GANGGUAN DEPRESI
Oleh:
Pembimbing:
ii
KATA PENGANTAR
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
3
4
hidup sebesar 15%. Gangguan depresi berat lebih banyak pada perempuan
dengan presentase mencapai 25%. Insiden gangguan depresi berat yaitu 10%
pada pasien yang berobat di fasilitas kesehatan primer dan 15% di fasilitas
rawat inap (Sadock, Benjamin dan Virginia, 2016).
4. Faktor Kepribadian
Semua tipe kepribadian dapat mengalami depresi sesuai dengan
situasinya. Gangguan kepribadian obsesif-kompulsif, histrionik, dan
ambang berisiko tinggi dibandingkan kepribadian paranoid, dan antisosial.
Riset menunjukkan pasien yang mengalami stresor dengan kepribadian
tidak percaya diri lebih sering mengalami depresi (Ismail dan Siste, 2014).
5. Faktor Psikodinamik
Terdapat beberapa teori yang telah dikemukakan antara lain;
a. Sigmund Freud dan Karl Abraham
Terdapat 4 hal utama yaitu: (1) gangguan hubungan ibu-anak
fase oral (10-18 bulan) menjadi faktor predisposisi episode depresi
berulang; (2) depresi dapat dihubungkan dengan cinta yang nyata
maupun fantasi kehilangan objek; (3) intropeksi merupakan
mekanisme pertahanan atas kehilangan objek yang dicintai; (4)
Kehilangan cinta dapat diekspresikan campuran antara benci dan
cinta, serta perasaan marah pada diri sendiri.
b. Heinz Kohut
Depresi dikonseptualisasikan bermula dari teori self-phychology
bahwa perkembangan jiwa anak harus dipenuhi kedua orang tua
dengan memberikan rasa percaya diri, rasa positif, dan self-cohesion.
c. John Bowlby
Rusaknya keeratan hubungan awal dan trauma akibat perpisahan
pada anak merupakan faktor predisposisi depresi sedangkan
kehilangan pada dewasa memudahkan seseorang terkena depresi pada
masa dewasa.
6. Lain-lain
Terdapat beberapa jenis obat yang dapat memicu terjadi gangguan
depresi yaitu (Muchid et al, 2007):
a. Obat kardiovaskular : β-blocker, klonidin, metildopa
b. Obat sistem saraf pusat : barbiturat, benzodiazepin, fenitoin
c. Obat hormonal : estrogen, progestin, tamoxifen
d. Lain-lain : indometasin, narkotika
8
a. Lima atau lebih gejala di bawah telah ada selama periode waktu 2
minggu dan menunjukkan perubahan fungsi sebelumnya serta
setidaknya satu gejalanya diantara mood menurun atau kehilangan
minat atau kesenangan.
1) Mood menurun hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, seperti
yang ditunjukkan baik melalui laporan subjektif (contohnya
perasaan sedih atau kosong) atau pengamatan orang lain
(contohnya tampak bersedih)
2) Menurunnya minat atau kesenangan yang nyata pada semua, atau
hampir semua aktivitas hampir sepanjang hari, hampir setiap hari
(seperti yang ditunjukkan laporan subjektif atau pengamatan orang
lain).
3) Penurunan berat badan yang bermakna walaupun tidak diet atau
berat badan bertambah (contohnya perubahan lebih dari 5% berat
badan dalam sebulan), atau menurun maupun meningkatnya nafsu
makan hampir setiap hari.
4) Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.
5) Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (dapat
diamatiorang lain, tidak hanya perasaan subjektif adanya
kegelisahan atau menjadi lebih lamban).
6) Lelah atau hilang energi hampir setiap hari
7) Perasaan tidak berarti atau bersalah yang tidak sesuai atau
berlebihan (yang dapat menyerupai waham) hampir setiap hari
(tidak hanya menyalahkan diri atau rasa bersalah karena sakit)
8) Menurunnya kemampuan berpikir atau berkonsentrasi, atau
keragu-raguan hampir setiap hari (baik laporan subjektif atau
diamati orang lain)
9) Pikiran berulang mengenai kematian (bukan hanya rasa takut
mati), gagasan bunuh diri berulang tanpa suatu rencana yang
spesifik, atau upaya bunuh diri atau suatu rencana spesifik untuk
melakukan bunuh diri.
b. Gejala tidak memenuhi kriteria episode campuran
12
valid dan akutar. Secara mendasar, prosedur ini terdiri dari du acara: aplikasi
aturan ‘fakta’, yakni memiliki buki dan bersifat logis; serta degan
mempertimbangkan pikiran negatif yang muncul (Corey, 2005, Beck 1985).
CBT adalah sebuah terapi yang mengkombinasikan strategi berfikir dan
perilaku yang didasari oleh tiga hal yang saling terkait satu sama lain yaitu
pikiran, perasaan dan perilaku (Oemarjudi, 2003). Secara spesifik, pemikiran
akan mempengaruhi perasaan dan perilaku. Oleh sebab itu, teknik yang
digunakan adalah serangkaian treatment kognitif perilaku melalui kombinasi
perilaku, kognitif dan edukasi.
Ada beberapa alasan sebagai dasar pemilihan CBT. Pertama, proses
kognisi akan mempengaruhi seseorang dalam berperilaku, proses kognisi ini
akan menjadi factor penentu dalam menjelaskan bagaimana manusia berfikir,
merasa dan bertindak. Kognisi juga merupakan proses yang memperantai
proses belajar manusia.
Kedua, pikiran, perasaan dan tingkah laku saling berhubungan secara
kausal. Konsep dasar terapi ini adalah bahwa pola pikiran manusia terbentuk
melalui proses rangkaian stimulus-kognisi-respons, yang saling terkait dan
membentuk jaringan dalam otak kemudian akan mempengaruhi terbentuknya
perasaan dan perilaku tertentu. Hal ini sesuai dengan pendekatan teori
penyebab depresi yang menyebutkan bahwa depresi dipengaruhi oleh
kesalahan berfikir.
Ketiga, beberapa penelitian menunjukkan bahwa CBT merupakan salah
satu terapi yang telah terbukti dapat mengatasi depresi, khususnya depresi
taraf sedang dan ringan bahkan berfungsi sebagai terapi jangka panjang
(Linconin & Flannaghan, 2003; Antonuccio dkk, 1997; AAHD American on
Health and Disability. 2004; NIHM, 1999).
Remaja yang depresi tidak dapat dengan mudah memuatkan perhatian.
Mereka seringkali tidak dengan mudah mengerti apa yang orang katakana
pada mereka, sehingga mau tidak mau kondisi tersebut dapat mempengaruhi
prestasi remaja yang sebagian besar berada di bangku sekolah dan sedang
mengejar cita-cita mereka.
19
Kondisi di atas yang ingin diubah melalui proses terapi yang dinamakan
CBT, terapi ini mengajarkan pada klien agar mempunyai kemampuan untuk
mengenai pikiran negatifnya dan mengevaluasi sehingga mereka mampu
mengubahnya menjadi keyakinan yang positif (Okun dalam Haeba, 2009) dan
penuh syukur. Westbrook, Kennerley & Kirk (2007) menjelaskan mengenai
tahap-tahap CBT yaitu:
a. Menemukan pikiran yang negatif. Memberikan pertanyaan langsung
untuk menemukan pikiran negatif dan menyadarkan adanya
perangkap negatif.
b. Kontruksi pikiran otomatis
c. Relaksasi
d. Keterampilan memecahkan masalah. Mengidentifikasi masalah yang
dihadapi dan terapis membantu mengidentifikasikan sumber-sumber
yang dimiliki oleh subjek.
e. Menetapkan tujuan
f. Latihan kognitif dengan menggunakan imajinasi untuk
membayangkan secara detail mengenai tahap-tahap yang akan
dilakukan oleh subjek dan konsekuensi yang mungkin dihadapi oleh
subjek.
g.Latihan untuk mengubah perilaku terhadap objek.
selama setahun akan memiliki gejala yang dapat menjadi dasar penegakan
diagnosis depresi atau empat puluh persen diantaranya mengalami remisi
parsial. Remisi parsial atau riwayat depresi sebelumnya meningkatkan risiko
adanya gangguan depresi berulang dan resistensi pengobatan (Halverson dan
Jerry, 2019).
22
BAB III
KESIMPULAN
23
24
DAFTAR PUSTAKA
Barrera, AZ., Torres, LD., Munoz, RF. 2007. Prevention of Depression: The State
of The Science at The Beginning of The 21th Century. Inter Review of Psyc,
19(6): 655–670.
Bennet, C., Jones, RB., Smith, D. 2014. Prevention Strategies For Adolescent
Depression. Adv in Pysc Treatment 20:116-124.
Ismal, RI dan Siste, K. 2014. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Maramis WF dan Albert M. 2009. Catatan ilmu kedoteran jiwa edisi 2. Jakarta:
Airlangga University Press.
Maslim, R. 2013. Buku saku diagnosis gangguan jiwa – Rujukan ringkas dari
PPDGJ III dan DSM 5. Jakarta: Unika Ajmajaya.
Muchid, A., Chusun, Wurjati, R., Komar, Z., Istiqomah, SN., Purnama, NR.,
Rostilawati., dkk. 2007. Pharmaceutical Care Unit Penderita Gangguan
Depresi. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinis.
National Institute of Mental Health. 2015. Depression: What You Need To Know.
Available at: http://www.nimh.nih.gov/health/publications/depression-what-
you-need-to-know-12-2015/index.shtml
25
Riskesdas. 2013. Riset Kesehatan Dasar tahun 2013. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia:
Jakarta.
Sadock, BJ. &Virginia A. Sadock. 2016. Kaplan dan Sadock Buku Ajar Psikiatri
Klinis. Jakarta: EGC