Anda di halaman 1dari 9

Nama : MEYSITA

Nim : 171000140

Mata Kuliah: Isu Mutakhir Kesehatan Reproduksi dan Seminar

PENYIMPANGAN SEKSUAL:

EKSIBISIONISME DITENGAH MASYARAKAT

Apa itu Eksibisionisme?

Penyimpangan seksual adalah suatu keadaan dimana seseorang memilih objek seks yang
tidak wajar, seperti binatang, mayat, anak-anak, dan fantasi seksual yang tidak pada
umumnya, seperti memiliki kepuasaan saat melihat orang lain tersakiti saat melakukan
hubungan seksual dengannya, atau merasa puas dengan memamerkan organ genitalnya.
Penyimpangan seksual juga sering disebut dengan abnormalitas seksual, kejahatan seksual,
ketidak wajaran seksual. Dikalangan masyarakat, perilaku penyimpangan seksual merupakan
perilaku yang tidak wajar dan tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku, maka dari itu
seseorang dengan penyimpangan seksual akan menyembunyikan keadaannya bahkan tidak
jarang mereka memilih mengucilkan diri. Banyak jenis dari penyimpangan seksual, salah
satunya yaitu eksibisionisme yang akan diulas dalam artikel ini.

Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwaan-III (PPDGJ-III),


eksibisionisme adalah kecenderungan yang berulang atau menetap untuk memamerkan alat
kelamin kepada orang asing (biasanya lawan jenis) atau kepada orang banyak di tempat
umum, tanpa ajakan atau niat untuk berhubugan lebih akrab. Eksibisionisme dimasukkan
dalam golongom parifilia. Parifilia adalah sekelompok gangguan yang mencakup ketertarikan
seksual terhadap objek yang tidak wajar atau aktifitas seksual yang tidak pada umumnya.

Menurut bahasa, Eksibisionis berasal dari kata exhibition yang artinya pameran,
memamerkan atau mempertontonkan. Perilaku eksibisionisme merupakan perilaku yang
terjadi secara mendesak dan terus –menerus dengan tujuan untuk menakuti, mengejutkan atau
dikagumi oleh korban sehingga pelaku akan mendapatkan kepuasaan secara seksual.
Eksibisionisme dapat terjadi pada pria maupun wanita. Pada pria, penderita menemukan
kepuasan secara seksual saat melihat perempuan yang terkejut atau ketakutan saat melihat
alat kelaminnya. Sedangkan pada wanita, penderita menemukan kepuasaan secara seksual
ketika melihat pria yang terangsang saat melihat alat kelamin, payudara atau bokongnya.
Penderita eksibisionisme jarang melakukan kontak secara nyata pada korbannya, namun
sering melakukan masturbasi ketika sedang memerkan alat kelaminnya didepan korbannya.

Istilah eksibisionisme diciptakan oleh dokter Prancis yaitu Charles Lasegue tahun 1877 label
diagnostik untuk pria yang menyinggung tingkah laku yang berulang dan disengaja yaitu
menampilkan alat vital mereka ke public.

Kasus Eksibisionisme

Beberapa minggu terakhir banyak berita yang beredar di media online tentang seseorang yang
memiliki kebiasaan memamerkan alat kelaminnya didepan orang banyak. Korban yang
mengalami kejadian tersebut menceritakan kejadian yang dialaminya disalah satu media
sosial. Salah satu kejadiannya yaitu di daerah Depok dengan pelaku seorang pria. Pada
tanggal 16 oktober 2019, korban bercerita awal mulanya ia sedang menunngu bus di Pesona
Square, dan tidak jauh dari tempat korban berdiri, ada satu motor yang berhenti. Korban
mengira pengemudi motor tersebut adalah salah satu ojek online, namun tidak lama
kemudian, pengemudi motor tersebut maju mendekati korban dan tanpa diduga dia langsung
mengeluarkan penisnya dihadapan korban.

Selain itu ada juga kasus yang terjadi di Samarinda dan pelaku masih pria, diketahui bahwa
pelaku sudah sering melakukan aksinya di depan salah satu SMP di Samarinda, namun pada
saat itu tidak ada yang berani angkat suara tentang kejadian ini. Pelaku eksibisionisme ini
sering melancarkan aksinya saat jam pulang anak sekolah, pelaku melakukan masturbasi
sambil memamerkan penisnya dihadapan anak-anak SMP.

Pelaku tidak hanya pria, namun ada juga wanita yang memiliki kebiasaan yang sama. Hal ini
diketahui dari pelaku sendiri, pelaku sering merekam aksinya dan membagikannya disosial
media. Pelaku sering memesan makanan secara online dan saat jasa antar makannya dating,
maka pelaku akan mengambil makanannya dengan tidak menggunakan busana, sebelum
menerima pesanannya pelaku menyiapkan alat untuk merekam aksinya terlebih dahulu.

Beberapa pelaku eksibisionisme juga ditahan karena korban melaporkan secara langsung
kepihak berwajib dan melalui proses secara hukum.
Penyebab Eksibisionisme

 Psikologis
Salah satu penyebab eksibisionisme diduga karena perkembangan psikologis yang
tidak sempurna semasa anak-anak. Di mana saat itu si penderita mengalami perasaaan
rendah diri, tidak aman serta memiliki orang tua yang dominan dan sangat protektif.
Karena itu, penderita tidak bisa berinteraksi dengan lawan jenisnya. Pengalaman masa
kecil sangat berkontribusi besar terhadap rendahnya tingkat keterampilan sosial dan
harga diri, rasa kesepian dan terbatasnya hubungan intim. Beberapa teori menyatakan
bahwa eksibisionisme bisa muncul apabila terdapat faktor yang memengaruhi. Sering
sekali orang dengan eksibisionisme mengalami penyiksaan fisik dan seksual pada
masa kanak-kanak, dan tumbuh dalam keluarga yang hubungan antara orang tua
dengan anak terganggu. Perilaku eksibisionisme masuk dalam kategori penyimpangan
kejiwaan dalam hal seksual bila memamerkan organ seks untuk kepentingan pribadi.
Eksibisionisme juga masuk dalam kategori narcism, dimana pelaku memuja diri
sendiri. Mereka merasa bangga saat memamerkan alat kelaminnya didepan orang
asing dan menjadi pusat perhatian. Umumnya pengidap eksibisionisme rata-rata sudah
menikah namun memiliki hubungan seksual yang tidak memuaskan dengan
pasangannya
 Biologis
Sebagian besar orang yang mengidap eksibisionisme adalah laki-laki, terdapat
spekulasi bahwa androgen, hormon utama pada laki-laki berperan dalam gangguan
ini. Berkaitan dengan perbedaan dalam otak, suatu disfungsi pada lobus temporalis
dapat memiliki relevansi dengan sejumlah kecil kasus eksibisionisme (Mason,
1997;Murphy, 1997). Namun beberapa ahli juga mengatakan bahwa faktor biologis
berperan sangat kecil sebagai penyebab eksibisionisme. Dalam teori biologis, hal ini
dapat dipengaruhi oleh faktor genetic dan faktor hormonal.
 Sosiokultural
Lingkungan dan budaya yang mendukung yang ada disekeliling pengidap
eksibisionisme dapat menjadi faktor penyebab. Apa yang dilihat di lingkungan dapat
menjadi stimulus bagi individu. Lingkungan juga berperan besar dalam tumbuh dan
kembang seseorang.

Kriteria Eksibisionisme
Eksibisionisme merupakan perilaku yang berulang untuk memamerkan alat kelamin
pada orang asing. Pelakun akan merasa bergairah saat memamerkan alat kelaminnya
dan akan mengalami orgasme selama atau setelah pelaku melakukan aksinya.
Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder edisi IV,
eksibisionisme memiliki beberapa kriteria diagnosis, yaitu:
1. Untuk periode waktu sedikitnya 6 bulan, terdapat khayalan atau fantasi yang
merangsang secara seksual, dorongan atau perilaku seksual yang intens dan
berulang yang melibatkan menunjukkan alat kelamin seseorang pada orang
asing yang tidak menduganya.
2. Orang yang bersangkutan bertindak berdasarkan dorongan tersebut atau
dorongan dan fantasi tersebu tmenyebabkan orang tersebut mengalami distress
masalah interpersonal.

Sedangkan menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi III,
kriteria diagnosis eksibisionisme adalah:

1. Kecenderungan yang berulang atau menetap untuk memamerkan alat kelamin


kepada orang asing (biasanya lawan jenis kelamin) atau kepada orang banyak
di tempat umum, tanpa ajakan atau niat berhubungan lebih akrab.
2. Eksibisionisme hampir sama sekali terbatas pada laki-laki heteroseksual yang
memamerkan pada wanita, remaja, atau dewasa, biasanya menghadap mereka
dalam jarak yang aman ditempat umum. Apabila yang menyaksikan terkejut,
takut atau terpesona, kegairahan penderita menjadi meningkat.
3. Pada beberapa penderita, eksibisionisme merupakan satu-satunya penyaluran
seksual, tetapi pada penderita lainnya kebiasaan ini dilanjutkan bersamaan
(simultaneously) dengan kehidupan seksual yang aktif dalam suatu jalinan
hubungan yang berlangsung lama, walaupun demkian dorongan menjadi lebih
kuat pada saat menghadapi konflik dalam hubungan tersebut.
4. Kebanyakan penderita eksibisionisme mendapat kesulitan dalam
mengendalikan dorongan tersebut dan dorongan ini bersifat “ego-alien”
(sesuatu yang asing bagi dirinya).

Dampak Eksibisionisme

Pada seseorang yang menjadi korban kejahatan eksibisionisme, orang tersebut akan
mengalami shock, selain itu korban juga akan mengalami trauma karena keterkejutan. Korban
lebih mendapat dampak secara psikis dibandingkan fisik. Karena pelaku eksibisionisme tidak
melakukan aksi dengan kontak secara langsung, pelaku memamerkan alat kelamin dan
biasanya sambil masturbasi, namun tidak melakukan hubungan kontak fisik kepada korban

Sedangkan penderita eksibisionisme akan dikucilkan oleh masyarakat, karena penyimpangan


seksual merupakan perilaku yang jauh dari norma-norma yang berlaku dimasyarakat.
Umunya penderita eksibisionisme akan mengasingkan diri sendiri dari masyarakat karena
merasa malu atau takut dengan keadaannya. Selain itu, pelaku juga bisa menerima dampak
secara hukum apabila korban melaporkan kepada pihak berwajib dan kasus tersebut diproses
secara hukum.

Hukum Tentang Eksibisionisme

Kejahatan eksibisionisme seperti peristiwa gunung es, banyak kasus yang terjadi namun
hanya beberapa yang tersorot. Banyak faktor yang menyebabkan tertutupnya kasus
eksibisionisme ini, salah satunya korban terlalu syok saat mengalami kejadian tersebut,
sehingga saat korban sadar dari keterkejutannya pelaku sudah pergi meninggalkan korban
dan korban tidak memiliki bukti apapun untuk melaporkan. Selain itu minimnya kesadaran
masyarakat akan hukum yang berlaku membuat masyarakat menutup suara karena tidak
mengetahui perilaku eksibisionisme juga bisa dikenai sanksi hukum.

Kejahatan Eksibisionisme sendiri merupakan kejahatan tindak pidana yang masuk kedalam
kategori kejahatan kesusilaan, sebagaimana yang telah diatur dalam KUHP BAB XIV tentang
kejahatan Terhadap Kesusilaan. Ancaman sanksi pidana kejahatan kesusilaan dalam KUHP
memiliki sanksi pidana penjara sekurang kurangnya minimal satu tahun dan denda panjara
maksimal lima belas tahun penjara., masing-masing kejahatan kesusilaan telah diancam
dengan sanksi pemberatan, selain itu juga dapat dijatuhi hukuman berganda sesuai dengan
kejahatannya, yaitu dapat dijatuhi hukuman penjara dan dijatuhi hukuman denda.
Pasal 281 UU No.44 Tahun 2008 tentang Pornografi yang berbunyi:
“1). barang siapa dengan sengaja dan terbuka melanggar kesusilaan;
2). barang siapa dengan sengaja dan di depan orang lain yang ada disitu bertentangan dengan
kehendaknya, melanggar kesusilaan.”
Pasal 10 UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi berbunyi :
“Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang
mengatur atau berkaitan dengan tindak pidana pornografi dinyatakan tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini”.
Pasal 36 UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornogafi berbunyi:
“Setiap orang yang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukkan atau dimuka
umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang
bermuatan pornografi lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).”
Selain itu pelaku eksibisionisme juga akan dikenai sanksi pasal 82 Undang - Undang Nomor
23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak apabila menjadikan anak-anak sebagai
korbannya. Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak:
“ Setiap anak berhak untuk hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi. Suatu anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status
kewarganegaraan”.

Cara Menghadapi Kejahatan Eksibisionisme


Eksibisionisme merupakan perilaku yang tidak normal, jauh dari norma-norma yang berlaku
dimasyarakat. Seorang penderita eksibisionisme merasa perlu memamerkan alat genitalnya
kepada orang asing. Beberapa pelaku eksibisionisme menganggap perilaku tersebut
merupakan sebuah gaya hidup, dan beberapa yang lain menganggapnya sebagai cara untuk
merasakan sensasi langkah. Selain itu tidak jarang pelaku eksibisionisme menjadikan
perilaku ini sebagai penyalur seksual utamnya. Umumnya pelaku eksibisionisme akan
melancarkan aksinya ditempat umum seperti halte bus, kereta bahkan di jalanan kota, namun
pelaku akan memilih tempat secara hati-hati.
Menurut Stephan Hart, seorang psikolog forensik bahwa jika berhadapan dengan seorang
pelaku eksibisionisme, cobalah untuk meninggalkan situasi secepat dan setenang mungkin
tanpa memperlihatkan ekspresi yang diharapkan. Karena pelaku eksibisionisme
mengharapakan ekspresi keterkejutan dan ketakutan, pada pelaku pria,sedangkan kekaguman
dan terangsang pada pelaku eksibisonisme wanita. Jangan tunjukkan ekspresi tersebut jika
anda menjadi korban dari kejahatan eksibisionisme. Selain itu cobalah untuk mencari
pertolongan dan mengadukan kepada pihak berwajib sehingga bisa ,diproses secara hukum
dan pelaku menerima sanksi secara hukum. Untuk memberikan bukti kepada pihak
kepolisian, cobalah untuk focus kepada wajah pelaku agar polisi bisa mendapat gambaran
seperti apa wajah pelaku. Berdasarkan kriteria eksibisionisme PPDGJ-III, pelaku akan
melakukan aksi secara berulang-ulang, sehingga dengan adanya laporan mengenai kejadian
yang sama dan bukti berupa sketsa wajah pelaku akan memudahkan pihak kepolisian untuk
menemukan pelaku tersebut.

Eksibisionisme dan Kesehatan Reproduksi


Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwaan-III (PPDGJ-III),
eksibisionisme adalah kecenderungan yang berulang atau menetap untuk memamerkan alat
kelamin kepada orang asing (biasanya lawan jenis) atau kepada orang banyak di tempat
umum, tanpa ajakan atau niat untuk berhubugan lebih akrab. Eksibisionisme dimasukkan
dalam golongom parifilia. Parifilia adalah sekelompok gangguan yang mencakup ketertarikan
seksual terhadap objek yang tidak wajar atau aktifitas seksual yang tidak pada umumnya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi,
kesehatan reproduksi adalah keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak
semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan
proses reproduksi. Seseorang dengan eksibisionisme masuk dalam golongann orang yang
tidak sehat secara mental sehingga penderita eksibisionisme juga tidak sehat secara
reproduksi. Eksibisionisme juga menghilangkan fungsi dan proses reproduksi.
Eksibisionisme sangat penting untuk diketahui oleh setiap lapisan masyarakat agar
masyarakat juga mengetahui cara menghadapi pelaku eksibisionisme dan mencegah agar
tidak menjadi salah satu pelaku eksibisionisme.

Terapi Eksibisionisme
1. Psikoterapi berorientasi tilikan
Merupakan pendekatan yang paling sering digunakan untuk mengobati parafilia.
Pasien memiliki kesempatan untuk mengerti dinamikanya sendiri dan peristiwa-
peristiwa yang menyebabkan perkembangan parifilia. Secara khusus, mereka menjadi
menyadari peristiwa sehari-hari yang menyebabkan mereka bertindak atas impulsnya
(sebagai contohnya, penolakan yang nyata atau dikhayalkan). Psikkoterapi juga
memunginkan pasien meraih kembali harga dirinya dan memperbaiki kemampuan
interpersonal dan menemukan metode yang dapat diterima untuk mendapatkan
kepuasan seksual.
2. Kendali Eksternal
Penjara adalah mekanisme kendali eksternal untuk kejahatan seksual yang biasanya
tidak berisi kandungan terapi
Memberitahu teman sebaya atau anggota keluarga dewasa lain mengenai masalah dan
menasehati untuk menghilangkan kesempatan bagi pelaku untuk menghilangkan
dorongannya.
3. Terapi Aversi
Aversion Theraphy yang dilakukan dengan cara kecemasan diberi pada saat pasien
mengalami rangsangan seksual (rangsangan abnormal) sehingga pasien akan merasa
cemas ketika terjadi rangsangan seksual yang tidak normal tersebut dan menyebabkan
penurunan libido.
Cara yang digunakan biasanya pasien memakai seperangkat elektroda yang dapat
menghantarkan listrik. Dan pasien diberi barang, gambar atau apapun yang menjadi
ranngsangan abnormal baginya. Ketika pasien mulai berfantasi saat itu juga pasien
diberi kejutan listrik yang menyakitkan. Dengan begitu akan timbul rasa cemas ketika
pasien mulai berfantasi.

Daftar Referensi

Dyah, Nur Rochmah dan Yoga Putra Pamungkas, 2018,Deteksi Dini Perilaku
Penyimpangan Seksual Menggunakan Metode Forward Chaining Berbasis Web,
Universitas Ahmad Dahlan.
Prabowo, Andika, 2019, Tinjauan Kriminologi Bagi Seseorang yang Mengalami
Gangguan Eksibisionisme, Universitas Sriwijaya
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.02.02/MENKES/73/2015 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
Jiwa
Wahyuni, Ayu Sri,2017, Mengenal Gangguan Eksibisionistik, Bali.
Ginting, Tribowo Tuahta, 2017, Klasifikasi Gangguan Jiwa menurut PPDGJ III,
RSUP Persahabatan
Peraturan Pemerintah No 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi,
https://peraturan.bpk.go.id

Anda mungkin juga menyukai