I
DENGAN DIAGNOSA TB PARU DI RUANG FLAMBOYAN RS.
BAHAYANGKARA H.S SAMSOERI MERTOJOSO SURABAYA
Disusun Oleh :
FAKULTAS KESEHATAN
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat serta
Hidayah-Nya, maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan Laporan
Pendahuluan yang berujudul “Asuhan Keperawatan Pada Tn. I dengan Diagnosa
Medis TB-Paru di Ruangan Flamboyan RS. Bhayangkara H.S. Samsoeri Mertojoyo
Surabaya”. Dalam penulisan Laporan Pendahuluan, penulis merasa masih banyak
kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak
sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan Laporan Pendahuluan
selanjutnya.
Nama :………………….
Nim :………………….
Program Studi :………………….
Hari/Tanggal :………………….
Mengetahui,
Pembimbing akademi
Alpian Jayadi, S.Kep.,Ns Ariska Putri H, S.Kep.,Ns Alpian Jayadi, S.Kep.,Ns Putri Pamungkas, S.Kep.,Ns
BAB I
PENDAHULUAN
1.3.Tujuan Penulisan
1.3.1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mengenai TB Paru di
Ruangan Flamboyan.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi TB Paru
2. Untuk mengetahui etiologic pada TB Paru
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis pada TB Paru
4. Untuk mengetahui klasifikasi pada TB Paru
5. Untuk mengetaui patofisiologi TB Paru
6. Untuk mengetahui penularan TB Paru
7. Untuk mengetahui komplikasi TB Paru
8. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada TB Paru
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada TB Paru
10. Untuk mengetahui proses keperawatan pada TB
BAB II
TINJAUAN TEORI
1.2.Konsep TB Paru
1.1.2 Definisi
TB paru adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
kuman TB (mycobacterium tuberculosis). Kuman tersebut masuk ke dalam
tubuh manusia melalui udara ke dalam paru-paru,dan menyebar dari paru-
paru ke organ tubuh yang lain melalui peredaran darah seperti kelenjar
limfe, saluran pernapasan atau penyebaran langsung ke organ tubuh lainnya
(Febrian, 2015).
TB merupakan penyakit infeksi kronis yang sering terjadi atau
ditemukan di tempat tinggal dengan lingkungan padat penduduk atau daerah
urban, yang kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan
berperan terhadap peningkatan jumlah kasus TB (Ganis indriati, 2015).
1.2.2 Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah mycobacterium tuberculosis. Basil ini
tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan sinar matahari, pemanasan
dan sinar ultraviolet. Terdapat 2 macam mycobacterium tuberculosis yaitu
tipe human dan bovin. Basil tipe human berada di bercak ludah (droplet) di
udara yang berasal dari penderita TB paru dan orang yang rentan terinfeksi
bila menghirup bercak ludah ini (Nurrarif & Kusuma, 2015).
Menurut (Puspasari, 2019) Faktor resiko TB paru sebagai berikut: 1.
Kontak dekat dengan seseorang yang memiliki TB aktif. 2. Status
imunocompromized (penurunan imunitas) misalnya kanker, lansia, HIV. 3.
Penggunaan narkoba suntikan dan alkoholisme. 4. Kondisi medis yang
sudah ada sebelumnya, termasuk diabetes, kekurangan gizi, gagal ginjal
kronis. 5. Imigran dari negara-negara dengan tingkat tuberkulosis yang
tinggi misal Asia Tenggara, Haiti. 6. Tingkat di perumahan yang padat dan
tidak sesuai standart. 7. Pekerjaan misalnya petugas pelayanan kesehatan.
8. Orang yang kurang mendapat perawatan kesehatan yang memadai
misalnya tunawisma atau miskin.
1.2.3 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala pada TB paru yaitu batuk >3 minggu, nyeri dada,
malaise, sesak nafas, batuk darah, demam. Tanda dan gejala pada TB paru
dibagi menjadi 2 bagian yaitu gejala sistemik dan respiratorik (Padila,2013).
1. Gejala sistemik yaitu :
a. Demam Adanya proses peradangan akibat dari infeksi bakteri
sehingga timbul gejala demam. Ketika mycobacterium tuberculosis
terhirup oleh udara ke paru dan menempel pada bronkus atau alveolus
untuk memperbanyak diri, maka terjadi peradangan (inflamasi) ,dan
metabolisme meningkat sehingga suhu tubuh meningkat dan terjadilah
demam.
b. Malaise Malaise adalah rasa tidak enak badan, penurunan nafsu
makan, pegal-pegal, penurunan berat badan dan mudah lelah.
1.2.4 Klasifikasi
1. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi penyakit : (Puspasari, 2019)
a. tuberculosis paru TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru.
Milier TB dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada
jaringan paru.
b. Ruberkulosis ekstra paru TB yang terjadi pada organ selain paru
misalnya kelenjar limfe, pleura, abdomen, saluran kencing, kulit,
selaput otak, sendi dan tulang.
2. Klasisfikasi berdasarkan Riwayat pengobatan sebelumnya :
a. Klien baru TB : klien yang belum pernah mendapatkan pengobatan
TB paru sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun
kurang dari satu bulan (< 28 dosis).
b. klien yang pernah diobati TB : klien yang sebelumnya pernah
menelan OAT selama satu bulan atau lebih (≥ 28 hari).
c. Kien berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir, yaitu :
1) Klien kambuh : klien TB paru yang pernah dinyatakan sembuh
dan saat ini didiagnosis TB berdasarkan hasil pemeriksaan
bakteriologi.
2) Klien yang diobati Kembali setelah gagal : TB paru yang pernah
diobati dan gagal pada pengobatan terakhis.
3) Klien yang diobati Kembali setelah putus berobat (lost of follow-
up): klien TB paru yang pernah diobati dan dinyatakan lost to
follow-up (dikenal sebagai pengobatan klien setelah putus
berobat).
4) Lain-lain: klien TB paru yang pernah diobati tetapi hasil akhir
pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
3. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat :
Pengelompokkan penderita TB berdasarkan hasil uji kepekaan contoh
uji dari mycobacterium tuberculosis terhadap OAT:
a. Mono resisten (TB MR): resisten terhadap salah satu jenis OAT lini
pertama saja.
b. Poli resisten (TB PR): resisten terhadap lebih dari satu jenis OAT
lini pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara
bersamaan.
c. Multidrug resisten (TB MDR): resisten terhadap Isoniazid (H) dan
Rifampisin (R) secara bersamaan.
d. Extensive drug resistan (TB XDR): TB MDR sekaligus resisten
terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal
salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin,
Kapreomisin, Amikasin).
e. Resisten Rifampisin (TB RR): resisten terhadap Rifampisin dengan
atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi.
4. Klasifikasi penderita TB berdasarkan status HIV:
a. Klien TB dengan HIV positif
b. Klien TB dengan HIV negative
c. Klien TB dengan status HIV tidak diketahui
1.2.5 Patofisiologis
Menurut Darliana (2011), Individu terinfeksi melalui droplet nuclei
dari pasien TB paru ketika pasien batuk, bersin, tertawa. Droplet nuclei ini
mengandung basil TB dan ukurannya kurang dari 5 mikron dan akan
melayang-layang di udara. Droplet nuclei ini mengandung basil TB. Saat
Mikrobacterium Tuberkulosa berhasil menginfeksi paruparu maka dengan
segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular. Biasanya
melalui serangkaian reaksi imunologis, bakteri TB paru ini akan berusaha
dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel
paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya
menjadi jaringan parut dan bakteri TB paru akan menjadi dormant
(istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai
tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen. Sistem imun tubuh berespon
dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan makrofag)
menelan banyak bakteri; limpospesifik-tuberkulosis melisis
(menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini
mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli, yang menyebabkan
bronkopneumonia dan infeksi awal terjadi dalam 2-10 minggu setelah
pemajanan.
Massa jaringan paru yang disebut granulomas merupakan gumpalan
basil yang masih hidup. Granulomas diubah menjadi massa jaringan -
jaringan fibrosa, bagian sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberkel ghon
dan menjadi nekrotik membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat
mengalami klasifikasi, membentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi
dorman, tanpa perkembangan penyakit aktif. Setelah pemajaman dan
infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif karna gangguan atau
respon yang inadekuat dari respon sistem imun. Penyakit dapat juga aktif
dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam kasus ini, tuberkel
ghon memecah melepaskan bahan seperti keju dalam bronki. Bakteri
kemudian menjadi tersebar di udara, mengakibatkan penyebaran penyakit
lebih jauh. Tuberkel yang menyerang membentuk jaringan parut. Paru yang
terinfeksi menjadi lebih membengkak, mengakibatkan terjadinya
bronkopneumonia lebih lanjut.
1.2.6 Penularan TB
Daya penularan dari seorang TB paru ditentukan oleh: (Notoatmodjo,2011)
1. Banyak nya kuman yang terdapat didalam paru penderita
2. Penyebaran kuman di udara
3. Penyebaran kuman Bersama dahak berupa droplet yang berada disekitar
TB paru.
Kuman pada penderita TB paru dapat terlihat oleh mikroskop pada
sediaan dahaknya (BTA positif) dan infeksius. Sedangkan penderita TB
paru yang kumannya tidak dapat dilihat langsung oleh mikroskop pada
sediaan (BTA negatif) dan kurang menular. Pada penderita TB ekstra paru
tidak menular kecuali pada penderita TB paru. Penderita TB BTA positif
mengeluarkan kuman di udara dalam bentuk droplet pada saat batuk atau
bersin. Droplet ini mengandung kuman TB dan dapat bertahan di udara
selama beberapa jam. Jika droplet ini terhirup oleh orang lain dan menetap
dalam paru yang menghirupnya maka kuman ini akan berkembang biak dan
terjadi infeksi. Orang yang serumah dengan penderita TB paru BTA positif
adalah orang yang kemungkinan besar terpapar kuman TB.
1.2.7 Komplikasi
Menurut Wahid & Imam (2013), komplikasi yang muncul pada TB paru
yaitu :
1. Pneumothorak (adanya udara di rongga pleura) spontan :
Kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.
2. Bronki ekstasi (pleura bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) di paru.
3. Penyebaran infeksi keorgan lainnya seperti otak, tulang, persendian,
ginjal, dan sebagainya.
4. Insufisiensi kardiopulmonal (Chardio Pulmonary Insuffciency).
5. Hemoptisis berat (pendarahan pada saluran nafas bawah) yang
mengakibatkan kematian karena terjadinya syok hipovolemik atau
tersumbatnya jalan pernafasan.
1.2.8 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Kemenkes (2014) pemeriksaan pada penderita TB paru yang perlu
diperhatikan adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
a. Untuk diagnosis dilakukan pemeriksaan dahak mikroskopis
langsung, penderita TB diperiksa contoh uji dahak SPS (seqaktu-
pagi-sewaktu).
b. Ditetaplan sebagai penderita TB apabila minimal satu dari
pemeriksaan hasil BTA positif.
2. Pemeriksaan dahak
a. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
Pemeriksaan dilakukan dengan cara mengumpulkan 3 contoh uji
dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan berupa
Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) :
S (sewaktu) : Dahak ditampung saat pasien TB dating berkunjung
pertama kali ke pelayanan Kesehatan. Saat pulang pasien membawa
sebuah pot dahak untujj menampung dahak pada hari kedua.
P (pagi) : dahak ditampung pasien pada hari kedua, setelah bangun
tidur. Pot dibawa dan diserahkan kepada petugas pelayanan
Kesehatan.
S (Sewaktu) : Dahak ditampung pada hari kedua setelah saat
menyerahkan dahak pagi.
b. Pemeriksaan biakan
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengidentifikasi mycobacterium
tuberculosis.
3. Pemeriksaan uji kepekaan obat
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan ada tidaknya resistensi
mycobacterium tuberculosis terhadap OAT. Pemeriksaan uji kepekaan
obat harus dilakukan oleh laboratorium yang telah lulus uji pemantapan
mutu atau quality assurance. (Kemenkes,2014).
4. Sedangkan menurut Nurafif & Kusuma (2015) pemeriksaan penunjang
pada TB paru meliputi :
a. Laboratorium darah rutin
LED normal/ meningkat, limfosis
b. Pemeriksaan sputum BTA
Untuk memastikan diagnostik paru, pemeriksaan ini spesifikasi
karena klien dapat didiagnosis TB paru berdasarkan pemeriksaan
ini.
c. Pemeriksaan PAP (Peroksidase Anti Peroksidase)
Yaitu uji serologi imunosperoksidase memakai alat histogen
staining untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
d. Tes Mantoux/Tuberkulin
Yaitu uji serologi imunosperoksidase memakai alat histogen
staining untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
e. Teknik Polymerase Chain Reaction
Deteksi DNA kuman melalui amplifikasi dalam meskipun hanya
satu mikroorganisme dalam spesimen dapat mendeteksi adanya
resistensi.
f. Becton Dikinson Diagnostic Instrument Sitem (BACTEC)
Deteksi Growth Indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari
metabolisme asam lemak oleh kuman TB.
g. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran foto thorak yang menunjang didiagnostis TB paru yaitu :
1) Bayangan lesi terletak di lapangan paru atas satu segmen apical
lobus bawah.
2) Bayangan berwarna (patchy) atau bercak nodular
3) Kelainan bilateral terutama di lapangan atas paru
4) Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
5) Bayangan milie
1.2.9 Penatalaksanaan
1. Pengobatan TB paru menurut Kemenkes RI (2014):
a. Tujuan pengobatan
Pengobatan TB paru untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kekambuhan, mencegah kematian, memutuskan rantai penularan
serta mencegah resistensi mycobacterium tuberculosis terhadap
OAT.
b. Prinsip pengobatan
Pengobatan yang dilakukan harus memenuhi prinsip sebagai
berikut: OAT yang diberikan mengandung minimal 4 macam obat
untuk mencegah resistensi, diberikan dalam dosis yang tepat, obat
ditelan secara teratur dan diawasi oleh PMO sampai selesai.
c. Tahapan pengobatan
pengobatan TB diberikan dalam dua tahap yaitu tahap awal
(intensif) dan tahap lanjutan.
1) Tahap awal
Pada tahap awal, penderita mendapatkan obat setiap hari dan
perlu diawasi secara langsung guna mencegah terjadinya
resisten obat.
2) Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan, penderita mendapatkan jenis obat yang
lebih sedikit tetapi dalam jangka waktu lebih lama.
d. Obat anti tuberculosis
1) Isoniazid (H)
Isoniazid diberikan melalui oral atau intramuskular. Obat ini
memiliki dua pengaruh toksik utama yaitu neuritis perifer dan
hepatotoksik. Tanda dari neuritis perifer yaitu mati rasa dan rasa
gatal pada tangan dan kaki. Sedangkan hepatotoksik jarang
terjadi, mungkin terjadi pada anak dengan TB berat dan remaja
(Astuti,2010).
2) Rifampisin (R)
Efek samping obat ini yaitu terjadi perubahan warna orange pada
urine dan air mata dan gangguan saluran pencernaan.
3) Etambutol (E)
Etambutol bertujuan untuk mencegah resistensi terhadap obat
yang lain.
4) Pirazinamid (Z)
Obat ini bersifat bakterisid dan memiliki efek samping rasa mual
yang disertai nyeri ulu hati dan muntah.
5) Streptomisin
Efek samping dari obat streptomisin yaitu rasa kesemutan
didaerah mulut dan muka setelah obat disuntikan.
2. Panduan OAT di Indonesia
a. Kategori 1 : 2(HRZE)/4H3R3
Obat diberikan selama dua bulan 2 (HRZE). Kemudian dilanjutkan
pada tahap lanjutan yang diberikan tiga kali dalam seminggu selama
4 bulan (4H3R3).
b. Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
Obat ini diberikan pada pasien BTA positif yang pernah diobat
sebelumnya.
c. Obat sisipan (HRZE)
Paket sisipan KDT merupakan paduan paket tahap intensif atau
kategori 1 yang diberikan selama 28 hari (Kemenkes,2011).
3. Hasil pengobatan TB paru.
a. Sembuh
Penderita telah menyelesaikan pengobatan dan pemeriksaan dahak
ulang hasilnya negatif pada AP ( akhir pengobatan ) dan pada satu
pemeriksaan sebelumnya.
b. Pengobatan lengkap
Penderita yang menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tapi
tidak ada hasil pada pemeriksaan dahak ulang di akhir pengobatan.
c. Meninggal
Penderita yang meninggal saat masa pengobatan
d. Pindah
penderita yang dipindah ke unit pencatatan & pelaporan lain dan
hasil pengobatannya tidak diketahui.
e. Putus berobat
penderita TB yang tidak berobat selama 2 bulan atau lebih sebelum
masa pengobatan selesai.
f. Gagal
Penderita dengan hasil pemeriksaan dahak positif atau kembali
menjadi positif pada bulan ke lima atau lebih saat masa pengobatan.
g. Keberhasilan pengobatan (Treatment succes)
Penderita yang sembuh dan sudah menyelesaikan pengobatan
lengkap.
4. Penatalaksanaan non farkomologi
a. Fisio terapi dada
Fisioterapi dada terdiri atas drainase postural,perkusi,dan vibrasi
dada. Tujuannya yaitu untuk memudahkan dalam pembuangan
sekresi bronkhial, memperbaiki fungsi ventilasi, dan meningkatkan
efisiensi dari otot-otot sistem pernafasan agar berfungsi secara
normal (Smeltzer & Bare,2013).
Drainase postural adalah posisi yang spesifik dengan gaya gravitasi
untuk memudahkan proses pengeluaran sekresi bronkial. Perkusi
adalah suatu prosedur membentuk mangkuk pada telapak tangan
dengan menepuk ringan pada dinding dada dalam. Gerakan
menepuk dilakukan berirama diatas segmen paru yang akan
dialirkan (Smeltzer & Bare,2013).
Vibrasi dada adalah tindakan meletakkan tangan berdampingan
dengan jari-jari tangan dalam posisi ekstensi diatas area dada
(Somantri,2012).
b. Latihan batuk efektif
Latihan batuk efektif yaitu tindakan yang dilakukan agar mudah
membuang sekresi dengan metode batuk efektif sehingga dapat
mempertahankan jalan nafas yang paten (Smeltzer & Bare,2013).
c. Penghisapan Lendir Penghisapan lendir atau suction merupakan
tindakan yang dilakukan untuk mengeluarkan sekret yang tertahan
pada jalan nafas. Penghisapan lendir bertujuan untuk
mempertahankan jalan nafas tetap paten.
2.2. Konsep Asuhan Keperawatan TB Paru
2.2.1. pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan.
Tahap pengkajian terfiri atas pengumpulan data ada perumusan kebutuhan atau
masalah klien. Pada dasarnya tujuan pengkajian adalah mengumpulkan data
objektif dan subjektif dari klien (Baradah & Johar, 2019).
a. Keluhan utama
Keluhan yang sering menyebabkan pasien TB Paru meminta pertolongan
dari tim Kesehatan dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu keluhan
respitatoris dan keluhan sistemis (Ardiansyah, 2017).
1) Keluhan respiratoris
a) Batuk
Batuk merupakan refleks pertahanan tubuh yang timbul sebagai
mekanisme fisiologis yang penting untuk bertahan yang timbul
sebagai mekanisme fisiologis yang penting untuk bertahan melawan
bahan-bahan pathogen dan memberssihkan saluran nafas bagian
bawah (percabangan trakeonronkial) dari sekresi, partikel asing,
debu, aerosol yang merusak masuk ke paru-paru (Baradah & Jauhar,
2019). Pada penderita tuberculosis paru sifat batuk dimulai dari
batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan
menjadi produktif (menghasilkan sputum) ini terjadi lebih dari 3
minggu (Wahid & Suprapto, 2016).
b) Batuk darah
Hemoptisis adalah batuk darah atau sputum yang bercampur dengan
cairan darah, akibat pecahnya pembuluh darah pada saluran nafas
bagian bawah. Batuk darah merupakan suatu gejala penyakit yang
sangat serius dan salah satunya merupakan manifestasi pertama
yang terjadi pada penderita tuberkulosis aktif (Baradah & Jauhar,
2019).
Batuk darah diawali dengan gatal di daerah tenggorokan atau ada
keinginan untuk batuk, selanjutnya darah akan dikeluarkan lewat
batuk. Karakteristik darah yaitu merah terang, berbuih dan dapat
bercampur dengan dahak. Berat ringannya batuk darah akan
tergantung pada besar kecilnya pembuluh darah yang pecah
(Muttaqin, 2017).
c) Sesak nafas
Sesak nafas timbul pada tahap lanjut ketika inflitrasi radang sampai
setengah paru-paru (Somantri, 2016). Sesak nafas merupakam
gejala yang nyata terhadap gangguan pada trakeobronkial, parenkim
paru, dan rongga pleural. Sesak nafas terjadi karena terdapat
peningkatan pernafasan akibat meningkatnya resistensi elastik paru-
paru, dinding dada, atau meningkatnya resistensi nonelastisitas
(Muttaqin, 2019)
d) Produksi sputum berlebihan
Sputum adalah timbunan mukus yang berlebihan, yang diproduksi
oleh sel goblet dan kelenjar sub mukosa bronkus sebagai reaksi
terhadap gangguan fisik, kimiawi ataupun infeksi pada membran
mukosa. Banyak sedikitnya sputum serta ciri-ciri dari sputum itu
sendiri (seperti warna, sumber, volume, dan konsistensinya)
tergantung dari berat ringan serta jenis dari penyakit saluran nafas
yang menyerang pasien (Baradah & Jauhar, 2019). Orang dewasa
normal akan memproduksi sputum sekitar 100 ml/hari. Jika
produksi sputum berlebihan, akan mengakibatkan proses
pembersihan menjadi tidak efektif lagi, sehingga sputum akan
menumpuk pada saluran pernafasan (Muttaqin, 2017).
2) Keluhan sistemis
a) Demam
Demam ini merupakan keluhan yang sering dijumpai dan biasanya
timbul pada sore atau malam hari pada penderita TBC ini mirip
dengan gejala demam influenza dan gejalanya hilang timbul
(Ardiansyah, 2019).
b) Keluhan sistemis lainnya
Keluhan yang biasanya timbul ialah keluar keringat di malam hari,
anoreksia, penurunan berat badan, dan tidak enak badan (malaise).
Timbulnya keluhan biasanya muncul secara bertahap dalam
beberapa minggu atau bulan (Ardiansyah, 2019).
b. Riwayat Kesehatan sekarang
Pengkajian sistem pernafasan seperti menanyakan tentang perjalanan sejak
timbul keluhan hingga klien meminta pertolongan. Misalnya: sejak kapan
keluhan dirasakan, berapa lama dan berapa kali keluhan tersebut terjadi,
bagaimana sifat dan hebatnya keluhan, di mana pertama kali keluhan timbul,
apa yang sedang dilakukan ketika keluhan ini terjadi, keadaan apa yang
memperberat atau memperingan keluhan, adakah usaha mengatasi keluhan ini
sebelum meminta pertolongan, berhasil atau tidak usaha tersebut dan
sebagainya (Muttaqin, 2017).
Pengkajian dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Pada pasien TBC
yang paling sering dikeluhkan adalah batuk, pasien TBC paru juga sering
mengeluh batuk darah dan juga sesak nafas (Ardiansyah, 2019).
c. Riwayat penyakit sebelumnya
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya
pasien pernah menderita TBC paru, waktu kecil pernah mengalami keluhan
batuk dalam waktu lama, menderita TBC dari organ lain, pembesaran getah
bening, dan penyakit lain yang dapat memperberat TBC paru (seperti diabetes
mellitus). Tanyakan pula mengenai obat-obat yang biasa diminum oleh pasien
di masa lalu yang masih relevan seperti obat OAT dan antitusif. Tanyakan pula
ada alergi obat serta reaksi alergi yang timbul (Ardiansyah, 2019).
d. Riwayat penyakit keluarga
Secara patologi penyakit TBC paru tidak diturunkan. Tetapi, perawat perlu
menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga lainnya
sebagai faktor presdiposisi penularan di dalam rumah (Ardiansyah, 2019).
e. Faktor pendukung
Secara umum faktor-faktor yang dapat mendukung peningkatan kasus TBC
paru yaitu: kondisi lingkungan, pola hidup yang tidak sehat seperti kebiasaan
merokok, minum-minuman beralkohol, pola istirahat dan tidur yang tidak
teratur, kurang dalam kebersihan diri dan pola makan yang tidak seimbang
serta endahnya tingkat pengetahuan atau pendidikan yang dimiliki pasien dan
keluarga tentang penyakit, cara pencegahan, pengobatan, dan perawatan yang
harus dilakukan (Wahid & Suprapto, 2016).
f. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik sering disebut sebagai diagnosis fisik. Pemeriksaan fisik
pada sistem pernafasan berfokus pada bagian thorax yang meliputi:
1) Inspeksi
Pemeriksaan dengan melihat keadaan umum sistem pernafasan dan menilai
adanya tanda-tanda abnormal misalnya adanya sianosis, pucat, kelelahan,
sesak nafas, batuk dan menilai adanya produksi sputum (Muttaqin, 2017).
Inspeksi yang berkaitan dengan sistem pernafasan adalah melakukan
pengamatan atau observasi pada bagian dada, bentuk dada simetris atau
tidak, pergerakan dinding dada, pola nafas, frekuensi nafas, irama nafas,
apakah terdapat proses ekshalasi yang panjang, apakah terdapat otot bantu
pernafasan, gerak paradoks, retraksi antara iga dan retraksi di atas
klavikula. Dalam penghitungan frekuensi pernafasan jangan diketahui oleh
pasien yang dilakukan pemeriksaan karena akan mengubah pola nafasnya
(Djojodibroto, 2016).
2) Palpasi
Palpasi dilakukan dengan meletakkan tumit tangan pemeriksa mendatar di
atas dada pasien. Saat palpasi, perawat menilai adanya fremitus taktil pada
dada dan punggung pasien dengan memintanya menyebutkan “tujuh-tujuh”
secara berulang. Jika pasien mengikuti instruksi tersebut secara tepat,
perawat akan merasakan adanya getaran pada telapak tangannya.
Normalnya, fremitus taktil akan terasa pada individu yang sehat, dan akan
meningkat pada kondisi konsolidasi. Selain itu palpasi juga dilakukan
untuk mengkaji temperatur kulit, pengembangan dada, adanya nyeri tekan,
thrill, titik impuls maksimum, abnormalitas massa dan kelenjar, sirkulasi
perifer, denyut nadi, pengisian kapiler, dll (Mubarak et al., 2017).
3) Perkusi
Secara umum, perkusi dilakukan untuk menentukan ukuran dan bentuk
organ dalam serta untuk mengkaji adanya abnormalitas, cairan, atau udara
di dalam paru. Perkusi sendiri dilakukan dengan menekankan jari tengah
(tangan nondominan) pemeriksaan mendatar diatas dada pasien. Kemudian
jari tersebut diketuk-ketuk dengan menggunakan ujung jari tengah atau jari
telunjuk tangan sebelahnya. Normalnya, dada menghasilkan bunyi resonan
atau gaung perkusi. Pada penyakit tertentu (misalnya: pneumotoraks,
emfisema), adanya udara atau paru-paru menimbulkan bunyi hipersonan
atau bunyi drum. Sementara bunyi pekak atau kempis terdengar apabila
perkusi dilakukan diatas area yang mengalami atelektasis (Mubarak et al.,
2017).
4) Auskultasi
Auskultasi adalah proses mendengarkan suara yang dihasilkan didalam
tubuh. Auskultasi dapat dilakukan langsung atau dengan menggunakan
stetoskop. Bunyi yang terdengar digambarkan berdasarkan nada, intensitas,
durasi, dan kualitasnya. Untuk mendapatkan hasil yang lebih valid dan
akurat, auskultasi sebaiknya dilakukan lebih dari satu kali. Pada
pemeriksaan fisik paru, auskultasi dilakukan untuk mendengarkan bunyi
nafas vesikular, bronkial, bronkovesikular, rales, ronki, juga untuk
mengetahui adanya perubahan bunyi nafas serta lokasi dan waktu
terjadinya (Mubarak et al., 2017). Pada pasien TBC paru timbul suara ronki
basah, kasar dan nyaring akibat peningkatan produksi sekret pada saluran
pernafasan (Somantri, 2016).
c. Menging menurun.
d. Wheezing menurun.
e. Dypsnea menurun.
f. Ortopnea menurun.
h. Sianosis menurun.
i. Gelisah menurun.
Adane, K., Spigt, M., Winkens, B., & Dinant, G. (2019). Articles Tuberculosis
case detection by trained inmate peer educators in a resource-limited
prison setting in Ethiopia : a cluster-randomised trial. The Lancet Global
Healt
Agustina, Y., Amin, M., & Sukartini, T. (2017). Health Coaching Berbasis Health
Promotion Model Terhadap Peningkatan Efikasi Diri dan Perilaku
Pencegahan Penularan Pada Pasien TB Paru. Jurnal Penelitian Kesehatan
Suara Forikes, VIII, 172-179.
Budi, I.S., Ardilah, Y., Sari, I. P., & Septiawati,D. (2018). Analisis Faktor Risiko
Kejadian penyakit Tuberkulosis Bagi Masyarakat daerah Kumuh Kota
Palembang, 17(2), 87-94.
TB PARU
B1 B2 B3 B4 B5 B5
Sel mukus berlebihan Menginfeksi jaringan jantung Mycobacterium TB Penyebaran Kurang nafsu Menginfeksi
makan tulang belakang
Peningkatan produksi Penyumbatan pembuluh darah Imun tubuh menurun Kerusakan jaringan
mukus anoreksia Nyeri
KELUHAN UTAMA
1. Keluhan Utama: Pasien mengatakan batuk dan sesak
- Genogram :
= Meninggal
= Laki-laki
= Perempuan
= Pasien
= Gen perkawinan
= Gen keturunan
= Satu rumah
n. Lain-lain :
g. Produksi urine:
Warna : kuning keruh
Bau : khas urine
h. Kandung kemih: Membesar ya tidak
1.230
1.228
i. Nyeri tekan ya 1.232 tidak
1.234
j. Intake cairan oral: 900 cc/hari 1.229 parental
1.231 : 1000 cc
k. Balance cairan: 1.233 1.235
Bc: Input : 1900
Output : 1900
:0
6. Sistem Pencernaan (B5) Masalah Keperawatan:
BB sebelum : 58 kg
a. TB : 160 cm BB sekarang : 45 kg Defisit nutrisi
b. IMT : 17,5 Interpretasi :
c. Mulut: bersih
1.240
kotor
1.238 berbau
1.236
d. Membran mukosa lembab
1.246 kering
1.244 stomatitis
1.242
e. Tenggorokan: Tidak ada nyeri telan1.241 1.239 1.237
Sakit menelan kesulitan menelan
1.247 1.248 1.245 1.243
1.250
Pembesaran
1.254 tonsil nyeri tekan
1.252
f. Abdomen:
1.251 tegang
1.260
kembung
1.249
1.258 ascites
1.256
g. Nyeri tekan:
1.255 ya 1.268 tidak
1.253
1.266
h. Luka operasi: ada1.264
1.261 tidak
1.259
1.262 1.257
Tanggal operasi : Tidak
1.269ada Riwayat operasi
1.267
Jenis operasi : Tidak
1.265ada Riwayat operasi
1.263
Lokasi : Tidak ada Riwayat operasi
Keadaan : Tidak ada Riwayat operasi
Drain : ada tidak
1.270
1.272
- Jumlah : Tidak ada
- Warna 1.273: Tidak ada1.271
- Kondisi area sekitar inseri : Tidak ada
i. Peristaltik : 16 x/menit
j. BAB : 3 hari sekali Terakhir tanggal: tanggal 6 Mei 2022
k. Konsistensi : keras
1.280 lunak
1.278 cair1.276 lendir/darah
1.274
l. Diet : padat
1.286 lunak
1.284 cair1.282
m. Diet Khusus : MT 1.281 1.279 1.277 1.275
n. Nafsu makan : baik
1.287 menurun
1.285 Frekuensi
1.283 : 3 x/hari
1.290 1.288
o. Porsi makan : habis
1.294 tidak
1.292 Keterangan : pasien cuman
menghabiskan setengah1.291 porsi. 1.289
1.295 1.293
7. Sistem penglihatan
a. Pengkajian segmen anterior dan posterior Masalah Keperawatan:
OD OS
Normal Virus Normal Tidak ada masalah
Normal Palpebra Normal keperaawatan
Normal Conjunctiva Normal
Normal Kornea Normal
Normal BMD Normal
Normal Pupil Normal
Normal Iris Normal
Normal Lensa Normal
Normal TIO Normal
8. Sistem penglihatan
a. Pengkajian segmen anterior dan posterior Masalah Keperawatan:
OD OS
Normal Aurcicula Normal Tidak ada malah
Normal MAE Normal keperawatan
Normal Membran Normal
Normal Tymphani Normal
Normal Rinne Normal
Normal Weber Normal
Normal Swabach Normal
(............................................)
B. ANALISA DATA
No DATA ETIOLOGI MASALAH
1. DS : pasien mengatakan batuk Merokok. Polusi Bersihan jalan
DO : pasien tampak lemas saat udara, infeksi napas tidak
dilakukan observasi virus efektif
TD : 105/75 mmHg Asap mengiritasi
N : 80 x/menit jalan napas
RR : 28 x/menit Produksi secret
S : 37 ˚C meningkat
Spo : 97% Batuk
• Batuk + , Sputum + Bersihan jalan
• Dahak berwarna kuning napas tidak
kehijauan efektif
• Terpasang O2 Nasal 3 lpm
• Terpasang Inf. PZ 1000 cc/24
jam
• Terpasang Inf levotiaxalin 1 x
750 (H4)
2. DS : pasien mengatakan sesak Mycobacterium Pola napas tidak
DO : irama napas tidak teratur tuberculosis efektif
TD : 105/75 mmHg Terhirup oleh
N : 80 x/menit orang sehat
S : 37 ˚C Peningkatan
RR : 28 x/menit produksi mukus
SpO : 97% Secret pada
• Batuk + , Sputum + saluran
• Dahak berwarna kuning pernapasan
kehijauan meningkat
• Terpasang O2 Nasal 3 lpm Suplai oksigen
750 (H4)
• Pernapasan menggunakan
cuping hidung
No DATA ETIOLOGI MASALAH
3. DS : pasien tidak ada nafsu makan Faktor infeksi Defisit nutrisi
DO : kesadaran compos mentis, makan Masuk melalui
habis hanya ½ prosi makanan yang
TD : 105/75 mmHg tercemar
N : 80 x/menit Berkembang
S : 37˚C dalam usus
RR : 28 x/menit Mempercepat
Spo : 97% peristaltic usus
• Menggunakan alat bantu napas Menekan
O2 Nassal 3 lpm lambung
• Berat badan sebelum sakit 58 Nafsu makan
kg menurun
• Berat badan sesudah sakit 45 Berat badan
kg menurun
11 Mei 2022 DX
1 S : pasien mengatakan masih sesak napas
09.00 WIB O : TD :105/75mmHg,
N: 80x/menit,
S: 37˚C,
RR: 28x/menit,
17.00 WIB SpO: 97%
• Frekuensi napas 28x/menit
• Terpasang O2 nasal 3 lpm
• Posisi semi fowler
22.00 WIB
A : masalah teratasi Sebagian
P : lanjutkan intervensi (3,4,5)
12 Mei 2022
DX S : pasien mengatakan masih sesak napas
09.00 WIB 1 O : TD :105/75mmHg,
N: 80x/menit,
S: 37˚C,
RR: 28x/menit,
SpO: 97%
17.00 WIB • Frekuensi napas 28x/menit
• Terpasang O2 nasal 3 lpm
• Posisi semi fowler
A : masalah teratasi
22.00 WIB
P : intervensi dihentikan di RS, dan dilanjutkan
dirumah
10 Mei 2022 DX
2 S : pasien mengatakan sesak napas mulai berkurang
09.00 WIB O : pasien tampak lemas
TD :105/75mmHg,