Anda di halaman 1dari 57

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr.

I
DENGAN DIAGNOSA TB PARU DI RUANG FLAMBOYAN RS.
BAHAYANGKARA H.S SAMSOERI MERTOJOSO SURABAYA

Disusun Oleh :

Vrizca Dwi Aprilina (181141043)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

INSTITUT KESEHATAN DAN BISNIS SURABAYA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat serta
Hidayah-Nya, maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan Laporan
Pendahuluan yang berujudul “Asuhan Keperawatan Pada Tn. I dengan Diagnosa
Medis TB-Paru di Ruangan Flamboyan RS. Bhayangkara H.S. Samsoeri Mertojoyo
Surabaya”. Dalam penulisan Laporan Pendahuluan, penulis merasa masih banyak
kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak
sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan Laporan Pendahuluan
selanjutnya.

Dalam penulisan Laporan Pendahuluan ini penulis menyampaikan ucapan


terima kasih yang tak terhingga kepada pihak yang membantu dalam
menyelesaikan Laporan Pendahuluan ini, khususnya pedada Kepala Ruangan di
ruangan Flamboyan, para Perawat ruangan Flamboyan, para Dosen Pembimbing
akademik praktik RS pada mata kuliah Keperawattan Medikal Bedah yang telah
membantu dalam penyusunan Laporan Pendahuluan ini. Akhirnya penulis berharap
semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah
memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah,
Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.

Surabaya, 09 Mei 2022

(Vrizca Dwi Aprilina)


LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan, Keperawatan Medikal Bedah


(KMB) di RS. Bhayangkara H.S Samsoeri Mertojoso Surabaya. Untuk memenuhi
nilai tugas praktik RS pada tanggal 09 Mei 2022 – 05 Juni 2022

Nama :………………….
Nim :………………….
Program Studi :………………….
Hari/Tanggal :………………….

Surabaya, 10 Mei 2022

(Vrizca Dwi Aprilina)

Mengetahui,

Clinical Instructure Clinical Instructure

(Vita Kurniasari S.Kep.,Ns) (Sulami S.kep.,Ners)

Pembimbing akademi

Supervisi Minggu 1 Supervisi Minggu 2 Supervisi Minggu 3 Supervisi Minggu 4

Alpian Jayadi, S.Kep.,Ns Ariska Putri H, S.Kep.,Ns Alpian Jayadi, S.Kep.,Ns Putri Pamungkas, S.Kep.,Ns
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
dari kelompok mycobacterium tuberculosis (Kemenkes RI, 2018), merupakan
kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di berbagai organ tubuh
yang lainya yang mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi. Bakteri ini
merupakan basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu yang lama
untuk mengobatinya, terkadang pasien merasa bosan karena harus menelan
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang jenisnya lebih dari satu setiap hari dalam
waktu yang lama. Selain peran Pengawas Menelan Obat (PMO), motivasi diri
juga berperan penting dalam mencapai tujuan pengobatan khususnya menelan
obat. Kendala dalam pengobatan TB paru adalah motivasi yang kurang dari
penderita, rasa bosan menelan obat karena pengobatan yang memerlukan waktu
lama, jumlah dosis lebih dari satu sekali menelan mempengaruhi kepatuhan,
keteraturan dan keinginan untuk menelan obat sebelum masa pengobatan
selesai (Prasetya, 2019).
Pengobatan tuberkulosis paru memerlukan jangka waktu yang lama antara
enam sampai sembilan bulan, hal ini yang menjadikan penderita mempunyai
motivasi atau keinginan yang kurang karena putus asa, serta resiko tinggi tidak
patuh bila menelan obat. WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2011 ada 8,7
juta kasus baru tuberkulosis (13% merupakan koinfeksi dengan HIV) dan 1,4
juta orang meninggal karena tuberkulosis (WHO, 2016). Laporan WHO tahun
2013 diperkirakan terdapat 8,6 juta kasus TB pada tahun 2012 dimana 1,1 juta
orang (13%) diantaranya adalah penderita TB dengan HIV positif. Sekitar 75%
dari Penderita tersebut berada di wilayah Afrika (Kemenkes RI, 2018).
Di Indonesia sendiri penyakit TB paru merupakan masalah utama kesehatan
masyarakat. Berdasarkan perhitungan ekonomi kesehatan yang menggunakan
indikator DALY (Disability Adjusted Life Year) yang diperkenalkan oleh Word
Bank, TB merupakan 7,7% dari total disease burden di Indonesia, angka ini
lebih tinggi dari berbagai negara di Asia lain yang hanya 4% (Andarmoyo,
2015). Hasil survei prevalensi pada Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
2004, diperkirakan prevalensi penyakit TB Paru berdasarkan pemeriksaan
mikroskopik Basil Tahan Asam (BTA) positif sebesar 104 per100.000
penduduk.
Jawa Timur menjadi provinsi dengan kasus TB paru terbanyak ke dua di
Indonesia pada tahun 2014, dengan jumlah 22.244 kasus setelah Jawa Barat
31.469 kasus (Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2015). Laporan Dinkes Jatim
2013, pada tahun 2012 jumlah suspek TB di Kabupaten Ponorogo mencapai
4,449 orang sedangkan BTA positif mencapai 392 orang (42,72%), 233 laki-
laki dan 159 perempuan (Dinkes Jatim, 2013). Laporan Dinkes Ponorogo pada
bulan Januari-September 2015 didapatkan bahwa penemuan suspek TB
sejumlah 539 orang, 324 laki-laki dan 215 perempuan (Dinkes Ponorogo,
2015). Pada bulan Januari-Agustus 2016 ditemukan pasien TB paru BTA positif
di Puskesmas Kunti sebanyak 14 orang, 9 lakilaki dan 5 perempuan dengan
klasifikasi penyakit TB Paru (Puskesmas Kunti, 2016) sedangkan di Puskesmas
Kauman ditemukan suspek TB sebanyak 28 orang dengan klasifikasi penyakit
TB paru 23 orang dan TB Ekstra Paru 5 orang (Puskesmas Kauman, 2016).
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
dari kelompok mycobacterium yaitu mycobacterium tuberculosis (Kemenkes
RI, 2014). Bakteri mycobacterium tuberculosis, merupakan basil tahan asam
yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultraviolet
sehingga memerlukan waktu yang lama untuk mengobatinya. Kuman ini
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-0,6/Um dan
sifatnya aerob. Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang
mengandung percik renik dahak yang infeksius tersebut. Pada waktu batuk atau
bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak
(droplet nuclei/percik renik). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000
percikan dahak (Kemenkes RI, 2018).
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur
darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat
badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam
meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula
pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma,
kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih
tinggi, maka setiap orang yang datang ke Fasyankes dengan gejala tersebut
diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu
dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung (Kemenkes RI,
2018).
Tahap pengobatan TB paru sebagai berikut : a) Tahap intensif, klien
mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah
terjadinya resistensi obat bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan
secara tetap, biasanya klien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu
2 minggu, sebagian besar klien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)
dalam 2 bulan, b) Tahap Lanjutan, klien mendapat jenis obat lebih sedikit,
namun dalam jangka panjang waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting
untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan
(Kemenkes RI, 2018).
Menurut Spencer bahwa perilaku yang baik didukung dari motivasi yang
tinggi, tanpa motivasi orang tidak akan dapat berbuat apa-apa dan tidak akan
bergerak. Motivasi merupakan tenaga penggerak, dengan adanya motivasi
manusia akan lebih cepat melakukan kegiatan, hal ini penting dan dirasakan
sebagai suatu kebutuhan. Motivasi merupakan kunci menuju keberhasilan
semakin tinggi motivasi maka semakin patuh, dalam hal ini adalah kepatuhan
menelan obat dalam program pengobatan (Prasetya, 2019). Pengobatan TB Paru
memerlukan jangka waktu yang lama antara 6 sampai 9 bulan, hal ini yang
menjadikan penderita mempunyai motivasi atau keinginan yang kurang karena
putus asa, serta resiko tinggi tidak patuh bila dalam berobat dan memenelan
obat (Prasetya, 2009). Solusi untuk menjamin keteraturan, keinginan dalam
memenelan obat diperlukan cara untuk meningkatkan motivasi sebagai berikut
: 1) Dengan teknik verbal : a. Berbicara untuk membangkitkan semangat, b.
Pendekatan pribadi, c. Diskusi dan sebaginya, 2) Teknik tingkah laku (meniru,
mencoba, menerapkan), 3) Teknik intensif dengan cara mengambil kaidah yang
ada, 4) Supertisi (kepercayaan akan sesuatu secara logis, nemun membawa
keberuntungan), 5) Citra atau image yaitu dengan imajinasi atau daya khayal
yang tinggi maka individu termotivasi.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana Definisi TB Paru ?
2. Bagaimana Etiologi pada TB Paru ?
3. Bagaimana Manifestasi Klinis TB Paru ?
4. Bagaimana Kalsifikasi TB Paru ?
5. Bagaimana Patofisiologi TB Paru ?
6. Bagaimana Penularan TB Paru ?
7. Bagaimana Komplikasi TB Paru ?
8. Bagaimana Pemeriksaan Penunjang TB Paru ?
9. Bagaimana Penatalaksanaan TB Paru ?
10. Bagaimana Proses keperawatan pada TB Paru ?

1.3.Tujuan Penulisan
1.3.1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mengenai TB Paru di
Ruangan Flamboyan.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi TB Paru
2. Untuk mengetahui etiologic pada TB Paru
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis pada TB Paru
4. Untuk mengetahui klasifikasi pada TB Paru
5. Untuk mengetaui patofisiologi TB Paru
6. Untuk mengetahui penularan TB Paru
7. Untuk mengetahui komplikasi TB Paru
8. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada TB Paru
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada TB Paru
10. Untuk mengetahui proses keperawatan pada TB
BAB II
TINJAUAN TEORI

1.2.Konsep TB Paru
1.1.2 Definisi
TB paru adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
kuman TB (mycobacterium tuberculosis). Kuman tersebut masuk ke dalam
tubuh manusia melalui udara ke dalam paru-paru,dan menyebar dari paru-
paru ke organ tubuh yang lain melalui peredaran darah seperti kelenjar
limfe, saluran pernapasan atau penyebaran langsung ke organ tubuh lainnya
(Febrian, 2015).
TB merupakan penyakit infeksi kronis yang sering terjadi atau
ditemukan di tempat tinggal dengan lingkungan padat penduduk atau daerah
urban, yang kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan
berperan terhadap peningkatan jumlah kasus TB (Ganis indriati, 2015).
1.2.2 Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah mycobacterium tuberculosis. Basil ini
tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan sinar matahari, pemanasan
dan sinar ultraviolet. Terdapat 2 macam mycobacterium tuberculosis yaitu
tipe human dan bovin. Basil tipe human berada di bercak ludah (droplet) di
udara yang berasal dari penderita TB paru dan orang yang rentan terinfeksi
bila menghirup bercak ludah ini (Nurrarif & Kusuma, 2015).
Menurut (Puspasari, 2019) Faktor resiko TB paru sebagai berikut: 1.
Kontak dekat dengan seseorang yang memiliki TB aktif. 2. Status
imunocompromized (penurunan imunitas) misalnya kanker, lansia, HIV. 3.
Penggunaan narkoba suntikan dan alkoholisme. 4. Kondisi medis yang
sudah ada sebelumnya, termasuk diabetes, kekurangan gizi, gagal ginjal
kronis. 5. Imigran dari negara-negara dengan tingkat tuberkulosis yang
tinggi misal Asia Tenggara, Haiti. 6. Tingkat di perumahan yang padat dan
tidak sesuai standart. 7. Pekerjaan misalnya petugas pelayanan kesehatan.
8. Orang yang kurang mendapat perawatan kesehatan yang memadai
misalnya tunawisma atau miskin.
1.2.3 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala pada TB paru yaitu batuk >3 minggu, nyeri dada,
malaise, sesak nafas, batuk darah, demam. Tanda dan gejala pada TB paru
dibagi menjadi 2 bagian yaitu gejala sistemik dan respiratorik (Padila,2013).
1. Gejala sistemik yaitu :
a. Demam Adanya proses peradangan akibat dari infeksi bakteri
sehingga timbul gejala demam. Ketika mycobacterium tuberculosis
terhirup oleh udara ke paru dan menempel pada bronkus atau alveolus
untuk memperbanyak diri, maka terjadi peradangan (inflamasi) ,dan
metabolisme meningkat sehingga suhu tubuh meningkat dan terjadilah
demam.
b. Malaise Malaise adalah rasa tidak enak badan, penurunan nafsu
makan, pegal-pegal, penurunan berat badan dan mudah lelah.

2. Gejala Respiratorik yaitu :


a. Batuk
Batuk dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian muncul
peradangan menjadi produktif atau menghasilkan sputum yang
terjadi lebih dari 3 minggu (Suprapto,Abd.Wahid & Imam,2013).
b. Batuk Darah
Batuk darah atau hemoptisis merupakan batuk yang terjadi akibat
dari pecahnya pembuluh darah. Darah yang dikeluarkan bisa
bervariasi, berupa garis atau bercak darah, gumpalan darah atau
darah segar dalam jumlah yang banyak. (Suprapto,Abd.Wahid &
Imam,2013).
c. Sesak Nafas
Pada awal TB sesak nafas tidak ditemukan. Sesak nafas ditemukan
jika penyakit berkelanjutan dengan kerusakan paru yang meluas atau
karena adanya hal lain seperti efusi pleura, pneumothorax dan lain-
lain (Suprapto,Abd.Wahid & Imam,2013).
d. Nyeri Dada
Gejala nyeri dada dapat bersifat bersifat lokal apabila yang dirasakan
berada pada tempat patologi yang terjadi, tapi dapat beralih ke
tempat lain seperti leher,abdomen dan punggung. Bersifat pluritik
apabila nyeri yang dirasakan akibat iritasi pleura parietalis yang
terasa tajam seperti ditusuk-tusuk pisau (Smeltzer & Bare,2013).

1.2.4 Klasifikasi
1. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi penyakit : (Puspasari, 2019)
a. tuberculosis paru TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru.
Milier TB dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada
jaringan paru.
b. Ruberkulosis ekstra paru TB yang terjadi pada organ selain paru
misalnya kelenjar limfe, pleura, abdomen, saluran kencing, kulit,
selaput otak, sendi dan tulang.
2. Klasisfikasi berdasarkan Riwayat pengobatan sebelumnya :
a. Klien baru TB : klien yang belum pernah mendapatkan pengobatan
TB paru sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun
kurang dari satu bulan (< 28 dosis).
b. klien yang pernah diobati TB : klien yang sebelumnya pernah
menelan OAT selama satu bulan atau lebih (≥ 28 hari).
c. Kien berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir, yaitu :
1) Klien kambuh : klien TB paru yang pernah dinyatakan sembuh
dan saat ini didiagnosis TB berdasarkan hasil pemeriksaan
bakteriologi.
2) Klien yang diobati Kembali setelah gagal : TB paru yang pernah
diobati dan gagal pada pengobatan terakhis.
3) Klien yang diobati Kembali setelah putus berobat (lost of follow-
up): klien TB paru yang pernah diobati dan dinyatakan lost to
follow-up (dikenal sebagai pengobatan klien setelah putus
berobat).
4) Lain-lain: klien TB paru yang pernah diobati tetapi hasil akhir
pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
3. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat :
Pengelompokkan penderita TB berdasarkan hasil uji kepekaan contoh
uji dari mycobacterium tuberculosis terhadap OAT:
a. Mono resisten (TB MR): resisten terhadap salah satu jenis OAT lini
pertama saja.
b. Poli resisten (TB PR): resisten terhadap lebih dari satu jenis OAT
lini pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara
bersamaan.
c. Multidrug resisten (TB MDR): resisten terhadap Isoniazid (H) dan
Rifampisin (R) secara bersamaan.
d. Extensive drug resistan (TB XDR): TB MDR sekaligus resisten
terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal
salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin,
Kapreomisin, Amikasin).
e. Resisten Rifampisin (TB RR): resisten terhadap Rifampisin dengan
atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi.
4. Klasifikasi penderita TB berdasarkan status HIV:
a. Klien TB dengan HIV positif
b. Klien TB dengan HIV negative
c. Klien TB dengan status HIV tidak diketahui
1.2.5 Patofisiologis
Menurut Darliana (2011), Individu terinfeksi melalui droplet nuclei
dari pasien TB paru ketika pasien batuk, bersin, tertawa. Droplet nuclei ini
mengandung basil TB dan ukurannya kurang dari 5 mikron dan akan
melayang-layang di udara. Droplet nuclei ini mengandung basil TB. Saat
Mikrobacterium Tuberkulosa berhasil menginfeksi paruparu maka dengan
segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular. Biasanya
melalui serangkaian reaksi imunologis, bakteri TB paru ini akan berusaha
dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel
paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya
menjadi jaringan parut dan bakteri TB paru akan menjadi dormant
(istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai
tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen. Sistem imun tubuh berespon
dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan makrofag)
menelan banyak bakteri; limpospesifik-tuberkulosis melisis
(menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini
mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli, yang menyebabkan
bronkopneumonia dan infeksi awal terjadi dalam 2-10 minggu setelah
pemajanan.
Massa jaringan paru yang disebut granulomas merupakan gumpalan
basil yang masih hidup. Granulomas diubah menjadi massa jaringan -
jaringan fibrosa, bagian sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberkel ghon
dan menjadi nekrotik membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat
mengalami klasifikasi, membentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi
dorman, tanpa perkembangan penyakit aktif. Setelah pemajaman dan
infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif karna gangguan atau
respon yang inadekuat dari respon sistem imun. Penyakit dapat juga aktif
dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam kasus ini, tuberkel
ghon memecah melepaskan bahan seperti keju dalam bronki. Bakteri
kemudian menjadi tersebar di udara, mengakibatkan penyebaran penyakit
lebih jauh. Tuberkel yang menyerang membentuk jaringan parut. Paru yang
terinfeksi menjadi lebih membengkak, mengakibatkan terjadinya
bronkopneumonia lebih lanjut.
1.2.6 Penularan TB
Daya penularan dari seorang TB paru ditentukan oleh: (Notoatmodjo,2011)
1. Banyak nya kuman yang terdapat didalam paru penderita
2. Penyebaran kuman di udara
3. Penyebaran kuman Bersama dahak berupa droplet yang berada disekitar
TB paru.
Kuman pada penderita TB paru dapat terlihat oleh mikroskop pada
sediaan dahaknya (BTA positif) dan infeksius. Sedangkan penderita TB
paru yang kumannya tidak dapat dilihat langsung oleh mikroskop pada
sediaan (BTA negatif) dan kurang menular. Pada penderita TB ekstra paru
tidak menular kecuali pada penderita TB paru. Penderita TB BTA positif
mengeluarkan kuman di udara dalam bentuk droplet pada saat batuk atau
bersin. Droplet ini mengandung kuman TB dan dapat bertahan di udara
selama beberapa jam. Jika droplet ini terhirup oleh orang lain dan menetap
dalam paru yang menghirupnya maka kuman ini akan berkembang biak dan
terjadi infeksi. Orang yang serumah dengan penderita TB paru BTA positif
adalah orang yang kemungkinan besar terpapar kuman TB.

1.2.7 Komplikasi
Menurut Wahid & Imam (2013), komplikasi yang muncul pada TB paru
yaitu :
1. Pneumothorak (adanya udara di rongga pleura) spontan :
Kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.
2. Bronki ekstasi (pleura bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) di paru.
3. Penyebaran infeksi keorgan lainnya seperti otak, tulang, persendian,
ginjal, dan sebagainya.
4. Insufisiensi kardiopulmonal (Chardio Pulmonary Insuffciency).
5. Hemoptisis berat (pendarahan pada saluran nafas bawah) yang
mengakibatkan kematian karena terjadinya syok hipovolemik atau
tersumbatnya jalan pernafasan.
1.2.8 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Kemenkes (2014) pemeriksaan pada penderita TB paru yang perlu
diperhatikan adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
a. Untuk diagnosis dilakukan pemeriksaan dahak mikroskopis
langsung, penderita TB diperiksa contoh uji dahak SPS (seqaktu-
pagi-sewaktu).
b. Ditetaplan sebagai penderita TB apabila minimal satu dari
pemeriksaan hasil BTA positif.
2. Pemeriksaan dahak
a. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
Pemeriksaan dilakukan dengan cara mengumpulkan 3 contoh uji
dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan berupa
Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) :
S (sewaktu) : Dahak ditampung saat pasien TB dating berkunjung
pertama kali ke pelayanan Kesehatan. Saat pulang pasien membawa
sebuah pot dahak untujj menampung dahak pada hari kedua.
P (pagi) : dahak ditampung pasien pada hari kedua, setelah bangun
tidur. Pot dibawa dan diserahkan kepada petugas pelayanan
Kesehatan.
S (Sewaktu) : Dahak ditampung pada hari kedua setelah saat
menyerahkan dahak pagi.
b. Pemeriksaan biakan
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengidentifikasi mycobacterium
tuberculosis.
3. Pemeriksaan uji kepekaan obat
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan ada tidaknya resistensi
mycobacterium tuberculosis terhadap OAT. Pemeriksaan uji kepekaan
obat harus dilakukan oleh laboratorium yang telah lulus uji pemantapan
mutu atau quality assurance. (Kemenkes,2014).
4. Sedangkan menurut Nurafif & Kusuma (2015) pemeriksaan penunjang
pada TB paru meliputi :
a. Laboratorium darah rutin
LED normal/ meningkat, limfosis
b. Pemeriksaan sputum BTA
Untuk memastikan diagnostik paru, pemeriksaan ini spesifikasi
karena klien dapat didiagnosis TB paru berdasarkan pemeriksaan
ini.
c. Pemeriksaan PAP (Peroksidase Anti Peroksidase)
Yaitu uji serologi imunosperoksidase memakai alat histogen
staining untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
d. Tes Mantoux/Tuberkulin
Yaitu uji serologi imunosperoksidase memakai alat histogen
staining untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
e. Teknik Polymerase Chain Reaction
Deteksi DNA kuman melalui amplifikasi dalam meskipun hanya
satu mikroorganisme dalam spesimen dapat mendeteksi adanya
resistensi.
f. Becton Dikinson Diagnostic Instrument Sitem (BACTEC)
Deteksi Growth Indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari
metabolisme asam lemak oleh kuman TB.
g. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran foto thorak yang menunjang didiagnostis TB paru yaitu :
1) Bayangan lesi terletak di lapangan paru atas satu segmen apical
lobus bawah.
2) Bayangan berwarna (patchy) atau bercak nodular
3) Kelainan bilateral terutama di lapangan atas paru
4) Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
5) Bayangan milie
1.2.9 Penatalaksanaan
1. Pengobatan TB paru menurut Kemenkes RI (2014):
a. Tujuan pengobatan
Pengobatan TB paru untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kekambuhan, mencegah kematian, memutuskan rantai penularan
serta mencegah resistensi mycobacterium tuberculosis terhadap
OAT.
b. Prinsip pengobatan
Pengobatan yang dilakukan harus memenuhi prinsip sebagai
berikut: OAT yang diberikan mengandung minimal 4 macam obat
untuk mencegah resistensi, diberikan dalam dosis yang tepat, obat
ditelan secara teratur dan diawasi oleh PMO sampai selesai.
c. Tahapan pengobatan
pengobatan TB diberikan dalam dua tahap yaitu tahap awal
(intensif) dan tahap lanjutan.
1) Tahap awal
Pada tahap awal, penderita mendapatkan obat setiap hari dan
perlu diawasi secara langsung guna mencegah terjadinya
resisten obat.
2) Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan, penderita mendapatkan jenis obat yang
lebih sedikit tetapi dalam jangka waktu lebih lama.
d. Obat anti tuberculosis
1) Isoniazid (H)
Isoniazid diberikan melalui oral atau intramuskular. Obat ini
memiliki dua pengaruh toksik utama yaitu neuritis perifer dan
hepatotoksik. Tanda dari neuritis perifer yaitu mati rasa dan rasa
gatal pada tangan dan kaki. Sedangkan hepatotoksik jarang
terjadi, mungkin terjadi pada anak dengan TB berat dan remaja
(Astuti,2010).
2) Rifampisin (R)
Efek samping obat ini yaitu terjadi perubahan warna orange pada
urine dan air mata dan gangguan saluran pencernaan.
3) Etambutol (E)
Etambutol bertujuan untuk mencegah resistensi terhadap obat
yang lain.
4) Pirazinamid (Z)
Obat ini bersifat bakterisid dan memiliki efek samping rasa mual
yang disertai nyeri ulu hati dan muntah.
5) Streptomisin
Efek samping dari obat streptomisin yaitu rasa kesemutan
didaerah mulut dan muka setelah obat disuntikan.
2. Panduan OAT di Indonesia
a. Kategori 1 : 2(HRZE)/4H3R3
Obat diberikan selama dua bulan 2 (HRZE). Kemudian dilanjutkan
pada tahap lanjutan yang diberikan tiga kali dalam seminggu selama
4 bulan (4H3R3).
b. Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
Obat ini diberikan pada pasien BTA positif yang pernah diobat
sebelumnya.
c. Obat sisipan (HRZE)
Paket sisipan KDT merupakan paduan paket tahap intensif atau
kategori 1 yang diberikan selama 28 hari (Kemenkes,2011).
3. Hasil pengobatan TB paru.
a. Sembuh
Penderita telah menyelesaikan pengobatan dan pemeriksaan dahak
ulang hasilnya negatif pada AP ( akhir pengobatan ) dan pada satu
pemeriksaan sebelumnya.
b. Pengobatan lengkap
Penderita yang menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tapi
tidak ada hasil pada pemeriksaan dahak ulang di akhir pengobatan.
c. Meninggal
Penderita yang meninggal saat masa pengobatan
d. Pindah
penderita yang dipindah ke unit pencatatan & pelaporan lain dan
hasil pengobatannya tidak diketahui.
e. Putus berobat
penderita TB yang tidak berobat selama 2 bulan atau lebih sebelum
masa pengobatan selesai.
f. Gagal
Penderita dengan hasil pemeriksaan dahak positif atau kembali
menjadi positif pada bulan ke lima atau lebih saat masa pengobatan.
g. Keberhasilan pengobatan (Treatment succes)
Penderita yang sembuh dan sudah menyelesaikan pengobatan
lengkap.
4. Penatalaksanaan non farkomologi
a. Fisio terapi dada
Fisioterapi dada terdiri atas drainase postural,perkusi,dan vibrasi
dada. Tujuannya yaitu untuk memudahkan dalam pembuangan
sekresi bronkhial, memperbaiki fungsi ventilasi, dan meningkatkan
efisiensi dari otot-otot sistem pernafasan agar berfungsi secara
normal (Smeltzer & Bare,2013).
Drainase postural adalah posisi yang spesifik dengan gaya gravitasi
untuk memudahkan proses pengeluaran sekresi bronkial. Perkusi
adalah suatu prosedur membentuk mangkuk pada telapak tangan
dengan menepuk ringan pada dinding dada dalam. Gerakan
menepuk dilakukan berirama diatas segmen paru yang akan
dialirkan (Smeltzer & Bare,2013).
Vibrasi dada adalah tindakan meletakkan tangan berdampingan
dengan jari-jari tangan dalam posisi ekstensi diatas area dada
(Somantri,2012).
b. Latihan batuk efektif
Latihan batuk efektif yaitu tindakan yang dilakukan agar mudah
membuang sekresi dengan metode batuk efektif sehingga dapat
mempertahankan jalan nafas yang paten (Smeltzer & Bare,2013).
c. Penghisapan Lendir Penghisapan lendir atau suction merupakan
tindakan yang dilakukan untuk mengeluarkan sekret yang tertahan
pada jalan nafas. Penghisapan lendir bertujuan untuk
mempertahankan jalan nafas tetap paten.
2.2. Konsep Asuhan Keperawatan TB Paru

2.2.1. pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan.
Tahap pengkajian terfiri atas pengumpulan data ada perumusan kebutuhan atau
masalah klien. Pada dasarnya tujuan pengkajian adalah mengumpulkan data
objektif dan subjektif dari klien (Baradah & Johar, 2019).

a. Keluhan utama
Keluhan yang sering menyebabkan pasien TB Paru meminta pertolongan
dari tim Kesehatan dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu keluhan
respitatoris dan keluhan sistemis (Ardiansyah, 2017).
1) Keluhan respiratoris
a) Batuk
Batuk merupakan refleks pertahanan tubuh yang timbul sebagai
mekanisme fisiologis yang penting untuk bertahan yang timbul
sebagai mekanisme fisiologis yang penting untuk bertahan melawan
bahan-bahan pathogen dan memberssihkan saluran nafas bagian
bawah (percabangan trakeonronkial) dari sekresi, partikel asing,
debu, aerosol yang merusak masuk ke paru-paru (Baradah & Jauhar,
2019). Pada penderita tuberculosis paru sifat batuk dimulai dari
batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan
menjadi produktif (menghasilkan sputum) ini terjadi lebih dari 3
minggu (Wahid & Suprapto, 2016).

b) Batuk darah
Hemoptisis adalah batuk darah atau sputum yang bercampur dengan
cairan darah, akibat pecahnya pembuluh darah pada saluran nafas
bagian bawah. Batuk darah merupakan suatu gejala penyakit yang
sangat serius dan salah satunya merupakan manifestasi pertama
yang terjadi pada penderita tuberkulosis aktif (Baradah & Jauhar,
2019).
Batuk darah diawali dengan gatal di daerah tenggorokan atau ada
keinginan untuk batuk, selanjutnya darah akan dikeluarkan lewat
batuk. Karakteristik darah yaitu merah terang, berbuih dan dapat
bercampur dengan dahak. Berat ringannya batuk darah akan
tergantung pada besar kecilnya pembuluh darah yang pecah
(Muttaqin, 2017).
c) Sesak nafas
Sesak nafas timbul pada tahap lanjut ketika inflitrasi radang sampai
setengah paru-paru (Somantri, 2016). Sesak nafas merupakam
gejala yang nyata terhadap gangguan pada trakeobronkial, parenkim
paru, dan rongga pleural. Sesak nafas terjadi karena terdapat
peningkatan pernafasan akibat meningkatnya resistensi elastik paru-
paru, dinding dada, atau meningkatnya resistensi nonelastisitas
(Muttaqin, 2019)
d) Produksi sputum berlebihan
Sputum adalah timbunan mukus yang berlebihan, yang diproduksi
oleh sel goblet dan kelenjar sub mukosa bronkus sebagai reaksi
terhadap gangguan fisik, kimiawi ataupun infeksi pada membran
mukosa. Banyak sedikitnya sputum serta ciri-ciri dari sputum itu
sendiri (seperti warna, sumber, volume, dan konsistensinya)
tergantung dari berat ringan serta jenis dari penyakit saluran nafas
yang menyerang pasien (Baradah & Jauhar, 2019). Orang dewasa
normal akan memproduksi sputum sekitar 100 ml/hari. Jika
produksi sputum berlebihan, akan mengakibatkan proses
pembersihan menjadi tidak efektif lagi, sehingga sputum akan
menumpuk pada saluran pernafasan (Muttaqin, 2017).
2) Keluhan sistemis
a) Demam
Demam ini merupakan keluhan yang sering dijumpai dan biasanya
timbul pada sore atau malam hari pada penderita TBC ini mirip
dengan gejala demam influenza dan gejalanya hilang timbul
(Ardiansyah, 2019).
b) Keluhan sistemis lainnya
Keluhan yang biasanya timbul ialah keluar keringat di malam hari,
anoreksia, penurunan berat badan, dan tidak enak badan (malaise).
Timbulnya keluhan biasanya muncul secara bertahap dalam
beberapa minggu atau bulan (Ardiansyah, 2019).
b. Riwayat Kesehatan sekarang
Pengkajian sistem pernafasan seperti menanyakan tentang perjalanan sejak
timbul keluhan hingga klien meminta pertolongan. Misalnya: sejak kapan
keluhan dirasakan, berapa lama dan berapa kali keluhan tersebut terjadi,
bagaimana sifat dan hebatnya keluhan, di mana pertama kali keluhan timbul,
apa yang sedang dilakukan ketika keluhan ini terjadi, keadaan apa yang
memperberat atau memperingan keluhan, adakah usaha mengatasi keluhan ini
sebelum meminta pertolongan, berhasil atau tidak usaha tersebut dan
sebagainya (Muttaqin, 2017).
Pengkajian dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Pada pasien TBC
yang paling sering dikeluhkan adalah batuk, pasien TBC paru juga sering
mengeluh batuk darah dan juga sesak nafas (Ardiansyah, 2019).
c. Riwayat penyakit sebelumnya
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya
pasien pernah menderita TBC paru, waktu kecil pernah mengalami keluhan
batuk dalam waktu lama, menderita TBC dari organ lain, pembesaran getah
bening, dan penyakit lain yang dapat memperberat TBC paru (seperti diabetes
mellitus). Tanyakan pula mengenai obat-obat yang biasa diminum oleh pasien
di masa lalu yang masih relevan seperti obat OAT dan antitusif. Tanyakan pula
ada alergi obat serta reaksi alergi yang timbul (Ardiansyah, 2019).
d. Riwayat penyakit keluarga
Secara patologi penyakit TBC paru tidak diturunkan. Tetapi, perawat perlu
menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga lainnya
sebagai faktor presdiposisi penularan di dalam rumah (Ardiansyah, 2019).
e. Faktor pendukung
Secara umum faktor-faktor yang dapat mendukung peningkatan kasus TBC
paru yaitu: kondisi lingkungan, pola hidup yang tidak sehat seperti kebiasaan
merokok, minum-minuman beralkohol, pola istirahat dan tidur yang tidak
teratur, kurang dalam kebersihan diri dan pola makan yang tidak seimbang
serta endahnya tingkat pengetahuan atau pendidikan yang dimiliki pasien dan
keluarga tentang penyakit, cara pencegahan, pengobatan, dan perawatan yang
harus dilakukan (Wahid & Suprapto, 2016).
f. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik sering disebut sebagai diagnosis fisik. Pemeriksaan fisik
pada sistem pernafasan berfokus pada bagian thorax yang meliputi:
1) Inspeksi
Pemeriksaan dengan melihat keadaan umum sistem pernafasan dan menilai
adanya tanda-tanda abnormal misalnya adanya sianosis, pucat, kelelahan,
sesak nafas, batuk dan menilai adanya produksi sputum (Muttaqin, 2017).
Inspeksi yang berkaitan dengan sistem pernafasan adalah melakukan
pengamatan atau observasi pada bagian dada, bentuk dada simetris atau
tidak, pergerakan dinding dada, pola nafas, frekuensi nafas, irama nafas,
apakah terdapat proses ekshalasi yang panjang, apakah terdapat otot bantu
pernafasan, gerak paradoks, retraksi antara iga dan retraksi di atas
klavikula. Dalam penghitungan frekuensi pernafasan jangan diketahui oleh
pasien yang dilakukan pemeriksaan karena akan mengubah pola nafasnya
(Djojodibroto, 2016).
2) Palpasi
Palpasi dilakukan dengan meletakkan tumit tangan pemeriksa mendatar di
atas dada pasien. Saat palpasi, perawat menilai adanya fremitus taktil pada
dada dan punggung pasien dengan memintanya menyebutkan “tujuh-tujuh”
secara berulang. Jika pasien mengikuti instruksi tersebut secara tepat,
perawat akan merasakan adanya getaran pada telapak tangannya.
Normalnya, fremitus taktil akan terasa pada individu yang sehat, dan akan
meningkat pada kondisi konsolidasi. Selain itu palpasi juga dilakukan
untuk mengkaji temperatur kulit, pengembangan dada, adanya nyeri tekan,
thrill, titik impuls maksimum, abnormalitas massa dan kelenjar, sirkulasi
perifer, denyut nadi, pengisian kapiler, dll (Mubarak et al., 2017).
3) Perkusi
Secara umum, perkusi dilakukan untuk menentukan ukuran dan bentuk
organ dalam serta untuk mengkaji adanya abnormalitas, cairan, atau udara
di dalam paru. Perkusi sendiri dilakukan dengan menekankan jari tengah
(tangan nondominan) pemeriksaan mendatar diatas dada pasien. Kemudian
jari tersebut diketuk-ketuk dengan menggunakan ujung jari tengah atau jari
telunjuk tangan sebelahnya. Normalnya, dada menghasilkan bunyi resonan
atau gaung perkusi. Pada penyakit tertentu (misalnya: pneumotoraks,
emfisema), adanya udara atau paru-paru menimbulkan bunyi hipersonan
atau bunyi drum. Sementara bunyi pekak atau kempis terdengar apabila
perkusi dilakukan diatas area yang mengalami atelektasis (Mubarak et al.,
2017).
4) Auskultasi
Auskultasi adalah proses mendengarkan suara yang dihasilkan didalam
tubuh. Auskultasi dapat dilakukan langsung atau dengan menggunakan
stetoskop. Bunyi yang terdengar digambarkan berdasarkan nada, intensitas,
durasi, dan kualitasnya. Untuk mendapatkan hasil yang lebih valid dan
akurat, auskultasi sebaiknya dilakukan lebih dari satu kali. Pada
pemeriksaan fisik paru, auskultasi dilakukan untuk mendengarkan bunyi
nafas vesikular, bronkial, bronkovesikular, rales, ronki, juga untuk
mengetahui adanya perubahan bunyi nafas serta lokasi dan waktu
terjadinya (Mubarak et al., 2017). Pada pasien TBC paru timbul suara ronki
basah, kasar dan nyaring akibat peningkatan produksi sekret pada saluran
pernafasan (Somantri, 2016).

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respon klien terhadap masalah kesehatan yang dialami baik secara aktual
maupunpotensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk dapat
menguraikan berbagai respon klien baik individu, keluarga dan komunitas
terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan. Diagnosa keperawatan
memiliki dua komponen utama yaitu masalah (problem), dan indikator
diagnostik yang terdiri atas penyebab (etiologi), tanda (sign) dan gejala
(symptom), serta faktor resiko. Terdapat dua metode perumusan diagnosis
keperawatan yaitu penulisan tiga bagian yang dilakukan pada diagnosis
aktual yang terdiri atas masalah, penyebab, dan tanda/gejala ,dan penulisan
dua bagian yang dilakukan pada diagnosis resiko dan diagnosis promosi
kesehatan (PPNI, 2016). Diagnosa keperawatan yang di fokuskan pada
penelitian ini yaitu bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
sekresi yang tertahan.

2.2.3 Perencanaan Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan


oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penelitian klinis untuk
mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (PPNI, 2018). Intervensi
utama yang digunakan untuk pasien dengan bersihan jalan nafas tidak
efektif berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI).

2.2.4 Implementasi Keperawatan

Pada proses keperawatan, implementasi adalah fase ketika perawat


mengimplementasikan intervensi keperawatan. Berdasarkan terminologi
NIC, implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan
tindakan yang merupakan tindakan keperawatan yang khusus yang
diperlukan untuk melaksanakan intervensi (atau program keperawatan).
Perawat melaksanakan atau mendelegasikan tindakan keperawatan untuk
intervensi yang disusun dalam tahap perencanaan dan kemudian mengakhiri
tahap implementasi dengan mencatat tindakan keperawatan dan respons
klien terhadap tindakan tersebut (Kozier et al., 2018).

2.2.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan, dan


terarah ketika klien dan profesional kesehatan menentukan kemajuan klien
menuju pencapaian tujuan/hasil, dan keefektifan rencana asuhan
keperawatan. (Kozier et al., 2018). Tujuan evaluasi adalah untusk menilai
pencapaian tujuan pada rencana keperawatan yang telah ditetapkan,
mengidentifikasi variabel-variabel yang akan mempengaruhi pencapaian
tujuan, dan mengambil keputusan apakah rencana keperawatan diteruskan,
modifikasi atau dihentikan (Manurung, 2016).

Berdasarkan PPNI (2019) tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan


setelah tindakan yang diberikan untuk bersihan jalan nafas tidak efektif
yaitu:

a. Batuk efektif meningkat.

b. Produksi sputum menurun.

c. Menging menurun.

d. Wheezing menurun.

e. Dypsnea menurun.

f. Ortopnea menurun.

g. Sulit bicara menurun.

h. Sianosis menurun.

i. Gelisah menurun.

j. Frekuensi nafas membaik.

k. Pola nafas membaik.


DAFTAR PUSTAKA

Adane, K., Spigt, M., Winkens, B., & Dinant, G. (2019). Articles Tuberculosis
case detection by trained inmate peer educators in a resource-limited
prison setting in Ethiopia : a cluster-randomised trial. The Lancet Global
Healt

Agustina, Y., Amin, M., & Sukartini, T. (2017). Health Coaching Berbasis Health
Promotion Model Terhadap Peningkatan Efikasi Diri dan Perilaku
Pencegahan Penularan Pada Pasien TB Paru. Jurnal Penelitian Kesehatan
Suara Forikes, VIII, 172-179.

Budi, I.S., Ardilah, Y., Sari, I. P., & Septiawati,D. (2018). Analisis Faktor Risiko
Kejadian penyakit Tuberkulosis Bagi Masyarakat daerah Kumuh Kota
Palembang, 17(2), 87-94.

Dinas Kesehatan Kabupaten Dharmasya. (2019). Laporan TB Semester 1 Dinas


Kesehatan Kabupaten Dharmasya. Pulau Punjung.

Grosset, J. H., & Chaisson, R. E (2017). Handbook of Tuberculosis. Adis.


1.2.10. Pathway
Mycobacterium Tuberculosis

Bakteri menetap yang berkembang biak

Dihirup oleh orang yang sehat


Bakteri berkembang biak di paru

TB PARU

B1 B2 B3 B4 B5 B5

Sel mukus berlebihan Menginfeksi jaringan jantung Mycobacterium TB Penyebaran Kurang nafsu Menginfeksi
makan tulang belakang

Peningkatan produksi Penyumbatan pembuluh darah Imun tubuh menurun Kerusakan jaringan
mukus anoreksia Nyeri

Aliran darah menurun Merangsang Penurunan


Sekret pada saluran hipotalamus kemampuan ginjal Penurunan berat Kelemahan
pernafasan meningkatkan badan
Suplai oksigen menurun
meningkat patokan suhu MK : Intoleransi
MK : Gangguan
MK : Defisit Nutrisi Aktivitas
Iskemik Eliminasi Urine
Batuk Menggigil,
meningkatkan suhu
MK : Perfusi Perifer basal
MK : Bersihan Jalan
Tidak Efektif
Napas Tidak Efektif
MK :
Hipertermi
Suplai oksigen menurun

MK : Pola Napas Tidak


Efektif
LAPORAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Tanggal MRS : 04 Mei 2022 Jam Masuk :15.59 WIB


Tanggal Pengkajian : 09 Mei 2022 No. RM : xxx.242.xxx
Jam Pengkajian : 12.00 WIB Diagnosa Masuk : TB Paru
Hari Rawat ke : 5 Hari
IDENTITAS
1. Nama Pasien : Sdr. I
2. Umur : 22 Tahun
3. Suku/ Bangsa : Indonesia
4. Agama : Islam
5. Pendidikan : SLTA
6. Pekerjaan : Mahasiswa
7. Alamat : Surabaya, Indonesia
8. Sumber Biaya : BPJS

KELUHAN UTAMA
1. Keluhan Utama: Pasien mengatakan batuk dan sesak

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pasien mengatakan batuk sejak 3 minggu yang lalu tidak kunjung sembuh, dada terasa sangat
sesak, badan lemas disertai dengan demam, nafsu makan menurun dan membuat berat badan
turun drastis. Pasien mengatakan berat badan awal sebelum sakit 58kg dan semenjak sakit berat
badan menjadi 45kg. lalu keluarga membawa pasien ke IGD RS. Bhayangkara Surabaya pada
tanggal 04 Mei 2022 jam 14.42 WIB dan disarankan untuk MRS. Pasien masuk ke Ruang
Rawat Inap Flamboyan pada tanggal 04 Mei 2022 Jam 15.59 WIB.
TTV
TD : 105/75 mmHg
N : 80 x/menit
RR : 28 x/menit
S : 37 ˚C
Spo : 97% (terpasang oksigen nasal 3lpm)
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
1. Pernah dirawat : ya tidak 1.1 kapan:2021 diagnosa: TB Paru

2. Riwayat penyakit kronik dan menular: ya tidak jenis: ........
1.3 1.2
Riwayat kontrol : pasien mengatakan tidak pernah control
Riwayat penggunaan obat : pasien mengatakan lupa mengkonsumsi obat apa
3. Riwayat alergi : tidak ada Riwayat alergi
Obat
1.7 ya 1.5 tidak 1.4 jenis : ..........
Makanan
1.10 ya 1.9 tidak 1.8 jenis : ..........
1.6
Lain-lain
1.13 ya 1.12 tidak 1.11jenis : ..........
4. Riwayat Operasi : ya 1.14 tidak
1.16
- Kapan : Tidak ada riwayat operasi
1.15 1.17
- Jenis Operasi : Tidak ada riwayat operasi
5. Lain-lain :
Tidak ada riwayat operasi

RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA


Ya Tidak 1.20
1.18
- 1.19
Jenis 1.21 mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit keluarga seperti
: Pasien
DM dan Hipertensi

- Genogram :

= Meninggal
= Laki-laki
= Perempuan
= Pasien
= Gen perkawinan
= Gen keturunan
= Satu rumah

PERILAKU YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN


Perilaku sebelum sakit yang mempengatuhi kesehatan :
Alkohol
1.26 ya tidak 1.22
1.24
Merekok
1.32
1.27 ya tidak 1.28
1.23
1.30
1.25
Keterangan:
1.33 pasien mengatakan 1 hari bisa habis 1 pack rokok
1.31 1.29
Obat
1.38 ya tidak 1.34
1.36
Keterangan:
1.39 pasien mengatakan tidak mengkonsusmsi obat-obatan
1.37 1.35
Olah
1.44Raga ya tidak 1.40
1.42
Keterangan:
1.45 pasien mengatakan tidak pernah olahraga
1.43 1.41
OBSERVASI DA PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda tanda vital
S: 37˚C N: 80 x/menit TD: 105/75 mmHg RR: 28 x/menit
Kesadaran Compos
1.54 Mentis Apatis
1.52 Somnolen
1.50
Sopor1.48 Koma1.46
2. Sistem Pernapasan (B1)
1.55 1.53 1.51 1.49 1.47
a. RR : 28 x/menit
b. Keluhan : Sesak Nyeri waktu nafas Orthopnea
1.60 1.58 1.56
Batuk: Produktif
1.62 Tidak
1.64 Produktif
1.61 1.59 1.57
Sekret: ada 1.63
Konsentrasi : kental Masalah Keperawatan:
1.65
Warna: hijau ke kuingan Bau: bau khas
c. Penggunaan otot bantu nafas: tidak menggunakan otot bantu napas
d. PCH ya 1.70 tidak
1.68
e. Irama nafas teratur tidak teratur
1.66
1.71 1.72
1.69
f. Pleural Friction rub: tidak ada
1.67 1.73
g. Pola nafas Dispoe
1.78 Ksmaul
1.76 Cheyne
1.74 Stroke
h. Suara nafas Cracles
1.84 Ronki
1.82 Wheezing
1.80
1.79 1.77 1.75
i. Alat bantu nafas ya 1.86
1.85 tidak
1.88
1.83 1.81
Jenis: O₂ nasal 3 lpm 1.87 1.89
j. Penggunaan WSD
- Jenis : Tidak ada
- Jumlah cairan : Tidak ada
- Undulasi : Tidak ada
- Tekanan : Tidak ada
k. Tracheostomy : ya 1.92 tidak
1.90
l. Lain-lain :
1.93 1.91
...............................................................................................................................
...............................................................................................................................

3. Sistem Kardio Vaskuler (B2)


a. TD : 105/75 mmHg
Masalah Keperawatan:
b. N : 80 x/menit
c. Keluhan nyeri dada : ya 1.96 tidak Tidak ada masalah
1.94
P : Tidak ada
1.97 1.95 keperawatan
Q : Tidak ada
R : Tidak ada
S : Tidak ada
T : ....................................................................
d. Irama jantung : reguler
1.100 ireguler
1.98
e. Suara jantung : normal
1.104(S1/S2 tunggal) 1.99 murmur
1.102
1.101
Gallop
1.108
1.105
lain-lain
1.106
1.103
f. Ictus Cordis : Tidak tampak Ictus 1.109 Cordis 1.107
g. CRT : Normal Kembali kurang dari 2 detik
h. Akral : hangat
1.116 kering
1.114 merah
1.112 basah
1.110
Pucat panas dingin
1.122
1.118
1.117 1.120
1.115 1.113 1.111
i. Sirkulasi perifer : normal menurun
1.119 1.124 1.121 1.126 1.123
j. JVP : Tidak dilakukan pengkajian
1.125 1.127
k. CVP : Tidak dilakukan pengkajian
l. CTR :
m. ECG & Interprestasinya:

n. Lain-lain :

4. Sistem Pesyarafan (B3)


a. GCS: E4 V5 G6 Masalah Keperawatan:
b. Refleks Fisiologis patella triceps biceps
1.128
1.132 1.130
c. Refleks Patologis babinsky
1.136 brudznsky
1.138 kernig
1.134
1.133 1.131 1.129
Lain-lain 1.135
1.137 1.139
d. Keluhan pusing ya tidak
1.140 1.142
P : Pusing di kepala, tengkuk dan leher
Q : Pusing kepala seperti 1.141
dipukul 1.143
R : Pusing dirasakan pada leher, tengkuk dan kepala
S :7
T : Hilang timbul

e. Pemeriksaan saraf kranial:


N1 : normal
1.144
tidak
1.146
N2 : normal
1.150 tidak
1.148
1.145 1.147
N3 : normal
1.152 tidak
1.154
1.151 1.149
N4 : normal
1.158 tidak
1.156
1.153 1.155
N5 : normal
1.162 tidak
1.160
1.159 1.157
N6 : normal
1.166 tidak
1.164
1.163 1.161
N7 : normal
1.170 tidak
1.168
1.167 1.165
N8 : normal
1.174 tidak
1.172
1.171 1.169
N9 : normal
1.178 tidak
1.176
1.175 1.173
N10 : normal
1.182 tidak
1.180
1.179 1.177
N11 : normal
1.186 tidak
1.184
1.183 1.181
N12 : normal
1.190 tidak
1.188
1.187 1.185
f. Pupil anisokor isokor Diameter: 3 mm
1.191 1.194 1.189 1.192
g. Scelera anikterus
1.198 ikterus
1.196
h. Konjunctiva 1.195
ananemis 1.193
anemis
1.202
1.199 1.200
1.197
i. Istirahat/ tidur: 7-8 jam Gangguan tidur: tidak ada gangguan tidur
1.203 1.201
j. Lain: pasien mengatakan saat tidur dirumah tidur yang cukup 7-8 jam/hari. Saat
tidur siang pasien mengatakan tidur hanya 2-3 jam, dan saat malam hari tidur 7 jam .
tapi siang pasien mengatakan jarang.
5. Sistem Perkemihan (B4) Masalah Keperawatan:
a. Kebersihan genetalia: bersih
1.206
kotor
1.204
b. Sekret: ada1.210 tidak
1.208
Gangguan eliminasi
c. Ulkus: ada1.214
1.207 tidak
1.205
1.212 urine
d. Kebersihan meutus uretra bersih 1.211
1.218 kotor
1.209
1.216
e. Keluhan kencing ada1.215
1.222 tidak
1.213
1.220
Bila ada, jelaskan: pasien tidak 1.219
bisa BAK secara spontan karen atidak bisa turun dari
1.217
bed 1.223 1.221
f. Kemampuan berkemih:
Spontan
1.226 alat1.224
bantu, sebutkan: Urine bag
Jenis : Cateter urine bag
Ukuran
1.227 : 1900 ml/1.225
24 jam
Hari ke : 5

g. Produksi urine:
Warna : kuning keruh
Bau : khas urine
h. Kandung kemih: Membesar ya tidak
1.230
1.228
i. Nyeri tekan ya 1.232 tidak
1.234
j. Intake cairan oral: 900 cc/hari 1.229 parental
1.231 : 1000 cc
k. Balance cairan: 1.233 1.235
Bc: Input : 1900
Output : 1900
:0
6. Sistem Pencernaan (B5) Masalah Keperawatan:
BB sebelum : 58 kg
a. TB : 160 cm BB sekarang : 45 kg Defisit nutrisi
b. IMT : 17,5 Interpretasi :

c. Mulut: bersih
1.240
kotor
1.238 berbau
1.236
d. Membran mukosa lembab
1.246 kering
1.244 stomatitis
1.242
e. Tenggorokan: Tidak ada nyeri telan1.241 1.239 1.237
Sakit menelan kesulitan menelan
1.247 1.248 1.245 1.243
1.250
Pembesaran
1.254 tonsil nyeri tekan
1.252
f. Abdomen:
1.251 tegang
1.260
kembung
1.249
1.258 ascites
1.256
g. Nyeri tekan:
1.255 ya 1.268 tidak
1.253
1.266
h. Luka operasi: ada1.264
1.261 tidak
1.259
1.262 1.257
Tanggal operasi : Tidak
1.269ada Riwayat operasi
1.267
Jenis operasi : Tidak
1.265ada Riwayat operasi
1.263
Lokasi : Tidak ada Riwayat operasi
Keadaan : Tidak ada Riwayat operasi
Drain : ada tidak
1.270
1.272
- Jumlah : Tidak ada
- Warna 1.273: Tidak ada1.271
- Kondisi area sekitar inseri : Tidak ada
i. Peristaltik : 16 x/menit
j. BAB : 3 hari sekali Terakhir tanggal: tanggal 6 Mei 2022
k. Konsistensi : keras
1.280 lunak
1.278 cair1.276 lendir/darah
1.274
l. Diet : padat
1.286 lunak
1.284 cair1.282
m. Diet Khusus : MT 1.281 1.279 1.277 1.275
n. Nafsu makan : baik
1.287 menurun
1.285 Frekuensi
1.283 : 3 x/hari
1.290 1.288
o. Porsi makan : habis
1.294 tidak
1.292 Keterangan : pasien cuman
menghabiskan setengah1.291 porsi. 1.289
1.295 1.293
7. Sistem penglihatan
a. Pengkajian segmen anterior dan posterior Masalah Keperawatan:
OD OS
Normal Virus Normal Tidak ada masalah
Normal Palpebra Normal keperaawatan
Normal Conjunctiva Normal
Normal Kornea Normal
Normal BMD Normal
Normal Pupil Normal
Normal Iris Normal
Normal Lensa Normal
Normal TIO Normal

b. Keluhan nyeri ya tidak


1.298 1.296
P : Tidak dilakukan pengkajian
Q : Tidak dilakukan pengkajian
1.299 1.297
R : Tidak dilakukan pengkajian
S : Tidak dilakukan pengkajian
T : Tidak dilakukan pengkajian
c. Luka operasi ada1.300 tidak
1.302
Tanggal operasi : tidak ada Riwayat operasi
Jenis operasi : tidak ada Riwayat
1.301 operasi
1.303
Lokasi : tidak ada Riwayat operasi
Keadaan : tidak ada Riwayat operasi
d. Pemeriksaan penunjang lain : tidak ada
e. Lain-lain : tidak ada masalah keperawatan di sistem penglihatan

8. Sistem penglihatan
a. Pengkajian segmen anterior dan posterior Masalah Keperawatan:
OD OS
Normal Aurcicula Normal Tidak ada malah
Normal MAE Normal keperawatan
Normal Membran Normal
Normal Tymphani Normal
Normal Rinne Normal
Normal Weber Normal
Normal Swabach Normal

b. tes Audiometri : tidak dilakukan pengkajian

c. Keluhan nyeri ya tidak


1.306 1.304
P : tidak dilakukan pengkajian
Q : tidak dilakukan pengkajian
1.307 1.305
R : tidak dilakukan pengkajian
S : tidak dilakukan pengkajian
T : tidak dilakukan pengkajian
d. Luka operasi ada1.308 tidak
1.310
Tanggal operasi : tidak ada Riwayat operasi
Jenis operasi : tidak ada Riwayat
1.309 operasi
1.311
Lokasi : tidak ada Riwayat operasi
Keadaan : tidak ada Riwayat operasi
e. Alat bantu dengar : tidak ada Riwayat operasi
f. Lain-lain : tidak ada

9. Sistem muskuloskeletal (B6)


a. Pergerakan sendi : bebas
1.314 terbatas
1.312 Masalah Keperawatan:
b. Kekuatan otot :
5 51.315 Tidak ada masalah
1.313
5 5 keperawatan

c. Kelainan ekstremitas : ya tidak


1.318 1.316
d. Kelainan tulang belakang : ya tidak
1.322 1.320
Frankel : 1.319 1.317
e. Fraktur : ya tidak
1.324 1.323 1.321
1.326
- Jenis :
f. Traksi ya1.327
1.330 tidak
1.325
1.328
- Jenis : tidak dilakukan pengkajian
- Beban 1.331 : tidak
1.329dilakukan pengkajian
- Lama pemasagan : tidak dilakukan pengkajian
g. Penggunaan spalk/gips: ya tidak
1.332
1.334
h. Keluhan nyeri ya tidak
1.338 1.336
P : tidak ada 1.335 1.333
Q : tidak ada 1.339 1.337
R : tidak ada
S : tidak ada
T : tidak ada
i. Sirkulasi perifer : tidak dilakukan pengkajian
j. Kompartemen syndrome ya 1.342 tidak
1.340
k. Kulit : ikterik sianosis
1.350 kemerahan hiperpigmentasi
1.348 1.346 1.344
l. Tugor baik kurang
1.356 1.343jelek
1.354 1.341 1.352
m. Luka operasi ada tidak
1.3581.351 1.349
1.360 1.347 1.345
Tanggal operasi : tidak ada
1.357Riwayat operasi
1.355 1.353
Jenis operasi : tidak ada
1.359 Riwayat operasi
1.361
Lokasi : tidak ada Riwayat operasi
Keadaan : tidak ada Riwayat operasi
Drain : ada1.364 tidak
1.362
- Jumlah : tidak ada
- Warna 1.365: tidak ada1.363
- Kondisi area sekitar insersi : tidak ada
n. ROM : Normal
o. Cardinal Sign : tidak dilakukan pengkajian
p. Lain-lain : tidak dilakukan pengkajian
10. Sistem Integumen
a. Penilaian resiko decubitus
Aspek yang Kriteria penilaian Nilai
dinilai 1 2 3 4
Persepsi Terbatas Sangat Keterbatasan Tidak ada 4
Sesoris Sepenuhnya Terbatas Ringan Gangguan
Kelembaban Terus Sangat Kadang2 Jarang 4
Menerus Lembab Basah Basah
basah
Aktifitas Bedfast Chairfast Kadang2 Lebih Sering 1
Jalan Jalan
Mobilitas Immobile Sangat Keterbatasa Tidak ada 1
Sepenuhnya Terbatas Ringan Keterbatasan
Nutrisi Sangat Kemungkinan Adekuat Sangat baik 4
Buruk Tidak
Adekuat
Gesekan & Bermasalah Potensial Tidak 3
Pergeseran Bermasalah Menimbulkan
Masalah
NOTE: Pasien dengan nilai total <16 maka dapat dikatakan Total Nilai 17
bahwa pasien berisiko mengalami decubitus (passure
ulcers)
(15 or 16 = low risk, 13 or 14 -= moderate risk, 12 or less
= high risk)

b. Warna : sawo matang Masalah Keperawatan:


c. Pitting edema : +/- grade:
d. Ekskoriasis : ya tidak
1.366
Tidak ada masalah
1.368
e. Psoriasis : ya tidak
1.370 keperawatan
1.372
f. Pruritus : ya 1.369 tidak
1.367
1.374
1.376
g. Urtikaria : ya 1.373 tidak
1.371
1.378
1.380
h. Lain-lain : 1.377 1.375
1.381 1.379

11. Sistem Endokrin


a. Pembesaran tyroid : ya 1.382 tidak Masalah Keperawatan:
1.384
b. Pembesaran kelenjar getah bening : ya 1.386 tidak
1.388 Tidak ada masalah
c. Hipoglikemia : ya 1.390
1.383 tidak
1.385
1.392
d. hiperglikemia : ya 1.387 tidak
1.389 keperawatan
1.394 1.396
e. Kondisi kaki DM 1.391 1.393
- Luka gangren ya tidak
1.395
1.398 1.397
1.400
Jenis
- Lama luka : tidak ada 1.401 1.399
- Kedalaman : tidak ada
- Kulit kaki : tidak ada
- Kuku kaki : kuku kaki bersih
- Telapak kaki : telapak kaki bersih
- Jari kaki : jari kaki normal
- Infeksi ya tidak
1.404 1.402
- Riwayat luka sebelumnya ya 1.408 tidak
1.406
Jika ya : 1.405 1.403
- Tahun : tidak ada1.409 1.407
- Jenis Luka : tidak ada
- Lokasi : tidak ada
- Riwayat amputasi sebelumnya ya tidak
1.410
1.412
Jika ya :
- Tahun : tidak ada 1.413 1.411
- Lokasi : tidak ada
f. ABI : tidak dilakukan pengkajian
g. Lain-lain : tidak ada
Masalah Keperawatan:
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
a. Persepsi klien terhadap peyakitnya: Tidak ada masalah
Pasien mengatakan ingin segera sembuh dan mengikuti anjuran keperawatan
Dokter dan perawat

b. Ekspresi klien terhadap penyakitnya


Murung/diam gelisah tegang marah/menangis
1.414 1.420 1.418 1.416
c. Reaksi saat interaksi koorperatif
1.426
tidak kooperatif
1.424 curiga
1.422
d. Gangguan
1.415konsep diri : tidak1.421
ada masalah gangguan
1.419 konsep diri
1.417
1.427 1.425 1.423
e. Lain-lain:

PENGKAJIAN HYGIENE & KEBIASAAN Masalah Keperawatan:


Jelaskan: pasien mengatakan mandi 2x sehari, gosok gigi di RS 2x sehari
Serta keramas 2 hari sekali Tidak ada masalah
keperawatan
PENGKAJIANSPIRITUAL
a. Kebiasaan beribadah
- Sebelum sakit sering
1.432 kadang-kadang
1.430 tidak pernah
1.428
- Selama sakit sering kadang-kadang tidak pernah
1.438 1.436 1.434
b. Batuan yang diperlukan klien untuk
1.433memenuhi 1.431
kebutuhan beribadah:
1.429
1.439 1.437 1.435
PENGKAJIAN SPIRITUAL
Masalah Keperawatan:
Jelaskan : pasien mengatakan sebelum sakit sering beribadah dan selama
Sakit di RS pasien mengatakan ibadah sangat jarang Tidak ada masalah
keperawatan
TERAPI
• Infus PZ 1000 cc/24 jam
• Infus levotioxalin 1 x 750 (H4)
• Injeksi ondan 3 x 4mg
• Injeksi Mp 2 x 62,5mg
• Injeksi omz 2 x 40mg
• Pump vascon 150 (100) nano => 3,4 (ka,ki) (100)
• Pump dopamine 5mg => 3,30 (ka,ki)
• Per/oral Biosanbe 2 x 1
• Curcuma 3 x 1
• Racik batuk 4 x 1
• Hp pro 3 x 1
• Condastatin drop 3 x 1
• Q-tencum 1 x 1

DATA TAMBAHAN LAIN


• Antigen (4 Mei 2022) = negatif
• Swab PCR (4 Mei 2022) = negatif
• HIV (4 Mei 2022) = negative
• Vaksin 1x (aztra)
• Target MAP 65
• Balance cairan, observasi ketat TTV
• Terpasang Pump, monitor, Dc, O₂
• BTA sputum (s/p) bahan +, Basil +

Surabaya,09 Mei 2022

(............................................)
B. ANALISA DATA
No DATA ETIOLOGI MASALAH
1. DS : pasien mengatakan batuk Merokok. Polusi Bersihan jalan
DO : pasien tampak lemas saat udara, infeksi napas tidak
dilakukan observasi virus efektif
TD : 105/75 mmHg Asap mengiritasi
N : 80 x/menit jalan napas
RR : 28 x/menit Produksi secret
S : 37 ˚C meningkat
Spo : 97% Batuk
• Batuk + , Sputum + Bersihan jalan
• Dahak berwarna kuning napas tidak
kehijauan efektif
• Terpasang O2 Nasal 3 lpm
• Terpasang Inf. PZ 1000 cc/24
jam
• Terpasang Inf levotiaxalin 1 x
750 (H4)
2. DS : pasien mengatakan sesak Mycobacterium Pola napas tidak
DO : irama napas tidak teratur tuberculosis efektif
TD : 105/75 mmHg Terhirup oleh
N : 80 x/menit orang sehat
S : 37 ˚C Peningkatan
RR : 28 x/menit produksi mukus
SpO : 97% Secret pada
• Batuk + , Sputum + saluran
• Dahak berwarna kuning pernapasan
kehijauan meningkat
• Terpasang O2 Nasal 3 lpm Suplai oksigen

• Terpasang Inf. PZ 1000 cc/24 menurun

jam Pola napas tidak

• Terpasang Inf levotiaxalin 1 x efektif

750 (H4)
• Pernapasan menggunakan
cuping hidung
No DATA ETIOLOGI MASALAH
3. DS : pasien tidak ada nafsu makan Faktor infeksi Defisit nutrisi
DO : kesadaran compos mentis, makan Masuk melalui
habis hanya ½ prosi makanan yang
TD : 105/75 mmHg tercemar
N : 80 x/menit Berkembang
S : 37˚C dalam usus
RR : 28 x/menit Mempercepat
Spo : 97% peristaltic usus
• Menggunakan alat bantu napas Menekan
O2 Nassal 3 lpm lambung
• Berat badan sebelum sakit 58 Nafsu makan
kg menurun
• Berat badan sesudah sakit 45 Berat badan
kg menurun

• Bibir kering Defisit nutrisi

• Turgor kulit kuran dari 2 detik


B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d obstruksi jalan napas sekresi tertahan d.d
batuk tidak efektif
2. Pola napas tidak efektif b.d adanya hambatan upaya napas d.d pernapasan cuping
hidung
3. Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d tidak adanya nafsu makan d.d
nafsu makan menurun
C. INTERVENSI
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN
INTERVENSI
DX KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
DX Bersihan jalan Setelah dilakukan 1. memonitor TTV
1 napas tidak efektif Tindakan keperawatan 2. monitor pola napas
b.d obstruksi jalan 3x24 jam dengan kriteria 3. berikan O2 nasal 3 lpm
napas sekresi hasil : 4. posisikan semi fowler
tertahan d.d batuk 1. mendemostrasikan 5. ajarkan batuk efektif
tidak efektif batuk efektif dan suara 6. kolaborasi dengan tim
napas yang bersih dan medis
tidak sianosis dan dyspnea
2. mampu mendefinisikan
dan mencegah factor yang
dapat menghambat jalan
napas
DX Pola napas tidak Setelah dilakukan 1. memonitor TTV
2 efektif b.d adanya Tindakan keperawatan 2. monitor pola napas
hambatan upaya 3x24 jam dengan kriteria 3. berikan O2 nasal 3 lpm
napas d.d hasil : 4. posisikan semi fowler
pernapasan cuping 1. pola napas dalam 5. fisioterapi dada
hidung keadaan normal 6. kolaborasi dengan tim
(16-20x/menit) medis
2. irama napas teratur
3. tidak adanya secret
dan batuk
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN
INTERVENSI
DX KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
DX Defisit nutrisi Setelah dilakukan 1. memonitor TTV
3 kurang dari Tindakan keperawatan 2. anjurkan untuk menjaga
kebutuhan tubuh 3x24 jam dengan kriteria kebersihan mulut
b.d tidak adanya hasil : 3. anjurkan untuk makan
nafsu makan d.d 1. terjadi peningkatan sedikit tapi sering
nafsu makan berat badan sesuai dengan 4. timbang berat badan
menurun waktu secara rutin
2. peningkatan status 5. kolaborasi dengan ahli
nutrisi gizi untuk diet yang ketat
bagi pasien dan kolabori
dengan tim medis
D. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
TGL/JAM NO IMPLEMENTASI TTD
DX
10 Mei 2022 DX 1. Memonitor TTV
1 R: pasien mengetahui tingkat ttvnya
09.00 WIB TD :105/75mmHg, N: 80x/menit, S: 37˚C, RR:
28x/menit, SpO: 97%
2. memonitor pola napas
R: pasien mampu melakukan napas dengan baik
3. berikan O2 nasal 3lpm
R: pasien mampu bernapas setelahh diberikan alat
16.00 WIB bantu napas
4. posisikan pasien semi fowler
R: pasien terlihat nyaman saat diberikan posisi semei
fowler
5. ajarkan batuk efektif
R: pasien mengetahui cara batuk efektif dengan
benar
22.00 WIB 6. berkolaborasi dengan tim medis
R: pasien mengetahui kegunaan obat yang diberikan
oleh tim medis
11 Mei 2022 DX 1. Memonitor TTV
1 R: pasien mengetahui tingkat ttvnya
09.00 WIB TD :105/75mmHg, N: 80x/menit, S: 37˚C, RR:
28x/menit, SpO: 97%
2. memonitor pola napas
R: pasien mampu melakukan napas dengan baik
3. berikan O2 nasal 3lpm
R: pasien mampu bernapas setelahh diberikan alat
17.00 WIB bantu napas
4. posisikan pasien semi fowler
R: pasien terlihat nyaman saat diberikan posisi semei
fowler
5. ajarkan batuk efektif
22.00 WIB R: pasien mengetahui cara batuk efektif dengan
benar
6. berkolaborasi dengan tim medis
R: pasien mengetahui kegunaan obat yang diberikan
oleh tim medis

12 Mei 2022 DX 1. Memonitor TTV


1 R: pasien mengetahui tingkat ttvnya
09.00 WIB TD :105/75mmHg, N: 80x/menit, S: 37˚C, RR:
28x/menit, SpO: 97%
2. memonitor pola napas
R: pasien mampu melakukan napas dengan baik
3. berikan O2 nasal 3lpm
16.00 WIB R: pasien mampu bernapas setelahh diberikan alat
bantu napas
4. posisikan pasien semi fowler
R: pasien terlihat nyaman saat diberikan posisi semei
fowler
5. ajarkan batuk efektif
22.00 WIB R: pasien mengetahui cara batuk efektif dengan
benar
6. berkolaborasi dengan tim medis
R: pasien mengetahui kegunaan obat yang diberikan
oleh tim medis
10 Mei 2022 DX 1. melakukan observasi TTV
2 R: pasien mengetahui tingkat TTVnya
09.00 WIB TD: 105/75mmHg, N:80x/menit, S: 37˚C,
RR:28x/menit, SpO:97%
2. memonitor pola napas
R: pasien mampu melakukan napas dengan baik
3. berikan O2 nasal 3lpm
16.00 WIB R: pasien mampu bernapas setelahh diberikan alat
bantu napas
4. posisikan pasien semi fowler
R: pasien terlihat nyaman saat diberikan posisi semei
fowler
5. melakukan fisioterapi dada
R: pasien tampak merasakan lega di dadanya
22.00 WIB 6. berkolaborasi dengan tim medis
R: pasien mengetahui kegunaan obat yang diberikan
oleh tim medis

11 Mei 2022 DX 1. melakukan observasi TTV


2 R: pasien mengetahui tingkat TTVnya
09.00 WIB TD: 105/75mmHg, N:80x/menit, S: 37˚C,
RR:28x/menit, SpO:97%
2. memonitor pola napas
R: pasien mampu melakukan napas dengan baik
3. berikan O2 nasal 3lpm
R: pasien mampu bernapas setelahh diberikan alat
17.00 WIB bantu napas
4. posisikan pasien semi fowler
R: pasien terlihat nyaman saat diberikan posisi semei
fowler
5. melakukan fisioterapi dada
R: pasien tampak merasakan lega di dadanya
6. berkolaborasi dengan tim medis
22.00 WIB R: pasien mengetahui kegunaan obat yang diberikan
oleh tim medis

12 Mei 2022 DX 1. melakukan observasi TTV


2 R: pasien mengetahui tingkat TTVnya
09.00 WIB TD: 105/75mmHg, N:80x/menit, S: 37˚C,
RR:28x/menit, SpO:97%
2. memonitor pola napas
R: pasien mampu melakukan napas dengan baik
3. berikan O2 nasal 3lpm
R: pasien mampu bernapas setelahh diberikan alat
17.00 WIB bantu napas
4. posisikan pasien semi fowler
R: pasien terlihat nyaman saat diberikan posisi semei
fowler
5. melakukan fisioterapi dada
R: pasien tampak merasakan lega di dadanya
22.00 WIB 6. berkolaborasi dengan tim medis
R pasien mengetahui kegunaan obat yang diberikan
oleh tim medis
TGL/JAM NO IMPLEMENTASI TTD
DX
10 Mei 2022 DX 1. melukan observasi TTV
3 R: pasien mengetahui tingkat ttvnya
09.00 WIB TD :105/75mmHg, N: 80x/menit, S: 37˚C, RR:
28x/menit, SpO: 97%
2. mengkaji status nutrisi pasien
R: pasien tampak mengetahui status nutrisi tubuhnya
3. mengkaji kebersihan mulut menganjurkan untuk
oral hygine
17.00 WIB R: pasien mengetahui untuk selalu membersihkan
area mulut
4. menganjurkan pasien untuk makan sedikit tapi
sering
R: pasien tampak mengikuti arahan dari perawat
untuk makan sedikit tapi sering
5. timbang berat badan pasien
R: berat badan pasien sedikit demi sedikit naik dari
berat badan waktu awal sakit
22.00 WIB 6. kolaborasi dengan ahli gizi untuk diet yang ketat
bagi pasien dan kolabori dengan tim medis
R: pasien mengetahui kegunaan obat yang diberikan
oleh tim medis

11 Mei 2022 DX 1. melukan observasi TTV


3 R: pasien mengetahui tingkat ttvnya
09.00 WIB TD :105/75mmHg, N: 80x/menit, S: 37˚C, RR:
28x/menit, SpO: 97%
2. mengkaji status nutrisi pasien
R: pasien tampak mengetahui status nutrisi tubuhnya
3. mengkaji kebersihan mulut menganjurkan untuk
oral hygine
16.00 WIB
R: pasien mengetahui untuk selalu membersihkan
area mulut
4. menganjurkan pasien untuk makan sedikit tapi
sering
R: pasien tampak mengikuti arahan dari perawat
untuk makan sedikit tapi sering
5. timbang berat badan pasien
R: berat badan pasien sedikit demi sedikit naik dari
22.00 WIB berat badan waktu awal sakit
6. kolaborasi dengan ahli gizi untuk diet yang ketat
bagi pasien dan kolabori dengan tim medis
R: pasien mengetahui kegunaan obat yang diberikan
oleh tim medis

12 Mei 2022 DX 1. melukan observasi TTV


3 R: pasien mengetahui tingkat ttvnya
09.00 WIB TD :105/75mmHg, N: 80x/menit, S: 37˚C, RR:
28x/menit, SpO: 97%
2. mengkaji status nutrisi pasien
R: pasien tampak mengetahui status nutrisi tubuhnya
3. mengkaji kebersihan mulut menganjurkan untuk
oral hygine
R: pasien mengetahui untuk selalu membersihkan
area mulut
16.00 WIB 4. menganjurkan pasien untuk makan sedikit tapi
sering
R: pasien tampak mengikuti arahan dari perawat
untuk makan sedikit tapi sering
5. timbang berat badan pasien
R: berat badan pasien sedikit demi sedikit naik dari
berat badan waktu awal sakit
22.00 WIB 6. kolaborasi dengan ahli gizi untuk diet yang ketat
bagi pasien dan kolabori dengan tim medis
R: pasien mengetahui kegunaan obat yang diberikan
oleh tim medis
TGl/JAM NO EVALUASI TTD
DX
10 Mei 2022 DX S : pasien mengatakan masih sesak napas
1 O : TD :105/75mmHg,
09.00 WIB
N: 80x/menit,
S: 37˚C,
RR: 28x/menit,
17.00 WIB
SpO: 97%
• Frekuensi napas 28x/menit
• Terpasang O2 nasal 3 lpm
• Posisi semi fowler
A : masalah belum teratasi
22.00 WIB
P : lanjutkan intervensi (1,2,3,4,5,dan 6)

11 Mei 2022 DX
1 S : pasien mengatakan masih sesak napas
09.00 WIB O : TD :105/75mmHg,
N: 80x/menit,
S: 37˚C,
RR: 28x/menit,
17.00 WIB SpO: 97%
• Frekuensi napas 28x/menit
• Terpasang O2 nasal 3 lpm
• Posisi semi fowler
22.00 WIB
A : masalah teratasi Sebagian
P : lanjutkan intervensi (3,4,5)

12 Mei 2022
DX S : pasien mengatakan masih sesak napas
09.00 WIB 1 O : TD :105/75mmHg,
N: 80x/menit,
S: 37˚C,
RR: 28x/menit,
SpO: 97%
17.00 WIB • Frekuensi napas 28x/menit
• Terpasang O2 nasal 3 lpm
• Posisi semi fowler
A : masalah teratasi
22.00 WIB
P : intervensi dihentikan di RS, dan dilanjutkan
dirumah

10 Mei 2022 DX
2 S : pasien mengatakan sesak napas mulai berkurang
09.00 WIB O : pasien tampak lemas
TD :105/75mmHg,

16.00 WIB N: 80x/menit,


S: 37˚C,
RR: 28x/menit,
SpO: 97%
22.00 WIB
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi (1,2,3,4,5, dan 6)

11 Mei 2022 DX S : pasien mengatakan sesak napas sudah berkurang


2
09.00 WIB O : pasien tampak lemas
TD :105/75mmHg,
N: 80x/menit,
17.00 WIB
S: 37˚C,
RR: 28x/menit,
SpO: 97%
22.00 WIB
A : masalah teratasi Sebagian
P : lanjutkan intervensi (1,3,4,5,6)

12 Mei 2022 S : pasien mengatakan masih sesak napas


DX
09.00 WIB 2 O : TD :105/75mmHg,
N: 80x/menit,
S: 37˚C,
17.00 WIB
RR: 28x/menit,
SpO: 97%

22.00 WIB A : masalah teratasi


P : intervensi dihentikan di RS, dan dilanjutkan
dirumah

10 Mei 2022 DX S : pasien mengatakan tidak ada nafsu untuk makas


3
09.00 WIB
O : makan tidak habis, ½ porsi
TD :105/75mmHg,
N: 80x/menit,
17.00 WIB S: 37˚C,
RR: 28x/menit,
SpO: 97%
22.00 WIB A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi (1,2,3,4,dan 5)

11 Mei 2022 DX S : pasien mengatakan nafsu makan mulai ada


3
O : makan sedikit tapi sering
09.00 WIB TD :105/75mmHg,
N: 80x/menit,
S: 37˚C,
17.00 WIB
RR: 28x/menit,
SpO: 97%
A : masalah teratasi sebagian
22.00 WIB
P : lanjutkan intervensi (1,2,3,5)

12 Mei 2022 DX S : pasien mengatakan nafsu makan mulai membaik


3
O : makan sedikit tapi sering
09.00 WIB
TD :105/75mmHg,
N: 80x/menit,
17.00 WIB
S: 37˚C,
RR: 28x/menit,

22.00 WIB SpO: 97%


A : masalah teratasi
P : lanjutkan intervensi (1,2,3,5)

Anda mungkin juga menyukai