Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masochist atau yang dalam bahasa Indonesia disebut masokis berarti orang
yang hanya dapat mengalami kepuasan seksual melalui penyiksaan. Seberapa banyak
orang yang memiliki tipe masokis, tentu membutuhkan penilaian yang cukup lama
dan usaha yang besar. Namun seberapa berbahayanya orang yang memiliki
kecenderungan masokis, tentu menggelitik benak kita.

Menurut pakar sex dan keluarga, setiap orang terutama wanita memiliki
kecenderungan masokis dalam taraf yang berbeda-beda. Namun kalau si penderita
baru melakukannya dalam batas khayalan saja dalam arti belum mempraktikkan
siksaan (atau disiksa) tersebut dalam kehidupan nyata maka dapat dikontrol sehingga
kapasitasnya tidak lebih dari sekadar fantasi.

Artinya, penderita masih mampu menikmati kontak seksual yang biasa, seperti
layaknya wanita-wanita normal lainnya. Jadi, dalam keadaan seperti ini penderita
dianjurkan untuk tidak terlalu khawatir dengan keadaan dirinya. Karena hal seperti ini
masih termasuk normal.

Sebagian orang memang masih menginginkan khayalan itu menjadi


kenyataan. Artinya, ia membutuhkan siksaan untuk membangkitkan gairah seksnya,
dan jika tidak dilakukan, perasaan penderita akan menjadi tidak karuan. Karena tidak
dapat melampiaskan hasrat seksnya karena kurang terangsang, dan walaupun ia
terangsang, itu akan minim sekali, karena ia tidak mungkin mendapatkan kontak
seksual yang memuaskan. Nah, kalau sudah begini, barulah penderita dikategorikan
abnormal.

Apalagi kalau kehidupan penderita normal dan cenderung tidak pernah


mendapatkan tekanan emosional yang berarti dari orang-orang terdekat, sehingga
tidak membekaskan trauma. Tetapi, mungkin karena penderita tidak pernah

1
mendapatkan tekanan itulah yang membuatnya bergairah saat berfanfasi disiksa atau
dipukul. Dalam keadaan terangsanglah penderita jadi berkhayal kalau dirinyalah yang
sedang memainkan peran sebagai korban penyiksaan itu. Ada banyak kemungkinan
penyebabnya.

Jadi dalam taraf yang lebih "gawat", penderita harus mengonsultasikan


masalah ini pada ahli yanjg terpercaya, untuk mengetahui seberapa besar parahnya.
Dan kalau dokter sudah memvonis abnormal berarti penderita harus lebih intensif
melakukan terapi sex untuk menetralkan dan menghilangkan khayalan siksaan, untuk
merangsang gairah sex ke hal-hal yang lebih bersifat normal lainnya.

Ketika melakukan terapi, pertama-tama, dokter akan memberikan gambaran


secara menyeluruh tentang kelainan itu. Barulah kemudian dicarikan penyebab trauma
ataupun pengalaman yang pernah terjadi pada si penderita. Dan, pemeriksaan ini akan
berlanjut kepada latihan-latihan untuk kembali menikmati kontak-kontak seksual yang
normal. Program terapi ini membutuhkan waktu yang tidak sedikit.

Karena itu, penderita sebaiknya jujur menceritakan masalah ini kepada orang
terdekat dan bila perlu, pergilah mengonsultasikan ke dokter dengan didampingi
mereka. Dengan begitu penderita mendapatkan dukungan material dan spiritual emosi
dan dana. Di dalam terapi jiwa dan seksologis, ketiga pihak harus dapat melakukan
kerjasama, yaitu penderita, keluarga mendukung kesembuhan dan dapat memonitor,
dan ahli terapis atau dokter ahli sex yang baik. Dengan begitu maka proses
penyembuhan dipastikan akan berjalan lancar dan cepat.

Pada sejumlah kasus, masokisme seksual melibatkan situasi mengikat atau


menyakiti diri sendiri pada saat masturbasi atau berfantasi seksual. Pada kasus lain,
pasangan diminta untuk mengikat (membatasi gerak), menutup mata (membatasi
sensori), memukul, atau mencambuk seseorang. Sejumlah pasangan adalah pekerja
seks, yang lain adalah pasangan resmi yang diminta untuk melakukan peran sadistis.
Kelainan seksual masokisme melibatkan kebutuhan akan penghinaan, pemukulan atau
penderitaan lainnya yang nyata, bukan pura-pura. yang dilakukan oleh mitra
seksualnya untuk membangkitkan gairah seksualnya. Pada sejumlah kasus, orang
tersebut mungkin menginginkan untuk dikencingi atau diberaki atau menjadi objek
penganiayaan verbal dengan tujuan mendapat kepuasan seksual. Misalnya

2
penyimpangan aktivitas seksual yang berupa asfiksiofilia, dimana penderita dicekik
atau dijerat (baik oleh mitra seksualnya maupun oleh dirinya sendiri). Berkurangnya
pasokan oksigen ke otak yang bersifat sementara pada saat mengalami orgasme, dicari
sebagai penambahan kenikmatan seksual; tetapi cara tersebut bisa secara tidak sengaja
menyebabkan kematian

Ekspresi masokisme yang paling berbahaya adalah hipoksifilia (hypoxyphilia),


dimana partisipan merasa terangsang secara seksual dengan dikurangi konsumsi
oksigennya, misalnya dengan menggunakan jerat, kantung plastic, bahan kimia, atau
tekanan pada dada saat melakukan aktivitas seksual, seperti masturbasi. Pengurangan
oksigen biasanya disertai dengan fantasi sesak napas atau dengan dibuat sesak napas
oleh pasangan. Orang yang melakukan aktivitas ini biasanya menghentikannya
sebelum mereka kehilangan kesadaran, tetapi terkadang kematian karena kehabisan
napas juga terjadi akibat salah perhitungan (Blanchard & Hucker, 1991).

1.2. Tujuan

Adapun tujuan dari mempelajari Masokis adalah agar kita semua dapat
mengetahui apa itu masokis dan bagaimana cara kita yang baik
menanggapinya,masokis ini merupakan salah satu bentuk kelainan jiwa dimana
masokis sendiri adalah cara yang dilakukan seorang yang ini mendapatkan kepuasan
tertentu dengan cara yang sadis.

Untuk lebih mengetahui apa itu masokis dan lainnya mungkin kita bisa
mengetahuinya pada bab berikutnya.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi Masokis

Masokis adalah penyakit kelainan seksual dimana seseorang mempunyai


kebutuhan untuk mengalami (melibatkan tindakan nyata) yang menyebabkan rasa
sakit fisik dan psikologi untuk memperoleh kepuasan seksual atau membangkitkan
gairah seksual. Masochist adalah pelaku masokis dan Masochistme adalah
perbuatannya.

Masokisme Seksual adalah gangguan dan penyimpangan seksual dimana


rangsangan seksualnya berhubungan dengan mengalami kesakitan atau dihina
(Mahendratto, 2007).

Sedangkan menurut Anonimous (2007) Masokisme merupakan kenikmatan


seksual yang diperoleh jika penderita secara fisik dilukai, diancam atau dianiaya.

Kelainan seksual seperti masokis dapat terjadi karena beberapa faktor,


misalnya saja trumatik pada masa anak-anak, faktor keluarga yang tidak harmonis,
dan faktor pergaulan. Masokis bisa tumbuh pada seseorang yang memiliki latar
belakang kehidupan yang normal, hal ini disebabkan karena dia memang menikmati
setiap rasa sakit yang diberikan dari luar bukan karena paksaan, atau harus menerima.
Penderita masokis selalu mencoba untuk menghindarkan diri dari kesenangan dan
lebih tertarik pada penderitaan, mereka selalu menolak bantuan dari orang lain bahkan
senang memancing amarah dan penolakan.

Kelainan ini diidap seseorang yang dengan sengaja membiarkan dirinya


disiksa atau disakiti, baik secara fisik maupun psikologis, hanya untuk memperoleh
kepuasan seksual. Ia akan semakin puas apabila dirinya semakin tersakiti atau
tersiksa.

4
Masokisme seksual juga harus dibedakan dari sindrom martir (orang yang
ingin jadi martir, mencari penderitaan atau penganiayaan untuk memenuhi kebutuhan
psikologis) dan gangguan kepribadian mengalahkan diri (meski juga dikenal dengan
gangguan kepribadian masokistik). Gangguan kepribadian mengalahkan diri
merupakan pola perilaku mengalahkan diri, menghindar dari kesenangan dan tertarik
pada penderitaan. Orang dengan gangguan kepribadian ini mencari orang untuk
mengecewakan diri sendiri, menolak pertolongan, hal positif yang dialami direspon
dengan depresi atau menyakiti diri, suka memancing amarah dan penolakan, mencari
pasangan yang mengabaikannya dan sejenisnya. Perilaku tersebut tidak khusus terkait
dengan respon seksual dan tidak hanya terjadi ketika depresi.

2.2. Ciri-ciri Masokisme Seksual meliputi :

Selama paling tidak 6 bulan, fantasi, dorongan dan perilaku yang


merangsang secara seksual yang melibatkan tindakan membiarkan
dirinya dihina, dipukuli, diikat atau dibuat menderita yang muncul
berulang kali dan secara intens.

Dorongan, fantasi dan perilaku seksualnya itu mengakibatkan distres


atau hambatan yang signifikan.

Mungkin suatu hal yang paradoksal bahwa seseorang harus menyakiti atau
disakiti agar dapat terangsang secara seksual, tetapi kasus-kasus semacam ini bukan
tidak biasa ditemui. Pada banyak kesempatan, perilaku tersebut mungkin ringan dan
tidak menyakitkan, tetapi pada kesempatan lain bisa menjadi berbahaya dan mahal.
Bukan kasus yang aneh bila seseorang memperlihatkan tiga pola rangsangan yang
menyimpang masokisme seksual, sadisme seksual dan fetisisme transvestik
(Mahendratto, 2007).

Kelainan seksual masokisme melibatkan kebutuhan akan penghinaan,


pemukulan atau penderitaan lainnya yang nyata, bukan pura-pura, yang dilakukan
oleh mitra seksualnya untuk membangkitkan gairah seksualnya. Misalnya
penyimpangan aktivitas seksual yang berupa asfiksiofilia, dimana penderita dicekik

5
atau dijerat (baik oleh mitra seksualnya maupun oleh dirinya sendiri) (Anonimus,
2007).

2.3. Epidemiologi Masokis

Ada beberapa masalah dalam menghitung prevalensi masokisme. Selain fakta


bahwa ada kesulitan bagi orang untuk merujuk kepadanya, ada juga perbedaan besar
antara fantasi dan praktek. Setelah meninjau beberapa penelitian tentang masokisme,
para Baumeister (1989),memperkirakan bahwa 5-10% penduduk terlibat dalam
beberapa bentuk permainan seks masokis, dan setidaknya dua kali dengan fantasi
serupa. Namun diperkirakan bahwa persentase orang yang menggunakan masokisme
sebagai satu-satunya sumber kenikmatan seksual tidak melebihi 1%.

Dilaporkan bahwa pria seringkali mengembangkan kegiatan masokis daripada


perempuan, tetapi ini tidak sesuai dengan realitas dan mencerminkan kecenderungan
yang lebih besar dari pria untuk mencari aktifitas seksual.

2.4. Faktor-faktor Penyebab Masokis

Seseorang yang mengalami masokis,disebabkan oleh beberapa factor,antara lain :

Pemaparan seks yang prematur, atau traumatik, dalam bentuk penyiksan


seksual masa anak-anak. Kira-kira 75% laki-laki yang diterapi di National
Institute for Study, Prevention, and Treatment Sexual di Baltimore, adalah
korban penyiksaan seksual pada masa anak-anaknya. Karena alasan yang
masih belum dimengerti, jika seorang anak perempuan disiksa, mereka lebih
sering terinhibisi secara seksual. Sedangkan anak laki-laki yang disiksa
cenderung mewujudkan perilaku parafilia.
Supresi berlebihan terhadap keingintahuan alami tentang seks, karena alasan
religius atau alasan lain. Anak laki-laki yang diajari bahwa seks tabu, kotor
dan dihukum karena minatnya terhadap seks, mungkin menjadi laki-laki
dengan perilaku fetihisme atau obsesi. Represi parah tidak dianggap sebagi
suatu bentuk penyiksaan seksual, tetapi bisa jadi demikian.

6
Faktor Psikodinamik

Menurut pandangan psikodinamik,masokis pada dasarnya defensif,


melindungi ego dari ketakutan dan ingatan dan direpres, dan mewakili fiksasi
pada tahap pragenital dalam perkembangan psikoseksual.

Faktor Behavior dan Kognitif


Seringkali orang yang mengalami masokis mengalami penyiksaan fisik dan
seksual pada masa kanak-kanak, dan tumbuh dalam keluarga yang hubungan
antara orang tua dengan anak terganggu (Mason, 1997; Murphy, 1997).
Pengalaman-pengalaman awal ini dapat berkontribusi terhadap tingkat
kemampuan sosial serta self-esteem yang rendah, kesepian, dan kurangnya
hubungan intim yang sering terlihat pada parafilia (Kaplan & Kreuger, 1997;
Marshall, Serran, & Cortoni, 2000). Kepercayaan bahwa sexual abuse pada
masa kanak-kanak merupakan predisposisi untuk munculnya, ternyata, masih
perlu ditinjau ulang. Berdasarkan penelitian, kurang dari sepertiga pelaku
kejahatan seks merupakan korban sexual abuse sebelum mencapai usia 18
tahun.

Dijelaskan Ferryal (dalam okezone.com, 2008), penyebabnya bisa ditimbulkan


dari berbagai hal. Tetapi umumnya ada suatu trauma kejiwaan yang berhubungan
dengan aktivitas seksual saat si penderita dalam masa pertumbuhan.

Menurut Sigmund Freud, kemampuan penderita masokisme untuk mencapai


orgasme terganggu oleh kecemasan dan perasaan bersalah tentang seks dan perasaan
tersebut dihilangkan oleh penderitaan dan hukuman pada diri mereka sendiri

Pada beberapa pasangan, sering seorang istri akhirnya menerima perlakuan


suami. Bukan karena dia suka atau ikhlas melainkan karena agama mengharuskan dia
menurut kepada suaminya. Dalam pandangan psikologis, ini tidak benar. Yang didapat
bukan saya oke kamu oke, tapi kamu nikmat saya menderita. Yang sering terjadi pada
kasus ini, sekian tahun lamanya akhirnya istrinya tidak lagi melayani suami dengan
cara seperti itu. Ujung-ujungnya terjadi pertikaian dan perceraian.

Umumnya baik laki-laki maupun perempuan yang memiliki devisiasi seksual


ini memiliki trauma-trauma dalam kehidupannya sebelum menikah. Biasanya ada

7
latar belakang dan umumnya mereka datang dari keluarga broken home. Broken home
di sini bukan berarti keluarga yang tercerai berai karena perceraian saja, tetapi lebih
pada visualisasi yang pernah ia saksikan pada keluarganya. Mungkin dia pernah
melihat ibunya disiksa oleh ayahnya atau sebaliknya. Bisa juga perlakuan kasar yang
diterimanya dari orang tuanya.

Terjadinya masalah pelecehan seksual di masa kecil juga bisa berpengaruh


pada perilaku seksualnya kelak. Seorang anak laki-laki yang pernah dilecehkan secara
sodomi, mungkin akan membalaskan dendam kepada orang lain yang berujung dia
mendapatkan kepuasannya melalui cara itu. Selain itu, tayangan media juga
berpengaruh besar terhadap perilaku seseorang.

2.5. Terapi Masokis

Terapi yang diberikan pada seseorang yang mengalami masokis antara lain:

Teknik psikoanalisis

Terapi Psikoanalisis efektif pada beberapa kasus. Sebagai hasil terapi, pasien
menjadi menyadari bahwa kebutuhan menghukum diri sendiri adalah
sekunder akibat perasaan bersalah bawah sadar yang berlebihan dan juga
menjadi mengenali impuls agresif mereka yang terepressi, yang berasal dari
masa anak-anak awal.

Teknik Behavioral

Para terapis dari teknik behavioral mencoba untuk mengembangkan prosedur


terapeutik untuk mengubah aspek seksual individu. Pada awalnya, dengan
pandangan bahwa parafilia merupakan ketertarikan terhadap obyek seksual
yang tidak pantas, prosdur yang dilakukan adalah dengan terapi aversif. Terapi
aversif dilakukan dengan memberikan kejutan fisik saat seoseorang
menunjukkan perilaku yang berkaitan dengan parafilia. Metode lain, disebut
satiation; seseorang diminta untuk bermasturbasi untuk waktu lama, sambil
berfantasi dengan lantang. Kedua terapi tersebut, apabila digabungkan dengan

8
terapi lai seperti pelatihan kemampuan sosial, dapat bermanfaat terhadap
paedofilia, transvestisme, eksibisionisme, dan transvestisme (Brownell, Hayes,
& barlow, 1977; Laws & Marshall, 1991; Marks & Gelder, 1967; Marks,
Gelder, & Bancroft, 1970; Marshall & Barbaree, 1990).

Cara lain yang dilakukan adalah orgasmic reorientation, yang bertujuan


membuat pasien belajar untuk menjadi lebih terangsang pada stimulus seksual
yang konvensional. Dalam prosedur ini pasien dihadapkan pada stimulus
perangsang yang konvensional, sementara mereka memberi respon seksual
terhadap rangsangan lain yang tidak konvensional. Terdapat pula teknik lain
yang umum digunakan, seperti pelatihan social skills.

Teknik Kognitif

Prosedur kognitif sering digunakan untuk mengubah pandangan yang


terdistorsi pada individu dengan parafilia. Diberikan pula pelatihan empati
agar individu memahami pengaruh perilaku mereka terhadap orang lain.
Banyak program penanganan yang memberikan program pencegahan relapse,
yang dibuat berdasarkan program rehabilitasi ketergantungan obat-obatan
terlarang.

Teknik Biologis

Intervensi biologis yang sempat banyak diberikan dua generasi yang lalu
adalah dengan melakukan kastrasi atau pengangkatan testis. Baru-baru ini,
penanganan biologis yang dilakukan melibatkan obat-obatan. Beberapa obat
yang digunakan adalah medroxyprogesterone acetate (MPA) dan cyptoterone
acetate. Kedua obat tersebut menurunkan tingkat testosteron pada laki-laki,
untuk menghambat rangsangan seksual. Walaupun demikian, terdapat masalah
etis daripenggunaan obat, karena pemakaian waktu yang tidak terbatas serta
efek samping yang mungkin muncul dari pemakaian jangka panjang. Baru-
baru ini, fluoxetine (Prozac) telah digunakan, karena obat tersebut kadang-
kadang efektif untuk mengobati obsesi dan kompulsi. Karena parafilia
terbentuk dari pikiran dan dorongan yang serupa dengan parafilia.

9
Usaha Hukum

Di Amerika, sebagai akibat dari tuntutan masyarakat, telah muncul hukum


mengenai pelaku kejahatan seks. Dikenal sebagai Megans Law, hukum
tersebut memungkinkan warga sipil untuk mendeteksi keberadaan mantan
pelaku kejahatan seksual, yang dianggap berbahaya. Dengan hukum ini,
diharapkan masyarakat dapat waspada, dan para mantan pelaku tidak
berkesempatan untuk mengulangi kejahatannya.

BAB III
PENUTUP

10
3.1. Kesimpulan

Masokis adalah penyakit kelainan seksual dimana seseorang mempunyai


kebutuhan untuk mengalami (melibatkan tindakan nyata) yang menyebabkan rasa
sakit fisik dan psikologi untuk memperoleh kepuasan seksual atau membangkitkan
gairah seksual. Masochist adalah pelaku masokis dan Masochistme adalah
perbuatannya.

Ciri-ciri Masokisme Seksual meliputi :

Selama paling tidak 6 bulan, fantasi, dorongan dan perilaku yang


merangsang secara seksual yang melibatkan tindakan membiarkan dirinya
dihina, dipukuli, diikat atau dibuat menderita yang muncul berulang kali
dan secara intens.
Dorongan, fantasi dan perilaku seksualnya itu mengakibatkan distres atau
hambatan yang signifikan.

Kelainan seksual seperti masokis dapat terjadi karena beberapa


faktor, misalnya :
Trumatik pada masa anak-anak,
Faktor keluarga yang tidak harmonis,
Faktor pergaulan.

Masokis juga bisa tumbuh pada seseorang yang memiliki latar belakang
kehidupan yang normal, hal ini disebabkan karena dia memang menikmati setiap rasa
sakit yang diberikan dari luar bukan karena paksaan, atau harus menerima. Penderita
masokis selalu mencoba untuk menghindarkan diri dari kesenangan dan lebih tertarik
pada penderitaan, mereka selalu menolak bantuan dari orang lain bahkan senang
memancing amarah dan penolakan.

Terapi yang diberikan pada seseorang yang mengalami masokis


adalah :

Teknik Psikoanalisis
Teknik Behavioral
11
Teknik Kognitif

Teknik Biologi

Usaha Hukum

3.2. Saran

Dalam proses penyembuhan masokis penderita sebaiknya berkonsultasi pada


psikolog atau psikiatri dan bisa juga pada dokter spelialis, agar kelainan tersebut dapat
teratasi, karena masokis ini sangat berbahaya bagi penderitanya dan pasangannya, dan
dapat menyebabkan berbagai resiko yang akan muncul.

Dalam makalah ini mungkin saja ada kekurangan dan kesalahan, kami selaku
penyusun mengharapkan kritikan dan saran yang membangun agar makalah ini dapat
menjadi lebih baik.dan kami ucapkan terima kasih atas kesempatan yang telah anda
berikan.

12

Anda mungkin juga menyukai