Anda di halaman 1dari 13

Latarbelakang

Masalah

Penyusunan proposal pendamping masyarakat

Pendampingan sosial
hadir sebagai agen perubahan yang turut terlibat membantu memecahkan persoalan
yang dihadapi oleh masyarakat. Pendampingan masyarakat dapat diartikan sebagai
interaksi dinamis antara kelompok masyarakat dan pendamping untuk secara
bersama-sama menghadapi beragam tantangan seperti; merancang program perbaikan
kehidupan sosial ekonomi, pendidikan, memobilisasi sumber daya masyarakat setempat,
memecahkan masalah sosial, menciptakan atau membuka akses bagi pemenuhan
kebutuhan, menjalin kerjasama dengan berbagai pihak yang relevan dengan konteks
pemberdayaan masyarakat.

Merujuk pada Payne


(1986), prinsip utama pendampingan adalah making
the best of the clients resources. Sejalan dengan perspektif kekuatan (strengths perspektif), para
pendamping
masyarakat tidak memandang klien dan lingkungannya sebagai sistem yang pasif
dan tidak memiliki potensi apa-apa. Melainkan mereka dipandang sebagai sistem
sosial yang memiliki kekuatan positif dan bermanfaat bagi proses pemecahan
masalah. Bagian dari pendekatan pekerjaan sosial adalah menemukan sesuatu yang
baik dan bermanfaat.

Pendampingan sosial
memiliki peran yang sangat menentukan keberhasilan program pemberdayaan
masyarakat. Sesuai dengan prinsip pemberdayaan, pemberdayaan masyarakat sangat
perlu memperhatikan pentingnya partisipasi publik. Dalam konteks ini, peranan
seorang pekerja sosial atau pendamping masyarakat seringkali diwujudkan dalam
kapasitasnya sebagai pendamping, bukan sebagai penyembuh atau pemecah masalah (problem solver)
secara langsung. Program
tersebut biasanya termanisfestasi dalam bentuk penguatan partisipasi rakyat
dalam proses perencanaan, implementasi, maupun monitoring serta evaluasi
program kegiatannya.

Para pendamping
memungkinkan warga masyarakat mampu mengidentifikasi kekuatan-kekuatan yang ada
pada diri mereka, maupun mengakses sumber-sumber kemasyarakatan yang berada di
sekitarnya. Pendamping juga biasanya membantu membangun dan memperkuat jaringan
dan hubungan antara komunitas setempat dan kebijakan-kebijakan pembangunan yang
lebih luas. Para pendamping masyarakat harus memiliki pengetahuan dan kemampuan
mengenai bagaimana bekerja dengan individu-individu dalam konteks masyarakat
lokal, maupun bagaimana mempengaruhi posisi-posisi masyarakat dalam konteks
lembaga-lembaga sosial yang lebih luas.

Sebagaimana diuraikan
oleh Suharto (2004: 61-62) bahwa ketika masyarakat miskin ditanya mengenai
kriteria pendamping yang diharapkan, mereka menjawab bahwa selain memiliki
kapasitas profesional, seperti memiliki pengetahuan dan keterampilan mengenai program
dan penanganan permasalahan masyarakat setempat, pendamping juga dituntut
memiliki beberapa sikap humanis, seperti sabar dan peka terhadap situasi,
kreatif, mau mendengar dan tidak mendominasi, terbuka dan mau menghargai
pendapat orang lain, akrab, tidak menggurui, berwibawa, tidak menilai dan
memihak, bersikap positif dan mau belajar dari pengalaman. Ada beberapa peran
pendamping dalam pendampingan masyarakat. Empat peran di bawah ini sangat
relevan diketahui:

1.
Fasilitator. Dalam literatur pekerjaan sosial, peranan fasilitator sering
disebut sebagai pemungkin (enabler).
Keduanya bahkan sering dipertukarkan satu-sama lain. Seperti dinyatakan
Parsons, Jorgensen dan Hernandez (1994:188), The traditional role of enabler in social work implies
education,
facilitation, and promotion of interaction and action. Selanjutnya Barker
(1987) memberi definisi pemungkin atau fasilitator sebagai tanggungjawab untuk
membantu masyarakat menjadi mampu menangani tekanan situasional atau
transisional. Strategi-strategi khusus untuk mencapai tujuan tersebut meliputi:
pemberian harapan, pengurangan penolakan dan ambivalensi, pengakuan dan
pengaturan perasaan-perasaan, pengidentifikasian dan pendorongan
kekuatan-kekuatan personal dan asset-asset sosial, pemilahan masalah menjadi
beberapa bagian sehingga lebih mudah dipecahkan, dan pemeliharaan sebuah fokus
pada tujuan dan cara-cara pencapaiannya.

2. Broker. Peran sebagai broker dalam


pendampingan masyarakat tidak jauh berbeda dengan peran broker di pasar modal.
Seperti halnya di pasar modal, terdapat klien atau konsumen. Namun demikian,
pendamping melakukan transaksi dalam pasar lain, yakni jaringan pelayanan
sosial. Pemahaman pendamping yang menjadi broker mengenai kualitas pelayanan
sosial di sekitar lingkungannya menjadi sangat penting dalam memenuhi keinginan
kliennya memperoleh keuntungan maksimal. Dalam proses pendampingan sosial,
ada tiga prinsip utama dalam melakukan peranan sebagai broker: (a) Mampu
mengidentifikasi dan melokalisir sumber-sumber kemasyarakatan yang tepat, (b)
Mampu menghubungkan konsumen atau klien dengan sumber secara konsisten, (c)
Mampu mengevaluasi efektifitas sumber dalam kaitannya dengan
kebutuhan-kebutuhan klien.

3.
Pembela. Seringkali pendamping masyarakat harus berhadapan dengan sistem
politik dalam rangka menjamin kebutuhan dan sumber yang diperlukan oleh klien
atau dalam melaksanakan tujuan-tujuan pendampingan sosial. Manakala pelayanan
dan sumber-sumber sulit dijangkau oleh klien, pendamping harus memainkan
peranan sebagai pembela (advokat). Peran pembelaan atau advokasi bersentuhan
dengan kegiatan politik. Peran pembelaan dapat dibagi dua: advokasi kasus (case advocacy) dan
advokasi kelas (class advocacy) (DuBois dan Miley, 1992;
Parsons, Jorgensen dan Hernandez, 1994). Apabila pendamping melakukan pembelaan
atas nama seorang klien secara individual, maka ia berperan sebagai pembela
kasus. Pembelaan kelas terjadi manakala klien yang dibela bukanlah individu
melainkan sekelompok anggota masyarakat.

4.
Mediator. Peran mediator diperlukan
terutama pada saat terdapat perbedaan yang mencolok dan mengarah pada konflik
antara berbagai pihak. Lee dan Swenson (1986) memberikan contoh bahwa
pendamping dapat memerankan sebagai fungsi kekuatan ketiga untuk menjembatani
antara anggota kelompok dan sistem lingkungan yang menghambatnya.
Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam melakukan peran mediator meliputi
kontrak perilaku, negosiasi, pendamai pihak ketiga, serta berbagai macam
resolusi konflik. Dalam mediasi, upaya-upaya yang dilakukan pada hakekatnya
diarahkan untuk mencapai solusi menang-menang (win-win solution) dengan strategi
lobby atau negosiasi. Hal ini berbeda dengan peran sebagai pembela, dimana
bantuan pendamping diarahkan untuk memenangkan kasus klien melalui strategi
kontes.

UHAMKA sebagai salah satu amal


usaha Muhammadiyah yang bergerak di bidang pendidikan, penelitian dan
pengembangan, pengabdian dan pemberdayaan masyarakat, serta
sosial-kemasyarakatan. Oleh karena itu dalam rangka merealisasikan Catur Dharma
PTM, dosen tidak hanya dituntut untuk mengajar dan meneliti, tetapi diwajibkan
untuk melakukan kegiatan program
pengabdian masyarakat, maka melalui program ini paling tidak dapat membantu
mengatasi persoalan masyarakat melalui pendekatan-pendekatan penyuluhan maupun
pelatihan pembelajaran lain terkait pemberdayaan masyarakat. Atas dasar itu,
maka tema pemberdayaan masyarakat dalam hal ini adalah PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
DESA TERTINGGAL MELALUI PENDEKATAN PENDIDIKAN, EKONOMI, DAN LINGKUNGAN (Studi
Implementasi di Desa Gedompol,
Kec. Donorojo, Kabupaten Pacitan)

B. Analisis situasi

Di dalam proses perencanaan dan


evaluasi pembangunan saat ini, sangat dibutuhkan data mengenai kependudukan dan
permasalahannya. Apalagi jika dikaitkan dengan dwifungsi penduduk, yaitu
sebagai fungsi subjek dan fungsi objek. Fungsi subjek bermakna bahwa penduduk
adalah pelaku pembangunan, dan fungsi objek bermakna bahwa penduduk menjadi
target dan sasaran pembangunan yang dilakukan. Kedua fungsi tadi harus berjalan
seiring dan sejalan secara integral.

Jika
mengacu pada program kebijakan Pemerintah Daerah Pacitan dalam kurun waktu 5 (lima) tahun
mendatang akan mewujudkan tiga belas
tujuan strategi pembangunan melalui beberapa kebijakan umum serta penetapan
sasaran yang akan dicapai. Kebijakan umum dan sasaran pembangunan yang akan
dicapai untuk penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan sampai tahun 2011
mendatang antara lain bertujuan:

1. Meningkatnya kemampuan keuangan daerah, ditempuh melalui kebijakan optimalisasi


penerimaan daerah, dengan sasaran meningkatnya
sumber pembiayaan pembangunan daerah.
2. Meningkatnya
pertumbuhan ekonomi daerah dan pemerataan
pendapatan masyarakat, ditempuh melalui kebijakan penguatan dan perluasan jaringan pasar lokal
serta optimalisasi sektor prioritas, dengan sasaran:

a. Meningkatnya produksi dan


produktivitas hasil pertanian

b. Meningkatnya
kuantitas dan kualitas hasil peternakan sebagai pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat

c. Meningkatnya potensi ekonomi


sumberdaya perikanan dan laut

d. Terwujudnya potensi
ekonomi sumberdaya hutan

3. Meningkatnya fungsi fasilitasi dalam rangka pengembangan


industri dan perdagangan, hal ini dapat ditempuh melalui kebijakan penyelenggaraan
pengembangan kewirausahaan berbasis sumber daya lokal dan sektor prioritas,
dengan sasaran:

a. Meningkatnya produktivitas industri kecil dan UKM

b. Meningkatnya
fasilitasi kemitraan perdagangan

c. Meningkatnya lembaga
UMKM yang sehat dan berdaya saing

d. Meningkatnya
tenaga kerja yang berkualitas
4. Meningkatnya kualitas dan kuantitas
insfrastruktur perekonomian, ditempuh melalui kebijakan peningkatan prasarana dan sarana
perekonomian dengan sasaran:

a. Meningkatnya kualitas
sarana dan prasarana transportasi

b. Meningkatnya pelayanan dan fungsi pendukung


transportasi

c. Meningkatnya pelayanan
LITDES

5. Meningkatnya kualitas pengelolaan


lingkungan hidup dan SDA, ditempuh melalui kebijakan konservasi ekologi kawasan, dengan sasaran:

a. Terwujudnya lingkungan yang


bersih, hijau dan lestari

b. Terjaganya kualitas dan


kuantitas sumber daya air

6. Meningkatnya
kualitas kehidupan masyarakat pedesaan dan penyandang masalah kesejahteraan sosial, ditempuh
melalui kebijakan penanggulangan
kemiskinan dan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS), dengan sasaran:

a. Meningkatnya penanganan penduduk miskin dan


pelayanan bagi penyandang kesejahteraan sosial

b. Meningkatnya kualitas hidup dan


perlindungan perempuan dan anak
c. Meningkatnya
pemberdayaan masyarakat desa

7. Meningkatnya aksesibilitas masyarakat


terhadap pendidikan, ditempuh melalui
kebijakan peningkatan
layanan pendidikan, dengan sasaran:

a. Meningkatnya kualitas
pendidikan anak usia dini

b. Meningkatnya pemenuhan
wajib belajar 9 tahun

c. Meningkatnya kualitas dan


kuantitas pendidikan menengah

d. Meningkatkan manajemen dan


mutu pendidikan

e. Berkurangnya
buta aksara dan meningkatnya wajib belajar melalui pendidikan non formal

f. Meningkatnya wawasan
dan ketrampilan pemuda dan prestasi olah raga.

8. Meningkatnya aksesibilitas pelayanan


kesehatan masyarakat, ditempuh melalui kebijakan:

a. Peningkatan layanan kesehatan masyarakat,


dengan sasaran:
1). Meningkatnya
derajat kesehatan masyarakat

2).
Meningkatnya mutu pelayanan kesehatan

3).
Meningkatnya mutu pelayanan Rumah Sakit

b. Pengendalian pertumbuhan penduduk, dengan sasaran menurunnya pasangan usia subur yang tidak
terlayani pemenuhan KB-nya dan menurunnya angka kelahiran.

9. Meningkatnya perkembangan kapasitas


aparatur pemerintah dalam rangka mewujudkan karakter "budaya administrasi
publik berbasis Informasi teknologi" di pemerintahan Pacitan, ditempuh
melalui kebijakan:

a. Peningkatan profesionalisme kinerja aparatur


daerah, dengan sasaran:

1). Meningkatnya
kualitas kinerja pemerintahan

2) Meningkatnya
kualitas perencanaan dan pengendalian pembangunan

3) Tersusunnya
dan meningkatnya peran rencana tata ruang dalam pelaksanaan pembangunan

4) Meningkatnya
tata kearsipan daerah
5) Meningkatnya
ketersediaan sarana penyelenggaraan pemerintahan

6) Peningkatan pengelolaan administrasi keuangan daerah

b. Pemberantasan KKN, dengan sasaran: mewujudkan


aparatur daerah yang bersih, berwibawa dan bebas dari KKN

Walaupun
telah memiliki beberapa Rencana Strategi (RENSTRA) tahunan atau program
pembangunan, namun tidak bisa dipungkiri bahwa masyarakat setempat tetap masih
mengalami berbagai kendala. Kendala tersebut antara lain:

a. Tingginya angka kemiskinan

Dalam
upaya percepatan pembangunan di segala bidang masih terdapat beberapa kendala,
antara lain masih tingginya angka penduduk miskin, walaupun selama empat tahun
terakhir jumlah penduduk miskin mengalami penurunan sekitar 19,51% dari jumlah
penduduk miskin tahun 2001 yaitu sebanyak 164.125 jiwa. Dari penurunan jumlah
penduduk miskin tersebut sampai pada tahun 2005 jumlah penduduk miskin
masih sebanyak 132.125 jiwa atau 24,28 %.

b. Rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia

Peningkatan layanan pendidikan sangat diperlukan dalam


rangka meningkatkan kompetensi anak didik. Out
put layanan pendidikan dengan pendekatan Indek Pembangunan Manusia (IPM)
masih menunjukkan kondisi yang jauh dari harapan. Indek Pembangunan Manusia
komponen pendidikan tahun 2004 menunjukkan angka 6,18 tahun atau masih lebih
rendah dari rata-rata IPM Jawa Timur dengan capai 6,55. Namun bila dibandingkan
dengan IPM tahun 2003 terdapat kenaikan 0,13. Demikian pula segi kesehatan
masih banyak yang perlu mendapatkan perhatian, khususnya angka kematian ibu dan
anak dan kesakitan malaria masih relatif tingginya.

c. Rendahnya Pertumbuhan
Ekonomi dan Investasi.

Pertumbuhan ekonomi merupakan cerminan


produktivitas masyarakat. Rata-rata pertumbuhan ekonomi Kabupaten Pacitan
selama dua periode 5 (lima) tahun terakhir, 2001-2005 dan 2005-2010 mencapai
3,62% dengan inflasi rata-rata mencapai 7,8%. Kondisi ini masih dihadapkan pula
pada fenomena ketimpangan pendapatan per tenaga kerja antara sektor jasa
terhadap sektor pertanian dengan perbandingan 1 : 175.

d. Rendahnya kualitas Sumber Daya


Alam dan Lingkungan Hidup.

Lahan kritis di Kabupaten Pacitan saat ini mencapai


30.954,25 Ha. atau 21,9 % dari luas wilayah. Kondisi ini bila tidak
dikelola dengan baik, maka tidak menutup kemungkinan arealnya akan
bertambah.

e. Infrastruktur kurang Memadai

Peningkatan kualitas dan kuantitas infrastruktur


pendukung terutama diorientasikan untuk menjawab kebutuhan aksesibilitas
penduduk dalam kegiatan-kegiatan pendidikan, kesehatan, dan perekonomian. Sementara
itu kondisi jalan di Kabupaten Pacitan saat ini menunjukkan sebagai berikut :
(a) Jalan Nasional, kondisi baik 12,35 %, sedang 77,32 %, dan rusak 10,33 %.
(b) Jalan Propinsi, kondisi baik 67,52 %, sedang 25,84 %, dan rusak 6,63 %. (c)
Jalan Kabupaten, kondisi baik 38,46 %, sedang 14,02 %, dan rusak 37,02 %, dan
(d) Jalan desa, kondisi baik 0,74 %, sedang 16, 49 % dan rusak 6,99 %. Cakupan
layanan air bersih sampai dengan tahun 2007 mencapai 34,60 % serta cakupan
layanan PDAM mencapai 5 %.

Salah satu kecamatan yang mengalami kendala dalam proses pembangunan


adalah Kecamatan Donorojo khususnya Desa Gedompol. Kecamatan tersebut tentunya
perlu mendapat perhatian baik dari pemerintah pusat, daerah, lembaga pendidikan
tinggi maupun Lembaga Swadaya Masyarakat. Posisi ini terletak di wilayah paling
barat Kabupaten Pacitan dan berbatasan dengan Kabupaten Wonogiri Propinsi Jawa
Tengah. Posisi wilayah tersebut adalah pegunungan dan dataran tinggi. Pada saat
Orde Baru desa tersebut masuk kategori Desa Tertinggal (IDT). Hingga saat
inipun berhubung keadaan ekonomi terbatas, keterbatasan ekonomi akhirnya belum
bisa mengubah pola hidup termasuk peningkatan standar pendidikan dan ekonomi
baik kuantitas maupun kuantitas.

Atas dasar itulah maka sebagai lembaga pendidikan


tinggi, dalam rangka merealisasikan Caturdharma Perguruan Tinggi UHAMKA Jakarta
dan kami selaku unsur di dalamnya termotivasi untuk berbagi pengetahuan melalui
kegiatan program pengabdian dan pemberdayaan masyarakat berupa penyuluhan
pendekatan pendidikan, sosial-ekonomi, dan lingkungan.

C. Masalah Pokok

Berangkat
dari analisis di atas, beberapa permasalahan yang di hadapi masyarakat adalah:

1. Posisi serta keadaan geografis yang secara


alamiah sulit untuk dilakukan perubahan

2. Peran aparat desa yang kurang aktif dan


komunikatif dalam menghadapi perkembangan karena keterbatasan pengetahuan
3. Keterbatasan ekonomi masyarakat setempat,
maka secara otomatis dampak perubahan pengetahuan pendidikan sulit untuk
diwujudkan

4. Pola pikir masyarakat setempat yang masih


apatis bahwa proses pendidikan bukan termasuk investasi masa depan

D. Tujuan dan manfaat kegiatan

Secara
akademis kegiatan pemberdayaan dan pengabdian masyarakat menjadi salah satu
rohnya suatu Perguruan Tinggi, sehingga tujuan kegiatan ini merupakan realisasi
Catur Darma Perguruan Tinggi khususnya kegiatan Pemberdayaan dan Pengabdian
kepada Masyarakat. Sementara itu kegiatan ini sangat bermanfaat bagi masyarakat
khususnya di wilayah tertinggal, sehingga dapat bermanfaat secara praktis.
Secara sosial kegiatan ini setidaknya adalah bagian dari realisasi dari konsep kesalehan
sosial.

II. RUANG
LINGKUP KEGIATAN
a. Keadaan Wilayah

Sebelum masuk ke dalam persoalan yang


sebenarnya terjadi, ketika membicarakan masyarakat Pacitan terlebih dahulu
penulis perlu mengantarkan keadaan alam terlebih dahulu walaupun sudah sebagian
orang dapat menebak tentang kondisi tersebut. Berdasarkan letak geografis,
Kabupaten Pacitan merupakan salah satu dari 38 Kabupaten di wilayah Propinsi
Jawa Timur yang terletak di bagian Selatan Barat Daya. Kabupaten Pacitan
terletak di antara 110 55' - 111 25' Bujur Timur dan 7 55' - 8 17' Lintang
Selatan, dengan luas wilayah 1.389,87 Km atau 138.987,16 Ha. Luas tersebut
sebagian besar berupa perbukitan yaitu kurang lebih 85 %, gunung-gunung kecil
lebih kurang 300 buah menyebar di seluruh wilayah Kabupaten Pacitan dan jurang
terjal yang termasuk dalam deretan Pegunungan Seribu yang membujur di sepanjang
Selatan Pulau Jawa, sedangkan selebihnya merupakan dataran rendah.

Di samping posisi di atas, Kabupaten


Pacitan berbatasan dengan Propinsi Jawa Tengah dan daerah Istimewa Yogyakarta
yang merupakan pintu gerbang bagian barat dari Jawa Timur dengan kondisi fisik
pegunungan kapur selatan yang membujur dari Gunung Kidul ke Kabupaten
Trenggalek menghadap ke Samudera Indonesia. Secara administratif wilayah
terdiri dari 12 Kecamatan, 5 kelurahan dan 159 desa.

Mengenai
batas-batas wilayah administrasi, Kabupaten Pacitan
berbatasan dengan antara lain; sebelah timur berbatasan
dengan Kabupaten Trenggalek, sebelah Selatan dengan Samudera
Indonesia, sebelah Barat dengan
Kabupaten Wonogiri (Jawa Tengah) dan sebelah Utara adalah berbatasan dengan
Kabupaten Ponorogo. Terkait dengan l

Anda mungkin juga menyukai