Anda di halaman 1dari 5

MASOKISME

I. PENDAHULUAN
Masokisme merupakan salah satu jenis parafilia yaitu suatu gangguan
seksual dimana penderitanya mendapatkan kenikmatan seksual setelah disakiti
secara fisik atau mental. Istilah masokisme menyatakan aktivitas yang dilakukan
oleh Leopold von Sacher-Masoch, seorang penulis novel abad ke-19 dari Austria
yang mendapatkan kesenangan seksual karena disiksa atau didominasi oleh
wanita.7,8
Aktivitas masokistik kadang-kadang terbatas pada penghinaan secara
verbal saja, tetapi dapat pula berupa penghinaan, penderitaan atau penyiksaan
secara fisik yang dilakukan baik oleh dirinya sendiri ataupun oleh pasangannya.
Perilaku masokistik bisa berupa aktivitas yang relatif aman hingga yang paling
berbahaya.2,6
Penghinaan yang biasa diterima oleh masokis berupa dikencingi,
sedangkan penyiksaan yang biasanya dilakukannya sendiri atau bersama
pasangannya adalah digigit, ditampar, dipukul, dicambuk, ditusuk, bahkan
dengan mutilasi.2,3,4,6,8
Asphixiophilia merupakan aktivitas masokistik yang paling berbahaya
dimana penderita dicekik atau dijerat baik oleh dirinya sendiri atau oleh
pasangannya. Berkurangnya pasokan oksigen ke otak untuk sementara pada saat
mengalami orgasme dicari sebagai penambah kenikmatan seksual, tetapi cara ini
bisa secara tidak sengaja menyebabkan kematian.2,6
Fantasi masokistik biasanya berupa pemerkosaan terhadap dirinya ketika
sedang diikat sehingga ia tidak bisa membebaskan diri. Biasanya fantasi ini
timbul ketika penderita sedang masturbasi. Aktivitas masokistik dapat pula
berupa role-playing fantasy dimana pasangannya yang biasanya sadistik
bertindak sebagai tuan dan penderitanya sendiri berperan sebagai budak.3,6

II. DEFINISI
Masokisme adalah kepuasan seksual yang diperoleh dari rasa nyeri,
penderitaan, atau penghinaan dimana rasa nyeri, penderitaan, dan penghinaan ini
terjadi secara nyata baik secara fisik atau psikologik yang dibuatnya sendiri atau
orang lain kepadanya. Seseorang yang didiagnosis masokisme disebut masokis.6,8
III. EPIDEMIOLOGI
Masokisme jarang dilaporkan sehingga tidak ada informasi yang spesifik
mengenai prevalensinya. Namun, kelainan ini lebih sering ditemukan pada pria
dibanding wanita.1,5,6,7
IV. ETIOLOGI
Menurut teori psikoanalitik klasik, orang dengan masokisme mengatasi
ketakutan mereka terhadap cedera dan perasaan tak berdaya dengan
menunjukkan bahwa mereka tahan terhadap kerusakan. Beberapa teori
menyebutkan bahwa pada masa kanak-kanak para penderita biasanya mengalami
trauma (seperti sexual abuse) ataupun pemukulan pada daerah aerogen dimana ia
mendapatkan kepuasan seks yang sangat mendalam atau mereka memiliki
pengalaman yang mengesankan bagi mereka bahwa rasa sakit diperlukan untuk
kenikmatan seksual sehingga mereka selalu ingin mengulangi kembali peristiwa
tersebut.7
V. GAMBARAN KLINIK
Individu dengan masokisme memiliki preokupasi yang rekuren dengan
desakan dan fantasi seksual karena dihina, dipukul, diikat, atau hal lain yang
menyebabkan penderitaan. Penderitaan atau penghinaan ini, fisik ataupun psikis,
didapatkan dari orang lain ataupun oleh dirinya sendiri.6,7,
Fantasi masokistik biasanya sudah mulai muncul pada masa kanak-kanak.
Usia dimana perilaku ini mulai muncul bervariasi pada tiap individu tetapi

umumnya perilaku ini mulai muncul pada usia dewasa muda. Masokisme
biasanya bersifat kronik, penderita cenderung untuk terus mengulangi
perilakunya.3,8
Akibat dari fantasi, dorongan seksual dan perilakunya, penderita atau
masokis mengalami gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, dan fungsi penting
lainnya.1,6,8
VI. DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis masokisme (302.83) menurut DSM-IV-TR yaitu7 :
o Selama waktu sekurangnya 6 bulan terdapat khayalan yang merangsang
secara seksual, dorongan seksual, atau perilaku yang berulang dan kuat
berupa tindakan (nyata, atau distimulasi) sedang dihina, dipukuli, diikat
atau hal lain yang membuat menderita.
o Khayalan, dorongan seksual, atau perilaku menyebabkan penderitaan
yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial,
pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
VII. PENATALAKSANAAN
Terapi penderita masokisme meliputi psikoterapi, terapi perilaku, terapi
seks, terapi hormonal, dan terapi medikamentosa.4,5,7
o Psikoterapi
Psikoterapi

bertujuan

untuk

menemukan

dan

menyelesaikan

penyebab yang mendasari terjadinya perilaku masokistik. Dengan


psikoterapi, mereka menjadi menyadari peristiwa sehari-hari yang
menyebabkan mereka bertindak atas impulsnya. Psikoterapi juga
memungkinkan pasien meraih kembali harga dirinya dan memperbaiki
kemampuan interpersonal dan menemukan metode yang dapat diterima
untuk mendapatkan kepuasan seksual.

o Terapi seks
Dengan terapi seks pasien mencoba melakukan aktivitas seksual yang
tidak menyimpang dengan pasangannya.
o Terapi kognitif-perilaku
Terapi ini melibatkan teknik terapi perilaku untuk memodifikasi deviasi
seksual pasien dengan mengubah pola pikir dan menyadarkan pasien
mengenai pembenaran yang irasional yang menimbulkan perilaku
seksualnya. Terapi ini juga menggabungkan teknik yang mencegah
terjadinya relaps yaitu dengan membantu pasien untuk mengontrol
perilaku yang tidak diinginkan dengan cara menghindari situasi yang
mungkin membangkitkan keinginannya tersebut.
o Terapi hormonal
Hormone medroxyprogesteron asetat (Depo-Provera) dan cyproterone
asetat menurunkan kadar testoteron dalam sirkulasi sehingga rangsangan
seks berkurang. Hormone ini menyebabkan berkurangya frekuensi ereksi,
fantasi seksual, dan inisiasi perilaku seksual seperti masturbasi dan
intercourse. Hormone ini digunakan selama menjalani terapi kognitifperilaku.
o Terapi medikamentosa
Obat antidepresan seperti fluoxetin dapat pula digunakan untuk
mengurangi rangsangan seks, tetapi kurang berhasil dalam mengurangi
fantasi seks. Obat ini juga digunakan pada mereka yang disertai dengan
depresi.

VIII. PROGNOSIS

Prognosis masokisme bervariasi tergantung pada motivasi pasien.


Prognosis akan baik jika pasien memiliki motivasi tinggi untuk berubah dan
mencari terapi atas kemauannya sendiri.7,8
IX. KESIMPULAN
Masokisme merupakan kenikmatan seksual yang diperoleh jika
pelakunya disiksa atau dihina secra fisik atau mental. Aktivitas ini dapat
menyebabkan kematian, tetapi dapat disembuhkan jika pelakunya memiliki
motivasi yang besar untuk berobat.

Anda mungkin juga menyukai