Anda di halaman 1dari 9

1.

Pengertian Konsep Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terapeutik mengarah kepada suatu proses yang secara sadar perawat
mempengaruhi klien atau perawat membantu klien untuk lebih memahami komunikasi
verbal dan nonverbal. (Sherko, Sotiri, & Lika, 2013)
Komunikasi terapeutik merupakan sebuah pengalaman belajar yang saling
menguntungkan, pengalaman kemanusiaan antara perawat dengan klien dengan saling
menghargai dan saling menerima perbedaan sosial-budaya antara keduanya. (Sarfika,
Maisa, & Freska, 2018)
Jadi komunikasi terapeutik adalah suatu proses yang dilakukan oleh perawat terhadap
kliennya yang ada didalamnya terdapat hubungan saling menghargai segala perbedaan
yang dan menerima perbedaan yang diantara keduanya.

2. Tujuan Komunikasi Terapeutik


Komunikasi terapeutik sangatlah berbeda dengan komunikasi sosial. Komunikasi
terapeutik difokuskan kepada hubungan yang dalam antara perawat dan pasiennya.
Dalam hubungan saling membantu ini, perawat berperan sebagai orang yang membantu
dan klien adalah orang yang dibantu, sedangkan sifat hubungan adalah hubungan timbal
balik dalam rangka mencapai tujuan klien. (Anjaswari, 2016).
Tujuan hubungan komunikasi terapeutik diarahkan untuk mencapai kesembuhan klien
dan beberapa dimensinya sebagai berikut;
a. Realisasi diri, penerimaan diri dan menghargai diri sendiri
b. Mengetahui identitas diri dengan jelas dan meningkatkan integritas diri
c. Mampu membentuk hubungan hangat, mandiri dalam kapasitas memberi dan
menerima kasih sayang
d. Meningkatkan fungsi dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dan mencapai
tujuan yang realistis. (Sarfika, Maisa, & Freska, 2018)

Tujuan tersebut bisa dicapai jika perawat mampu mehami aspek-aspek yang dimiliki
oleh pasien. Perawat harus mampu memahami perasaan pasien, perilaku, kebiasaan
hingga egonya dan bekerjasama dengan pasien. Dalam hubungan perawat dan pasien,
nilai perbedaan harus dihargai. (Stuart , 2009)
Karakteristik Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terapeutik mempunyai tiga ciri hal yang mendasar yaitu keikhlasan
(genuineness), empati (empathy), dan kehangatan (warmth).

1. Keikhlasan ( genuineness )
Perawat menyadari tentang nilai, sikap, dan perasaan yang dimiliki terhadap pasien.
Perawat mampu mengkomunikasikan baik secara verbal maupun nonverbal dengan tepat.
Perawat harus mampu mengeluarkan segala perasaan yang dimiiliki dengan cara yang
tepat tidak menyalahkan atau menghukum pasien. Perawat memiliki lebih percaya diri
dalam mengembangkan diri untuk membantu memulihkan kondisi pasien untuk
mencapai hubungan meningkat secara bermakna.
2. Empati ( empathy )
Empati merupakan pemahaman dan penerimaan perawat tehadap perasaan yang dialami
pasien dan kemampuaan merasakan dunia pribadi pasien. Perawat mampu mengetahui
secara pasti apa yang dipikirkan dan dialami pasien.
3. Kehangatan ( warmth )
Perawat menciptakan hubungan yang dapat membuat pasien untuk mengekspresikan ide-
ide dan menuangkannya dalam bentuk perbuatan tanpa rasa takut dimaki atau
dikonfrontasi. Perawat mempunyai kesempatan untuk menggali kebutuhan pasien.
Kehangatan dapat dikomunikasikan dengan secara verbal. Penampilan yang tenang,
suara yang meyakinkan, dan pegangan tangan yang halus menunjukan rasa kasih sayang
perawat.

Faktor- Faktor yang Memengaruhi Komunikasi Terapeutik

Komunikasi sangat penting bagi kehidupan manusia karena pada dasarnya manusia
adalah makhluk sosial yang membutuhkan bantuan sesama dalam kehidupannya. Dengan
memiliki pemahaman dan kemampuan dalam komunikasi yang baik, seseorang bisa menjadi
terampil dan profesional dalam melaksanakan tugas-tugas yang dilakukannya. Berhasilnya
pencapaian tujuan dari suatu komunikasi sangat tergantung dari faktor- faktor yang
memengaruhinya. Berikut ini merupakan faktor-faktor yang memengaruhi komunikasi
terapeutik, yaitu:

1. Persepsi
Persepsi merupakan pandangan pribadi atas apa yang terjadi. Setiap manusia
memiliki sifat kepribadian, nilai-nilai dan pengalaman hidup yang unik. Sehingga
masing-masing akan melihat dan menginterprestasikan suatu pesan secara berbeda
(Kozier, 2016). Perbedaan persepsi antar individu dapat menjadi kendala dalam
berkomunikasi yang mengakibatkan terhambatnya komunikasi (Damayanti, 2010).
2. Nilai
Setiap individu memiliki nilai-nilai yang akan memengaruhi penerimaan pesan,
karena nilai adalah panduan umum yang digunakan oleh individu untuk dapat
menyaring informasi mana yang akan diikuti dan mana yang tidak boleh diikuti
(Sumijatun, 2011).
3. Spesifikasi tujuan komunikasi
Komunikasi akan berhasil jika tujuan telah direncanakan dengan jelas. Misalnya,
tujuan komunikasi adalah mengubah perilaku klien, maka komunikasi diarahkan
untuk mengubah perilaku dari yang maladaptif ke adaptif (Anjaswarni, 2016).
4. Berfokus kepada klien
Komunikasi terapeutik dapat mencapai tujuan jika komunikasi diarahkan dan
berfokus pada apa yang dibutuhkan klien. Segala upaya yang dilakukan perawat
adalah memenuhi kebutuhan klien (Anjaswarni, 2016).
5. Jarak personal
Jarak personal atau jarak fisik merupakan jarak yang dipilih seseorang saat
berinteraksi dengan orang lain (Kozier, 2016). Jarak komunikasi yang nyaman untuk
terjalinnya komunikasi yang efektif harus diperhatikan perawat. Jarak untuk
terjalinnya komunikasi terapeutik adalah satu lengan (± 40 cm). Jarak komunikasi ini
berbeda-beda tergantung pada keyakinan (agama), budaya, dan strata sosial
(Anjaswarni, 2016).
Menurut Stuart (2013) ada empat zona jarak dalam berkomunikasi, yaitu:
Jarak intim : kontak fisik sampai dengan 45,5 cm (18 inchi)
a. Jarak Personal : 45,5 - 120 cm (18 inchi – 4 feet)
b. Jarak konsultatif-sosial : 270 - 360 cm (4 – 12 feet)
c. Jarak publik : 360 cm ( 12 feet) dan lebih

6. Perkembangan
Agar dapat berkomunikasi efektif dengan seseorang, perawat harus mengerti
pengaruh dan perkembangan usia baik dari sisi bahasa maupun pola pikir dari orang
tersebut. Cara berkomunikasi dengan anak usia remaja dan anak usia balita sangat
berbeda. Sebagian besar anak-anak lahir dengan mekanisme fisik dan kapasitas untuk
mengembangkan kemampuan berbicara dan bahasa. Anak dengan kegagalan
perkembangan seperti autism dan sindroma Down akan memiliki tingkat kapasitas
yang berbeda untuk mengembangkan kemampuan berbicara dan berbahasa. Tingkat
perkembangan berbicara bervariasi dan secara langsung berhubungan dengan
perkembangan neurologi dan intelektual. Untuk dapat berkomunikasi secara efektif
dengan anak-anak, perawat harus memahami pengaruh perkembangan bahasa dan
proses berpikir. Keduanya akan memengaruhi cara anak berkomunikasi dan cara
bagaimana perawat dapat berinteraksi secara baik dengan mereka (Potter dan Perry,
2005).
7. Pengetahuan
Menurut Potter dan Perry (2005) salah satu faktor yang memengaruhi proses
komunikasi adalah faktor pengetahuan. Tingkat pengetahuan seseorang akan
memengaruhi komunikasi yang dilakukan. Seseorang yang tingkat pengetahuannya
lebih rendah akan sulit berespon terhadap pertanyaan yang mengandung bahasa
verbal dibandingkan dengan orang yang memiliki tingkat pengetahuan atau
pendidikan lebih tinggi. Komunikasi akan lebih sulit jika terdapat perbedaan
pengetahuan antar individu (Sumijatun, 2011).
Perawat perlu mengetahui tingkat pengetahuan atau pendidikan klien sehingga
perawat dapat berinteraksi dengan baik dan akhirnya dapat memberikan asuhan
keperawatan yang tepat kepada klien (Damayanti, 2010).
8. Lingkungan
Lingkungan yang kondusif sangat baik untuk terjalinnya hubungan dan
komunikasi antara pihak-pihak yang terlibat. Lingkungan yang tenang dan cuaca
yang tidak panas merupakan lingkungan yang nyaman untuk berkomunikasi.
Lingkungan yang dapat melindungi privasi akan memungkinkan komunikan dan
komunikator saling terbuka dan bebas untuk mencapai tujuan (Anjaswarni, 2016).
Tahapan Komunikasi Terapeutik

Dalam komunikasi terapeutik ada 4 tahap yaitu :

1. Tahap Pra-Interaksi
Pada tahap ini merupakan tahap persiapan yang dapat dilakukan perawat sebelum
berinteraksi dan berkomunikasi dengan klien. Perawat mengkaji data dan pengetahuan
serta kekhawatiran klien, lalu membuat rencana untuk bertemu dan berinteraksi dengan
klien.
2. Tahap orientasi
Tahap ini dimulai ketika perawat bertemu dengan klien untuk pertama kalinya.
dalam memulai hubungan, tugas pertama perawat dan klien adalah membina rasa
percaya,. Pertanyaan yang jelas dan terbuka, seperti "Apa yang ada di pikiran Anda hari
ini?" sangat membantu pada tahap ini. Pada tahap ini perawat melakuakan kegiatan
seperti : memberi salam, senyum pada klien, melakukan validasi (kognitif,
psikomotor,afektif), memperkenalkan nama perawat, menanyakan nama kesukaan klien,
menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk
melakukan kegiatan, menjelaskan kerahasiaan.
Klarifikasi masalah yang ada, karena klien pada awalnya mungkin tidak melihat
masalah dengan jelas, tugas perawat adalah untuk membantu mengklarifikasi masalah
klien. Mendengarkan dengan penuh perhatian, parafrase, klarifikasi, dan teknik
komunikasi efektif, lalu perawat menyusun dan merumuskan kontrak tentang :
a) Lokasi, frekuensi, dan lama pertemuan,
b) Tujuan keseluruhan hubungan,
c) Bagaimana bahan rahasia akan ditangani,
d) Tugas yang harus diselesaikan , dan
e) Durasi dan indikasi untuk pemutusan hubungan.

Respon pasien yang mungkin muncul pada fase ini :


a. Bingung
b. Cemas

Cara perawat mengatasinya :

a. Mampu berkomunikasi secara terapeutik


b. Mampu mendengarkan semua keluhan pasien
c. Berikan kebebasan pasien untuk mengungkapkan apa yang dirasa
d. Berikan semua info yang dibutuhkan oleh pasien
3. Tahap kerja
Pada tahap kerja dalam komunikasi terapeutik, kegiatan yang dilakukan adalah
memberi kesempatan pada klien untuk bertanya, menayakan keluhan utama, memulai
kegiatan dengan cara yang baik, melakukan kegiatan sesuai rencana yang sudah dibuat.
Perawat memenuhi kebutuhan dan mengembangkan pola-pola adaptif klien.
Interaksi yang memuaskan akan menciptakan situasi/suasana yang meningkatkan
integritas klien dengan meminimalisasi ketakutan, ketidakpercayaan, kecemasan dan
tekanan pada klien.

Respon pasien yang mungkin muncul pada fase ini

Respon resisten, upaya klien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab ansietas
yang dialaminya. Resisten merupakan kerengganan alamiah atau penghindaran
verbalisasi yang dipelajari atau mengalami peristiwa yang menimbulkan masalah aspek
diri seseorang. Resisten sering merupakan akibat dari ketidaksediaan klien untuk berubah
ketika kebutuhan untuk berubah telah dirasakan.

Cara perawat mengatasinya:

Mengidentifikasi kebutuhan informasi pasien. Berikan informasi sesuai dan tepat untuk
bisa dipahami oleh pasien.

4. Tahap Terminasi
Pada tahap terminasi dalam komunikasi terapeutik kegiatan yang dilakukan oleh
perawat adalah menyimpulakn hasil wawancara, tindak lanjut dengan klien, melakukan
kontrak (waktu, tempat dan topik), mengakhiri wawancara dengan cara yang baik.
Perawat dan klien menerima perasaan kehilangan. Klien menerima akhir hubungan tanpa
perasaan cemas atau ketergantungan.

Respon pasien yang mungkin muncul pada fase ini

a. Respon Kehilangan

Cara perawat mengatasinya:

Mengidentifikasi tujuan yang tidak tercapai oleh perawat dan pasien yang
mungkin memerlukan rujukan dan perawatan lebih lanjut.
Daftar Pustaka

Sumijatun. (2011). Membudayakan Etika dalam Praktik Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Anjaswari, Tri. (2017). Komunikasi Dalam Keperawatan. Badan Pengembangan dan
Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan. Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia
Kesehatan. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Berman, Audrey., Snyder, Shirlee J. (2012). Fundamentals Of Nursing : Concepts, Process,


Practice. Ninth Edition. United State of America: Pearson.

Sheldon, Lisa Kennedy. (2010). Komunikasi Untuk Keperawatan : Berbicara dengan Pasien
Edisi Kedua. Indonesia : Erlangga.

Sarfika, R., Maisa, E. A., & Freska, W. (2018). Buku Ajar Keperawatan Dasar 2 komunikasi
Terapeutik Dalam Keperawatan. Padang: Andalas University Press

Sherko, E., Sotiri, E., Lika, E., (2013). Therapeutic Communication. JAHR, 4(7), 457-466

Stuart, G. L. (2009) Principle and Practice of Psychiatric Nursing 10th ed. St. Louis: Elsevier

Arwani.(2002).Komunikasi Dalam Keperawatan.Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Anjaswarni, Tri. (2016). Komunikasi Dalam Keperawatan. Jakarta: Badan Pengembangan dan
Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan.

Damaiyanti,M. (2010). Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan. Bandung: PT


Refika Aditama.

Kozier., Erb., Berman, A., Snyder, S. J. (2016). Fundamentals of Nursing: Concept, Process,
and Practice (10th Edition). New Jersey: Pearson Education.
Potter, P.A & Perry,A.G. (2005). Fundamentals of Nursing: Concepts, Process and Practice 4th
Ed. St. Louis: Elsevier Mosby.

Stuart, G. (2013). Principles and Practice of Psychiatric Nursing. (10th Edition). St Louis:
Mosby.

Anda mungkin juga menyukai