Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PERENCANAAN PROGRAM GERAKAN 3M PLUS DI


LINGKUNGAN UNTUK MENANGGULANGI DAN
MENCEGAH WABAH DBD

Oleh:

KHOIRUNNISA HUMAIROH
NIM : 70 2013 066

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita sampaikankan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkah dan rahmat-Nya Makalah Perencanaan Strategi Program 3M
Plus di Lingkungan untuk Menanggulangi dan Mencegah Wabah DBD dapat
diselesaikan dengan baik dan lancar.
Penulis menyadari bahwa hasil kegiatan ini dapat terselesaikan berkat
bantuan, dan bimbingan yang telah diberikan oleh berbagai pihak. Penulis ingin
mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1

Allah SWT. Sebagai Tuhan yang tak henti-henti memberikan ridha-Nya

untuk menyelesaikan kegiatan ini dengan baik dan lancar.


Orang tua yang selalu memberikan dukungan baik dalam bentuk moril
maupun materil sehingga kegiatan ini dapat berjalan dengan baik dan

lancar.
Teman-teman sejawat.
Dalam menyelesaikan makalah ini penulis menyadari sepenuhnya bahwa

masih banyak kekurangan dan kesalahan baik dalam segi materi maupun dalam
penyusunan kata-kata, hal ini disebabkan oleh terbatasnya kemampuan dan
pengetahuan yang penulis miliki. Maka dari itu penulis memohon maaf, saran dan
kritik bagi seluruh pembaca dalam upaya perbaikan laporan ini.
Palembang, 22 November 2016

Penulis

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................. iii

BAB I

PENDAHULUAN........................................................................ 1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Demam Berdarah Dengue.................................. 3
2.2 Etiologi Demam Berdarah Dengue...................................... 3
2.3 Penganggulangan dan Pencegahan DBD............................. 4

BAB III KESIMPULAN............................................................................ 9


DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 10

BAB I
PENDAHULUAN

Demam berdarah atau demam berdarah dengue adalah penyakit febril akut
yang ditemukan di daerah tropis, dengan penyebaran geografis yang mirip dengan
malaria. Demam berdarah dengue pada negara-negara tropis, umumnya
meningkat pada musim penghujan sehingga banyak genangan air bersih yang
menjadi tempat berkembangbiak nyamuk Aedes aegypti. Demam berdarah dengue
merupakan salah satu penyakit menular yang berbahaya dan dapat menimbulkan
kematian dalam waktu singkat bila tidak segera ditangani.
Masalah Demam Berdarah Dengue tidak hanya berdampak pada masalah
klinis individu yang terkena Demam Berdarah Dengue, namun juga berdampak
pada kondisi sosial dan ekonomi masyarakat sehingga penanganannya tidak dapat
hanya diselesaikan oleh sektor kesehatan saja namun memerlukan peran aktif
masyarakat, lintas sektor/Pokjanal Demam Berdarah Dengue, Pemerintah Daerah
dan DPRD, khususnya di tingkat kabupaten/kota, dan hal ini sejalan dengan
diterapkannya sistem otonomi daerah.
Oleh karena itu, diperlukan strategi pemberantasan Demam Berdarah Dengue
yang lebih ditekankan pada upaya preventif, yaitu melaksanakan penyemprotan
massal sebelum musim penularan penyakit di daerah endemis Demam Berdarah
Dengue. Selain itu digalakkan juga kegiatan PSN (Pemberantasan Sarang
Nyamuk) dan penyuluhan kepada masyarakat melalui berbagai media. Pada
kenyataannya, tidak mudah memberantas Demam Berdarah Dengue karena
terdapat

berbagai

hambatan

dalam

pelaksanaanya.

Akibatnya

strategi

pemberantasan Demam Berdarah Dengue tidak terlaksana dengan baik sehingga


setiap tahunnya Indonesia terus dibayangi kejadian luar biasa (KLB) Demam
Berdarah Dengue
Pemberantasan jentik nyamuk dapat dilakukan dengan cara fisik, kimia, dan
biologi. Cara fisik dikenal dengan 3M (Menguras tempat penampungan air,
Menutup rapat tempat penampungan air dan Mengubur barang-barang bekas yang
dapat menjadi genangan air), cara kimia dengan cara larvasidasi yaitu menaburkan

abate (Temephos 1% SG) di tempat penampungan air dan cara biologi dengan
cara memelihara ikan pemakan jentik.
Memutus mata rantai penyebaran DBD harus dimulai dari jentik, oleh karena
itu pemberantasan jentik sangat diperlukan untuk mencegah telur dan jentik
berkembang menjadi nyamuk dewasa yang akan menjadi vektor penularan DBD.
Pemberantasan jentik memerlukan tindakan yang terus-menerus dan kerjasama
dari berbagai pihak agar pemberantasan jentik dapat efektif untuk menurunkan
jumlah vektor penularan DBD.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Demam Berdarah Dengue


Demam dengue / DF dan demam berdarah dengue / DBD (Dengue
haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri
sendi yang disertai leukopeni, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan
diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai
dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan
di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (Dengue shock syndrome) adalah
demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan / syok (Sudoyo, 2009).
2.2. Etiologi Demam Berdarah Dengue
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus
Aedes (terutama A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap
tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat
perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak
mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya). Beberapa faktor
diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi biakan virus dengue yaitu
(Sudoyo, 2009):
1) Vektor: perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan
vektor di lingkungan, transportasi vektor dari suatu tempat ke tempat
lain.
2) Penjamu: terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan
paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin.
3) Lingkungan: curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.

2.3. Penanggulangan dan Pencegahan DBD


A. Program 3M Plus
Pemerintah telah meluncurkan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik yang
merupakan bagian dari upaya pemberantasan sarang nyamuk (PSN) melalui

3M Plus yaitu, Menguras, Menutup, dan Mendaur ulang, ditambah


Mengindari gigitan nyamuk. Gerakan ini dimaksudkan untuk mengajak
setiap keluarga dan seluruh masyarakat agar mencegah munculnya
perindukan nyamuk Aedes aegypti di rumah atau di tempat kerja masingmasing, dengan cara membasmi setiap jentik yang ditemukan dan
meniadakan genangan air baik di luar maupun di dalam rumah atau gedung.
Hal ini dikarenakan anggota keluarga lebih dapat menjangkau tempat-tempat
yang menjadi sarang nyamuk di lingkungannya. Diharapkan, kelak tidak ada
penularan DBD dari nyamuk Aedes aegypti di Indonesia (Menkes RI, 2016).
Jumatik merupakan singkatan dari juru pemantau jentik, yaitu anggota
masyarakat yang secara sukarela memantau keberadaan jentik nyamuk
Aedes aegypti di lingkungannya, melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk
(PSN) secara rutin. Jumantik juga berperan untuk meningkatkan
kewaspadaan dan kesiapaan masyarakat menghadapi DBD. Kunci
keberhasilan PSN adalah apabila Pemerintah bersama seluruh masyarakat
secara rutin dan terus menerus menggerakkan terlaksananya PSN yang
mencakup:
-

Menguras bak penampungan air;


Menutup rapat-rapat tempat penampungan air;
Memanfaatkan kembali barang-barang bekas yang berpotensi menjadi

tempat perindukan nyamuk;


Menghindari gigitan nyamuk seperti memakai kelambu waktu tidur atau
menggunakan anti-nyamuk oles.

Program 3M Plus merupakan upaya untuk mencegah penyakit DBD.


Program 3M Plus itu adalah:
1. Menguras
Menguras tempat-tempat penampungan air seperti : bak mandi/ WC,
tempanyan, ember, vas bunga, tempat minum burung dan lain-lain
seminggu sekali.

2. Menutup
Menutup rapat semua tempat penampungan air seperti ember, gentong,
drum dan lain-lain.
3. Menimbun
Menimbun semua barang-barang bekas yang ada disekitar / di luas
rumah yang dapat menampung air hujan.
4. Plus
Memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan
kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan
insektisida, menggunakan repellent, memasang obat nyamuk dan
memeriksa jentik berkala.
Adapun yang dimaksud dengan 3M Plus adalah segala bentuk kegiatan
pencegahan seperti (Menkes RI, 2016):
1) Menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang sulit
2)
3)
4)
5)
6)
7)

dibersihkan;
Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk;
Menggunakan kelambu saat tidur;
Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk;
Menanam tanaman pengusir nyamuk;
Mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah;
Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah yang bisa
menjadi tempat istirahat nyamuk, dan lain-lain.

B. Pemberantasan vektor
Pemberantasan vektor memiliki empat prinsip dalam membuat
perencanaan pemberantasan vektor, yaitu (Widiyanto, 2007):
1. Mengambil manfaat dari adanya perubahan musiman keadaan nyamuk
oleh pengaruh alam, dengan melakukan pemberantasan vektor pada saat
kasus penyakit DBD paling rendah.
2. Memutuskan lingkaran penularan dengan cara menahan kepadatan
vektor pada tingkat yang rendah untuk memungkinkan penderitapenderita pada masa viremia sembuh sendiri.

3. Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah dengan potensi


penularan tinggi, yaitu daerah padat penduduknya dengan kepadatan
nyamuk cukup tinggi.
4. Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat-pusat penyebaran seperti
sekolah, Rumah Sakit, serta daerah penyangga sekitarnya.
Pemberantasan vektor dapat dilakukan pada stadium dewasa maupun
stadium jentik dengan cara sebagai berikut (Widiyanto, 2007):
1. Pemberantasan vektor stadium dewasa
Pemberantasan vektor penyakit DBD pada waktu terjadi wabah
sering dilakukan fogging atau penyemprotan lingkungan rumah dengan
insektisida malathion yang ditujukan pada nyamuk dewasa. Caranya
adalah dengan menyemprot atau mengasapkan dengan menggunakan
mesin pengasap yang dapat dilakukan melalui darat maupun udara. Dari
beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengasapan rumah dengan
malathion sangat efektif untuk pemberantasan vektor. Namun kegiatan
ini tanpa didukung dengan aplikasi abatisasi, dalam beberapa hari akan
meningkat lagi kepadatan nyamuk dewasanya, karena jentik yang tidak
mati oleh pengasapan akan menjadi dewasa, untuk itu dalam
pemberantasan vektor stadium dewasa perlu disertai aplikasi abatisasi.
2. Pemberantasan vektor stadium jentik
Pemberantasan vektor stadium jentik dapat dilakukan dengan
menggunakan insektisida maupun tanpa insektisida.
a. Pemberantasan jentik dengan insektisida. Insektisida yang digunakan
untuk memberantas jentik Aedes aegypti disebut larvasida yaitu
Abate (temephos). Abate SG 1 % diketahui 28 sebagai larvasida
yang paling aman dibanding larvasida lainnya, dengan rekomendasi
WHO untuk dipergunakan sebagai pembunuh jentik nyamuk yang
hidup pada persediaan air minum penduduk, sehingga kegiatannya
sering disebut abatisasi. Untuk pemakaiannya dengan dosis 1 ppm
(part per-million), yaitu setiap 1 gram Abate 1 % untuk setiap 10
liter air. Abate setelah ditaburkan ke dalam air maka butiran pasirnya

akan jatuh sampai ke dasar dan racun aktifnya akan keluar serta
menempel pada poripori dinding tempat air, dengan sebagian masih
tetap berada dalam air. Tujuan abatisasi adalah untuk menekan
kepadatan vektor serendah-rendahnya secara serentak dalam jangka
waktu yang lebih lama, agar transmisi virus dengue selama waktu
tersebut dapat diturunkan. Sedang fungsi abatisasi bisa sebagai
pendukung kegiatan fogging yang dilakukan secara bersama-sama,
juga sebagai usaha mencegah letusan atau meningkatnya penderita
DBD.
b. Pemberantasan jentik tanpa insektisida. Cara pemberantasan vektor
stadium jentik tanpa menggunakan insektisida lebih dikenal dengan
pembersihan sarang nyamuk (PSN). Kegiatan ini merupakan upaya
sanitasi untuk melenyapkan container yang tidak terpakai, agar tidak
memberi kesempatan pada nyamuk Aedes aegypti untuk berkembang
biak pada kontainer tersebut.

C. Penyuluhan
Penyuluhan Kegiatan penyuluhan dikoordinasikan dengan kepala
wilayah setempat 30 (Bupati/Walikota/Camat/Lurah). Kegiatan ini dapat
berupa beberapa macam kegiatan yakni (Widiyanto, 2007):
1. Pertemuan dengan lintas sektor terkait (Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan,

Departmen

Agama,

Kabupaten/Kota,

Kecamatan,

Kelurahan/Desa dsb).
2. Penyuluhan melalui media elektronik dan media cetak.
3. Penyuluhan di sekolah, tempat ibadah, tempat pemukiman, pasar, dsb.
4. Penyuluhan melalui Ketua RT/RW.

BAB III
KESIMPULAN
1) Demam dengue / DF dan demam berdarah dengue / DBD (Dengue
haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang
disertai leukopeni, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis
hemoragik.
2) Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes
(terutama A. aegypti dan A. albopictus).
3) Penanggulangan dan pencegahan DBD dapat dilakukan dengan cara program
3M Plus, pemberantasan vektor dan penyuluhan.
4) Program 3M Plus adalah menguras tempat-tempat penampungan air, menutup
rapat semua tempat penampungan air, menimbun semua barang-barang bekas,
dan plus: memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan

kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida,


menggunakan repellent, memasang obat nyamuk dan memeriksa jentik
berkala.
5) Pemberantasan vektor dapat dilakukan dengan fogging dan menabur larvasida.
6) Penyuluhan pada berbagai sektor.

DAFTAR PUSTAKA
Menkes RI. 2016. Kendalikan DBD Dengan PSN 3M Plus. Menkes RI, Jakarta.
Hal. 1
Menkes RI. 2016. Pemberdayaan Jumantik Untuk Mendukung Gerakan PSN 3M
Plus . Menkes RI, Jakarta. Hal. 1 2
Sudoyo, A. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Internal
Publishing, Jakarta. Hal. 2773
Widiyanto, T. 2007. Kajian Manajemen Lingkungan Terhadap Kejadian Demam
Berdarah Dengue (DBD) Di Kota Purwokerto Jawa Tengah. Tesis,
Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang. Hal. 39 42

Anda mungkin juga menyukai