Anda di halaman 1dari 52

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA NY.

MDI DENGAN
GANGGUAN ALAM PERASAAN : DEPRESI

DI SUSUN OLEH :
IFROHATI FITRI (21118073)

DOSEN PEMBIMBING :
SUKRON, MNS

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat,dan
karunianya makalah ini dapat terselesaikan oleh penulis tepat pada waktunya.
Dalam pembuatan mklah ini penulis bertujuan untuk memenuhui tugas kuliah “
Keperawatan Gerontik ”.Dan pun kami bahas pada makalah ini adalah mengenai “ Gangguan
Alam Perasaan Pada Lansia ”.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini dapat terselesaikan atas bantuan
dari beberapa pihak,untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan banyak
terimakasih atas dorongan,perhatian dan kerjasamanya.Namun penulis menyadari dalam
pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.Oleh karena itu segala saran,kritik yang
membangun sangatlah diharapkan agar lebih maju dimasa yang akan datang.
Harapan penulis makalah ini dapat jadi reverensi bagi penulis dan pembaca untuk
membangun tenaga kesehatan yang lebih professional dan bermutu dalam profesi keperawatan.

Palembang, 29 Oktober 2021

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………….. i
DAFTAR ISI……………………………………………………………...………….. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ........................................................................................... 1

B. Tujuan......................................................................................................... 1

BAB II KONSEP DASAR TEORI


A. Gangguan alam perasaan ……………………………………………….. 2

i
B. Mania ……………………………………………………………........... 2

C. Depresi ……………………………………………….............................. 2
D. Proses Keperawatan……………………………………………………... 3
a. Pengkajian............................................................................................ 3
b. Masalah keperawatan .......................................................................... 5
c. Analisa data.......................................................................................... 6

d. Diagnosa keperawatan.......................................................................... 6
e. Intervensi ............................................................................................ 7
f. Evaluasi ............................................................................................... 10

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………………………. 11
B. Saran…………………………………………………………………....... 11

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Depresi merupakan suatu gangguan keadaan tonus perasaan yang secara umum
ditandai oleh rasa kesedihan, apatis, pesimisme, dan kesepian yang mengganggu aktivitas
sosial dalam sehari-hari. Depresi biasanya terjadi pada saat stres yang dialami oleh seseorang
tidak kunjung reda, sebagian besar di antara kita pernah merasa sedih atau jengkel,
kehidupan yang penuh masalah, kekecewaan, kehilangan dan frustasi yang dengan mudah
menimbulkan ketidakbahagiaan dan keputusasaan. Namun secara umum perasaan demikian
itu cukup normal dan merupakan reaksi sehat yang berlangsung cukup singkat dan mudah
dihalau (Wilkinson et al, 1998).
Depresi dan lanjut usia sebagai tahap akhir siklus perkembangan manusia. Masa di
mana semua orang berharap akan menjalani hidup dengan tenang, damai, serta menikmati
masa pensiun bersama anak dan cucu tercinta dengan penuh kasih sayang. Pada kenyataanya
tidak semua lanjut usia mendapatkannya. Berbagai persoalan hidup yang menimpa lanjut usia
sepanjang hayatnya seperti : kemiskinan, kegagalan yang beruntun, stres yang
berkepanjangan, ataupun konflik dengan keluarga atau anak, atau kondisi lain seperti tidak
memiliki keturunan yang bisa merawatnya dan lain sebagainya. Kondisi-kondisi hidup

ii
seperti ini dapat memicu terjadinya depresi. Tidak adanya media bagi lanjut usia untuk
mencurahkan segala perasaan dan kegundahannya merupakan kondisi yang akan
mempertahankan depresinya, karena dia akan terus menekan segala bentuk perasaan
negatifnya ke alam bawah sadar (Rice, 1994).
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), depresi adalah gangguan mental yang
umum terjadi di antara populasi. Diperkirakan 121 juta manusia di muka bumi ini menderita
depresi. Dari jumlah itu 5,8 persen laki-laki dan 9,5 persen perempuan, dan hanya sekitar 30
persen penderita depresi yang benar-benar mendapatkan pengobatan yang cukup, sekalipun
telah tersedia teknologi pengobatan depresi yang efektif. Ironisnya, mereka yang menderita
depresi berada dalam usia produktif, yakni cenderung terjadi pada usia kurang dari 45 tahun.
Tidaklah mengherankan, bila diperkirakan 60 persen dari seluruh kejadian bunuh diri terkait
dengan depresi (Anonim, 2009).
Depresi dialami oleh 80 persen mereka yang berupaya atau melakukan bunuh diri
pada penduduk yang didiagnosis  mengalami gangguan jiwa. Bunuh diri adalah suatu pilihan
untuk mengakhiri ketidakberdayaan, keputusasaan dan kemarahan diri akibat gangguan
mood. Angka bunuh diri meningkat tiga kali lipat pada populasi remaja (usia 15 sampai 24)
karena terdapat peningkatan insiden depresi pada populasi ini. Pria yang berusia lebih dari 64
tahun memiliki angka bunuh diri 38/100.000 dibandingkan dengan angka 17/100.000 untuk
semua pria di Amerika Serikat (Anonim, 2009).
Menurut sebuah penelitian di Amerika, hampir 10 juta orang Amerika menderita
depresi dari semua kelompok usia, kelas sosial ekonomi, ras dan budaya. Angka depresi
meningkat secara drastis di antara lansia yang berada di institusi, dengan sekitar 50 persen
sampai 75 persen penghuni perawatan jangka panjang memiliki gejala depresi ringan sampai
sedang. Dari jumlah itu, angka yang signifikan dari orang dewasa yang tidak terganggu
secara kognitif (10 sampai 20 persen) mengalami gejala-gejala yang cukup parah untuk
memenuhi kriteria diagnostik depresi klinis. Oleh karena itu, depresi merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang signifikan merupakan gangguan psikiatri yang paling banyak
terjadi pada lansia, tetapi untungnya dapat diobati dan kembali sehat (Hermana, 2006).
Selain itu   prevalensi depresi pada lansia di dunia berkisar 8-15 persen dan hasil meta
analisis dari laporan-laporan negara di dunia mendapatkan prevalensi rata-rata depresi pada
lansia adalah 13,5 persen dengan perbandingan wanita-pria 14,1 : 8,6. Adapun prevalensi

iii
depresi pada lansia yang menjalani perawatan di RS dan panti perawatan sebesar 30-45
persen. Perempuan lebih banyak menderita depresi (Anonim, 2009).
Depresi pada lansia seringkali lambat terdeteksi karena gambaran klinisnya tidak
khas. Depresi pada lansia lebih banyak tampil dalam keluhan somatis, seperti: kelelahan
kronis, gangguan tidur, penurunan berat badan dan sebagainya. Depresi pada lansia juga
tampil dalam bentuk pikiran agitatif, ansietas, atau penurunan fungsi kognitif. Sejumlah
faktor pencetus depresi pada lansia, antara lain faktor biologik, psikologik, stres kronis,
penggunaan obat. Faktor biologik misalnya faktor genetik, perubahan struktural otak, faktor
resiko vaskuler, kelemahan fisik, sedangkan faktor psikologik pencetus depresi pada lansia,
yaitu tipe kepribadian, relasi, interpersonal (Anonim, 2009).

B. Tujuan dan Manfaat


Adapun tujuan dan manfaat pembuatan makalah adalah untuk melatih dan menambah
pengetahuan tentang gangguan alam perasaan

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Gangguan Alam Perasaan


Gangguan afek (suasana hati) dengan manifestasi gejala-gejala mania dan atau
depresi. Klien dengan gangguan alam perasaan biasanya akan didapat suatu keadaan
sedih, ketakutan, putus asa, gembira berlebihan dan khawatir.
Keadaan emosional yang berkepanjangan dan mempengaruhi seluruh kehidupan
dan fungsi kehidupan seseorang.

B. Mania
 Gangguan alam perasaan yang ditandai dengan adanya alam perasaan yang
meningkat atau keadaan emosional yang mudah tersinggung dan terangsang.
 Dapat diiringi perilaku berupa peningkatan aktivitas flight of idea, euphoria,
penyimpangan sex.

iv
Perilaku yang berhubungan dengan mania :
a. Afektif
Gambaran berlebihan, peningkatan harga diri, tidak tahan kritik
b. Kognitif
Ambisi mudah terpengaruh, mudah beralih perhatian, waham kebosanan, flight of idea.
c. Fisik
Gangguan tidur, nutrisi tidak adekuat, peningkatan aktivitas, dehidrasi.
d. Tingkah laku
Agresif, aktivitas motorik meningkat, kurang perawatan, seks berlebihan dan bicara bertele-
tele.

C. Depresi
Gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan sedih dan berduka yang berlebihan
dan berkepanjangan. Perilaku yang berhubungan dengan depresi :
a. Afektif
Sedih, cemas, apatis, perasaan ditolak/bersalah, merasa tidak berdaya, putus asa, merasa
sendirian dan tidak berharga.
b. Kognitif
Bingung, ragu, sulit berkonsentrasi, hilang perhatian dan motivasi, menyalahkan diri sendiri,
pikiran merusak diri.
c. Fisik
Sakit perut, anoreksia, mual dan muntah, gangguan pencernaan, pusing.
d. Tingkah laku
Gangguan tingkat aktivitas, menarik diri, isolasi sosial, irritable (mudah marah).

v
DEPRESI PADA LANSIA
I. PENGERTIAN
 Depresi adalah gangguan mood yang reversible yang dihubungkan dengan adanya stress yang
akut maupun kronik, penyakit kronik, pengobatan, dan factor biokimia. ( Annete, 1996)

 Depresi adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan sedih dan berduka yang
berlebihan dan berkepanjangan. (Stuart & Laraia)

 Gangguan alam perasaan yang ditandai oleh kesedihan, harga diri rendah, rasa bersalah,putus
asa dan perasaan kosong ( Keliat Budi, 1996 )

 Depresi sebagai salah satu gangguan alam perasan yang ditandai dengan kemurungan dan
kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya kegairahan hidup perilaku tapi
dalam batas normal namun tidak mengalami gangguan realita (Hawari, 2004)
II. RENTANG RESPON EMOSIONAL

vi
RENTANG ADAPTIF RENTANG MAL ADAPTIF

Responsif Reaksi Supresif Reaksi kehilangan Maniak /


kehilangan memanjang depresi
yang wajar
 Responsif
Respon individu yang terbuka dan sadar akan perasaannya. Mampu bereaksi dengan dunia
eksternal dan internal
 Reaksi Kehilangan Yang Wajar
Normal dialami oleh individu yang mengalami kehilangan. Individu menghadapi realita dari
kehilangan dan mengalami proses kehilangan yang meliputi bersedih, berfokus pada diri
sendiri, berhenti melakukankegiatan sehari - hari tapi tidak lama (keadaan ini bersifat
temporer)

 Supresi
Merupakan tahap awal dari respon mal adaptif, dimana individu menyangkal, menekan atau
menginternalisasi semua aspek perasaannya ke dalam lingkungan
 Reaksi Kehilangan Yang Memanjang
Merupakan penyangkalan yang menetap dan memanjang tapi tidak tampak reaksi emosional
terhadap kehilangan , dapat terjadi hingga beberapa tahun
 Maniak /depresi
Merupakan respon emosional yang berat. Dapat melalui intensitas dan pengaruhnya terhadap
fisik individu dan fungsi sosialnya. Maniak ditandai dengan gangguan alam perasaan
meningkat,meluas, emosional mudah tersinggung,/terangsang . Dalam hal perilaku dengan
peningkatan kegiatan, banyak bicara, flig of idea. senda gurau tertawa
berlebihan,penyimpangan seksual. Sedangkan depresi ditandai dengan perasaan bersedih dan
berduka yang berlebihan dan berkepanjangan.
III. ETIOLOGI DEPRESI
a. Organobiologik
 Perubahan neuro biologi sitem persyarafan
vii
 Penyakit kronik degeneratif
 Gangguan endokrin
 Pengaruh obat
 Genetik
b. Psikososial
 Perubahan peran sosial
 Berbagai bentuk kehilangan
 Ciri kepribadian yang rentan
 Dukungan psikososial yang buruk
 Peristiwa kehidupan yang menyakitkan

FAKTOR PREDISPOSISI
1. Faktor Genetik
 Dimana transmisi gangguan alam perasaan diteruskan melalui garis keturunan

 Frekwensinya meningkat pada kembar monozigot

 Menurut Cloninger (1989) :


 Gangguan jiwa persepsi sensori dan gangguan jiwa psikotik erat sekali
penyebabnya dengan factor genetic
 Individu yang memiliki hubungan sebagai ayah, ibu atau anak dari klien yang
mengalami gangguan jiwa memiliki kecendrungan 10%, sedangkan keponakan atau
cucu 2-4%
 Individu yang memiliki hubungan kembar identik dengan klien memiliki
kecendrungan 46-48% , sedangkan dyzigot kecendrungannya 14-17%
 Faktor genetic tersebut sangat ditunjang oleh pola asuh yang diwariskajn sesuai dengan
pengalaman yang dimiliki oleh anggota keluarga klien yang memiliki gangguan jiwa.
2. Teori Agregasi Berbalik Pada Diri Sendiri
 Depresi diakibatkan oleh perasaan marah yang dialihkan kepada diri sendiri.berbalik

viii
 Menurut Freud, kehilangan banyak orang / objek akan mengakibatkan orang menjadi
ambivalen antara benci dan cinta yang akhirnya menjadikan dia menyalahkan diri sendiri.
3. Teori Kehilangan
 Berhubungan dengan factor perkembangan misalnya kehilangan orang tua pada masa
anak-anak, perpisahan dengan orang yang sangat dicintai. Sehingga individu tidak
berdaya untuk mengatasi kehilangan.
4. Teori Kepribadian
 Tipe kepribadian tertentu menyebabkan individu mengalami depresi. Hal ini merupakan
masalah kognitif yang dipengaruhi oleh penilaian negative terhadap diri sendiri.

5. Model Belajar Ketidakberdayaan


 Depresi disebabkan oleh kehilangan kendali diri, individu yang mengalami kehilangan
menjadi pasif, tidak mampu menghadapi masalah, sehingga lama-kelamaan timbul
keyakinan bahwa dirinya tidak mampu mengendalikan kehidupan.
6. Model Perilaku
 Depresi terjadi karena kurangnya reinforcement positif selam berinteraksi dengan
lingkungan
7. Model Biologis
 Depresi terjadi karena adanya perubahan dalam kimia tubuh. Perubahan tersebut
termasuk dalam hal system endokrin dimana terjadi defisiensi katekolamin. Katekolamin
tidak berfungsi namun terjadi hipersekresi kortisol yang terus-menerus.
FAKTOR PRESIPITASI
1. Faktor Biologis
 Peubahan fisiologis yang disebabkan oleh obat-obatan atau berbagai penyakit fisik seperti
infeksi, neoplasme, dan ketidakseimbangan metabolisme
2. Faktor Psikologis
 Kehilangan kasih saying, termasuk kehilangan cinta, kehilangna seseorang, kehilangan
harga diri

ix
IV. KLASIFIKASI DEPRESI
Depresi dapat dibagi dalam 3 macam (Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan)
1. Depresi reaktif / eksogeneus
Adalah depresi yang dimulai dengan mendadak dan adanya kejadian pencetus. Klien
mengetahui mengapa dia mengalami depresi
2. Gangguan afektif unipolar / depresi primer / endogenous
Adalah depresi yang ditandai dengan hilangnya minat dalam pekerjaan dan rumah ,
ketidakmampuan dalam menyelesaikan tugas-tugas dan depresi yang dalam (disforia).
Depresi primer ini dapat bersifat primer (tidak berhubungan dengan masalah kesehatan
lain) atau sekunder akibat suatu masalah kesehatan seperti gangguan fisik atau psikiatrik
atau pemakaian obat.
3. Gangguan afektif bipolar
Adalah gabungan antara 2 mood yaitu antara maniak (euphoria) dan depresi (disforia).
Depresi pada usia lanjut dibagi dalam 2 kategori yaitu :
1. Depresi disorder
Adalah depresi yang terjadi 2 tahun atau lebih tanpa adanya periode maniak
2. Bipolar disorder
Adalah depresi yang diselingi dengan periode maniak.
V.GEJALA DEPRESI
Gejala – gejala Depresi pada lansia adalah :
1. Afektif
Merasa sedih, cemas, apatis, murung, perasaan ditolak/bersalah, merasa tidak berdaya, putus
asa, merasa sendirian, rendah diri, tidak berharga, cemas, penurunan keinginan seksual
2. Kognitif
Konsentrasi dan perhatian berkurang, paranoid, agitasi, fokus pada kejadian lalu,
menyalahkan diri sendiri, menganggap diri tidak berguna, pandangan masa depan yang
suram/kabur, berpikir untuk membahayakn diri/bunuh diri.
3. Perilaku
Kesulitan dalam ADL, perubahan pola tidur (biasanya insomnia), menarik diri, isolasi social,

x
harga diri dan kepercayaan berkurang, penurunan nafsu makan, iritabel (mudah marah).
4. Fisik
Sakit perut, anoreksia, mual, muntah, gangguan pencernaan, konstipasi, berkurangnya energi,
mudah lelah, lemah, lesu, insomnia, pusing, mulut kering.

VI.SINDROM KLINIS TERTENTU YANG DAPAT MUNCUL PADA LANSIA (DEPKES


2001)
a. Depresi Agitatif
Ditandai dengan peningkatan aktifitas, mondar mndir, mengejar ngejar orang dan terus
menerus meremas remas tangan
b. Depresi dan Anxietas
Gangguan cemas menyeluruh dan fobia
c. Depresi terselubung
Tidak muncul gejala atau mood depresi
d. Somatisasi
Gejala somatik dapat menyembunyika gejala yang sesungguhnya dan dsapat memperberat
dengan adanya depresi
e. Pseudo Dimensia
Pasien depresi yang menunjukan gejala ganggua memori yang bermakna seperti dimensia
f. Depresi sekunder pada dimensia
Depresi yang terjadi pada stadium awal dimensia

VII.DETEKSI DINI KEMUNGKINAN DEPRESI PADA LANSIA


 Usia lanjut dengan penyakit Degeneratif
 Usia lanjut yang mengalami perawatan yang lama di RS
 Usia lanjut dengan keluhan somatis kronis dan Dokter Shoping
 Usia lanjut dengan Imobilisasi yang berkepanjangan
 Usia lanjut dengan Isolasi social

xi
 Usia lanjut dengan social ekonomi yang lemah
 Usia lanjut yang kehilangan dukungan sosial

VII. TERAPI PENUNJANG


Pengobatan, secara umum terbagi 2 :
1. Anti depresi trisiklik : nortriptilin, aventyl
2. Penghambat monoaminoksidase (MAO) : tranilsipromin sulfat, isokarboksazid
Efek samping obat-obatan : sedasi, mengantuk, hipotensi, retensi urin, konstipasi, mulut dan
mata kering, penglihatan kabur.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
1. Pengkajian

xii
Pengkajian dilakukan dengan cara mengidentifikasi factor predisposisi dan factor presipitasi
dan perubahan perilaku serta mekanisme koping yang digunakan klien.
Riwayat kesehatan sekarang (tanda dan gejala), RKD, RKK, Riwayat pengobatan, Riwayat
nutrisi, Pemeriksaan fisik, Pemeriksaan status mental, Pengkajian keluarga, pengkajian ADL.
2. Masalah
 Berduka disfungsional

 Koping individu tidak efektif

 Perubahan proses keluarga

 Gangguan interaksi sosial

 Ketidakberdayaan

 Gangguan pola tidur

 Perubahan nutrisi

 Defisit perawatan diri

 Distres kepercayaan
3. Tujuan
Mengajarkan klien untuk berespon emosional yang adaptif dan meningkatkan rasa puas serta
kesenangan yang dapat diterima oleh lingkungan
4. Intervensi
a. Fase akut 6 – 12 minngu
Tujuan tidakan mengurangi gejala jika kondisi membaik setelah dilakukan tindakan maka
pasien sehat
b. Fase berkelanjutan 4 – 6 bulan
Tujuan mencegah kekambuhan ,meningkatkan proses penyembuhan
Penyebab kambuh adalah kegagalan mempertahankan keadaa yang telah membaik

c. Fase mempertahankan
Tujuan rencana tindakan untuk mencegah tanda dan gejala depresi yang lebih berat/ atau
memperberat tandadepresi
5. Implementasi

xiii
Pada fase akut
 Ajarkan pasien tentang Depresi
 Ajarkan klien tentang pengobatan depresi
 Mengajarkan cara mempertahan kan status nutrisi
 Bantu klien untuk mengembangkan aktifitas sendiri
 Ajarkan pada keluarga tanda- tanda resiko bunuh diri
 Kaji dinamika keluarga , hargadiri dan persepsi klien
Pada Fase berkelanjutan
 Ajarkan bila gejala muncul segra mencari bantuan
 Beri reinforcement positif terhadap kemajuan yang di lakukan klien
 Ajarkan teknik meningkatkan diri yang sehat , kemampuan komunikasi asertif,teknik
relaksasi
 Ajarkan teknik peningkatan mekanisme koping
Pada Fase mempertahankan
 Beri Reinforcement positif
 Ajarkan kemampuan memecahkan masalah, teknik relaksasi, distraksi

Proses Keperawatan
A. Pengkajian
1. Faktor Predisposisi
b. Faktor genetik

xiv
Dianggap mempengaruhi transmisi gangguan afektif melalui riwayat keluarga atau
keturunan.
c. Teori agresi menyerang ke dalam
Menunjukkan bahwa depresi terjadi karena perasaan marah yang ditunjukkan
kepada diri sendiri.
d. Teori kehilangan objek
Merujuk kepada perpisahan traumatis individu dengan benda atau yang sangat
berarti.
e. Teori organisasi kepribadian
Mengusulkan bagaimana konsep diri yang negatif dan harga diri rendah
mempengaruhi dalam keyakinan dan penilaian seseorang terhadap stressor.
f. Model kognitif
Menyatakan bahwa depresi merupakan masalah kognitif yang didominasi oleh
evaluasi negatif seseorang terhadap diri seseorang, dunia seseorang dan masa
depan seseorang.
g. Model ketidakberdayaan yang dipelajari
Menunjukkan bahwa bukan semata-mata trauma menyebabkan depresi tetapi
keyakinan bahwa seseorang tidak mempunyai kendali terhadap hasil yang
penting dalam kehidupannya.
h. Model perilaku
Berkembang dari kerangka teori belajar sosial, yang mengasumsi penyebab depresi
terletak pada kurangnya keinginan positif dalam berinteraksi dengan
lingkungan.
i. Model biologik
Menguraikan perubahan kimia dalam tubuh yang terjadi selama masa depresi,
termasuk defisiensi katekolamin, disfungsi endokrin, hipersekresi dan variasi
periodik dalam irama biologis.
2. Faktor Presipitasi
a. Kehilangan keterikatan yang nyata yang dibayangkan, termasuk kehilangan
cinta seseorang, kedudukan atau harga diri.

xv
b. Peristiwa besar dalam kehidupan, sering dilaporkan sebagai pendahuluan
episode depresi dan mempunyai dampak terhadap masalah-masalah yang
dihadapi sekarang dan kemampuan menyelesaikan masalah.
c. Peran dan ketegangan peran telah dilaporkan mempengaruhi perkembangan
depresi, terutama pada wanita.
d. Perubahan fisiologik yang disebabkan oleh obat-obatan berbagai penyakitfisik.
3. Mekanisme koping
Mekanisme koping yang digunakan pada reaksi kehilangan yang memanjang adalah
denial dan supresi, hal ini dilakukan untuk menghindari tekanan yang hebat. Pada
depresi mekanisme koping yang digunakan adalah represi, supresi, mengingkari
dan disosiasi. Tingkah laku mania merupakan mekanisme pertahanan terhadap
depresi yang diakibatkan karena kurang efektifnya koping dalam menghadapi
kehilangan.
4. Perilaku
Perilaku yang berhubungan dengan mania dan depresi bervariasi. Gambaran utama dari
mania adalah perbedaan intensitas psikologikal yang tinggi. Pada keadaan depresi
kesedihan dan kelambanan dapat menonjol atau dapat terjadi agitasi.
B. Masalah Keperawatan
a) Gangguan harga diri : harga diri rendah
b) Kerusakan interaksi sosial
c) Perubahan proses berpikir
d) Ketidakberdayaan
e) Perubahan nutrisi kurang dari ketubuhan tubuh
f) Gangguan pola tidur
g) Defisit perawatan diri
h) Risiko tinggi cidera
i) Koping individu tidak efektif
j) Gangguan komunikasi verbal

xvi
C. Analisa Data
No Data Masalah
DS : Gangguan alam perasaan :
 Klien mengatakan putus asa dan tidak berdaya, koping individu
tidak berharga, tidak ada harapan setelah maladaptive
ditinggal suami dan anak satu-satunya.
DO :
 Klien tampak sedih
 Klien tampak menangis

DS : Risiko menciderai diri sendiri


: depresi
 Klien mengatakan ingin memukul diri
sendiri jiwa ingat suami dan anak-anaknya

 Klien mengatakan bila ingat suami dan


anaknya lebih banyak sendiri dan marah-
marah

DO :

 Klien tampak gelisah


 Klien tampak memukul diri sendiri
 Klien tampak tidak bisa mengontrol impuls

D. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan alam perasaan : depresi berhubungan dengan koping maladaptive


2. Risiko tinggi menciderai diri : berhubungan dengan depresi

xvii
E. Intervensi
No Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Gangguan alam TUM :
perasaan : depresi Klien tidak Klien 1. Bina hubungan  Hubungan saling percaya
berhubungan dengan terjadi menunjukkan saling percaya sebagai dasar interaksi
koping individu gangguan alam tanda-tanda  Sapa klien yang terapeutik
maladaptif perasaan  : percaya dengan ramah,
depresi kepada ucapkan dengan
perawat sopan, ciptakan
TUK (1) : suasana tenang
Dapat membina dan santai.
hubungan  Terima klien apa
saling percaya adanya
 Pertahankan
kontak mata saat
berhubungan
 Tunjukkan sikap
empati dan penuh
perhatian pada
klien Memberikan hal-hal yang
 Jujur dan adaptif yang dapat
menepati janji digunakan oleh klien bila
 Perhatikan ada masalah
kebutuhan klien
TUK (2) : Klien mampu
Klien dapat menggunakan 2. Tanyakan kepada
menggunakan koping adaptif klien tentang
koping adaptif.

xviii
yang baik. perasaan saat ini
 Beri dorongan
untuk
mengungkapkan
perasaannya dan
mengatakan
bahwa perawat
memahami apa
yang dirasakan
 Tanyakan kepada
pasien cara yang
bisa dilakukan
mengatasi
perasaan sedih/
menyakitkan
 Diskusikan
dengan pasien
manfaat dari
koping yang biasa
digunakan
 Bersama klien
mencari berbagai
alternatif koping
 Beri dorongan
kepada pasien
untuk memilih
koping yang
paling tepat dan
dapat diterima
 Beri dorongan
kepada pasien

xix
untuk mencoba
koping yang telah
dipilih
 Anjurkan pasien
untuk mencoba
alternatif lain
dalam
menyelesaikan
masalah

2 Risiko menciderai diri TUM : Klien  Pantau dengan  Memantau secara


berhubungan dengan Klien tidak menunjukkan seksama risiko seksama dapat
depresi menciderai diri tidak ada bunuh diri/melukai mengetahui lebih dini
sendiri tanda-tanda diri tanda-tanda ingin
untuk  Jauhkan dan simpan menciderai diri
TUK : menciderai alat-alat yang
Klien diri dengan digunakan oleh  Dapat menghindari
terlindung dari tanda : tenang pasien untuk keinginan pasien untuk
perilaku menciderai dirinya di melukai diri.
menciderai diri tempat yang aman
dan terkunci  Mempermudah perawat
 Jauhkan alat-alat mengawasi pasien
yang membahayakan
pasien
 Minum obat secara benar
dapat membantu
penyembuhan pasien
 Awasi dan
tempatkan pasien di
ruang yang mudah
dipantau oleh

xx
petugas

Klien dapat Klien minum  Diskusikan tentang


menggunakan obat secara obat (nama, dosis,
obat dengan benar dan frekuensi, efek
benar dan tepat tepat samping minum
obat)
 Bantu menggunakan
obat dengan prinsip 5
benar (benar pasien,
obat, dosis, cara dan
waktu)
 Anjurkan
membicarakan efek
samping yang
dihasilkan
 Beri reinforcement
(+) bila
menggunakan obat
dengan benar

F. Evaluasi
a) Semua sumber pencetus stress dan persepsi klien dapat digali.
b) Masalah klien mengenai konsep diri, rasa marah dan hubungan interpersonal dapat
digali.
c) Perubahan pola tingkah laku dan respon klien tersebut tampak.
d) Riwayat individu klien dan keluarganya sebelum fase depresi dapat dievaluasi
sepenuhnya.
e) Tindakan untuk mencegah kemungkinan terjadinya bunuh diri telah dilakukan.
f) Tindakan keperawatan telah mencakup semua aspek dunia klien.

xxi
g) Reaksi perubahan klien dapat diidentifikasi dan dilalui dengan baik oleh klien.

BAB IV
TINJAUAN KASUS
NAMA PANTI : Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu
ALAMAT PANTI : Batusangkar
TANGGAL MASUK : Klien masuk kira-kira 1 tahun yang lalu
NO. REGISTER : tidak diketahui
I. IDENTITAS
A. Nama : Ny.M
B. Jenis Kelamin : Perempuan
C. Umur : 65 tahun
D. Agama : Islam
E. Status Perkawinan : Kawin (janda)
F. Pendidikan Terakhir : SD
G. Pekerjaan : Ibu rumah tangga
H. Alamat rumah : Batusangkar

II. ALASAN KUNJUNGAN KE PANTI


Klien masuk panti sosial karena keinginan pribadi, dengan alasan klien ingin
melupakan trauma masa lalunya. Yaitu kira-kira 10 tahun yang lalu cucu Ny. M meninggal
karena tenggelam di kolam yang ada di belakang rumahnya. Saat itu cucu Ny. M tinggal di
rumah bersama Ny. M karena orang tua cucunya itu bekerja. Ny. M merasa sangat bersalah
atas peristiwa tersebut. Sejak itu Ny. M sering melamun, menyendiri di dalam kamar dan

xxii
menangis sendirian terutama di malam hari. Anak-anak Ny.M dan cucunya sibuk
beraktivitas diluar rumah sehingga Ny. M sering tinggal sendirian diluar rumah. Untuk
mengatasi rasa sepi yang beliau alami , maka beliau memutuskan untuk tinggal di panti
dengan alasan di panti ini banyak teman tempat bercerita.

III. RIWAYAT KESEHATAN


1. Masalah kesehatan yang pernah dialami dan dirasakan saat ini
Klien mengatakan putus asa dan tidak berdaya, tidak berharga, tidak ada harapan
setelah ditinggal suami dan anak satu-satunya. Ny. M terlihat lesu, kontak mata dengan
pengkaji kurang, dan sering mengungkapkan kata yang menyalahkan diri sendiri
2. Masalah kesehatan keluarga/keturunan
Tidak ada penyakit keturunan
IV. KEBIASAAN SEHARI-HARI
A. BIOLOGIS
- Pola Makan
Klien makan 3 x sehari, porsi hanya habis separuh, menu seimbang, diet buah 2 x
seminggu. Klien kurang suka makan sayuran.
- Pola Minum
Klien minum hanya 1 mug (kira-kira 500 ml) sehari dan kadang-kadang tidak habis.
Selain itu klien juga rutin minum segelas air teh setiap pagi.Minum susu 1 x
seminggu
- Pola Tidur
Klien tidur kira-kira 5 jam sehari yaitu dari jam 20.00- 01.00. Ny. M mengatakan susah
tidur pada malam hari. Tidurnya tidak pulas dan sering terbangun pada malam hari
sekitar pukul 01.00. Saat terbangun, Ny. M biasanya langsung teringat pada
peristiwa kematian cucunya sehingga Ny. M tidak dapat tidur kembali sampai pagi
dan Ny. M juga menyatakan tidak pernah dan sulit untuk tidur siang. Saat
pengkajian, pengkaji melihat ada lingkaran hitam di bawah mata Ny. M, wajah
tampak lesu dan kelelahan. Saat menjawab pertanyaan pengkaji, Ny. M tampak
tidak konsentrasi dan sering tidak ada kontak mata dengan pengkaji. Klien

xxiii
mengatakan bahwa ia sering merasa malas karena kurang tidur.
- Pola Eliminasi ( B.A.B/B.A.K)
 BAB : Frekuensi BAB 1x seminggu, konsistensi keras, warna coklat tua.
Ny. M menyatakan ia belum BAB sejak hari Kamis dan perubahan pola BAB ini
terjadi lebih kurang satu tahun belakangan. Dan pada saat BAB Ny. M selalu
mengejan.
 BAK : Frekuensi BAK 3-4 x sehari, jumlah sedikit, warna kuning jernih
- Aktifitas sehari-hari
Waktu subuh klien shalat subuh berjamah di mesjid, kemudian mandi. Setelah itu klien
biasanya menyapu rumah sesuai jadwal piket. Kira-kira jam 08.00 klien makan.
Setelah makan klien bercengkrama dengan teman-temannya.Selain itu kadangkala
klien juga menonton TV dikamar perawat pengawas. mengaji dikamarnya. Ketika
bangun itu, klien sering termenung kemudian menagis sendirian. Pada siang hari,
kalau klien sendirian di kamar
- Rekreasi
Klien rekreasi ke luar panti seperti ke Malibo Anai dan tempat lain 1 x 2 bulan.
Kadang-kadang anak klien datang ke panti untuk mengajak jalan-jalan.
B. PSIKOLOGIS
B.1 Keadaan Emosi
Ny. M selalu mengingat kejadian yang menyebabkan cucunya meninggal,
sehingga Ny. M sering melamun dan menangis hampir tiap malam.Ny. M mengatakan
kejadian kematian cucunya tersebut masih segar dalam ingatannya dan hal tersebutlah
membuat klien menjadi sering melamun dan menangis pada malam hari.
Pada saaat pengkajian Ny. M mengatakan sangat bersalah atas kejadian yang
menimpa cucunya karena lambat menyelamtkan cucunya walaupun orang tua si anak
dan keluarga lainnya tidak pernah menyalahkan beliau. Ny. M bercerita kenapa beliau
tidak dapat mencegah kejadian tersebut dan berusaha mencari cucunya tersebut ke
kolam yang ada di belakang rumahnya sendiri malahan beliau mencari ke rumah orang
lain.
C. SOSIAL
- Dukungan Keluarga

xxiv
Keluarga sering mengunjungi Ny. M kepanti , cucunya sering menelpon untuk
menanyakan keadaan Ny. M
- Hubungan Antar Keluarga
Masih terjalin hubungan komunikasi dengan keluarga lain
- Hubungan Dengan Orang Lain
Pasien mampu untuk menjalin hubungan dan berinteraksi dengan orang lain
D. SPIRITUAL/KULTURAL
- Pelaksanaan Ibadah
Klien adalah seorang muslim yang taat melakukan ibadah dengan cara berjamaah di
mushalla dalam lingkungan panti, kadang-kadang klien sering juga shalat
berjamaah di masjid luar panti.
- Keyakinan tentang kesehatan
Menurut klien sehat adalah mampu melaksanakan kegiatan sehari-hari. Sakit adalah
tidak mampu melaksanakan kegiatan sehari-hari.
E. PEMERIKSAAN FISIK
Tanda Vital
 Keadaan umum : lemah, kurang bersemangat
 Kesadaran : compos mentis
 Suhu : 37,1 0 C
 Nadi : 72 x / menit
 Tekanan Darah : 110/80 mmHg
 Pernapasan : 18 x /menit
 Tinggi Badan : 145 cm
 Berat Badan : 40 cm
Pemeriksaan fisik head to toe
Kebersihan perorangan
1. Kepala
- I : simetris
- P : tampak bersih
Rambut
- I : rambut sudah banyak uban

xxv
- P : tidak ada benjolan
Mata
- I : simetris
o ketajaman penglihatan : kurang baik sehingga menggunakan alat bantu
penglihatan
o konjungtiva : tidak anemis
o sclera : tidak ikterus
o pupil : isokor (kanan dan kiri)
o pemakaian alat bantu : memakai kaca mata baik membaca ataupun tidak
membaca.
- P : Tidak ada nyeri tekan pada bola mata.

Hidung
- I : - bentuk : simetris
o fungsi penciuman : baik,dapat membedakan bau
o pendarahan : tidak mengalami perdarahan
- P : tidak ada bengkak dan nyeri tekan

Mulut
- I : - keadaan bibir : bibir klien kering
o keadaan gusi dan gigi : tidak ada perdarahan gusi dan gigi, gigi terlihat
bersih dan tidak lengkap.
o keadaan lidah : tidak ada tanda perdarahan.

Telinga
- I : - bentuk telinga : simetris
o lubang telinga : terdapat serumen tapi masihdalam batas normal
o ketajaman pendengaran : kurang mendengar karena sudah tua
- P : tidak ada nyeri tekan

2. Leher

xxvi
- I : warna kulit sama denganlain integritas kulit baik
bentuk simetris
- P :- tyroid : tidak terdapat
PembesaranKGB
- denyut nadi karotis : teraba
- vena jugularis : teraba
3. Dada / thorax

Dada
- I bentuk thorax : simetris (kiri dan kanan)
o Pernafasan : frequensi 24 kali/mnt
Irama teratur dan tidak ada suara tambahan, Tidak ada
tanda kesulitan bernafas.
Paru – paru
- I bentuk thorax : simetris kiri dan kanan
Tidak menggunakan otot bantu pernafasan
- P : terdengar dan teratur
- P : bunyi normal : sonor
- A : suara nafas teratur

Abdomen
- I bentuk abdomen : simetris kiri dan kanan
tidak ada benjola
- P : tanda nyeri tekan : tidak ada
o Hepar : tidak ada pembengkakan
o Benjolan : tidak ada
- P asites : tidak ada
- A bising usus : 13/16 menit

Musculoskeletal
- I kesimetrisan otot : simetris kiri dan kanan

xxvii
o edema : tidak ada edema
o Kekuatan otot : kekuatan otot telahberkurang

V. INFORMASI PENUNJANG : tidak ada


 Diagnosa Medis
 Laboratorium
 Terapi Medis

ANALISA DATA
NO DATA MASALAH
KEPERAWATAN
1. DS : Berduka fungsional
Klien mengatakan :
 Selalu mengingat kejadian yang membuat cucunya meninggal
 Kejadian kematian cucunya tersebut masih segar dalam
ingatannya
 Sering melamun dan menangis pada malam hari mengingat
kematian cucunya 10 tahun yang lalu
 Sangat bersalah atas kejadian yang menimpa cucunya karena
lambat menyelamatkan cucunya walaupun orang tua si anak dan
keluarga lainnya tidak pernah menyalahkan beliau
 Susah tidur di malam hari
 Tidurnya tidak pulas dan sering terbangun pada malam hari
sekitar pukul 01.00
 Saat terbangun, Ny. M biasanya langsung teringat pada
peristiwa kematian cucunya sehingga Ny. M tidak dapat tidur
kembali sampai pagi

xxviii
DO :
 Klien terlihat lesu
 Klien sering menyalahkan dirinya sendiri pada saat
menceritakan kejadian kematian cucunya
2. DS : Gangguan alam perasaan :
 Klien mengatakan putus asa dan tidak berdaya, tidak berharga, koping individu
tidak ada harapan setelah ditinggal suami dan anak satu- maladaptive
satunya.
DO :
 Klien tampak sedih
 Klien tampak menangis
 Klien sering melamun
 Klien sering menyendiri
 kontak mata dengan pengkaji kurang
 sering mengungkapkan kata yang menyalahkan diri sendiri.
3. Gangguan pola tidur
DS :
Klien mengatakan :
 Tidur kira-kira 5 jam sehari yaitu dari jam 20.00- 01.00
 Susah tidur pada malam hari
 Tidurnya tidak pulas dan sering terbangun pada malam hari
sekitar pukul 01.00
 Saat terbangun, Ny. M biasanya langsung teringat pada
peristiwa kematian cucunya sehingga Ny. M tidak dapat tidur
kembali sampai pagi
 Tidak pernah dan sulit untuk tidur siang
 Sering merasa malas karena kurang tidur
DO :
 Terdapat lingkaran hitam di bawah mata Ny. M
 Wajah tampak lesu dan kelelahan.

xxix
 Saat menjawab pertanyaan pengkaji, Ny. M tampak tidak
konsentrasi
Sering tidak ada kontak mata dengan pengkaji

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Berduka disfungsional b.d kematian dan koping individu tak efektif pada Ny. MDi Panti
Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu
2. Gangguan pola tidur b.d depresiNy. MDi PantiSosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu
3. Gangguan alam perasaan b.d koping individu maladaptiveNy. MDi PantiSosial Tresna
Werdha Kasih Sayang Ibu
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN PADANY. MDI PANTISOSIAL TRESNA
WERDHA KASIH SAYANG IBU

N DIAGNOSA TUJUAN/KRITERIA RENCANA KEPERAWATAN


O KEPERAWATAN HASIL INTERVENSI RASIONAL
1. Berduka disfungsional Kriteria Hasil : 1. Kaji faktor-faktor
b.d kematian dan - Klien mengutarakan penyebab dan penunjang
koping individu tak kehilangan berduka disfungsional
efektif pada Ny. MDi - Klien menggambarkan
PantiSosial Tresna perasaan yang 2. Tingkatkan hubungan
Werdha Kasih Sayang diharapkan dengan saling percaya
Ibu kehilangan
- Klien mengidentifikasi 3. kaji faktor resiko

perilaku dan terhadap ketidakefektifan

konsekuensi perilaku koping pada lansia

- Klien mengidentifikasi
kekuatan diri dan 4. Dukung klien terhadap

dorongan yang diterima reaksi berduka

- Klien mengutarakan
5. Berikan penyuluhan
akan mencari bantuan
kesehatan dan rujuk sesuai
dari tenaga profesional

xxx
indikasi

2. Gangguan alam perasaan Klien tidak terjadi gangguan 1. Bina hubungan saling percaya
: depresi berhubungan alam perasaan  : depresi  Sapa klien dengan ramah,
dengan koping individu dengan kriteria hasil : ucapkan dengan sopan,
maladaptifNy. MDi ciptakan suasana tenang dan
PantiSosial Tresna - Klien menunjukkan santai.
Werdha Kasih Sayang tanda-tanda percaya  Terima klien apa adanya
Ibu kepada perawat  Pertahankan kontak mata
- Klien mampu saat berhubungan
menggunakan koping  Tunjukkan sikap empati dan
adaptif yang baik. penuh perhatian pada klien
 Jujur dan menepati janji
 Perhatikan kebutuhan klien

2. Tanyakan kepada
kliententang perasaan saat
ini
 Beri dorongan untuk
mengungkapkan
perasaannya dan
mengatakan bahwa perawat
memahami apa yang
dirasakan
 Tanyakan kepada pasien
cara yang bisa dilakukan
mengatasi perasaan sedih/
menyakitkan
 Diskusikan dengan pasien

xxxi
manfaat dari koping yang
biasa digunakan
 Bersama klien mencari
berbagai alternatif koping
 Beri dorongan kepada
pasien untuk memilih
koping yang paling tepat dan
dapat diterima
 Beri dorongan kepada
pasien untuk mencoba
koping yang telah dipilih
 Anjurkan pasien untuk
mencoba alternatif lain
dalam menyelesaikan
masalah

3. Gangguan pola tidur Setelah diberikan asuhan 3. Identifikasi faktor-


b.d depresiNy. MDi keperawatan 2 x 24 jam faktor penyebab dan
PantiSosial Tresna diharapkan pasien bisa penunjang
Werdha Kasih Sayang tidur nyenyak dengan
Ibu Kriteria Hasil : 4. Kurangi atau hilangkan
- Klien mengidentifikasi distraksi lingkungan dan
teknik-teknik untuk penghentian tidur
mempermudah tidur
- Klien menjelaskan 5. Tingkatkan aktifitas

faktor-faktor sehari-hari jika

penghambat atau memungkinkan

pencegah tidur
- Klien melaporkan 6. Tingkatkan tidur dengan

keseimbangan yang menggunakan bantuan

optimal antara aktivitas

xxxii
dan istirahat 7. Kurangi potensial
- Klien mengungkapkan terhadap cidera selama tidur
rasa segar

8. berikan penyuluhan
kesehatan dan rujukan jika
diindikasikan

implementasi dan evaluasi keperawatan

No. Hari tanggal Implementasi Evaluasi


dx

xxxiii
1. 20 mei 2013 - mengkaji faktor-faktor penyebab dan S : klien mampu mengungkapkan
penunjang berduka disfungsional perasaannya
- meningkatkan hubungan saling O : Lansiatampakbahagia dan tampak
percaya terhibur
- mengkaji faktor resiko terhadap A : Masalahteratasisebagian
ketidakefektifan koping pada lansia P : Intervensidilanjutkan
- mendukung klien terhadap reaksi
berduka
- memberikan penyuluhan kesehatan
dan rujuk sesuai indikasi

2. 20 mei 2013 - membina hubungan saling percaya S:


- memberikan dorongan O : Klien sudah menunjukan tanda-tanda
untukmengungkapkan perasaannya dan percaya kepada perawat.
mengatakan bahwa perawat memahami A : masalah teratasi sebagia
apa yang dirasakan P : intervensi dilanjutkan
- menanyakan kepada pasien cara yang bisa
dilakukan mengatasi perasaan sedih/
menyakitkan

3. 20 mei 2013 - mengidentifikasi faktor-faktor S : klien mengatakan masih belum bisa tidur
penyebabdan penunjang lelap
- mengurangi atau hilangkan distraksi O : lingkaran hitam di bawah mata klien
lingkungan dan penghentian tidur sudah sedikit hilang.
- meningkatkan aktifitas sehari-hari jika A : Masalahteratasisebagian
Memungkinkan P : Intervensidilanjutkan
- meningkatkan tidur dengan
menggunakan bantuan
- mengurangi potensial terhadap cidera
selama tidur
- memberikan penyuluhan kesehatan

xxxiv
danrujukan jika diindikasikan

xxxv
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah dilakukan pengkajian pada klien didapatkan masalah pada klien sebagai
berikut : risiko menciderai diri, gangguan alam perasaan : depresi, isolasi sosial, depresi,
harga diri rendah dan koping maladaptif.

B. Saran
1.      Pada perawat diharapkan dapat :
a. Memenuhi kebutuhan dasar klien
b. Meningkatkan kemampuan komunikasi terapeutik terhadap klien sehingga asuhan
keperawatan dapat terlaksana secara optimal.
I. Pada klien dianjurkan untuk dapat :
a. Minum obat secara teratur
b. Dapat menggunakan koping adaptif bila ada masalah.

DAFTAR PUSTAKA

Keliat B.A. (1999). “Kumpulan Proses Keperawatan Masalah Keperawatan Jiwa”. Jakarta
FIK-UI.

Keliat, B.A. (2005). “Proses Keperawatan Jiwa”.Jakarta : EGC.

xxxvi
Marilynn E. Doenges. (2006). “Rencana Asuhan Keperawatan Psikiatri”. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran : EGC.

HUBUNGAN FAKTOR PSIKOSOSIAL DENGAN KEJADIAN DEPRESI PADA LANSIA


DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA SABAI NAN ALUIH SICINCIN PADANG
PARIAMAN TAHUN 2016

Ulfa Suryani
STIKes MERCUBAKTIJAYA
*Email :ulfasuryani_upe@yahoo.co.id

ABSTRACT
Currently worldwide the number of elderly is estimated there are 500 million with an average age of
60 years and is expected in 2025 will reach 1.2 billion. Life expectancy is increasing is not always
accompanied by good health always.. The purpose of this study was to determine the relationship of
psychosocial factors with incidence of depression in the elderly in the elderly social institution Sabai
Nan Aluih SicincinPariaman.
This research is using the design of Cross Sectional Study with a sample of 86 respondents. Sampling
was conducted with a total sampling technique.Were collected a file using a questionnaire. Processed
file in a computerized and analyzed with univariate and bivariate analysis. To determine the
relationship of two variables tested chi-sqare statistic.In this study was found (38.4%) older adults
experiencing severe grief, (43.0%) older adults experiencing severe loneliness, (37.2%) elderly are not
good social interaction, (41.9%) older adults in conflict with a friend not good, (37.2%) older adults
experiencing grief all the time, (47.7%). There is a relationship of factors of grief, loneliness, social
interaction, conflict with friends, and death with the incidence of depression in the elderly in the
elderly social institution Sabai Nan Aluih Sicincin Pariaman.
Can be concluded that almost half (47.7%) in severely depressed elderly PSTW Sabai Nan Aluih
Sicincin Pariaman, there is a relationship between psychosocial factors with incidence of depression.
Keywords:Psychosocial factors, elderly,incidence of depression

ABSTRAK
Saat ini di seluruh dunia jumlah orang lanjut usia diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata- rata 60
tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Usia harapan hidup yang selalu
meningkat tidak selalu disertai dengan kesehatan yang senantiasa baik. Tujuan penelitian ini adalah

xxxvii
untuk mengetahui hubungan faktor psikososial dengan kejadian depresi pada lansia di Panti Sosial
Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman.Penelitian ini merupakan penelitian dengan
menggunakan desain Cross Sectional Studydengan jumlah sampel 86 responden.Pengambilan sampel
dilakukan dengan teknik total sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Data
diolah secara komputerisasi dan dianalisis dengan analisa univariat dan bivariat. Untuk mengetahui
hubungan dua variabel dilakukan uji statistik chi-sqare.Pada penelitian ini ditemukan (38,4%) lansia
mengalami duka cita berat, (43,0%) lansia mengalami kesepian berat, (37,2%) interaksi social lansia
tidak baik, (41,9%) lansia mengalami konflik dengan teman tidak baik, (37,2%) lansia mengalami
sedih sepanjang waktu, (47,7%). Terdapat hubungan faktor duka cita, kesepian, interkasi social,
konflik dengan teman, dan kematian dengan kejadian depresi pada lansia di Panti Sosial Tresna
Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman.Dapat disimpulkan bahwa Hampir
separoh(47,7%) lansia mengalami depresi berat di PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman,
terdapat hubungan antara faktor psikososial demgan kejadian depresi.

Kata kunci: Faktor psikososial, lansia, kejadian depresi

xxxviii
MENARA Ilmu Vol. XII Jilid II No.80 Februari 2018

PENDAHULUAN
Lansia dengan berbagai perubahan baik secara biologis, social, budaya, ekonomi,
kesehatan maupun psikologis menjadikan mereka sekelompok yang rentan terhadap berbagai
problem mental dan perilaku lain yang sering terjadi adalah depresi (Surilena dan Agus, 2006).
Kemunduran fisik pada lansia mengakibatkan penurunan-penurunan pada peranan-pernaan
soialnya yang akan mengakibatkan kurangnya integrasi dengan lingkungan (Nugroho, 1999).
Pada perasaan isoloasi meningkat maka usia lanjut akan rentan terhadap depresi (Kaplan,
Sadock dan Girebb, 1997).
Sejauh ini prevalensi depresi pada lansia di dunia berkisar 8-15% dan hasil meta analisis
dari Laporan Negara-Negara di dunia mendapatkan prevalensi rata-rata depresi pada lansia
adalah 13,5% dengan perbandingan wanita kira-kira 14 : 1, 8,6. Adapun prevalensi depresi
pada lansia yang menjalani perawatan di RS dan panti perawatan sebesar 40 -45% (Kompas,
2008).
Secara umum depresi ditandai oleh suasana perasaan yang menurun, hilang minat
terhadap kegiatan, hilang semangat, lemah lesu dan rasa tidak berdaya (Isaacs, 2004).
Meskipun angka prvalensinya tidak terlalu tinggi, depresi dapat mengakibatkan besarnya
beban ketidakstabilan yang harus ditanggung akibat dari ketidak mampuan penderita untuk
menjalankan fungsi kehidupan sehari-hari dengan baik, yang pada akhirnya berdampak pada
menurunnya kualitas hidup penderitanya.
Gangguan depresi pada lansia adalah suatu probelam klinis dan kesehatan umum yang
masih jauh dari sentuhan medis, sosial dan ekonomi. Selain menimbulkan penderitaan yang
bermakna bagi kaum lansia, gangguan depresi dapat mengeksas morbilitas dan disabilitas yang
gilirannya dapat mengakibatkan gangguan dalam keluarga (Agus, 2002). Menurut beberapa
penelitian depresi dapat mengakibatkan bunuh diri ( Darmajo dan Martono, 2000).
Hasil penelitian tersebut menemukan tendensi peningkatan prevalensi gangguan depresi
pada lansia (Agus, 2002). Depresi pada lansia merupakan hasil interaksi dari berbagai factor
yaitu kondisi psikologis yang meliputi duka cita, kesepian, berkurangnya interaksi social,
konflik dengan keluarga atau teman, kematian dan kemiskinan merupakan factor dari
munculnya problem mental pada lansia. Disamping itu kemunduran secara biologis khususnya
berkaitan dengan system neurotransmitter ditolak, ikut mempengaruhi kerentanan lansia
terhadap depresi. Adapun faktor genetik menyebabkan kemungkinan untuk menderita depresi
akan lebih besar pada individu yang memilki riwayat keluarga dengan depresi (Ratnaike,
2002).
Kebutuhan psikologi pada lansia terutama mengarah pada kebutuhan untuk berada
bersama keluarga.tinggal dipanti asuhan menyebabkan pemenuhan kebutuhan psikologis
lansia yang dipenuhi oleh keluarga menjadi berkurang, sehingga lansia harus dapat
menyesuaikan diri dan dapat menjalin hubungan yang baik dengan sesama penghuni panti agar
dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Apabila orang lanjut usia tidak mampu menyesuaikan
diri dengan lingkungan panti, mereka akan merasa kesepian dan mudah mengalami keputus
asaan (Agus, 2002). Tinggal dipanti asuhan mengakibatkan berkurangnya interaksi sosial dan
dukungan sosial serta berbagai konflik juga dapat terjadi antara sesama lansia dengan berbagai
karakter serta memiliki berbagai ragam problematika (Handajani, 2003).Kondisi psikososial
seperti ini mengakibatkan ketidakmampuan lansia untuk memelihara dan menpertahankan
kepuasan hidup dan harga dirinya sehingga mudah terjadi depresi (Surilena, 2006).
Berdasarkan data ortganisasi kesehatan dunia (WHO) yang dihimpun dari tahun 2005 –
2007 menyatakan bahwa sedikitnya 50.000 orang Indonesia bunuh diri termasuk 35%
diantaranya lansia karena gangguan psikologis yang dihadapinya (Lumongga, 2009 ).
Penempatan lansia pada suatu institusi atau rumah rawat atau nursing home sering
dipandang sebagai kegagalan dalam penatalaksanaan, tetapi hal ini merupakan pilihan untuk
memperbaiki kualitas hidup lansia (Kaplan dkk, 1997).
Panti Asuhan Tresna Werdha (PSTW) merupakan suatu institusi bersama pada lansia
dengan fisik / kesehatan masih mandiri tetapi ada keterbatasan di bidang social
ISSN 1693-2617 LPPM UMSB 39
E-ISSN 2528-7613
Vol. XII Jilid II No.80 Februari 2018 MENARA Ilmu

ekonomi.PSTW memberikan pelayanan pada lansia berupa pemberian penampungan, jaminan


hidup (makanan dan pakaian), pemeliharaan kesehatan, mengisi waktu luang, bimbingan
sosial, mental dan agama (Handajani, 2003).
Dari studi pendahuluan peneliti di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih
Sicincin, berdasarkan pengkajian umum terdpaat 110 lansia terdiri dari 54 orang pria dan 56
orang wanita yang ditempatkan pada 13 wisma. PSTW ini juga merupakan institusi dengan
jumlah lansia terbanyak dibandingkan institusi sejenis lainnya di Sumatera Barat. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Lestari diperoleh 21,17% Lansia di PSTW Sabai Nan Aluih
sicincinteridentifikasi mengalami depresi.
Survei awal yang peneliti lakukan terhadap 10 orang lansia di PSTW Sabai Nan ALuih
Sicincin ditemukan 8 orang (80%) mengalami depesi. Data lain yang peneliti temukan adalah
5 orang diantaranya (50%) mereka berduka karena kehilangan keluarga yang disayangi, 6
orang (60%) mereka merasa kesepian karena tidak ada kerabat ataupun suami yang bisa
dijadikan tempat berbagi, 7 orang(70%) tidak adanya kontak sosial pada lansia, 4 orang (40%)
terjadi konflik antara sesama teman dan 3 orang (30%) kehilangan suami yang mereka
sayangi.
Berdasarkan pada uraian di atas maka penelitian ini ingin meneliti hubungan faktor
psikososial dengan kejadian depresi pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan
Aluih Sicincin Padang Pariaman.

METODE
Desain penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ini
adalah seluruh lansia yang tinggal di PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman yang
berjumlah 110 orang lansia yang terdiri-dari 56 perempuan dan 54 laki-laki. Sampel penelitian
ini berjumlah 86 orang yang sesuai dengan kriteria inklusi yang di ambil secara acak.

HASIL PENELITIAN
A. Analisa Univariat
Distribusi FrekuensiFaktor Duka Citadi Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih
Sicincin Padang Pariaman
No Duka Cita (f) (%)
1 Duka cita 25 29,1
2 Ringan 23 32,6
3 Duka cita 33 38,4
Sedang
Duka cita berat
Jumlah 86 100
Dari 86 orang responden terdapat 33 orang (38,4%) responden mengalami duka cita berat di
PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman.
Distribusi Frekuensi Faktor Kesepian di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih
Sicincin Padang Pariaman
No Kesepian (f) (%)
1 Kesepian ringan 16 18,6

LPPM UMSB ISSN 1693-2617


40
E-ISSN 2528-7613
MENARA Ilmu Vol. XII Jilid II No.80 Februari 2018

2 Kesepian sedang 33 38,4


3 Kesepian berat 37 43,0
Jumlah 86 100
Dari 86 orang responden terdapat 37 orang (43,0%) responden mengalami kesepian berat di
Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman.

ISSN 1693-2617 LPPM UMSB 41


E-ISSN 2528-7613
Vol. XII Jilid II No.80 Februari 2018 MENARA Ilmu

Distribusi FrekuensiFaktor Interaksi Sosial di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih
Sicincin Padang Pariaman
N
Interaksi Sosial (f) (%)
o
1 Interaksi Sosial baik 23 26,7
2 Interaksi Sosial sedang 31 36,0
3 Interaksi Sosial tidak 32 37,2
baik
Jumlah 86 100
Dari 86 orang responden terdapat 32 orang (37,2%) responden mengalami interaksi sosial
tidak baik di PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman.
Distribusi Frekuensi Faktor Konflik dengan Teman di Panti Sosial Tresna Werdha
Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman
Konflik dengan
No (f) (%)
Teman
1 Konflik dengan Teman 18 20,9
baik
2 Konflik dengan Teman 32 37,2
kurang baik
3 Konflik dengan Teman 36 41,9
tidak baik
Jumlah 86 100

Dari 86 orang responden terdapat 36 orang (41,9%) responden mengalami konflik dengan
teman tidak baikdi PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman.
Distribusi Frekuensi Faktor Kematian di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih
Sicincin Padang Pariaman
(f
No Kematian (%)
)
1 Merasa sedih 25 29,1
2 Sedih sepanjang waktu 29 33,7
3 Sangat merasa sedih 32 37,2
Jumlah 86 100
Dari 86 orang responden terdapat 32 orang (37,2%) responden mengalami sangat merasa sedih
di PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman.
Distribusi FrekuensiFaktor Kejaidan Depresi di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan
Aluih Sicincin Padang Pariaman
Kejadian
No Depresi (f) (%)
1 Depresi ringan 14 16,3
2 Depresi sedang 31 36,0
3 Depresi berat 41 47,7
Jumlah 86 100
Berdasarkan tabel 5.6menunjukkan sebanyak 41 orang (47,7%) lansia mengalami depresi berat
di PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman

LPPM UMSB ISSN 1693-2617


42
E-ISSN 2528-7613
MENARA Ilmu Vol. XII Jilid II No.80 Februari 2018

B. Analisa Bivariat
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Duka Cita Dan Kejadian Depresi
Pada Lansia
Kejadian Depresi Pada Lansia
Duka Depresi Depresi Depresi Jumlah
Cita Ringan Sedang Berat
f % f % f % f %
Duka cita 55 20,0 16 64,0 4 16,0 25 100
ringan
Duka cita 2 17,9 10 35,7 13 46,4 28 100
sedang
Duka cita 4 12,1 5 15,2 24 72,7 33 100
berat
Jumlah 14 16,3 31 36,0 41 47,7 86 100
Dari 33 orang responden terdapat 24(72,7%) orang responden yang mengalami duka cita berat
dengan depresi berat, dari 28 orang responden 13 (46,4%) orang responden yang mengalami
duka cita sedang dengan depresi berat, dan dari 25 orang responden 16 (64%) orang responden
yang mengalami duka cita ringan dengan depresi sedang. Setelah dilakukan uji statistik
menggunakan chi-square ditemukan pvalue= 0,001 (p< 0,05) artinya terdapat hubungan faktor
duka cita dengan kejadian depresi pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih
Sicincin Padang Pariaman.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Kesepian Dan Kejadian Depresi
Pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin
Kejadian Depresi Pada Lansia
Depresi Depresi Depresi Jumlah
Kesepian Ringan Sedang Berat
f % f % f % f %
Kesepian 6 37,5 5 31,3 5 16,0 16 100
ringan
Kesepian 4 21,1 18 54,5 11 46,4 33 100
sedang
Kesepian 4 10,8 8 21,6 25 72,7 37 100
berat
Jumlah 14 16,3 31 36,0 41 47,7 86 100
Dari 37 orang responden terdapat 25(72,7%) orang responden yang mengalami kesepian berat
dengan depresi berat, 33 orang responden terdapat 18 (54,5%) orang responden yang
mengalami kesepian sedang dengan depresi sedang, dan dari 16 orang responden 6 (37,5%)
orang responden yang mengalami kesepian ringan dengan depresi sedang. Setelah dilakukan
uji statistik menggunakan chi-square ditemukan pvalue= 0,003 (p< 0,05) artinya terdapat
hubungan faktor kesepian dengan kejadian depresi pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha
Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Interaksi Sosial Dan Kejadian Depresi
Pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman
Kejadian Depresi Pada Lansia
Interaksi Depresi Depresi Depresi Jumlah
Sosial Ringan Sedang Berat
f % f % f % f %
Interaksi 6 26,1 9 39,1 8 34,8 16 100
sosial

ISSN 1693-2617 LPPM UMSB 43


E-ISSN 2528-7613
Vol. XII Jilid II No.80 Februari 2018 MENARA Ilmu

baik 4 12,9 17 54,8 10 32,3 33 100


Interaksi
sosial
sedang 4 12,5 5 15,6 23 71,9 37 100
Interaksi
sosial
tidak baik
Jumlah 14 16,3 31 36,0 41 47,7 86 100

Dari 37 orang responden terdapat 23 (71,9) orang responden yang memiliki interaksi sosial
baik dengan depresi berat, dari 33 orang responden terdapat 17(54,8%) yang memiliki
interaksi sosial sedang dengan depresi sedang, dan dari 16 orang responden 9 (39,1%) yang
memiliki interaksi sosial baik dengan depresi berat. Setelah dilakukan uji statistik
menggunakan chi-square ditemukan pvalue= 0,003 (p< 0,05) artinya terdapat hubungan
interaksi sosial dengan dengan kejadian depresi pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha
Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Kematian Dan Kejadian Depresi Pada
Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman

Kejadian Depresi Pada Lansia


Depresi Depresi Depresi Jumlah
Kematian Ringan Sedang Berat
F % f % f % f %
Merasa sedih 6 24,0 9 36,0 10 40,0 25 100
Merasa sedih
sepanjang waktu 4 12,5 17 53,1 11 34,4 32 100
Sangat merasa
sedih

4 13,8 5 17,2 5 69,0 29 100


Jumlah 14 16,3 31 36,0 41 47,7 86 100

Dari29 orang responden terdapat 15(69%) yang sangat merasa sedih dengan depresi berat,
dari 32 orang responden 17(53,1%) yang merasa sedih sepanjang waktu dengan depresi
sedang, dan dari25 orang responden10(40%) yang merasa sedih dengan depresi berat.Setelah
dilakukan uji statistik menggunakan chi-square ditemukan pvalue= 0,027 (p< 0,05) artinya
terdapat hubungan faktor kematian dengan kejadian depresi pada lansia di Panti Sosial
Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Interaksi Sosial Dan Kejadian Depresi
Pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman
Kejadian Depresi Pada Lansia
Konflik
Depresi Depresi Depresi Jumlah
dengan Ringan Sedang Berat
Teman f % f % f % f %

LPPM UMSB ISSN 1693-2617


44
E-ISSN 2528-7613
MENARA Ilmu Vol. XII Jilid II No.80 Februari 2018

Konflik 4 22,2 8 44,4 6 33,3 18 100


dengan teman
baik
Konflik
dengan teman 4 12,5 18 56,3 10 31,3 32 100
kurang baik

ISSN 1693-2617 LPPM UMSB 45


E-ISSN 2528-7613
Vol. XII Jilid II No.80 Februari 2018 MENARA Ilmu

Konflik
dengan teman
tidak baik
6 19,9 5 13,9 25 69,4 36 100
Jumlah 14 16,3 31 36,0 41 47,7 86 100

Dari 36 orang responden terdapat 25 (69,4%)) orang responden yang mengalamikonflik


dengan teman tidak baik dengan depresi berat, dari 32 orang responden terdapat 18(56,3%)
yang mengalami konflik dengan teman kurang baik dengan depresi sedang, dan dari 18 orang
responden 8 (44,4%) yang mengalami konflik dengan teman baik dengan depresi berat.
Setelah dilakukan uji statistik menggunakan chi-square ditemukan pvalue= 0,003 (p< 0,05)
artinya terdapat hubungan antara konflik dengan teman dengan kejadian depresi pada lansia di
Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman.

PEMBAHASAN
1. Duka Cita
Berdasarkan hasil penelitianterdapatsebanyak (38,4%) lansia mengalami duka cita berat,
di PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman.Peneliti mendapatkan hasil adanya
perasaan duka cita dari lansia disebabkan oleh keadaan psikologi lansia yang sensitife
terhadap suatu masalah yang dihadapinya. Duka cita berat yang dihadapi lansia seperti merasa
kehilangan masa- masa yang dahulu pernah dilalui, dan perasaan ketidak percayaan atas
kematian yang dihadapi.
Sebanyak (32,6%) lansia mengalami duka cita sedang di PSTW Sabai Nan Aluih
Sicincin Padang Pariaman. Peneliti mendapatkan hasil dari duka cita sedang yakni karena
perasaan kepahitan akan masa sekarang.Sebanyak (29,1%) lansia mengalami duka cita ringan
di PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman. Peneliti mendapatkan hasil dari duka
cita ringan kecewa karena ditinggal di panti ini oleh keluarga. Dilihat dari ketiga jenis duka
cita yang diteliti terdapat hubungan antara penyebab duka cita dengan teori yang dikemukakan
oleh Kozier.
Individu yang berduka menyadari bahwa hidup tidak lama lagi, tetapi mereka mencoba
untuk merasakan bahwa hidup itu menyenangkan dan harus dilalui. Lansia yang memiliki
hubungan persahabatan yang berarti, keamanan ekonomi, adanya ketertarikan untuk bergabung
dengan masyarakat atau hobi-hobi pribadi dan filosofi kedamaian lebih mudah untuk
menghadapi suatu duka cita (Kozier,1995).

2. Kesepian
Berdasarkan hasil penelitian terdapat sebanyak (43,0%) lansia mengalami kesepian
berat, di PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman.Peneliti mendapatkan hasil rasa
kesepian berat yang dirasakan oleh lansia disebabkan oleh lansia karena mengalami perasaan
tidak memiliki keluarga untuk tempat berbicara dan merasa tidak memilki suami/ istri untuk
tempat bercerita.
Sebanyak (38,4%) lansia mengalami kesepian sedang di PSTW Sabai Nan Aluih
Sicincin Padang Pariaman. Peneliti mendapatkan hasil dari rasa kesepian sedang yang sering
dihadapi lansia di panti karena tidak memiliki anak untuk tempat bicara, dan tidak memiliki
sahabat untuk tempat berbagi.
Sebanyak 16 orang (18,6%) lansia mengalami kesepian ringandi PSTW Sabai Nan Aluih
Sicincin Padang Pariaman. Peneliti mendapatkan hasil dari rasa kesepian ringan yang di alami
oleh lansia mengalami perasaan tidak memiliki seseorang yang bisa mendengarkan keluh
kesah di wisma tempat mereka tinggal. Dari ketiga jenis kesepian yang terjadi pada lansia ada
hubungannya dengan teori yang dikemukakan oleh Darmojo & Martono.

LPPM UMSB ISSN 1693-2617


46
E-ISSN 2528-7613
MENARA Ilmu Vol. XII Jilid II No.80 Februari 2018

Menurut Brocklehurst Allen (1987), kesepian biasanya dialami oleh lansia saat
meninggalkan pasangan hidup atau teman dekat, terutama pada saat dirinya sendiri mengalami
berbagai penurunan status kesehatan (Darmojo & Martono,2000).

3. Interaksi Sosial
Berdasarkan hasil penelitian terdapat sebanyak (37,2%) interaksi sosial lansia tidak baik
di PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman. Peneliti mendapatkan hasil dari interaksi
sosial tidak baik disebabkan oleh karena lansia mengalami kesulitan dalam bergaul dengan
teman sekar, kesulitan bergaul dengan teman di luar kamar dan mengalami kesuliatn
berkomunikasi dengan petugas panti.
Sebanyak 31 orang (36,0%) lansia mengalami interaksi sosial sedang di PSTW Sabai
Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman. Peneliti mendapatkan hasil dari interaksi sosial kurang
baik disebabkan karena lansia mengalami kesulitan dalam bergaul dengan lingkungan yang
baik.
Sebanyak (26,7%) lansia mengalami interaksi sosial baik di PSTW Sabai Nan Aluih
Sicincin Padang Pariaman. Peneliti mendapatkan hasil dari interaksi sosial baik pada lansia
dimana lansia tersebut bisa bergaul dengan teman sekamar, di luar kamar, dengan petugas
panti serta bisa bergaul dengan lingkungan yang baru. Dilihat dari ketiga jenis interaksi sosial
yang terjadi pada lansia ada hubungannya dengan teori yang dikemukakan oleh Surilena &
Agus.
Semakin terisolirnya lansia dari kegiatan sosial, semakin mengurangi kesempatan lansia
untuk tetap mempertahankan aktualisasinya.Sebagaian akibatnya, mereka menjadi merasa
bosan pada orang lain, padahal sikap seperti ini menjadikan mereka lebih terisolasi dari
kegiatan sosial (Surilena & Agus, 2006).

4. Konflik dengan Teman


Berdasarkan hasil penelitian terdapat sebanyak (41,9%) lansia mengalami konflik dengan
teman tidak baik di PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman. Berdasarkan penelitian
yang telah peneliti lakukan perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia ini juga secara
langsung maupun tidak langsung, menyebabkan terjadinya kemunduran fisik dan mental pada
lansia. Tejadinya konflik dengan teman tidak baik sering dialami oleh penghuni panti, bentuk
konflik yang sering terjadi seperti bertengkar dengan teman sekamar dan mengalami
perselisihan dengan petugas panti.
sebanyak (37,2%) lansia mengalami konflik dengan teman kurang baik di PSTW Sabai
Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman. Peneliti mendapatkan hasil dari konflik dengan teman
kurang baik terjadi karena lansia mengalami perbedaan pendapat dengan teman sekamar, dan
mengalami tidak seide dengan teman- teman lainnya.
Sebanyak (20,9%) lansia mengalami konflik dengan teman baik di PSTW Sabai Nan
Aluih Sicincin Padang Pariaman. Peneliti mendapatkan hasil dari konflik dengan teman baik
dimana lansia yang tinggal di panti bisa bergaul dengan temen sekamar dan di luar kamar serta
bisa memahami perbedaan pendapat dengan teman- teman di panti. Dari ketiga jenis konflik
yang terjadi pada lansia ada hubungan dengan teori yang dikemukakan oleh Weber.
Konflik adalah suatu konsekuensi dari komunikasi yang buruk, salah pengertian, salah
perhitungan dan proses-proses lain yang tidak kita sadari. Dalam konteks keluarga,kelompok
atau masyarakat konflik juga berkaitan langsung dengan struktur pengaturan kekuasaanWeber
(1992).

5. Kematian
Berdasarkan hasil penelitian terdapat sebanyak (37,2%) lansia mengalami sangat merasa
sedih di PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman. Berdasarkan penelitian yang
peneliti lakukan kehilangan seseorang yang sangat berarti dalam diri seseorang akan
mempengaruhi orang tersebut dalam kesehariannya. Terjadinya sangat sedih dan tidak bahagia
ISSN 1693-2617 LPPM UMSB 47
E-ISSN 2528-7613
Vol. XII Jilid II No.80 Februari 2018 MENARA Ilmu

serta tidak dapat menghadapinyakarena mereka pasangan hidup lansia tersut sudah meninggal
dunia atau tidak tinggal serumah lagi dengan suami/ isterinya.
Sebanyak (33,7%) lansia mengalami sedih sepanjang waktu di PSTW Sabai Nan Aluih
Sicincin Padang Pariaman. Peneliti mendapatkan hasil dari saya merasa sedih atau galau
sepanjang waktu terjadi karena anak- anaknya sudah meninggal dan orang yang mereka cintai
sudah meninggal dunia.
Sebanyak (29,1%) lansia mengalami merasa sedih di PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin
Padang Pariaman. Peneliti mendapatkan hasil dari saya merasa sedih atau galau terjadi karena
orang yang mereka percaya dan sahabatnya sudah meninggal dunia. Sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Darmojo dan Kuntjoro.
Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat bisa mendadak memutuskan ketahanan jiwa
yang sudah rapuh pada lansia, dan meningkatkan terjadinya gangguan fisik dan kesehatan pada
lansia.Periode dua tahun pertama setelah ditinggal mati merupakan periode rawan.Pada saat itu
lansia dibiarkan untuk mengekspresikan duka citanya. Pada awalnya lansia akan merasa
kosong, kemudian menangis dan selanjutnya masuk pada tahap depresi (Darmojo, 2000).
Menurut Kurlowicz (1993 dikutip dari Lueckenotte, 1996), menyatakan bahwa
pengalaman kehilangan sesuatu yang penting pada lansia menjadi salah satu resiko terbesar
terjadinya gejala depresi.Hasil penelitian Salam dkk (1995), bahwa kematian anak atau orang
tua menjadi stressor urutan kedua dan stressor pertama adalah kehilangan pasangan hidup
(Kuntjoro, 2002).

6. Kejadian Depresi
Berdasarkan hasil penelitian terdapat sebanyak (47,7%) lansia mengalami depresi
beratdi PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman. Berdasarkan penelitian yang
peneliti lakukan kejadian depresi yang terjadi pada lansia disebabkan oleh karena perubahan
psikososialnya. Depresi berat terjadi karena lansia sering merasa bosan, diganggu oleh
perasaan yang sulit diungkapkan, merasa takut sesuatu terjadi pada dirinya, merasa khawatir
akan masa depan, serta didukung oleh beberapa pertanyaan pada variabel lainnya atau dari
kuesioner yang diajukan pada lansia dari 30 pertanyaan lansia menjawab ya ada 16 pertanyaan
atau lebih.
Sebanyak (36,0%) lansia mengalami depresi sedang di PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin
Padang Pariaman. Depresi sedang terjadi karena lansia berfikir hidup tidak pernah
menyenangkan, banyak meninggalkan kesenangan dan aktivitasnya, tidak bisa tidur, dan sulit
untuk berkonsentrasi, atau dari kuesioner yang di ajukan, dari 30 pertanyaan lansia menjawab
ya sekitar 8- 15 pertanyaan.
Sebanyak (16,3%) lansia mengalami depresi ringan di PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin
Padang Pariaman. Depresi ringan apabila dari kuesioner yang diajukan kepada lansia terjawab
ya kurang dari 7 pertanyaan bisa dikatan depresi ringan. Dari ketiga jenis depresi yang terjadi
pada lansia ada hubungan dengan teori yang dikemukakan oleh Lumongga, Kaplan & Sadock.
Depresi merupakan gangguan mental yang sering terjadi di tengah masyarakat. Berawal
dari stress yang tidak bisa di atasi, maka seseorang akan jatuh ke fase depresi (Lumongga,
2009). Depresi merupakan suatu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan
alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya termasuk perubahan pola tidur dan nafsu
makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya serta
gagasan bunuh diri (Kaplan & Sadock, 1999

7. Hubungan Faktor Duka Cita Dengan Kejadian Depresi Pada Lansia


Berdasarkan hasil penelitian ditemukan dari 33 orang responden terdapat 24 (72,7%)
orang responden yang mengalami duka cita berat dengan depresi berat, dari 28 orang
responden 13 (46,4%) orang responden yang mengalami duka cita sedang dengan depresi
berat, dan dari 25 orang responden 16 (64%) orang responden yang mengalami duka cita
ringan dengan depresi sedang. Setelah dilakukan uji statistik menggunakan chi-square

LPPM UMSB ISSN 1693-2617


48
E-ISSN 2528-7613
MENARA Ilmu Vol. XII Jilid II No.80 Februari 2018

ditemukan pvalue= 0,001 (p< 0,05) artinya terdapat hubungan faktor duka cita dengan kejadian
depresi pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin Padang
Pariaman.
Penelitian yang dilakukan oleh Diana (2006) di Panti Asuhan Cubadak batu Sangkar
ditemukan terdapat hubungan faktor duka cita dengan kejadian depresi pada lansia.Menurut
DSM IV (Diagnostic and Statistica Manual of Mental Disorder) 1994, duka cita merupakan
reaksi yang berlebihan terhadap kematian orang yang dicintai. Dika cita ini merupakan
komplain perasaan individu terhadap kesedihan dan kehilangan dengan gejala insomia,
kehilangan keinginan, dan kehilangan berat badan. Waktu dan reaksi dari duka cita yang
normal berbeda pada setiap kelompok budaya.Jika gejala-gejala duka tidak hilang dalam 2
bulan setelah kehilangan, maka diagnosa depresi mayor dapat ditegakkan (Shives, 1998).
Duka cita yang dhadapi oleh lansia akan memberikan pengaruh negatif pada lansia,
karena perasaan duka nya akan membuat lansia merasakan depresi atas apa yang terjadi.

8. Hubungan Faktor Kesepian Dengan Kejadian Depresi Pada Lansia


Berdasarkan hasil penelitian ditemukan dari 37 orang responden terdapat 25 (72,7%)
orang responden yang mengalami kesepian berat dengan depresi berat, 33 orang responden
terdapat 18 (54,5%) orang responden yang mengalami kesepian sedang dengan depresi sedang,
dan dari 16 orang responden 6 (37,5%) orang responden yang mengalami kesepian ringan
dengan depresi sedang. Setelah dilakukan uji statistik menggunakan chi-square ditemukan
pvalue= 0,003 (p< 0,05) artinya terdapat hubungan faktor kesepian dengan kejadian depresi
pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman.
Penelitian yang dilakukan oleh Diana (2006) di Panti Asuhan Cubadak batu Sangkar
ditemukan terdapat hubungan faktor kesepian dengan kejadian depresi pada lansia.
Kesepian merupakan ketidak sesuaian antara harsat seseorang dan tahap pencapaian dari
interaksi sosial (Misra, 2001). Sedangkan menurut Gierveid (1989 dikutip dari Gierveid &
Tilburg, 2004) kesepian menurut situasi dimana keintiman atau kedekatan emosional yang
diharapkan tidak dapat tercapai.
Kesepian merupakan salah satu kenyataan dalam kehidupan. Hal ini dapat dirasakan
pada saat individu dengan seseorang atau banyak orang (Kaplan dkk,1997). Kesepian atau
isolasi sosial subjektif ini suatu penegasan dari suatu pengalaman seseorang dimana adanya
ketidak nyamanan dan hilangnya kualitas penting dari suatu hubungan (Gierveid & Tilburg,
2004).
Kesepian biasanya dialami oleh lansia saat meninggalkan pasangan hidup atau teman
dekat, terutama pada saat dirinya sendiri mengalami berbagai penurunan status kesehapan.

9. Hubungan Faktor Interaksi Sosial Dengan Kejadian Depresi Pada Lansia


Berdasarkan hasil penelitian ditemukan dari 37 orang responden terdapat 23 (71,9) orang
responden yang memiliki interaksi sosial baik dengan depresi berat, dari 33 orang responden
terdapat 17(54,8%) yang memiliki interaksi sosial sedang dengan depresi sedang, dan dari 16
orang responden 9 (39,1%) yang memiliki interaksi sosial baik dengan depresi berat. Setelah
dilakukan uji statistik menggunakan chi-square ditemukan pvalue= 0,003 (p< 0,05) artinya
terdapat hubungan interaksi sosial dengan dengan kejadian depresi pada lansia di Panti Sosial
Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman.
Penelitian yang dilakukan oleh Diana (2006) di Panti Asuhan Cubadak batu Sangkar
ditemukan terdapat hubungan faktor interkasi sosial dengan kejadian depresi pada lansia.
Interaksi sosial memainkan peranan yang sangat penting pada kehidupan lansia. Kondisi
kesepian dan terisolasi secara sosial akan menjadi faktor yang beresiko bagi kesehatan. Sebuah
studi menemukan bahwa dengan menjadi bagian dari jaringan sosial, hal ini akan berdampak
pada lamanya masa hidup, terutama pada laki-laki (Surilena & Agus,2006).
Interaksi sosial yang tidak bisa dilakukan oleh lansia menimbulkan perasaan depresi dan
susah menyesuaikan diri dengan lingkungan, yang akhirnya lansia merasa sendiri dan tidak
ISSN 1693-2617 LPPM UMSB 49
E-ISSN 2528-7613
Vol. XII Jilid II No.80 Februari 2018 MENARA Ilmu

mempunyai teman berbagai. Hal ini akan berdampakl pada psikologis lansia dimana lansia
akan merasakan depresi atas situasi yang terjadi saat ini.

10. Hubungan Faktor Konflik dengan Teman Dengan Kejadian Depresi Pada
Lansia
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan dari 36 orang responden terdapat 25 (69,4%))
orang responden yang mengalami konflik dengan teman tidak baik dengan depresi berat, dari
32 orang responden terdapat 18(56,3%) yang mengalami konflik dengan teman kurang baik
dengan depresi sedang, dan dari 18 orang responden 8 (44,4%) yang mengalami konflik
dengan teman baik dengan depresi berat. Setelah dilakukan uji statistik menggunakan chi-
square ditemukan pvalue= 0,003 (p< 0,05) artinya terdapat hubungan antara konflik dengan
teman dengan kejadian depresi pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih
Sicincin Padang Pariaman.
Penelitian yang dilakukan oleh Diana (2006) di Panti Asuhan Cubadak batu Sangkar
ditemukan terdapat hubungan faktor konflik dengan teman dengan kejadian depresi pada
lansia.Menurut Weber (1992), konflik adalah suatu konsekuensi dari komunikasi yang buruk,
salah pengertian, salah perhitungan dan proses-proses lain yang tidak kita sadari. Dalam
konteks keluarga,kelompok atau masyarakat konflik juga berkaitan langsung dengan struktur
pengaturan kekuasaan.
Semakin tua, orang menjadi mungkin sangat berorientasi pada ego dan dirinya. Sikap
ini menimbulkan sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap lansia.Orang yang lebih
muda sering merasa kontradiktif jika menemui lansia yang bersikap seperti ini.

11. Hubungan Faktor kematian Dengan Kejadian Depresi Pada Lansia


Berdasarkan hasil penelitian ditemukan dari29 orang responden terdapat 15(69%) yang
sangat merasa sedih dengan depresi berat, dari 32 orang responden 17(53,1%) yang merasa
sedih sepanjang waktu dengan depresi sedang, dan dari25 orang responden 10(40%) yang
merasa sedih dengan depresi berat.Setelah dilakukan uji statistik menggunakan chi-square
ditemukan pvalue= 0,027 (p< 0,05) artinya terdapat hubungan faktor kematian dengan
kejadian depresi pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin Padang
Pariaman.
Penelitian yang dilakukan oleh Diana (2006) di Panti Asuhan Cubadak batu Sangkar
ditemukan terdapat hubungan faktor kematian dengan kejadian depresi pada
lansia.Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat bisa mendadak memutuskan ketahanan jiwa
yang sudah rapuh pada lansia, dan meningkatkan terjadinya gangguan fisik dan kesehatan pada
lansia.Periode dua tahun pertama setelah ditinggal mati merupakan periode rawan.Pada saat itu
lansia dibiarkan untuk mengekspresikan duka citanya. Pada awalnya lansia akan merasa
kosong, kemudian menangis dan selanjutnya masuk pada tahap depresi (Darmojo, 2000).

Analisaa peneliti dimana pada saat lansia merasa keholangan orang yang dia sayangi,
apabila lansia dibiarkan untuk mengekspresikan duka citanya. Pada awalnya lansia akan
merasa kosong, kemudian menangis dan selanjutnya masuk pada tahap depresi.

SIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan antara faktor psikososial dengan
kejadian depresi pada lansia. Penilaian faktor psikososial dan kejadian depresi dapat dijadikan
sebagai tambahan informasi dan pengetahuan serta bermanfaat bagi para lansia untuk selalu
semangat dan selalu berfikir positif di dalam hidupnya.

DAFTAR PUSTAKA
Agus. 2002. Gangguan Depresi pada Usia Lanjut. Majalah Kedokteran Atma Jaya. I (2) 27-34.
Ahmadi. 2002. Diakses dari http://id.wikipedia. org/wiki/diakses April 2012

LPPM UMSB ISSN 1693-2617


50
E-ISSN 2528-7613
MENARA Ilmu Vol. XII Jilid II No.80 Februari 2018

Darmajo dan Martono. 2000. Buku Ajar Gariatri. PKUI. Jakarta.


Lumongga. 2009. Depresi Tinjauan Psikologis. Prenada Media Group. Jakarta.
Lueckenotte.1996. Buku Panduan Pencegahan dan pengobatan Penyakit Kronis. Edsa
Mahkota. Jakarta
Hawari, 2004. Manajemen Stres, Cemas dan Depresi. FKUI. Jakarta.
Hardywinanto. 1999. Panduan Gerontologi. Jakarta : Gramedia.
Hazard. 1999.Principles if Geriatric Medicine and Gerontology (4 th.ed). New York. The
Graw Hill Companies, Inc.
Hurlock.1997.http://keperawatankomunitas.blogspot.com/ 2009/12/.html.diakses tanggal 4
April 2012.
Kaplan, Sadock dan Fireb. 1997. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan
Praktik. Edisi Keempat. Editor : Monica et al. Jakarta : EGC
Kementrian Dinas Sosial, 2007. Penduduk Lanjut Usia di Indonesia dan Masalah kozier. 1995.
Maryam.2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Salemba Medika. Jakarta.
Misra. 2001. http://keperawatankomunitas.blogspot.com/ 2009/12/.html.diakses tanggal 4
April 2012.
Nugroho, 2000. Keperawatan Gerontik. Jakarta : EGC.
Ratnaike.2002. http://keperawatankomunitas.blogspot.com/ 2009/12/ .html.diakses tanggal 4
April 2012.
Surilena.2006. http://keperawatankomunitas.blogspot.com/ 2009/12/ .html.diakses tanggal 4
April 2012.
Shifes. 1998. Diagnosis dan Terapi. EGC. Jakarta.

ISSN 1693-2617 LPPM UMSB 51


E-ISSN 2528-7613

Anda mungkin juga menyukai