Anda di halaman 1dari 73

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN.R DENGAN ENSEFALITIS DI RUANG


PERAWATAN ANAK SELINCAH 1 RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN
PALEMBANG

KELOMPOK 3
Anjelia Novriani 22222008
Annisyah Nuradabyah 22222009
Anom Budi Wijaya 22222010
Indriana Eka Yulianti 22222033
Joko Prasetyo 22222034
Jumiati 22222035
Rindi Pransisika 22222060
Riska Darmayanti 22222062
Rizkia Pramadani 22222063

Pembimbing Klinik : Siti Zaenab Purwanti, S.Kep.,Ners


Pembimbing Akademik :Yuniza, S.Kep., Ns., M.Kep

INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI MUHAMMADIYAH


PALEMBANG PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
TAHUN 2022
HALAMAN PERSETUJUAN

JUDUL : ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. R DENGAN ENSEFALITIS DI


RUANG ANAK SELINCAH 1 Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
TAHUN 2023

Palembang, Januari 2023

Menyetujui :

Dosen Pembimbing Pembimbing Klinik (CI)

Yuniza., M.Kep Siti Zaenab Purwanti, S,Kep., Ners


NBM.12062999 NIP.

Mengetahui,
Kepala Bagian Pendidikan dan Pelatihan
RSUP Dr Mohammad Hoesin Palembang

Bembi Ferizal, S.ST.Pi.,MM


NIP.198707012010011001
VISI, MISI DAN MOTTO RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

VISI

● Rumah Sakit Pendidikan dan Rujukan Nasional yang Mandiri dan Terpercaya
MISI

● Menyelenggarakan standarisasi Pelayanan, Pendidikan dan Penelitian


● Meningkatkan SDM yang unggul dan berbudaya kerja
● Menyelenggarakan produktivitas dan efisiensi
● Menjalin kemitraan dengan jaringan bisnis rumah sakit secara komprehensif
dan berkelanjutan
MOTTO

● Kesembuhan dan Kepuasan Anda Merupakan Kebahagiaan Kami


KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta
karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “Asuhan
Keperawatan pada An. R dengan Ensefelitas di ruang Selincah 1 RSUP Moh. Hoesein
Palembang tahun 2023” tepat pada waktunya.
Penyusunan laporan kasus ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam
menjalankan praktik klinik Profesi Ners di RSUP Dr Mohammad Hoesin Palembang tahun
2023. Dalam penyusunan laporan ini penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan dan
dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini perkenankan kami
menyampaikan terima kasih kepada :
1. dr. Siti Khalimah, Sp.KJ, MARS sebagai Direktur RSUP Dr Mohammad Hoesin
Palembang
2. Heri Shatriadi, M.Kes selaku Rektor Institut Ilmu Kesehatan dan Teknologi
Muhammadiyah Palembang
3. Kepala Bagian Pendidikan Dan Pelatihan (Diklit) Direktur RSUP Dr Mohammad
Hoesin Palembang
4. Yuniza,S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Dosen Pembimbing Akademik
5. Siti Zaenab Purwanti, S.Kep., Ners Pembimbing Klinik RSUP Dr Mohammad Hoesin
Palembang
6. Rodiah, S.Kep., M.Kes Ka Instalasi Rawat Inap RSUP Dr Mohammad Hoesin
Palembang
Kami menyadari laporan kasus ini masih banyak kekurangan, dengan demikian saran dan
kritik yang sangat membantu kami harapkan dan kami terima dengan senang hati. Kami
berharap semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan tenaga
kesehatan lain pada khususnya.

Palembang, Januari 2023

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ensefalitis adalah suatu infeksi dan inflamasi akut jaringan parenkim otak yang
biasanya disebabkan oleh virus. Ensefalitis artinya jaringan otak yang terinflamasi
sehingga menyebabkan masalah pada fungsi otak (Soegijanto, 2016). Ensefalitis
terdiri dari dua tipe yaitu ensefalitis primer (acute viral ensefalitis) disebabkan oleh
infeksi virus langsung ke otak dan medula spinalis, dan ensefalitis sekunder (post
infeksi ensefalitis) dapat disebabkan hasil dari komplikasi saat itu (Imran & Marlia,
2015).
Klien dengan ensefalitis menunjukkan tanda dan gejala diantaranya dapat difus
atau fokal yaitu penurunan kesadaran, gangguan fokal seperti hemiparesis, kejang
fokal dan gangguan otonom, gangguan gerak, perubahan tingkah laku, ataksia ,
gangguan saraf kranial, disfagia, meningismus, gangguan sensorik dan motorik
unilateral. Pada bayi, tanda yang dapat dilihat yaitu muntah, ubun-ubun/fontanel
menonjol, menangis terus menerus dan lebih buruk jika digendong (Dewanto, 2018).
Menurut (Kusuma, 2015) manifestasi ensefalitis yaitu demam, sakit kepala dan
biasanya pada bayi disertai jeritan, pusing, muntah, nyeri tenggorokkan dan
ekstermitas, malaise, pucat, halusinasi, kejang, gelisah, gangguan kesadaran atau
penurunan kesadaran. Sedangkan pasien dengan ensefalitis herpes simpleks
menunjukkan gejala tingkah laku yang kacau dan halusinasi (Ariani, 2014).
Angka kejadian ensefalitis yaitu 32-75% dan merupakan angka kematian
diseluruh dunia sekitar 8-45% (Vinca, Kestriani, & Budipratama, 2020). Umumnya
penderita dengan penyakit ensefalitis tidak memiliki gejala yang jelas, namun pada
kasus dengan gejala yang jelas, fatalitasya mencapai 20-50%. Penderita dengan gejala
jelas juga memiliki resiko lebih tinggi untuk munculnya berbagai macam gangguan
syaraf seperti keterbelakangan mental, perubahan kepribadian, gejala motorik dan
verbal. Klien dengan ensefalitis didapatkan masalah berupa demam, nyeri kepala,
kaku kuduk, penurunan kesadaran, gerakan abnrmal seperti tremor dan kejang.
Kemudian akan timbul keluhan dan gejala pada hari 3-5 berupa kekakuan otot, koma,
pernapasan yang abnormal, dehidrasi serta menurunan berat badan yang disebabkan
oleh mikroorganisme yaitu virus 60%, bakteri, parasit dan komplikasi penyakit infeksi
lain (Makmur & Siregar, 2020). Menurut WHO Tahun 2012 menggambarkan bahwa
negara-negara yang berisiko japanese ensefalitis ditemukan hampir diseluruh wilayah
asia dan merupakan penyebab utama kejadian penyakit ensefalitis virus di Asia. Dari
data surveilans kasus ensefalitis di indonesia tahun 2016 menunjukkan bahwa terdapat
sembilan provinsi yang melaporkan adanya kasus japanese ensefalitis. Dari hasil
surveilans sentinel tersebut terdapat 326 kasus acute enchephalitis syndrome dengan
43 kasus (13%). Sebanyak 85% kasus japanese ensefalitis di indonesia terdapat pada
kelompok usia 15 tahun dan 15% pada kelompok usia >15 tahun (Kementrian
Kesehatan RI, 2018). Sekitar 10% dari populasi yang suseptibel dapat terinfeksi setiap
tahunnya. Angka kematian yang ditimbulkan di Indonesia cukup tinggi yaitu sekitar
23% dan hampir 20% dari yang selamat memiliki kecatatan. Jadi dapat dinilai bahwa
dampak penyakit japanese ensefalitis di Indonesia tergolong tinggi (Hariastuti, 2012).
Anak M usia 8 tahun merupakan salah satu pasien di ruang perawatan Empu Tantular
(Anak) dengan ensefalitis. Saat dilakukan pengkajian keadaan umum An. M
samnolen, klien tampak gelisah, berbicara melantur dan teriak-teriak, sering bergerak
dengan tidak terkontrol, kesulitan tidur dan muntah-muntah. Klien direstrain,
terpasang NGT dan oksigen nasal kanul 3 lpm.
Faktor penyebab pada anak dengan ensefalitis yaitu umumnya disebabkan oleh
virus dan bakteri. Virus sistemik layaknya influenza, parotitis (gondong/mumps),
campak dan varisela yang dapat menyebabkan ensefalitis. Ensefalitis juga dapat
disebabkan oleh bakteri, jamur dan parasit (Soegijanto, 2016). Bakteri penyebab
ensefalitis yaitu staphylococcus aureus, streptokous, E. Coli, M. Tuberculosa dan T.
Pallidum. Tiga bakteri yang pertama adalah penyebab ensefalitis bacterial akut yang
menimbulkan pernanahan pada korteks serebri. Hal ini mengakibatkan terbentuk
abses serebri. Ensefalitis bakterial akut sering disebut ensefalitis supuratif akut
(Riyadi, 2010).
Organisme masuk kedalam tubuh melalui kulit, saluran pernapasan dan saluran
cerna. Selanjutnya, organisme patogen akan menyebar ke seluruh tubuh, baik secara
hematogen maupun melalui neuron. Penyebaran secara hematogen terjadi melalui
arteri intraserebri. Organisme patogen secara terbatas menginfeksi selaput lendir
permukaan atau organ tertentu, kemudian menyebar secara hematogen. Setelah terjadi
penyebaran di otak, timbul manifestasi klinis ensefalitis. Masa prodromal berlangsung
selama 1-4 hari, yang ditandai dengan demam, kejang, sakit kepala, pusing, muntah,
nyeri tenggorok, malaise, nyeri ekstermitas, dan pucat. Suhu badan meningkat,
fotofobia, sakit kepala, muntah, letargi, kadang disertau kaku kuduk jika infeksi
mengenai meninges (Muttaqin, 2015).
Ensefalitis dapat mengakibatkan banyak komplikasi jika tidak segera ditangani,
komplikasi yang dapat terjadi pada anak dengan ensefalitis yaitu pembekakan otak
yang dapat menyebabkan kerusakan otak permanen dan komplikasi tetap seperti
kesulitan belajar, masalah belajar, kehilangan memori, atau berkurangnya kontrol otot
(Soldatus, 2012). Infeksi pada parenkim otak yang menyebabkan fungsi otak tidak
normal yaitu perubahan satus mental, gangguan perilaku dan bicara serta terjadinya
penurunan fungsi sesoris dan motoris. Perjalanan penyakit ini sangat bervariasi, mulai
dari yang ringan sampai yang menganjam jiwa. Insiden ensefalitis viral adalah yang
tertinggi pada anak-anak. Prognosis penyakit bergantung pada usia penderita dan jenis
organisme penyebabnya. Semakin luas cedera otak, semakin banyak kerusakan
neurologis yang dialami (Diptyanusa, Ajib et al., 2020).
Pada klien yang mengalami ensefalitis harus dirawat inap sampai menghilangkan
gejala-gejala neurologik. Penatalaksanaan ensefalitis diataranya mengatasi kejang
yaitu tindakan vital, dikarenakan kejang pada ensefalitis biasanya berat maka
diberikan fenobarbital 5-8 mg/kgBB/24 jam. Jika kejang sering terjadi maka perluh
diberikan diazepam (0,1-0,2 mg/kgBB) melalaui IV dalam bentuk infus selama 3
menit, memperbaiki homeostatis dengan infus cairan D5-1/2 S atau D5-1/4 S
(tergantung umur) dan pemberian oksigen, mengurangi edema serebri serta
mengurangi akibat yang ditimbulkan oleh anoksia serebri dengan deksametason o,15-
1,0 mg/kgBB/hari melalui IV dibagi dalam 3 dosis, 4 menurunkan tekanan
intrakranial yang meninggi dengan menitol diberikan melalui intravena dengan dosis
1,5-2,0 g/kgBB selama 30-60 menit. pemberian dapat dilakukan ulang setiap 8-12
jam. Selain itu dapat juga diberikan gliserol melalui pipa nasogastrik 0,5-1,0 ml/kgBB
serta dapat diberikan kompres pada permukaan tubuh atau dapat juga diberikan
antipirektikum yaitu asetosal atau paracetamol. Jika keadaan sudah memungkinkan
pemberian obat melalui pre oral (Arif, 2010).
Pemberian terapi antibiotik untuk pasien ensefalitis bakteri yang kurang tepat
merupakan salah satu hal yang dapat membahayakan bagi keselamatan pasien dan
menjadi permasalahan dalam bidang kesehatan di berbagai negara, termaksud
indonesia. Fenomena tersebut dapat berpotensi meningkatkan biaya kesehatan yang
seharusnya dapat dihindari. Kematian yang terjadi disebabkan karena keterlambatan
pengenalan tanda dan gejala atau diagnosis, keterlambatan pemberian antibiotik dan
ketidaktepatan dalam pemberian antibiotik (Rossetyowati, Puspitasari, Andayani, &
Nuryastuti, 2021). Selain itu dalam penanganan ensefalitis secara umum adalah
mempertahankan fungsi organ dengan mengusahakan jalan napas tetap terbuka,
pemberian makanan enteral atau parenteral, menjaga keseimbangan cairan dan
elektrolit dan mengatasi kejang (Arif, 2010). Intervensi yang dilakukan pada A. M
untuk mengatasi masalah ensefalitis melakukan manajemen peningkatan tekanan
intrakranial dengan memberikan posisi yang tepat, mempertahankan ventilasi,
bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai kebutuhan dan melakukan pemantauan secara
langsung yaitu memantau kondisi klinis klien berupa observasi keadaan atau tingkat
kesadaran serta vital sign klien (Pramesti & Kristinawati, 2020).
Berdasarkan uraian-uraian yang telah dijelaskan diatas dimana ensefalitis
merupakan kasus yang sering terjadi pada anak yang dapat menimbulkan berbagai
masalah dan juga komplikasi yaitu melibatkan parenkim otak dan lebih serius. maka
peneliti tertarik untuk melakukan studi kasus pada An. R dengan ensefalitis di ruang
Selincah 1 RSUP Moh. Hoesein Palembang

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penulis mampu mengaplikasikan serta mampu melaksanakan ilmu tentang
Asuhan Keperawatan secara komprehensif dengan proses pendekatan yang meliputi
aspek bio, psiko, spiritual, dalam bentuk pendokumentasian pada An. R dengan
masalah keperawatan ensefalitis di ruang Selincah 1 RSUP Moh. Hoesein Palembang
2. Tujuan Khusus
a) Mampu melaksanakan pengkajian keperawatan pada An. R dengan masalah
keperawatan ensefalitis di ruang Selincah 1 RSUP Moh. Hoesein Palembang,
b) Mampu merumuskan diagnosis keperawatan pada An. R dengan masalah
keperawatan ensefalitis di ruang Selincah 1 RSUP Moh. Hoesein Palembang.
c) Mampu menyusun rencana tindakan keperawatan pada An. R dengan masalah
keperawatan ensefalitis di ruang Selincah 1 RSUP Moh. Hoesein Palembang.
d) Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada An. R dengan masalah
keperawatan ensefalitis di ruang Selincah 1 RSUP Moh. Hoesein Palembang.
e) Melakukan evaluasi tindakan keperawatan pada An. R dengan masalah
keperawatan ensefalitis di ruang Selincah 1 RSUP Moh. Hoesein Palembang.
f) Melakukan discharge planning pada An. R dengan masalah keperawatan
ensefalitis di ruang Selincah 1 RSUP Moh. Hoesein Palembang.
C. Waktu dan Tempat
Asuhan keperawatan dan pengumpulan data dilakukan pada tanggal 09 Januari 2023
di ruang Selincah 1 RSUP Moh. Hoesein Palembang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi
Menurut Heriyati (2008), otak dan medula spinalis dikelilingi oleh tiga lapisan
jaringan ikat membranosa yang disebut meninges, yang meliputi:
1 Dura mater, yaitu lapisan terluar yang kaya akan serabut saraf sensoris. Dura
mater terutama disarafi oleh cabang-cabang sensoris meningeal dari
nervustrigeminus, nervus vagus, dan saraf-saraf servikal atas. Dura mater
jugamembentuk lipatan atau lapisan jaringan ikat tebal yang
memisahkaberbagai regio otak seperti falks serebri, falks serebeli, tentorium
serebeli, diafragma.
2 Araknoid mater, yaitu lapisan di bawah dura mater yang avaskular. Ruang
diantara araknoid mater dan pia mater disebut spatium subarachnoideum
damengandung cairan serebrospinalis.
3 Pia mater, yaitu lapisan jaringan ikat yang langsung membungkus otak da
medula spinalis. Araknoid mater dan pia mater tidak memiliki serabut sara
sensoris.Bagian yang paling menonjol dari otak manusia adalah hemisfer
serebri.
Beberapa regio korteks serebri yang berhubungan dengan fungsi-fungsi
spesifik dibagi atas lobus-lobus. Lobus-lobus tersebut dan fungsinya masing-masing
antara lain:. Lobus frontal memengaruhi kontrol motorik, kemampuan berbicara
ekspresi kepribadian, dan hawa nafsu. Lobus parietal memengaruhi input sensoris,
representasi dan integrasi, kemampuan berbicara reseptif. Lobus oksipital
memengaruhi input dan pemrosesan penglihatan. Lobus temporal memengaruhi
input pendengaran dan integrasi ingatan. Lobus insula memengaruhi emosi dan
fungsi limbik. Lobus limbik memengaruhi emosi dan fungsi otonom
( Waseso,2015).
Komponen-komponen otak lainnya antara lain:
1 Talamus merupakan pusat relai di antara area kortikal dan subkortikal.
2 Serebelum mengkoordinasikan aktivitas motorik halus dan memproses posisi
otot.
3 Batang otak (otak tengah, pons, dan medula oblongata) menyampaikan
informasi sensoris dan motorik dari somatik dan otonom serta informasi motorik
dari pusat yang lebih tinggi ke target-target perifer (Heryati, 2008).

Otak mengandung empat ventrikel, yaitu dua ventrikel lateral serta ventrikel
ketiga dan keempat yang terletak di sentral. Cairan serebrospinalis dihasilkan oleh
pleksus koroideus, beredar melalui ventrikel-ventrikel, dan kemudian memasuki
ruang subaraknoid melalui foramen Luschka atau foramen Magendie di ventrikel
keempat. Otak terutama diperdarahi oleh arteri vertebral yang berasal dari arteri
subklavia, naik melalui foramen transversum dari vertebra C1-C6, dan memasuki
foramen magnum tengkorak; dan arteri karotid internal yang berasal dari arteri
karotis komunis di leher, naik di leher, dan memasuki kanalis karotis dan melintasi
foramen laserum sehingga berakhir sebagai arteri serebral anterior dan medial yang
beranastomosis dengan sirkulus Willisi (Waseso, 2015).

B. Konsep Penyakit Japanesee Enchephalitis


1 Definisi
Japanese Encephalitis (JE) adalah penyakit radang otak (Ensefalitis) yang
disebabkan oleh virus JE. Manusia dapat terinfeksi virus JE karena ini merupakan
penyakit bersumber binatang (zoonosis) yang ditularkan melalui vektor penyebar
virus JE yaitu nyamuk Culex yang terinfeksi virus JE. Jenis nyamuk ini merupakan
yang biasa ditemukan di sekitar rumah antara lain area persawahan, kolam atau
selokan (daerah yang selalu digenangi air). Sedangkan reservoarnya adalah babi,
kuda dan beberapa spesies burung (Kemenkes RI, 2018).
Nyamuk Culex sifatnya antrosoofilik yang tidak hanya menghisap darah binatang
tapi juga darah manusia, karena itulah melalui gigitan nyamuk dapat terjadi
penularan JE dari hewan kepada manusia. Namun, manusia merupakan dead-end
host untuk JE, artinya manusia tidak menjadi sumber penyebaran virus JE
(Kemenkes RI, 2018).
2 Etiologi
Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis, misalnya
bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirokaeta dan virus. Penyebab yang terpenting
dan tersering ialah virus. Beberapa mikroorganisme yang dapat menyebabkan
ensefalitis terbanyak adalah Herpes simpleks, arbovirus, Eastern and Western
Equine, La Crosse, St. Louis encephalitis. Penyebab yang jarang adalah
Enterovirus (Coxsackie dan Echovirus), parotitis, Lassa virus, rabies,
cytomegalovirus (CMV). Klasifikasi yang diajukan oleh Robin ialah (Tiwari,
2012):
a. Infeksi virus yang bersifat epidemik
a. Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.
b. Golongan virus ARBO : Western equine encephalitis, St. Louis
encephalitis, Eastern equine encephalitis, Japanese B encephalitis,
Russian spring summer encephalitis, Murray valley encephalitis.

b Infeksi virus yang bersifat sporadik : Rabies, Herpes simplex, Herpes


zoster, Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis dan jenis lain
yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.

c Ensefalitis pasca infeksi : pasca morbili, pasca varisela, pasca rubela, pasca
vaksinia, pasca mononukleosis infeksious dan jenis-jenis yang mengikuti
infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik.
Meskipun di Indonesia secara klinis dikenal banyak kasus ensefalitis, tetapi baru
Japanese B encephalitis yang ditemukan. Klasifikasi berdasarkan penyebab:
a Ensefalitis supurativa
Bakteri penyebab ensefalitis supurativa adalah : staphylococcus
aureusstreptococcus, E.coli dan M.tuberculosa.
Patogenesis penyakit ini ialah peradangan dapat menjalar ke jaringan otak
dari otitis Medula, mastoiditis, sinusitis,atau dari piema yang berasl dari
radang, abses di dalam paru, bronchiektasi, empiema, osteomeylitis cranium,
fraktur terbuka,trauma yang menembus ke dalam otak dan tromboflebitis.
Reaksi dini jaringan otak terhadap kuman yang bersarang adalah edema,
kongesti yang disusul dengan pelunakan dan pembentukan abses.
Disekeliling daerah yang meradang berproliferasi jaringan ikat dan astrosit
yang membentuk kapsula. Bila kapsul pecah terbentuklah abses yang masuk
ventrikel.
b Ensefalitis virus
Virus yang dapat menyebabkan radang otak pada manusia :
a. Virus RNA
Paramikso virus : virus parotitis, irus morbili
Rabdovirus : virus rabies
Togavirus : virus rubella flavivirus (virus ensefalitis Jepang B, virus
dengue)
Picornavirus : enterovirus (virus polio, coxsackie A,B,echovirus)
Arenavirus : virus koriomeningitis limfositoria
b. Virus DNA
Herpes virus : herpes zoster-varisella, herpes simpleks,
sitomegalivirus,virus Epstein-barr
Poxvirus : variola, vaksinia
Retrovirus : AIDS
Manifestasi klinis Dimulai dengan demam, nyeri kepala, vertigo, nyeri
badan, nausea, Kesadaran menurun, timbul serangan kejang-kejang, kaku
kuduk,hemiparesis dan paralysis bulbaris (Magbri,2018).
c Ensefalitis karena parasit
a. Malaria serebral
Plasmodium falsifarum penyebab terjadinya malaria serebral. Gangguan
utama terdapat didalam pembuluh darah mengenai parasit. Sel darah
merah yang terinfeksi plasmodium falsifarum akan melekat satu sama
Lainnya sehingga menimbulkan penyumbatan-penyumbatan. Hemorrhagic
petechia dan nekrosis fokal yang tersebar secara difus ditemukan pada
selaput otak dan jaringan otak. Gejala-gejala yang timbul : demam
tinggi.kesadaran menurun hingga koma. Kelainan neurologik tergantung
pada lokasi kerusakan-kerusakan.
b. Toxoplasmosis
Toxoplasma gondii pada orang dewasa biasanya tidak menimbulkan
gejala –gejala kecuali dalam keadaan dengan daya imunitas menurun.
Didalam tubuh manusia parasit ini dapat bertahan dalam bentuk kista
terutama di otot dan jaringan otak.
c. Amebiasis
Amuba genus Naegleria dapat masuk ke tubuh melalui hidung ketika
berenang di air yang terinfeksi dan kemudian menimbulkan
meningoencefalitis akut. Gejala-gejalanya adalah demam akut, nausea,
muntah, nyeri kepala, kaku kuduk dan kesadaran menurun.
d. Sistiserkosis
Cysticercus cellulosae ialah stadium larva taenia. Larva menembus
mukosa dan masuk kedalam pembuluh darah, menyebar ke seluruh badan.
Larva dapat tumbuh menjadi sistiserkus, berbentuk kista di dalam ventrikel
danparenkim otak. Bentuk rasemosanya tumbuh didalam meninges atau
tersebar didalam sisterna. Jaringan akan bereaksi dan membentuk kapsula
disekitarnya. Gejaja-gejala neurologik yang timbul tergantung pada lokasi
kerusakan (Maha, 2012).
Ensefalitis karena fungus. Fungus yang dapat menyebabkan radang antara
lain : candida albicans, Cryptococcus neoformans,Coccidiodis, Aspergillus,
Fumagatus dan Mucormycosis. Gambaran yang ditimbulkan infeksi fungus
pada sistim saraf pusat ialah meningo-ensefalitis purulenta. Faktor yang
memudahkan timbulnya infeksi adalah daya imunitas yang menurun
(Tiwary, 2012).
Riketsiosis serebri ialah. Riketsia dapat masuk ke dalam tubuh melalui
gigitan kutu dan dapat menyebabkan Ensefalitis. Di dalam dinding
pembuluh darah timbul noduli yang terdiri atas sebukan sel-sel
mononuclear, yang terdapat pula disekitar pembuluh darah di dalam
jaringan otak. Didalam pembuluh darah yang terkena akan terjadi
trombosis. Gejala-gejalanya ialah nyeri kepala, demam, mula-mula sukar
tidur, kemudian mungkin kesadaran dapat menurun. Gejala-gejala
neurologik menunjukan lesi yang tersebar (Magbri,2018)
3 Diagnosis
Diagnosis pasti adalah ditemukannya virus dalam darah atau cairan spinal, tetapi isolasi
virus sangat sulit pada manusia karena masa viremia yang mungkin pendek sekali
sehingga saat pasien mengalami gejala, masaviremianya sudah berlalu. Uji serologi: Uji
HI (hemagglutination inhibition) dan ELISA memerlukan serum akut dan konvalesen
sehingga bisa dilihat kenaikan titer antibodi terhadap virus Japanese encephalitis (Maha
S.M, 2012)

4 Manifestasi klinis
Secara umum gejala berupa trias ensefalitis ;
Demam
Kejang
Kesadaran menurun
Bila berkembang menjadi abses serebri akan timbul gejala-gejala infek umum,
tanda-tanda meningkatnya tekanan intracranial yaitu : nyeri kepala yang kronik dan
progresif,muntah, penglihatan kabur, kejang, kesadaran menurun, pada pemeriksaan
mungkin terdapat edema papil.Tanda-tanda deficit neurologist tergantung pada lokasi
dan luas abses (Magbri, 2018).

5. Pemeriksaan Diagnostik dan Penunjang


Beberapa temuan pada pemeriksaan fisik pasien ensefalitis adalah:
 Perubahan status mental, termasuk penurunan kesadaran dan perubahan kepribadian
 Tanda neurologis fokal, seperti hemiparesis, kejang fokal, dan disfungsi otonom
 Gangguan motorik dan ataksia
 Gangguan saraf kranial, misalnya bicara pelo
 Disfagia, khususnya pada ensefalitis akibat rabies
 Meningismus
 Disfungsi sensorimotor unilateral
Pada neonatus, ensefalitis paling banyak disebabkan oleh virus herpes simpleks. Tanda
yang bisa ditemukan adalah:
 Lesi kulit herpes
 Keratokonjungtivitis
 Keterlibatan orofaringeal, terutama mukosa dan area bukal
 Gejala ensefalitis, seperti kejang, iritabilitas, dan fontanela yang menggembung
 Tanda-tanda infeksi virus herpes simpleks yang berat, termasuk ikterus, hepatomegali,
dan syok
Diagnosis Banding
Ensefalitis harus dibedakan dari penyakit neurologis maupun non neurologis lainnya
seperti abses otak, meningitis, perdarahan subaraknoid, stroke, hipoglikemia, tumor otak,
kejang, keracunan obat, dan delirium tremens.
Abses otak dan meningitis jarang menimbulkan penurunan kesadaran seperti pada
ensefalitis. Sementara itu, keluhan pada tumor otak umumnya sudah berlangsung sejak
lama walaupun sifatnya bisa hilang-timbul. Pasien dengan stroke sering kali memiliki
komorbiditas seperti hipertensi atau dislipidemia. Secara umum, diagnosis banding ini bisa
dibedakan dari ensefalitis melalui analisis cairan serebrospinal dan CT scan kepala.
Analisa Cairan Serebrospinal
Jika ada ensefalitis, pada analisis cairan serebrospinal akan ditemukan limfositosis
limfositik, glukosa normal, dengan protein sedikit meningkat. Pewarnaan Gram dan kultur
dapat dilakukan untuk mengidentifikasi bakteri penyebab. Cairan serebrospinal juga bisa
dianalisis menggunakan polymerase chain reaction (PCR) untuk mengidentifikasi virus
penyebab. Virus herpes simpleks adalah yang paling sering dan PCR memiliki sensitivitas
dan spesifisitas melebihi 95% untuk mengidentifikasi virus ini.[1]

Radiologi
Pencitraan bisa diperlukan sebelum melakukan pungsi lumbal pada pasien yang dicurigai
mengalami ensefalitis. Indikasi dilakukannya pencitraan sebelum pungsi lumbal adalah:
 Gejala neurologi fokal
 Adanya papiledema
 Kejang yang berkelanjutan atau tidak terkontrol
 GCS ≤ 12[1]
Pencitraan juga mampu membedakan ensefalitis dari diagnosis banding seperti
perdarahan intrakranial, stroke, tumor otak, ataupun abses otak. Modalitas pencitraan
yang dapat dilakukan adalah CT scan dan MRI kepala.[4]
Pada ensefalitis akibat virus herpes simpleks, MRI dapat menunjukkan beberapa fokus
peningkatan intensitas sinyal T2 di lobus temporal medial dan grey matter frontal
inferior. CT Scan biasanya menunjukkan area edema atau perdarahan petekie pada area
yang sama.[12]

6. Penatalaksanaan Medis
Terapi Antiviral
Antivirus bisa diberikan pada ensefalitis akibat virus herpes simpleks dan varicella
zoster untuk mempersingkat perjalanan klinis, mencegah komplikasi, mencegah
perkembangan latensi atau kekambuhan, mengurangi penularan, dan menghilangkan
latensi yang telah ada.
a. Acyclovir
Acyclovir telah dilaporkan efektif terhadap virus herpes simpleks tipe 1 dan
Acyclovir diberikan dengan dosis 10 mg/kg intravena setiap 8 jam, dimulai segera
setelah diagnosis dan dilanjutkan selama 14 hari atau sampai infeksi virus selesai.
[12]
b. Foscarnet
Foscarnet adalah analog organik pirofosfat anorganik. Obat ini menghambat
replikasi virus herpes dan cytomegalovirus. Obat ini memberikan aktivitas antivirus
dengan menghambat replikasi virus di situs pengikatan pirofosfat pada DNA polimerase
spesifik.
Pasien yang memiliki respon klinis yang buruk atau mengalami virus yang persisten
selama terapi, terutama pada pasien HIV-positif, dapat diberikan foscarnet. Dosis yang
disarankan adalah 120 mg/kg/hari.
c. Kortikosteroid
Dexamethasone dapat mengurangi peradangan dengan menekan migrasi leukosit
polimorfonuklear dan membalikkan peningkatan permeabilitas kapiler. Obat ini dapat
mengurangi edema otak. Dosis untuk edema otak yang dianjurkan adalah 10 mg
intravena, kemudian 4 mg intramuskular setiap 6 jam sampai perbaikan klinis. Dapat
dikurangi setelah 2-4 hari dan secara bertahap dihentikan selama 5-7 hari.
d. Antibiotik
Antibiotik empiris dapat diberikan hingga bakteri penyebab dapat diidentifikasi.
Pilihan antibiotik empirik adalah ceftriaxone untuk pasien yang berusia > 3 bulan, dan
kombinasi ampicillin dan cefotaxime pada pasien berusia < 3 bulan. Jika bakteri
penyebab telah diketahui, dapat diberikan antibiotik yang sesuai, misalnya
azithromycin dan doxycycline pada infeksi M. pneumoniae.
e. Obat Antikejang
Pada pasien dengan keluhan kejang dapat diberikan lorazepam 4 mg diberikan bolus
pelan. Pemberian dapat diulangi setiap 5-10 menit jika kejang masih terjadi.
Pathway

Factor-faktor predisposisi pernah mengalami


campak, cacar air,herpes,bronchopneomonia

Virus/bakeri masuk jaringan otak secara local,


hematogen dan melalui saraf-saraf

Resiko infeksi Resiko infeksi

Infeksi menyebar melalui darah Infeksi menyebar melalui saraf

Peradangan di otak

Peningkatan tik

echepalitis

Pembentukan transudat
Reaksi kuman Iritasi korteks selebral Kerusakan saraf V Kerusakan saraf
dan eksundat
patogen area fokal IX

Edema selebral Peningkatan Kesulitan Kesulitan


suhu tubuh kejang Nyeri kepala menguyah Makan
Resiko perfusi serebral
tidak efektif Resiko cedera
Hipertermia Nyeri akut
Defisit nutrisi

Penurunan kesadaran

Penumpukan sekret

Bersihan jalan nafas tidak


efektif
C. Konsep
C.Dasar Asuhan Keperawatan
Proses keperawatan merupakan metode yang diterpakan untuk membantu perawat
dalam melakukan praktek keperawatan secara sistematis dalam memecahkan masalah
keperawatan secara ilmiah. Sasaran yang ingin dicapai yaitu memperbaiki dan
memelihara kesehatan yang dihadapi klien sehingga akan mencapai tingkat kesehatan
yang optimal (Dinarti, 2017).
1 Pengkajian.
Data-data yang di identifikasikan masalah kesehatan yang dihadapi penderita,
meliputi :
a Biodata.
Merupakan identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa,alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian
dan diagnosa medis. Identitas ini digunakan untuk membedakan klien satu
dengan yang lain. Jenis kelamin,umur dan alamat dan faktor yang dapat
mempercepat atau memperberat keadaan penyakit infeksi.
b Keluhan utama.
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS. keluhan
utama pada penderita encephalitis yaitu sakit kepala, kaku kuduk, gangguan
kesadaran, demam dan kejang.
c Riwayat penyakit sekarang.
Merupakan riwayat klien saat ini yang meliputi keluhan, sifat dan hebatnya
keluhan, mulai timbul atau kekambuhan dari penyakit yang pernah dialami
sebelumnya. Biasanya pada masa prodromal berlangsung antara 1-4 hari
ditandai dengan demam,s akit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan,
malaise, nyeri ekstrimitas dan pucat. Kemudian diikuti tanda ensefalitis yang
berat ringannya tergantung dari distribusi dan luas lesi pada neuron. Gejala
terebut berupa gelisah, irritable, screaning attack, perubahan perilaku, gangguan
kesadaran dan kejang kadang-kadang disertai tanda neurologis fokal berupa
afasia, hemiparesis, hemiplegia, ataksia dan paralisi saraf otak.
d Riwayat kehamilan dan kelahiran.
Dalam hal ini yang dikaji meliputi riwayat prenatal, natal dan post natal. Dalam
riwayat prenatal perlu diketahui penyakit apa saja yang pernah diderita oleh ibu
terutama penyakit infeksi. Riwayat natal perlu diketahui apakah bayi lahi rdalam
usia kehamilan aterm atau tidak karena mempengaruhi system kekebalan
terhadap penyakit pada anak. Trauma persalinan juga mempengaruhi timbulnya
penyakit contohnya aspirasi ketuban untuk anak. Riwayat post natal diperlukan
untuk mengetahui keadaan anak setelah lahir. Contoh : BBLR, apgar score,
yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya.
e Riwayat penyakit yang lalu.
Kontak atau hubungan dengan kasus-kasus meningitis akan meningkatkan
kemungkinan terjdinya peradangan atau infeksi pada jaringan otak (Nining,
2016). Imunisasi perlu dikaji untuk mengetahui bagaimana kekebalan tubuh
anak. Alergi pada anak perlu diketahui untuk dihindarkan karena dapat
memperburuk keadaan.
Riwayat kesehatan keluarga. Merupakan gambaran kesehatan keluarga, apakah
ada kaitannya dengan penyakit yang dideritanya. Pada keadaan ini status
kesehatan keluarga perlu diketahui, apakah ada anggota keluarga yang
menderita penyakit menular yang ada hubungannya dengan penyakit yang
dialami oleh klien (Lutfiani, 2015).
f Riwayat sosial.
Lingkungan dan keluarga anak sangat mendukung terhdap pertumbuhan dan
perkembangan anak. Perjalanan klinik dari penyakit sehingga mengganggu
status mental, perilaku dan kepribadian. Perawat dituntut mengkaji status klien
ataukeluarga agar dapat memprioritaskan maslaah keperawatnnya.( Lutfiani,
2015).
g Kebutuhan dasar (aktfitas sehari-hari).
Pada penderita ensepalitis sering terjadi gangguan pada kebiasaan sehari-hari
antara lain : gangguan pemenuahan kebutuhan nutrisi karena mual muntah,
hipermetabolik akibat proses infeksi dan peningkatan tekanan intrakranial. Pola
istirahat pada penderita sering kejang, hal ini sangat mempengaruhi penderita.
Pola kebersihan diri harus dilakukan di atas tempat tidur karena penderita lemah
atau tidak sadar dan cenderung tergantung pada orang lain perilaku bermain
perlu diketahui jika ada perubahan untuk mengetahui akibat hospitalisasi pada
anak.
h Pemeriksaan fisik.
Pada klien ensephalistis pemeriksaan fisik lebih difokuskan pada pemeriksaan
neurologis. Ruang lingkup pengkajian fisik keperawatan secara umum meliputi;
Keadaan umum.Penderita biasanya keadaan umumnya lemah karena mengalami
perubahan atau penurunan tingkat kesadaran. Gangguan tingkat kesadaran dapat
disebabkan oleh gangguan metabolisme dan difusi serebral yang berkaitan
dengan kegagalan neural akibat prosses peradangan otak.
Gangguan system pernafasan. Perubahan-perubahan akibat peningkatan tekanan
intra cranial menyebabakan kompresi pada batang otak yang menyebabkan
pernafasan tidak teratur. Apabila tekanan intrakranial sampai pada batas fatal
akan terjadi paralisa otot pernafasan (Dinarti, 2017).
Gangguan system kardiovaskuler. Adanya kompresi pada pusat vasomotor
menyebabkan terjadi iskemik pada daerah tersebut, hal ini akan merangsaang
vasokonstriktor dan menyebabkan tekanan darah meningkat. Tekanan pada
pusat vasomotor menyebabkan meningkatnya transmitter rangsang parasimpatis
ke jantung. Tekanan itu akan memicu jantung bergerak dengan lebih cepat,
adapun gangguan tersebut tidak hanya mempengaruhi kerja jantung tetapi juga
bisa mengarah ke sistem yang lainnya.

Gangguan system kardiovaskuler. Adanya kompresi pada pusat vasomotor


menyebabkan terjadi iskemik pada daerah tersebut, hal ini akan merangsaang
vasokonstriktor dan menyebabkan tekanan darah meningkat. Tekanan pada
pusat vasomotor menyebabkan meningkatnya transmitter rangsang parasimpatis
ke jantung.. Gangguan system gastrointestinal. Penderita akan merasa mual dan
muntah karena peningkatan tekanan intrakranial yang menstimulasi
hipotalamus anterior dan nervus vagus sehingga meningkatkan sekresi asam
lambung. Dapat pula terjd diare akibat terjadi peradangan sehingga terjadi
hipermetabolisme (Dinarti, 2017).

i Pertumbuhan dan perkembangan.


Pada setiap anak yang mengalami penyakit yang sifatnya kronuis atau
mengalami hospitalisasi yang lama, kemungkinan terjadinya gangguan
pertumbuhan dan perkembangan sangat besar. Hal ini disebabkan pada
keadaan sakit fungsi tubuh menurun termasuk fungsi social anak. Tahun-tahun
pertama pada anak merupakan “tahun emas” untuk kehidupannya. Gangguan
atau keterlambatan yang terjadi saat ini harus diatasi untuk mencapai tugas –
tugas pertumbuhan selanjutnya. Pengkajian pertumbuhna dan perkembangan
anak ini menjadi penting sebagai langkah awal penanganan dan antisipasi.
Pengkajian dapat dilakukan dengan menggunakan format DDST.Diagnosa
Keperawatan
Menurut Herlina (2014) untuk diagnosa keperawatan pada penderita ensefalitis
ialah didapatkan 5 diagnosa diantaranya ialah:
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
akumulasi sekret, kemampuan batuk menurun akibat penurunan
kesadaran.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan ketidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (biologi, kimia, fisik,
psikologis), kerusakan jaringan
d. Defisit volume cairan
e. Hipertermi Berhubungan dengan penyakit/trauma, peningkatan metabolisme
aktivitas yang berlebih dehidrasi.

A. Rencanan
Tabel 2.1 diagnosa dan intervensi asuhan keperawatan ensefalitis
Diagnosa Rencana keperawatan
Keperawatan/ Tujuan dan Kriteria Intervensi (SIKI)
Masalah Kolaborasi Hasil (SLKI)
Bersihan Jalan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Nafas
Nafas tidak efektif keperawatan selama ...  Monitor pola napas (frekuensi,
berhubungan jam pasien menunjukkan kedalaman, usaha napas)
dengan: ketidefektifan jalan nafas Monitor bunyi napas tambahan
- Infeksi, disfungsi dapat dipertahankan pada (mis. gurgiling, mengi,
neuromuskular, skala ... dan di tingkatkan wheezing, ronkhi kering)
hiperplasia dinding pada skala ..., dengan Monitor sputum (jumlah,
bronkus, alergi jalan kriteria hasil : warna, aroma)
nafas, asma, trauma  Batuk efektif
- Obstruksi jalan  Produksi sputum. Terapeutik
nafas : spasme jalan  Gelisah  Pertahanan kepatenan jalan
nafas, sekresi  Sianosis napas dengan head-tift dan
tertahan, banyaknya  Kesulitan bicara chin-lift (jaw-thrust jika curiga
mukus, adanya jalan Keterangan Skala: trauma servikal)
nafas buatan, sekresi 1 meningkat  Posisikan Semi-Fowler atau
bronkus, adanya 2 cukup meningkat Fowler
eksudat di alveolus, 3 sedang  Berikan minuman hangat
adanya benda asing 4 cukup menurun  Lakukan fisioterapi dada, jika
di jalan nafas.: 5 menurun perlu
- Dispneu  Lakukan penghisapan lendir
DO: kurang dari 15 detik
- Penurunan suara  Lakukan hiperoksigenasi
nafas sebelum penghisapan
- Orthopneu endotrakeal
- Cyanosis  Keluarkan sumbatan benda
- Kelainan suara padat dengan proses McGill
nafas (rales,
Berikan Oksigen, Jika perlu
wheezing)
- Kesulitan berbicara
Edukasi
- Batuk, tidak efekotif
 Anjurkan asupan cairan 2000
atau tidak ada
ml/hari, Jika tidak
- Produksi sputum
komtraindikasi
- Gelisah
 Ajarkan teknik batuk efektif
- Perubahan frekuensi
dan irama nafas
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, Jika perlu
Hipertermi Setelah dilakukan Manajemen Hipertermi
Berhubungan tindakan keperawatan  Identifikasi penyebab
dengan : selama ... jam pasien hipotermia (mis.
- penyakit/ menunjukkan keefektifan dehidrasi, terpapar
trauma jalan nafas dapat lingkungan panas,
- peningkatan dipertahankan pada penggunaan inkubator)
metabolisme skala ... dan di tingkatkan  Monitor suhu tubuh
- aktivitas yang pada skala ..., kriteria  Monitor kadar elektrolit
berlebih hasil:  Monitor haluaran urine
- dehidrasi  Menggil  Monitor komplikasi
 Kulit merah akibat hipertermia
DO/DS:  Kejang
• kenaikan suhu Keterangan skala  Terapeutik
tubuh diatas rentang 1. meningkat  Sediakan lingkungan
normal 2. cukup meningkat yang dingin
• serangan atau 3.sedang  Longgarkan atau lepaskan
konvulsi (kejang) 4. cukup turun pakaian
• kulit 5. menurun  Basahi dan kipas
kemerahan permukaan tubuh
• pertambahan  Berikan cairan oral
RR  Ganti linen setiap hari
• takikardi atau lebih sering jika
• Kulit teraba mengalami hiperhidrosis
panas/ hangat (keringat berlebih)
 Lakukan pendinginan
eksternal (mis. selimut
hipotermia atau kompres
dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen, aksila)
 Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
 Berikan oksigen, jika
perlu

 Edukasi
 Anjurkan tirah baring

 Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, Jika perlu
Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
Berhubungan dengan tindakan keperawatan  Identifikasi status nutrisi
: selama ... jam pasien  Identifikasi alergi dan
Ketidakmampuan menunjukkan keefektifan intoleransi makanan
untuk memasukkan jalan nafas dapat  Identifikasi makanan
atau mencerna dipertahankan pada yang disukai
nutrisi oleh karena skala ... dan di tingkatkan  Identifikasi kebutuhan
faktor biologis, pada skala ..., indikator: kalori dan jenis nutrien
psikologis atau  Nyeri abdomen  Identifikasi perlunya
ekonomi.  Rambut rontok penggunaan selang
DS:  Nafsu makan nasogastrik
- Nyeri abdomen  Bising usus  Monitor asupan makanan
- Muntah Keterangan :  Monitor berat badan
- Kejang perut 1. meningkat  Monitor hasil
- Rasa penuh 2. cukup meningkat pemeriksaan laboratorium
tiba-tiba setelah 3.sedang
makan 4. cukup turun
DO: 5. menurun  Terapeutik
- Diare  Lakukan oral hygienis
- Rontok rambut sebelum makan, jika
yang berlebih perlu
- Kurang nafsu  Fasilitasi menentukan
makan pedoman diet (mis.
- Bising usus piramida makanan)
berlebih  Sajikan makanan secara
- Konjungtiva menarik dan suhu yang
pucat sesuai
- Denyut nadi  Berikan makanan tinggi
lemah serat untuk mencegah
konstipasi
 Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
 Berikan suplemen
makanan, jika perlu
 Hentikan pemberian
makanan melalui selang
nasogastrik jika asupan
oral dapat ditoleransi

 Edukasi
 Anjurkan posisi duduk,
jika mampu
 Ajarkan diet yang
diprogramkan
 Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. pereda nyeri,
antlemetik), jika perlu
 Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan,
jika perlu
Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
berhubungan tindakan keperawatan  Identifikasi lokasi,
dengan: selama ... jam pasien karakteristik, durasi,
Agen injuri menunjukkan keefektifan frekuensi, kualitas,
(biologi, kimia, jalan nafas dapat intensitas nyeri
fisik, psikologis), dipertahankan pada  Identifikasi skala nyeri
kerusakan jaringan skala ... dan di tingkatkan  Identifikasi respon nyeri
pada skala ..., dengan non verbal
DS: kriteria hasil:  Identifikasi faktor yang
- Laporan secara  kesulitan tidur memperberat dan
verbal  berfokus pada diri memperingan nyeri
DO: sendiri  Identifikasi pengetahuan
- Posisi untuk  Gelisah dan keyakinan tentang
menahan nyeri Keterangan skala nyeri
- Tingkah laku 1. meningkat  Identifikasi pengaruh
berhati-hati 2. cukup meningkat budaya terhadap respon
- Gangguan 3.sedang nyeri
tidur (mata sayu, 4. cukup turun  Identifikasi pengaruh
tampak capek, sulit 5. menurun nyeri pada kualitas hidup
atau gerakan kacau,  Monitor keberhasilan
menyeringai) terapi komplementer yang
- Terfokus pada sudah diberikan
diri sendiri  Monitor efek samping
- Fokus penggunaan analgetik
menyempit
(penurunan persepsi  Terapeutik
waktu, kerusakan  Berikan teknik
proses berpikir, nonfarmakologis untuk
penurunan interaksi mengurangi rasa nyeri
dengan orang dan (mis. TENS, hipnosis,
lingkungan) akupresure, terapi musik,
- Tingkah laku biofeedback, terapi pijat,
distraksi, contoh : aromaterapi, teknik
jalan- jalan, imajinasi terbimbing,
menemui orang lain kompres hangat atau
dan/atau aktivitas, dingin, terapi bermain)
aktivitas berulang-  Kontrol lingkungan yang
ulang) memperberat rasa nyeri
- Respon (mis. suhu ruangan,
autonom (seperti pencahayaan, kebisingan)
diaphoresis,  Fasilitasi istirahat dan
perubahan tekanan tidur
darah, perubahan  Pertimbangkan jenis dan
nafas, nadi dan sumber nyeri dalam
dilatasi pupil) pemilihan strategi
- Perubahan meredakan nyeri
autonomic dalam  Edukasi
tonus otot (mungkin  Jelaskan penyebab
dalam rentang dari periode dan pemicu nyeri
lemah ke kaku)  Jelaskan strategi
- Tingkah laku meredakan nyeri
ekspresif (contoh :  Anjurkan memonitor
gelisah, merintih, nyeri secara mandiri
menangis, waspada,  Anjurkan menggunakan
iritabel, nafas analgetik secara tepat
panjang/berkeluh  Ajarkan teknik
kesah) nonfarmakologis untuk
- Perubahan mengurangi rasa nyeri
dalam nafsu makan
dan minum  Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Resiko perfusi Setelah dilakukan Manajeman Peningkatan
serebral tidak tindakan keperawatan Tekanan Intrakranial
efektif selama ... jam pasien  Identifikasi penyebab
Definisi : beresiko menunjukkan keefektifan peningkatan TIK (mis.
mengalami jalan nafas dapat lesi, gangguan
penurunan sirkulasi dipertahankan pada metabolisme, edema
darah ke otak. skala ... dan di tingkatkan serebral)
Faktor Risiko pada skala ...,  Monitor tanda atau gejala
1. Keabnormalan Kriteria Hasil : peningkatan TIK (mis.
masa protrombin  Mempertahankan tekanan darah meningkat,
dan atau urine output sesuai tekanan nadi melebar,
tromboplastin dengan usia dan BB, bradikardia, pola napas
parsial BJ urine normal, HT ireguler, kesadaran
2. Penurunan kinerja normal menurun)
3. ventrikel kiri  Tekanan darah, nadi,  Monitor MAP (Mean
4. Aterosklerosis suhu tubuh dalam Arterial Pressure)
aorta batas normal  Monitor CVP (Central
5. Diseksi arteri  Tidak ada tanda tanda Verious Pressure), jika
6. Fibrilasi atrium dehidrasi, Elastisitas perlu
7. Tumor otak turgor kulit baik,  Monitor PAWP, jika perlu
8. Stenosis karotis membran mukosa  Monitor PAP, jika perlu
9. Miksoma atrium lembab, tidak ada  Monitor ICP (Intra Cranial
10. Aneurisma rasa haus yang Pressure), jika tersedia
serebri berlebihan  Monitor CPP (Cerebral
11. Koagulopati Keterangan : Perfusion Pressure)
(mis. anemia sel 1. menurun  Monitor gelombang ICP
sabit) 2. cukup menurun  Monitor status pernapasan
12. Dilatasi 3. sedang  Monitor intake dan output
kardiomiopati 4. cukup menurun cairan
Koagulopati 5. menurun  Monitor cairan serebro-
intravaskuler spinalis (mis. warna,
diseminata konsistensi)
13. Embolisme
14. Cedera kepala  Terapeutik
15. Hiperkolestero  Minimalkan stimulus
nemia dengan menyediakan
16. Hipertensi lingkungan yang tenang
17. Endocarditis  Berikan posisi semi
infektif Fowler
18. Katup prostetik  Hindari manuver Valsava
mekanis  Cegah terjadinya kejang
19. Stenosis mitral  Hindari penggunaan PEEP
20. Neoplasma  Hindari pemberian cairan
otak IV hipotonik
21. Infark miokard  Atur ventilator agar
akut PaCO2 optimal
22. Sindrom sick  Pertahankan suhu tubuh
sinus normal
23. Penyalahgunaa
n zat  Kolaborasi
24. Terapi  Kolaborasi pemberian
trombolitik sedasi dan anti konvulsan,
25. Efek samping jika perlu
tindakan (mis.  Kolaborasi pemberian
tindaka operasi diuretik osmosis, jika
bypass) perlu
 Kolaborasi pemberian
pelunak tinja, jika perlu
Resiko infeksi Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi
Definisi tindakan keperawatan  Monitor tanda dan gejala
Berisiko mengalami selama ... jam pasien infeksi lokal dan
peningkatan menunjukkan resiko sistematik
terserang organisme infeksi dapat dihindari
patogenik pada skala ... dan di  Terapeutik
tingkatkan pada skala ...,  Batasi jumlah pengunjung
Faktor Risiko Kriteria Hasil :  Berikan perawatan kulit
1. Penyakit kronis 1. Kebersihan tangan pada area edema
(mis. diabetes 2. Kebersihan badan  Cuci tangan sebelum dan
melitus) 3. Nafsu makan sesudah kontak dengan
2. Efek prosedur Keterangan : pasien dan lingkungan
invasif 1. cukup meningkat pasien
Malnutrisi 2. cukup meningkat  Pertahankan teknik
3. Peningkatan 3. sedang aseptik pada pasien
paparan 4. cukup menurun beresiko tinggi
organisme 5. menurun
patogen  Edukasi
lingkungan  Jelaskan tanda dan gejala
4. Ketidakadekuat infeksi
an  Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
 Ajarkan etika batuk
 Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka dan luka
operasi
 Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
 Anjurkan meningkatkan
asupan cairan

 Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
Resiko cedera Setelah dilakukan Pencegahan Cedera
Berisiko mengalami tindakan keperawatan  Identifikasi area
bahaya atau selama ... jam pasien lingkungan yang
kerusakan fisik yang menunjukkan resiko berpotensi menyebabkan
menyebabkan cedera dapat dihindari cedera
seseorang tidak lagi pada skala ... dan di  Identifikasi obat yang
sepenuhnya sehat tingkatkan pada skala ..., berpotensi menyebabkan
atau dalam kondisi Kriteria Hasil : cedera
baik 4. Kejadian cedera  Identifikasi kesesuaian
5. Luka/lecet alas kaki atau stocking
Faktor Risiko 6. Ketegangan otot elastis pada ekstremitas
Eksternal 7. Fraktur bawah
1. Terpapar 8. Perdarahan
patogen Keterangan :  Terapeutik
2. Terpapar zat 1. cukup meningkat  Sediakan pencahayaan
kimia toksik 2. cukup meningkat yang memadai
3. Terpapar agen 3. sedang  Gunakan lampu tidur
nosokomial 4. cukup menurun selama jam tidur
4. Ketidakamanan 5. menurun  Sosialisasikan pasien dan
transportasi keluarga dengan
Internal lingkungan ruang rawat
1. Ketidaknormala (mis. penggunaan telepon,
n profil darah tempat tidur, penerangan
2. Perubahan ruangan, dan lokasi kamar
orientasi afektif mandi)
3. Perubahan  Gunakan alas lantai jika
sensasi beriko mengalami cedera
4. Disfungsi serius
autoimun  Sediakan alas kaki antislip
5. Disfungsi  Sediakan pispot atau
biokimia urinal untuk eliminasi di
6. Hipoksia tempat tidur, jika perlu
jaringan  Pastikan bel panggilan
7. Kegagalan atau telepon mudah
mekanisme dijangkau
pertahanan  Pastikan barang-barang
tubuh pribadi mudah dijangkau
8. Malnutrisi  Pertahankan posisi tempat
9. Perubahan tidur di posisi terendah
fungsi saat digunakan
psikomotor  Pastikan roda tempat tidur
10. Perubahan atau kursi roda dalam
fungsi kognitif kondisi terkunci
 Gunakan pengaman
tempat tidur sesuai dengan
kebijakan fasilitas
pelayanan kesehatan
 Pertimbangkan
penggunaan alarm
elektronik pribadi atau
alarm sensor pada tempat
tidur atau kursi
 Diskusikan mengenal
latihan dan terapi fisik
yang diperlukan
 Diskusikan mengenai alat
bantu mobilitas yang
sesuai (mis. tongkat atau
alat bantu jalan)
 Diskusikan bersama
anggota keluarga yang
dapat mendampingi pasien
 Tingkatkan frekuensi
observasi dan pengawasan
pasien, sesuai kebutuhan

 Edukasi
 Jelaskan alasan intervensi
pencegahan jatuh ke
pasien dan keluarga
 Anjurkan berganti posisi
secara perlahan dan duduk
selama beberapa menit
sebelum berdiri

2 Implementasi
Menurut Setiadi (2012) implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Implementasi merupakan tahap
proses keperawatan di mana perawat memberikan intervensi keperawatan langsung dan tidak
langsung terhadap klien (Perry, 2009).
Tahapan-Tahapan Implementasi (Potter & Perry, 2009):
a Pengkajian ulang terhadap klien
Langkah ini membantu perawat untuk menentukan apakah tindakan keperawatan
masih sesuai dengan kondisi klien.
b Meninjau dan merevisi rencana asuhan keperawatan yang ada
Seteah mengkaji ulang, lakukan peninjauan rencana keperawatan, bandingkan data
tersebut agar diagnosis keperawatan menjadi valid, dan tentukan apakah intervensi
keperawatan tersebut masih menjadi yang terbaik untuk situasi klinis saat itu. Jika
terjadi perubahan status klien, diagnosis keperawatn dan intervensinya, lakukan
modifikasi rencana asuhan keperawatan. Rencana yang “ketinggalan zaman” akan
menurunkan kualitas asuhan keperawatan. Proses peninjauan dn modifikasi
memungkinkan perawat menyediakan intervensi keperwatn yang terbaik bagi
kebutuhan klien. Modifikasi rencana perawat tertulis mencakup empat langkah
sebagai berikut :
Lakukan revisi data pada kolom pengkajian untuk menggambarkan status klien
terkini. Berikan tanggal pada data baru sehingga anggota tim yang lain mengetahui
waktu perubahan tersebut.
Lakukan revisi pada diagnosis keperawatan. Hapus diagnosis keperawatan yang
telah kehilangan relevansinya, tambah dan berikan tanggal pada diagnosis yang
baru.. Lakukan revisi pada intervensi sesuai dengan diagnosis dan tujuan
keperawatan yang baru. Revisi ini harus menggambarkan status terkini klien.
Tentukan metode evaluasi untuk menetukan apakah perawat telah berhasil.
c Mengorganisasi sumber daya dan pemberian asuhan
Sumber daya suatu fasilitas mencakup peralatan dan personel yang memiliki
keterampilan. Organisasi peralatan dan personel akan membuat perawatan klien
menjadi lebih tepat waktu, efisien, dan penuh keterampilan. Persiapan pemberian
asuhan juga meliputi persiapan linggkungan dan klien untuk intervensi
keperawatan.
d Mengantisipasi dan mencegah komplikasi
Untuk mengantisipasi dan mencegah komplikasi, perawat mengenali resiko pada
klien, menyesuaikan intervensi dengan situasi, mengevaluasi keuntungan terapi
dibandingkan resikonya dan memulai tindakan pencegahan resiko.
e Mengimplementasikan intervensi keperawatan
Implementasi intervensi keperawatan yang berhasil membutuhkan keterampilan
kognitif, interpersonal, dan psikomotor.
3 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang memungkinkan perawat untuk
menentukan apakah intervensi keperawatan telah berhasil meningkatkan kondisi klien (Perry,
2009). Adapun macam – macam evaluasi menurut Setiadi (2012):
a Evaluasi formatif
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil tindakan
keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah perawat
mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan tindakan
keperawaatan yang telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif ini meliputi
empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni subjektif (data
berupa keluhan klien), objektif (data hasil pemeriksaan), analisis data
(perbandingan data denagn teori), dan perencanaan.
b Evaluasi sumatif
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas proses
kepwrawatan seelsai dilakukan. Evalusi sumatif ini bertujuan menilai dan
memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan. Metode yang
dapat digunakan pada evaluasi jenis ini adalah melakukan wawancara pada
akhir layanan, menanyakan respon klien dan keluarga terkait layanan
keperawatan, mengadakan pertemuan pada akhir layanan.
Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi yang terkait dengan pencapaian tujuan
keperawatan.Tujuan tercapai jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan
standar yang telah ditentukan.Tujuan tercapai sebagian atau klien masih dalam proses
pencapaian tujuan jika klien menunjukkan perubahan pada sebagian kriteria yang
telah ditetapkan.Tujuan tidak tercapai jika klien hanya menunjukkan sedikit
perubahan dan tidak ada kemajauan sama sekali serta dapat timbul masalah baru.

BAB III
FORMAT PENGKAJIAN ANAK

Nama Mahasiswa : Joko prasetyo


Tempat Praktek : Selincah 1 RSMH Palembang

Tanggal Praktek : Tanggal 08-13 januari 2023

Pengkajian Dilakukan Tanggal 08 Januari 2023 jam 08.30 WIB

I. IDENTITAS
Inisial Nama : An. R Alamat :Maskrebet KM
10

Tempat/tgl.lahir : Palembang,29 Desember 2011 Agama : Islam

Usia : 12 thn Suku Bangsa : Sumatera


Nama Ayah/Ibu : Tn.Y Pendidikan ayah : S1

Pekerjaan Ayah : Wiraswasta Pendidikan ibu : D3

Pekerjaan Ibu : Wiraswasta

II. RIWAYAT KEPERAWATAN

a. Keluhan Utama (saat masuk RS)


Keluarga pasien mengatakan pasien masuk dengan kejang-kejang dengan
frekuensi 6x dalam 1 menit
b. Keluhan utama (saat pengkajian)
Keluarga pasien mengatakan pasien badanya panas
Pemfis : TD: 120/70 mmHg, T:39.0 c, RR: 25x/mnt, N:100x/mnt
c. Riwayat Perjalanan Penyakit
Pasien pernah masuk RS Myrna dikatakan menderita epilepsi dan dilakukan EEG
hasilnya normal. Pada tanggal 18 Desember 2022 pasien masuk RSUD siti
fatimah dengan keluhan kejang-kejang dari rumah dan dilakukan CT scan kepala
tapi tidak ada keluhan lalu di rujuk ke RSMH palembnag pasien mengalami
penurunan kesadarn dengan GCS:9

d. Riwayat Masa Lampau

1.Penyakit waktu kecil : Tidak ada

2.Pernah dirawat di RS : RS Myria dan RS Siti fhatimah

3.Obat-obatan yang digunakan : syrup paracetamol

4.Tindakan (operasi) : Tidak ada

5.Alergi : Tidak ada

6.Kecelakaan : Tidak ada

7.Imunisasi : lengkap s/d usia 9 bulan

f. Riwayat Keluarga
Genogram:

Keterengan:

: Perempuan

: Laki-laki

: Paien

g. Riwayat Sosial

Yang mengasuh : Pasien di asuh oleh orang tua

Hubungan dengan anggota keluarga : hubungan pasien dengan keluarga baik

Hubungan dengan teman sebaya : hubungan dengan teman sebaya baik

Pembawaan secara umum : pasien suka bergaul

Lingkungan rumah : hubungan pasien dengan lingkungan baik


IV. KEADAAN KESEHATAN SAAT INI

Pasien masih demam T:39,0 c

V. PENGKAJIAN FISIK (12 DOMAIN NANDA)

1. PROMOSI KESEHATAN (KESADARAN & MANAJEMEN KESEHATAN)

Masalah keperawatan:

2. NUTRISI (MAKAN, PENCERNAAN, ABSORPSI, METABOLISME & HIDRASI)

a. Mulut
Bibir: Kering

Gusi: Normal

Gigi: Normal

Lidah: bersih

b. Leher: Simetris
Kelenjar Tiroid : normal

Tenggorok : Tidak ada kesulitan menelan

Kebutuhan Nutrisi dan Cairan

BB sebelum sakit: 48 kg BB sakit: 45 kg

Makanan yang disukai: Pasien tidak makan

Selera makan: pasien Puasa

Alat makan yang digunakan: Pasien terpasang NGT

Pola makan( x/ hari): tidak ada


Porsi makan yang dihabiskan: tidak ada

Pola Minum: Pasien minum lewat NGT

c. Abdomen
Inspeksi : bentuk simetris

Palpasi : Tidak ada massa dan tidak ada nyeri tekan

Auskultasi : bising usus 10 x/mnt

Perkusi : Timpani

Data Tambahan : Tidak ada

Masalah keperawatan: Defisit nutrisi

3. ELIMINASI & PERTUKARAN (FUNGSI URINARIUS, GASTROINTESTINAL &


PERNAPASAN)

Pola Eliminasi

BAK:

Warna: kuning

Konsistensi:

Frekuensi: 1-2 x/ hari

Urine Output : 2-3 pampers

Penggunaan Kateter: tidak menggunakan kateter

Vesika Urinaria: Tidak ada keluhan

BAB : Selama beberapa hari pasien tidak BAB

Warna: Tidak ada


Frekuensi: Tidak ada

Konsisitensi: Tidak ada

Konstipasi : Tidak ada

Dada

Bentuk: Simetris

Paru-paru:

Inspeksi: RR 27x/ min,

Palpasi: Normal

Perkusi: Normal/ Sonor

Auskultasi: irama ireguler

Suara nafas: vesicular

Suara Tambahan: Ronki

Data Tambahan :
Pasien terpasang 02 NC

Masalah keperawatan:

Pola nafas tidak epektif

4. AKTIVITAS / ISTIRAHAT (ISTIRAHAT, AKTIVITAS, KESEIMBANGAN


ENERGI, RESPON KARDIOVASKULAR / PULMONAL & PERAWATAN DIRI)

Jantung

Inspeksi: Normal

Palpasi: Tidak terdapat kelainan


Perkusi: Normal

Auskultasi: HR 100x/mnt.

Kebiasaan sebelum tidur : Tidak ada


Kebiasaan Tidur siang: 3 jam/hari
Skala Aktivitas:

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4

Makan/minum 

Mandi 

Toileting 

Berpakaian 

Mobilitas di tempat tidur 

Berpindah 

Ambulasi/ROM 

0: mandiri, 1: alat Bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4:
tergantung total

Personal hygine :

Mandi: hanya dibersikan menggunakan kain basah

Sikat gigi : -x/hari

Ganti Pakaian : 2x/hari

Memotong kuku: -x/hari

Data Tambahan :
Tidak ada data tambahan
Masalah keperawatan:
Intoleran Aktifitas Fisik
Defisit perawatan diri

5. PERSEPSI / KOGNISI (PERHATIAN, ORIENTASI, SENSASI PERSEPSI,


KOGNISI & KOMUNIKASI)

a. Kesan Umum

Tampak Sakit: sedang

b. Kepala

Bentuk:.Simetris

Fontanel: Datar

Rambut: warna hitam

c. Mata

Mata: jernih

Pupil: Isokor

reaksi terhadap cahaya: Positif

alat bantu: Tidak ada

d. Telinga: Simetri
e. Hidung : Simetris
f.Lidah: bersih
Data Tambahan : Tidak ada

Masalah keperawatan: Tidak ada

6. HUBUNGAN PERAN (PERAN PEMBERI ASUHAN, HUBUNGAN KELUARGA &


PERFORMA PERAN)

Masalah sosial yang penting:


Hubungan orang tua dan anak: baik
Orang terdekat yang dapat dihubungi: ayahnya
Data Tambahan: Tidak ada

Masalah keperawatan: Tidak ada

8. SEKSUALITAS (IDENTITAS, FUNGSI SEKSUALITAS & REPRODUKSI)

Genitalia dan Anus

Laki-laki

Penis: normal/ada

Scrotum dan testis: normal

Anus ; normal/ada

Data Tambahan: Tidak ada


Masalah keperawatan: Tidak ada

9. KOPING / TOLERANSI STRESS (RESPONS PASCATRAUMA, RESPON


KOPING & STRES NEUROBIHAVIOUR)

GCS : 9

E:3

V: 4

M:2

Data Tambahan
Pasien mengalami penurunan kesadaran

Masalah keperawatan:

Resiko perfusi serebral tidak epektif

10. PRINSIP HIDUP (NILAI, KEYAKINAN & KESELARASAN / KEYAKINAN)


Budaya : Tidak di kaji
Spritual / Religius : Tidak di kaji
Harapan : Tidak di kaji
Psikososial : Tidak di kaji
Data Tambahan

Masalah keperawatan:

11. KEAMANAN / PERLINDUNGAN (INFEKSI, CEDERA FISIK, KEKERASAN,


BAHAYA LINGKUNGAN, PROSES PERTAHANAN, & TERMOREGULASI)
Tingkat Kesadaran : Composmentis
TTV : Suhu 39,0 O C, Nadi100 x/min, TD 120/70mmHg, RR 24 x/min

Warna kulit : Kuning bersih

Turgor Kulit: elastis

Data Tambahan: Teraba panas

Masalah keperawatan: Hipertermi

12. KENYAMANAN (FISIK, LINGKUNGAN & SOSIAL)

Nyeri : Tidak ada

Data Tambahan: Tidak ada


Masalah keperawatan: Tidak ada

13. PERTUMBUHAN / PERKEMBANGAN

PEMERIKSAAN TINGKAT PERKEMBANGAN (DDST/KPSP)

Kemandirian dan bergaul: keluarga pasien mengatakan pasien suka bergaul dengan
teman sebaya

Motorik Halus : Kontak mata baik

Kognitif dan bahasa:


Motorik kasar:

Data Tambahan: Tidak ada

Masalah keperawatan: Tidak ada

TERAPI
Terapi Cara Pemberian Dosis Golongan / Jenis Indikasi
Midazolam IV 5mg/ml Benzodiazepine Obat penenang
hamelen
Ketamin IV 50 mg/ml Anastesi Untik
menghilangkan
kesadaran
Lidocain IV 2% Anastesi lokal Untuk
menghilangkan
rasa sakit
Omeprazole IV 40mg PPI(proton pump Diindikasi
inhibitor) untuk tukak
lambung
Paracetamol IV Analgesik Obat pereda
nyeri

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jenis Hasil
pemeriksaan

Hb 12,2

Ht 35,7%

Trombosit 518,000

Leukosit 10.280
Hasil CT scan : Tak tampak infark, perdarahan maupun SOL intrakarnial, sinusitis
sphenoidalis kiri, ethmoidalis kiri, dan maksillaris kiri.

Hasil MRI : Intracerebral tidak mencurigakan lesi infark/perdarahan maupun SOL. Tidak
tampak maiformasi vascular. Tidak tampak atrophi cerebral, kedua
hipocampus baik. Perkembangan white dan grey matter baik, tidak tampak
white matter disease. Infratentorial: cerebelium, batang otak dan cerebello-
pontine angle baik. Sinusitis sphenoid kiri dan maksilaris kiri

ANALISA DATA

DATA KLIEN Etiologi Masalah Keperawatan


DS: - Keluarga pasien Resiko perfusi serebral
mengatakan pasien suka tidak epektif
Ensefalitis autoimun
berteriak tidak jelas

DO:- Pasien mengalami


penurunan kesadaran Suplai o2 dalam darah
menurun
- TTV : TD:95/62
mmHg, T: 38,5 c,
N:105x/mnt, RR:
24x/mnt
- GCS : 9 Daya tahan tubuh menurun
Resiko perfusi serebral
tidak epektif

DS: Ensefalitis autoimun Intorelan aktivitas

- Keluarga pasien
mengatakan bahwa
pasien lemah
Tubuh kekurangan
elektrolit
DO:

- Pasien tampak tirah


baring
Kelemahan fisik
- Pasien tidak mampu
bergerak maupun pindah

- TTV : TD:95/62 mmHg, Intorelan aktivitas


T: 38,5 c, N:105x/mnt,
RR: 24x/mnt

DS: Keluarga pasien Ensefalitis autoimun Hipertermi


mengatakan pasien masih
demam

DO: Pasien tampak berkeringat

TTV: TD: 120/70 mmHg,


T: 39,0 c, RR:24x/mnt, Peningkatan suhu tubuh
N:100x/mnt
Pasien teraba panas

Demam

Hipertermi

DS: Keluarga pasien Ensefalitis Defisit nutrisi


mengatakan selama sakit
bb pasien menurun 3 Kg

Radang otak(PTIK)
DO: - Pasien menggunakan
NGT

- Tampak lemas
- Pasien diberikan infus
Asam lambung
Smofkabiven
- BB sebelum sakit: 48
kg saat sakit : 45 kg
- TTV. TD: 120/70
mmHg. N: 100x/mnt. Nafsu makan menurun
RR: 26 x/mnt. T:39,0 c.

Penurunan berat badan


Defisit nutrisi

PRIORITAS MASALAH KEPERAWATAN

1.Hipertermi

2.Defisit nutrisi

3.Intoleran aktivitas

4.Resiko perfusi serebral tidal epektif

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.Hipertermi b/d proses penyakit

2 Defisit nutrisi b/d ketidak mampuan menelan makanan

3.Intoleran aktivitas b/d immobilitas

4.Resiko perfusi serebral tidak epektif b/d neoplasma otak

RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien :An.R Diagnosa Medis :Ensefalitis

Jenis kelamin : Laki-laki Hari/Tanggal :

No.Kamar/Bed : Shift :

No Dx. Keperawatan Tujuan Intervensi

1 Hipertermi b/d Termoregulasi (L.14134) Manajemen hipertermia


proses penyakit (I.15506)
Setealah dilakukan tindakan
keperawatan 3x24 jam, pasien Observasi
diharapkan termoregulasi membaik
DS: Keluarga pasien 1. Identifikasi penyebab
mengatakan Dengan kriteria hasil: hipertermi
pasien masih (mis,dehidrasi,terpapar
demam lingkungan
Indikator A T panas,penggunaan
DO: Pasien tampak
inkubator)
berkeringat 1.Suhu tubuh 2 5
2. Monitor suhu tubuh
TTV: TD: 2.Suhu kulit 2 5 3. Monitor komplikasi
120/70 mmHg, akibat hipertermia
3.Tekanan darah 2 5
T: 39,0 c,
RR:24x/mnt, Keterangan:
Terapeutik
N:100x/mnt
1:Memburuk
1. Sediakan lingkungan
Pasien teraba
2:Cukup memburuk yang dingin
panas
2. Longgarkan atau
3.Sedang
lepaskan pakaian
4:Cukup membaik 3. Basahi atau kipas
permukaan tubuh
5:Membaik
4. Ganti linen setiap hari
5. Lakukan pendinginan
eksternal (mis. Selimut
hipotermia atau
kompres dingin pada
dahi, leher,dada atau
abdomen)

Edukasi

Anjurkan tirah baring


Kolaborasi

Kolaborasikan pemeberian
cairan dan elektrolit
intravena, Jika perlu

2 Defisit nutrisi b/d Status Nutrisi (L.03030) Setelah Manajemen Nutrisi


ketidak mampuan dilakukan tindakan keperawatan 2x24 (I.03110)
menelan makanan jam diharapkan kebutuhan nutrisi
Observasi :
tercukupi KH:
1. Identifikasi status
Indikator A T
DS: Keluarga pasien nutrisi
mengatakan 1.Nafsu makan 2 5
2. Identifikasi alergi dan
selama sakit bb
2.Berat badan IMT 2 5 intoleransi makanan
pasien menurun
3 Kg 3.Kekuatan otot menelan 2 5 3. Monitor asupan
makanan dan berat badan
Keterangan:

DO: - Pasien 1:Memburuk


menggunakan Terapeutik :
2:Cukup memburuk
NGT
1. Anjurkan makan sedikit
3.Sedang
- Tampak tapi sering
lemas 4:Cukup membaik
2. Berikan makanan tinggi
- Pasien
5:Membaik serat untuk mencegah
diberikan
konstipasi
infus
Smofkabiven 3. Jelaskan jenis makanan
- BB sebelum yang bergizi tinggi namun
sakit: 48 kg tetap terjangkau
saat sakit : 45
4. Berikan pujian pada
kg
pasien/keluarga untuk
TTV. TD: 120/70
peningkatan yang dicapai
mmHg. N: 100x/mnt.
RR: 26 x/mnt. T:39,0
c.

Edukasi :

1. Ajarkan diet yang


diprogramkan

2. Anjurkan posisi duduk,


jika mampu

Kolaborasi :

1. Kolaborasi dengan ahli


gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrisi yang dibutuhkan

3 DS: Toleransi aktivitas (L.05047) Terapi Aktivitas


(I.05186)
- Keluarga Setealah dilakukan tindakan
pasien keperawatan 3x24 jam, pasien
mengatakan diharapkan toleransi aktivitas
Observasi
bahwa pasien meningkat
lemah 1. Identifikasi tingkat
Dengan kriteria hasil:
aktivitas
2. Identifikasi
DO: kemampuan
Indikator A T
berpartisipasi dalam
- Pasien tampak
1.Saturasi oksigen 2 5 aktivitas tertentu
tirah baring
2.Kemudahan dalam 2 5
- Pasien tidak
melakukan aktivitas sehari- Terapeutik
mampu
hari
bergerak 1. Libatkan keluarga
maupun 3.Frekuensi nadi 2 5 dalam aktivitas,jika
pindah perlu
2. Jadwalkan aktivitas
dalam rutinitas sehari-
hari
- TTV :
3. Berikan penguatan
TD:95/62
positif atas partisipasi
mmHg, T:
dalam aktivitas
38,5 c,
N:105x/mnt, Keterangan:

RR: 24x/mnt 1:Menurun Edukasi

2:cukup meningkat 1. Jelaskan metode


aktivitas fisik sehari-
3.Sedang hari jika perlu

4:Cukup meningkat 2. Anjurkan keluarga


untuk memberi
5:Meningkat penguatan positif atas
partisipasi dalam
aktivitas

Kolaborasi

Rujuk pada pusat atau


program aktivitas
komunitas, jika sesuai

4 DS: - Keluarga Perfusi serebral (L.02014) Manajemen peningkatan


pasien tekanan intrakarnial
Setealah dilakukan tindakan
mengatakan (I.06194).
keperawatan 3x24 jam, pasien
pasien suka
diharapkan perfusi serebral meningkat Observasi
berteriak tidak
jelas Indikator A T 1. Identifikasi penyebab
peningkatan TIK (mis.
1.Tingkat kesadaran 2 5
Lesi,edema serebral)
DO:- Pasien 2.Gelisah 4 1 2. Monitor tanda dan
mengalami gejala peningkatan
3.Demam 4 1
penurunan TIK(mis.tekanan darah
kesadaran meningkat,tekanan nadi
melebar,barikardia,pola
- TTV :
nafas ireguler,kesadaran
TD:95/62
menurun)
mmHg, T:
3. Monitor status
38,5 c,
pernafasan
N:105x/mnt,
RR: 24x/mnt
- GCS : 9 Keterangan: Terapeutik

1:Menurun 1. Berikan posisi semi


fowler
2:cukup meningkat 2. Cegah terjadinya

3.Sedang kejang
3. Minimalkan stimulus
4:Cukup meningkat dengan menyediakan

5:Meningkat lingkungan yang


tenang

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian
diuretik osmosis, jika
perlu
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Nama Pasien : Diagnosa Medis :

Jenis kelamin : Hari/Tanggal :

No.Kamar/Bed: Shift :
Implementasi Paraf
Tanggal & Evaluasi
Dx. Keperawatan keperawatan
Waktu
1. Mengdentifikasi
S: Keluarga pasien
penyebab peningkatan
mengatakan pasien suka
TIK (mis. Lesi,edema
berteriak tidak jelas
serebral)
2. Memonitor tanda dan
gejala peningkatan
O: Pasien terlihat mata
TIK(mis.tekanan darah
mendelik ke atas
meningkat,tekanan nadi

Resiko perfusi serebral Senen. 09 melebar,barikardia,pola

tidak epektif b/d Neoplasma Januari 2023 nafas ireguler,kesadaran


A: Masalah belum teratasi
otak 09.00 WIB menurun)
3. Memonitor status
pernafasan
P: Intervensi di lanjutkan
4. Berikan posisi semi
fowler
5. Cegah terjadinya kejang

1. Mengdentifikasi S: Keluarga pasien


Selasa. 10
penyebab peningkatan mengatakan pasien suka
Januari 2023
TIK (mis. Lesi,edema berteriak tidak jelas
10.00 WIB
serebral)
2. Memonitor tanda dan
gejala peningkatan O: Pasien terlihat mata
TIK(mis.tekanan darah mendelik ke atas
meningkat,tekanan nadi
TTV : TD:95/62 mmHg,
melebar,barikardia,pola
nafas ireguler,kesadaran T: 38,5 c, N:105x/mnt,
menurun) RR: 24x/mnt
3. Memonitor status
pernafasan
4. Berikan posisi semi
fowler
A: Masalah belum teratasi
5. Cegah terjadinya kejang
6. Kolaborasi pemberian
diuretik osmosis, jika
P: Intervensi di lanjutkan
perlu
1. Mengidentifikasi tingkat
S: Keluarga pasien
aktivitas
mengatakan pasien
2. Mengidentifikasi
masih lemah dan susah
kemampuan
untuk beraktivitas
berpartisipasi dalam
aktivitas tertentu
3. Libatkan keluarga dalam
O: Pasien tampak lemas
aktivitas,jika perlu
dan tirah baring
4. Jadwalkan aktivitas
Senen. 09 dalam rutinitas sehari-
Intorelansi aktivitas b/d
Januari 2023 hari
Imobilitas A: Masalah belum teratasi
10.00WIB 5. Berikan penguatan
positif atas partisipasi
dalam aktivitas
P: Intervensi di lanjutkan
6. Rujuk pada pusat atau
program aktivitas
komunitas, jika sesuai

1. Mengidentifikasi tingkat S: Keluarga pasien


Selasa. 10
aktivitas mengatakan pasien
Januari 2023
2. Mengidentifikasi masih lemah dan susah
11.00 WIB
kemampuan untuk beraktivitas
berpartisipasi dalam
aktivitas tertentu
3. Libatkan keluarga dalam O: Pasien tampak lemas
aktivitas,jika perlu dan tirah baring
4. Jadwalkan aktivitas
dalam rutinitas sehari-
hari
A: Masalah belum teratasi
5. Berikan penguatan
positif atas partisipasi
dalam aktivitas
P: Intervensi di lanjutkan
6. Rujuk pada pusat atau
program aktivitas
komunitas, jika sesuai
1. Identifikasi penyebab
S: Keluarga pasien
hipertermi
mengatakan badan
(mis,dehidrasi,terpapar
pasien maseh panas
lingkungan
panas,penggunaan
inkubator)
O: Pasien tampak
2. Monitor suhu tubuh
berkeringat
3. Monitor komplikasi
akibat hipertermia T: 38,3 c
4. Sediakan lingkungan
yang dingin

Senen. 09 5. Longgarkan atau A: Masalah belum teratasi


Hipertermia b/d Proses lepaskan pakaian
Januari 2023
penyakit 6. Basahi atau kipas
11.00 WIB
permukaan tubuh P: Intervensi di lanjutkan
7. Ganti linen setiap hari
8. Lakukan pendinginan
eksternal (mis. Selimut
hipotermia atau kompres
dingin pada dahi,
leher,dada atau
abdomen)

1. Identifikasi penyebab S: Keluarga pasien


Selasa 10
hipertermi mengatakan badan
Januari 2023
(mis,dehidrasi,terpapar pasien maseh panas
12.00 WIB
lingkungan
panas,penggunaan
inkubator) O: Pasien tampak
2. Monitor suhu tubuh berkeringat
3. Monitor komplikasi
T: 39,0 c
akibat hipertermia
4. Sediakan lingkungan
yang dingin
A: Masalah belum teratasi
5. Longgarkan atau
lepaskan pakaian
6. Basahi atau kipas P: Intervensi di lanjutkan
permukaan tubuh
7. Ganti linen setiap hari
8. Lakukan pendinginan
eksternal (mis. Selimut
hipotermia atau kompres
dingin pada dahi,
leher,dada atau
abdomen)
1. Mengidentifikasi status
nutrisi S : - Keluarga pasien
mengatakan pasien
2. Mengidentifikasi alergi
masih diet nutisi dan
dan intoleransi makanan
diberikan infus susu
3. Memonitor asupan
O : - pasien tampak lemas
makanan dan berat badan
- pasien tampak
Senen 09 4. Menganjurkan pasien terpasang NGT - TTV :
Defisit nutrisi b/d ketidak
Januari 2023 makan sedikit tapi sering Suhu. 39 O C, Nadi
mampuan menelan makanan
12.00 WIB 102 x/min,TD 95/70
5. Menjelaskan jenis
mmHg, RR 20 x/min
makanan yang bergizi
tinggi namun tetap A : masalah defisit nutrisi
terjangkau belum teratasi

6. Memberikan pujian pada P : intervensi dilanjutkan


pasien

1. Menganjurkan pasien S : - Ibu pasien


Selasa 10
makan sedikit tapi sering mengatakan hanya
Januari 2023
menghabiskan ¼ porsi
13.00 WIB 2. Menjelaskan jenis
makan yang diberikan
makanan yang bergizi
tinggi namun tetap O : - pasien tampak lemas
terjangkau - TTV : Suhu. 37,4 O
C, Nadi 102 x/min,TD
3. Berkolaborasi dengan ahli
95/62mmHg, RR 20
gizi un tuk menentukan
x/min
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan A : masalah defisit nutrisi
belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengkajian
Pengkajian terdiri dari pengumpulan informasi subjektif dan objektif
(misalnya, tanda-tanda vital, wawancara pasien atau keluarga, pemeriksaan
fisik)dan peninjauan informasi riwayat pasien pada rekam medic. Perawat
juga mengumpulkan kekuatan (untuk mengidentifikasi peluang promosi
kesehatan) dan resiko (area yang merawat dapat mencegah atau potensial
masalah yang dapat ditunda) (NANDA, 2015).
Pada kasus ini pengkajian yang kami lakukan pada klien An.R berjenis
kelamin laki-laki dengan diagnose ensefalitis di Rumah Sakit Dr. Mohammad
Hoesin. Dengan mengkaji keluhan saat pengkajian, riwayat perjalanan
penyakit. Pengkajian kami lakukan dengan menggunakan instrument sebagai
pedoman yaitu menurut 12 domain NANDA.
Data pengkajian yang kami lakukan pada studi kasus pada klien An.R berjenis
kelamin laki-laki dengan diagnose ensefalitis di Rumah Sakit Dr. Mohammad
Hoesin. Dari pengkajian yang kami lakukan maka kami mengambil 3
diagnosa yaitu: Resiko serebral perfusi tidak efektif, Intoleransi aktifitas fisik
dan Hipertermi.
Pada saat pengkajian keluarga klien mengatakan An.R mengalami kejang
frekuensi kejang 6x durasi dalam 1 menit. Ketika kejang pasien tidak sadar,
mata mendelik ke atas, Pasien mengalami gangguan prilaku disertai
penurunan prestasi, Kluarga klien mengatakan pasien suka melamun dan
tertwa sendiri. Pasien mempunyai riwayat penyakit dikatakan menderita
epilepis dan dilakukan CT Scan kepala tapi tidak ada kelainan. Dari hasil
pemeriksaan fisik terdapat TD: 120/70 mmHg, RR: 22x/mnt, T: 36,8 C, N:
100 x/mnt.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko serebral perfusi tidak efektif
Berisiko mengalami penurunan sirkulasi darah ke otak D.0017. Gangguan
perfusi jaringan serebral merupakan adannya penurunan sirkulasi jaringan
otak, akibat situasi O2 didalam otak dan nilai Gaslow Scala menurun,
Ketidakefektifan perfusi apabila tidak ditangani dengan segera akan
meningkatkan tekanan intrakanial.

2. Intoleransi aktivitas
Intolefransi aktivitas adalah ketidak cukupan energi secara fisiologis
maupun psikologis untuk meneruskan atau menyelesaikan aktivitas
diminta atau aktivitas sehari-hari.
Diagnosa tersebut dapat ditegakan jika ada data batasaan karakteristik atau
responden dan tekanan dara atau nadi terhadap aktivitas, adanyan
ketidaknyamanan saat beraktivitas sehari-hari,alasan diagnosa tersebut
diangkat karena ditemukan tanda-tanda yang mendukung yaitu secara
subjektif yaitu pasien mengatakan aktivitas terbatas dan dibantu keluarga
dan data objektif pasien mengatakan pasien terbaring di tempat tidur dan
pasien tampak sulit untuk bergerak.
3. Hipertermi
Hipertermia adalah kondisi yang terjadi saat suhu tubuh naik melebihi
suhu normal. Suhu tubuh yang normal berada diantara 36 – 37,5 derajat
Celcius. Hipertermia ini terjadi akibat suhu lingkungan yang tinggi dan
tubuh tidak lagi mampu beradaptasi terhadap perubahan ekstrem tersebut.
Seseorang diktakan mengalami hipertermia bila suhu tubuh berada di atas
40 derajat Celcius.
Hipertermia adalah keadaan meningkatnya suhu tubuh di atas
rentangnormal tubuh,(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016). Menurut,(Arif
Muttaqin, 2014) hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh sehubugan
dengan ketidakmampuan tubuh untuk meningkatkan pengeluaran panas
atau menurunkan produksi panas.
C. Perencanaan Keperawatan
Pada perencanaan keperawatan merupakan intervensi yang harus dilakukan
dalam mengatasi permasalahan yang muncul. Pada tahap ini peneliti membuat
rencana tindakan keperawatan sesuai dengan teori.
1. Resiko serebral perfusi tidak efektif dengan dilakukan tindakan
keperawatan pada An.R bertujuan agar tingkat kesadaran pada anak
membaik, gelisah menurun dan demam teratasi. Menyediakan lingkungan
yang nyaman dan aman agar meminimalkan stimulus pada anak.
2. Intoleransi aktivitas dengan dilakukan tindakan keperawatan pada An.R
bertujuan agar tingkat memudahkan klien melakukan aktivitas sehari-hari
meningkat,kekuatan tubuh bagian atas cukup meningkat.
3. Hipertermi dengan dilakukan tindakan keperawatan pada An.R bertujuan
agar suhu tubuh dan suhu kulit pada anak kembali normal dan tekanan
darah pada anak dapat normal kembali.

D. Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi adalah pengelompokkan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Implementasi juga
sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien. Menurut teori (Debora, 2013).
Implementasi adalah tahap keempat dari proses keperawatan tahap ini muncul
jika perencanaan yang dibuat dipublikasikan pada pasien. Tindakan yang
dilakukan mungkin sama, mungkin juga berbeda dengan urutan yang telah
dibuat pada perencanaan. Aplikasi yang dilakukan pada pasien akan
berbedabeda, disesuaikan dengan kondisi pasien saat itu dan kebutuhan yang
paling dirasakan oleh pasien.
Tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada pasien An.R adalah
mengkaji keluhan pasien, pemeriksaan pada pasien, monitor tanda-tanda vital,
dan mengkaji penyebab kejang. Selain itu, penulis juga memberikan edukasi
kesehatan tentang Cara mencegah penyebab kejang dan mengatasinya,
kompres hangat agar suhu tubuh pada anak normal.
E. Evaluasi Keperawatan
Menurut (Padila, 2013) evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses
keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari
rencana keperawatan tercapai atau tidak.
Adapun evaluasi keperawatan dengan masalah dari An.R selama dilakukan
asuhan keperawatan, sebagai berikut:
1. Resiko perfusi serebral tidak efektif. Evaluasi yang didapatkan adalah
keluarga pasien mengatakan pasien suka berteriak tidak jelas dan mata
mendelik ke atas, Masalah belum teratasi dan Intervensi masih dilanjutkan
2. Intoleransi aktivitas. Evaluasi yang didapatkan adalah pasien masih lemah
dan susah untuk beraktivitas, masalah belum teratasi. Intervensi di
lanjutkan
Hipertermi. Evaluasi yang didapatkan adalah keluarga pasien mengatakan
badan pasien masih panas, pasien tampak berkringat suhu tubuh 38,3 C.
Masalah belum teratasi. Intervensi dilanjutkan
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Asuhan keperawatan pada An. R dengan Diagnosa medis ensefalitis di
ruang Selincah 1 RSUP Dr.Mohammad Husen Palembang disimpulkan sebagai
berikut:
1. Pengkajian keperawatan pada An. R didapatkan data senjang baik data
subjektif maupun objektif lalu dibuat analisa data untuk menentukan masalah
keperawatan.

2. Ada 3 Diagnosis keperawatan yang ditegakkan pada pasien An. R yaitu:


a. Resiko Serebral perfusi tidak efektif berhubungan dengan Neoplasma otak
b. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan imobilitas
c. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit

3. Rencana keperawatan yang akan dilakukan pada An. R adalah dengan


menggunakan pendekatan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SIKI)
yaitu manejemen peningkatan tekanan intrakarnial, terapi aktivitas dan
Manajemen hipertermi. Dengan pedekatan tersebut dicapai tujuan berdasarkan
Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) dalam 2 x 24 jam perfusi
serebral meingkat, mampu mengontrol Toleransi Aktivitas dan mampu
mengontrol hipertermia. Implementasi yang dilakukan kepada An.R dalam 2 x
24 mencatat respon pasien setiap tindakan yang diberikan.

4. Evaluasi hasil asuhan keperawatan yang diberikan kepada An. R yaitu


tercapainya semua tujuan rencana keperawatan sesuai kriteria hasil yang telah
ditentukan, masalah teratasi dan intervensi selesai.

B. Saran
Setelah mahasiswa melakukan asuhan keperawatan secara komprehensif pada
An.R dengan ensofalitis diharapkan :
1. Bagi RSUP Dr.Mohammad Husen Palembang
Diharapkan semoga hasil Laporan Kasus ini dapat dijadikan sebagai
perbandingan dan bahan referensi di RSUP Dr.Mohammad Husen Palembang
dalam melaksanakan Tindakan asuhan keperawatan khususnya pada pasien
dengan Ensofalitis
2. Bagi Institusi Pendidikan IKesT Muhammadiyah Palembang
Diharapkan untuk Institusi Ilmu Kesehatan Dan Teknologi
Muhammadiyah Palembang, Laporan Kasus dapat dijadikan referensi untuk
memperkaya bahan ajar terutama mata ajar Keperawatan Anak Dan Koleksi
Perpustakaan.

3. Bagi Penulis Selanjutnya


Disarankan untuk penulis selanjutnya yang akan melakukan studi yang
berkaitan dengan kasus agar dapat melengkapi dan menambah referensi
mengenai tindakan keperawatan dan juga hal yang berkaitan dengan proses
pengkajian dan perumusan diagnosa pada pasien dengan Ensofalitis.
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, E. (2017). Pengaruh Prosedur Operasi Terhadap Kejadian Infeksi Pada


Pasien Operasi Bersih Terkontaminasi (Studi Case Control di RSU Haji
Surabaya). Jurnal Berkala Epidemiologi, Volume 5 Nomor 3, September
2017, hlm. 351-360 , 352-353.
Assegaf, M. (2017). The Effect Of Aloe Vera Compresses Towards The
Bodyemperature Of Pre School Children With Fever At Public Health Center
Of Siantan Hilir. siantan: Nursing Lecture of Tanjungpura University.
Astuti. (2017). Aloe Vera Barbadensis Miller As An Alternative Treatment For
Children With Fever. Belitung Nursing Journal, 596.
Bachtiar, A. (2015). Pelaksaan Pemberian Terapi Oksigen Pada Pasien . Jurnal
Keperawatan Terapan, Vol 1, No 2, 234.
Betz, C. L. (2009). Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC.
Cahyaningrum, E. D. (2014). Pengaruh Kompres Bawang Merah Terhadap Suhu
Tubuh Anak Demam. Prosiding: Seminar Nasional dan Presentasi Hasil-
Hasil Penelitian Pengabdian Masyarakat ISBN 978-602-50798-0-1 , 82-83.
Carpenito, L. (2009). Diagnose Keperawatan Aplikasi pada Praktek Terjemahan
Edisi 9. Jakarta: EGC.
Dinarti. (2017). Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.
Endah Susilo Rini. (2013). Pengaruh Pemberian Minyak Kelapa Dengan Air Jeruk
Nipis Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak Usia 1 -3 Tahun Dengan
Indikasi Febris Di Desa Salamet Kabupaten Turen. Volume 1, Nomor 1 Juli
2013, 15-21 , 20.
Herdman, H. T. (2012). Diagnose Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Dialihbahasakan oleh Made Sumarwati dan Nike Budhi Subekti. Barrarah
Bariid, Monica Ester, dan Wuri Praptiani (ed). Jakarta: EGC.
Herlina., I. S. (2014). Mudah Mempelajari Patofisiologi. Ed. keempat. Jakarta:
Binarupa Aksara Publisher.
Heryati, N. F. (2008). Psikologi Faal. Bandung: Fakultas Ilmu Pendidikan.
Hidayat, A. A. (2009). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba
Medika.
Indonesia, K. K. (2018, Desember 22). Mengenal Penyakit Radang Otak Japanese
Enchepalitis. 2018, hal. 1-2.
Kusuma, A. N. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: MediAction.
Lutfiani. ( 2015). Gambaran Tingkat Pengetahuan Perawat Dalam Penerapan Standar
Asuahan Keperawatan Diruangan Rawat Inap Interna Rsud Datoe
Bhinangkang. E-Journal Keperawatan (e-Kp) , 1-3.
Magbri, A. (2018, May 16). Herpes Simplex Encephalitis: The High Cost of
Collateral Damage. Journal of Neuroscience and Neurosurgery, hal. 1-2.
Maha, M. S. (2012). Japanese Encephalitis. Jakarta: Departemen Kesehatan RI,
Jakarta,Indonesia.
Nining. (2016). Keperawatan Anak. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.
Perry, P. &. (2009). Fundamental of Nursing 7 th Edition. Jakarta : Salemba Medika.
Ranuh, I. G. (2012). Beberapa Catatan kesehatan Anak. Jakarta: Sagung Seto.
Riyady, P. R. (2016). The Effect Of Onion (Allium Ascalonicum L.) Compres
Toward Body Temperature Of Children With Hipertermia In Bougenville
Room Dr. Haryoto Lumajang Hospital . Proceeding ICMHS 2016 ISBN 978-
602-60569-3-1, 253.
Sarasvati, Y. (2010). Menjadi Dokter Bagi Anak Anda. Yogyakarta: Bahtera Buku.
Setiadi. (2012). Konsep & Penulisan Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Setiyawati, T. (2015). Pengaruh Tepid Sponge Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Dan
Kenyamanan Pada Anak Yang Mengalami Demam. Jurnal Keperawatan
‘Aisyiyah, 2-4.
subangkit . (2016). Uji ELISA untuk Deteksi Japanese Enchepalitis (JE) dari Kasus
Ensefalitis di 5 Provinsi di Indonesia Tahun 2014. Uji ELISA untuk Deteksi
Japanese Enchepalitis (JE), 158.
Tiwari, S. (2012, November 8). Japanese encephalitis: a review of the Indian
perspective. Received 29 March 2012, hal. 565-567.
Waseso, M. R. (2015). Aplikasi Pembelajaran Fungsi Sistem Saraf Pada Tubuh
Manusia Berbasis Android. Jurnal Ilmiah Fifo, 236.
WHO. (2015, 12 31). Japanese encephalitis. Asia: World Health Organization.
Howes DS. Encephalitis. Medscape. 2018.
https://emedicine.medscape.com/article/791896-overview#a4
Simon DW, Da Silva YS, Zuccoli G, Clark RSB. Acute Encephalitis. Crit Care Clin
29 (2013) 259–277. http://dx.doi.org/10.1016/j.ccc.2013.01.001
Venkatesan A, Tunkel AR, Bloch KC, Lauring AS, Sejvar J, Bitnun A, et al. Case
definitions, diagnostic algorithms, and priorities in encephalitis: Consensus
statement of the international encephalitis consortium. Clin Infect Dis. 2013
Oct;57(8):1114-28. doi: 10.1093/cid/cit458
Mills J, Crowe SM. Foscarnet. In: Kucers the Use of Antibiotics: A Clinical Review
of Antibacterial, Antifungal, Antiparasitic, and Antiviral Drugs, Seventh
Edition. 2017.

Anda mungkin juga menyukai