Disusun Oleh :
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2010
BAB I
Pendahuluan
Kesehatan jiwa masyarakat telah menjadi bagian dari masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia. Berbagai masalah multi-dimensional yang masih dan akan terus dihadapi masyarakat
menyangkut masalah ekonomi, bencana alam, wabah penyakit merupakan faktor pencetus terjadinya
masalah pada kesehatan jiwa masyarakat Indonesia. Masalah kesehatan jiwa di masyarakat
dampaknya sangat luas dan kompleks. Meskipun secara tidak langsung menyebabkan kematian,
namun akan mengakibatkan si penderita gangguan jiwa menjadi tidak produktif dan menimbulkan
beban bagi keluarga dan lingkungan masyarakat di sekitarnya.
Latar Belakang.
Sehat secara mental dapat diartikan sebagai kondisi mental yang tumbuh dan didasari
motivasi yang kuat ingin meraih kualitas diri yang lebih baik, baik dalam kehidupan keluarga,
kehidupan kerja/profesi, maupun sisi kehidupan lainnya. sedangkan orang yang disebut sakit mental
adalah orang yang secara mental memiliki berbagai macam unsur yang saling bertentangan dan
dengan demikian, sering merusak atau menghambat, sehingga perilakunya tidak menentu.
Makalah ini disusun untuk memberikan pengertian secara menyeluruh tentang kesehatan
mental dalam komunitas. Dengan adanya pengertian yang menyeluruh, diharapkan masyarakat tidak
salah dalam menyikapi masalah ini dan dapat memberikan perhatian penuh untuk menyelesaikan
masalah ini dengan cara benar sehingga tepat sasaran.
BAB II
Sehat Mental, Psikiatri dan Psikologi Komunitas, Prinsip dan Dimensi, dan Pendekatan
Intervensi.
I. Sehat Mental
Terdapat beberapa keadaan mental yang secara khusus perlu mendapat perhatian, yaitu “sehat
mental”, “mental tak sehat”, dan “sakit mental”. Sehat mental secara umum dapat diartikan sebagai
kondisi mental yang tumbuh dan didasari motivasi yang kuat ingin meraih kualitas diri yang lebih
baik, baik dalam kehidupan keluarga, kehidupan kerja/profesi, maupun sisi kehidupan lainnya. Orang
yang disebut memiliki mental yang tidak sehat ialah orang yang meskipun secara potensial memiliki
kemampuan, tetapi tidak punya keinginan dan usaha untuk mengaktualisasikan potensinya itu secara
optimal.Sementara itu orang yang disebut sakit mental adalah orang yang secara mental memiliki
berbagai macam unsur yang saling bertentangan dan dengan demikian, sering merusak atau
menghambat, sehingga perilakunya tidak menentu.
Beberapa definisi daan pengertian sehat mental yang dapat dikemukakan adalah sebagai
berikut :
1. World Federation for Mental Health, pada tahun 1948 dalam konvensinya di London
mengemukakan bahwa sehat mental adalah suatu kondisi yang optimal dari aspek intelektual,
yaitu siap untuk digunakan, dan aspek emosional yang cukup mantap atau stabil, sehingga
perilakunya tidak mudah tergoncang oleh situasi yang berubah dilingkungannya, tidak
sekedar bebas atau tidak adanya gangguan kejiwaan, sepanjang tidak mengganggu
lingkungannya.
3. HB. English, menyatakan sehat mental sebagai keadaan yang secara relatif menetap di
mana seseorang dapat menyesuaikan diri dengan baik, memiliki semangat hidup yang tinggi
yang terpelihara dan berusaha mencapai aktualisasi diri yang optimal. Hal ini merupakan
keadaan yang positif bukan sekedar tidak adanya gangguan mental.
4. W.W Boehm, menyatakan bahwa sehat mental adalah kondisi dan taraf pemfungsian sosial
yang diterima secara sosial dan memberikan kebahagiaan secara pribadi.
5. Coleman dan Broen, Jr, menyatakan ada 6 sifat orang yang sehat mental :
• Sikap terhadap diri sendiri yang positif, menekankan pada penerimaan diri, identitas
diri yang adekuat, penghargaan yang relistik terhadap kelebihan dan kekurangan
orang lain.
• Persepsi atas realitas yaitu suatu pandangan realistik atas diri sendiri dan dunia,
orang, serta benda-benda yang nyata ada di lingkungannya.
• Otonomi, adalah keyakinan diri, rasa tanggung jawab, dan pengaturan diri yang
adekuat, bersama-sama dengan kemandirian yang memadai menyangkut pengaruh
sosial.
6. Killander, pada tahun 1957 mengindentikkan orang yang mentalnya sehat dengan apa yang
disebutnya sebagai individu yang normal. Mereka adalah orang-orang yang memperlihatkan
kematangan emosial, kemampuan menerima realitas, kesenangan hidup bersama orang lain,
dan memiliki filsafat atau pegangan hidup pada saat mengalami komplikasi kehidupan sehari-
hari sebagai gangguan.
Ciri-ciri individu yang memiliki sehat mental seperti yang dikatakan oleh Killander tadi
tampaknya sederhana tetapi seringkali sukar terlihat dalam kenyataannya sehari-hari. Untuk itu, perlu
dikemukanan rincian pengertian ciri-ciri tersebut sesuai dengan maksudnya, sebagai berikut :
a. Kematangan emosional.
Terdapat 3 dasar emosi yaitu: cinta, takut, dan marah. Kita mencintai hal yang membuat kita
senang, takut bila ada hal yang mengancaam rasa aman kita, dan marah jika ada yang mengganggu
dan menghambat jalan dan usaha untuk mencapai apa yang kita inginkan. Ketiga dasar emosi ini
diturunkan dan bersifat universal.
Terdapat 3 ciri perilaku dan pemikiran pada orang yang emosinya disebut matang, yaitu
memiliki disiplin diri, determinasi diri, dan kemandirian. Seorang yang memiliki disiplin diri dapat
mengatur diri, hidup teratur, menaati hukum dan peraturan. Orang yang memiliki determinasi diri
akan dapat membuat keputusan sendiri dalam memecahkan suatu masalah dan melakukan apa yang
telah diputuskannya. Ia tidak mudah menyerah dan akan menganggap masalah baru lebih sebagai
tantangan daripada sebagai ancaman. Individu yang mandiri akan berdiri di atas kaki sendiri. Ia tidak
banyak menggantungkan diri pada bimbingan dan kendali orang lain, melainkan lebih mendasarkan
diri pada kemampuan, kemauan dan kekuatannya sendiri.
• Sunberg dkk, psikologi komunitas mengutamakan pada aspek-aspek psikologi dari suatu
sistem sosial dan aspek pencegahan sebagai pokok bahasan dalam psikologi komunitas.
• Zax dan Specter, mengartikan psikologi komunitas sebagai suatu pendekatan dalam bidang
kesehatan mental yang mengutamakan peran lingkungan dalam menimbulkan dan
mengurangi masalah-masalah manusia atau peningkatan kesejahteraan manusia.
Namun secara umum psikologi komunitas di definisikan sebagai suatu pendekatan terhadap
kesehatan mental yang menekankan pada peran gaya lingkungan dalam menciptakan dan
mengurangi masalah-masalah .
Jadi dapat disimpulkan bahwa psikologi komunitas adalah penerapan prinsip ilmu perilaku dalam
lingkup manusia dengan tujuan mencegah munculnya permasalahan-permasalahan sosial yang
berat
Fokus dari psikologi komunitas itu sendiri mencakup interaksi antara manusia dengan
lingkungan, mengidentifikasi peran dan daya lingkungan yang dapat menciptakan atau
mengurangi masalah-masalah individu serta selanjutnya memusatkan diri pada pemberdayaan
individu dan kelompok untuk dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya.
Menurut (Schneiders, 1964) terdapat prinsip-prinsip yang harus diperhatikan untuk memahami
kesehatan mental. Prinsip ini berguna dalam upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
mental serta pencegahan terhadap gangguan-gangguan mental. Prinsip-prinsip tersebut adalah
sebagai berikut :
b. Untuk memelihara kesehatan mental dan penyesuaian yang baik, perilaku manusia harus
sesuai dengan sifat manusia sebagai pribadi yang bermoral, intelektual, religius,
emosional, dan sosial.
c. Kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan integrasi dan pengendalian diri, yang
meliputi pengendalian pemikiran, imajinasi, hasrat, emosi, dan perilaku.
e. Kesehatan mental memerlukan konsep diri yang sehat, yang meliputi : Penerimaan diri
dan usaha yang realistik terhadap status atau harga dirinya sendiri.
f. Pemahaman diri dan penerimaan diri harus ditingkatkan terus menerus dalam
memperjuangkan untuk peningkatan diri dan realisasi diri jika kesehatan dan penyesuaian
mental hendak dicapai.
g. Stabilitas mental dan penyesuaian yang baik memerlukan pengembangan terus menerus
dalam diri seseorang mengenai kebaikan moral yang tertinggi, yaitu : hukum,
kebijaksanaan, ketabahan, keteguhan hati, penolakan diri, kerendahan hati dan moral.
j. Kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan perjuangan yang terus menerus untuk
kematangan dalam pemikiran, keputusan , emosionalitas dan perilaku.
k. Kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan belajar mengatasi belajar secara efektif
dan secara sehat terhadap konflik mental dan kegagalan dan ketegangan yang
ditimbulkannya.
c. Kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan sikap dan realistik yaitu menerima
realitas tanpa distorsi dan objektif.
Di dalam dimensi kesehtan mental terdapat tiga faktor yang berpegaruh yaitu
lingkungan biologis, psikologis, lingkungan sosial-budaya. Faktor-faktor diatas
perlu ada homeostatis yaitu keseimbangan yang dinamis.
Para ahli telah banyak melakukan studi tentang hubungan antara dimensi
biologis dengan kesehatan mental. Penelitian menghasilkan kesimpulan
bahwa dimensi ini sangat terkait dengan kesehatan mental. Bagian yang
amat terkait dengan kesehatan mental diantaranya otak, sistem endokrin,
genetik, serta sensori.
• Otak
Kebingungan yan
sangat ekstreem,
perubahan kepribadian
yang mencolok, lupa
mengingta peristiwa
yang dialami tahun-
tahun terakhir.
Sumber (1) Stein, Z.A. dan Susser M. 1980. Mental Retardation. Dalam Maxcy-Rosenau (editor). Public
Health andPreventive Medicine, 11th edition. New York : Aplpeton-centery-croft. P 1266-1282; (2)
Pinel, J.1993. Biopsychology. 2th edition. Boston: Allyn Bacon; (3) Eisnberg, L. Preventing mental,
Neurological, and psychological disorder. World Health Forum, , 245-253.
• Sistem Endokrin
a. Kelenjar Pituitari
b. Tiroid
c. Paratiroid
Terganggunya fungsi kelenjar ini mengakibatkan tetany, yaitu
gangguan yang ditandai dengan tremor, kejang, dan berakibat
pada ketidakstabilan emosi.
d. Adrenalin
e. Gonad
• Genetik
• Sensori
a. Pengalaman awal
Cemas berpisah
1 th Kepercayaan vs Berhasil : orang dan takut terhadap
ketidakpercayaan yang terpercaya, orang asing,
percaya dan mengalami gg
berharaplingkungan mental untuk bayi.
dari masa
depannya.
Gagal : kecurigaan,
onflik kepercayaan
dan ketakutan,
cemas terhadap Temper tantrum,
masa depannya mengalami latihan
buang air besar
2th Otonomi vs rasa Berhasil : mampu
malu dan bersalah melakukan kendali
diri dan kecukupan,
ketekunan.
Negatifisme (tidak
Gagal : konflik takut konformitas),
mandiri, perasaan mimpi buruk, fobia,
bersalah yang kuat menghisap jari
3-5 th (kompulsif),
Inisiatif vs rasa Berhasil : mampu problem bicara,
bersalah berinisiatif terhadap hiperaktif, berjalan
aktifitasnya sendiri, saat tidur,
peka terhadap penolakan sekolah.
tujuannya sendiri
Gagal : konflik
takut-agresif,
merasa
ketidakcukupan
Problem belajar,
6-11 th
ketidakmampuan
Industri vs Berhasil : membaca khusu’,
inferioritas kompeten, mampu perilaku agresif,
belajar dan bekerja neurotik, gangguan
afeksi.
Gagal : merasa
inferior, kesulitan
dalam belajar dan
bekerja
Gg perilaku
12-18 th
seksual, perilaku
Identitas vs : memiliki identitas menyimpang,
kebingungan peran personal, delikuen,
kesetiaan. destruktif, depresi,
bunuh diri, perilaku
Gagal : psikotik, Gg reaksi
kebingungan terhadap stressor
tentang dirinya
sendiri, idntitas
hubungan dengan
orang lain kurang
baik
b. Proses pembelajaran
c. Kebutuhan
Lingkungan sosial secara nyata juga berpengaruh pada perilaku sehat dan
sakit. Peran sakit dan sehat juga berkaitan dengan nilai sosialnya. Faktor
lingkungan yang secara langsung berpengaruh pada kesehatan mental
adalah stratifikasi sosial, pekerjaan, keluarga, budaya , dan stressor
psikososial lainnya.
2) Keluarga
3). Budaya
N Perististiwa Skor
o
1. Kematian suami/istri 100
2. Perceraian 73
3. Perpisahan Perkawinan 65
4. Penahanan di penjara 63
5. Kematian anggota keluarga 63
6. Kecelakaan atau sakit 53
7. Perkawinan 50
8. Kebakaran tempat kerja 47
9. Rujuk perkawinan 45
10 Mengundurkan diri dari kerja 45
. Perubahan kesehatan pada anggota 44
11 keluarga 40
. Kehamilan 39
12 Kesulitan Seksual 39
. Penambahan anggota baru keluarga 39
13 Penyesuaian kembali suatu usaha
. (merger, reorganisasi, dll) 38
14 Perubahan keadaan keuangan 37
. Kematian sahabat dekat 36
15 Perubahan tugas kerja 35
. Perubahan alasan dalamurusan dengan
suami/istri (pengasuhan dan kebiasaan) 31
16 Menggadaikan lebih dari $ 10,000 30
. Menebus gadaian atau pinjaman 29
17 Perubahan tanggung jawab kerja 29
. Anak-anak bertempat tinggal dirumah 29
18 Kesukaran dengan sanak keluarga 28
. suami/istri
19 Terkenal karena berprestasi, istri mulai 26
. menghentikan kerja 26
Mulai atau mengakhiri sekolah 25
20 Perubahan kondisi hidup 24
. Mengganti kebiasaan hidup 23
21 Kesukaran dengan pimpinan (boss) 20
. Perubahan jam atau kondisi 20
22 Perubahan tempat tinggal 20
. Pindah Sekolah 19
23 Perubahan aktivits rekreasi 19
. Perubahan aktifitas peribadatan 16
24 Perubahan aktifitas social 15
. Perubahan kebiasaan tidur
25 Perubahan jumlah anggota keluarga 15
. yang diajak bergabung 15
Perubahan kebiasaan makan 12
26 Liburan 11
. Hari Raya
27 Pelanggaran hukuman ringan
.
28
.
29
.
30
.
31
.
32
.
33
.
34
.
35
.
36
.
37
.
38
.
39
.
40
.
41
.
Sumber : Kaplan, H.I dan Sadock, B.J. 1994. Synopsis of Psychiatri.
4th edition. Baltimore: Williams and Wilkins. 110.
IV. INTERVENSI
Adapun mengenai bentuk penekanan pendekatan kesehatan mental komunitas menurut Bloom,
mencakup lima hal, yaitu :
• Intervensi yang dilakukan dalam komunitas yang terbatas seperti high risk population
(populasi beresiko tinggi).
Berdasarkan penjelasan di atas maka konsep pendekatan psikologi komunitas paling tidak
harus melingkupi dua unsur dibawah ini :
• Pencegahan
Pencegahan gangguan jiwa yang bertujuan untuk menghemat biaya perawatan penderita
sedangkan pencegaha into sendiri terbagi dalam pencegahan primer, sekunder, dan
tersier.
• Pemberdayaan
Adalah upaya mencegah terbentuknya perasaan tak berdaya dan pasrah pada individu
atau kelompok individu yang terkena suatu dampak perubahan lingkungan yang
merugikan. Oleh karenanya pemberdayaan manusia disini bertujuan untuk menciptakan
kesehatan dan mencegah penyakit jiwa.
Price dkk, mengemukakan perbandingan antara orientasi klinis dan orientasi komunitas
dalam strategi intervensinya. Orientasi klinis memperhatikan bagaimana mengatasi
gangguan pada tingkat individual, orientasi klinis melakukan terapi somatic dan terapi
tradisional. Pada tingkat organisasi, orientasi klinis melakukan terapi kelompok,
pendidikan khusus, dan pendidikan remedical pada kelompok rentan. Pada tingkat
kominitas orientasi klinis melakukan institusionalisasi atau memberikan fasilitas khusus
bagi mareka yang mengalami disability ( buta, lumpuh, tuli, dan lain-lain.)
Metode-metode Intervensi.
• Intervensi krisis (crisis intervention) misalnya memberi bantuan dan dukungan pada
orang-orang dalam kondisi stres akut agar mereka terhindar dari gangguan yang lebih
parah, dan mendirikan pusat-pusat intervensi krisis yang berdekatan dan memnerikan
pelayanan langsung.
• Intervensi pada usia dini. Hal ini hanya dilakukan di Indonesia skitar tahun 1975
hingga sekarang. Program yang dijalankan waktu itu antara lain program ibu bayi dan
balita, [enyuluhan gizi kesehatan, imunisasi, dan lain sebagainya.
• Pengembangan berbagai program pelatihan upaya pemberdayaan masyarakat dapat
dilakukan dengan membuat tulisan-tulisan singkat tentang upaya-upaya yang cepat
untuk mengatasi berbagai keadaan darurat psikologis misalnya mengatas kecemasan
dan mengatasi stres.
Preverensi secara etimolgi berasal dari bahasa latin praevenire, yang artinya “datang sebelum” atau
“antisipasi” atau “mempersiapkan diri sebelum terjadi sesuatu” atau “mencegah agar tidak terjadi
sesuatu”. Dalam pengertian yang luas, preverensi dimaknakan sebagai upaya yang secara sengaja
dilakukan untuk mencegah terjadinya gangguan, kerusakan, dan kerugian bagi seseorang atau
masyarakat. Dengan lebih singkat dapat disebut sebagai upaya pencegahan, dalam pandangan
mutakhir usaha pencegahan itu perlu dilakukan sebelum dilahirkan, misalnya melalui konseling
genetika.
Prinsip-prinsip Prevensi
a. Menekankan pada praktik di masyarakat dibandingkan dengan lembaga khusus seperti RSJ
b. Berusaha untuk meningkatkan pelayanan dan program yang diarahkan kepada masyarakat
secara keseluruhan dibandingkan kepada pasien secara individual.
c. Pelayanan pencegahan diberikan sebagai prioritas tertinggi dibandingkan dengan usaha terapi.
e. Strategi klinis yang inovatif yang dikembangkan agar dapat lebih cepat menemukan
kebutuhan kesehatan mental untuk anggota masyarakat yang lebih besar cakupannya daripada
sebelumnya, misalnya intervensi krisis.
Prevensi Tersier
Sebenarnya prevensi tersier memiliki pengertian yang sama dengan rehabilitasi. Tetapi
rehabilitasi lebih bersifat individual dan mengacu pada pelayanan medis. Sementara prevensi
tersier lebih menekankan pada aspek komunitas, sasarannya adalah masyarakat dan mencakup
perencanaan masyarakat dan logistic, prevensi tersier ini adalah intervensi yang anti Hospitalisasi.
Prevensi Sekunder
Prevensi sekunder berarti upaya pencegahan yang dilakukan untuk mengurangi durasi kasus
gangguan mental. Sasarannya adalah penduduk atau sekelompok populasi yang sudah menderita
suatu gangguan mental. Dengan memperpendek durasi suatu gangguan mental yang ada di
masyarakat, maka dapat membantu mengurangi angka prevalensi gangguan di masyarakat.
Dibandingkan dengan prevensi tersier, prevensi sekunder adalah usaha penyehatan mental yang
lebih progresif.
Prevensi Primer
Usaha progresif dalam usaha pencegahan kesehatan mental dengan mencegah terjadinya suatu
gangguan di masyarakat. Jadi kesehtan mental masyarakat diproteksi agar tidak terjadi gangguan.
Terdapat dua cara yang digunakan untuk melakukan program prevensi primer ini, yaitu
memodifikasi ingkungan dan memperkuat kapasitas individu atau masyarakat dalam menangani
situasi.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Sehat mental secara umum dapat diartikan sebagai kondisi mental yang tumbuh dan
didasari motivasi yang kuat ingin meraih kualitas diri yang lebih baik, baik dalam
kehidupan keluarga, kehidupan kerja/profesi, maupun sisi kehidupan lainnya, sedangkan
orang yang disebut sakit mental adalah orang yang secara mental memiliki berbagai
macam unsur yang saling bertentangan dan dengan demikian, sering merusak atau
menghambat, sehingga perilakunya tidak menentu. Dalam psikologi komunitas kesehatan
mental tersebut mencakup interaksi antara manusia dengan lingkungan, mengidentifikasi
peran dan daya lingkungan yang dapat menciptakan atau mengurangi masalah-masalah
individu serta selanjutnya memusatkan diri pada pemberdayaan individu dan kelompok
untuk dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya. Serta bentuk
penekanan pendekatan kesehatan mental komunitas yang diranggah oleh Psikologi
Komunitas tersebut kurang lebih melingkupi tentang penanganan dan pemberdayaannya .
DAFTAR PUSTAKA
Ardani, Tristiadi Ardi, dkk. 2007. Psikologi Klinis. Yogyakarta: Graha Ilmu