Anda di halaman 1dari 6

FUNGSI MUSIK DALAM PANDANGAN ISLAM

Nama
Kelas
Sekolah

: Agustina
: IX.E
: SMP IT Geman Nurani

HUKUM MUSIK DALAM ISLAM


Halal dan haram musik (music) dalam hukum Islam. Musik adalah suatu aktifitas budaya
yang dilakukan oleh hampir semua orang, disengaja atau tidak. Sedikitnya, orang pasti
mendengarkan alunan musik di rumah tetangga, TV, radio, mall, di jalan-jalan, di angkutan
umum, dan lain-lain. Itu artinya, musik harus mendapat status yang jelas dalam perspektif Islam
agar supaya umat tidak melakukan sesuatu tanpa payung hukum syariah.
DEFINISI MUSIK
Dalam pengertian masyarakat umum, kata "musik" merujuk pada suatu seni yang
mengombinasikan antara paduan berbagai alat musik tertentu dengan seni suara. Sehingga,
musik yang hanya menampilkan paduan alat musik saja, seperti musik klasik, atau paduan suara
saja, dianggap "kurang musik". Dalam performa panggung, seni musik juga sering dipadukan
dengan seni tari atau dansa. Terkadang, musik dan lagu disebut terpisah.
Tapi tidak jarang juga dua kata itu disebut secara berkelindan (interchangeable) untuk
pengertian yang sama. Dalam bahasa Arab pun, lagu disebut dengan ghina' (jamak, aghani) (
), sedang musik disebut musiqi (). Tapi, tidak jarang dua kata itu disebut terpisah
dengan makna yang sama. Dalam tulisan ini, kata musik mencakup arti semua seni alat musik
dan lagu/nyanyian. Kecuali apabila disebut secara khusus.
PENDAPAT YANG MENGHARAMKAN MUSIK
Ulama yang mengharamkan musik pun memiliki pandangan yang beragam soal keharaman
dan dalil yang mengharamkannya. Perlu dicatat bahwa musik yang dibahas adalah musik yang
santun yang kata-katanya sopan dan wajar serta tidak mengundang konotasi sex atau syahwat.
Musik yang liriknya bernuansa pornografi, mengundang syahwat dan tampilan panggung yang
tidak islami--mengumbar aurat dan percampuran dan sentuhan laki-laki perempuan bukan
mahram, Jelas hukumnya haram dalam musik atau dalam kehidupan biasa.
DALIL HARAMNYA MUSIK
1. Quran Surat Luqman 31:6:


Artinya: Dan diantara mereka (ada) orang yang mempergunakan lahwal hadits (kata- kata tak
berguna) untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan
Allah itu sebagai bahan olok-olokan. Mereka itu memperoleh adzab yang menghinakan.

2. Hadits Bukhari no. 5590




:

Artinya: Sesungguhnya akan terdapat di kalangan umatku golongan yang menghalalkan zina,
sutra, arak dan alat permainan (musik). Kemudian segolongan (dari kaum Muslimin) akan pergi
ke tebing bukit yang tinggi. Lalu para pengembala dengan ternak kambingnya mengunjungi
golongan tersebut. Lalu mereka didatangi oleh seorang fakir untuk meminta sesuatu. Ketika itu
mereka kemudian berkata: "Datanglah kepada kami esok hari." Pada malam hari Allah
membinasakan mereka, dan menghempaskan bukit itu ke atas mereka. Sisa mereka yang tidak
binasa pada malam tersebut ditukar rupanya menjadi monyet dan babi hingga hari kiamat.
Dalil Quran dan hadits di atas di jadikan dasar oleh para ulama atas haramnya musik dalam
Islam. Ulama dalam kelompok ini antara lain adalah Imam Ibnu Al-Jauzi (Talbis Iblis, hlm.
2321), Imam Qurthubi (Tafsir Qurtuhbi, XIV/51-54), Asy-Syaukani (Nail-ul-Authar, VIII/442).
Sahabat mengharamkan musik antara lain sahabat Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud. Sedang dari tabi'in
antara lain Mujahid, Hasan Al-Basri, Ikrimah, Said bin Zubair, Qatadah dan Ibrahim An-Nakha'i
menafsirkan lahw-al-hadis dalam QS Luqman 31:6dengan arti nyanyian atau menjualbelikan
(menyewakan) biduanita.
3. Ab Ishk Asy-Syirz (madzhab Syafi'i) mengharamkan musik kecuali memainkan rebana
pada pesta perkawinan dan khitanan selain itu haram (Al-Muhadzab II/237)
4. Al-Muhsibi dalam Ar-Risalah: menyanyi itu harm seperti harmnya bangkai.
5. Madzhab Syafi'i: musik itu haram apabila disertai dengan minum arak, bergaul dengan
wanita, dan semua perkara lain yang membawa kepada maksiat.

PENDAPAT YANG MENGHALALKAN MUSIK


Berikut pendapat Sahabat, Tabi'in dan ulama yang membolehkan musik. Tentu saja musik yang
baik.
1. Sahabat Nabi: antara lain Umar bin Khattb, Utsmn bin Affn, Abd-ur-Rahmn bin
Auf, Saad bin Ab Waqqs dan lain-lain (An-Nawawi dalam Al-Umdah).
2. Tabi'in: Sad bin Musayyab, Salm bin Umar, Ibnu Hibbn, Khrijah bin Zaid, dan
lain-lain. (An-Nawawi dalam Al-Umdah)
3. Mazhab Ahl-ul-Madnah, Azh-Zhhiriyah dan jamah Sfiyah, Ab Mansyr AlBaghdd (dari mazhab Asy-Syfi).

4. Mazhab Maliki membolehkan menyanyi dengan maazif (alat-alat musik yang


berdawai).
5. Mazhab Syfii menyanyi adalah makrh tanzh yakni lebih baik ditinggalkan daripada
dikerjakan sedangkan nyanyian pada saat bekerja, seperti mengangkut suatu yang berat,
nyanyian orang Arab untuk memberikan semangat berjalan unta mereka, nyanyian ibu
untuk mendiamkan bayinya, dan nyanyian perang, maka menurut Imm Awz adalah
sunat.
IMAM AL-GHAZALI DALAM IHYA ULUMUDDIN
Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin, "Bab: Ad-Dalil ala Ibahatis Sama'", hlm. 2/269,
menyatakan:
.
.
.
Artinya: Mendengarkan suara-suara (lagu) ini tidak mungkin diharamkan karena alasan indah
atau dihiasi. Maka, tidak bisa mengharamkan suara burung Bulbul dan suara burung-burung lain.
Maka, sebaiknya suara nyanyian dianalogikan pada suara burung bulbul yang keluar dari bendabenda atas usaha manusia sebagaimana yang keluar dari kerongkongannya atau dari tongkat,
rebana,
dll.
IBNU ARABI DALAM AHKMUL QURAN
Abu Bakar ibnul Arabi dalam Ahkamul Quran, hlm. 3/526, menyatakan:
:
:

)
Artinya: Hadits ini (tentang haramnya alat musik) statusnya tidak sahih karena perawinya tidak
tsiqah (tidak bisa dipercaya). Adapun pendapat Tabari yang dimaksud adalah drum (rebana).
Drum terbagi dua: drum untuk perang dan drum untuk permainan. Drum perang tidak masalah
karena dapat memotivasi diri dan menakuti musuh. Sedangkan drum permainan maka hukumnya
seperti rebana, begitu juga alat-alat yang biasa dipakai untuk memeriahkan pernikahan, boleh
dipakai karena akan memperindah ucapan dan menyelamatkan dari keburukan.

Hukum Musik adalah Halal atau Mubah.


Dalam QS Al-Isra 17:64 Allah berfirman:
,

Artinya: Dan hasunglah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan ajakanmu, dan
kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki dan
berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak dan beri janjilah mereka. Dan tidak ada
yang dijanjikan oleh syaitan kepada mereka melainkan tipuan belaka.

Dalam menafsiri ayat tersebut, Ibnu Arabi dalam Ahkamul Quran, hlm. 3/208, menyatakan:
: { } : : :
. : . : . :
} .
:
. { :


. { } :
Artinya: Maksud kata "shout" dalam "shoutika" ada tiga pendapat: (i) bermakna panggilan atau
ajakanmu; (ii) nyanyian atau alat musik seruling; (iii) setiap ajakan ke arah maksiat pada Allah.
Ibnu Abbas berkata: Pendapat pertama adalah makna hakiki. Makna kedua dan ketiga adalah
makna majazi. Yang kedua majaz khusus, sedang yang ketiga majaz umum. Dalam sebuah hadits
"Abu Bakar pernah masuk ke rumah Aisyah di situ terdapat dua budak perempuan Anshar yang
sedang bernyanyi dengan lagu yang pernah dinyanyikan kaum Anshar pada hari bi'ats. Abu
Bakar berkata: Apakah ada seruling setan di rumah Rasulullah? Nabi berkata: Biarkan mereka
(bernyanyi) wahai Abu Bakar karena saat ini hari raya." Dalam hadits ini Nabi tidak mengingkari
Abu Bakar dengan penamaan lagu sebagai seruling setan. Hal itu karena, perkara mubah
terkadang oleh setan dapat dipalingkan ke perkara maksiat lebih banyak dan lebih dekat
dibanding memalingkannya ke perkara wajib. Maka, musik itu apabila murni tanpa efek,
hukumnya mubah (halal). Namun apabila terus-menerus dan berkaitan dengan maksiat maka
menjadi haram. Dalam konteks terakhir ini maka musik atau lagu disebut seruling setan. Itulah
latarbelakang sabda Nabi "Aku dilarang dari dua suara yang bodoh. Lalu Nabi menyebut
menyanhi dan berkabung."

KESIMPULAN HUKUM MUSIK DALAM ISLAM


Ulama sepakat bahwa aktifitas musik baik itu melakukan atau mendengarkan adalah
haram apabila aktifitas itu dapat mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan dosa. Adapun
mendengarkan musik yang isinya berkaitan dengan hal-hal yang baik dan dapat mengingatkan
orang kepada akhirat tidak mengapa bahkan sunat dinyanyikan menurut Al-Auza'i.
Imam Syafi'i seperti dikutip oleh Al-Ghazali menyatakan bahwa tidak ada seorangpun
dari para ulama Hijaz yang benci mendengarkan nyanyian, suara alat-alat musik, kecuali bila di
dalamnya mengandung hal-hal yang tidak baik yang bertentangan dengan hukum syariah.

Anda mungkin juga menyukai