Anda di halaman 1dari 23

Teori Kecerdasan Majemuk oleh

Howard Gardner

DISUSUN OLEH:

1. Sherina margareth (1613017001)

2. Sarah Ivana Mardianto (1613017003)

3. Adolina Viawine (1613017004)

4. Umrotul Omik (1613017005)

5. Bernadette Adinda Adel (1613017007)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PRODI PENDIDIKAN GURU PAUD

UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA

SURABAYA

2017
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................. ........ i


DAFTAR ISI ........................................................................................... ........ ii

1. PENDAHULUAN
1.1. Pokok Pemasalahan ....................... .......................................... 1
1.2. Pembahasan ............................. ................................................ 2
1.2.1 Macam-macam kecerdasan manusia menurut Gardner `2
1.2.2 Teori Multiple Intelligences (kecerdasan Majemuk) ... 9
1.2.3 Implementasi Teori Multiple Intelligences
dalam pendidikan ......................................................... 11
1.2.4 Belajar lebih efektif melalui kemampuan Intelektualnya 13
1.3. Penutup .................................................................................... 23
1.4. Daftar Pusaka .......................... ................................................ 23
I. POKOK PERMASALAHAN

Dari pemaparan di atas, terdapat beberapa pokok permasalahan dalam dunia


pendidikan terkait kecerdasan yang menarik untuk dibahas lebih lanjut dalam makalah
ini, yaitu:

1. Apa yang dimaksud teori kecerdasan jamak (Multiple Intelligences)?


2. Apa saja kecerdasan dalam teori Multiple Intelligences?
3. Bagaimana implementasi teori Multiple Intelligences dalam pendidikan?
4. Bagaimana anak dapat belajar dengan lebih efektif melalui kemampuan
Intelektualnya yang paling dominan?
II. PEMBAHASAN

1. Macam-macam kecerdasan manusia menurut Gardner

Pada awal penelitian, Howard Gardner menemukan enam kecerdasan kemudian menjadi
tujuh kecerdasan, hingga akhirnya ia menambahkan dua kecerdasan lagi. Bukan tidak
mungkin akan berkembang lagi kecerdasan lainnya, sembilan kecerdasan yang dimaksud
tersebut yaitu:

a. Kecerdasan Bahasa/ Linguistik Intelligence

Kecerdasan bahasa merupakan kemampuan mengekspresikan daya pikir dalam bentuk


kata-kata dan menggunakan bahasa dalam menghargai makna yang kompleks. Penggunaan
kata-kata serta bahasa untuk berkomunikasi dan mengungkapkan emosi, dapat membedakan
manusia dengan makhluk lain bahkan individu satu dengan individu lain. Bahasa telah
mengubah spesialisasi dan fungsi otak manusia dengan menawarkan kemungkinan-
kemungkinan untuk menggali dan mengembangkan kecerdasan manusia. Masa prenatal
menjadi awal perkembangan kecerdasan bahasa. Dengan sering mengajak bicara dan
menyanyi untuk janin, akan mempengaruhi perkembangan kecerdasan pada tahap
selanjutnya. Pada masa anak-anak, sebaiknya sudah dibiasakan dan dilibatkan dalam diskusi
ringan, mengajukan pertanyaan dan mengungkapkan pendapat. Mereka juga harus dilatih
untuk bermain dengan kata-kata, bercanda dan bercerita agar mereka terbiasa berkomunikasi
dan berbahasa. Dalam kasus pelajar atau mahasiswa, kepercayaan diri akan tumbuh ketika
mereka mampu mempertahankan posisi atau argumentasinya dalam suatu diskusi dan debat.
Mereka memiliki peluang untuk mengetahui lebih dalam suatu pelajaran dari diskusi dengan
teman-temannya. Maka dari itu, penggunaan kata-kata yang tepat dalam berbahasa yang
dimulai dari kebiasaan berdiskusi akan membuka peluang seseorang mengembangkan
kecerdasan bahasanya. Kelak diharapkan akan menjadi manusia yang hebat dengan
kemampuan bahasanya. Para penyair, pengarang, pembicara, pengajar, jurnalis dan
sebagainya, memiliki tingkat kecerdasan linguistik yang tinggi.
b. Kecerdasan Logika-Matematika/ Logical-Mathematical Intelligence

Kecerdasan logika-matematika merupakan kemampuan dalam berhitung, mengukur,


menilai dan menyelesaikan operasi-operasi matematis. Atau dapat diartikan sebagai kepekaan
dan kemampuan untuk membedakan pola logika atau numerik, dan kemampuan untuk
menangani rangkaian penalaran yang panjang. Kecerdasan ini dapat terlihat dari kemampuan
seseorang dalam berhitung dan menggunakan logika. Angka dan logika merupakan suatu hal
pokok yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan. Dalam setiap aspek kehidupan manusia,
angka dan logika menjadi hal yang sangat urgen. Pada masa sekarang ini, seseorang dituntut
untuk berpikir secara matematis dan ilmiah untuk dapat berpendapat. Pendapat yang tidak
ilmiah, sulit untuk diterima publik atau bahkan akan ditolak sehingga seseorang harus
menguasai logika-matematika. Ciri-ciri orang yang cerdas secara logis-matematis mencakup
kemampuan dalam penalaran, berpikir dalam pola sebab-akibat, menciptakan hipotesa,
mencari keteraturan konseptual atau numerik dan pandangan hidupnya umumnya bersifat
rasional. Ini merupakan kecerdasan yang dimiliki para ilmuwan, akuntan dan pemrogram
komputer.

c. Kecerdasan Visual-Spasial/Visual-Spatial Intelligence

Kecerdasan visual-spasial yaitu kecerdasan yang mencakup berpikir dalam gambar,


serta kemampuan untuk memahami, mengubah dan menciptakan kembali berbagai aspek
dunia visual-spasial. Kecerdasan ini membangkitkan kapasitas untuk berpikir dalam tiga
dimensi seperti yang dilakukan pelaut, pemahat, pelukis atau arsitek. Persepsi langsung dunia
visual merupakan ciri sentral kecerdasan spasial. Kecerdasan ini dapat terlihat dari perilaku
anak kecil yang suka membuat coretan-coretan lingkaran atau yang lainnya sampai lukisan
Monalisa karya pelukis kondang Leonardo Da Vinci yang terkenal. Setiap karya tersebut
dihasilkan dari proses awal mempersepsi dunia visual yang berlanjut dengan kemampuan
untuk memodifikasi dan menciptakan hal yang baru. Kecerdasan ini merupakan kecerdasan
para arsitek, fotografer, dan insinyur mesin. Orang dengan kecerdasan spasial yang tinggi
mempunyai kepekaan yang tajam terhadap detail visual dan dapat menggambarkan sesuatu
dengan begitu hidup.
d. Kecerdasan Kinestetik-Tubuh/Bodily-Kinesthetic Intelligence

Sering disebut dengan kecerdasan fisik yang mencakup bakat dalam mengendalikan
gerak tubuh dan keterampilan dalam menangani benda. Kecerdasan ini termasuk di dalamnya
kemampuan untuk menyatukan tubuh dan pikiran untuk menyempurnakan pementasan fisik.
Berawal dari kontrol refleks dan gerakan-gerakan sukarelawan, kemajuan inteligensi
kinestetik digunakan oleh tubuh dan mengubah tujuan menjadi aksi yang menawan. Seorang
atlet olahraga, penari, aktor dan pemain pantomim mengembangkan kemampuan mereka
dalam menggerakkan tubuh dan menguasai benda. Belajar mengoptimalkan seluruh anggota
tubuh jarang sekali dilakukan. Kita sering memanfaatkan tubuh hanya dalam beberapa
kepentingan dasar saja tanpa ada hasrat untuk mengembangkannya. Dengan latihan dan
pembiasaan, maka kita dapat mengasah keterampilan kita dalam menggerakkan tubuh dan
menguasai benda dengan anggota tubuh kita.

e. Kecerdasan Musik/Music Intelligence

Musik adalah bentuk seni tertua yang menggunakan instrumen alami dan
menggunakan ekspresi diri. Musik lahir bersamaan dengan munculnya manusia di dunia.
Ketika dalam kandungan, kita hidup dengan irama detak jantung ibu selama sembilan bulan.
Kitapun hidup dengan irama detak jantung kita sendiri dan irama pernafasan. Ciri dasar dari
kecerdasan ini ialah kemampuan untuk menangkap, menghargai dan menciptakan irama dan
melodi melalui ritme dan nada. Kita tidak harus menjadi pemusik profesional untuk mampu
berpikir secara musikal. Kita dikelilingi oleh musik setiap hari dan menggunakan pikiran
musikal kita dalam perjalanan hidup sehari-hari. Tidak dapat dibayangkan jika dunia ini tidak
ada musik, pasti sepi dan membosankan. Di suatu tempat dalam benak kita, terdapat ribuan
ungkapan musikal yang menunggu isyarat untuk diaktifkan. Modal inilah yang
dikembangkan seorang musisi, komposer serta pembuat alat musik untuk menciptakan maha
karya yang berharga, musik.

f. Kecerdasan Interpersonal/Interpersonal Intelligence

Kecerdasan interpersonal merupakan kemampuan untuk memahami dan berinteraksi


dengan orang lain. Kecerdasan ini menuntut kemampuan untuk peka dan tanggap terhadap
suasana hati, perasaan, perangai, dan hasrat orang lain. Termasuk juga kemampuan untuk
membentuk dan membina hubungan serta mengetahui berbagai peranan yang terdapat dalam
suatu kelompok, baik sebagai anggota maupun pemimpin. Psikolog asal Inggris, N.K
Humphrey mengatakan bahwa inteligensi sosial adalah hal yang paling penting dalam intelek
manusia. Hunphrey mengatakan bahwa kegunaan kreatif dari pikiran manusia yang paling
besar adalah mengadakan cara untuk mempertahankan sosial manusia secara efektif.
Kecerdasan ini terlihat jelas pada orang-orang yang memiliki kemampuan sosial yang baik
seperti pemimpin organisasi, guru, ahli terapi dan konselor.

g. Kecerdasan Intrapersonal/Intrapersonal Intelligence

Kecerdasan intrapersonal merupakan kemampuan untuk membuat persepsi yang


akurat tentang diri sendiri dan menggunakan pengetahuan semacam itu dalam merencanakan
dan mengarahkan hidup. Sebagian besar peneliti percaya bahwa ketika kita lahir ke dunia,
kecerdasan intra personal telah telah berkembang dari sebuah kombinasi gen, lingkungan dan
pengalaman. Menentukan sifat dasar diri secara tepat sungguh sangat sulit. Untuk sampai
pada definisi tentang diri, persoalan sesungguhnya terletak pada fakta bahwa objek penelitian
kita adalah entitas yang juga melakukan penelitian tersebut. Menurut sudut pandang psikolog
masa kini, diri sejati adalah yang berkembang dari interaksi dengan lingkungan. Diri sejati
merupakan sumber kreatifitas batin, vitalitas, spontanitas, dan kesejahteraan emosi seseorang.
Menjadi hal yang sangat penting untuk bisa memahami diri sendiri dan tujuan kita sehingga
pada akhirnya kita mampu merencanakan hidup secara efektif. Seseorang yang mampu
memahami dirinya, akan dapat menjalani hidup secara mandiri dan mampu mengembangkan
potensi yang ia miliki. Beberapa individu yang memiliki kecerdasan semacam ini antara lain
ahli ilmu agama, psikiater dan ahli filsafat.

h. Kecerdasan Naturalis

Kecerdasan naturalis mampu mengenali dan memahami flora dan fauna dengan baik,
menikmati alam, mengenal tanaman dan binatang dengan baik, menyukai kegiatan outdoor
seperti camping, hiking, memancing, menyukai aktifitas belajar di luar kelas untuk
mengobservasi alam secara langsung, serta senang mengoleksi benda-benda alam seperti
batu-batuan, kulit kerang dan sebagainya. Kemampuan untuk mengerti flora dan fauna
dengan baik, menikmati alam, mengenal tanaman dan binatang dengan baik. Charles Darwin,
merupakan tokoh terkenal dengan kecerdasan Naturalist Intelligence.
i. Kecerdasan eksistensial

Kecerdasan eksistensial adalah kemampuan seseorang menjawab persoalan-persoalan


eksistensi manusia, memiliki spiritual quotient yang menonjol, baik terhadap sesama, sopan,
serta pandai menjaga rahasia. Kemampuan menyangkut kepekaan dan kemampuan seseorang
untuk menjawab persoalan-persoalan terdalam keberadaan atau eksistensi manusia. Misalnya
persoalan mengapa ada, apa makna hidup ini. Tokoh terkenal yang mempunyai kecerdasan
ini seperti Plato, Sokrates, Thomas Aquinas, dan lainnya. Banyak tokoh penting dunia yang
menjadi sukses dan terkenal bukan karena ber-IQ tinggi, melainkan karena salah satu dari
kecerdasan majemuk yang mereka miliki tersebut. Sehingga sangat tidak tepat jika seorang
anak dicap bodoh hanya karena dia selalu mendapatkan nilai rendah pada pelajaran
matematika, padahal dia memiliki prestasi cemerlang di bidang lainnya.
2. Teori Multiple Intelligences (kecerdasan majemuk)

Individu mendapatkan kecerdasan tertentu bukan hanya karena faktor kelahiran semata,
melainkan juga karena perkembangan dan pengalamannya. Memang manusia dianugerahi
potensi (fitrah), namun perkembangan selanjutnya ditentukan oleh interaksi dengan
lingkungannya. Individu dan perkembangannya adalah produk dari hereditas dan lingkungan,
keduanya sama-sama berperan penting bagi perkembangan individu. Kecerdasan adalah
bahasa-bahasa yang dibicarakan oleh semua orang dan sebagian dipengaruhi oleh
kebudayaan di mana orang itu dilahirkan, merupakan alat untuk belajar, menyelesaikan
masalah dan menciptakan semua hal yang bisa digunakan manusia. Kecerdasan seseorang
bukan hanya prestasi akademik yang diukur berdasarkan nilai tes standar. Definisi kecerdasan
menurut Piaget sebagaimana dikutip Uno Hamzah adalah suatu tindakan yang menyebabkan
terjadinya perhitungan atas kondisi-kondisi yang secara optimal bagi organisme dapat hidup
berhubungan dengan lingkungan secara efektif. Sedangkan menurut Feldam dalam
Sukmadinata dan Nana S, kecerdasan merupakan kemampuan untuk memahami dunia,
berpikir secara rasional dengan menggunakan sumber-sumber atau referensi secara efektif
pada saat menghadapi sebuah tantangan. Raymond Cattel dan John Horn berpendapat bahwa
manusia mempunyai dua macam kecerdasan umum, yaitu kecerdasan cair dan kecerdasan
kristal. Kecerdasan cair adalah kecerdasan yang berbasis pada kecerdasan biologis.
Kecerdasan ini meningkat sesuai dengan perkembangan usia, mencapai puncak saat dewasa
dan menurun pada saat tua karena proses biologis tubuh. Kecerdasan kristal adalah
kecerdasan yang diperoleh dari proses pembelajaran dan pengalaman hidup. Kecerdasan ini
dapat terus meningkat tidak ada batas maksimal selama manusia mau dan bisa belajar.
Gardner sendiri mendefinisikan intelegensi tidak banyak berbeda dengan para ahli yaitu
kemampuan untuk menyelesaikan masalah atau menciptakan produk yang berharga dalam
satu atau beberapa lingkungan budaya dan masyarakat. Perkembangan selanjutnya,
kecerdasan individu akan mulai tampak terasah ketika dihadapkan pada interaksi sosial. Teori
kognitif sosialnya Albert Bandura serta Lev Vygotsky mengatakan bahwa perkembangan
anak ditentukan pula oleh interaksi mereka dengan teman sebaya dan lingkungannya. David
Perkins dari Harvard University berpendapat bahwa Kecerdasan dipengaruhi dan
dioperasikan oleh beberapa faktor dalam kehidupan yaitu sistem otak, pengalaman hidup, dan
kapasitas untuk pengaturan diri. Dalam bukunya Frame of Mind, tahun 1983, Howard
Gardner menampilkan Theory of Multiple Intelligences yang memperkuat perspektifnya
tentang kognisi manusia. Gardner mengatakan bahwa Intelligence is the ability to find and
solve problems and create Products of value in ones own culture. Menurut Gardner,
kecerdasan seseorang tidak diukur dari hasil tes psikologi standar, namun dapat dilihat dari
kebiasaan seseorang terhadap dua hal, yakni kebiasaan menyelesaikan masalah (problem
solving) secara mandiri dan kreativitas (creativity) menciptakan produk yang punya nilai
budaya. Tanpa sadar, orang tua dan guru justru membunuh sumber kecerdasan tersebut, yaitu
problem solving dan creativity. Secara bahasa Multiple Intelligences diartikan Kecerdasan
Majemuk. Ada juga yang mengartikan Kecerdasan Beragam. Awalnya Howard Gardner
menyusun daftar tujuh inteligensi yang dimiliki manusia dalam buku fenomenalnya, Frames
of Mind (1983), yakni kecerdasan linguistik, kecerdasan logis-matematis, kecerdasan visual-
spasial, kecerdasan musikal, kecerdasan gerak-badani/kinestetik, kecerdasan interpersonal,
kecerdasan intrapersonal. Pada bukunya Intelligence Reframed (2000), ia menambahkan
adanya dua kecerdasan baru, yaitu kecerdasan naturalis atau lingkungan dan kecerdasan
eksistensial. Akan tetapi, sebenarnya kecerdasan manusia tidak hanya sebatas pada sembilan
kecerdasan yang disebutkan di atas. Teori kecerdasan majemuk Gardner masih mungkin terus
berkembang sehingga pembahasan mengenai kecerdasan manusia akan selalu menarik. Maka
penilaian kecerdasan yang mengacu hanya pada ranah akademis sangat tidak tepat.
3. Implementasi teori Multiple Intelligences dalam pendidikan

Konsep tentang Multiple Intelligences yang digagas Gardner merupakan salah satu
perkembangan paling penting dan menjanjikan dalam pendidikan dewasa ini, berdasarkan
karya monumentalnya, Frames of Mind (1983). Howard Gardner selalu memaparkan tiga hal
yang berkaitan dengan MI, yaitu komponen inti, kompetensi, dan kondisi akhir terbaik. Tiga
hal tersebut berkaitan dengan dunia pendidikan. Setiap area dalam otak yang disebut lobus of
brain ternyata memiliki komponen inti berupa potensi kepekaan yang akan muncul apabila
diberi stimulus yang tepat, kepekaan inilah yang akan menghasilkan kompetensi. Apabila
kompetensi tersebut dilatih terus-menerus dalam silabus yang tepat, akan muncul kondisi
akhir terbaik dari seseorang. Menurut Haggerty, sebagaimana dikutip oleh Paul Suparno, ia
mengungkapkan beberapa prinsip umum pembelajaran untuk membantu mengembangkan
Multiple Intelligences pada peserta didik dapat berkembang sepanjang hidup asal terus dibina
dan ditingkatkan. Dengan demikian jelas sekali bahwa pendidikan dan teori kecerdasan
majemuk merupakan dua komponen yang sangat tepat untuk dipadukan. Dalam dunia
pendidikan, teori Multiple Intelligences bisa menjadi sebuah strategi pembelajaran untuk
materi apapun dalam semua bidang studi. Inti dari strategi pembelajaran ini adalah
bagaimana guru mengemas gaya mengajarnya agar mudah ditangkap dan dimengerti oleh
siswanya. Menurut Chatib, kesalahpahaman penerapan teori MI di sekolah dikarenakan guru
menganggap MI sebagai bidang studi atau sebagai kurikulum sekolah bukan sebagai strategi
pembelajaran. Strategi pembelajaran berdasarkan teori Multiple Intelligences sangat banyak,
apabila gurunya kreatif maka strategi pembelajarannya sangat tak terbatas. Langkah awal
dalam penerapan strategi pembelajaran yang baik ialah membatasi waktu bagi guru untuk
menjelaskan materi sekitar 30% dan yang 70% untuk siswa beraktivitas. Dengan aktivitas
tersebut maka secara otomatis siswa akan belajar. Menurut penelitian Dr. Venon Magnesen
dari Texas University, otak manusia lebih cepat menangkap informasi yang berasal dari
modalitas visual yang bergerak, seperti aktivitas tubuh, emosi, koordinasi dan segala jenis
gerak. Memori peserta didik akan lebih kuat mengingat praktek membuat tempe dalam mata
pelajaran biologi daripada pelajaran tersebut diterangkan guru di depan kelas. Dengan
menitikberatkan pembelajaran pada aktivitas anak, maka guru dapat memperhatikan
kecenderungan gaya belajar anak sekaligus kecerdasan yang dimilikinya. Apabila hal-hal
tersebut sudah teridentifikasi, guru akan lebih mudah untuk menerapkan strategi mana yang
akan diterapkan. Howard Gardner mempertanyakan gagasan bahwa kecerdasan adalah satu
kesatuan, yang dihasilkan dari satu faktor, dan hal itu dapat diukur hanya melalui tes IQ. Dia
juga telah menantang perkembangan kognitif Piaget. Membawa bukti ke depan untuk
menunjukkan bahwa pada suatu saat seorang anak mungkin berada pada tahap yang sangat
berbeda misalnya, dalam pengembangan jumlah dan pematangan spasial / visual, Howard
Gardner telah berhasil meruntuhkan gagasan bahwa pengetahuan pada tahap pengembangan
tertentu bergantung pada struktur yang terstruktur seluruh.
4. Anak dapat belajar dengan lebih efektif melalui kemampuan Intelektual

Karya Howard Earl Gardner telah ditandai oleh keinginan untuk tidak hanya
menggambarkan dunia tapi juga untuk membantu menciptakan kondisi untuk
mengubahnya. Skala kontribusi Howard Gardner dapat diukur dari komentar berikut dalam
pengantarnya ke edisi ulang tahun kesepuluh dari karya klasiknya Frames of Mind. Teori
multiple intelligences : Pada masa kejayaan era psikometri dan behavioris, pada umumnya
diyakini bahwa kecerdasan adalah satu kesatuan yang diwarisi; dan bahwa manusia - awalnya
sebuah batu tulis kosong - dapat dilatih untuk belajar sesuatu, asalkan itu disajikan dengan
cara yang tepat. Saat ini semakin banyak peneliti yang meyakini sebaliknya; bahwa ada
banyak kecerdasan, cukup independen satu sama lain; bahwa masing-masing kecerdasan
memiliki kekuatan dan batasan tersendiri; bahwa pikiran jauh dari tidak terbebani saat
lahir; dan bahwa secara tak terduga sulit untuk mengajarkan hal-hal yang bertentangan
dengan teori 'naif' awal yang menantang garis kekuatan alami di dalam kecerdasan dan
domain yang sesuai. (Gardner 1993: xxiii). Salah satu impet utama gerakan ini adalah karya
Howard Gardner. Dia telah, dalam istilah Smith dan Smith (1994), sebuah shifter
paradigma. Howard Gardner mempertanyakan gagasan bahwa kecerdasan adalah satu
kesatuan, yang dihasilkan dari satu faktor, dan hal itu dapat diukur hanya melalui tes IQ. Dia
juga telah menantang perkembangan kognitif Piaget. Membawa bukti ke depan untuk
menunjukkan bahwa pada suatu saat seorang anak mungkin berada pada tahap yang sangat
berbeda misalnya, dalam pengembangan jumlah dan pematangan spasial / visual, Howard
Gardner telah berhasil meruntuhkan gagasan bahwa pengetahuan pada tahap pengembangan
tertentu bergantung pada struktur yang terstruktur, seluruh. Pada artikel ini, kami
mengeksplorasi kontribusi Howard Gardner dan penggunaan yang telah dilakukan oleh
pendidik.

Howard Gardner - hidup


Howard Gardner lahir di Scranton, Pennsylvania pada tahun 1943. Orang
tuanya melarikan diri dari Nrnberg di Jerman pada tahun 1938 dengan putra mereka
yang berusia tiga tahun, Eric. Tepat sebelum kelahiran Howard Gardner, Eric
terbunuh dalam kecelakaan yang meluncur. Kedua peristiwa ini tidak dibahas selama
masa kanak-kanak Gardner, namun memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap
pemikiran dan perkembangannya. Kesempatan untuk aktivitas fisik berisiko terbatas,
dan usaha kreatif dan intelektual didorong. Saat Howard mulai menemukan 'rahasia
sejarah' keluarga tersebut (dan identitas Yahudi), dia mulai menyadari bahwa dia
berbeda baik dari orang tuanya maupun dari rekan-rekannya. Orang tuanya ingin
mengirim Howard ke Phillips Academy di Andover Massachusetts - tapi dia
menolak. Sebagai gantinya dia pergi ke sekolah persiapan terdekat di Kingston,
Pennsylvania (Wyoming Seminary). Howard Gardner tampaknya telah memeluk
peluang di sana - dan telah memperoleh dukungan dan minat beberapa guru yang
sangat cakap. Dari sana ia pergi ke Harvard University untuk mempelajari sejarah
dalam kesiapan berkarier di bidang hukum. Namun, dia cukup beruntung memiliki
Eric Erikson sebagai tutor. Dalam kata Howard Gardner, Erikson mungkin 'menyegel'
ambisinya untuk menjadi seorang sarjana. Tapi ada yang lain: Pikiran saya benar-
benar terbuka saat saya kuliah di Harvard College dan memiliki kesempatan untuk
belajar di bawah individu - seperti psikoanalis Erik Erikson, sosiolog David Riesman,
dan psikolog kognitif Jerome Bruner - yang menciptakan pengetahuan tentang
manusia. Hal itu membantu saya dalam menyelidiki sifat manusia, terutama
bagaimana pemikiran manusia. (Howard Gardner dikutip oleh Marge Sherer. Minat
Howard Gardner terhadap psikologi dan ilmu sosial tumbuh (tesis seniornya ada di
komunitas pensiun California yang baru) dan dia lulus dengan summa cum laude pada
tahun 1965. Howard Gardner kemudian pergi bekerja untuk periode singkat
dengan Jerome Bruner di Proyek MACOS yang terkenal ('Man: A study of
study'). Karya Bruner, terutama dalam The Process of Education(1960) adalah untuk
membuat dampak yang mendalam, dan pertanyaan yang diajukan program tersebut
adalah untuk menemukan gema dalam kepentingan Gardner selanjutnya. Selama masa
ini ia mulai membaca karya Claude Levi-Strauss dan Jean Piaget secara lebih
rinci. Dia masuk dalam program doktor Harvard pada tahun 1966, dan pada tahun
berikutnya menjadi bagian dari tim riset Proyek Zero untuk pendidikan seni (yang
dengannya dia tetap terlibat sampai sekarang). Howard Gardner menyelesaikan gelar
doktornya pada tahun 1971 (disertasinya tentang kepekaan gaya pada anak-anak). Dia
tinggal di Harvard. Di samping pekerjaannya dengan Proyek Nol (sekarang dia
mengundurkan diri dengan David Perkins), dia adalah seorang dosen (1971-1986) dan
kemudian profesor di bidang pendidikan. Buku besar pertamanya, The Shattered
Mindmuncul pada tahun 1975 dan sekitar lima belas tahun mengikuti. Howard
Gardner saat ini adalah Profesor Kognisi dan Pendidikan Hobbs di Harvard Graduate
School of Education dan profesor neurologi di Boston University School of Medicine.
Proyek Zero menyediakan lingkungan di mana Howard Gardner bisa mulai
mengeksplorasi ketertarikannya pada kognisi manusia. Dia melangkah ke arah yang
sangat berbeda dengan wacana dominan yang terkait dengan Piaget dan dengan tes
psikometri. Proyek Zero dikembangkan sebagai pusat penelitian utama untuk
pendidikan - dan menyediakan rumah intelektual untuk pengelompokan peneliti yang
signifikan. Sebuah momen penting datang dengan berdirinya Proyek Potensi Manusia
pada akhir 1970an (didanai oleh Bernard van Leer Foundation) untuk 'menilai
keadaan pengetahuan ilmiah mengenai potensi manusia dan realisasinya'. Hasilnya
adalah Frames of Mind(1983) pernyataan lengkap pertama Howard Gardner tentang
teori kecerdasan majemuknya.
Howard Gardner pada beberapa kecerdasan - daftar awal
Howard Gardner memandang kecerdasan sebagai 'kemampuan untuk memecahkan masalah
atau produk fashion yang dihargai dalam satu atau lebih setting budaya' (Gardner & Hatch,
1989). Dia mengulas literatur dengan menggunakan delapan kriteria atau 'tanda-tanda'
sebuah kecerdasan:
1. Potensi isolasi oleh kerusakan otak. Adanya idiot savant, keajaiban dan
individu luar biasa lainnya.
2. Operasi inti atau rangkaian operasi yang dapat diidentifikasi.
3. Sejarah pembangunan yang berbeda, bersamaan dengan serangkaian
pertunjukan 'akhir negara' yang pasti.
4. Sejarah evolusioner dan masuk akal evolusioner.
5. Dukungan dari tugas psikologis eksperimental.
6. Dukungan dari temuan psikometri.
7. Kerentanan untuk mengkodekan dalam sistem simbol.
Kandidat untuk judul 'intelijen' harus memenuhi berbagai kriteria ini dan harus
mencakup, sebagai prasyarat, kemampuan untuk menyelesaikan 'masalah atau kesulitan sejati
dalam lingkungan budaya tertentu. Namun, membuat penilaian tentang hal ini adalah,
bagaimanapun, mengingatkan kita akan sebuah penilaian artistik daripada penilaian ilmiah.
Howard Gardner awalnya merumuskan daftar tujuh kecerdasan. Daftarnya sementara. Dua
yang pertama biasanya dihargai di sekolah; Tiga berikutnya biasanya berhubungan dengan
seni; dan dua yang terakhir inilah yang oleh Howard Gardner disebut 'kecerdasan pribadi.
1. Kecerdasan linguistik melibatkan kepekaan terhadap bahasa lisan dan tulisan,
kemampuan untuk belajar bahasa, dan kemampuan untuk menggunakan bahasa
untuk mencapai tujuan tertentu. Kecerdasan ini mencakup kemampuan untuk
secara efektif menggunakan bahasa untuk mengekspresikan diri secara retoris atau
puitis; dan bahasa sebagai sarana untuk mengingat informasi. Penulis, penyair,
pengacara, dan pembicara adalah orang-orang yang menurut Howard Gardner
memiliki kecerdasan linguistik tinggi.
2. Kecerdasan logika-logika terdiri dari kapasitas untuk menganalisis masalah
secara logis, melakukan operasi matematika, dan menyelidiki masalah secara
ilmiah. Dengan kata-kata Howard Gardner, ini memerlukan kemampuan untuk
mendeteksi pola, beralasan secara deduktif dan berpikir logis. Kecerdasan ini
paling sering dikaitkan dengan pemikiran ilmiah dan matematika.
3. Kecerdasan musik melibatkan keterampilan dalam penampilan, komposisi, dan
apresiasi pola musik. Ini mencakup kemampuan untuk mengenali dan menyusun
nada musik, nada, dan irama. Menurut Howard Gardner, kecerdasan musik
berjalan hampir sejajar dengan kecerdasan linguistik.
4. Kecerdasan kinestetik tubuh mengandung potensi penggunaan seluruh tubuh
atau bagian tubuh seseorang untuk memecahkan masalah. Ini adalah kemampuan
untuk menggunakan kemampuan mental untuk mengkoordinasikan gerakan
tubuh. Howard Gardner melihat aktivitas mental dan fisik terkait.
5. Kecerdasan spasial melibatkan potensi untuk mengenali dan menggunakan pola
ruang luas dan area yang lebih terbatas.
6. Kecerdasan interpersonal berkaitan dengan kemampuan untuk memahami
maksud, motivasi dan keinginan orang lain. Hal ini memungkinkan orang untuk
bekerja secara efektif dengan orang lain. Pendidik, tenaga penjualan, pemimpin
agama dan politik dan konselor semuanya membutuhkan kecerdasan interpersonal
yang berkembang dengan baik.
7. Kecerdasan intrapersonal memerlukan kemampuan untuk memahami diri
sendiri, untuk menghargai perasaan, ketakutan dan motivasi seseorang. Dalam
pandangan Howard Gardner, ini melibatkan model kerja efektif kita sendiri, dan
untuk dapat menggunakan informasi semacam itu untuk mengatur kehidupan kita.
Dalam Frames of Mind Howard Gardner merawat kecerdasan pribadi 'sebagai
sepotong'. Karena hubungan erat mereka di kebanyakan budaya, mereka sering
dikaitkan bersama. Namun, dia masih berpendapat bahwa masuk akal untuk
memikirkan dua bentuk kecerdasan pribadi. Gardner mengklaim bahwa ketujuh
kecerdasan tersebut jarang beroperasi secara independen. Mereka digunakan pada
saat bersamaan dan cenderung saling melengkapi saat orang mengembangkan
keterampilan atau memecahkan masalah. Intinya Howard Gardner berpendapat
bahwa dia membuat dua klaim penting tentang banyak kecerdasan. Bahwa: Teori
ini merupakan catatan tentang kognisi manusia dalam kepenuhannya. Kecerdasan
tersebut memberikan definisi baru tentang sifat manusia, secara kognitif. Manusia
adalah organisme yang memiliki seperangkat kecerdasan dasar. Orang memiliki
perpaduan unik antara kecerdasan. Howard Gardner berpendapat bahwa tantangan
besar yang dihadapi penyebaran sumber daya manusia 'adalah cara terbaik
memanfaatkan keunikan yang diberikan pada kita sebagai spesies yang
menunjukkan beberapa kecerdasa. Kecerdasan ini, menurut Howard Gardner,
bersifat amoral - dapat digunakan secara konstruktif atau destruktif.
Daya tarik kecerdasan majemuk menjadi pendidik
Teori kecerdasan majemuk Howard Gardner belum mudah diterima dalam psikologi
akademis. Namun, ia telah mendapat tanggapan positif dari banyak pendidik. Ini telah
dipeluk oleh sejumlah ahli teori pendidikan dan, secara signifikan, diterapkan oleh guru
dan pembuat kebijakan untuk masalah sekolah. Sejumlah sekolah di Amerika Utara telah
melihat struktur kurikulum sesuai dengan kecerdasan, dan merancang ruang kelas dan
bahkan keseluruhan sekolah untuk mencerminkan pemahaman bahwa Howard Gardner
berkembang. Teori ini juga dapat ditemukan dalam penggunaan prakarsa pendidikan pra
sekolah, lebih tinggi, kejuruan dan orang dewasa. Seruan ini pada mulanya tidak jelas.
Pada awalnya tersipu malu, diagnosis ini nampaknya terdengar lonceng kematian untuk
pendidikan formal. Sulit untuk mengajarkan satu kecerdasan; bagaimana jika ada
tujuh? Sulit untuk mengajar meskipun ada sesuatu yang bisa diajarkan; Apa yang harus
dilakukan jika ada batas yang jelas dan kendala kuat pada kognisi dan pembelajaran
manusia? Howard Gardner menanggapi pertanyaannya dengan terlebih dahulu membuat
titik bahwa psikologi tidak secara langsung mendikte pendidikan, 'ini hanya membantu
seseorang untuk memahami kondisi di mana pendidikan terjadi. Apa yang lebih: Tujuh
jenis kecerdasan akan memungkinkan tujuh cara untuk mengajar, bukan satu. Dan
kendala kuat yang ada dalam pikiran dapat dimobilisasi untuk mengenalkan konsep
tertentu (atau keseluruhan sistem pemikiran) dengan cara agar anak-anak cenderung
mempelajarinya dan paling tidak mungkin mendistorsinya. Paradoksnya, kendala bisa
menjadi sugestif dan akhirnya membebaskan. Mindy L. Kornhaber, seorang peneliti yang
terlibat dalam Proyek Zero, telah mengidentifikasi sejumlah alasan mengapa para guru
dan pembuat kebijakan di Amerika Utara menanggapi secara positif presentasi Howard
Gardner terhadap banyak kecerdasan. Di antaranya adalah: teori ini memvalidasi
pengalaman sehari-hari para pendidik: siswa berpikir dan belajar dengan berbagai
cara. Ini juga memberi pendidik kerangka konseptual untuk mengatur dan merenungkan
penilaian kurikulum dan praktik pedagogis. Pada gilirannya, refleksi ini telah
menyebabkan banyak pendidik mengembangkan pendekatan baru yang mungkin lebih
sesuai dengan kebutuhan peserta didik di kelas mereka. Tanggapan terhadap Howard
Gardner disejajarkan dengan penerapan model pembelajaran pengalaman Kolb oleh
pendidik dewasa dan informal. Sementara kritik yang signifikan dapat dibuat dari
rumusan (lihat di bawah), ini memberikan serangkaian pertanyaan dan 'aturan praktis'
yang berguna untuk membantu pendidik memikirkan praktik mereka. Cara di mana teori
kecerdasan ganda Howard Gardner telah diterjemahkan ke dalam kebijakan dan praktik
sangat beragam. Howard Gardner pada awalnya tidak menjelaskan implikasi teorinya
untuk pendidik secara rinci. Selanjutnya, dia telah melihat lebih dekat pada apa arti teori
tersebut untuk praktik sekolah (misalnya dalam The Unschooled Mind , Intelligence
Reframed , dan The Disciplined Mind). Dari pekerjaan ini, tiga aspek penting pemikiran
Gardner perlu dicatat di sini karena memungkinkan harapan, dan cara berpikir alternatif,
bagi pendidik yang merasa tidak sejalan dengan orientasi produk yang dominan saat ini
terhadap kebijakan kurikulum dan pendidikan. Pendekatannya meliputi:
a. Visi pendidikan yang luas : Semua tujuh kecerdasan dibutuhkan untuk
menjalani hidup dengan baik. Oleh karena itu, para guru perlu menghadiri
semua kecerdasan, bukan hanya dua yang pertama yang menjadi perhatian
tradisi mereka. Seperti Kornhaber (2001: 276) mencatat bahwa pendidik
memilih 'untuk kedalaman lebih dari luasnya'. Pengertian memerlukan
pengetahuan yang diperoleh dalam satu setting dan menggunakannya di
tempat lain. 'Siswa harus memiliki kesempatan untuk mengerjakan sebuah
topik.
b. Mengembangkan program lokal dan fleksibel : Kepentingan Howard
Gardner dalam 'pemahaman mendalam', kinerja, eksplorasi dan kreativitas
tidak mudah diakomodasi dalam orientasi terhadap 'penyampaian'
kurikulum terperinci yang direncanakan di luar konteks pendidikan
langsung. 'Sebuah "setting MI" dapat dibatalkan jika kurikulumnya terlalu
kaku atau jika hanya ada satu bentuk penilaian' (Gardner 1999:
147). Dalam hal ini, implikasi pendidikan dari karya Howard Gardner
berada dalam garis langsung dari karya John Dewey..
c. Melihat moralitas : Kita harus mencari tahu bagaimana kecerdasan dan
moralitas dapat bekerja sama', Howard Gardner berpendapat, 'untuk
menciptakan dunia di mana banyak orang ingin hidup. Meskipun ada
banyak manfaat untuk mengembangkan pemahaman dalam kaitannya
dengan disiplin ilmu, ada sesuatu yang lebih dibutuhkan.
Apakah ada kecerdasan tambahan?
Karena daftar asli kecerdasan buatan Howard Gardner di Frames of Mind (1983)
telah ada banyak diskusi mengenai kemungkinan kandidat inklusi lainnya (atau kandidat
untuk pengecualian). Penelitian selanjutnya dan refleksi oleh Howard Gardner dan rekan-
rekannya telah melihat tiga kemungkinan: kecerdasan naturalis, kecerdasan spiritual dan
kecerdasan eksistensial. Dia telah menyimpulkan bahwa yang pertama dari 'manfaat
tambahan dari daftar tujuh kecerdasan asli.
a) Kecerdasan naturalis memungkinkan manusia untuk mengenali,
mengkategorikan dan memanfaatkan fitur tertentu dari lingkungan. Ini
menggabungkan deskripsi kemampuan inti dengan karakterisasi peran
yang banyak nilai budaya. Kasus untuk memasukkan kecerdasan naturalis
tampak cukup jelas, posisi yang berkaitan dengan kecerdasan
spiritual jauh lebih kompleks. Menurut Howard Gardner ada beberapa
masalah, misalnya, seputar 'isi' dari kecerdasan spiritual, klaim istimewa
namun tidak berdasar sehubungan dengan nilai kebenaran, 'dan kebutuhan
untuk sebagian diidentifikasi melalui pengaruhnya terhadap orang
lain'. Hasil dari: Tampaknya lebih bertanggung jawab untuk mengungkap
area spiritualitas yang paling dekat 'dalam roh' dengan kecerdasan lainnya
dan kemudian, dengan cara yang simpatik diterapkan pada kecerdasan
naturalis, pastikan bagaimana harga intelijen kandidat ini. Dengan
melakukan itu, menurut saya lebih baik mengesampingkan
istilah spiritual , dengan konotasi nyata dan problematiknya, dan untuk
berbicara alih-alih sebuah kecerdasan yang mengeksplorasi sifat eksistensi
dalam berbagai samarannya. Dengan demikian, perhatian eksplisit
terhadap masalah spiritual atau religius akan menjadi satu variasi -
seringkali merupakan varietas yang paling penting - dari kecerdasan
eksistensial.
b) Kecerdasan eksistensial , sebuah keprihatinan dengan 'masalah utama',
oleh karena itu, kemungkinan berikutnya yang Howard Gardner
pertimbangkan - dan dia berpendapat bahwa skor tersebut cukup sesuai
dengan kriteria. Namun, bukti empiris jarang terjadi - dan walaupun
kecerdasan kesembilan mungkin menarik, Howard Gardner tidak bersedia
menambahkannya ke dalam daftar. 'Saya menemukan fenomena itu cukup
membingungkan dan jarak dari kecerdasan lain cukup luas untuk mendikte
kehati-hatian - setidaknya untuk saat ini.
c) Kandidat akhir dan jelas untuk dimasukkan dalam daftar Howard Gardner
adalah kecerdasan moral . Dalam penjelajahannya, dia memulai dengan
menanyakan apakah mungkin untuk menggambarkan 'domain moral'. Dia
menyarankan bahwa sulit untuk sampai pada definisi yang disepakati,
namun berpendapat bahwa adalah mungkin untuk mencapai pemahaman
yang membawa eksplorasi ke depan. Inti dari domain moral, Howard
Gardner menyarankan, 'adalah kekhawatiran terhadap peraturan, perilaku
dan sikap yang mengatur kesucian hidup - khususnya, kesucian hidup
manusia dan, dalam banyak kasus, kesucian makhluk hidup lainnya dan
dunia yang mereka tinggali. Jika kita menerima adanya dunia moral
apakah mungkin berbicara tentang kecerdasan moral? Jika itu 'berkonotasi
dengan penerapan kode moral tertentu' maka Howard Gardner tidak
menemukan istilah kecerdasan moral yang dapat diterima . Lebih jauh lagi,
menurutnya, para periset dan penulis belum 'menangkap esensi dari
domain moral sebagai contoh kecerdasan manusia. Sewaktu saya
menafsirkannya, komponen utama dalam ranah moral atau domain adalah
perasaan agen pribadi dan kepentingan pribadi, sebuah kesadaran bahwa
seseorang memiliki peran yang tidak dapat dirumuskan sehubungan
dengan orang lain dan perilaku seseorang terhadap orang lain harus
mencerminkan hasil analisis kontekstual. dan pelaksanaan kehendak
seseorang .... Pemenuhan peran kunci tentu membutuhkan serangkaian
kecerdasan manusia - termasuk personal, linguistik, logis dan mungkin
eksistensial - namun pada dasarnya adalah sebuah pernyataan tentang jenis
orang yang telah berkembang. Ini bukan kecerdasan itu sendiri. 'Moralitas'
adalah pernyataan yang benar tentang kepribadian, individualitas,
kehendak, karakter - dan, dalam kasus-kasus yang paling membahagiakan,
tentang realisasi tertinggi sifat manusia. Jadi, Howard Gardner telah
menambahkan kecerdasan kedaruratan - kecerdasan naturalis - ke dalam
daftarnya. Dia juga telah membuka pintu kemungkinan lain - terutama
intelijen eksistensial - namun pengadilan mengatasinya.
Kecerdasan ganda Howard Gardner - beberapa masalah dan masalah
Ada berbagai kritik dan masalah seputar konseptualisasi Howard Gardner
terhadap banyak kecerdasan. Memang, Gardner sendiri telah mencantumkan beberapa
masalah utama dan tanggapannya. Di sini, saya ingin fokus pada tiga pertanyaan
kunci yang diajukan dalam debat. (Ada banyak pertanyaan lain seputar - tapi ini
tampaknya paling gigih):
Apakah kriteria yang dimiliki Howard Gardner memadai?
John White (1997) berpendapat bahwa ada beberapa isu penting seputar
kriteria yang digunakan Howard Gardner. Ada beberapa pertanyaan seputar kriteria
individu, misalnya, apakah semua kecerdasan melibatkan sistem simbol; bagaimana
kriteria yang akan diterapkan; dan mengapa kriteria khusus ini relevan. Sehubungan
dengan pertanyaan terakhir dan mendasar, White menyatakan bahwa dia belum dapat
menemukan jawaban apapun dalam tulisan Gardner. Memang, Howard Gardner
sendiri telah mengakui bahwa ada unsur penilaian subyektif yang terlibat.
Apakah konseptualisasi intelijen milik Howard Gardner saling terkait?
Bagi para periset dan ilmuwan yang secara tradisional memandang kecerdasan
sebagai, secara efektif, apa yang diukur dengan tes kecerdasan - karya Howard
Gardner akan selalu bermasalah. Mereka masih bisa menunjukkan tradisi penelitian
substansial yang menunjukkan korelasi antara kemampuan yang berbeda dan
berpendapat adanya faktor kecerdasan umum. Howard Gardner membantah banyak
bukti dan berpendapat bahwa tidak mungkin, untuk mengetahui seberapa jauh
kecerdasan benar-benar berkorelasi. Perkembangan terkini dalam berpikir seputar
kecerdasan seperti kemajuan model 'triarkis' Robert Sternberg telah menyamai
ketidaknyamanan Gardner terhadap teori intelijen standar semacam itu. Namun,
berbeda dengan Howard Gardner, Robert Sternberg tidak begitu memperhatikan
materi tertentu yang sedang diproses orang tersebut. Sebagai gantinya, dia melihat
pada apa yang dia sebut aspek kecerdasan, eksperimental dan kontekstual. Kumpulan
kritik selanjutnya berpusat di seputar kecerdasan spesifik yang diidentifikasi Howard
Gardner. Misalnya, dapat dikatakan bahwa kecerdasan musikal dan kecerdasan
kinestetik tubuh lebih baik didekati sebagai bakat (biasanya mereka tidak perlu
menyesuaikan diri dengan tuntutan hidup).
Adakah bukti empiris yang cukup untuk mendukung konseptualisasi Howard
Gardner?
Kritik umum yang dibuat dari karya Howard Gardner adalah bahwa teorinya
jauh lebih kuat dari intuisi dan penalarannya sendiri daripada dari penelitian
menyeluruh dan menyeluruh dalam penelitian empiris. Untuk saat ini, tidak ada
serangkaian tes yang benar untuk mengidentifikasi dan mengukur kecerdasan yang
berbeda. Saya pernah berpikir mungkin untuk membuat serangkaian tes dari masing-
masing kecerdasan - versi intelijen-adil untuk memastikan - dan kemudian hanya
untuk menentukan korelasi antara skor pada beberapa tes. Sekarang saya percaya
bahwa ini hanya dapat dicapai jika seseorang mengembangkan beberapa tindakan
untuk setiap kecerdasan dan kemudian memastikan bahwa orang merasa nyaman
dalam menangani materi dan metode yang digunakan untuk mengukur setiap
kecerdasan. Howard Gardner sendiri belum menerapkan pendekatan ini karena
kekhawatiran yang lebih umum dengan pengujian semacam itu - bahwa hal itu
mengarah pada pelabelan dan stigmatisasi. Dapat dikatakan bahwa penelitian seputar
fungsi otak umumnya terus mendukung gagasan tentang multiple intelligence
(walaupun belum tentu spesifik teori Howard Gardner). Ada pertanyaan lebih lanjut
seputar gagasan tentang kedirian yang dimiliki Howard Gardner - sesuatu yang telah
dia kenali. Pada awal 1990-an ia mulai memandang gagasan tentang kognisi
terdistribusi sebagai cara yang lebih baik untuk mendekati daerah tersebut daripada
memusatkan perhatian pada apa yang ada di dalam pikiran satu individu (Hatch and
Gardner 1993).
IV. PENUTUP

Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan. Kami sadar masih terdapat banyak
kesalahan dalam penulisan kami ini. Untuk itu, saran, kritik dan evaluasi dari pembaca sangat
kami harapkan demi perkembangan karya kami selanjutnya. Semoga tulisan ini dapat
memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan bagi kami dan pembaca sekalian. Amin.

DAFTAR PUSTAKA

Armstrong, Thomas, 7 Kinds of Smart, (Jakarta: PT. GramediaPustaka Utama, 2002)

, Multiple Intelligences in the Classroom, dialihbahasakan dengan judul


Sekolah Para Juara: Menerapkan Multiple Intelligences di Dunia Pendidikan (Bandung:
Kaifa, 2004)

Campbell, Linda dkk, Metode Praktis Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences, (Depok:
Intuisi Press, 2006)

Chatib, Munif, Gurunya Manusia, (Bandung: Kaifa, 2013), cet. X

, Sekolahnya Manusia, (Bandung: Kaifa, 2012), cet. XV

Gardner, Howard, Kecerdasan Majemuk, Teori dalam Praktek, alih bahasa Alexander
Sindoro (Batam: Interaksara, 2003)

Anda mungkin juga menyukai