Anda di halaman 1dari 9

SUMMARY

SOCIAL COGNITIVE THEORY

Oleh :
PRASTIWI NOVIA PUSPITASARI
101614153003

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
MINAT KESEHATAN IBU DAN ANAK
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2017
I. PENDAHULUAN
Berdasarkan teorema dan penelitian sebelumnya oleh Miller dan Dollard (1941) dan
Rotter (1954), Social Cognitive Theory (SCT) pertama kali dikenal sebagai teori
pembelajaran sosial, karena didasarkan pada penerapan prinsip pembelajaran yang mapan
dalam konteks sosial manusia. (Bandura, 1977). Ini dinamai Teori Kognitif Sosial ketika
konsep-konsep dari psikologi kognitif diintegrasikan untuk mengakomodasi pemahaman
tentang kemampuan pemrosesan informasi manusia dan bias yang mempengaruhi
pembelajaran dari pengalaman, pengamatan, dan komunikasi simbolis (Bandura, 1986).
Dengan pengembangan lebih lanjut, SCT telah menganut konsep dari sosiologi dan sains
politik untuk memajukan pemahaman tentang kemampuan dan kapasitas adaptif kelompok
dan masyarakat (Bandura, 1997). Teori ini juga memiliki konsep terpadu dan dikembangkan
dari psikologi humanistik dengan menganalisis proses yang mendasari penentuan nasib
sendiri, altruisme, dan perilaku moral (Bandura, 1999).
Teori kognitif sosial merupakan salah satu teori perilaku kesehatan yang dikembangkan
oleh Albert Bandura pada tahun 1963, tidak saja memperhatikan faktor individual tetapi juga
memperhatikan faktor sosial dan lingkungan. Menurut Bandura, perilaku seseorang dapat
dijelaskan melalui hubungan tiga faktor yang satu sama lainnya saling menentukan (triadic
reciprocity). Prinsip dasar dari teori ini adalah adanya pengaruh timbal balik (reciprocal
determinism) pada tiga faktor yang ada, yaitu individu, lingkungan dan perilaku. Teori ini
mencoba menggambarkan antara faktor pribadi, lingkungan dan perilaku mempunyai
interaksi yang bersifat dinamis dan berkesinambungan dan juga bersifat timbal balik, dimana
perubahan pada satu faktor akan mempengaruhi perubahan pada dua faktor lainnya.
SCT berpendapat bahwa perilaku manusia adalah produk dari interaksi dinamis antara
pengaruh pribadi, perilaku, dan lingkungan. Meskipun mengenali bagaimana lingkungan
membentuk perilaku, teori ini berfokus pada kemampuan potensial orang untuk mengubah
dan membangun lingkungan sesuai dengan tujuan yang mereka buat untuk diri mereka
sendiri. Selain kemampuan individu seseorang untuk berinteraksi dengan lingkungannya,
SCT menekankan kapasitas manusia untuk tindakan kolektif. Hal ini memungkinkan
individu untuk bekerja sama dalam organisasi dan sistem sosial untuk mencapai perubahan
lingkungan yang menguntungkan seluruh kelompok. Menurut Bandura (1997), perencanaan
perlindungan dan promosi kesehatan masyarakat dapat dipandang sebagai ilustrasi
determinisme timbal balik ini, karena masyarakat berusaha mengendalikan faktor lingkungan
dan sosial yang mempengaruhi perilaku kesehatan dan hasil kesehatan.

II. KONSEP SOCIAL COGNITIVE THEORY


Konsep dari Social Cognitive Theory (SCT) dapat dikelompokkan menjadi 5 kategori
yang dipaparkan sebagai berikut:
1. Determinan Psikologis pada Perilaku (Psychological Determinants Of Behavior)
Sejumlah determinan psikologis tingkat individu telah diidentifikasi pada SCT. Salah satu
determinan utama pada kategori ini adalah outcome expectation (harapan terhadap hasil) yang
didefinisikan sebagai "keyakinan tentang kemungkinan dari berbagai hasil yang timbul dari suatu
perilaku bahwa seseorang mungkin memilih untuk melakukan dan juga melihat nilai yang
didapatkandari hasil tersebut. SCT dan beberapa model dan teori perilaku kesehatan lainnya
memberikan pertimbangan khusus harapan terhadap hasil. Ini sesuai dengan konsep norma sosial
dalam Theory of Reasoned Action (TRA) dan Teori Perilaku Terencana (TPB). Dengan
demikian, perilaku bisa diatur sebagian oleh antisipasi seseorang tentang bagaimana perasaan
mereka terhadap diri mereka jika mereka melakukannya atau tidak melakukan perilaku tertentu.
SCT dan beberapa model dan teori perilaku kesehatan lainnya memberikan pertimbangan
khusus terhadap outcome expextations atau harapan hasil sosial yang didefinisikan sebagai
harapan tentang bagaimana orang yang berbeda akan mengevaluasi perilaku kita dan kesediaan
kita untuk dipandu oleh evaluasi mereka. Konsep harapan hasil evaluatif sendiri penting bagi
SCT. Ini berfungsi seperti hasil sosial, namun individu memproduksinya sendiri. Dengan
demikian, perilaku dapat diatur sebagian oleh antisipasi orang tentang bagaimana perasaan
mereka terhadap diri mereka jika mereka melakukan atau tidak melakukan perilaku tertentu.
Menurut SCT, harapan tentang hasil evaluatif diri dapat lebih kuat daripada harapan tentang hasil
sosial dan material bagi beberapa individu.
Selanjutnya self efficacy adalah konsep SCT yang paling luas dikenal dan yang telah
diintegrasikan ke dalam model dan teori lain. Ini terdiri dari keyakinan seseorang tentang
kemampuannya untuk memengaruhi kualitas fungsi dan kejadian yang mempengaruhi hidupnya.
Self-efficacy adalah keyakinan seseorang dalam melakukan suatu kegiatan tertentu, termasuk
keyakinan dalam mengatasi masalah saat melakukan tindakan. Bandura mengemukakan bahwa
self-efficacy adalah prasyarat yang paling penting dalam perubahan perilaku karena hal ini
mempengaruhi seberapa besar usaha yang dilakukan dalam suatu tugas dan pada tingkat berapa
suatu tindakan dapat dicapaiSejumlah penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
kinerja dari suatu perilaku ditentukan baik oleh harapan terhadap hasil (outcome expectation)
dan self efficacy.

2. Observational Learning
Kapasitas manusia yang luar biasa untuk observational learning, terutama melalui
komunikasi massa, sangat penting bagi SCT. Menurut Bandura, empat proses yang mengatur
observational learning adalah: (1) perhatian, (2) retensi, (3) produksi, dan (4) motivasi. Faktor
yang berbeda berperan dalam proses yang berbeda. Lingkungan merupakan bagian yang penting
dalam teori sosial kognitif karena menyediakan models untuk perilaku. Seseorang dapat belajar
dari orang lain tidak hanya dari menerima penguatan dari mereka tetapi juga pengamatan
mereka. Observational learning terpikir ketika seseorang menyaksikan tindakan orang lain dan
kekuatan yang diterima seseorang. Proses ini juga disebut penghargaan pada diri sendiri
(vicarious reward) atau pengalaman diri sendiri (vicarious experience) (Bandura, 1972, 1986).
Seseorang belajar dengan tepat dari pengamatan perilaku kesuksesan dan kesalahan orang
lain. Banyak tipe dari perilaku yang dapat dipelajari selama observational learning. Proses
pencatatan ini untuk mengetahui pola perilaku umum yang dimiliki anggota keluarga. Misalnya
anak-anak mengamati orang tua mereka ketika melakukan perilaku tertentu mereka melihat
berbagai jenis penghargaan atau hukuman yang diberikan untuk aktivitas tersebut. Beberapa
anak-anak mengamati anak-anak lain (teman sebaya) dalam melakukan perilaku tertentu serta
hukuman atau penghargaan yang diberikan jika melakukan suatu perilaku sehingga dapat
memotivasi anak untuk melakukan perilaku tersebut atau tidak.

3. Enviromental Determinants of Behavior (Faktor-Faktor Lingkungan Pada Perilaku)


Social Cognitive Theory (SCT) mencakup konsep untuk menggambarkan pengaruh
lingkungan yang kuat terhadap perilaku. SCT memiliki sudut pandang deterministik yang timbal
balik dan berhipotesis bahwa tidak ada jumlah pembelajaran observasional yang akan
menyebabkan perubahan perilaku kecuali lingkungan pengamat mendukung perilaku baru
(Bandura, 2002). Salah satu bentuk dasar perubahan lingkungan untuk memodifikasi perilaku
adalah motivasi insentif, melalui pemberian reward atau hukuman yang diinginkan atau tidak
diinginkan.
Pendekatan dasar kedua untuk memengaruhi perilaku melalui perubahan lingkungan
adalah melalui facilitation (fasilitasi) yaitu penyediaan struktur baru atau sumber daya yang
memungkinkan untuk melakukan suatu perilaku atau membuat mereka lebih mudah untuk
melakukan. Motivasi berusaha memanipulasi tingkah laku melalui eksternal kontrol, sedangkan
fasilitasi memberdayakan.

4. Self Regulation
SCT menekankan kemampuan manusia untuk bertahan dalam hasil negatif jangka pendek
dalam mengantisipasi hasil positif jangka panjang, hal ini dapat dicapai melalui pengaturan diri
(self regulation). Menurut SCT, pengendalian diri tidak tergantung pada "kekuatan keinginan"
seseorang, melainkan pada perolehan keterampilan konkret untuk dikelola oleh diri. Ide dasarnya
adalah bahwa kita dapat memengaruhi perilaku kita sendiri dalam banyak hal caranya sama
dengan cara kita akan memengaruhi orang lain, yaitu melalui penghargaan dan memfasilitasi
perubahan lingkungan yang kita rencanakan dan atur untuk diri kita sendiri. Bandura (1997)
mengidentifikasikan enam cara di mana pengaturan diri dapat tercapai yatu:
a. Self monitoring : Pemantauan diri yaitu pengamatan sistematis terhadap tingkah lakunya
sendiri
b. goal setting : penetapan tujuan adalah identifikasi dari perubahan inkremental dan jangka
panjang yang dapat diperoleh
c. feedback : umpan balik adalah informasi tentang kualitas kinerja dan bagaimana itu bisa
diperbaiki
d. self reward : penghargaan nyata atau tak berwujud untuk dirinya sendiri
e. self instruction : instruksi diri terjadi ketika orang berbicara kepada diri mereka sebelumnya
dan selama melakukan dari suatu perilaku yang kompleks
f. enlistment of social support : pendaftaran dukungan sosial tercapai bila seseorang
menemukan orang-orang yang mendorong usahanya untuk mengendalikan diri. Instruksi
dalam pengaturan diri
5. Moral Disengagement
SCT menggambarkan bagaimana orang dapat mempelajari standar moral untuk pengaturan
diri, yang dapat menyebabkan mereka menghindari kekerasan dan kekejaman terhadap orang
lain. Bandura (1999) mengembangkan gagasan moral disengagement sebagai perluasan dari teori
sosial kognitif. Teori sosial kognitif menawarkan perspektif mengenai agen perilaku manusia
dimana individu melakukan kontrol atas pikiran dan perilaku mereka sendiri melalui proses
regulasi diri. Bandura juga berpendapat bahwa regulasi diri moral secara selektif dapat diaktifkan
dan tidak diaktifkan, dan moral disengagement sebagai kunci proses deaktifasi. Melalui moral
disengagement, individu dibebaskan dari sanksi diri dan rasa bersalah yang menyertainya
sehingga terjadi perilaku yang melanggar standar internal.
Menurut Bandura (1999) teori sosial-kognitif mengenai moral agency menyatakan bahwa
individu memiliki standar moral dalam menilai apa yang benar dan salah untuk menjadi acuan
dan batas perilaku. Dalam proses regulasi diri, individu memonitor perilaku mereka dan kondisi
dimana perilaku tersebut muncul, menilai hubungannya dengan standar moral, dan mengatur
perilaku mereka berdasarkan konsekuensi yang akan terjadi pada diri mereka. Namun, standar
moral hanya bisa berfungsi sebagai regulator internal dari perilaku yang tetap ketika mekanisme
regulasi diri telah diaktifkan. Oleh karena itu, ada banyak proses psikologis yang dapat
mencegah aktivasi ini. Proses ini merupakan disebut dengan moral disengangement.
Berdasarkan paparan diatas, maka secara singkat pada Tabel 1 dibawah ini
menggambarkan konsep kunci dari social cognitive theory yang dijabarkan sebagai berikut:
Konsep Definisi
Reciprocal Determinism Faktor lingkungan akan mempengaruhi individu dan kelompok,
tetapi individu juga nenpengaruhi lingkungan mereka dan
mengatur perilaku mereka sendiri. Aspek lingkungan dan
manusia saling mempengaruhi satu sama lain (pengaruh timbal
balik)
Outcome Expectation Keyakinan tentang kemungkinan dan nilai konsekuensi dari
pilihan suatu perilaku
Self-Eficacy Keyakinan tentang kemampuan pribadi untuk
melakukan suatu perilaku yang akan membawa hasil sesuai
yang diinginkan
Konsep Definisi
Collective Efficacy Keyakinan tentang kemampuan sebuah kelompok untuk
melakukan aksi bersama yang akan membawa kepada hasil
yang diinginkan
Observational Learning Belajaruntuk melakukan perilaku baru melalui paparan
interpersonal (orang lain) atau melalui media yang
menginformasikan perilaku-perilaku tersebut, juga bisa melalui
pemodelan sebaya (melihat perilaku teman sebayanya)
Incentive Motivation Penggunaan atau tidak menggunakan reward (penghargaan)
dan punishment (hukuman) untuk modifikasi tingkah laku
Facilitation Menyediakan alat, sumber daya, atau melakukan perubahan
lingkungan yang membuat perilaku baru lebih mudah untuk
dilakukan
Self Regulation Mengontrol diri seseorang melalui monitoring diri,
penetapan tujuan, umpan balik, penghargaan diri, instruksi diri,
dan pendaftaran dukungan sosial
Moral Disengagement Cara berpikir tentang perilaku berbahaya dan orang-orang yang
dirugikan yang membuat penyimpangan penderitaan dapat
diterima dengan melepaskan standar moral pengaturan diri.

III. CONTOH APLIKASI DI BIDANG KIA


Social Cognitive Theory dapat di aplikasikan di fenomena free sex atau perilaku seks
bebas di kalangan remaja. Remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju
dewasa. Pada saat menginjak pubertas, remaja lebih cenderung merasa nyama dengan teman
sepergaulan dibandingkan keluarga, remaja masih dalam tahap mencari jati diri sehingga
suka mencoba sesuatu yang baru bersama teman-teman sebaya. Kelas remaja dapat dilakukan
sebagai langkah pencegahan agar para remaja tahu akan resiko perilaku seks bebas sehingga
dapat mencegah diri sendiri untuk melakukan perilaku tersebut.
Determinan Psikologis pada Dengan adanya kelas remaja, diharapkan remaja
Perilaku (Psychological memiliki keyakinan bahwa dengan mengikuti kelas
Determinants Of remaja maka para remaja dapat terhindar dari perilaku
Behavior) seks bebas dan dapat meningkatkan kepercayaan diri
remaja itu sendiri untuk menerapkan perilaku sehat yang
aman dari seks bebas.
Observational Learning Remaja yang mengikuti kelas remaja, akan
mendapatkan informasi melalui media atau penyuluhan
yang dilakukan oleh petugas kesehatan dan diskusi
dengan teman sebaya.
Enviromental Determinants of Motivasi dapat diberikan berupa remaja yang aktif
Behavior (Faktor-Faktor diberikan reward menjadi kader kesehatan untuk remaja.
Lingkungan Pada Kelas remaja dibuat dengan diadakan di sekitar
Perilaku) pemukiman warga dan dilakukan semenarik mungkin
sehingga remaja merasa tertarik untuk mengikuti
Self Regulation Remaja dapat mengendalikan diri sendiri dengan
menetapkan tujuan untuk tidak melakukan perilaku seks
bebas bersama teman sebaya yang ikut dalam kelas
remaja tersebut. Penetapan tujuan untuk perilaku hidup
sehat yang aman dari seks bebas ditentukan oleh
masing-masing individu dalam kelas. Dukungan social
didapat dari dukungan keluarga dan warga setempat
yang mendukung tujuan dari kelas remaja.
Moral Disengagement Remaja yang mengikuti kelas remaja akan memiliki
pola pikir jika perilaku seks bebas adalah perilaku yang
merugikan dirinya sendiri, keluarga dan lingkungan
serta hal itu merupakan tindakan yang tidak bermoral.
Maka, jika remaja tetap melakukan perilaku seks bebas,
remaja tersebut akan merasa bersalah dan akan
mendapat konsekuensi dari perilakunya tersebut.
IV. PENUTUP
SCT berusaha untuk memberikan pemahaman menyeluruh tentang mengapa dan
bagaimana orang mengubah perilaku kesehatan individu dan lingkungan sosial dan fisik yang
mempengaruhinya. SCT adalah fondasi yang kuat untuk penelitian dan praktik yang
berorientasi pada tindakan, menggunakan berbagai pendekatan untuk memodifikasi perilaku
beragam. Summary ini mendefinisikan dan menjelaskan konsep dan prinsip penting dari SCT
dan menggambarkan pengukuran dan realisasi mereka dalam studi kasus penerapan teori.

Anda mungkin juga menyukai