Anda di halaman 1dari 2

Intervensi Terhadap Pelaku KDRT

Program intervensi bagi pelaku KDRT telah mengalami evolusi dari tahun ke tahun.
Evolusi ini meliputi perkembangan dari konsepkonsep fundamental yang digunakan dalam
program terapi. Masing masing program intervensi menggunakan pendekatan teori yang berbeda
beda. Berikut ini akan dibahas mengenai filosofi dari pendekatan yang banyak digu akan pada
program intervensi bagi pelaku KDRT.

1. Pendekatan Konfrontasional. Pendekatan ini banyak digunakan pada masa lampau,


memfokuskan kepada gender dan isu kekuasaan. Para pelaku secara konsisten dikonfrontasi
mengenai hal rasionalisasi, denial, serta menyalahkan korban sebagai penyebab perilaku
kekerasan. Pelaku (kemudian disebut klien) didorong untuk mengakui bahwa mereka telah
melakukan kekerasan, menceritakan kelakuannya secara rinci tanpa ditutuptutupi ataupun
diingkari. Pendekatan ini menganut shamebased. Artinya, pelaku dihadapkan pada
kesalahannya sendiri.

Beberapa peneliti menyimpulkan bahwa kritik dan konfrontasi agresif dari terapis adalah
tidak produktif. Konselor yang menunjukkan empati yang tinggi dinilai lebih efektif disbanding
konselor yang bersikap konfrontatif dalam hubungannya dengan pelaku KDRT. Pelaku kekerasan
biasanya bersifat hipersensitif. Jika terapi dirasakan menambah rasa bersalah atau
mempermalukan, maka mereka akan cenderung membela diri, antara lain dengan merasionalisasi
tindakan kekerasannya, bertambah tingginya intensitas kemarahan, serta proyeksi kesalahan
tersebut. Hal ini tidak akan membantu ita dalam memberikan terapi pada pelaku KDRT, begitu
juga pada pasangannya.

2. Pendekatan Client Centered. Fokus utama ditujukan pada pengalaman personal yang dialami
para pelaku KDRT. Pendekatan ini tidak mengingkari beratnya kasus KDRT, juga tidak
berusaha membuat para pelaku lari dari tanggung jawabnya, melainkan bertujuan untuk
membina hubungan yang lebih dekat dengan para pelaku, sehingga lebih mudah mendorong
mereka untuk melakukan perubahan.

3. Pendekatan Pacing and Leading. Pada pendekatan ini yang dilakukan adalah merefleksikan
pengalaman orang lain, lalu diikuti dengan pemberian sugesti sebagai cara berpikir dan
bertindak yang baru. Pacing di sini berarti secara hatihati merefleksikan kembali pemahaman
terhadap pengalaman kekerasan yang telah dialami, membina hubungan baik serta
membangun empatisebelum melakukan koreksi ataupun memberikan sugesti, memberikan
perspektif baru, sebelum mengarahkan ke perilaku baru.
Pendekatan ini membantu para pelaku KDRT untuk mengenal kebutuhan emosional
fundamental yang dialami pada saat mereka mengambil keputusan untuk melakukan suatu
tindakan, yang ternyata mempunyai konsekuensi destruktif (bersifat merusak).

4. Client Centered Group Formats. Format dari sebagian kelompok spesifik telah mengadopsi
rencana terapi pikologis yang berpusat pada klien, yang tidak mengikutsertakan komponen
edukatif yang biasanya ditemukan pada programprogram lainnya. Programprogram tersebut
mempercayakan kemampuan dari individu untuk sembuh dari luka masa kecil serta untuk
membangun kekuatan personal.

Intervensi dan pendekatan yang dipilih

Tahap intervensi. Terdapat beberapa tahap untuk melakukan intervensi secara efektif terhadap
pelaku KDRT. Untuk mencapai hasil yang optimal, intervensi mensyaratkan pengenalan terhadap
KDRT dan pengidentifikasian pelaku; pemahaman perilaku pelaku KDRT; serta penyediaan
penatalaksanaan yang efektif bagi korban dan pelaku. Intervensi juga dapat memutuskan rantai
KDRT dengan penyediaan kesempatan bagi pelaku untuk berdiskusi mengenai KDRT yang telah
terjadi dan fasilitasi pada korban dan pelaku untuk mendapatkan solusi yang tepat.

Anda mungkin juga menyukai