Proposal Penelitian
Diajukan untuk memenuhi syarat pelaksanaan penelitian
Pembimbing I Pembimbing II
Dengan segala kerendahan hati Penulis panjatkan Puji dan Syukur Kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa, karena atas izin, rahmat serta hidayah-Nya, Penulis dapat
menyelesaikan proposal penelitian dengan judul “Efektifitas Terhadap Penggunaan
Video Sebagai Media Penyuluhan TB Dalam Rangka Meningkatkan Pengetahuan
Pasien Di Puskesmas Koya Barat”.
Penulisan proposal penelitian ini merupakan salah satu syarat yang harus
dipenuhi Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Cenderawasih dalam Tugas Akhir.
Penulis menyadari, berhasilnya studi dan penyusunan proposal penelitian ini
tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah memberikan semangat dan doa
kepada Penulis, sehingga sepatutnya pada kesempatan ini Penulis mengucapkan rasa
terima kasih kepada :
1. Kedua Orang Tua tercinta yang selalu mendoakan dan memotivasi untuk
senantiasa bersemangat dan tak mengenal putus asa. Terimakasih atas segala
dukungannya, baik secara material maupun spiritual hingga terselesaikannya
Proposal Penelitian ini.
2. Bapak Dr. Ir. Apolo Safanpo, ST.,MT, selaku Rektor Universitas Cenderawasih.
3. Bapak dr. Trajanus Laurens Yembise, Sp.B, selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Cenderawasih.
4. Ibu Fransisca B. Baticaca, S.pd.,S.Kep.,M.Kep.,Ns.,Sp.Kep.Kom, selaku Ketua
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih
sekaligus selaku dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktunya serta
memberikan bimbingan dalam menyusun Proposal Penelitian ini sehingga dapat
terselesaikan dengan baik.
5. Ibu Juliawati, S.Kp.,M.Kep.,Sp.Kep.An, selaku dosen Pembimbing II yang telah
meluangkan waktunya serta memberikan bimbingan dalam menyusun Proposal
Penelitian ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik.
6. Ibu Indah Puspita Sari, S.Psi.,M.Si, selaku dosen wali penulis.
7. Semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya Proposal Penelitian
ini.
Penulis menyadari adanya keterbatasan di dalam penyusunan Proposal Penelitian
ini, oleh karena itu Penulis sangat mengharapkan koreksi dan saran yang bersifat
membangun sebagai masukan dalam Proposa Penelitian ini. Semoga Proposal
Penelitian ini dapat dimanfaatkan dan dapat menjadi bahan bacaan untuk Penulis dan
pembaca sekalian.
Jayapura, April 2022
Penulis
DAFTAR ISI
paru-paru. Tuberculosis menyebar dari orang melalui udara, ketika penderita TBC
paru batuk, bersin atau meludah, mereka akan mendorong kuman TBC ke udara.
Seseorang yang menghirup udara akibat dari batuk penderita TBC akan dapat
menular dan terinfeksi (WHO 2020). Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular
masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara pernapasan ke dalam paru, kemudian
kuman tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem
peredaran darah, sistem saluran limfa, melalui saluran pernapasan (bronchus) atau
Jumlah kasus tuberkulosis secara Global sebesar 6,4 juta atau 64% dari 10 juta
kasus. Angka kematian tuberculosis mengalami peningkatan dari 1,3 juta pada tahun
2018 menjadi 1,5 juta pada tahun 2020. Namun peringkat kematian yang disebabkan
yang berada di urutan 3 terbesar dunia setelah India dan China. Kasus Tuberkulosis
melapor dan sekitar 400.000 lainnya tidak melapor atau tidak terdiagnosa. Penderita
TB Paru tersebut terdiri atas 492.000 laki-laki, 349.000 perempuan, dan sekitar
49.000 diantaranya anak-anak, (WHO, 2018). Hal ini terjadi dikarenakan pada tahun
2018 banyak pasien kasus TBC tidak terdeteksi karena beberapa diantaranya pasien
tidak melapor.
wilayah Kabupaten Jayapura yang terdeteksi mencapai 1022 kasus dari target yang
Tuberkulosis di Indonesia pada Tahun 2020 untuk daerah Papua sendiri sudah
terbawah di Indonesia yaitu keberhasilannya sekitar 60% yang artinya masih sangat
tahun dengan 1,21% atau sekitar 4,592 orang sedangkan untuk lansia di atas umur 75
tahun adalah yang terendah 0,12% dengan jumlah 69 orang (Riskesdas, 2018).
Proporsi penderita TB (<6 bulan) yang minum obat secara rutin menurut karakteristik
di Provinsi Papua, Riskesdas 2018 dengan jumlah terbanyak berada di umur 25-34
tahun dengan jumlah rutin minum obat 84,51% dan terendah di umur 55-64 tahun
dengan 42,29% yang berarti pada usia tersebut masih kurang dari segi pengetahuan
Menurut Dinas Kesehatan Kota Jayapura tahun 2019 untuk kasus Tuberkulosis
yaitu sebanyak 9.244 kasus. Dimana data ini merupakan hasil dari setiap PKM, RS,
serta klinik yang sudah melapor jumlah kasus Tuberkulosis di Kota Jayapura dan
pasien TB yang tidak lengkap dan tidak adekuat berasal dari ketidakteraturan dan
ketidakpatuhan Pasien minum obat, reglmen, dosis, dan cara pemakaian obat yang
tidak benar, terputusnya ketersediaan OAT, dan kualitas obat yang rendah. Pasien
yang sedang dalam menjalani pengobatan sering berada di bawah kondisi yang sulit
dan tantangan yang berat karena harus menjalani pengobatan dalam jangka waktu
masyarakat. Semakin banyak indera yang digunakan untuk menerima suatu pesan
yang disampaikan maka semakin banyak dan jelas pula pengertian/pengetahuan yang
Media berasal dari Bahasa latin medius yang secara harafiah berarti ‘tengah’,
‘perantara’ atau pengantar (Arsyad 2014:3 dalam Adhi Yoga dkk 2018). Video adalah
dan mempengaruhi sikap (Cecep 2013:64 dalam Adhi Yoga dkk 2018).
menggunakan video akan membawa masyarakat lebih dapat cepat memahami karena
ada indera pendengaran yang digunakan dan indera penglihatan yang dapat
meningkatkan rasa penasaran saat menonton dan akan membuat masyarakat jauh
Barat.
arah yang lebih dalam memberikan tindak keperawatan kepada pasien sehingga
masyarakat.
keperawatan
media menambah pengetahuan TB, sehingga dapat menjalin hubungan yang baik
melaksanakan penelitian.
Keperawatan
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1.1 Definisi
manusia melalui udara pernapasan ke dalam paru, kemudian kuman tersebut dapat
menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem
2021).
mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam
basa sehingga sering dikenal dengan Basal Tahan Asam (BTA). Sebagian besar
namun bakteri ini juga memiliki kemampuan menginfeksi organ tubuh lainnya (TB
ekstra paru) seperti pleura, kelenjar limfe, tulang dan organ ekstra paru lainnya
(Kemenkes, 2019).
(M.TB) merupakan bakteri yang paling sering ditemukan dan menular antar manusia
melalui rute udara. Tuberkulosis biasanya menular dari manusia ke manusia lain
lewat udara melalui percik renik atau droplet nucleus (<5 microns) yang keluar
ketika seseorang yang terinfrksi TB paru atau TB laring batuk, bersin atau bicara.
menampung 1-5 basili dan bersifat sangat infeksius, dan dapat bertahan di dalam
udara sampai 4 jam. Karena ukurannya yang sangat kecil, percik renik ini memiliki
udara ditentukan oleh volume ruang dan ventilasi, 3. lama seseorang menghirup
ventilasi di mana percik renik dapat bertahan di udara dalam waktu yang lebih lama.
Cahaya matahari langsung dapat membunuh tuberkel basil dengan cepat, namun
bakteri ini akan bertahan lebih lama di dalam keadaan yang gelap. Orang dengan
kondisi imun buruk lebih rentan mengalami penyakit TB aktif disbanding orang
dengan kondisi system imun yang normal. 50-6-% orang dengan HIV-positif yang
tinggi untuk mengalami penyakit TB, kelompok tersebut adalah : (1); orang dengan
HIV positif dan penyakit imunokompromais lain, (2); orang mengkonsumsi obat
imunosupresan dalam jangka panjang, (3); perokok, (4); konsumsi alkohol tinggi, (5);
anak usia <5 tahun dan lansia, (6); memiliki kontak erat dengan penyakit
Tuberkulosis aktif yang infeksius, (7); berada di tempat dengan resiko tinggi
bronkial dan dideposit di dalam bronkiolus respiatorik atau alveolus, dimana nucleus
percik renik tersebut akan dicerna oleh makrofag alveolus yang kemudian akan
Tuberkel bakteri akan tumbuh perlahan dan membelah setiap 23-32 jam sekali
sehingga tidak terjadi reaksi imun segera pada host yang terinfeksi. Bakteri kemudian
akan terus tumbuh dalam 2-12 minggu dan jumlahnya akan mencapai 10³-10⁴, yang
merupakan jumlah yang cukup untuk menimbulkan sebuah respon imun sekuler yang
dapat dideteksi dalam reaksi pada uji tuberkulin skin test. Bakteri kemudian akan
merusak makrofag dan mengeluarkan produk berupa tuberkel basilus dan kemokin
system limfalik menuju nodus limfe hilus, masuk kedalam aliran darah dan menyebar
ke organ lain. Beberapa organ dan jaringan diketahui memiliki resistensi terhadap
replikasi basil ini. Sumsum tulang, hepar dan limpa ditemukan hamper selalu mudah
terinfeksi oleh mycrobacteria. Organisme akan dideposit di bagian atas (apeks) paru,
ginjal, tulang dan otak di mana kondisi organ-organ tersebut sangat menunjang
dengan cepat sebelum terbentuknya respon imun seluler spesifik yang dapat
membatasi multiplikasinya.
Infeksi primer terjadi pada paparan pertama terhadap tuberkel basili. Hal ini
biasanya terjadi pada masa anak, oleh karenanya sering diartikan sebagai TB anak.
Namun, infeksi ini dapat terjadi pada usia berapapun pada individu yang belum
pernah terpapar M.TB sebelumnya. Percik renik yang mengandung basili yang
terhirup dan menempati alveolus terminal pada paru, biasanya terletak di bagian
bawah lobus superior atau bagian atas lobus inferior paru. Basili kemudian
Makrofag dan monosit lain bereaksi terhadap kemokin yang dihasilkan dan
berimigrasi menuju focus infeksi dan memproduksi respon imun. Area inflamasi ini
kemudian disebut sebagai Ghon focus. Fokus primer ini mengandung 1,000-10,00
basili yang kemudian terus melakukan replikasi. Area inflamasi di dalam fokus
primer akan digantikan dengan jaringan fibrotic dan klasifikasi, yang didalamnya
terdapat makrofag yang mengandung basili terisolasi yang akan mati jika system
tuberculin positif dalam 4-6 minggu setelah infeksi. Dalam beberapa kasus, respon
imun tidak cukup kuat untuk menghambat perkembangbiakan bakteri dan basili akan
menyebar dari system limfatik ke aliran darah dan menyebar ke seluruh tubuh,
TB pasca primer merupakan pola penyakit yang terjadi pada host yang
sebelumnya pernah tersensitisasi bakteri TB. Terjadi setelah periode laten yang
memakan waktu bulanan hingga tahunan setelah infeksi primer. Hal ini dapat
dikarenakan reaktivasi kuman laten atau karena reinfeksi. Reaktivitasi terjadi ketika
basili dorman yang menetap di jaringan selama beberapa bulan atau beberapa tahun
setelah infeksi primer, mulai kembali bermultiplikasi. Hal ini mungkin merupakan
terpapar kembali oleh kontak dengan orang yang terinfeksi penyakit TB aktif.
Karakteristik dari TB post primer adalah ditemukannya kavitas pada lobus superior
paru dan kerusakan paru yang luas. Pemeriksaan sputum biasanya menunjukan hasil
uang positif dan biasanya tidak ditemukan limfadenopati intratorikal (Kemenkes,
2019).
berdahak, batuk berdahak dapat bercampur darah, dapat disertai nyeri pada dada,
sesak nafas, malaise, penurunan berat badan , menurunya nafsu makan, mengigil,
atau gejala klinis mendukung TB (sebelum dikenal sebagai terduga TB). Pasien TB
pada hasil pemeriksaan (contoh uji bakteriologi adalah sputum, cairan tubuh dan
Termasuk dalam kelompok dalam kelompok ini adalalah 1). Pasien TB paru BTA
positif, 2). Pasien TB paru hasil biakan MTB positif, 3). Pasien TB paru hasil tes
cepat M.TB positif, 4). Pasien Tb ekstra paru terkonfirmasi secara bakteriologis, baik
dengan BTA, biakan maupun tes cepat dari contoh uji jaringan yang terkena. 5). TB
didiagnosis sebagai pasien TB aktif oleh dokter, dan diputuskan untuk diberikan
pengobatan TB. Contoh yang termasuk dalam kelompok pasien ini adalah : (1);
Pasien TB paru BTA negatif dengan hasil pemeriksaan foto toraks mendukung TB,
(2); Pasien TB paru BTA negative dengan tidak ada perbaikan klinis setelah diberikan
antibiotika non OAT, dan mempunyai faktor resiko TB, (3); Pasien TB ekstra paru
milier diklasifikasikan sebagai TB paru karena terdapat lesi diparu. Pasien yang
mengalami TB paru dan ekstra paru harus diklasifikasikan sebagai kasus TB paru.
2. TB ekstra paru adalah kasus TB yang melibatkan organ di luar parenkim paru
sendi dan tulang, selaput otak. Kasus TB ekstra paru dapat ditegakkan secara
bakteriologis.
1. Kasus baru adalah pasien yang belum pernah mendapat OAT sebelumnya atau
riwayat mendapatkan OAT kurang dari 1 bulan (< dari 28 dosis bila memakai
obat program).
2. Kasus dengan riwayat pengobatan adalah pasien yang pernah mendapatkan OAT
dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap pada akhir pengobatan dan saat ini
5. Kasus setelah loss to follow up adalah pasien yang pernah menelan OAT 1 bulan
atau lebih dan tidak meneruskannya selama lebih dari 2 bulan berturut-turut dan
6. Kasus lain-lain adalah pasien sebelumnya pernah mendapatkan OAT dan hasil
7. Kasus dengan riwayat pengobatan tidak diketahui adalah pasien yang tidak
dari :
2. Poliresisten : Resistensi terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama selain
3. Multidrug resistant (TB MDR) : Minimal resisten terhadap Isoniazid (H) dan
satu OAT golongan Fluorokuinolon dan salah satu dari OAT lini kedua jenis
dengan atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi. Termasuk dalam
terdiagnosis klinis pada pasien yang memiliki hasil tes HIV-positif, baik yang
dilakukan pada saat penegakan diagnosis TB atau ada bukti bahwa pasien telah
terdiagnosis klinis pada pasien yang memiliki hasil negative untuk tes HIV yang
dilakukan pada saat ditegakkan diagnosis TB. Bila psien ini diketahui HIV positif di
bakteriologis atau terdiagnosis klinis yang tidak memiliki hasil tes HIV dan tidak
memilikis bukti dokumentasi telah terdaftar dalam register HIV. Bila pasien ini
diketahui HIV positif dikemudian hari maka harus kembali disesuaikan dengan
MK : Defisit nutrisi
apusan dari sediaan biologis (dahak atau specimen lain), pemeriksaan biakan dan
mutunya melalui system mutu eksternal, kasus TB paru BTA positif ditegakan
berdasarkan hasil pemeriksaan BTA positif, minimal dari satu specimen. Pada daerah
dengan laboratorium tidak terpantau mutunya, maka definisi kasus TB BTA positif
bila paling sedikit terdapat dua specimen dengan BTA positif (Kemenkes, 2019).
kualitas hidup dan produktivitas pasien, (2); Mencegah kematian akibat TB aktif atau
TB. Pengobatan TB merupakan salah satu upaya paling efisien untuk mencegah
penyebaran lebih lanjut dari bakteri penyebab TB. Pengobatan yang adekuat menurut
3. Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO (Pengawas Menelas
4. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap awal
1. Tahap awal
Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini adalah
dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh
pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang sudah resisten
sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua
pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya dengan pengobatan
secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya penularan sudah sangat menurun
2. Tahap lanjutan
Pengobatan tahap lanjutan bertujuan membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada
dalam tubuh, khususnya kuman persisten sehingga pasien dapat sembuh dan
mencegah terjadinya kekambuhan. Durasi tahap lanjutan selama 4 bulan. Pada fase
Pasien berusia diatas 60 tahun tidak dapat mentoleransi lebih dari 500-700mg perhari,
ini. Pasien dengan berat badan dibawah 50kg tidak dapat mentoleransi dosis lebih
2. Terdapat riwayat kontak dengan pasien TB resisten obat. Pasien kasus baru
seperti ini cenderung memiliki pola resisten obat yang sama dengan kasus
sumber. Pada kasus ini sebaiknya dilakukan uji kepekaan obat sejak awal
pengobatan dan sementara menunggu hasil uji kepekaan obat maka paduan obat
yang berdasarkan uji kepekaan obat kasus sumber sebaiknya dimulai. Panduan
obat standar pasien TB kasus baru (Dengan asumsi atau diketahui peka OAT).
standar untuk TB paru kasus baru adalah 2RHZE/4RH (Rekomendasi A). Jika tidak
tersedia paduan dosis harian, dapat dipakai paduan 2RHZE/4R3H3 dengan syarat
harus disertai pengawasan yang lebih ketat secara lansgung untuk setiap dosis obat
(Rekomendasi B).
Pada akhir fase intensif, bila hasil apusan dahak tetap positif maka fase
sisipan tidak lagi direkomendasikan namun dievaluasi untuk TB-RO (uji kepekaan),
mendapat paduan obat : 2RHZE/4HR, selama 6 bulan dan untuk TB ekstra paru
regular akan memfasilitasi pengobatan lengkap, identifikasi dan tata laksanaan reaksi
obat yang tidak diinginkan. Respon pengobatan TB harus dipantau dengan sputum
BTA. Perlu adanya rekaman medis tertulis yang berisi seluruh obat yang diberikan,
respons terhadap pemeriksaan bakteriologis, resistensi obat dan reaksi yang tidak
diinginkan untuk setiap pasien pada kartu berobat TB. WHO merekomendasikan
pemeriksaan sputum BTA pada akhir fase intensif pengobatan untuk pasien yang
diobati dengan OAT lini pertama baik kaus baru maupun pengobatan ulang.
Pemeriksaan sputum BTA dilakukan pada akhir bulan kediua (2RHZE/4RH) untuk
kasus baru dan akhir bulan ketiga (2RHZE/1RHZE/5RHE) untuk kasus pengobatan
ulang. Rekomendasi ini juga berlaku untuk pasien dengan sputum BTA negatif
(kemenkes, 2019).
Sputum BTA positif pada akhir fase intensif mengindikasikan beberapa hal
berikut ini :
1. Supervise yang kurang baik pada fase inisial dan ketaatan pasien yang buruk.
4. Resolusi lambat karena pasien memiliki kavitas besar dan jumlah jumlah kuman
yang banyak.
5. Adanya penyakit komorbid yang mengganggu ketaatan pasien atau respons terapi.
tidak memeberikan respons terhadap terapi OAT lini pertama. Bila hasil sputum
BTA positif pada bulan kelima atau pada akhir pengobatan menandakan
pengobatan gagal dan perlu dilakukan diagnosis cepat TB MDR sesuai alur
Pemantauan klinis dan berat badan merupakan indicator yang sangat berguna
(Kemenkes, 2019)
2.1.9.6 Menilai Respon OAT Lini 1 Pada Psien TB Dengan Riwayat Pengobatan
Sebelumnya.
Pada pasien dengan OAT kategori 2, bila BTA masih positif pada fase intensif,
maka dilakukan pemeriksaan TCM, biakan dan uji kepekaan. Bila BTA sputum
positif pada akhir bulan kelima dan akhir pengobatan (bulan kedelapan), maka
pengobatan dinyatakan gagal dan dilakukan pemeriksaan TCM, biakan dan uji
Hasil Definisi
Sembuh Pasien TB paru dengan konfirmasi bakteriologis positif pada
awal pengobatan dan BTA sputum negatif atau biakan negatif
pada akhir pengobatan dan memiliki hasil pemeriksaan negatif
pada salah satu pemeriksaan sebelumnya.
Pengobatan lengkap Pasien TB yang telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap
dan tidak memiliki gagal pengobatan tetapi juga tidak memiliki
hasil BTA sputum atau biakan negatif pada akhir pengobatan
dan astu pemeriksaan sebelumnya, baik karena tidak dilakukan
atau karena hasilnya tidak ada.
Pengobatan gagal Pasien TB dengan hasil pemeriksaan BTA sputum atau biakan
positif pada bulan kelima atau akhir pengobatan.
Meninggal Pasien TB yang meninggal dengan alasan apapun sebelum dan
selama pengobatan TB.
Putus obat Pasien TB yang tidak memulai pengobatan setelah terdiagnosis
TB atau menghentikan pengobatan selama 2 bulan berturut-turut
atau lebih.
Tidak dievaluasi Pasien yang tidak memiliki hasil pengobatan pada saat akhir
pelaporan kohort pengobatan, termasuk pasien yang sudah
pindah ke fasilitas kesehatan lain dan tidak diketahui hasil
pengobatannya oleh fasilitas yang merujuk pada batas akhir
pelaporan kohert pengobatan.
Keberhasilan pengobatan Jumlah kasus dengan hasil pengobatan sembuh dan lengkap.
(Kemenkes, 2019)
Namun untuk pasien yang TB sensitive OAT yang kemudian terbukti resistan obat
efek samping yang bermakna. Namun, sebagian kecil dapat mengalami efek samping
pemantauan gejala klinis pasien selama pengobatan sehingga efek tidak diinginkan
tersebut dapat dideteksi segera dan ditata laksanaan dengan tepat (Kemenkes, 2019).
Neuropati perifer menunjukan gejala kebas atau rasa seperti terbakar pada
tangan atau kaki. Hal ini sering terjadi pada perempuan hamil, orang dengan HIV,
kasus penyalahgunaan alcohol, malnutrisi, diabetes, penyakit hati kronik dan gagal
ginjal. Pada pasien seperti ini sebaiknya diberikan pengobatan pencegahan dengan
peridoksin 25 mg/hari diberikan bersama OAT. Efek tidak dinginkan dari OAT dapat
pengobatan dan diberikan terapi simtomatik. Pada pasien yang mengalami efek
samping mayor maka paduan OAT atau OAT penyebab sebaiknya dihentikan
pemberiannya. Efek samping dibagi atas 2 klasifikasi yaitu efek samping berat dan
efek samping ringan. Bila terjadi efek samping yang masuk ke dalam klasifikasi
berat, maka OAT dihentikan segera dan pasien dirujuk ke fasilitas yang lebih tinggi
(Kemenkes, 2019).
(cross-resistance).
Tim Ahli Klinis (TAK) sesuai program (Mariati, Fransisca dan John Toding
Padang 2019).
Paduan pengobatan ini diberikan dalam dua tahap yaitu tahap awal dan tahap
lanjutan. Pada tahap awal diberikan suntikan dengan minimal 6 bulan atau 4 bulan
konversi jika hasil dari pemeriksaan biakan 2 kali secara berurutan dengan jarak
pemeriksaan 30 hari.
2. Pemberian obat selama periode pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan
diutamakan adalah tenaga kesehatan atau kader kesehatan. Pilihan pada paduan
baku OAT untuk pasien TB dengan MDR saat ini adalah paduan standar
1. Kehamilan
pengobatan TB pada umumnya. Menurut WHO, hamper semua OAT aman untuk
kehamilan karena bersifat permanent ototoxic dan dapat menembus barrier placenta.
Akibat keadaan ini dapat memicu gangguan pendengaran dan keseimbangan yang ada
pada bayi yang akan dilahirkan (Mariati, Fransisca dan John Toding Padang 2019).
pada ASI namun konsentrasinya minimal dan bukan merupakan kontraindikasi pada
ibu menyusui. Konsentrasi OAT pada ASI sangat rendah sehingga bukan sebagai
pengobatan TB pada bayi. Ibu dengan TB paru sensitif obat dapat melanjutkan OAT
sambal menyusui. Pemberian OAT yang cepat dan tepat merupakan cara terbaik
dianjurkan untuk tidak menggunakan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan KB dan
susuk KB), karena dapat terjadi interaksi obat yang menyebabkan efektivitas obat
(Kemenkes, 2019).
pemeriksaan gula darah puasa dan gula darah 2 jam post prandial atau gula darah
sewaktu. Diagnosis DM ditegakkan jikagula darah puasa lebih dari 126mg/dl atau
Pada pasien hepatitis akut atau klinis ikterik OAT ditunda sampai hepatitis
penyembuhan, sebaiknya rujuk ke dokter spesialis paru atau spesialis penyakit dalam
(Kemenkes, 2019).
Hepatitis imbas obat adalah kelainan fungsi hati akibat penggunaan obat-obat
hepatotoksik. Gejala yang paling sering ditemukan adalah mual, muntah dan
anoreksia. Untuk tata laksana hepatitis imbas obat dapat dilakukan bila ditemukan
gejala klinis yaitu Ikterik, gejala mual/muntah, maka OAT dihentikan. Bila ditemukan
gejala klinis disertai peningkatan SGOT dan/ SGPT≥3 kali, maka OAT dihentikan
dan bila ditemukan gejala klinis, OAT dapat dihentikan apabila hasil laboratorium
bilirubin >2, atau SGOT, SGPT≥5 kali. Apabila SGOT, SGPT≥ 3 kali, maka
Pasien gagal ginjal kronik yang sedang menjalani dianalisis atau pasca
kronik mempunyai respons terhadap uji tuberkulin yang menurun sekitar 50%
sehingga hasil uji tuberkulin negatif tidak menyingkirkan diagnosis TB. Pengobatan
(Kemenkes, 2019).
Jika seseorang terjadi gatal tanpa ruam dan tidak ada penyebab yang jelas selain
dilanjutkan sambal dimonitor. Jika terjadi ruam kulit, semua obat anti-TB harus
dihentikan. Apabila kemudian terjadi ruam, semua OAT harus dihentikan sementara
(Kemenkes, 2019).
Menurut teori yang dikemukakan oleh Jhn Gordon bawha timbulnya suatu
penyakit dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu bibit penyakit (agent), pejamu
ketidakseimbangan abtara ketiga komponen tersebut. Model ini lebih dikenal dengan
sebutan model triangle epidemiologi atau triad epidemiologi dan cocok untuk
menerangkan suatu penyebab penyakit infeksi serta sebab dari agent (yaitu mikroba)
mudah di isolasikan dengan jelas dari lingkungan (Sitepu 2014 dalam Mariati,
System
pertahanan Terhirup
tubuh
Terjadi respon
imun (Respon
Infalamasi)
Neutrofil
Fagositosi Basil Akumulasi
mengeluarkan
s berdistribusi sel goblet
Kininogen
1. Host
Host atau biasa di sebut pejamu adalah manusia atau hewan hidup, termasuk
burung dan arthropoda yang dapat memebrikan sebuah tenpat tinggal dalam kondisi
alam (Mariati, Fransisca dan John Toding Padang 2019). Manusia merupakan
dapat langsung menularkan 10-15 orang (Kemenkes RI, 2017 dalam Mariati,
Fransisca dan John Toding Padang 2019). Host untuk kuman penyakit tuberculosis
paru adalah manusia dan hewan, namun host yang dimaksud disini adalah manusia.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penularan dari penyakit tuberculosis paru
yaitu faktor jenis kelamin, umur, kondisi sosisal ekonomi, kekebalan, status gizi dan
a. Jenis Kelamin
Dari beberapa penelitian menunjukan bahwa laki-laki lebih sering terkena TB
paru dibandingkan perempuan. Hal ini menjadi tolak ukur karena laki-laki memiliki
terpapar penyakit TB lebih besar pada laki-laki (Sitepu, 2014 dalam Mariati,
Fransisca dan John Toding Padang 2019). Menurut WHO (2014 dalam Syukran
2017) mengatakan faktor yang membuat laki-laki lebih banyak pengidap TB
dikarenakan pola hidup yang kurang sehat seperti merokok dan minum alkohol.
b. Umur
Di Indonesia diperkirakan hampir 75% penderita penyakit TBC adalah usia
produktif yakni usia 15-50 tahun. Hal ini terjadi pada usia produktif karena usia
produktif ini dibarengi dengan aktivitas yang berat sehingga sehingga dapat
resiko dari penularan penyakit TB paru (Kementerian Kesehatan RI, 2017 dalam
menempati di perumahan kumuh, tidak ada sirkulasi udara, bahkan konsumsi gizi
yang kurang bagus. Status ekonomi adalah hal penting dalam keluarga yang masih
lantaran pemasukan yang rendah membuat orang tidak patut memadai ketentuan
d. Kekebalan
Kekebalan tubuh adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan seseorang
karena kekebalan tubuh dapat mempertahankan tubuh dari benda asing yang masuk
kedalam tubuh seperti bakteri dan virus. Kekebalan dapat dibagi menjadi dua macam
yakni kekebalan tubuh alamiah dan buatan. Kekebalan alamiah akan didapatkan
apabila seseorang pernah menderita tuberculosis paru dan untuk secara buatan tubuh
akan membentuk antibody, sedangkan kekebalan buatan dapat diperoleh saat
seseorang diberi vaksin BCG (Bacillis Calmette Guerin). Namun jika kekebalan
tubuh lemah maka kuman dari tuberculosis paru akan mudah untuk menyebabkan
penyakit tuberculosis paru (Fatimah, 2018 dalam Mariati, Fransisca dan John Toding
Padang 2019).
e. Status Gizi
Fakor yang mempengaruhi kemungkinan terkena penyakit TB paruh salah
satunya adalah status gizi yang buruk. Status gizi yang buruk akan meningkatkan
status gizi yang buruk karena proses perjalanan penyakit yang mempengaruhi daya
tuberculosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan dapat
tuberculosis paru di masyarakat akan meningkat pula (Mariati, Fransisca dan John
2. Agen
Faktor agen adalah semua unsur baik elemen hidup atau mati, apabila terjadi
kontak dengan manusia rentan dalam keadaan yang akan memudahkan terjadinya
proses penyakit (Zira, 2017). Yang menjadi agen pada TB paru adalah kuman
Micobakterium tuberculosis. Agen ini di pengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
pathogenitas, infektifitas dan virulensi (Mariati, Fransisca dan John Toding Padang
2019).
b. Infektifitas adalah kemampuan suatu mikroba untuk masuk ke dalam tubuh Host
c. Virulensi adalah keganasan suatu mikroba bagi Host. Berdasarkan sumber yang
3. Environment
Menurut WHO kesehatan lingkungan adalah suatu keseimbangan ekologi yang
harus ada antara manusia dan lingkungannya agar dapt menjamin keadaan sehat dari
kesehatan pada anggota keluarga maupun kepada orang lain seperti penyakit TB paru.
Ada beberapa syarat yang dipenuhi oleh rumah sehat secara fisiologis yang dapat
mempengaruhi kejadian tuberculosis paru antara lain : Lingkungan yang tidak sehat
(kumuh) sebagai salah satu tempat yang baik dalam menularkan penyakit menular
seperti tuberculosis. Menurut (Keman 2015 dalam Mariati 2019), syarat-syarat yang
a. Kepadatan Penghuni
Kepadatan Penghuni merupakan salah pre-requisite untuk terjadinya proses
melalui udara akan sangat mudah dan cepat. Oleh sebab itu kepadatan penghuni pada
tempat tingal merupakan variabel yang berperan dalam kejadian TB paru. Disamping
bahwa kejadian tuberculosis paling besar diakibatkan keadaan rumah yang tidak
memenuhi syarat untuk luas ruangannya. Semakin padat penghuni rumah maka akan
semakin cepat pula udara di dalam rumah tersebut mengalami pencemaran. Karena
jumlah penghuni yang semakin banyak akan mempengaruhi kadar oksigen dalam
ruangan tersebut, begitu juga kadar uap air dan suhu udaranya (Keman, 2015 dalam
Mariati 2019).
b. Kelembaban Udara
Kelembaban udara berpengaruh terhadap konsentrasi pencemaran di udara.
Kelembaban berhubungan terbalik dengan suhu udara. Semakin tinggi suhu udara,
maka kelembaban udaranya akan semakin rendah. Kelembaban udara di dalam rumah
minimal 40-70% dan suhu ruangan yang ideal antara berkisar 18-30°C. Bila saat
kondisi ruangan dalam keadaan tidak optimal, misalnya terlalu panas akan
berdampak pada cepat lelahnya seseorang saat bekerja dan tidak cocok untuk
beristirahat dan sebaliknya bila kondisi suhu ruangan yang terlalu dingin pada orang-
orang tertentu akan dapat menimbulkan alergi (Mariati, Fransisca dan John Toding
Padang 2019).
c. Ventilasi
Ventilasi merupakan tempat masuk dan keluarnya udara sekaligus lubang
pencahayaan dari luar. Ventilasi bermanfaat bagi sirukulasi pergantian udara dalam
rumah serta mengurangi kelembaban. Semakin banyak orang di dalam suatu ruangan
yang sama maka kelembaban semakin tinggi khususnya karena uap air baik dari
ventilasi yang memenuhi syarat untuk kesehatan adalah ≥10% luas lantai rumah dan
luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan yaitu <10% dari luas lantai
rumah. Luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat akan mengakibatkan berkurangnya
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak lebih,
khususnya cahaya dari alam berupa cahaya matahari yang berisi antara lain
mempunyai daya untuk membunuh bakteri. Sinar matahari dapat dimanfaatkan untuk
matahari pagi ke dalam rumah. Kuman tuberculosis dapat bertahan hidup bertahun-
tahun lamanya dan mati bila terkena sinar matahari, sabun, lisol, karbon dan panas
api.
e. Lantai Rumah
Lantai merupakan dinding penutup ruangan bagian bawah, konstruksi lantai
rumah harus rapat air dan selalu kering agar mudah dibersihkan dari kotoran dan
debu. Jenis lantai dan tanah memiliki peran terhadap proses kejadian tuberkulosis
paru, melalui kelembaban dalam ruangan. Lantai menjadi kering sehingga dapat
f. Dinding
Dinding pada bangunan berfungsi sebagai pelindung dari gangguan hujan, angina
serta melindungi dari pengaruh panas dan sebu dari luar sekaligus diinding dapat
digunakan sebagai bahan dinding contohnya kayu, bambu/anyaman bambu, batu bata
dan lain sebagainya. Namun dari beberapa bahan tersebut bahan terbaik yang dapat
dipakai untuk membuat dinding adalah batu bata karena memiliki tektur yang kokoh,
tidak mudah terbakar dan kedap air sehingga mudah untuk diberishkan (Keman, 2015
seseorang melalui sebuah proses sesnoris menggunakan panca indera terutama pada
mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan memiliki peran yang sangat
penting dalam terbentuknya perilaku terbuka dan open behavior (Donsu, 2017 dalam
seseorang terhadap objek yang diamati melalui pabca indera yang dimilikinya. Panca
indera yang dimiliki manusia yang digunakan sebagai penginderaan terhadap suatu
objek meliputi penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan perabaan. Berdasarkan
pendapat dari para ahli tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pengetahuan
terhadap suatu objek mempunyai intensitas atau tingkatan yang berbeda-beda. Secara
sebagai mengingat kembali (Recall) segala sesuatu yang bisa dikatakan spesifik dari
seluruh bahan yang telah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima oleh
seseorang. Untuk dapat mengukur seseorang tahu atau tidaknya seseorang dari
sesuatu yang telah dipelajarinya dapat diukur dengan cara, seseorang dapat
tahu objek, tetapi harus dapat menjelaskan dan menginterpretasikan secara benar
tentang objek yang diketahui. Seseorang yang telah berhasil memahami objek atau
apa yang telah di pelajarinya harus bisa dapat menjelaskan, menyimpulkan dan
telah dipelajari dapat menerapkan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui pada
sebuah situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi juga dapat diartikan sebagai
dimiliki sesorang dalam menjabarkan suatu materi atau objek tertentu ke dalam
sama lain. Untuk orang yang sudah berada pada tahap ini mampu membedakan,
tersebut.
untuk melakukan penilaian terhadap objek atau materi tententu. Hal-hal yang sudah
dapat dilakukan seseorang pada tahap ini antara lain seperti merencanakan,
2.2.3.1 Pendidikan
Sebuah pengetahuan yang dimiliki seseorang sangat berkaitan erat dengan
dan meberikan informasi serta pemahaman akan ilmu pengetahuan. Dimana semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang makan akan lebih mudah untuk menerima dan
2.2.3.2 Pekerjaan
Pekerjaan adalah lingkungan dimana seseorang dapat memberikan dampak
kepada tempat kerjanya berupa hasil yang diperoleh dari pengalaman dan
2.2.3.3 Pengalaman
Pengalaman adalah sebuah peristiwa yang pernah dialami seseorang selama
karena didapatkan dari diri sendiri maupun juga orang lain. Semakin banyak
pengalaman yang dilalui seseorang maka pengetahuan yang dimilikinya juga akan
semakin bertambah.
2.2.3.4 Usia
Usia merupakan hal penting dimana aspek psikis dan psikologi dari seseorang
2.2.3.5 Lingkungan
Lingkungan adalah tempat seseorang tinggal atau menetap. Lingkungan
didapatkan di tempat yang baik sangat berguna bagi pengetahuan seseorang. Akan
tetapi lingkungan yang tidak baik (toxic) dapat mempengaruhi sikap seseorang dan
juga pengetahuannya.
2.2.3.6 Minat
Minat adalah ketertarikan seseorang terhadap sesuatu. Seseorang yang
memiliki minat yang tinggi terhadap suatu hal akam menjadikan seseorang tersebut
banyak.
2.2.3.7 Informasi
Informasi merupakan pengetahuan yang dicari atau digali seseorang dari sumber-
sumber tertentu. Informasi yang diperoleh dari berbagai sumber dapat mempengaruhi
perantara”. Media merupakan suatu sarana atau penyalur pesan atau informasi
belajar yang ingin disampaikan oleh sumber pesan kepada penerima pesan tersebut.
pencapaian belajar atau hasil belajar yang dilakukan oleh sumber kepada penerima.
teknis yang terdapat dalam proses pembelajaran guna membantu pendidik dalam
peranan penting dalam suatu proses pembelajaran karena media pembelajaran juga
beberapa kategori, tergantung berdasarkan kategori dan sudut pandang mana yang
1. Media auditif adalah media yang hanya memiliki unsur suara atau hanya bisa
2. Media visual adalah media yang tidak mengandung unsur suara atau hanya bisa
dilihat saja, contohnya film slide, foto, transparansi, lukisan, gambar, serta segala
3. Media audio visual adalah media yang memuat fitur gambar serta suara,
contohnya rekaman video, berbagai ukuran film, slide suara dan lain sebagainya.
Karena media ini mengandung dua unsur itulah media ini dianggap lebih menarik
OHP guna menampilkan tranparansi. Karena media seperti ini tidak akan
b. Media yang tidak diproyeksikan, contohnya gambar, foto, lukisan, radio dan
lain sebagainya. Prinsip utama yang harus diperhatikan ialah media digunakan
dan pengelompokannya. Karakteristik media ini akan menjadi tolak ukur didalam
pemiligan media dan disesuaikan dengan situasi dan keadaan pembelajaran tertentu
Berikut ini karakteristik beberapa jenis media pembelajaran yang sering digunakan
paling sering digunakan. Media ini masuk kedalam kategori media visual
penerima pesan (guru ke peserta didik). Secara sederhana media grafis diartikan
sebagai media yang mengandung pesan yang dituangkan dalam bentuk tulisan, huru-
huruf, gambar dan symbol yang didalamnya terdapat arti. Contoh macam-macam
media grafis diantaranya yaitu gambar/foto, sketsa, diagram, bagan, poster, grafik,
media cetak dan display. Karakterisyik dari media grafis ini secara umum yaitu : (1);
melibatkan indera penglihatan, (2); relative lebih murah ditinjau dari segala biayanya,
Audio visual ini terdiri dari dua kata yaitu audio (dengar) dan visual (lihat). Proses
pembelajaran dengan menggunakan media audio visual adalah suatu media yang
Penggunaan media ini menggunakan perangkat keras seperi mesin proyektor film,
tape recoreder dan proyektor viasual. Media audio visual terdiri atas film, televisi
Seftiana, 2021). Ada beberapa fungsi dari media pembelajaran ini yaitu sebagai
berikut :
pembendaharaan kata yang memiliki maksud ataupun makna yang benar-benar dapat
dipahami oleh seseorang. Hal tersebut berbentuk lambang (simbol) yang berasal dari
pikiran ataupun perasaan yang telah menjadi satu kesatuan dan tidak dapat
dipisahkan.
diantaranya yaitu mengatasi keterbatasan indera dan mengatasi batas-batas ruang dan
waktu.
penggunaan satu materi, objek atau kejadian dapat diikuti oleh peserta didik dalam
jumlah jangkauan yang sangat luas sehingga dapat meningkatkan efesiensi waktu dan
juga biaya.
seperti fungsi atensi, afektif, kognitif, imajinatif dan motifasi mendorong seseorang
Host
Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Pengetahuan Usia
Tuberkulosis Jenis kelamin
Kondisi sosial ekonomi
Definisi Kekebalan
Etiologi Status Gizi
Faktor resiko Penyakit infeksi HIV
Pathogenesis Agent
Gejala klinis Pathogenitas
Klasifikasi Infektifitas
Diagnosis Virulensi
Pengobatan Environment
Faktor resiko Kepadatan penghuni
Kelembaban udara
Ventilasi
Pencahayaan sinar matahari
BAB III
METODE PENELITIAN
Variabel dan definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini akan
Pendidikan terakhir
3. Pendidikan dari responden Kuisioner denngan 1. Tidak sekolah Nominal
cara cheklist 2. SD
3. SMP
4. SMA
5. Perguruan
Tinggi
Profesi pekerjaan
4. Pekerjaan responden Kuisioner denngan 1. Tidak bekerja Nominal
cara cheklist 2. PNS / TNI /
POLRI
3. Wiraswasta
4. Lain-lain.
Bila jawaban
negatif
Benar berbobot
0 dan salah
berbobot 1.
video
video
a. Waktu Penelitian
Peneltian ini dilaksanakan pada bulan Maret s/d Juli 2022
b. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Koya Barat
3.6.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi (suatu kelompok) yang terdiri dari objek
atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2018). Populasi
3.6.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut (Sugiyono, 2018). Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu
besar sampel dalam penelitian ini berdasarkan simple random sampling, maka
ditetapkan quota atau jatah sampel sebanyak 60 responden yang dibagi 3 kelompok
yaitu hari pertama 20 orang, hari kedua 20 orang dan hari ketiga 20 orang.
Adapun kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Kriteria Inklusi
2. Kriteria Eksklusi
2. Manfaat (Beneficience)
Dalam suatu penelitian diharapkan dapat menghasilkan manfaat yang sebesar-
kerugian atau risiko bagi subjek penelitian. Sangat penting bagi peneliti
3. Keadilan (Justice)
Makna keadilan dalam hal ini adalah tidak membedakan subjek dan Peneliti tidak
seimbang antara manfaat dan resikonya. Resiko yang dihadapi harus sesuai
a. Data Primer
Data primer yang didapatkan berasal dari kuisioner yang telah di isi pleh
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah sata yang didapatkan dari bagian administrasi dari
Koya Barat dan menjelaskan tujuan dari penelitian ini agar dapat melakukan
pengambilan data.
3.9.1 Kuisioner A
Berisi pertanyaan identitas responden berupa data demografi responden yang
3.9.2 Kuisioner B
pengunjung tentang penyakit tuberculosis pada Puskesmas Koya Barat, yang terdiri
dari 20 pertanyaan. Dalam kuisioner ini skala yang digunakan adalah skala guttman,
setiap pilihan jawaban yang tepat memiliki bobot 1, dan jika jawaban salah maka
memiliki bobot 0.
kuisioner penelitian ini dianalisis secara univariat dan bivariat. Analisis univariat
yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui frekuensi pada masing-
ini untuk menganalisis ada tidaknya efektivitas promosi kesehatan dengan media
Barat. Uji paired t-test atau biasa disebut dengan uji T dependen merupakan uji
parametric yang tujuannya untuk menguji perbedaan rata dua kelompok data
dependen. Skala uji yang digunakan yaitu interval dan ratio, penelitian ini akan
1. Editing
Pengeditan adalah pemeriksaan data yang telah dikumpulkan. Pengeditan
dilakukan karena kemungkinan data yang masuk (raw data) tidak memenuhi syarat
2. Coding
Coding adalah kegiatan merubah data dalam bentuk huruf menjadi data dalam
bentuk angka/bilangan. Kode adalah symbol tertentu dalam bentuk huruf atau angka
3. Processing
Processing adalah proses setelah semua kuisioner terisi penuh dan benar serta
telah diberikan label kode jawaban responden pada kuisioner ke dalam aplikasi
4. Cleaning Data
Cleaning data adalah pengecekan kembali data yang sudah dientri apakah sudah
Mujiarto, M., Susanto, D., & Bramantyo, R. Y. (2019). Strategi Pelayanan Kesehatan
Untuk Kepuasan Pasien Di Upt Puskesmas Pandean Kecamatan Dongko
Kabupaten Trenggalek. Jurnal Mediasosian : Jurnal Ilmu Sosial Dan
Administrasi Negara, 3(1), 34–49.
https://doi.org/10.30737/mediasosian.v3i1.572
Ernawati, K., Ramdhagama, N. R., Ayu, L. A. P., Wilianto, M., Dwianti, V. T. H., &
Alawiyah, S. A. (2018). Perbedaan Status Gizi Penderita Tuberkulosis Paru
antara Sebelum Pengobatan dan Saat Pengobatan Fase Lanjutan di Johar Baru,
Jakarta Pusat. Majalah Kedokteran Bandung, 50(2), 74–78.
https://doi.org/10.15395/mkb.v50n2.1292
Saputra, M. R., & Herlina, N. (2021). Hubungan Antara Status Sosial Ekonomi
dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Puskesmas , Studi Literature Review.
Borneo Student Research, 2(3), 1772–1780.
Azzahra, Z. (2017). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit
Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Mulyorejo Kecamatan Sunggal
Kabupaten Deli Serdang Tahun 2017. Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Sumatera Utara.
Syukran. (2018). Pengaruh Faktor Host Dan Environment Terhadappenularan Tb
Paru Di Kabupaten Bireuen Tahun 2017. Jurnal Pemberdayaan Hasil
Pengabdian Kepada Masayarakat, 4(01), 29–39.
https://www.usu.ac.id/id/fakultas.html