KELOMPOK 3
Anjelia Novriani 22222008
Annisyah Nuradabyah 22222009
Anom Budi Wijaya 22222010
Indriana Eka Yulianti 22222033
Joko Prasetyo 22222034
Jumiati 22222035
Rindi Pransisika 22222060
Riska Darmayanti 22222062
Rizkia Pramadani 22222063
Menyetujui :
Mengetahui,
Kepala Bagian Pendidikan dan Pelatihan
RSUP Dr Mohammad Hoesin Palembang
VISI
● Rumah Sakit Pendidikan dan Rujukan Nasional yang Mandiri dan Terpercaya
MISI
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ensefalitis adalah suatu infeksi dan inflamasi akut jaringan parenkim otak yang
biasanya disebabkan oleh virus. Ensefalitis artinya jaringan otak yang terinflamasi
sehingga menyebabkan masalah pada fungsi otak (Soegijanto, 2016). Ensefalitis
terdiri dari dua tipe yaitu ensefalitis primer (acute viral ensefalitis) disebabkan oleh
infeksi virus langsung ke otak dan medula spinalis, dan ensefalitis sekunder (post
infeksi ensefalitis) dapat disebabkan hasil dari komplikasi saat itu (Imran & Marlia,
2015).
Klien dengan ensefalitis menunjukkan tanda dan gejala diantaranya dapat difus
atau fokal yaitu penurunan kesadaran, gangguan fokal seperti hemiparesis, kejang
fokal dan gangguan otonom, gangguan gerak, perubahan tingkah laku, ataksia ,
gangguan saraf kranial, disfagia, meningismus, gangguan sensorik dan motorik
unilateral. Pada bayi, tanda yang dapat dilihat yaitu muntah, ubun-ubun/fontanel
menonjol, menangis terus menerus dan lebih buruk jika digendong (Dewanto, 2018).
Menurut (Kusuma, 2015) manifestasi ensefalitis yaitu demam, sakit kepala dan
biasanya pada bayi disertai jeritan, pusing, muntah, nyeri tenggorokkan dan
ekstermitas, malaise, pucat, halusinasi, kejang, gelisah, gangguan kesadaran atau
penurunan kesadaran. Sedangkan pasien dengan ensefalitis herpes simpleks
menunjukkan gejala tingkah laku yang kacau dan halusinasi (Ariani, 2014).
Angka kejadian ensefalitis yaitu 32-75% dan merupakan angka kematian
diseluruh dunia sekitar 8-45% (Vinca, Kestriani, & Budipratama, 2020). Umumnya
penderita dengan penyakit ensefalitis tidak memiliki gejala yang jelas, namun pada
kasus dengan gejala yang jelas, fatalitasya mencapai 20-50%. Penderita dengan gejala
jelas juga memiliki resiko lebih tinggi untuk munculnya berbagai macam gangguan
syaraf seperti keterbelakangan mental, perubahan kepribadian, gejala motorik dan
verbal. Klien dengan ensefalitis didapatkan masalah berupa demam, nyeri kepala,
kaku kuduk, penurunan kesadaran, gerakan abnrmal seperti tremor dan kejang.
Kemudian akan timbul keluhan dan gejala pada hari 3-5 berupa kekakuan otot, koma,
pernapasan yang abnormal, dehidrasi serta menurunan berat badan yang disebabkan
oleh mikroorganisme yaitu virus 60%, bakteri, parasit dan komplikasi penyakit infeksi
lain (Makmur & Siregar, 2020). Menurut WHO Tahun 2012 menggambarkan bahwa
negara-negara yang berisiko japanese ensefalitis ditemukan hampir diseluruh wilayah
asia dan merupakan penyebab utama kejadian penyakit ensefalitis virus di Asia. Dari
data surveilans kasus ensefalitis di indonesia tahun 2016 menunjukkan bahwa terdapat
sembilan provinsi yang melaporkan adanya kasus japanese ensefalitis. Dari hasil
surveilans sentinel tersebut terdapat 326 kasus acute enchephalitis syndrome dengan
43 kasus (13%). Sebanyak 85% kasus japanese ensefalitis di indonesia terdapat pada
kelompok usia 15 tahun dan 15% pada kelompok usia >15 tahun (Kementrian
Kesehatan RI, 2018). Sekitar 10% dari populasi yang suseptibel dapat terinfeksi setiap
tahunnya. Angka kematian yang ditimbulkan di Indonesia cukup tinggi yaitu sekitar
23% dan hampir 20% dari yang selamat memiliki kecatatan. Jadi dapat dinilai bahwa
dampak penyakit japanese ensefalitis di Indonesia tergolong tinggi (Hariastuti, 2012).
Anak M usia 8 tahun merupakan salah satu pasien di ruang perawatan Empu Tantular
(Anak) dengan ensefalitis. Saat dilakukan pengkajian keadaan umum An. M
samnolen, klien tampak gelisah, berbicara melantur dan teriak-teriak, sering bergerak
dengan tidak terkontrol, kesulitan tidur dan muntah-muntah. Klien direstrain,
terpasang NGT dan oksigen nasal kanul 3 lpm.
Faktor penyebab pada anak dengan ensefalitis yaitu umumnya disebabkan oleh
virus dan bakteri. Virus sistemik layaknya influenza, parotitis (gondong/mumps),
campak dan varisela yang dapat menyebabkan ensefalitis. Ensefalitis juga dapat
disebabkan oleh bakteri, jamur dan parasit (Soegijanto, 2016). Bakteri penyebab
ensefalitis yaitu staphylococcus aureus, streptokous, E. Coli, M. Tuberculosa dan T.
Pallidum. Tiga bakteri yang pertama adalah penyebab ensefalitis bacterial akut yang
menimbulkan pernanahan pada korteks serebri. Hal ini mengakibatkan terbentuk
abses serebri. Ensefalitis bakterial akut sering disebut ensefalitis supuratif akut
(Riyadi, 2010).
Organisme masuk kedalam tubuh melalui kulit, saluran pernapasan dan saluran
cerna. Selanjutnya, organisme patogen akan menyebar ke seluruh tubuh, baik secara
hematogen maupun melalui neuron. Penyebaran secara hematogen terjadi melalui
arteri intraserebri. Organisme patogen secara terbatas menginfeksi selaput lendir
permukaan atau organ tertentu, kemudian menyebar secara hematogen. Setelah terjadi
penyebaran di otak, timbul manifestasi klinis ensefalitis. Masa prodromal berlangsung
selama 1-4 hari, yang ditandai dengan demam, kejang, sakit kepala, pusing, muntah,
nyeri tenggorok, malaise, nyeri ekstermitas, dan pucat. Suhu badan meningkat,
fotofobia, sakit kepala, muntah, letargi, kadang disertau kaku kuduk jika infeksi
mengenai meninges (Muttaqin, 2015).
Ensefalitis dapat mengakibatkan banyak komplikasi jika tidak segera ditangani,
komplikasi yang dapat terjadi pada anak dengan ensefalitis yaitu pembekakan otak
yang dapat menyebabkan kerusakan otak permanen dan komplikasi tetap seperti
kesulitan belajar, masalah belajar, kehilangan memori, atau berkurangnya kontrol otot
(Soldatus, 2012). Infeksi pada parenkim otak yang menyebabkan fungsi otak tidak
normal yaitu perubahan satus mental, gangguan perilaku dan bicara serta terjadinya
penurunan fungsi sesoris dan motoris. Perjalanan penyakit ini sangat bervariasi, mulai
dari yang ringan sampai yang menganjam jiwa. Insiden ensefalitis viral adalah yang
tertinggi pada anak-anak. Prognosis penyakit bergantung pada usia penderita dan jenis
organisme penyebabnya. Semakin luas cedera otak, semakin banyak kerusakan
neurologis yang dialami (Diptyanusa, Ajib et al., 2020).
Pada klien yang mengalami ensefalitis harus dirawat inap sampai menghilangkan
gejala-gejala neurologik. Penatalaksanaan ensefalitis diataranya mengatasi kejang
yaitu tindakan vital, dikarenakan kejang pada ensefalitis biasanya berat maka
diberikan fenobarbital 5-8 mg/kgBB/24 jam. Jika kejang sering terjadi maka perluh
diberikan diazepam (0,1-0,2 mg/kgBB) melalaui IV dalam bentuk infus selama 3
menit, memperbaiki homeostatis dengan infus cairan D5-1/2 S atau D5-1/4 S
(tergantung umur) dan pemberian oksigen, mengurangi edema serebri serta
mengurangi akibat yang ditimbulkan oleh anoksia serebri dengan deksametason o,15-
1,0 mg/kgBB/hari melalui IV dibagi dalam 3 dosis, 4 menurunkan tekanan
intrakranial yang meninggi dengan menitol diberikan melalui intravena dengan dosis
1,5-2,0 g/kgBB selama 30-60 menit. pemberian dapat dilakukan ulang setiap 8-12
jam. Selain itu dapat juga diberikan gliserol melalui pipa nasogastrik 0,5-1,0 ml/kgBB
serta dapat diberikan kompres pada permukaan tubuh atau dapat juga diberikan
antipirektikum yaitu asetosal atau paracetamol. Jika keadaan sudah memungkinkan
pemberian obat melalui pre oral (Arif, 2010).
Pemberian terapi antibiotik untuk pasien ensefalitis bakteri yang kurang tepat
merupakan salah satu hal yang dapat membahayakan bagi keselamatan pasien dan
menjadi permasalahan dalam bidang kesehatan di berbagai negara, termaksud
indonesia. Fenomena tersebut dapat berpotensi meningkatkan biaya kesehatan yang
seharusnya dapat dihindari. Kematian yang terjadi disebabkan karena keterlambatan
pengenalan tanda dan gejala atau diagnosis, keterlambatan pemberian antibiotik dan
ketidaktepatan dalam pemberian antibiotik (Rossetyowati, Puspitasari, Andayani, &
Nuryastuti, 2021). Selain itu dalam penanganan ensefalitis secara umum adalah
mempertahankan fungsi organ dengan mengusahakan jalan napas tetap terbuka,
pemberian makanan enteral atau parenteral, menjaga keseimbangan cairan dan
elektrolit dan mengatasi kejang (Arif, 2010). Intervensi yang dilakukan pada A. M
untuk mengatasi masalah ensefalitis melakukan manajemen peningkatan tekanan
intrakranial dengan memberikan posisi yang tepat, mempertahankan ventilasi,
bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai kebutuhan dan melakukan pemantauan secara
langsung yaitu memantau kondisi klinis klien berupa observasi keadaan atau tingkat
kesadaran serta vital sign klien (Pramesti & Kristinawati, 2020).
Berdasarkan uraian-uraian yang telah dijelaskan diatas dimana ensefalitis
merupakan kasus yang sering terjadi pada anak yang dapat menimbulkan berbagai
masalah dan juga komplikasi yaitu melibatkan parenkim otak dan lebih serius. maka
peneliti tertarik untuk melakukan studi kasus pada An. R dengan ensefalitis di ruang
Selincah 1 RSUP Moh. Hoesein Palembang
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penulis mampu mengaplikasikan serta mampu melaksanakan ilmu tentang
Asuhan Keperawatan secara komprehensif dengan proses pendekatan yang meliputi
aspek bio, psiko, spiritual, dalam bentuk pendokumentasian pada An. R dengan
masalah keperawatan ensefalitis di ruang Selincah 1 RSUP Moh. Hoesein Palembang
2. Tujuan Khusus
a) Mampu melaksanakan pengkajian keperawatan pada An. R dengan masalah
keperawatan ensefalitis di ruang Selincah 1 RSUP Moh. Hoesein Palembang,
b) Mampu merumuskan diagnosis keperawatan pada An. R dengan masalah
keperawatan ensefalitis di ruang Selincah 1 RSUP Moh. Hoesein Palembang.
c) Mampu menyusun rencana tindakan keperawatan pada An. R dengan masalah
keperawatan ensefalitis di ruang Selincah 1 RSUP Moh. Hoesein Palembang.
d) Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada An. R dengan masalah
keperawatan ensefalitis di ruang Selincah 1 RSUP Moh. Hoesein Palembang.
e) Melakukan evaluasi tindakan keperawatan pada An. R dengan masalah
keperawatan ensefalitis di ruang Selincah 1 RSUP Moh. Hoesein Palembang.
f) Melakukan discharge planning pada An. R dengan masalah keperawatan
ensefalitis di ruang Selincah 1 RSUP Moh. Hoesein Palembang.
C. Waktu dan Tempat
Asuhan keperawatan dan pengumpulan data dilakukan pada tanggal 09 Januari 2023
di ruang Selincah 1 RSUP Moh. Hoesein Palembang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi
Menurut Heriyati (2008), otak dan medula spinalis dikelilingi oleh tiga lapisan
jaringan ikat membranosa yang disebut meninges, yang meliputi:
1 Dura mater, yaitu lapisan terluar yang kaya akan serabut saraf sensoris. Dura
mater terutama disarafi oleh cabang-cabang sensoris meningeal dari
nervustrigeminus, nervus vagus, dan saraf-saraf servikal atas. Dura mater
jugamembentuk lipatan atau lapisan jaringan ikat tebal yang
memisahkaberbagai regio otak seperti falks serebri, falks serebeli, tentorium
serebeli, diafragma.
2 Araknoid mater, yaitu lapisan di bawah dura mater yang avaskular. Ruang
diantara araknoid mater dan pia mater disebut spatium subarachnoideum
damengandung cairan serebrospinalis.
3 Pia mater, yaitu lapisan jaringan ikat yang langsung membungkus otak da
medula spinalis. Araknoid mater dan pia mater tidak memiliki serabut sara
sensoris.Bagian yang paling menonjol dari otak manusia adalah hemisfer
serebri.
Beberapa regio korteks serebri yang berhubungan dengan fungsi-fungsi
spesifik dibagi atas lobus-lobus. Lobus-lobus tersebut dan fungsinya masing-masing
antara lain:. Lobus frontal memengaruhi kontrol motorik, kemampuan berbicara
ekspresi kepribadian, dan hawa nafsu. Lobus parietal memengaruhi input sensoris,
representasi dan integrasi, kemampuan berbicara reseptif. Lobus oksipital
memengaruhi input dan pemrosesan penglihatan. Lobus temporal memengaruhi
input pendengaran dan integrasi ingatan. Lobus insula memengaruhi emosi dan
fungsi limbik. Lobus limbik memengaruhi emosi dan fungsi otonom
( Waseso,2015).
Komponen-komponen otak lainnya antara lain:
1 Talamus merupakan pusat relai di antara area kortikal dan subkortikal.
2 Serebelum mengkoordinasikan aktivitas motorik halus dan memproses posisi
otot.
3 Batang otak (otak tengah, pons, dan medula oblongata) menyampaikan
informasi sensoris dan motorik dari somatik dan otonom serta informasi motorik
dari pusat yang lebih tinggi ke target-target perifer (Heryati, 2008).
Otak mengandung empat ventrikel, yaitu dua ventrikel lateral serta ventrikel
ketiga dan keempat yang terletak di sentral. Cairan serebrospinalis dihasilkan oleh
pleksus koroideus, beredar melalui ventrikel-ventrikel, dan kemudian memasuki
ruang subaraknoid melalui foramen Luschka atau foramen Magendie di ventrikel
keempat. Otak terutama diperdarahi oleh arteri vertebral yang berasal dari arteri
subklavia, naik melalui foramen transversum dari vertebra C1-C6, dan memasuki
foramen magnum tengkorak; dan arteri karotid internal yang berasal dari arteri
karotis komunis di leher, naik di leher, dan memasuki kanalis karotis dan melintasi
foramen laserum sehingga berakhir sebagai arteri serebral anterior dan medial yang
beranastomosis dengan sirkulus Willisi (Waseso, 2015).
c Ensefalitis pasca infeksi : pasca morbili, pasca varisela, pasca rubela, pasca
vaksinia, pasca mononukleosis infeksious dan jenis-jenis yang mengikuti
infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik.
Meskipun di Indonesia secara klinis dikenal banyak kasus ensefalitis, tetapi baru
Japanese B encephalitis yang ditemukan. Klasifikasi berdasarkan penyebab:
a Ensefalitis supurativa
Bakteri penyebab ensefalitis supurativa adalah : staphylococcus
aureusstreptococcus, E.coli dan M.tuberculosa.
Patogenesis penyakit ini ialah peradangan dapat menjalar ke jaringan otak
dari otitis Medula, mastoiditis, sinusitis,atau dari piema yang berasl dari
radang, abses di dalam paru, bronchiektasi, empiema, osteomeylitis cranium,
fraktur terbuka,trauma yang menembus ke dalam otak dan tromboflebitis.
Reaksi dini jaringan otak terhadap kuman yang bersarang adalah edema,
kongesti yang disusul dengan pelunakan dan pembentukan abses.
Disekeliling daerah yang meradang berproliferasi jaringan ikat dan astrosit
yang membentuk kapsula. Bila kapsul pecah terbentuklah abses yang masuk
ventrikel.
b Ensefalitis virus
Virus yang dapat menyebabkan radang otak pada manusia :
a. Virus RNA
Paramikso virus : virus parotitis, irus morbili
Rabdovirus : virus rabies
Togavirus : virus rubella flavivirus (virus ensefalitis Jepang B, virus
dengue)
Picornavirus : enterovirus (virus polio, coxsackie A,B,echovirus)
Arenavirus : virus koriomeningitis limfositoria
b. Virus DNA
Herpes virus : herpes zoster-varisella, herpes simpleks,
sitomegalivirus,virus Epstein-barr
Poxvirus : variola, vaksinia
Retrovirus : AIDS
Manifestasi klinis Dimulai dengan demam, nyeri kepala, vertigo, nyeri
badan, nausea, Kesadaran menurun, timbul serangan kejang-kejang, kaku
kuduk,hemiparesis dan paralysis bulbaris (Magbri,2018).
c Ensefalitis karena parasit
a. Malaria serebral
Plasmodium falsifarum penyebab terjadinya malaria serebral. Gangguan
utama terdapat didalam pembuluh darah mengenai parasit. Sel darah
merah yang terinfeksi plasmodium falsifarum akan melekat satu sama
Lainnya sehingga menimbulkan penyumbatan-penyumbatan. Hemorrhagic
petechia dan nekrosis fokal yang tersebar secara difus ditemukan pada
selaput otak dan jaringan otak. Gejala-gejala yang timbul : demam
tinggi.kesadaran menurun hingga koma. Kelainan neurologik tergantung
pada lokasi kerusakan-kerusakan.
b. Toxoplasmosis
Toxoplasma gondii pada orang dewasa biasanya tidak menimbulkan
gejala –gejala kecuali dalam keadaan dengan daya imunitas menurun.
Didalam tubuh manusia parasit ini dapat bertahan dalam bentuk kista
terutama di otot dan jaringan otak.
c. Amebiasis
Amuba genus Naegleria dapat masuk ke tubuh melalui hidung ketika
berenang di air yang terinfeksi dan kemudian menimbulkan
meningoencefalitis akut. Gejala-gejalanya adalah demam akut, nausea,
muntah, nyeri kepala, kaku kuduk dan kesadaran menurun.
d. Sistiserkosis
Cysticercus cellulosae ialah stadium larva taenia. Larva menembus
mukosa dan masuk kedalam pembuluh darah, menyebar ke seluruh badan.
Larva dapat tumbuh menjadi sistiserkus, berbentuk kista di dalam ventrikel
danparenkim otak. Bentuk rasemosanya tumbuh didalam meninges atau
tersebar didalam sisterna. Jaringan akan bereaksi dan membentuk kapsula
disekitarnya. Gejaja-gejala neurologik yang timbul tergantung pada lokasi
kerusakan (Maha, 2012).
Ensefalitis karena fungus. Fungus yang dapat menyebabkan radang antara
lain : candida albicans, Cryptococcus neoformans,Coccidiodis, Aspergillus,
Fumagatus dan Mucormycosis. Gambaran yang ditimbulkan infeksi fungus
pada sistim saraf pusat ialah meningo-ensefalitis purulenta. Faktor yang
memudahkan timbulnya infeksi adalah daya imunitas yang menurun
(Tiwary, 2012).
Riketsiosis serebri ialah. Riketsia dapat masuk ke dalam tubuh melalui
gigitan kutu dan dapat menyebabkan Ensefalitis. Di dalam dinding
pembuluh darah timbul noduli yang terdiri atas sebukan sel-sel
mononuclear, yang terdapat pula disekitar pembuluh darah di dalam
jaringan otak. Didalam pembuluh darah yang terkena akan terjadi
trombosis. Gejala-gejalanya ialah nyeri kepala, demam, mula-mula sukar
tidur, kemudian mungkin kesadaran dapat menurun. Gejala-gejala
neurologik menunjukan lesi yang tersebar (Magbri,2018)
3 Diagnosis
Diagnosis pasti adalah ditemukannya virus dalam darah atau cairan spinal, tetapi isolasi
virus sangat sulit pada manusia karena masa viremia yang mungkin pendek sekali
sehingga saat pasien mengalami gejala, masaviremianya sudah berlalu. Uji serologi: Uji
HI (hemagglutination inhibition) dan ELISA memerlukan serum akut dan konvalesen
sehingga bisa dilihat kenaikan titer antibodi terhadap virus Japanese encephalitis (Maha
S.M, 2012)
4 Manifestasi klinis
Secara umum gejala berupa trias ensefalitis ;
Demam
Kejang
Kesadaran menurun
Bila berkembang menjadi abses serebri akan timbul gejala-gejala infek umum,
tanda-tanda meningkatnya tekanan intracranial yaitu : nyeri kepala yang kronik dan
progresif,muntah, penglihatan kabur, kejang, kesadaran menurun, pada pemeriksaan
mungkin terdapat edema papil.Tanda-tanda deficit neurologist tergantung pada lokasi
dan luas abses (Magbri, 2018).
Radiologi
Pencitraan bisa diperlukan sebelum melakukan pungsi lumbal pada pasien yang dicurigai
mengalami ensefalitis. Indikasi dilakukannya pencitraan sebelum pungsi lumbal adalah:
Gejala neurologi fokal
Adanya papiledema
Kejang yang berkelanjutan atau tidak terkontrol
GCS ≤ 12[1]
Pencitraan juga mampu membedakan ensefalitis dari diagnosis banding seperti
perdarahan intrakranial, stroke, tumor otak, ataupun abses otak. Modalitas pencitraan
yang dapat dilakukan adalah CT scan dan MRI kepala.[4]
Pada ensefalitis akibat virus herpes simpleks, MRI dapat menunjukkan beberapa fokus
peningkatan intensitas sinyal T2 di lobus temporal medial dan grey matter frontal
inferior. CT Scan biasanya menunjukkan area edema atau perdarahan petekie pada area
yang sama.[12]
6. Penatalaksanaan Medis
Terapi Antiviral
Antivirus bisa diberikan pada ensefalitis akibat virus herpes simpleks dan varicella
zoster untuk mempersingkat perjalanan klinis, mencegah komplikasi, mencegah
perkembangan latensi atau kekambuhan, mengurangi penularan, dan menghilangkan
latensi yang telah ada.
a. Acyclovir
Acyclovir telah dilaporkan efektif terhadap virus herpes simpleks tipe 1 dan
Acyclovir diberikan dengan dosis 10 mg/kg intravena setiap 8 jam, dimulai segera
setelah diagnosis dan dilanjutkan selama 14 hari atau sampai infeksi virus selesai.
[12]
b. Foscarnet
Foscarnet adalah analog organik pirofosfat anorganik. Obat ini menghambat
replikasi virus herpes dan cytomegalovirus. Obat ini memberikan aktivitas antivirus
dengan menghambat replikasi virus di situs pengikatan pirofosfat pada DNA polimerase
spesifik.
Pasien yang memiliki respon klinis yang buruk atau mengalami virus yang persisten
selama terapi, terutama pada pasien HIV-positif, dapat diberikan foscarnet. Dosis yang
disarankan adalah 120 mg/kg/hari.
c. Kortikosteroid
Dexamethasone dapat mengurangi peradangan dengan menekan migrasi leukosit
polimorfonuklear dan membalikkan peningkatan permeabilitas kapiler. Obat ini dapat
mengurangi edema otak. Dosis untuk edema otak yang dianjurkan adalah 10 mg
intravena, kemudian 4 mg intramuskular setiap 6 jam sampai perbaikan klinis. Dapat
dikurangi setelah 2-4 hari dan secara bertahap dihentikan selama 5-7 hari.
d. Antibiotik
Antibiotik empiris dapat diberikan hingga bakteri penyebab dapat diidentifikasi.
Pilihan antibiotik empirik adalah ceftriaxone untuk pasien yang berusia > 3 bulan, dan
kombinasi ampicillin dan cefotaxime pada pasien berusia < 3 bulan. Jika bakteri
penyebab telah diketahui, dapat diberikan antibiotik yang sesuai, misalnya
azithromycin dan doxycycline pada infeksi M. pneumoniae.
e. Obat Antikejang
Pada pasien dengan keluhan kejang dapat diberikan lorazepam 4 mg diberikan bolus
pelan. Pemberian dapat diulangi setiap 5-10 menit jika kejang masih terjadi.
Pathway
Peradangan di otak
Peningkatan tik
echepalitis
Pembentukan transudat
Reaksi kuman Iritasi korteks selebral Kerusakan saraf V Kerusakan saraf
dan eksundat
patogen area fokal IX
Penurunan kesadaran
Penumpukan sekret
A. Rencanan
Tabel 2.1 diagnosa dan intervensi asuhan keperawatan ensefalitis
Diagnosa Rencana keperawatan
Keperawatan/ Tujuan dan Kriteria Intervensi (SIKI)
Masalah Kolaborasi Hasil (SLKI)
Bersihan Jalan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Nafas
Nafas tidak efektif keperawatan selama ... Monitor pola napas (frekuensi,
berhubungan jam pasien menunjukkan kedalaman, usaha napas)
dengan: ketidefektifan jalan nafas Monitor bunyi napas tambahan
- Infeksi, disfungsi dapat dipertahankan pada (mis. gurgiling, mengi,
neuromuskular, skala ... dan di tingkatkan wheezing, ronkhi kering)
hiperplasia dinding pada skala ..., dengan Monitor sputum (jumlah,
bronkus, alergi jalan kriteria hasil : warna, aroma)
nafas, asma, trauma Batuk efektif
- Obstruksi jalan Produksi sputum. Terapeutik
nafas : spasme jalan Gelisah Pertahanan kepatenan jalan
nafas, sekresi Sianosis napas dengan head-tift dan
tertahan, banyaknya Kesulitan bicara chin-lift (jaw-thrust jika curiga
mukus, adanya jalan Keterangan Skala: trauma servikal)
nafas buatan, sekresi 1 meningkat Posisikan Semi-Fowler atau
bronkus, adanya 2 cukup meningkat Fowler
eksudat di alveolus, 3 sedang Berikan minuman hangat
adanya benda asing 4 cukup menurun Lakukan fisioterapi dada, jika
di jalan nafas.: 5 menurun perlu
- Dispneu Lakukan penghisapan lendir
DO: kurang dari 15 detik
- Penurunan suara Lakukan hiperoksigenasi
nafas sebelum penghisapan
- Orthopneu endotrakeal
- Cyanosis Keluarkan sumbatan benda
- Kelainan suara padat dengan proses McGill
nafas (rales,
Berikan Oksigen, Jika perlu
wheezing)
- Kesulitan berbicara
Edukasi
- Batuk, tidak efekotif
Anjurkan asupan cairan 2000
atau tidak ada
ml/hari, Jika tidak
- Produksi sputum
komtraindikasi
- Gelisah
Ajarkan teknik batuk efektif
- Perubahan frekuensi
dan irama nafas
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, Jika perlu
Hipertermi Setelah dilakukan Manajemen Hipertermi
Berhubungan tindakan keperawatan Identifikasi penyebab
dengan : selama ... jam pasien hipotermia (mis.
- penyakit/ menunjukkan keefektifan dehidrasi, terpapar
trauma jalan nafas dapat lingkungan panas,
- peningkatan dipertahankan pada penggunaan inkubator)
metabolisme skala ... dan di tingkatkan Monitor suhu tubuh
- aktivitas yang pada skala ..., kriteria Monitor kadar elektrolit
berlebih hasil: Monitor haluaran urine
- dehidrasi Menggil Monitor komplikasi
Kulit merah akibat hipertermia
DO/DS: Kejang
• kenaikan suhu Keterangan skala Terapeutik
tubuh diatas rentang 1. meningkat Sediakan lingkungan
normal 2. cukup meningkat yang dingin
• serangan atau 3.sedang Longgarkan atau lepaskan
konvulsi (kejang) 4. cukup turun pakaian
• kulit 5. menurun Basahi dan kipas
kemerahan permukaan tubuh
• pertambahan Berikan cairan oral
RR Ganti linen setiap hari
• takikardi atau lebih sering jika
• Kulit teraba mengalami hiperhidrosis
panas/ hangat (keringat berlebih)
Lakukan pendinginan
eksternal (mis. selimut
hipotermia atau kompres
dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen, aksila)
Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
Berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi
Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, Jika perlu
Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
Berhubungan dengan tindakan keperawatan Identifikasi status nutrisi
: selama ... jam pasien Identifikasi alergi dan
Ketidakmampuan menunjukkan keefektifan intoleransi makanan
untuk memasukkan jalan nafas dapat Identifikasi makanan
atau mencerna dipertahankan pada yang disukai
nutrisi oleh karena skala ... dan di tingkatkan Identifikasi kebutuhan
faktor biologis, pada skala ..., indikator: kalori dan jenis nutrien
psikologis atau Nyeri abdomen Identifikasi perlunya
ekonomi. Rambut rontok penggunaan selang
DS: Nafsu makan nasogastrik
- Nyeri abdomen Bising usus Monitor asupan makanan
- Muntah Keterangan : Monitor berat badan
- Kejang perut 1. meningkat Monitor hasil
- Rasa penuh 2. cukup meningkat pemeriksaan laboratorium
tiba-tiba setelah 3.sedang
makan 4. cukup turun
DO: 5. menurun Terapeutik
- Diare Lakukan oral hygienis
- Rontok rambut sebelum makan, jika
yang berlebih perlu
- Kurang nafsu Fasilitasi menentukan
makan pedoman diet (mis.
- Bising usus piramida makanan)
berlebih Sajikan makanan secara
- Konjungtiva menarik dan suhu yang
pucat sesuai
- Denyut nadi Berikan makanan tinggi
lemah serat untuk mencegah
konstipasi
Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
Berikan suplemen
makanan, jika perlu
Hentikan pemberian
makanan melalui selang
nasogastrik jika asupan
oral dapat ditoleransi
Edukasi
Anjurkan posisi duduk,
jika mampu
Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. pereda nyeri,
antlemetik), jika perlu
Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan,
jika perlu
Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
berhubungan tindakan keperawatan Identifikasi lokasi,
dengan: selama ... jam pasien karakteristik, durasi,
Agen injuri menunjukkan keefektifan frekuensi, kualitas,
(biologi, kimia, jalan nafas dapat intensitas nyeri
fisik, psikologis), dipertahankan pada Identifikasi skala nyeri
kerusakan jaringan skala ... dan di tingkatkan Identifikasi respon nyeri
pada skala ..., dengan non verbal
DS: kriteria hasil: Identifikasi faktor yang
- Laporan secara kesulitan tidur memperberat dan
verbal berfokus pada diri memperingan nyeri
DO: sendiri Identifikasi pengetahuan
- Posisi untuk Gelisah dan keyakinan tentang
menahan nyeri Keterangan skala nyeri
- Tingkah laku 1. meningkat Identifikasi pengaruh
berhati-hati 2. cukup meningkat budaya terhadap respon
- Gangguan 3.sedang nyeri
tidur (mata sayu, 4. cukup turun Identifikasi pengaruh
tampak capek, sulit 5. menurun nyeri pada kualitas hidup
atau gerakan kacau, Monitor keberhasilan
menyeringai) terapi komplementer yang
- Terfokus pada sudah diberikan
diri sendiri Monitor efek samping
- Fokus penggunaan analgetik
menyempit
(penurunan persepsi Terapeutik
waktu, kerusakan Berikan teknik
proses berpikir, nonfarmakologis untuk
penurunan interaksi mengurangi rasa nyeri
dengan orang dan (mis. TENS, hipnosis,
lingkungan) akupresure, terapi musik,
- Tingkah laku biofeedback, terapi pijat,
distraksi, contoh : aromaterapi, teknik
jalan- jalan, imajinasi terbimbing,
menemui orang lain kompres hangat atau
dan/atau aktivitas, dingin, terapi bermain)
aktivitas berulang- Kontrol lingkungan yang
ulang) memperberat rasa nyeri
- Respon (mis. suhu ruangan,
autonom (seperti pencahayaan, kebisingan)
diaphoresis, Fasilitasi istirahat dan
perubahan tekanan tidur
darah, perubahan Pertimbangkan jenis dan
nafas, nadi dan sumber nyeri dalam
dilatasi pupil) pemilihan strategi
- Perubahan meredakan nyeri
autonomic dalam Edukasi
tonus otot (mungkin Jelaskan penyebab
dalam rentang dari periode dan pemicu nyeri
lemah ke kaku) Jelaskan strategi
- Tingkah laku meredakan nyeri
ekspresif (contoh : Anjurkan memonitor
gelisah, merintih, nyeri secara mandiri
menangis, waspada, Anjurkan menggunakan
iritabel, nafas analgetik secara tepat
panjang/berkeluh Ajarkan teknik
kesah) nonfarmakologis untuk
- Perubahan mengurangi rasa nyeri
dalam nafsu makan
dan minum Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Resiko perfusi Setelah dilakukan Manajeman Peningkatan
serebral tidak tindakan keperawatan Tekanan Intrakranial
efektif selama ... jam pasien Identifikasi penyebab
Definisi : beresiko menunjukkan keefektifan peningkatan TIK (mis.
mengalami jalan nafas dapat lesi, gangguan
penurunan sirkulasi dipertahankan pada metabolisme, edema
darah ke otak. skala ... dan di tingkatkan serebral)
Faktor Risiko pada skala ..., Monitor tanda atau gejala
1. Keabnormalan Kriteria Hasil : peningkatan TIK (mis.
masa protrombin Mempertahankan tekanan darah meningkat,
dan atau urine output sesuai tekanan nadi melebar,
tromboplastin dengan usia dan BB, bradikardia, pola napas
parsial BJ urine normal, HT ireguler, kesadaran
2. Penurunan kinerja normal menurun)
3. ventrikel kiri Tekanan darah, nadi, Monitor MAP (Mean
4. Aterosklerosis suhu tubuh dalam Arterial Pressure)
aorta batas normal Monitor CVP (Central
5. Diseksi arteri Tidak ada tanda tanda Verious Pressure), jika
6. Fibrilasi atrium dehidrasi, Elastisitas perlu
7. Tumor otak turgor kulit baik, Monitor PAWP, jika perlu
8. Stenosis karotis membran mukosa Monitor PAP, jika perlu
9. Miksoma atrium lembab, tidak ada Monitor ICP (Intra Cranial
10. Aneurisma rasa haus yang Pressure), jika tersedia
serebri berlebihan Monitor CPP (Cerebral
11. Koagulopati Keterangan : Perfusion Pressure)
(mis. anemia sel 1. menurun Monitor gelombang ICP
sabit) 2. cukup menurun Monitor status pernapasan
12. Dilatasi 3. sedang Monitor intake dan output
kardiomiopati 4. cukup menurun cairan
Koagulopati 5. menurun Monitor cairan serebro-
intravaskuler spinalis (mis. warna,
diseminata konsistensi)
13. Embolisme
14. Cedera kepala Terapeutik
15. Hiperkolestero Minimalkan stimulus
nemia dengan menyediakan
16. Hipertensi lingkungan yang tenang
17. Endocarditis Berikan posisi semi
infektif Fowler
18. Katup prostetik Hindari manuver Valsava
mekanis Cegah terjadinya kejang
19. Stenosis mitral Hindari penggunaan PEEP
20. Neoplasma Hindari pemberian cairan
otak IV hipotonik
21. Infark miokard Atur ventilator agar
akut PaCO2 optimal
22. Sindrom sick Pertahankan suhu tubuh
sinus normal
23. Penyalahgunaa
n zat Kolaborasi
24. Terapi Kolaborasi pemberian
trombolitik sedasi dan anti konvulsan,
25. Efek samping jika perlu
tindakan (mis. Kolaborasi pemberian
tindaka operasi diuretik osmosis, jika
bypass) perlu
Kolaborasi pemberian
pelunak tinja, jika perlu
Resiko infeksi Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi
Definisi tindakan keperawatan Monitor tanda dan gejala
Berisiko mengalami selama ... jam pasien infeksi lokal dan
peningkatan menunjukkan resiko sistematik
terserang organisme infeksi dapat dihindari
patogenik pada skala ... dan di Terapeutik
tingkatkan pada skala ..., Batasi jumlah pengunjung
Faktor Risiko Kriteria Hasil : Berikan perawatan kulit
1. Penyakit kronis 1. Kebersihan tangan pada area edema
(mis. diabetes 2. Kebersihan badan Cuci tangan sebelum dan
melitus) 3. Nafsu makan sesudah kontak dengan
2. Efek prosedur Keterangan : pasien dan lingkungan
invasif 1. cukup meningkat pasien
Malnutrisi 2. cukup meningkat Pertahankan teknik
3. Peningkatan 3. sedang aseptik pada pasien
paparan 4. cukup menurun beresiko tinggi
organisme 5. menurun
patogen Edukasi
lingkungan Jelaskan tanda dan gejala
4. Ketidakadekuat infeksi
an Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
Ajarkan etika batuk
Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka dan luka
operasi
Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
Resiko cedera Setelah dilakukan Pencegahan Cedera
Berisiko mengalami tindakan keperawatan Identifikasi area
bahaya atau selama ... jam pasien lingkungan yang
kerusakan fisik yang menunjukkan resiko berpotensi menyebabkan
menyebabkan cedera dapat dihindari cedera
seseorang tidak lagi pada skala ... dan di Identifikasi obat yang
sepenuhnya sehat tingkatkan pada skala ..., berpotensi menyebabkan
atau dalam kondisi Kriteria Hasil : cedera
baik 4. Kejadian cedera Identifikasi kesesuaian
5. Luka/lecet alas kaki atau stocking
Faktor Risiko 6. Ketegangan otot elastis pada ekstremitas
Eksternal 7. Fraktur bawah
1. Terpapar 8. Perdarahan
patogen Keterangan : Terapeutik
2. Terpapar zat 1. cukup meningkat Sediakan pencahayaan
kimia toksik 2. cukup meningkat yang memadai
3. Terpapar agen 3. sedang Gunakan lampu tidur
nosokomial 4. cukup menurun selama jam tidur
4. Ketidakamanan 5. menurun Sosialisasikan pasien dan
transportasi keluarga dengan
Internal lingkungan ruang rawat
1. Ketidaknormala (mis. penggunaan telepon,
n profil darah tempat tidur, penerangan
2. Perubahan ruangan, dan lokasi kamar
orientasi afektif mandi)
3. Perubahan Gunakan alas lantai jika
sensasi beriko mengalami cedera
4. Disfungsi serius
autoimun Sediakan alas kaki antislip
5. Disfungsi Sediakan pispot atau
biokimia urinal untuk eliminasi di
6. Hipoksia tempat tidur, jika perlu
jaringan Pastikan bel panggilan
7. Kegagalan atau telepon mudah
mekanisme dijangkau
pertahanan Pastikan barang-barang
tubuh pribadi mudah dijangkau
8. Malnutrisi Pertahankan posisi tempat
9. Perubahan tidur di posisi terendah
fungsi saat digunakan
psikomotor Pastikan roda tempat tidur
10. Perubahan atau kursi roda dalam
fungsi kognitif kondisi terkunci
Gunakan pengaman
tempat tidur sesuai dengan
kebijakan fasilitas
pelayanan kesehatan
Pertimbangkan
penggunaan alarm
elektronik pribadi atau
alarm sensor pada tempat
tidur atau kursi
Diskusikan mengenal
latihan dan terapi fisik
yang diperlukan
Diskusikan mengenai alat
bantu mobilitas yang
sesuai (mis. tongkat atau
alat bantu jalan)
Diskusikan bersama
anggota keluarga yang
dapat mendampingi pasien
Tingkatkan frekuensi
observasi dan pengawasan
pasien, sesuai kebutuhan
Edukasi
Jelaskan alasan intervensi
pencegahan jatuh ke
pasien dan keluarga
Anjurkan berganti posisi
secara perlahan dan duduk
selama beberapa menit
sebelum berdiri
2 Implementasi
Menurut Setiadi (2012) implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Implementasi merupakan tahap
proses keperawatan di mana perawat memberikan intervensi keperawatan langsung dan tidak
langsung terhadap klien (Perry, 2009).
Tahapan-Tahapan Implementasi (Potter & Perry, 2009):
a Pengkajian ulang terhadap klien
Langkah ini membantu perawat untuk menentukan apakah tindakan keperawatan
masih sesuai dengan kondisi klien.
b Meninjau dan merevisi rencana asuhan keperawatan yang ada
Seteah mengkaji ulang, lakukan peninjauan rencana keperawatan, bandingkan data
tersebut agar diagnosis keperawatan menjadi valid, dan tentukan apakah intervensi
keperawatan tersebut masih menjadi yang terbaik untuk situasi klinis saat itu. Jika
terjadi perubahan status klien, diagnosis keperawatn dan intervensinya, lakukan
modifikasi rencana asuhan keperawatan. Rencana yang “ketinggalan zaman” akan
menurunkan kualitas asuhan keperawatan. Proses peninjauan dn modifikasi
memungkinkan perawat menyediakan intervensi keperwatn yang terbaik bagi
kebutuhan klien. Modifikasi rencana perawat tertulis mencakup empat langkah
sebagai berikut :
Lakukan revisi data pada kolom pengkajian untuk menggambarkan status klien
terkini. Berikan tanggal pada data baru sehingga anggota tim yang lain mengetahui
waktu perubahan tersebut.
Lakukan revisi pada diagnosis keperawatan. Hapus diagnosis keperawatan yang
telah kehilangan relevansinya, tambah dan berikan tanggal pada diagnosis yang
baru.. Lakukan revisi pada intervensi sesuai dengan diagnosis dan tujuan
keperawatan yang baru. Revisi ini harus menggambarkan status terkini klien.
Tentukan metode evaluasi untuk menetukan apakah perawat telah berhasil.
c Mengorganisasi sumber daya dan pemberian asuhan
Sumber daya suatu fasilitas mencakup peralatan dan personel yang memiliki
keterampilan. Organisasi peralatan dan personel akan membuat perawatan klien
menjadi lebih tepat waktu, efisien, dan penuh keterampilan. Persiapan pemberian
asuhan juga meliputi persiapan linggkungan dan klien untuk intervensi
keperawatan.
d Mengantisipasi dan mencegah komplikasi
Untuk mengantisipasi dan mencegah komplikasi, perawat mengenali resiko pada
klien, menyesuaikan intervensi dengan situasi, mengevaluasi keuntungan terapi
dibandingkan resikonya dan memulai tindakan pencegahan resiko.
e Mengimplementasikan intervensi keperawatan
Implementasi intervensi keperawatan yang berhasil membutuhkan keterampilan
kognitif, interpersonal, dan psikomotor.
3 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang memungkinkan perawat untuk
menentukan apakah intervensi keperawatan telah berhasil meningkatkan kondisi klien (Perry,
2009). Adapun macam – macam evaluasi menurut Setiadi (2012):
a Evaluasi formatif
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil tindakan
keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah perawat
mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan tindakan
keperawaatan yang telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif ini meliputi
empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni subjektif (data
berupa keluhan klien), objektif (data hasil pemeriksaan), analisis data
(perbandingan data denagn teori), dan perencanaan.
b Evaluasi sumatif
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas proses
kepwrawatan seelsai dilakukan. Evalusi sumatif ini bertujuan menilai dan
memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan. Metode yang
dapat digunakan pada evaluasi jenis ini adalah melakukan wawancara pada
akhir layanan, menanyakan respon klien dan keluarga terkait layanan
keperawatan, mengadakan pertemuan pada akhir layanan.
Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi yang terkait dengan pencapaian tujuan
keperawatan.Tujuan tercapai jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan
standar yang telah ditentukan.Tujuan tercapai sebagian atau klien masih dalam proses
pencapaian tujuan jika klien menunjukkan perubahan pada sebagian kriteria yang
telah ditetapkan.Tujuan tidak tercapai jika klien hanya menunjukkan sedikit
perubahan dan tidak ada kemajauan sama sekali serta dapat timbul masalah baru.
BAB III
FORMAT PENGKAJIAN ANAK
I. IDENTITAS
Inisial Nama : An. R Alamat :Maskrebet KM
10
f. Riwayat Keluarga
Genogram:
Keterengan:
: Perempuan
: Laki-laki
: Paien
g. Riwayat Sosial
Masalah keperawatan:
a. Mulut
Bibir: Kering
Gusi: Normal
Gigi: Normal
Lidah: bersih
b. Leher: Simetris
Kelenjar Tiroid : normal
c. Abdomen
Inspeksi : bentuk simetris
Perkusi : Timpani
Pola Eliminasi
BAK:
Warna: kuning
Konsistensi:
Dada
Bentuk: Simetris
Paru-paru:
Palpasi: Normal
Data Tambahan :
Pasien terpasang 02 NC
Masalah keperawatan:
Jantung
Inspeksi: Normal
Auskultasi: HR 100x/mnt.
Makan/minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Berpindah
Ambulasi/ROM
0: mandiri, 1: alat Bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4:
tergantung total
Personal hygine :
Data Tambahan :
Tidak ada data tambahan
Masalah keperawatan:
Intoleran Aktifitas Fisik
Defisit perawatan diri
a. Kesan Umum
b. Kepala
Bentuk:.Simetris
Fontanel: Datar
c. Mata
Mata: jernih
Pupil: Isokor
d. Telinga: Simetri
e. Hidung : Simetris
f.Lidah: bersih
Data Tambahan : Tidak ada
Laki-laki
Penis: normal/ada
Anus ; normal/ada
GCS : 9
E:3
V: 4
M:2
Data Tambahan
Pasien mengalami penurunan kesadaran
Masalah keperawatan:
Masalah keperawatan:
Kemandirian dan bergaul: keluarga pasien mengatakan pasien suka bergaul dengan
teman sebaya
TERAPI
Terapi Cara Pemberian Dosis Golongan / Jenis Indikasi
Midazolam IV 5mg/ml Benzodiazepine Obat penenang
hamelen
Ketamin IV 50 mg/ml Anastesi Untik
menghilangkan
kesadaran
Lidocain IV 2% Anastesi lokal Untuk
menghilangkan
rasa sakit
Omeprazole IV 40mg PPI(proton pump Diindikasi
inhibitor) untuk tukak
lambung
Paracetamol IV Analgesik Obat pereda
nyeri
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jenis Hasil
pemeriksaan
Hb 12,2
Ht 35,7%
Trombosit 518,000
Leukosit 10.280
Hasil CT scan : Tak tampak infark, perdarahan maupun SOL intrakarnial, sinusitis
sphenoidalis kiri, ethmoidalis kiri, dan maksillaris kiri.
Hasil MRI : Intracerebral tidak mencurigakan lesi infark/perdarahan maupun SOL. Tidak
tampak maiformasi vascular. Tidak tampak atrophi cerebral, kedua
hipocampus baik. Perkembangan white dan grey matter baik, tidak tampak
white matter disease. Infratentorial: cerebelium, batang otak dan cerebello-
pontine angle baik. Sinusitis sphenoid kiri dan maksilaris kiri
ANALISA DATA
- Keluarga pasien
mengatakan bahwa
pasien lemah
Tubuh kekurangan
elektrolit
DO:
Demam
Hipertermi
Radang otak(PTIK)
DO: - Pasien menggunakan
NGT
- Tampak lemas
- Pasien diberikan infus
Asam lambung
Smofkabiven
- BB sebelum sakit: 48
kg saat sakit : 45 kg
- TTV. TD: 120/70
mmHg. N: 100x/mnt. Nafsu makan menurun
RR: 26 x/mnt. T:39,0 c.
1.Hipertermi
2.Defisit nutrisi
3.Intoleran aktivitas
DIAGNOSA KEPERAWATAN
RENCANA KEPERAWATAN
No.Kamar/Bed : Shift :
Edukasi
Kolaborasikan pemeberian
cairan dan elektrolit
intravena, Jika perlu
Edukasi :
Kolaborasi :
Kolaborasi
3.Sedang kejang
3. Minimalkan stimulus
4:Cukup meningkat dengan menyediakan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
diuretik osmosis, jika
perlu
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
No.Kamar/Bed: Shift :
Implementasi Paraf
Tanggal & Evaluasi
Dx. Keperawatan keperawatan
Waktu
1. Mengdentifikasi
S: Keluarga pasien
penyebab peningkatan
mengatakan pasien suka
TIK (mis. Lesi,edema
berteriak tidak jelas
serebral)
2. Memonitor tanda dan
gejala peningkatan
O: Pasien terlihat mata
TIK(mis.tekanan darah
mendelik ke atas
meningkat,tekanan nadi
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko serebral perfusi tidak efektif
Berisiko mengalami penurunan sirkulasi darah ke otak D.0017. Gangguan
perfusi jaringan serebral merupakan adannya penurunan sirkulasi jaringan
otak, akibat situasi O2 didalam otak dan nilai Gaslow Scala menurun,
Ketidakefektifan perfusi apabila tidak ditangani dengan segera akan
meningkatkan tekanan intrakanial.
2. Intoleransi aktivitas
Intolefransi aktivitas adalah ketidak cukupan energi secara fisiologis
maupun psikologis untuk meneruskan atau menyelesaikan aktivitas
diminta atau aktivitas sehari-hari.
Diagnosa tersebut dapat ditegakan jika ada data batasaan karakteristik atau
responden dan tekanan dara atau nadi terhadap aktivitas, adanyan
ketidaknyamanan saat beraktivitas sehari-hari,alasan diagnosa tersebut
diangkat karena ditemukan tanda-tanda yang mendukung yaitu secara
subjektif yaitu pasien mengatakan aktivitas terbatas dan dibantu keluarga
dan data objektif pasien mengatakan pasien terbaring di tempat tidur dan
pasien tampak sulit untuk bergerak.
3. Hipertermi
Hipertermia adalah kondisi yang terjadi saat suhu tubuh naik melebihi
suhu normal. Suhu tubuh yang normal berada diantara 36 – 37,5 derajat
Celcius. Hipertermia ini terjadi akibat suhu lingkungan yang tinggi dan
tubuh tidak lagi mampu beradaptasi terhadap perubahan ekstrem tersebut.
Seseorang diktakan mengalami hipertermia bila suhu tubuh berada di atas
40 derajat Celcius.
Hipertermia adalah keadaan meningkatnya suhu tubuh di atas
rentangnormal tubuh,(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016). Menurut,(Arif
Muttaqin, 2014) hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh sehubugan
dengan ketidakmampuan tubuh untuk meningkatkan pengeluaran panas
atau menurunkan produksi panas.
C. Perencanaan Keperawatan
Pada perencanaan keperawatan merupakan intervensi yang harus dilakukan
dalam mengatasi permasalahan yang muncul. Pada tahap ini peneliti membuat
rencana tindakan keperawatan sesuai dengan teori.
1. Resiko serebral perfusi tidak efektif dengan dilakukan tindakan
keperawatan pada An.R bertujuan agar tingkat kesadaran pada anak
membaik, gelisah menurun dan demam teratasi. Menyediakan lingkungan
yang nyaman dan aman agar meminimalkan stimulus pada anak.
2. Intoleransi aktivitas dengan dilakukan tindakan keperawatan pada An.R
bertujuan agar tingkat memudahkan klien melakukan aktivitas sehari-hari
meningkat,kekuatan tubuh bagian atas cukup meningkat.
3. Hipertermi dengan dilakukan tindakan keperawatan pada An.R bertujuan
agar suhu tubuh dan suhu kulit pada anak kembali normal dan tekanan
darah pada anak dapat normal kembali.
D. Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi adalah pengelompokkan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Implementasi juga
sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien. Menurut teori (Debora, 2013).
Implementasi adalah tahap keempat dari proses keperawatan tahap ini muncul
jika perencanaan yang dibuat dipublikasikan pada pasien. Tindakan yang
dilakukan mungkin sama, mungkin juga berbeda dengan urutan yang telah
dibuat pada perencanaan. Aplikasi yang dilakukan pada pasien akan
berbedabeda, disesuaikan dengan kondisi pasien saat itu dan kebutuhan yang
paling dirasakan oleh pasien.
Tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada pasien An.R adalah
mengkaji keluhan pasien, pemeriksaan pada pasien, monitor tanda-tanda vital,
dan mengkaji penyebab kejang. Selain itu, penulis juga memberikan edukasi
kesehatan tentang Cara mencegah penyebab kejang dan mengatasinya,
kompres hangat agar suhu tubuh pada anak normal.
E. Evaluasi Keperawatan
Menurut (Padila, 2013) evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses
keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari
rencana keperawatan tercapai atau tidak.
Adapun evaluasi keperawatan dengan masalah dari An.R selama dilakukan
asuhan keperawatan, sebagai berikut:
1. Resiko perfusi serebral tidak efektif. Evaluasi yang didapatkan adalah
keluarga pasien mengatakan pasien suka berteriak tidak jelas dan mata
mendelik ke atas, Masalah belum teratasi dan Intervensi masih dilanjutkan
2. Intoleransi aktivitas. Evaluasi yang didapatkan adalah pasien masih lemah
dan susah untuk beraktivitas, masalah belum teratasi. Intervensi di
lanjutkan
Hipertermi. Evaluasi yang didapatkan adalah keluarga pasien mengatakan
badan pasien masih panas, pasien tampak berkringat suhu tubuh 38,3 C.
Masalah belum teratasi. Intervensi dilanjutkan
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asuhan keperawatan pada An. R dengan Diagnosa medis ensefalitis di
ruang Selincah 1 RSUP Dr.Mohammad Husen Palembang disimpulkan sebagai
berikut:
1. Pengkajian keperawatan pada An. R didapatkan data senjang baik data
subjektif maupun objektif lalu dibuat analisa data untuk menentukan masalah
keperawatan.
B. Saran
Setelah mahasiswa melakukan asuhan keperawatan secara komprehensif pada
An.R dengan ensofalitis diharapkan :
1. Bagi RSUP Dr.Mohammad Husen Palembang
Diharapkan semoga hasil Laporan Kasus ini dapat dijadikan sebagai
perbandingan dan bahan referensi di RSUP Dr.Mohammad Husen Palembang
dalam melaksanakan Tindakan asuhan keperawatan khususnya pada pasien
dengan Ensofalitis
2. Bagi Institusi Pendidikan IKesT Muhammadiyah Palembang
Diharapkan untuk Institusi Ilmu Kesehatan Dan Teknologi
Muhammadiyah Palembang, Laporan Kasus dapat dijadikan referensi untuk
memperkaya bahan ajar terutama mata ajar Keperawatan Anak Dan Koleksi
Perpustakaan.