Anda di halaman 1dari 2

KASUS PELANGGARAN ETIKA KEPERAWATAN

Perawat yang Membantu Aborsi Terancam Hukuman 5,5 Tahun Penjara

Wednesday, 19 September 2007

SAWAHAN

Mudjiati, pegawai Puskesmas Peneleh Surabaya yang menjadi terdakwa kasus aborsi ilegalterancam
hukuman penjara 5,5 tahun. Mudjiati yang dalam kasus ini didakwa membantu dr Suliantoro Halim
(terdakwa lain) melakukan aborsi janin dijerat Pasal 348 (1) KUHP Jo Pasal 56ke 1 KUHP jo Pasal 65
(1) KUHP. Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU)Mulyono SH, terungkap
bahwa tindakan yang dilakukan Mudjiati telah menyalahi praktek kesehatan Pasal 15 ayat (1) dan (2)
Undang-Undang Kesehatan.

Menurut Mulyono, praktek aborsi itu dilakukan terhadap tiga pasien, yakni Ade Tin Suertini,Indriwati
Winoto dan Yuni Kristanti. Aborsi terhadap Tin terjadi pada 16 Juni 2007 pukul 17.00WIB sampai
dengan 19.30 WIB di lokasi praktek dr Halim, Jl Kapasari Nomor 4 Surabaya.Dalam praktek ini, dr
Halim meminta pasien membayar Rp 2 juta, namun oleh Tin baru dibayar Rp 100 ribu.

Peranan Mudjiati dalam kasus ini adalah membantu memersiapkan peralatan untuk operasiaborsi
dengan cara suction (dihisap) menggunakan alat spet 50 cc. & ldquo; Adanya aborsi inidiperkuat
dengan visum et repertum Nomor 171/VI/2007 atas nama Ade dari RS Bhayangkara

Samsoeri Mertojoso, kata Mulyono. st19

(sumber :

http://www.surya.co.id/web

Analisis kasus

Benefincence
Menurut Ascension Health (2011) prinsip beneficence adalah prinsip yg pertama dalam prinsip moral
yaitu melakukan kebaikan dan mencegah atau menghilangkan kejahatan atau bahaya. Dalam kasus
ini perawat yang ikut serta dalam pelaksanaan aborsi sudah jelas bahwa perawat tersebut telah
melanggar prinsip beneficence yaitu tidak mencegah dokter maupun pasien untuk melakukan
aborsi. Aborsi ilegal merupakan tindakan pidana, dan secara langsung perawat tersebut membantu
dalam kejahatan dan dapat membahayakan pasien karena Willke(2011) menyatakan bahwa aborsi
dapat menyebabkan kematian karena infeksi, perdarahan dan perforasi uterus karena alat alat yang
digunakan untuk tindakan abo

Berikut salah satu contoh kasus administrasi etika keperawatan yang sering terjadi:

Seorang perawat lulusan dari fakultas keperawatan bekerja di sebuah rumah sakit dimedan. Selama
beberapa tahun ia bekerja, ia mengeluh gaji yang ia terima tidak sesuai, karena ia menganggap
setelah beberapa tahun ia bekerja di rumah sakit tersebut ia hanya mendapatkan gaji yang sedikit.
Akhirnya dia pun berkeinginan untuk membuka praktik mandiri.

Karena keinginannya yang kuat, dia pun berusaha untuk mendapatkan Surat Izin Praktik (SIP).
Namun karena sulitnya untuk mendapatkan SIP tersebut, perawat itu pun nekat membuka praktik
dengan cara memalsukan SIP.

Kemudian perawat tersebut membuka praktik mandirinya. Suatu ketika datang seorang ibu hamil
hendak melakukan persalinan. Dan proses persalinan pun dilakukan, Tetapi karena perawat itu
bukanlah seorang ahli persalinan maka dalam melakukan tindakan, perawat tersebut Nampak cemas
dan kurang percaya diri.

Akhirnya ibu tersebut mengalami perdarahan yang sangat hebat saat persalinan. Perawat tersebut
kebingungan dalam mengambil tindakan yang akan di lakukan hingga akhirnya si ibu dan bayi nya
tidak dapat tertolong.

Setelah kejadian tersebut, suami dan keluarga pasien tidak terima dengan kematian keduannya,
maka mereka pun melaporkan kasus tersebut kepada pihak yang berwenang, keluarga pasien
menuntut atas kejadian tersebut karena diduga tindakan tersebut adalah tindakan mal praktek.

Ketika pihak berwenang malakukan penyelidikan ternyata pihak berwenang tersebut menemukan
adanya SIP Palsu atau surat izin praktek palsu.

Anda mungkin juga menyukai