritik agama tertentu
itu tidak boleh berlebihan dan ngawur.

20
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Penelitian lintas budaya merupakan kajian dalam berbagai bidang ilmu yang
dilakukan dengan cara membandingkan berbagai unsur beberapa kebudayaan. Ada
beberapa metode metodologi kajian psikologi lintas budaya antara lain: etnografi,
etnometodologi, etnosains, interaksionisme simbolik, ground theory. Sedangkan berbagai
isu ataupun masalah ynag perlu diperhatikan dalam penelitian psikologi lintas budaya
seperti peneliti,perumusan masalah,dan pembahasan.

4.2 SARAN

Penulis menyadari bahwa penyusunan tugas ini memiliki kekurangan. Oleh


karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca.
Adapun harapan penulis dengan di kritiknya tugas ini, dapat dijadikan sumber rujukan
sebagai penunjang penulisan tugas saya lainnya.

21
DAFTAR PUSTAKA

Hurlock B Elizabeth.1980 Psikologi Perkembangan, Jakarta: Erlangga


Shiraev B Eric.2012 Psikologi Lintas Kultural, Jakarta: Kencana

22

Anda mungkin juga menyukai