PENDAHULUAN
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Blok PDSKE tentang terapan nilai-nilai spiritual,
kemanusiaan dalam dunia kedokteran. Dalam pembelajaran kedokteran ini nilai-nilai kemanusiaan
dan spiritual sangat dibutuhkan karena dokter harus mempunyai nilai-nilai tersebut. Tanpa nilai-nilai
tersebut nilai-nilai etik dalam kedokteran akan terabaikan dan bisa disalahgunakan sehingga bisa
merugikan umat manusia. Selain itu nilai spiritual dan kemanusiaan sangat diperlukan dokter karena
selain pelayanan medis yang diberikan dokter seharusnya juga bisa memberi pelayanan spiritual
kepada pasien agar terjadi keseimbangan antara kesehatan fisik dan mental pasien.
5. Apa saja macam-macam pengaplikasian nilai-nilai kemanusiaan dan spiritual dalam dunia
kedokteran?
Makalah ini dibuat selain untuk memenuhi tugas Blok PDSKE juga bertujuan untuk mengetahui guna
dan manfaat dari nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan pada dunia kedokteran baik untuk mendukung
profesi kedokteran dan pengobatan.
Meyumbangkan sedikit pengetahuan kepada masyarakat khususnya yang bergerak dalam bidang
kesehatan agar mengetahui peranan nilai-nilai kemanusian dan spiritual dan diharapkan bisa
diterapkan dalam dunia kedokteran.
BAB II
PEMBAHASAN
banyak contoh dimasyarakat orang yang mempunyai kecerdasan intelektual rendah justru lebih
sukses dalam kehidupannya dibanding orang yang mempunyai tingkat intelektual yang lebih tinggi.
Tapi pada kenyataannya sistem pendidikan kita masih berpusat pada IQ, padahal kecerdasan
emosional juga sangat dibutuhkan. Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang
mengendalikan,memahami,dan bersikap dalam menghadapi suatu masalah. Kecerdasan emosional
terdapat pada sistem limbik yang berfungsi mengendalikan perasaan manusia. Apabila kita bisa
mengendalikan, memahami dan bersikap dengan baik dalam menghadapi suatu masalah
keberhasilan pun Insyaallah akan mudah dicapai.
Kecerdasan spiritual merupakan temuan terkini secara ilmiah, yang pertama kali digagas oleh Danah
Zohar dan Ian Marshall, masing-masing dari harvard university dan oxford university. kecerdasan
spiritual terletak pada lapisan otak God Spot. Kecerdasan spiritual sangat dibutuhkan manusia dalam
kehidupan ini agar terjadi keseimbangan vertikal dan horizontal. Hubungan antara kita dengan
Tuhan perlu ditumbuhkan agar manusia memahami hakikat kehidupan ini. Tidakkah aku
menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembahKu(QS Azzariyat:56)
Jadi manusia harus mempunyai mening dan value dalam setiap langkah hidupnya. Tidak hanya
berkualitas prima, berkesesuaian dengan masyarakat tetapi juga harus memahami makna dan
hakikat kehidupan.
Spiritual bagi seseorang merupakan kebutuhan dan kewajiban karena sebagai fitrah manusia dan
sebagai pelaksanaan perjanjian fundamental antara manusia dan Tuhan di alam ruh. Sebagaimana
Allah berfirman: Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak adam dari
sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) : Bukankah
Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi. (Kami
lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan :Sesungguhnya kami
(keturunan adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).(Q.7:172). Secara
fitrah manusia memiliki kesiapan untuk bertauhid, mendekatkan diri kepada Tuhan, kembali kepada
Tuhan, meminta pertolongan Tuhan, ketika dihadapkan dalam suatu masalah termasuk sakit.
Apabila seseorang dinyatakan sakit sering menimbulkan keguncangan mental dan spiritual.
Dengan santunan spiritual akan dapat menyebabkan kembali kepada Allah dan ingat Allah
(dzikrullah). Dengan dzikrullah dapat menjadi tenang dan tenteram.
Keberhasilan santunan spiritual dipengaruhi oleh dua hal yaitu titik Tuhan (god spot) dan suara hati
spiritual. Suara hati spiritual akan mempengaruhi emosi terkendali dan tidak terkendali. Emosi
terkendali menghasilkan pikiran merasa tenang dan tentram.
Dengan santunan spiritual paling tidak pasien mengetahui bahwa sakit merupakan cobaan dari Allah
dan Allahlah yang menyembuhkan.
Seseorang mempunyai kondisi jiwa yang sehat karena perasaan, pikiran dan fisik juga sehat. Selain
itu nilai-nilai spiritual juga sangat berpengaruh pada kesehatan jiwa karena ia tidak akan mengalami
goncangan-goncangan, kekacauan jiwa, ataupun penyakit kejiwaan seperti kegilaan, stress, frustasi.
Sebagai contoh seorang siswi yang diputus oleh pacarnya dan dia sangat terpukul atas kejadian itu.
Karena tidak kuat menahan emosinya dia akhirnya mengakhiri hidupnya. Ini bukti kalau tingkat
spiritualnya rendah, mudah terombang ambing keadaan, tidak mempunyai mental yang kuat dalam
menghadapi suatu masalah karena dia tidak memiliki pedoman hidup.
Bila spiritual seseorang kuat maka jiwanya pun akan sehat karena ia memiliki keyakinan dalam
menghadapi suatu permasalahan sehingga ia bisa mengatasi permasalahannya dengan baik tanpa
menimbulkan gangguan kejiwaan yang berat.
Berbicara tentang nilai kemanusiaan berarti berbicara tentang beberapa aspek yang
memiliki pengertian yang saling berkaitan, di antaranya mengenai humanisme, etika, kebudayaan
dan perilaku. Humanisme sendiri adalah aliran yang bertujuan menghidupkan rasa
perikemanusiaan/mencita-citakan pergaulan yang lebih baik. Ada juga yang berpendapat
humanisme sebagai sikap/tingkah laku mengenai perhatian manusia dengan menekankan pada rasa
belas kasih serta martabat individu.
Pengertian etika yang dipahami lebih luas di kalangan medis selama ini selalu menjadi jargon
seorang dokter. Etika dalam kedokteran merupakan prinsip-prinsip mengenai tingkah laku
profesional yang tepat berkaitan dengan hak dirinya sebagai dokter, hak pasiennya, hak teman
sejawatnya maupun hak orang lain.
Bila dikaitkan dengan kebudayaan, dokter adalah suatu profesi yang berhubungan langsung
dengan manusia sebagai lawan interaksinya dalam konteks makhluk yang sama berbudaya. Karena
itu seorang dokter harus mengetahui segala hal yang berkaitan dengan manusia, baik sebagai
individu maupun sebagai makhluk sosial. Untuk membangun nilai-nilai sosial itu agar tetap menjadi
landasan bagi setiap dokter dalam menjalani kehidupan profesinya yang luas, maka disinilah
pengetahuan kebudayaan menjadi konsep dasar dalam membangun jati diri sebagai petugas layanan
kesehatan.
Nilai-nilai kemanusiaan ini diharapkan bisa diterapkan dalam praktek kedokteran, pelayanan
kesehatan, pendidikan kedokteran, penelitian sehingga ilmu kedokteran bisa memberi pelayanan
optimal kepada masyarakat tanpa adanya penyimpangan-penyimpangan ataupun penyalahgunaan
ilmu-ilmu kedokteran untuk hal-hal yang melanggar nilai-nilai kemanusiaan.
Pendekatan spiritual disini berfokus pada tujuan dan arti hidup manusia dan hubungannya kepada
Tuhan. Pasien dan keluarga pasien diajak untuk lebih siap menerima kondisi yang terjadi. Di RS Al
Islam Bandung teknis pelaksanaan pendekatan spiritualnya dilakukan dengan membekali perawat
dan tenaga kerohanian dengan tiga buku pegangan, yakni SKP (Santunan Kerohanian Pasien), TIP
(Tuntunan Ibadah Pasien), dan BSM (Bimbingan Sakaratul Maut) bagi pasien-pasien terminal.
Dengan demikian, pasien akan tetap melaksanakan ibadahnya sesuai dengan ketiga buku pedoman
itu walaupun mereka sedang sakit.
Untuk kunjungan dan bimbingan kerohanian ini, dilakukan dua kali dalam sehari, pagi dan
sore.
Sebanyak 209 pasien yang dirawat selama tiga bulan di Ruang Perawatan Firdaus III RS Al Islam
Bandung rata-rata mengalami penurunan tingkat kecemasan. Mereka dapat melaksanakan ibadah
sesuai dengan kadar kemampuannya dan cenderung tenang. Mereka tidak mengalami stress
(kecemasan) seperti pada pasien yang tidak termasuk pilot project program tersebut.
Euthanasia menjadi topik yang masih diperdebatkan di dunia ini karena selain mencakup sisi medis
tetapi juga kemanusiaan, sosial, agama dan yuridis yang masih menimbulkan rasa ketidakpuasan,
dan belum dapat menjawab secara tepat dan objektif.
Hak untuk hidup adalah hak yang paling asasi bagi semua mahluk, lebih-lebih bagi manusia.
Seperti yang telah disebutkan dalam pernyataan umum hak-hak manusia (Universal Declaration of
Human Rights) pada Pasal 3 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak akan hidup, akan
kemerdekaan da keamanan bagi dirinya. Berhubungan dengan pasal tersebut ada kaitannya, yakni
beberapa pasal dalam UUD 1945 yang memuat hak-hak asasi manusia, yaitu seperti hak setiap
warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, berhak atas pekerjaan
dan penghidupan yang layak, hak berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pendapat, berhak hidup
sejahtera lahir dan batin, hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati
nurani, dan masih banyak ketentuan UUD 1945 yang mengatur hak-hak manusia.
Menyinggung masalah hak-hak asasi manusia, maka akan terlintas dalam pikiran kita bahwa hak
untuk hidup adalah termasuk di dalamnya. Timbul suatu pertanyaan bagaimana hak untuk hidup bila
dikaitkan dengan masalah euthanasia. Dengan pengertian lain seorang dokter, umumnya tenaga
kesehatan memang menghadapi yang menempatkan seorang pasien menderita penyakit yang tidak
dapat disembuhkan lagi. Misalnya saja seorang penderita kanker pada stadium yang sudah parah
yang kondisinya sangat menderita, baik secara fisik, batin maupun materi. Melihat kondisi demikian
ini, baik keluarga pasien maupun dokter yang merawatnya terkadang tidak tega, sehingga akhirnya
sama-sama sepakat untuk mempercepat kematiannya yaitu dengan jalan memberikan obat dengan
dosis yang berlebihan. Keadaan demikian inilah yang disebut dengan euthanasia.
Belum jelasnya dasar hukum euthanasia menjadikan perdebatan berbagai pihak tetapi yang jelas
euthanasia dari segi nilai-nilai kemanusaiaan sangat betrentangan karena
telah merampas kebebasan untuk hidup seseorang dan hak untuk mempertahankan hidupnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam kedokteran tidak lepas dari nilai kemanusiaan karena dokter dihasilkan untuk pengabdian dan
kemanusiaan. Nilai-nilai seperti hubungan dengan pasien, keluarga pasien, teman sejawat sangat
diperlukan agar terjalin hubungan yang harmonis sehingga dapat menghasilkan pelayanan yang
prima. Selain itu nilai-nilai kemanusiaan sangat diperlukan agar tidak terjadi penyalahgunaan,
penyimpangan dan batasan-batasan moral dalam ilmu kedokteran.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai spiritual dan kemanusaiaan sangat
diperlukan dalam dunia kedokteran agar tercipta pelayanan kesehatan yang prima tanpa
mengesampingkan kebutuhan dasar manusia dan kode etik kedokteran.
Daftar Pustaka
http://nurulkawakibblog.blogspot.com/2009/04/urgensi-pendekatan-spiritual-di-rumah.html
http://arisk-privacy87.blogspot.com/2009/03/kesehatan-mental.html
http://www.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=99921
http://jelita249.blogspot.com/2009/08/euthanasia-dalam-praktek-kedokteran.html
http://shulhana.wordpress.com/
http://74.125.153.132/search?q=cache:GA9gTOnPZwUJ:www.unp.ac.id/downloads/pkmb08/bab-
8.pdf+pengertian+IESQ&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id
UU Kesehatan nomor 36/2009 mendefenisikan kesehatan sebagai keadaan sehat, baik secara fisik,
mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial
dan ekonomis. Bandingkan dengan defenisi kesehatan menurut UU kesehatan nomor 23/1992 yang
mendefenisikan kesehatan sebagai keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam rentang waktu 7
tahun terdapat perubahan pemikiran dalam mendefenisikan kesehatan, yakni dengan memasukkan
aspek spiritual sebagai bagian dari defenisi sehat. Dengan demikian, jika dipenggal, maka akan ada
1)sehat fisik, 2)sehat mental, 3) sehat spiritual dan 4) sehat sosial. Sehat fisik, sehat mental dan
sebagian kesehatan sosial.
Kesehatan Spritual
Sampai saat ini kesehatan spiritual belum jelas tentang definisi dan penjabarannya. Dalam tulisan Dr
dr Taufiq Pasiak MKes MPd, Kesehatan Spiritual dan Kesehatan Otak, beliau pernah melakukan riset
kecil-kecilan tentang pendapat tenaga medis secara umum tentang spiritual. Hasilnya beliau
kelompokkan dengan tujuh pendapat tentang spritualitas tersebut, yakni; Pertama, Spiritualitas
adalah berdoa dan bersembahyang. Kedua, Defenisi spiritualitas tidak jelas, apakah ini berbeda
dengan agama, Ketiga, kesehatan spiritual adalah istilah baru yang belum dikenal, Keempat, apakah
ada bukti ilmiah bahwa spiritual berpengaruh terhadap kesehatan, Kelima, kesehatan spiritual
adalah kegiatan mistik dalam pengobatan, Keenam, Siapa yang akan melaksanakan kesehatan
spiritual ini, bagaimana melaksanakannya, bukankah sudah cukup jika ruhaniwan yang mengurusnya,
bagaimana caranya ia akan masuk ke dalam ilmu kedokteran, apakah spiritualitas itu sama dengan
mental, sehingga cukup menjadi urusan ilmu kedokteran jiwa (psikiatri)?, Ketujuh, ilmu kedokteran
itu berurusan dengan hal-hal yang nyata sedangkan spiritualitas itu tidak nyata alias gaib.
Dalam perkembangan pengetahuan lain, Ari Ginanjar pernah memperkenalkan kecerdasan spiritual
dengan best sellernya buku ESQ (Emotional Spritual Question), beliau hanya menitik beratkan
adanya kecerdasan secara spiritual, tidak menjelaskan sehat secara spiritual. Beliau menjabarkan jika
selain kecerdasan emosional sebagai kunci menuju kesuksesan duniawi maka dibutuhkan
kecerdasan spiritual untuk menjawab perasaan kosong dan hampa dalam celah batin manusia.
Setelah prestasi puncak dicapai, kepuasaan kebendaan telah diraih, setelah uang hasil jerih payah
berada dalam genggaman, manusia tak tahu lagi kemana harus melangkah hingga tak tahu dan
mengerti untuk apa ia hidup dan dimana harus berpijak. Secara umum beliau menunjukkan jika
aspek spiritual ini adalah konsep pasti dalam mengisi kekosongan batin sang jiwa.
Penegasan ESQ tersebut hanya menitik beratkan bagaimana sebagai manusia mampu bertindak
dengan menyeimbangkan antara duniawi dan akhirat yang berlaku secara universal bagi seluruh
manusia. Dari semua penjelasan para ahli tersebut, maka sepantasnyalah spiritual perlu dikaji dari
aspek kesehatan. Minimal memberi definisi yang pasti tentang kesehatan spiritual seperti dalam
amanat UU kesehatan. Hal itulah yang dijelaskan oleh Taufiq Pasiak bahwa melalui Centre for
Neuroscience, Health and Spirituality (C-NET) di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dikembangkanlah
sebuah alat periksa kesehatan berkaitan dengan spiritualitas. Asesmen ini dinamakan Indonesia
Spritual Health Assessment (ISHA) yang merupakan implementasi dari kesehatan spiritual.
Implementasi lain berupa rekam medis spiritual yang diujicobakan di RSIJ, hal ini memberikan sedikit
cahaya bahwa tak semua kalangan medis alergi atau menolak mengintegrasikan spiritualitas ke
dalam ilmu kedokteran.
Kemutlakan Spritualitas
Walaupun belum ada definisi yang jelas tentang kesehatan spiritual itu sendiri dalam terjemahan
implementatifnya, tapi sebagai manusia yang beragama maka nilai-nilai spiritual itu telah melekat
pada setiap manusia pada saat dia akan dilahirkan. Dalam logika sederhana menunjukkan jika tidak
ada manusia yang tidak berTuhan, bahkan orang ateis pun jika diterjemahkan secara bahasa a-tidak
teis-Tuhan malah sesugguhnya semakin menunjukkan eksistensi keTuhanan pada dirinya, darimana
dia mengenal kata Tuhan jika tidak mengenal Tuhan sebelumnya.
Tuhan dalam wahyunya dengan tegas menyebut jika sebelum proses penciptaan manusia ada
transaksi yang terjadi antara manusia dan Tuhan. Dalam bahasa Nurckholis Madjid disebut sebagai
perjanjian primordial. QS: 7 : 172, Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-
anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami
menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:
"Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)".
Wahyu inilah yang menurut para ulama dan cendekiawan muslim sebagai bukti akan adanya kontrak
antara manusia dan Tuhan sebelum lahir di bumi ini, yaitu manusia melakukan persaksian kepada
Tuhan.
Ada beberapa esensi penting yang perlu dalam menilai spiritual itu, yakni spiritual adalah nilai
kemanusiaan sebagai mahluk yang cenderung berTuhan dan butuh dengan Tuhan (agama). Untuk
menuju kesuksesan dunia dan akhirat maka potensi fisik dan potensi jiwa (ruh) harus seiring dan
sejalan sebagai khalifah dimuka bumi ini. Manusia yang bertugas memakmurkan bumi ini dengan
kecerdasan intelektual dan emotional maka mampu mengelola alam ini serta berperilaku baik
kepada sesama manusia (hablumminallah hablumminannas). Jika terjadi ketidak seimbangan antara
dunia dan akhirat, itulah yang menjadi potensi ketidaknormalan seorang manusia yang boleh jadi
sebagai wujud sakitnya spiritual. Keadaan inilah dalam perspektif penulis sebagai keadaan sehat
secara spiritual dalam UU kesehatan, yaitu kondisi masyarakat Indonesia mempercayai kehadiran
Tuhan seperti dalam Ideologi Pancasila sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa. Semoga
Bermanfaat.(tribunews.com)
I. PENDAHULUAN
A. Deskripsi
Humaniora merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari segala hal
yang diciptakan atau menjadi perhatian manusia baik itu ilmu filsafat, hukum, sejarah,
bahasa, teologi, sastra, seni dan lain sebagainya. Atau makna intrinsik nilai-nilai
kemanusiaan (Kamus Umum Bahasa Indonesia). Dalam bahasa Latin, humaniora
artinya manusiawi.
Menurut Martiatmodjo, BS dalam Catatan Kecil tentang Humaniora
dikatakan sebagai Ilmu Budaya Dasar yang merupakan mata kuliah wajib di Perguruan
Tinggi dan merupakan juga terjemahan dari istilah Basic Humanities atau pendidikan
humaniora. Humaniora ini menyajikan bahan pendidikan yang mencerminkan
keutuhan manusia dan membantu agar manusia menjadi lebih manusiawi. Martiatmodjo
menegaskan bahwa perlunya humaniora bagi pendidik berarti menempatkan manusia di
tengah-tengah proses pendidikan.
B. Manfaat/Relevansi
Lantas, apa relevansinya mempelajari humaniora bagi seorang dokter? Dokter
adalah salah satu profesi yang berhubungan langsung dengan manusia sebagai lawan
interaksinya. Karena itu seorang dokter harus mengetahui segala hal yang berkaitan
dengan manusia, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial. Salah satunya
dengan pengetahuan humaniora ini.
Sebetulnya, pengetahuan ini haruslah terintegrasi ke dalam seluruh kurikulum
kedokteran (demikian juga semua pokok bahasan yang ada dalam blok ini harus
diintegrasikan ke dalam tiap-tiap blok). Karena yang kita harapkan adalah lahirnya
dokter-dokter yang tidak saja kompeten dalam keilmuannya, tapi juga memiliki perilaku
yang manusiawi, memperlakukan pasiennya seperti dirinya ingin diperlakukan. Tentu
saja perilaku tersebut tidak akan muncul tanpa adanya pengetahuan tentang apa dan
bagaimana sebetulnya sifat yang manusiawi itu.
Agar Anda dapat memahami dan selanjutnya dapat menerapkan prinsip-
prinsip yang terkandung dalam humaniora, maka Anda diperkenalkan dengan
pengetahuan ini. Tentu, pengetahuan ini sendiri belumlah cukup untuk mencapai apa
yang kita harapkan, tapi harus dipadukan dengan pengetahuan-pengetahuan lain yang
akan dipelajari di dalam blok ini.
II. PENYAJIAN
Apakah Anda pernah berpikir, ingin jadi dokter seperti apakah Anda kelak?
Sudahkah Anda memiliki bayangan dokter ideal itu seperti apa? Mungkin, Anda merasa
tertarik melihat dokter yang mempunyai kedudukan yang terhormat dalam masyarakat.
Atau mungkin juga Anda takjub melihat banyak dokter yang sejahtera dari segi
finansial, segala apa yang menjadi standar kemewahan melekat pada mereka. Atau
Anda bangga melihat dokter mampu mempengaruhi jalan hidup seseorang,
menyelamatkan nyawa orang-orang di dekat Anda, memberi sentuhan keajaiban dalam
takdir kehidupan orang lain.
Apapun yang ada dalam bayangan Anda, profesi dokter memiliki sejarah
perjalanan yang lengkap. Pengetahuan humaniora ini berusaha memberi gambaran pada
kita bagaimana menjadi seorang dokter yang sejatinya ideal, dokter yang manusiawi,
yang berperilaku/berakhlak baik, berkepribadian profesional. Untuk mendapatkan hasil
di hilir yang baik, tentu kondisi di hulu sudah harus dipersiapkan sebelumnya. Karena
itu disajikan pengetahuan mengenai humaniora yang diharapkan dapat memberikan
kontribusi untuk dapat memahami lebih baik tentang makna kehidupan Anda sebagai
seorang dokter.
Mungkin saja terdapat anggapan bahwa masalah perilaku/akhlak baik dan sifat
belas kasih merupakan bawaan atau sifat lahiriah seseorang, bahkan ia adalah watak
alami yang melekat pada seseorang sejak dia dilahirkan, dan berkembang sesuai
pengaruh lingkungannya. Menganggap sifat belas kasih atau compassion bukanlah
sesuatu yang dapat dipelajari, tetapi suatu materi yang akan berpindah secara alami
melalui proses yang panjang- dari satu manusia ke manusia lain. Tapi bila kita kembali
kepada jati diri sebagai manusia yang penuh dengan kekurangan, maka kita tahu bahwa
banyak hal yang harus kita pelajari, cermati, hayati dan amalkan dalam hidup ini,
apalagi bila dikaitkan dengan jati diri kita sebagai seorang muslim. Dalam agama Islam
diajarkan mengenai akhlak secara lengkap dan terperinci. Bedanya, konsep akhlak
adalah konsep akhirat, jadi berimplikasi tidak hanya di dunia ini saja. Sedangkan,
konsep humaniora yang akan kita bahas adalah konsep dunia, khususnya dunia medis
jadi implikasinya jelas di dunia medis juga. Namun, sebagai seorang muslim kita tentu
percaya bahwa semua aspek kehidupan kita di dunia ini pada akhirnya akan berdampak
juga di akhirat kelak.
Sebetulnya, dalam kurikulum kita dikenal pendidikan ilmu budaya dasar yang
menurut Martiatmodjo merupakan juga terjemahan dari istilah Basic Humanities atau
pendidikan humaniora. Hanya saja penyajiannya jarang dikaitkan dengan kehidupan
kita kelak sebagai seorang dokter, jadi pengetahuan tersebut mengawang-awang, sangat
idealis, sehingga mahasiswa sulit menerapkannya dalam realitas kedokteran yang
terkenal praktis. Padahal bagi komunitas medis, apa saja yang disentuhkan pada
kulitnya melalui kata medis, akan mudah melekat karena ada sekian banyak reseptor
yang sensitif dengan kata tersebut pada kulitnya. Karena itu dibutuhkan pengetahuan
yang lebih integratif agar kita menjadi paham arah dan tujuan pembelajaran kita.
Pengetahuan tentang humaniora sangat luas. Tapi bahasan kita dalam kuliah
ini terbatas pada bidang kehidupan kita sebagai dokter. Pengetahuan ini harus dapat
diterapkan di segala bidang kehidupan Anda kelak sebagai dokter. Bidang yang
dimaksud antara lain:
Praktek kedokteran
Pelayanan kesehatan
Pendidikan kedokteran
Penelitian
1. Assi Bal, Z.A.: Dokter-dokter, Bagaimana Akhlakmu, Gema Insani Press, Jakarta,
1992
2. Prasetya, J.T.,: Ilmu Budaya Dasar, Rineka Cipta, Jakarta, 1998
3. Samil, RS. Etika Kedokteran Indonesia. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohrdjo.
Jakarta. 2001
4. Tu, U.M. Humanism and Ethics in Medical Practice, Health Service, Medical
Education and Medical Research, dalam The First Myanmar Academy of Medical
Science Oration. Myanmar.2001.