Anda di halaman 1dari 17

PERILAKU SEKSUAL REMAJA PUTRI PADA ANAK

JALANAN TERKAIT KESEHATAN REPRODUKSI

“Diajukan dalam rangka memenuhi tugas metodologi penelitian”

OLEH :
KARMILA (171000061)
NUR AISYAH PUTRI (171000099)
MEYSITA (171000140)
DYZA NADYLA ARSYA (171000267)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
MEDAN
2020
Pendahuluan

Latar Belakang
Posisi anak sangat penting dalam keluarga sebagai penerus untuk mema-jukan
masyaraat dan bangsa. Keharusan anak-anak menjadi pekerja seperti orang dewasa bertujuan
untuk meningkatkan ekonomi keluarga untuk kebutuhan nutrisi dan kesehatan yang terpenuhi
(Herlina Astri, 2014)
Fenomena anak jalanan menjadi salah satu permasalahan sosial yang cukup
memprihatinkan bagi kota-kota besar di Indonesia. Anak jalanan dapat diartikan sebagai
seseorang yang mencari uang dengan cara menghabiskan waktunya dijalanan, hidup dan
tempat tinggal mereka yang berpindah-pindah, karena dari sebagian mereka tidak memiliki
hubungan yang baik dengan keluarga, sehingga mereka bertahan hidup di berbagai tempat
seperti persimpangan lampu merah, terminal, pasar, pertokoan dan tempat makan. (Herlina
Astri, 2014).
Anak jalanan sebagai anak yang menjalani sebagian waktunya dihabiskan dijalanan
untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari di jalanan seperti pusat-pusat keramaian yang
ada di kota (Kemensos RI, 2017). Berdasarkan UNICEF dalam Tjutujup Purwoko (2013)
anak jalanan merupakan anak-anak berumur 16 tahun, melepaskan diri dari keluarga, sekolah
dan lingkungan masyarakat terdekatnya dan larut dalam kehidupan yang berpindah-pindah di
jalan.
Berdasarkan data Dinas Sosial Kota Medan pada Tahun 2017 menyatakan bahwa
jumlah anak jalanan sebanyak 221 anak yang terdaftar di Kota Medan. Kemudian jumlah
anak jalanan meningkat mencapai 289 anak pada Tahun 2018. Sedangkan jumlah anak
jalanan pada pertengahan Tahun 2019 sebanyak 150 anak jalanan.
Berdaarkan data Yayasan Kelompok Kerja Sosial Perkotaan (KKSP) Medan Tahun
2018 jumlah anak jalanan di Kota Medan yang mendapat pendampingan sebanyak 198 orang
yang jumlah perempuan 79 anak dan laki-laki sebanyak 119, usia 5-9 tahun sebanyak 17
orang, usia 10-14 tahun sebanyak 105 anak sedangkan usia 15-19 tahun berjumlah 76 anak,
pendidikan SD berjumlah 95 anak, pendidikan SMP berjumlah 61 anak, dan pendidikan SMA
berjumlah 42 anak dan mereka tersebar di beberapa daerah.
Kehidupan anak jalanan banyak menghadapi berbagai permasalahan antara lain
masalah kesehatan dan keselamatan jiwa anak jalanan sangat rentan karena selama mereka
beraktivitas yang tidak dijaga oleh orang sekitar akan berdampak buruk karena tidak
terjaminnya kesehatan dan keselamatan yang mereka dapat. Perlakukan kekerasan secara
fisik maupun psikologis, dan kriminalitas yang terkait dengan kasus narkotika. Selain itu,
permasalahan yang lebih potensial terjadi ialah seks bebas. Permasalahan tersebut umumnya
dialami oleh anak jalanan usia 13-18 tahun, di mana usia tersebut tergolong usia remaja.
Potensi terbesar terhadap perilaku menyimpang yang dialami oleh anak jalanan ialah
pengearuh teman sebaya (Suharti, 2009 dan Nurmala, 2008).
Permasalahan perilaku seksual pada anak-anak ternyata menjadi masalah yang juga
terjadi pada anak-anak jalanan dengan tingkat ekonomi di bawah rata-rata ang dialami oleh
anak-anak jalanan. Berdasarkan survei yang dilakukan Rikawarastuti (2013) pada 1284 anak
jalanan, dari jumlah tersebut ditemukan sebanyak 6,9% pernah melakukan hubungan seksual,
46,1% melakukan dengan pacar. Pasangan dalam berhubungan seksual pun bervariasi dari
mulai dengan pekerja seks serta ganti-ganti pasangan sesama anak jalanan. Hal ini cukup
memprihatinkan mengingat keberadaan mereka selama dijalanan tentu akan mempengaruhi
nilai-nilai yang diterima dan bukan hal yang tidak mungkin nilai-nilai tersebut akan
mempengaruhi cara berpikir serta perkembangan psikologinya, mengingat dampak perilaku
seksual yang tidak bertanggung jawab sejak dini dapat menimbulkan masalah sosial lainnya
dikemudian hari.
Perilaku seksual ini akan memberi dampak buruk bagi remaja yang merupakan aset
bangsa ke depannya. Seks bebas sendiri dapat memberikan dampak buruk pada fisiologis dan
psikologi remaja. Beberapa dampak seks bebas yaitu kehamilan di luar nikah, aborsi,
kelainan seksual, hingga penyakit kelamin. Seluruh dampak seks bebas ini dapat
menyebabkan remaja mengalami gangguan psikologi berupa depresi dan trauma akibat
dikucilkan (Rahmawati dan Realita, 2017).
Seks edukasi dini masih tabu untuk dibahas di Indonesia dan para orang tua yang
masih bingung untuk memulai pembahasan mengenai seks edukasi sehingga perilaku seks
mengakibatkan dampak buruk para remaja yang mungkin bahkan meraka tidak tahu apa yang
dilakuakan pada saat ini. Perilaku seks bebas pada remaja dipengaruhi oleh faktor hubungan
anatara orang tua dengan remaja, tekanan teman sebaya, pemahaman tingkat agama, dan
ekspour media pornografi dalam penelitian (Qomarasari, 2015). Teman sebaya menjadi
faktor yang sangat dominan dalam mempengaruhi perilaku seksual dengan remaja. Walaupun
demikian keluaraga terutama orang tua sangat berpengaruh dalam hubungan remaja dengan
teman sebaya itu sendiri.
Perumusan Masalah
Perilaku seksual pada masa ini terkhusus pada anak jalanan yang hidup bebas hanya
bergantung pada teman sebaya sudah pada tahap berisiko tinggi terhadap potensi penyakit
menular seksual serta kurang perawatan terhadap kesehatan reproduksi yang akan berdampak
buruk terhadap kehidupan maka peneliti ingin mengeksplor lebih dalam terkait permasalahan
yang ada. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumusakan permasalahan
sebagai berikut:“Bagaimana perilaku seksual remaja putri pada anak jalanan terkait kesehatan
reproduksi”.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku
seksual remaja putri pada anak jalanan terkait kesehatan reproduksi.
Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui sebab anak menjadi anak jalanan.
2. Untuk mengetahui pemahaman dan bentuk perilaku seksual remaja putri pada anak
jalanan.
3. Untuk mengetahui dampak dari perilaku seksual yang dialami remaja putri anak jalanan.
Manfaat Penelitian
Manfaat Teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan sebagai
bahan atau data informasi dibidang ilmu kesahatan masyarakat yang bermanfaat bagi
masyarakat dan kalangan akademis sekaligus menambah ilmu pengetahuan dibidang ilmu
kesehatan masyarakat terkhsusu mengenai pertanggungjawaban perilaku seksual remaja putri
pada anak jalanan. Pengetahuan tentang perilaku seksual remaja putri pada anak jalanan juga
akan membantu menyelesaikan persoalan yang sering terjadi dalam kehidupan.
Manfaat praktis. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai
bahan masukkan bagi kalangan akademis, masyarakat dan pemerintah khususnya dalam
perilaku seksual remaja putri pada anak jalanan, serta dapat memberikan informasi dan
pengetahuan bagi pihak-pihak yang ingin melakukan penelitian dibidang yang sama.
1. Bagi instansi, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan , pertimbangan dan
bahan evaluasi khususnya bagi Yayasan Kelompok Kerja Sosial Perkotaan (KKSP)
Medan dan Dinas Sosial Kota Medan guna meningkatkan pelaksanaan program yang
diberikan pada anak jalanan..
2. Bagi peneliti, adanya penelitian ini peneliti mampu mengaplikasikan ilmu yang telah
diperoleh selama ini ke dalam penelitian dan dapat menambah ilmu pengetahuan dan
keterampilan dalam penulisan skripsi
Tinjauan Pustaka
Agar terdapat persamaan persepsi dalam membaca rencana penelitian ini maka di
pandang perlu untuk menjelaskan apa yang di maksud dengan istilah-istilah di bawah ini:
Perilaku
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh organisme atau
makhluk hidup yang bersangkutan. Semua makhluk hidup mulai dari binatang sampai
manusia memiliki aktivitas masing-masing. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai
berbagai kegiatan yang sangat luas yakni di antaranya berjalan, menulis, berbicara, membaca
dan seterusnya, kemudian secara singkat aktivitas manusia di kelompokkan menjadi dua
bagian yakni aktivitas yang dapat diamati orang lain dan aktivitas yang tidak dapat diamati
orang lain.
Berdasarkan pendapat seorang ahli psikologi yang bernama Skiner, reaksi atau respon
seseorang terhadap suatu stimulus ataupun rangsangan yang terjadi dari arah luar disebut
sebagai perilaku seseorang. Perilaku pada manusia dapat terjadi melalui proses terjadinya
stimulus, organisme, dan respon yang dapat disebut dengan teori S-O-R. Berdasarkan teori
S-O-R, perilaku pada manusia dapat juga dikelompokkan menjadi dua, ialah perilaku dengan
cara tertutup (convert behavior) dan perilaku dengan cara terbuka (over behavior) (Soekidjo,
2010).
Perilaku Seksual
Perilaku seksual ialah perilaku yang melibatkan sentuhan secara fisik anggota badan
antara pria dan wanita yang telah mencapai pada tahap hubungan intim, yang biasanya
dilakukan oleh pasangan suami isteri (Irawati dan Pruhgiyanto, 2005). Perilaku seksual
adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik yang dilakukan sendiri,
dengan lawan jenis maupun sesama jenis tanpa adanya ikatan pernikahan menurut agama
menurut (Sarwono, 2003). Perilaku seksual yang sehat dan adaptif dilakukan di tempat
pribadi dalam ikatan yang sah menurut hukum, sedangkan perilaku seksual pranikah
merupakan perilaku seksual yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi
menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing (Mu’tadin, 2002).
Tjiptaningrum, (2009) mengatakan bahwa perilaku seksual ringan mencakup:
menaksir, pergi berkencan, mengkhayal, berpegangan tangan, berciuman ringan, saling
memeluk, sedangkan yang termasuk kategori berat adalah: berciuman bibir atau mulut dan
lidah, meraba dan mencium bagian sensitif,menempelkan alat kelamin, oral seks,
berhubungan seksual. Menurut Sarwono (2007) bentuk tingkah laku seks bermacam-macam
mulai dari perasaaan tertarik, pacaran, kissing, kemudian sampai intercrouse meliputi:
1. Kissing. Ciuman yang dilakukan untuk menimbulkan rangsangan seksual, seperti di bibir
disertai dengan rabaan pada bagian-bagian sensitif yang dapat menimbulkan rangsangan
seksual. Berciuman dengan bibir tertutup merupakan ciuman yang umum dilakukan.
Berciuman dengan mulut dan bibir terbuka, serta menggunakan lidah yang disebut
french kiss. Kadang ciuman ini juga dinamakan mendalam.
2. Necking. Berciuman di sekitar leher ke bawah. Necking merupakan istilah yang
digunakan untuk menggambarkan ciuman disekitar leher dan pelukan yang lebih
mendalam.
3. Petting. Perilaku menggesek-gesekkan bagian tubuh yang sensitif, seperti payudara dan
organ kelamin. Langkah yang lebih mendalam dari necking ini termasuk merasakan dan
mengusap-ngusap tubuh pasangan termasuk lengan, dada, buah dada, kaki, dan kadang-
kadang daerah kemaluan, baik di dalam atau di luar pakaian.
4. Intercrouse. Bersatunya dua orang secara seksual yang dilakukan oleh pasangan pria dan
wanita yang ditandai dengan penis pria yang ereksi masuk ke dalam vagina untuk
mendapatkan kepuasan seksual.
Anak Jalanan
Pengertian anak jalanan telah banyak dikemukakan oleh banyak ahli. Secara khusus,
anak jalanan menurut PBB adalah anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya
dijalanan untuk bekerja, bermain atau beraktivitas lain. Anak jalanan tinggal di jalanan
karena dicampakkan atau tercampakkan dari keluarga yang tidak mampu menanggung beban
karena kemiskinan dan kehancuran keluarganya (Abu huraerah, 2006).
Anak jalanan ialah mereka yang berusia 5-18 tahun yang karena sebab tertentu
(karena beberapa kemungkinan seperti kemiskinan, salah seorang dari orang tua/wali sakit,
salah seorang/kedua orang tua/wali pengasuh meninggal, keluarga tidak harmonis, tidak ada
pengasuh) sehingga tidak dapat terpenuhinya kebutuhan dasar dengan wajar baik jasmani,
rohani, maupun sosial.
Anak jalanan menurut Undang-Undang RI No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak dalam Pasal 1 ayat (6) menyebutkan bahwa anak jalanan adalah anak yang tidak
terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual. Demikian juga halnya
dengan menurut Undang-Undang N0. 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak Pasal 1 ayat
(7) menyebutkan anak jalanan adalah anak yang karena suatu sebab orang tuanya melalaikan
kewajibannya sehingga kebutuhan anak tidak dapat terpenuhi dengan wajar secara rohani
jasmani, maupun sosial.
Remaja
Secara etimologi remaja berarti tumbuh menjadi dewasa, pengertian ini kemudian
dikembangkan oleh organisasi kesehatan dunia (WHO) bahwa defenisi remaja (adolescence)
ialah mereka yang berada pada periode 10-19 tahun. Kemudian menurut PBB dewasa disebut
juga kaum muda (youth) untuk usia 15 sampai 24 tahun. Adapun defenisi remaja yang
ditinjau dari 3 sudut pandang yaitu; (Eny Kusmiran, 2014)
1. Secara kronologis, remaja adalah individu yang berusia antara 11-12 tahun sampai 20-21
tahun.
2. Secara fisik, remaja ditandai oleh ciri perubahan pada penampilan fisik dan fungsi
fisiologis, terutama yang terkait dengan kelenjar seksual.
3. Secara psikologis, remaja merupakan masa dimana individu mengalami perubahan-
perubahan dalam aspek kognitif, emosi, sosial, dan moral, diantara masa anak-anak
menuju masa dewasa.
Perilaku Seks pada Anak Jalanan
Jenis-jenis seks bebas hampir sama dengan yang dilakukan dengan orang-orang yang
bukan hidup dijalanan. Seperti ciuman, pelukan, termasuk juga berhubungan intim, berupa
dari jenis kelamin melalui oral seks dari mulut, sodomi yang dilakukan tidak jauh berbeda
dengan jenis-jenis perilaku seks bebas pada anak jalanan dengan orang-orang yang pernah
merasakan hubungan seks. Paling tidak gerakannya yang berbeda-beda ataupun lokasi
tempatnya juga berbeda-beda. Sebagai informasi tempat melakukan hubungan seks tersebut
biasanya dilakukan di hotel-hotel yang harganya terjangkau biayanya (menengah ke bawah),
biasanya juga sering dilakukan di taman, di penginapan-penginapan, kost-kostan teman. Itu
semua dilakukan oleh anak jalanan yang melakukan seks bebas biasanya dilakukan pada
malam hari.
Menurut Nassarudin Toha (1997), adapun jenis-jenis perilaku seks bebas yang pada
umumnya dilakukan oleh anak jalanan adalah :
Biseksual. Biseksual adalah orang yang mempunyai karakter dari kedua jenis
kelamin. Menurut kamus psikologi (Dali Gulo) biseksual adalah mempunyai ciri keunikan
seks atau tertarik dalam tingkat yang sama oleh anggota kedua seks. Dapat dipahami bahwa
biseksual adalah suatu waktu yang berhubungan badan dengan lawan jenis dan lain waktu
berhubungan dengan sejenis. Kelompok ini praktis paling berbahaya karena mereka
berpotensi menyebarkan penyakit kelamin.
Heteroseksual. Istilah heteroseksual hampir identik dengan perzinahan, pelacuran
dan promiscuity (gonta-ganti pasangan). Kelompok heteroseksualmelakukan hubungan
seksual normal yaitu terhadap lawan jenis namun prakteknya dilakukan diluar jalur
pernikahan. Kelompok heteroseksual jika dilakukan terhadap banyak pasangan jelas
berbahaya dan rentan terhadap berbagai penyakit kelamin.
Homoseksual. Menurut kamus psikologi, homoseksuality adalah kecenderungan
memiliki hasrat seksual atau mengadakan hubungan seksual dengan jenis kelamin yang sama
(Dali gulo). Menurut insiklopedi Indonesia (1980) homoseksualitas adalah istilah untuk
menunjukan gejala-gejala adanyadorongan seksual dan tingkah laku terhadap orang lain dari
kelamin sejenis. Kaum homoseksual paling berpotensi menyebarkan penyakit AIDS .
Seks bebas. Seks bebas lebih luas dan tidak terbatas. Kelompok seks bebas
menghalalkan segala cara dalam melakukan seks dan tak terbatas pada kelompok orang.
Sewaktu-waktu mereka bisa melakukan seksual dengan orang lain dan dilain waktu mereka
juga bisa menggauli keluarganya sendiri baik adik, kakak atau keluarga terdekat bahkan
mungkin orangtua dan anaknya sendiri. Dimana seks bebas ini sering dilakukan dengan
adanya suatu perkumpulan (kumpul kebo) tanpa adanya memiliki moral.
Sodomi. Sodomi pada awalnya istilah yang digunakan untuk hewan. Namun kini
perluasan penyimpangan sodomi telah membaur dan semakin banyak. Perbuatannya bisa
dilakukan terhadap pria ataupun wanita, anak kecil atau dewasa dan biasanya terhadap orang
yang memegang bisa dikuasainya dari segi psikologis. Mereka biasanya merayu korban
dengan berbagai iming-iming seperti uang, atau akan mendapat ancaman. Pelaku sodomi
biasanya memiliki latarbelakan yang sangat jauh dari norma agama dan masyarakat. Para
pelakunya biasanya anak jalanan atau mereka yang kesehariannya hidup di wilayah terminal
atau teman-teman terdekat anak jalanan tersebut.
Samen leven. Perilaku samen leven merupakan perilaku hidup bersama atau
kelompok tanpa ada sedikit pun niat untuk melangsungkan pernikahan. Mereka melakukan
kepuasan seksual baik secara suka sama suka atau mungkin hanya sekedar memenuhi
kebutuhan seks tanpa adanya dasar cinta sama sekali. Perilaku seperti ini hampir mirip
dengan kumpul kebo, bedanya samen leven biasanya terhadap temen dan tidak pada keluarga
sendiri.
Perkosaan. Perkosaan adalah perilaku menyimpang dimana untuk merasakan
kepuasaan seksual dengan cara memaksa orang lain atau istrinya untuk melakukan hubungan
seksual. Di mana perilaku ini tidak mempedulikan apakah pasangan mereka merasa
kesakitan, menikmati atau tidak menikmati hubungan intim tersebut.
Aborsi. Aborsi atau pengguguran kandungan sebenarnya bukan bentuk
penyimpangan seksual melainkan proses pembatalan kehidupan. Aborsi sangat erat kaitannya
dengan seks bebas. Aborsi jugs berarti pelarian dari tanggung jawab atas kehamilan dari
hubungan seks bebas. Secara fisik aborsi bisa berdampak pada kanker rahim jika darah
sewaktu pengguguran tidak bersih.
Pelecehan seksual. Pelecehan seksual berarti penghinaan terhadap nilai seksual
seseorang yang ada pada tubuhnya. Dimana sebagian besar tubuh wanita dipandag
mengandung nilai seks (daya tarik seks). Pelecehan seksual bisa dalam tindakan, ucapan,
tulisan, gambaran atau gerak tubuh yang dinilai oleh seorangwanita atau merendahkan
martabat kewanitaannya seperti, meraba, mencium, mendekap dan lain-lain. Sekalipun tidak
melakukan seksual namun tindakan seperti ini telah memberikan kepuasan tersendiri bagi
para pelaku. Pelecehan seksual juga merupakan dampak dari ketidakmampuan seseorang
dalam mengendalikan hawa nafsu terhadap lawan jenis sebagai objek pelampiasan.
Faktor-Faktor Perilaku Seksual Pranikah
Apabila seorang individu menyadari bahwa hubungan seksual pranikah adalah
tindakan yang tidak dapat diterima oleh keluarga dan lingkungan komunitas, maka potensi
remaja tersebut untuk melakukan seksual pranikah akan semakin kecil (Jawiah dalam Loveria
2012). Berikut adalah penjabaran penjelasan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku seksual pranikah yaitu :
Pacaran. Dalam pengertian luas pacaran berarti upaya mengenal karakter seseorang
yang dicintai dengan cara mengadakan tatap muka. Bahkan lebih tegas lagi, pacaran masa
sekarang pada hakikatnya hanya ingin menjadi pelampiasan keinginan seksual yang tertunda.
Pacaran diartikan pertemuan rutin dengan kekasih untuk menumpahkan segala hasrat dengan
berbagai bumbu tertentu seperti berpegangan tangan, saling pandang, bergandengan,
berciuman, dan berpelukan bahkan hingga hubungan seksual. Pacaran dengan gaya seperti ini
bisa juga diartikan upaya pengkikisan nilai dan rasa cinta, ia mulai tidak mencintai gadis itu
dan hanya ingin melakukan hubungan seksual dengannya saja tanpa mengadakan hubungan
pernikahan. Mereka yang terlanjur melakukannya akan mendatangkan penderitaan dalam
kehidupannya sehari-hari.
Pengetahuan terhadap perilaku seksual. Kebanyakan remaja tidak memiliki
pengetahuan yang akurat tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas. Selain itu remaja juga
tidak memiliki akses terhadap pelayanan dan informasi biasanya hanya dari teman atau
media, yang biasanya sering tidak akurat. Hal inilah yang menyebabkan remaja perempuan
rentan terhadap kematian maternal.
Kematian anak dan bayi, aborsi tidak aman, IMS, kekerasan atau pelecehan seksual
dan lain-lain. Kurangnya pemahaman tentang perilaku seksual pada masa remaja amat
merugikan bagi remaja itu sendiri termasuk keluarganya, sebab pada masa ini remaja
mengalami perkembangan yang penting yaitu kognitif, emosi, sosial dan seksual. Kurangnya
pemahaman ini disebabkan berbagai faktor antara lain adat istiadat, budaya, agama, dan
kurangnya informasi dari sumber yang benar (Pangkahila dalam Soetjiningsih, 2010).
Menurut Astuti dalam Susilawaty (2012), pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi
sangat mempengaruhi perilaku remaja untuk hidup sehat, khususnya yang terkait dengan
kesehatan reproduksi.
Sikap terhadap perilaku seksual. Menurut Bungin (2001) dalam Fadhila (2010),
Sikap seksual adalah respon seksual yang diberikan oleh seseorang setelah melihat,
mendengar atau membaca informasi serta pemberitaan, gambar-gambar yang berbau porno
dalam wujud suatu orientasi atau kecenderungan dalam bertindak. Sikap yang dimaksud
adalah sikap remaja terhadap perilaku seksual pranikah. Pengetahuan seksual pranikah dapat
mempengaruhi sikap individu tersebut terhadap seksual pranikah. Remaja yang mendapat
informasi yang benar tentang seksual pranikah maka mereka akan cenderung mempunyai
sikap negatif.Sebaliknya remaja yang kurang pengetahuannya tentang seksual pranikah
cenderung mempunyai sikap positif/sikap menerima adanya perilaku seksual pranikah
sebagai kenyataan sosiologis.
Paparan media pornografi Menurut Boyke dalam Evina (2006), pornografi adalah
tulisan, gambar, televisi, atau bentuk komunikasi lain yang melukiskan orang, hampir
sebagian besar perempuan tetapi terkadang laki-laki dan anak-anak, dalam pose yang erotis
(menggairahkan secara seksual) atau aktivitas seksual yang menentang, menyimpang dari apa
yang disebut sehat dan normal. Menurut Kusmiran (2012), kondisi hormonal remaja dapat
menyebabkanremaja semakin peka terhadap stimulus seksual berupa visual, sentuhan,
audiovisual dan lainnya sehingga mendorong munculnya perilaku seksual. Dengan
meningkatnya dorongan seksual, remaja akan mudah sekali terangsang secara seksual.
Membaca bacaan romantis, melihat gambar romantis, melihat alat kelamin lawan jenis, atau
menyentuh alat kelaminnya akan dapat menimbulkan rangsangan seksual. Banyak sekali
informasi melalui media massa, cetak, elektronik yang ditayangkan secara vulgar dan bersifat
tidak mendidik, tetapi lebih cenderung mempengaruhi dan mendorong perilaku seksual yang
tidak bertanggung jawab. Keterpaparan remaja terhadap pornografi dalam bentuk bacaan
berupa buku porno, melalui film porno semakin meningkat. Konsultasi seks yang diberikan
melalui media elektronik yang disebut sebagai pendidikan seks, penayangan film tertentu di
televisi dapat menyebabkan salah persepsi atau pemahaman yang kurang tepat terhadap
kesehatan reproduksi (Pinem, 2009). Dampak negatif dari media terutama pornografi
merupakan hal yang serius untuk ditangani. Makin meningkatnya jumlah remaja yang
terpapar pornografi merupakan suatu masalah besar yang dapat berkontribusi terhadap
meningkatnya jumlah remaja yang berperilaku seksual aktif. Semakin meningkatnya
prevalensi penyakit yang diakibatkan oleh perilaku seksual aktif pada remaja juga
berpengaruh terhadap meningkatnya permasalahan pada kesehatan reproduksi remaja.
Peran Orang Tua. Keluarga mempunyai pengaruh yang cukup besar bagi
perkembangan remaja karena keluarga merupakan lingkungan social pertama, yang
meletakkan dasar-dasar kepribadian remaja. Selain orang tua, saudarakandung dan posisi
anak dalam keluarga juga berpengaruh bagi remaja. Pola asuh orang tua sangat besar
pengaruhnya terhadap remaja. Pola asuh otoriter, demokratik, ataupun permisif memberikan
dampak yang berbeda bagi remaja. Orang tua yang menerapkan pola asuh yang otoriter
dimana orang tua menerapkan disiplin yang kaku dan menuntut anak untuk mematuhi aturan-
aturannya, membuat remaja menjadi frustasi. Sebaliknya pola asuh yang permisif di mana
orang tua memberikan kebebasan kepada anak namun kurang disertai adanya batasan-batasan
dalam berperilaku, akan membuat anak kesuliatan dalam mengendalikan keinginan-
keinginannya maupun dalam perilaku untuk menunda pemuasan. Pola asuh demokratik yang
mengutamakan adanya dialog antara remaja dan orang tua akan lebih menguntungkan bagi
remaja, karena selain memberikan kebebasan kepada anak, tetapi juga disertai dengan adanya
kontrol dari orang tua sehingga apabila terjadi konflik atau perbedaan pendapat diantara
mereka dapat dibicarakan dan diselesaikan bersama-sama (Marheni dalam Soetjiningsih,
2010). Kebanyakan orang tua yakin bahwa menjauhkan pengetahuan seks dari remaja akan
menyelamatkan mereka dari seks bebas yang sudah menjadi trend hidup modern saat ini. ini
merupakan cara pandang yang kurang benar. Perkembangan biologis, fisiologis, dan
psikologis remaja memang mendorong mereka untuk mencari informasi tentang seks dengan
sendirinya. Tanpa pengetahuan yang benar mereka akan mencari informasi dengan cara
mereka sendiri. Dan cara tersebut sebagian besar tidak informatif serta menjerumuskan.
Pengetahuan yang benar tentang seks akan mendorong remaja untuk berpikir tentang risiko-
risiko yang akan mereka hadapi ketika merekamelakukan seks bebas. Sayangnya, kini
sebagian besar orang tua kehilangan kemampuan untuk berkomunikasi dengan anak
mengenai pengetahuan seks (Riandini, 2011). Menurut Irmayani (2008), perilaku yang tidak
sesuai dengan tugas perkembangan remaja pada umumnya dapat dipengaruhi oleh orang tua.
Bilamana orang tua mampu memberikan pemahaman mengenai perilaku seks kepada anak-
anaknya, maka anak-anaknya cenderung mengontrol perilaku seksnya itu sesuai dengan
pemahaman yang diberikan orang tuanya.
Peran teman sebaya. Teman sebaya ialah mereka anak-anak atau remaja dengan
tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama (Santrock, 2003). Salah satu fungsi teman
sebaya adalah untuk memberikan berbagai informasi dan perbandingan tentang dunia di luar
keluarga. Menurut Andayani dalam Susilawaty (2012), mengatakan bahwa dukungan teman
sebaya menjadi salah satu motivasi dalam pembentukan identitas diri seorang remaja dalam
melakukan sosialisasi, terutama ketika ia mulai menjalin asmara dengan lawan jenis.
Selanjutnya kadang kala teman sebaya menjadi salah satu sumber informasi yang cukup
berpengaruh dalam pembentukan pengetahuan seksual dikalangan remaja, akan tetapi
informasi teman sebaya bisa menimbulkan dampak negatif karena informasi yang mereka
peroleh hanya melalui tayangan media atau berdasarkan pengalaman sendiri.
Kuatnya pengaruh teman sebaya karena remaja lebih banyak berada diluar rumah
bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok, maka dapatlah dimengerti bahwa
pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku
lebih besar daripada pengaruh keluarga.
Alasan Remaja Melakukan Perilaku Seksual.
Menurut Dianawati (2006), bahwa alasan seorang remaja melakukan hubungan seks
di luar pernikahan terbagi dalam beberapa faktor yaitu :
Tekanan dari teman. Pada umumnya remaja tersebut melakukan seks pranikah
hanya sebatas ingin membuktikan bahwa dirinya sama dengan teman-temannya, sehingga
remaja tersebut dapat diterima menjadi bagian dari anggota kelompoknya seperti yang
diinginkan. Hal ini didukung oleh pernyataan Suri Muharani (2013) diketahui ada 71
siswa/siswi yang terpengaruh teman sebaya terhadap perilaku seksual pranikah paling banyak
pada kategori kurang baik yaitu 54 siswa/siswi (76,1%) dan paling sedikit pada kategori baik
yaitu 17 siswa/siswi (23,9%).
Tekanan dari pacar. Karena kebutuhan seseorang untuk mencintai dan dicintai,
seseorang harus rela melakukan apa saja terhadap pasangannya, tanpa memikirkan resiko
yang nanti dihadapi. Hal ini didukung Bintang Sitorus (2011) dalam penelitiannya
menunjukkan bahwa dari 73 remaja melakukan hubungan seksual bersama pacar dengan
alasan menunjukkan rasa cinta dan sayang sehingga melakukan perbuatan ini sebasar 6,8%.
Adanya kebutuhan badaniah. Seks menurut beberapa ahli merupakan kebutuhan
dasar yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang. Hal ini didukung oleh
pernyataan Suri Muharani (2013) dalam penelitiannya bahwa dari 71 remaja ditemukan
remaja yang melakukan kegiatan pemuasan birahi sebesar 11,3%. Pada penelitian lainnya
Bintang Sitorus (2011) menyatakan bahwa dari 73remaja ditemukan remaja yang pernah
melakukan masturbasi atau onani sebesar 42,5%.
Rasa penasaran. Pada masa remaja keingintahuannya begitu besar terhadap seks.
Apalagi teman-temannya mengatakan bahwa seks terasa nikmat. Ditambah lagi adanya
segala informasi yang tidak terbatas masuknya. Maka, rasa penasaran tersebut semakin
mendorong mereka untuk lebih jauh lagi melakukan berbagai macam percobaan sesuai
dengan yang diharapkannya. Hal ini didukung oleh pernyataan Suri Muharani (2013) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa dari 71 remaja ditemukan remaja yang selalu
membicarakan masalah seksual saat berkumpul sebesar 50,7%.
Pelampiasan diri. Faktor ini tidak hanya datang dari diri sendiri. Misalnya, karena
terlanjur melakukan hubungan seksual, seorang remaja perempuan biasanya berpendapat
bahwa sudah tidak ada lagi yang dapat dibanggakan dalam dirinya. Maka, dengan pikirannya
tersebut ia akan putus asa dan mencari pelampiasan yang akan semakin menjerumuskannya
kedalam pergaulan bebas. Hal ini didukung oleh penelitian Afritayeni, dkk (2018) yang
menyatakan bahwa dari 77 remaja ditemukan remaja yang memiliki dorongan seksual dengan
perilaku seksual berisiko sebesar 80%.
Menurut pangkahila yang dikutip dari Soetjiningsih (2010), hubungan seksual yang
pertama kali dialami oleh remaja dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu :
1. Waktu atau saat mengalami pubertas. Saat itu remaja tidak pernah memahami tentang
apa yang dialaminya.
2. Kontrol sosial yang kurang tepat yaitu terlalu ketat atau terlalu longgar.
3. Frekuensi pertemuan dengan pacarnya.
4. Hubungan antar pasangan remaja makin romantis.
5. Kondisi keluarga yang tidak memungkinkan untuk mendidik anak memasuki masa
remaja dengan baik.
6. Kurangnya kontrol dari orang tua. Orang tua terlalu sibuk sehingga perhatian terhadap
anak kurang baik.
7. Status ekonomi. Remaja yang hidup dengan fasilitas yang berkecukupan akan lebih
mudah melakukan pesiar ketempat-tempat rawan yang memungkinkan adanya
kesempatan melakukan hubungan seksual. Sebaliknya kelompok ekonomi lemah tapi
banyak tuntutan/kebutuhan, mereka mencari kesempatan untuk memanfaatkan dorongan
seksnya demi mendapatkan sesuatu.
8. Korban pelecehan seksual yang berhubungan dengan fasilitas antara lain sering
mempergunakan kesempatan yang rawan misalnya pergi ketempat-tempat sepi.
9. Tekanan dari teman sebaya. Kelompok sebaya kadang-kadang saling ingin menunjukkan
penampilan diri yang salah untuk menunjukkan kema-tangannya, misalnya remaja ingin
menunjukkan bahwa mereka sudah mampu membujuk seorang perempuan untuk
melayani kepuasan seksualnya.
10. Penggunaan obat-obat terlarang dan alkohol.
11. Adanya keinginan untuk menunjukkan cinta pada pacarnya.
12. Penerimaan aktivitas seksual pacarnya.
Risiko Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja
Banyak remaja telah melakukan hubungan seksual pranikah sehingga mengakibatkan
kehamilan yang tidak diinginkan. Menurut Surbakti (2008) dalam Evina (2010), jika seorang
remaja hamil, ia memikul tiga kesulitan sekaligus yang datang pada saat bersamaan, yakni:
Menyangkut keremajaan mereka sendiri. Sebagai remaja mereka sedang mencari
identitas. Mungkin sekali mereka sedang gelisah, cemas dan bingung dalam pencarian
identitas tersebut. Pada saat pergumulan keremajaan mereka belum tuntas, kehamilan akan
menambah persoalan baru dan menambah kebingungan mereka
Menjadi orang tua pada masa remaja. Melahirkan usia remaja memiliki risiko bagi
dirinya dan bayi yang dilahirkannya. Karena ia akan sulit untuk merawat bayinya, bahkan
kemungkian besar bayinya akan terlantar dan sulit mengharapkan ia mampu memberikan
pola asuh yang baik terhadap bayinya.
Terpaksa menikah dini. Hamil muda menyebabkan remaja perempuan harus
meninggalkan bangku sekolah. Kalau ia menikah dengan remaja laki-laki yang
menghamilinya, pasangannya juga harus berhenti sekolah. Bagaimana mereka harus
membiayai rumah tangga mereka sedangkan mereka tidak bekerja. Situasi ini akan membuat
mereka stress sehingga memicu persoalan berikutnya. Menurut Sarwono (2011), perilaku
seksual pranikah dapat menimbulkan berbagai dampak negatif pada remaja, diantaranya
sebagai berikut :
1. Dampak psikologis diantaranya perasaan marah, takut, cemas, depresi, rendah diri,
bersalah dan berdosa.
2. Dampak fsiologis diantaranya dapat menimbulkan kehamilan yang tidak di inginkan dan
aborsi.
3. Dampak sosial antar lain dikucilkan, putus sekolah pada remaja perempuan yang hamil,
dan perubahan peran menjadi ibu. Belum lagi tekanan dari masyarakat yang mencela dan
menolak keadaan tersebut.
4. Dampak fisik adalah berkembangnya penyakit menular seksual di kalangan remaja,
dengan frekuensi penderita penyakit menular seksual (PMS) yang tertinggi antara usia
15-24 tahun. Infeksi penyakit menular seksual dapat menyebabkan kemandulan dan rasa
sakit kronis serta meningkatkan risiko terkena PMS dan HIV/AIDS.
Dampak Seks Bebas Terhadap Anak Jalanan
Anak jalanan merupakan sosok yang menarik untuk diperbincangkan. Karena hingga
saat ini peningkatan populasi anak jalanan yang tersebar di kota-kota besar di Indonesia terus
bertambah dan menyebabkan persoalan yang dihadapi semakin kompleks. Masa
pengangguran tidak terelakkan karena kondisi ekonomi tidak stabil. Timbul masalah-masalah
sosial, diantaranya kasus perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, pemutusan hubungan
kerja, dan sebagainya. Kondisi ini semakin terpuruk seiring terjadinya konflik sosial yang
semakin fatal yang semuanya berakibat buruk pada nasib anak. Banyak anak menjadi yatim,
yatim-piatu, korban pelantaran, korban kekerasan, korban eksploitasi anak di bidang ekonomi
dan bahkan menjadi korban pelecehan seksual.
Kondisi ini akan membawa anak mengalami keterpurukan yang lebih sadis lagi, anak
tidak hanya mengalami masa krisis ekonomi saja akan tetapi lebih buruk lagi yakni
mengalami krisis moral dan mental yang semakin terpuruk. Keterbatasan bekal yang dimiliki
menjadikan anak memang masih memerlukan perhatian dan pengarahan. Ketidakpedulian
orang tua dan pendidik kondisi anak tersebut menyebabkan anak sering terjatuh pada
kegiatan tuna sosial. Dalam kondisi lain anak akan mengalami ketidakstabilan emosi dan
pikiran sehingga muda dipengaruhi oleh teman dan lingkungan yang mengutamakan
solidaritas kelompok di jalanan. Di jalanan, anak-anak tersebut melakukan berbagai aktifitas
ekonomi untuk mendapatkan uang maupun imbalan materi lain nya seperti halnya,
mengamen (musik sampah), berdagang asongan, menjual koran, menyemir sepatu, tukang
sapu angkutan kota dan bus, mengemis dan memulung. Anak jalanan tumbuh dan
berkembang dengan latar belakang kehidupan jalanan dan akrab dengan kemiskinan,
kekerasan dan hilangnya kasih sayang. Hal tersebut mempengaruhi jiwa anak dan
membuatnya cenderung berperilaku ”negatif” di jalanan, seperti mencuri, seks bebas,
pengguna narkoba dan tindak kriminal lainnya, yang menyebabkan anak jalanan sering
berhadapan dengan hukum.
Adapun dampak dari tindakan perilaku seks bebas pada anak jalanan, antara lain :
1. Anak kehilangan sebagian hidupnya.
2. Anak mudah depresi, sulit mempercai orang lain, kesepian, sulit membangun hubungan
dengan orang lain dan tidak memiliki minat terhadap sesama.
3. Anak mengalami gangguan fisik dan mental. Banyak penelitian menemukan bahwa
perilaku seks bebas pada anak akan memberi konsekuensi pada masa dewasa, seperti
ketidakmampuan untuk percaya, rasa percaya diri yang rendah (atau perasaan tidak
berharga), depresi, gangguan.
Kerangka Pikir
Dari beberapa kasus perilaku seksual anak jalanan yang terjadi dapat digambarkan
apa yang menjadi faktor penyebab anak jalanan melakukan perilaku seksual, kemudian
bentuk perilaku seksal yang dilakukan anak jalanan serta dampak yang ditimbulkan akibat
perbuatan yang dilakukan anak jalanan.

Sebab Perilaku seksual Dampak


anak jalanan

Gambar 1. Kerangka pikir

Anda mungkin juga menyukai