Anda di halaman 1dari 43

PROPOSAL

Literature Review : Determinan Pengetahuan Keluarga dengan

Pencegahan Penularan Tuberculosis Pada Anggota Keluarga

Disusun Oleh:

Riandy Barulsah Munthe


P07520118089

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN


MEDAN JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI D-III
TAHUN 2021
PROPOSAL

Literature Review : Determinan Pengetahuan Keluarga dengan

Pencegahan Penularan Tuberculosis Pada Anggota Keluarga

Sebagai Syarat Menyelesaikan Pendidikan

Program Studi Diploma III Keperawatan

Disusun Oleh:

Riandy Barulsah Munthe


P07520118089

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN


MEDAN JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI D-III
TAHUN 2021
LEMBAR PERSETUJUAN

JUDUL : Literature Review : Determinan Pengetahuan


Keluarga dengan Pencegahan Penularan
Tuberculosis Pada Anggota Keluarga

NAMA : Riandy Barulsah Munthe


NIM : P07520118089

Telah Diterima dan Disetujui Untuk Diseminarkan Dihadapan Penguji


Medan, Februari 2021

Menyetujui

Pembimbing

(Soep, S.Kp, M. Kes)


NIP. 197012221997031002

Ketua Jurusan Keperawatan


Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan

(Hj.Johani Dewita Nasution, SKM., M.Kes)


NIP. 196505121999032001
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : Literature Review : Determinan Pengetahuan


Keluarga dengan Pencegahan Penularan
Tuberculosis Pada Anggota Keluarga
NAMA : Riandy Barulsah Munthe
NIM : P07520118089

Proposal Ini Telah Diuji Pada Sidang Ujian Akhir Program Jurusan Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Medan
Medan, Februari 2021

Ketua Penguji

(Soep, S.Kp, M. Kes)


NIP. 197012221997031002

Penguji I Penguji II

(H. Abdul Hanif Siregar, SKM., M.Kes) (Johani Dewita Nasution, SKM., M.Kes.)
NIP. 195608121980031011 NIP. 196505121999032001

Ketua Jurusan Keperawatan


Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Medan

Hj. Johani Dewita Nasution, SKM, M.Kes


NIP : 196505121999032001
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan


Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Proposal yang berjudul “Literature Review :
Determinan Pengetahuan Keluarga dengan
Pencegahan Penularan Tuberculosis Pada
Anggota Keluarga”. Pada kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada bapak Soep,
S.Kp, M. Kes selaku dosen pembimbing yang telah
banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis
sehingga proposal ini dapat diselesaikan. Dan tidak lupa
penulis juga mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Dra. Ida Nurhayati, M.Kes, selaku Direktur Politeknik
Kesehatan Kemenkes RI Medan.
2. Ibu Hj. Johani Dewita Nasution, SKM, M.Kes, selaku Ketua
Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehata Kemenkes RI
Medan.
3. Ibu Afniwati, S.Kep,M.kes selaku Ketua Prodi D-III Jurusan
Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Medan
4. Ibu Dina Indarsita, SST, M.Kes, selaku Koordinator Mata
Kuliah Riset Keperawatan yang telah banyak memberi
materi tentang riset keperawatan
5. Bapak Soep S.Kep., M.Kes selaku ketua penguji, Bapak H.
Abdul Hanif Siregar, SKM., M.Kes selaku penguji I dan Ibu
Johani Dewita Nasution, SKM., M.Kes selaku penguji II.
6. Para dosen dan seluruh staff Jurusan Keperawatan
Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Medan.
7. Terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orangtua
tercinta Syafrizal Munthe dan Rosdiana Lubis,abang saya
Muhammad Ramadhani Guslianda Munthe dan adek saya
Rosa Lina Munthe yang senantiasa selalu memberikan
segala macam bentuk dukungan, do’a, cinta dan kasih
sayang yang telah di berikan kepada penulis selama ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih


banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, baik dari
segi penulisan maupun dari isi. Maka dengan segala
kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran
serta masukan dari semua pihak demi kesempurnaan
proposal ini.

Medan, Februari 2021

Riandy Barulsah Munthe


P07520118089
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan Global Report Tuberculosis tahun


2015 diperkirakan angka kejadian TB Paru di Indonesia
sebanyak 1 juta kasus baru per tahun (Dary, 2017).
Tuberkulosis menjadi penyakit menular yang banyak
menyebabkan kematian di Indonesia. Pada tahun 2016,
terdapat 274 kasus kematian per hari di Indonesia. Pada
tahun yang sama, kasus tuberkulosis baru mencapai
1.020.000 pengidap. Angka itu menjadikan Indonesia
berada di peringkat kedua kasus tuberkulosis terbanyak di
dunia setelah India. Kemudian, disusul oleh China, Filipina,
Pakistan, Nigeria, dan Afrika Selatan. (National
Geographic Indonesia, 2016).
Menurut WHO, Tahun 2015 tuberkulosis merupakan
penyakit yang menjadi perhatian global. Dengan berbagai
upaya pengendalian yang dilakukan, insiden dan kematian
akibat tuberkulosis telah menurun, namun tuberkulosis
diperkirakan masih menyerang 9,6 juta orang dan
menyebabkan 1,2 juta kematian pada tahun 2014. India,
Indonesia dan China merupakan negara dengan penderita
tuberkulosis terbanyak yaitu berturut-turut 23%, 10%, dan
10% dari seluruh penderita di dunia. Data terakhir dinas
kesehatan Jawa Tengah menyebutkan, di Jawa Tengah
pada tahun 2015 kasus TB BTA positif sebesar 115,17 per
100.000 penduduk, penemuan kasus BTA positif pada
tahun 2015 mengalami peningkatan dibandingkan tahun
2014 yaitu 55,99 per 100.000 penduduk. Kota dengan
CNR tuberkulosis BTA positif di Sukoharjo sebesar 66,6
per 100.000 penduduk lebih tinggi dari kota kelaten
sebesar 65,6 per 100.000 penduduk dan Boyolali sebesar
52,19 per 100.000 penduduk (Dinkes Jateng, 2016).
Dikutip Dari Hasil penelitian Ikhsan Ricky Riyanto,
2020 Tentang Data World Health Organization tahun 2018
menunjukkan bahwa tahun 2016 terdapat 10,4 juta kasus
TB Paru didunia, 56% kasus TB Paru berada di India,
Indonesia, Cina, Filipina, dan Pakistan. Tahun 2016,
sekitar 1,3 juta orang didunia meninggal karena TB Paru
Sedangkan di Indonesia tahun 2016 terdapat 298 ribu
penemuan kasus TB Paru dan 156 ribu penemuan kasus
BTA Positif berdasarkan hasil cakupan penemuan kasus
penyakit TB Paru (WHO 2018).
Pada tahun 2016, Cross Notification Rate/CNR
(kasus baru) TB Paru BTA (+) di Sumatera Utara mencapai
105,02/100.000 penduduk. Pencapaian per Kab/Kota, 3
(tiga) tertinggi adalah Kota Medan sebesar 3.006/100.000,
Kabupaten Deliserdang sebesar 2.184/100.000 dan
Simalungun sebesar 962/100.0000. Sedangkan, 3 (tiga)
Kab/Kota terendah adalah Kabupaten Nias Barat sebesar
50/100.000, Pakpak Barat sebesar 67/100.000 dan
Gunung Sitoli sebesar 68/100.000 (Profil Kesehatan
Provinsi Sumatera Utara, 2016).
Jumlah penemuan kasus baru TB BTA (+) di kota
Medan pada tahun 2016 mencapai 2.829 orang dan jumlah
seluruh kasus TB sebanyak 6.419 orang. Sedangkan di
RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2016, terdapat sebanyak
65 orang dengan kasus baru TB BTA (+), dan sebanyak
248 orang seluruh kasus TB (Profil Kesehatan Kota
Medan, 2016).
Berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2013 prevalensi penduduk Indonesia
yang di diagnosis Tb Paru oleh tenaga kesehatan tahun
2013 adalah 0.4 %, tidak berbeda dengan tahun 2007.
Enam provinsi dengan Tb Paru tertinggi adalah Jawa
Barat (0.7%), Papua (0.6%), DKI Jakarta (0.6%), Gorontalo
(0.5%), (0.4%), Papua Barat (0.4%) dan Aceh (0,3 %).
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2018)
menunjukkan bahwa jumlah prevalensi Tuberkulosis paru
klinis yang tersebar di seluruh indonesia yaitu 1,0%.
beberapa Provinsi yang di antaranya mempunyai angka
Prevalensi di atas angka Nasional yaitu: Provinsi Aceh,
DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sumatra barat,
kepulauan Riau, Nusa Tengara Barat, Nusa Tengara
Sulawesi selatan, Sulawesi tengah dan daerah timur
Indonesia. Angka keberhasilan pengobatan semua kasus
TB (success rate ) sebesar 89% dari target 85%. Dengan
succes rate lebih dari 90% menggambarkan semakin
banyak masyarakat yang menderita TB yang
menyelesaikan pengobatan sampai tuntas.
Berdasarkan Hasil penelitian yang dilakukan
(Gilang Permana 2015) tentang gambaran pengetahuan
keluarga tentang pencegahan penularan penyakit TB Paru
didapatkan hasil, hampir setengahnya (40%) responden
memiliki pengetahuan yang cukup mengenai etika batuk,
dan ada sebagian kecil (25%) responden dengan
pengetahuan kurang tentang etika batuk, terutama tentang
sikap yang baik saat batuk atau bersin dan tentang alasan
tempat dahak harus selalu tertutup. Hampir setengahnya
(45%) pengetahuan pasien tentang modifikasi lingkungan
bagi pasien TB Paru masih dalam kategori kurang,
terutama tentang manfaat ventilasi dan keuntungan
memiliki ventilasi udara, hampir setengahnya (45%)
pengetahuan pasien tentang pemeriksaan pada keluarga
pasien TB paru dalam kategori berpengetahuan kurang,
pengetahuan pasien masih kurang terutama dalam hal
tindakan awal yang harus dilakukan pada keluarga yang
tertular. (Gilang Permana, 2015)
Hasil penelitian Anggraini, 2013 tentang Gambaran
pengetahuan keluarga tentang penularan pencegahan
Tuberculosis.Kurangnya pengetahuan tentang tindakan
pencegahan penularan TB pada pasien ataupun keluarga
tentunya dapat meningkatkan resiko terjadinya penularan
penyakit Tuberculosis. Anggraini, (2013).
Tuberculosis masih menjadi masalah kesehatan global.
WHO tahun 2017 melaporkan terdapat 1,3 juta kematian
yang diakibatkan TBC paru dan terdapat 300.000 kematian
diakibatkan TBC paru dengan HIV. Indonesia merupakan
negara dengan peringkat ketiga setelah India dan Cina
dalam kasus TBC paru, ditunjukkan dari dua per tiga
jumlah kasus TBC di dunia diduduki delapan negara,
diantaranya India 27%, Cina 9%, Indonesia 8%, Filipina
6%, Pakistan 5%, Nigeria dan Bangladesh masing-masing
4% dan Afrika Selatan 3%. Prevalensi TBC paru di
Indonesia terbagi menjadi tiga wilayah, diantaranya
Sumatera 33%, Jawa dan Bali 23%, dan Indonesia bagian
timur 44%.
Hasil penelitian Rulino, 2016 tentang Gambaran
pengetahuan keluarga tentang penularan pencegahan
Tuberculosis.Peran keluarga sangat diperlukan karena
dalam pelayanan kesehatan khususnya pada penyakit
Tuberculosis tidak terlepas dari keterlibatan keluarga
sebagai orang yang terdekatdengan pasien terutama
pasien Tuberculosis.Hal tersebut harus dibagi dengan
pengetahuan yang akan sangat menentukan keberhasilan
pengobatan Tuberculosis, dan mencegah penularannya.
Rulino (2016).
Hasil penelitian Mujahidin, 2013 tentang Gambaran
Perilaku Pencegahan Dan Pengobatan Pasien
Tuberkulosis Paru. Perilaku pasien Tb dalam pencegahan
penularan juga masih berada dalam kategori kurang baik
dimana sebanyak 64,5% responden memiliki perilaku yang
kurang baik terkait praktik menutup mulut pada waktu
batuk dan bersin oleh penderita TB paru. Perilaku meludah
di tempa khusus yang sudah diberi disinfektan sebagian
besar responden yaitu 51,6% memiliki perilaku yang
kurang baik yaitu tidak meludah di tempat yang telah
disediakan dan diberi disinfektan. Sebagian besar
responden memiliki perilaku yang baik terkait pencegahan
TB paru berupa imunisasi BCG pada anak, sebanyak 51%
responden melakukan imunisasi BCG pada anak.
Responden yang melakukan pencegahan dari segi
lingkungan dengan mengusahakan sinar matahari masuk
ke rumah hanya sebesar 41,9% sedangkan sisanya
sebanyak 48,1% tidak melakukan hal tersebut. Perilaku
menjemur bantal di pagi hari tidak dilakukan oleh sebagian
besar responden yaitu 64.5%. responden yang memiliki
perilaku kurang baik mengenai memberikan ventilasi yang
baik di rumah sebanyak 74,2 %, dan sebagian besar
responden yang memisahkan barang yang digunakan
dengan penderita TB hanya 33,6% sedangkan sebanyak
67,7% tidak melakukannya.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan (Suharyo,
2013) Determinasi penyakit Tuberculosis di daerah
perdesaan tentang Jumlah penderita tuberkulosis paru di
puskesmas mijen tahun 2010 dari triwulan pertama
berjumlah 8 penderita, triwulan ke dua berjumlah 11,
triwulan ke tiga berjumlah 31 penderita dan triwulan ke
empat berjumlah 9 penderita. Sedangkan pada tahun 2011
pada triwulan pertama terdapat 20 penderita. Kumulatif
penderita dari triwulan pertama sampai triwulan ke empat
tahun 2010 dan triwulan pertama tahun 2011 berjumlah 61
penderita sehingga mengindikasikan penyakit ini perlu
penanganan yang intensif mengingat jumlah penderita
yang cukup besar.
Prevalensi BTA positif sebanyak 160/100.000
penduduk. Jumlah kasus Tb BTA positif paling banyak
ditemukan di Kota Lhokseumawe (369 orang), disusul
Kabupaten Aceh Utara (361 orang), Kabupaten Bireuen
(353 orang), kemudian Kabupaten Pidie (340 orang) dan
Aceh Besar (318 orang) (Dinkes Provinsi Aceh, 2014).
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota
Lhokseumawe, temuan kasus baru Tb di Puskesmas
Tahun 2014 tertinggi dilaporkan di Puskesmas Banda
Sakti (60 orang), disusul Puskesmas Muara Dua (26
orang), kemudian Puskesmas Mon Geudong (20 orang)
(Dinkes Kota Lhokseumawe, 2014)
Dikutip dari hasil penelitian Ashari Ayu,Mayusef, (2018)
tentang Gambaran pengetahuan keluarga tentang
pencegahan penularan penyakkit TB paru di puskesmas
temindung samarinda.Pencegahan penularan penyakit TB
Paru yaitu sebanyak (46,6%) responden memiliki
pengetahuan yang kurang mengenai etika batuk (56,6%)
responden memiliki pengetahuan yang cukup tentang
modifikasi lingkungan bagi pasien TB Paru (36,6%)
responden memiliki pengetahuan yang kurang tentang
pemeriksaan pada keluarga pasien TB Paru.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka dapat


dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah
Bagaimanakah Determinan Pengetahuan Keluarga dengan
Pencegahan Penularan TB Paru Pada Anggota Keluarga
tersebut berdasarkan literature review.
C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian literatur review ini adalah :


1. Untuk mencari persamaan penelitian tentang Determinan
Pengetahuan Keluarga dengan Pencegahan Penularan
Tuberculosis Pada Anggota Keluarga dengan melakukan
literatur review sesuai topik penelitian yang dilakukan.
2. Untuk mencari kelebihan penelitian tentang Determinan
Pengetahuan Keluarga dengan Pencegahan Penularan
Tuberculosis Pada Anggota Keluarga dengan melakukan
literature review sesuai topik penelitian yang dilakukan.
3. Untuk mencari kekurangan penelitian tentang Determinan
Pengetahuan Keluarga dengan Pencegahan Penularan
Tuberculosis Pada Anggota Keluarga dengan melakukan
literature review sesuai topik penelitian yang dilakukan.
D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi Pendidikan


Penelitian ini berguna untuk menambah sumber
referensi tentang makalah gangguan jiwa di perpustakaan
Poltekes Kemenkes Medan yang dapat digunakan sebagai
bahan untuk pembelajaran bagi mahasiswa di semester
akhir.
2. Bagi Peneliti
Dengan adanya penelitian berdasarkan studi literature
review ini peneliti menjadi lebih mengetahui Determinan
Pengetahuan Keluarga dengan Pencegahan Penularan
Tuberculosis Pada Anggota Keluarga..
3. Bagi Keluarga
Sebagai sarana informasi dan menambah
pengetahuan keluarga tentang pentingnya pencegahan
penularan tuberculosis pada anggota keluarga.
4. Bagi Pelayanan kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan
sebagai informasi tambahan bagi perawat dalam
memberikan pendidikan kesehatan dan untuk
meningkatkan pelayanan keperawatan tentang
pengetahuan keluarga dengan pencegahan penularan
tuberculosis pada anggota keluarga
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengetahuan
1. Pengertian
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi
setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap
suatu obyek tertentu. Penginderaan terhadap objek
terjadi melalui panca indera manusia yakni
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba
dengan sendiri. Pada waktu penginderaan sampai
menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi
oleh intensitas perhatian persepsi terhadap obyek.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui
mata dan telinga. (Notoadmodjo dalam Wawan dan Dewi,
2019).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang
(ovent behavior). Dari pengalaman dan penelitian ternyata
perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih
langgeng dari pada perilaku yan tidak didasari oleh
pengetahuan. Pengetahuan yang cukup dalam domain
kognitif mempunyai 6 tingkat yaitu :
a. Tahu (Know)
Tahu (Know) diartikan sebagai mengingat suatu materi
yang lelah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam
pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
terhadap suatu yang spesifik dan seluruh badan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah di terima. Oleh
sebab itu “tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan
yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa
orang tahu tentang apa yang dipelajari yaitu menyebutkan,
menguraikan, mengidentifikasi, menyatakan dan
sebagainya.
b. Memahami (Comprehention)
Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui
dan dimana dapat menginterprestasikan secara benar.
Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi terus
dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan
meramalkan dan sebagainya terhadap suatu obyek yang
dipelajari.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi
ataupun kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat
diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,
metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi
yang lain.
d. Analisi (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyatakan
materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen
tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut dan
masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (Syntesis)
Sintesis yang dimaksud menunjukkan pada suatu
kemampuan untuk melaksanakan atau menghubungkan
bagian-bagian didalam suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi yang ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi
atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu
kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-
kriteria yang telah ada.(Wawan, 2018)
2. Cara Memperoleh Pengetahuan
Cara memperoleh pengetahuan adalah sebagai berikut :
1) Cara kuno untuk memperoleh pengetahuan
a. Cara Coba Salah (Trial and Eror)
Cara ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan
dalam memecahkan masalah dan apabila kemungkinan itu
tidak berhasil maka dicoba kemungkinan yang lain sampai
masalah tersebut dapat dipecahkan.
b. Cara kekuasaan atau otoritas
Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pemimpin
masyarakat baik formal atau informal, ahli agama,
pemerintah, dan berbagai prinsip orang lain yang
dikemukakan oleh orang yang memiliki otoritas tanpa
menguji terlebih dahulu atau membuktikan kebenarannya,
baik berdasarkan fakta empiris, maupun penalaran sendiri.
c. Berdasarkan Pengalaman Sendiri
Pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai
upaya memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang
kembali pengalaman yang pernah diperoleh dalam
memecahkan permasalahan yang dihadapi masa lalu.
2) Cara Modern dalam Memperoleh Pengetahuan
Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau disebut
metodologi penelitian. Cara ini mula-mula dikembangkan
oleh Francis Bacon (1561-1626), kemudian dikembangkan
oleh Deobold Van Daven. Akhirnya lahirlah suatu cara
untuk melakukan penelitian yang dikenal dengan penelitian
ilmiah.(Wawan, 2018)
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan


seseorang, yaitu :
a. Pendidikan
Pendidikan adalah bimbingan yang diberikan
seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju
kearah cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk
berbuat dan mengisi dan mengisi kehidupan untuk
mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan
dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku
seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi
untuk sikap berperan serta dalam pembangunan.
Kategori pendidikan menurut Arikunto :
1. Pendidikan rendah (SD - SMP)
2. Pendidikan tinggi (SMA - Perguruan Tinggi)
Tingkat pendidikan menurut Undang-Undang No 20
tahun 2003:
1. Pendidikan dasar/rendah (SD – SMP/MTs)
2. Pendidikan menengah (SMA/SMK)
3. Pendidikan tinggi (D3/S1)
Dalam penelitian ini, tingkatan pendidikan yang
digunakan adalah tingkatan pendidikan menurut UU No 20
Tahun 2003 yaitu SD,SMP,SMA,D3,S1
b. Pekerjaan
Pekerjaan adalah sesuatu yang dikerjakan untuk
mendapatkan nafkah atau pencaharian masyarakat yang
sibuk dengan kegiatan atau pekerjaan sehari-hari akan
memiliki waktu yang lebih untuk mendapatkan informasi.
Menurut Notoatmodjo (2012) jenis pekerjaan dibagi
menjadi:
1. PNS
2. TNI/Polri
3. Wiraswasta
4. Pedagang
5. Buruh/ Tani
6. IRT
c. Sumber Informasi
Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan,
menyiapkan, menyimpan, memanipulasi, mengumumkan,
menganalisis dan menyebarkan informasi dengan tujuan
tertentu. Informasi diperoleh dari pendidikan formal maupun
nonformal dapat memberikan pengaruh jangka pendek
sehingga menghasilkan perubahan dan peningkatan
pengetahuan (Erfandi, 2009).
Semakin berkembangnya teknologi menyediakan
bermacam-macam media massa sehingga dapat
mempengaruhi pengetahuan masyarakat. Informasi
mempengaruhi pengetahuan seseorang jika sering
mendapatkan informasi tentang suatu pembelajaran maka
akan menambah pengetahuan dan wawasannya, sedangkan
seseorang yang tidak sering menerima informasi tidak akan
menambah pengetahuan dan wawasannya.Media yang
digunakan sebagai sumber informasi adalah media cetak,
media elektronik dan petugas kesehatan (Erfandi, 2009).
Majunya teknologi akan tersedia bermacam-macam
media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan
masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana
komunikasi berbagai bentuk media massa seperti radio,
televisi, surat kabar, majalah yang mempunyai pengaruh
besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan semua
orang (Erfandi, 2009).
Dalam penyampaian informasi sebagai tugas
pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang
berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang.
Adanya informasi baru mengenai suatu hal memberikan
landasan kognitif baru terbentuknya pengetahuan terhadap
hal tersebut (Erfandi, 2009).
4. Kriteria Tingkat Pengetahuan

Pengukuran tingkat pengetahuan dikatagorikan


menjadi tiga yaitu:
a. Pengetahuan baik bila responden dapat menjawab 76-
100% atau ≥ 16 soal dengan benar dari total jawaban
pertanyaan.
b. Pengetahuan cukup bila responden dapat menjawab
56-75% atau 12-15 soal dengan benar dari total
jawaban pertanyaan.
c. Pengetahuan kurang bila responden dapat menjawab
<56% atau ≤ 11 soal dari total jawaban pertanyaan.
(Wawan, 2018)
B. Tuberculosis

1. Definisi Tuberculosis

Tuberculosis merupakan penyakit yang telah


dinyatakan sebagai remergeing dissease oleh WHO,
karena angka kejadian tuberkulosis yang kembali
mengalami peningkatan yang signifikan. Tuberkulosis
menjadi penyebab kematian tertinggi kedua setelah
penyakit jantung di Indonesia. Penderita TB sebagian
besar berasal dari usia produktif dan berpenghasilan
rendah (DEPKES RI,2014).
Sehingga dapat disimpulkan penyakit Tuberculosis
adalah penyakit infeksi yang menyerang paru-paru yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dengan cara
penularan secara inhalasi dan droplet.
Menurut Gough,(2011) klasifikasi TBC dibedakan menjadi
dua,yaitu:
1. Penderita dengan infeksi TB Paru namun tidak ada
tanda dan gejala yang mucul,dikarenakan bakteri
belum aktif (dorman) biasa disebut masa laten.
2. Penderita yang terinfeksi dan sakit,ditandai dengan
adanya tanda dan gejala yang muncul dikarenakan
bakteri sudah aktif.
2. Etiologi Tuberculosis

Penyebab penyakit TB Paru adalah Mycobacterium


tuberculosisi,bakteri tersebut pertama kali dideskripsikan
oleh Robert Koch pada tanggal 24 maret 1882.
Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau
agak bengkok dengan ukran 0,2-0,4 × 1-4 µm. Pewarnaan
Ziehl-Neelsen dipergunakan untuk mengidentifikasi bakteri
tersebut.
Bakteri tersebut mempunyai sifat istimewa,yaitu tahan
terhadap pencucian warna dengan asam dan
alkohol,sehingga sering disebut basil tahan asam (BTA).
Kuman tuberculsois juga bersifat dorman dan aerob.
Mycobacterium tuberculsis mati pada pemanasan 100◦C
selama 5-10 menit sedangkan dengan alkohol 70-95%
selama 15-30 detik. Bakteri tersebut tahan selama 1-2 jam
di udaraterutama ditempat lembab dan gelap (bisa
berbulan-bulan), namun tidak tahan terhadap sinar atau
aliran udara. Bakteri tuberculosis ini mati pada pemanasan
60◦C selama 30 menit, dan dengan alkohol 70-95%
selama 15-30 detik. Bakteri tersebut tahan selama 1-2 jam
di udara terutama ditempat yang lembab dan gelap (bisa
berbulan-bulan), namun tidak tahan terhadap sinar atau
airan udara (Masriadi, 2012).
3. Patofisiologi Tuberculosis

Tuberculosis (TB) disebabkan oleh sekolompok bakteri


yang disebut Mycobacteriu. Micobacteria yang
menyebabkan TB pada manusia adalah Mycobacterium
tuberculosis, Mycobacterium bovis dan Mycobacterium
africanum. TB dapat menyerag bagian tubuh manapun.
Jika menyerang sisi tubuh,termasuk paru-paru, maka
disebut TB miller (Omerod dalam Gough,2011) Sedangkan
TB yang menyerang selain paru disebut TB extra –
pulmonal. TB pulmonal ditemukan hampir 60% dari kasus
penyakit (Departement of Health dalam Gough,2014).
Ketika basil masuk kedalam alveoli akan ada reaksi
inflamasi lokal dan fokus primer infeksi.Perpaduan
keduanya ini disebut Ghon, dimana selajutnta akan
berkembang menjadi granuloma dalam Gough, 2014).
Peradangan ini jika terus-menerus terjadi maka akan
terjadi pneumonia akut yang selanjutnya akan berkembang
menjadi infeksi tuberculosis yang ditandai dengan gejala
umum pasca TB (Syifa, 2012). Selam infeksi primer
beberapa bakteri melewati nodus limfe regional pada
hilum, yang merupakan tempat pembuluh darah syaraf
menuju paru-paru. Dari sinilahyang nantinya akan menjadi
asal terjadinya TB sekunder atau TB ekstra paru-paru
secara kolektif, nodus limfe yang membesar dan Ghon
disebut kompleks primer ( Pratt dalam Gough, 2014).
Pembentukan glanuloma merupakan mekanisme
pertahanan alami dari tubuh yang bertujuan untuk
mengisolasi infeksi. Sehingga lingkungan seperti ini
diharapkan dapat menghambat replikasi basilus dan
menghentikan infeksi (Lucas dalam Gough, 2011). Infeksi
primer pada penderita dewasa imunokompeten yaitu
penderita dengan imunitas host yang tinggi,mycobacteria
terbunuh atau tidak dapat bereplikasi (Gordon and
Mwandumba dalam Gough, 2014). Sehingga mayoritas
orang terserang TB tidak akan mengalami tanda dan
gejala. Sedangkan sisa bakteri yang masih ada disebut
sebagai infeksi TB laten dimana bakteri tidak terbunub,
tetapi mengalami dormansi.
Namun,5-10% penderita TB laten dapat aktif kembali
(Health Protection Agency dalam Gough,2014). Individu
dengan infeksi TB laten tidak terlihat sakit dan terinfeksi.
Namun jika bakteri mulai mengganda selama beberapa
bulan atau setahun kemudian, maka dapat menjadi aktif
dan gejala sakit serta infeksi mulai terlihat (National Institut
for Health and Clinical Excellence dalam Gough,2014).
4. Manifestasi Klinis Tuberculosis

Sebagian besar orang yang mengalami infeksi primer


tidak menunjukkan gejala yang berarti. Namun,pada
penderita infeksi primer yang menjadi progresif dan sakit
(3-4% dari yang terinfeksi), gejalanya berupa gejala umum
dan gejala respiratorik. Perjalananan penyakit dan
gejalanya bervariasi tergantung pada umurdan keadaan
penderita saat terinfeksi. Gejala umum berupa demam dan
malaise. Demam timbul pada petang dan malam hari
disertai dengan berkeringat. Demam ini mirip dengan
demam yang disebabkan oleh influenza namun kadang-
kadang dapat mencapai suhu 40◦C-41◦C. Gejala demam
ini bersifat hilang timbul. Malaise yang terjadi dalam jangka
waktu panjang berupa pegal-pegal, rasa lelah, anoreksia,
nafsu makan berkurang, serta penurunan berat badan.
Pada wanita dapat terjadi amenorea.
Gejala respiratorik berupa batuk kering ataupun batuk
produktif merupakan gejala yang paling sering terjadi dan
merupakan indikator yang sensitif untuk penyakit
tuberculosis paru aktif. Batuk ini sering bersifat persisten
karena perkembanganpenyakitnya sangat lambat. Gejala
sesak nafas timbul jika terjadi pembesaran nodus limfe
pada hilus yang menekan brokus, atau terjadi efusi pleura,
ekstensi radang parenkim atau miliar. Nyeri dada biasanya
bersifat nyeri pleuritik karena terlibatnya pleura dalam
proses penyakit (Darmanto,2020).
Adapun strategi yang baru (DOTS,directly observed
treatment shortcourse), gejala utamanya adalah batuk
berdahak dan/atau terus-menerus selama 3 minggu atau
lebih. Berdasarkan keluhan tersebut, seseorang sudah
dapat ditetapkan sebagai orang yang bergejala TB Paru.
Gejala lainnya adalah gejala tambahan. Dahak penderita
harus diperiksa dengan pemeriksaan mikroskopis. Masa
inkubasi dari terpapar sampai munculnya lesi utama atau
reaksi TB Paru yang signifikan adalah 4-12 minggu
(Masriadi,2014).
Menurut Werdhani (2010), gejala penyakit TB Paru
dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang
timbul dengan organ yang terlibat.
1. Gejala sistemik atau umum :
a) Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai
dengan darah).
b) Deam yang tidak terlalu tinggi yang berlansung lama,
biasanya dirasakan malam hari disertai keringat
dingin,kadang-kadang serangan demam seperti
influenza dan bersifat hilang timbul..
c) Penurunan berat badan dan nafsu makan.
d) Perasaan tidak enak (malaise), lemah
2. Gejala Khusus :
a) Tergantug dari organ tubuh mana yang terken, bila
terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang
menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah
bening yang membesar akan menimbulkan suara
“mengi”, suara nafas melemah yang disesrtai sesak.
b) Jika ada cairan dirongga plura (pembungkus paru-
paru), dapat disertai dengan keluhan sesak nafas di
dada.
c) Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti
infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk
saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada
muara ini keluarlah cairan nanah.
5. Penularan Tuberculosis

Penularan TB Paru ditularkan melalui udara (droplet


nuclei), saat penderita batuk, bersin atau berbicara, kuman
TB Paru yang berbentuk droplet akan bertebaran di udara.
Droplet yang sangat kecil kemudian mengering dengan
cepat dan menjadi droplet yang mengandung kuman TB
Paru. Kuman tuberculosis dapat bertahan di udara selama
beberapa jam lamanya, sehingga cepat atau lambat
droplet yang mengandung unsur kuman TB Paru akan
terhirup oleh orang lain. Droplet tersebut apabila telah
terhirup dan bersarang didalam paru-paru seseorang,
maka kuman tuberculosis akan mulai membelah diri
(berkembang biak), dari sinilah akan terjadi infeksi.
Setiap satu BTA positif akan menularkan kepada 10-15
orang lainnya, sehingga kemungkinan setiap kontak untuk
tertular TB adalah 17%. Hasil studi lainnya melaporkan
bahwa kontak terdekat (misalnya keluarga serumah) akan
dua kali lebih beresiko dibandingkan kontak biasa (tidak
serumah).
Seseorang penderita dengan BTA (+) yang derajat
positifnya tinggi berpotensi menularkan penyakit ini.
Sebaliknya, penderita dengan BTA (-) dianggap tidak
menularkan penyakit. Angka risiko penularan infeksi TB di
Amerika Serikat adalah sekitar 10 per 100.000 populasi..
Angka penderita TB di Indonesia sebesar 1-3% yang
berarti diantara 100 penduduk terdapat 1-3 warga yang
akan terinfeksi TB dan setengah dari mereka BTA nya
akan positif (0,5%) (Masriadi, 2014).
6. Faktor Resiko Tuberculosis

Menurut (Hertian Ilham Hutama, Emmy Rianty, Aditya


Kusumawati, 2019) menjelaskan bahwa faktor risiko yang
menyebabkan penyakit TBC adalah sebagai berikut :
1. Faktor Usia
Orang yang produktif memiliki resiko 5-6 kali untuk
mengalami kejadian TB Paru, hal ini karena pada
kelompok usia produktif setiap orang akan cenderung
beraktivitas tinggi,sehingga kemungkinan terpapar bakteri
Mycobacterium tuberculosis lebih besar, selain itu bakteri
tersebut akan aktif kembali dalam tubuh yang cenderung
terjadi pada usia produktif. Melihat kondisi saat penelitian
sebagian besar responden dengan usia produktif terpapar
langsung dengan lingkungan yang berisiko menimbulkan
penyakit TB Paru seperti terpapar dengan debu di
lingkungan kerja, polusi dan bertemu dengan banyak
orang. Sehingga responden pada usia produktif lebih
mudah terserang penyakit TB Paru karena aktivitas yang
tinggi berpengaruh terhadap kemungkinan terpapar bakteri
Mycobacterium tuberculosis.
2. Jenis Kelamin
Pada laki-laki penyakit TB Paru lebih tinggi, karena
rokok dan minuman alkohol dapat menurunkan sistem
pertahanan tubuh. Sehingga wajar jika perokok dan
peminum beralkohol sering disebut sebagai agen dari
penyakit TB Paru. Pada kenyataannya, di
lapanganpenderita TB Paru yang sebagian besar berjenis
kelamin laki-laki tersebut disebabkan oleh konsumsi rokok
setiap harinya dimana rokok menjadi salah satu faktor
penyebab terjadinya TB Paru. Responden laki-laki telah
sejak lama merokok, bahkan masih terdapat responden
yang sudah terdiagnosis positif TB Paru tetap merokok
dalam kesehariannya. Sudah hal yang umum bahwa
masyarakat kecanduan untuk menghisap tembakau,
sehingga kebiasaan merokok sangat sulit untuk dihentikan.
Pada responden perempuan yang positif TB Paru
kemungkinan terpapar bakteri Mycobacterium tuberculosis
didapatkan dari lingkungan sekitar yang memiliki sanitasi
dan hygiene yang kurang baik seperti menjadi perokok
pasif. Sebagai perokok pasif dapat meningkatkan risiko
terinfeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis.
3. Pendidikan Terakhir
Tinggi rendahnya pendidikan masyarakat dapat
berpengaruh dalam pengambilan keputusan seseorang
seperti patuh untuk minum obat, patuh dalam
melaksanakan hal-hal yang dapat mencegah penularan TB
dan lain-lain. Dengan tingkat pendidikan yang relatif
rendah pada penderita TBC paru menyebabkan
keterbatasan informasi tentang gejala dan pengobatan
TBC paru. Mayoritas seseorang memiliki pendidikan
SMA/sederajat yang artinya mayoritas seseorang dapat
dengan baik menerima segala informasi mengenai TB
Paru. Hal ini dapat dibuktikan dengan perilaku mayoritas
seseorang sudah baik dalam mengatasi penyakit TB Paru.
Seseorang dengan pendidikan SMA yang terkena penyakit
TB Paru dapat dengan mudah mengubah pola pikirnya
untuk hidup yang lebih baik dengan meningkatkan derajat
kesehatannya. Seseorang dengan pendidikan SMA akan
lebih mudah untuk mengikuti arahan dari petugas
kesehatan untuk setiap proses pengobatan dan hal-hal
yang harus dihindari untuk mencegah penularan penyakit
TB Paru.
4. Pekerjaan
Mayoritas orang yang bekerja sebagai buruh memiliki
mobilitas yang tinggi. Pekerjaan sebagai buruh biasanya
sering berpindah-pindah lokasi atau lingkungan kerja yang
mana kondisi dilingkungan kerja juga dapat mempengaruhi
kesehatan para seseorang. Apabila lingkungan kerja
memiliki hygiene dan sanitasi yang buruk dapat membawa
dampak negatif bagi seseorang karena lingkungan yang
memiliki hygiene sanitasi buruk akan menjadi tempat
perkembangbiakkan yang baik untuk bakteri. Terlebih lagi
bila seseorang tidak menjaga hygiene sanitasi dirinya
sendiri, maka bakteri yang ada pada lingkungan dengan
hygiene sanitasi buruk dapat dengan mudahnya masuk ke
dalam tubuh orang tersebut.
5. Pendapatan
Pendapatan merupakan penghasilan berupa uang
yang diterima atau dihasilkan oleh anggota keluarga.
Dalam penelitian ini mayoritas responden berpenghasilan
dibawah UMR 94% dan responden yang berpenghasilan
UMR atau diatas UMR hanya sedikit sebesar 6%.
Pendapatan seseorang ditentukan dari pekerjaan yang
dijalankan oleh orang tersebut. Bila seseorang tidak
bekerja, maka tidak ada pendapatan bagi dirinya untuk
memenuhi kebutuhan sandang dan pangan. Hal ini dapat
memicu penurunan kekebalan tubuh individu akibat tidak
terpenuhi gizi secara optimal, sehingga dapat
meningkatkan risiko individu terkena TB Paru atau
memperparah kondisi penderita TB Paru. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan Suryo, J (2008) yang
menyatakan bahwa pendapatan keluarga yang akan
mempunyai dampak terhadap pola hidup sehari-hari dalam
hal konsumsi makanan, pemeliharaan kesehatan, dan
mempengaruhi terhadap kepemilikan rumah (kontruksi
rumah). Kepala keluarga yang mempunyai pendapatan
dibawah UMR akan mengkonsumsi makanan dengan
kadar gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan bagi setiap
anggota keluarga sehingga mempunyai status gizi yang
kurang dan akan memudahkan untuk terkena penyakit
infeksi diantaranya TBC Paru.
6. Pengetahuan
Pengetahuan adalah suatu informasi yang dipahami
dan diketahui oleh seseorang mengenai definisi TB Paru,
efek samping, penyebab TB Paru, cara penularan TB
Paru, kebiasaan memperburuk penderita TB Paru, tanda
tanda menderita TB paru, TB Paru dapat menular,
pencegahan penularan TB Paru, tindakan mencegah
penularanTB Paru, dan tindakan yang dilakukan jika batuk
selama satu bulan. Pengetahuan adalah salah satu kunci
yang penting untuk membangun perilaku individu kearah
yang lebih baik.
7. Sikap
Sikap yang terbentuk bergantung pada persepsi
seseorang dalam menginterpretasikan sesuatu dan
bertindak atas dasar hasil interpretasi yang diciptakannya.
Salah satu faktor yang mempengaruhi dalam pembentukan
sikap adalah pengetahuan yang dimiliki seseorang,
semakin tinggi tingkat pengetahuan yang dimiliki
seseorang akan memberi kontribusi pada terbentuknya
sikap yang baik.
8. Ketersediaan Obat
Responden yang positif terkena penyakit TB Paru akan
bergantung pada obat-obatan selama 6 bulan secara rutin
tanpa jeda. Ketersediaan obat bagi penderita TB Paru
adalah wajib untuk proses penyembuhan agar penderita
terbebas 100% dari bakteri Mycobacterium tuberculosis.
9. Aksesbilitas ke fasilitas kesehatan
Aksesbilitas merupakan ukuran kemudahan meliputi
jarak, waktu, dan kondisi jalan dalam melakukan
perpindahan antara tempat atau kawasan dari sebuah
sistem. Aksesbilitas ke fasilitas kesehatan dalam penelitian
ini yaitu kemudahan pasien untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan dan pengobatan tersebut didapatkan di
Puskesmas atau Rumah Sakit Rujukan.
10. Dukungan Keluarga
Bentuk dari dukungan keluarga yang dapat dilakukan
dalam proses pencegahan penularan adalah dengan
selalu mengingatkan pasien untuk memakai masker,
menyediakan tempat tidur pribadi, menjadi PMO, tidak
saling pinjam alat mandi dan tidak menggunakan alat
makan bersamaan. Dukungan dari keluarga yang baik dan
positif adalah dengan berpartisipasi penuh pada proses
pengobatan dimana pencegahan penularan termasuk di
dalamnya, hal-hal tersebut seperti: mengatur pola makan
yang sehat, istirahat cukup, kebersihan diri dan
lingkungan, pengambilan obat-obatan dan pendampingan
keluarga.
11. Dukungan Petugas Kesehatan
Petugas kesehatan cenderung lebih banyak melakukan
upaya rehabilitatif terhadap pasien. Upaya preventif
maupun promotif yang dilakukan petugas kesehatan
terhadap masyarakat luas masih terbilang minim.
Dukungan yang diberikan petugas kesehatan terhadap
pasien TB Paru hanya mengenai hal-hal yang berkaitan
untuk penyembuhan setelah terkena penyakit TB Paru,
tetapi hal-hal atau informasi mengenai pengetahuan
penyakit TB Paru tidak tersampaikan dengan baik. Upaya
preventif dan promotif dalam menangani penyebaran suatu
penyakit adalah upaya yang mutlak untuk dilakukan.
Pengetahuan mengenai suatu penyakit, dalam hal ini
khususnya TB Paru harus disampaikan dengan jelas
kepada masyarakat.
12. Dukungan Teman
Beberapa orang penderita TB Paru memilih untuk tidak
memberitahukan mengenai penyakitnya kepada teman
dan lingkungan untuk menghindari diskriminasi dari
masyarakat sehingga dukungan teman menjadi kurang.
Dukungan emosional kepada penderita berupa pemberian
semangat dan kehadiran dari teman untuk mendengarkan
keluh kesah akan memiliki dampak positif terhadap aspek
kesehatan, psikologis, social serta pekerjaan.
13. Perilaku Penderita
Terdapat 3 faktor yang memengaruhi perilaku antara
lain faktor predisposisi (lingkungan, pengetahuan, sikap
dan tindakan masyarakat), factor pemungkin
(keterjangkauan fasilitas pelayanan kesehatan
masyarakat) dan factor penguat (dukungan lingkungan,
tokoh masyarakat dan petugas kesehatan). Perilaku
pencegahan TB Paru dapat diwujudkan dalam bentuk
tindakan keseharian penderita dalam pencegahannya.
Perilaku orang yang baik dalam 3 hal yaitu membuka pintu
setiap pagi, mencuci tangan dengan sabun, dan mencuci
tangan dengan air mengalir merupakan suatu kebiasaan
masyarakat yang sudah melekat baik sebelum responden
menderita TB Paru, sehingga saat responden menderita
TB Paru, perilaku itu masih tetap dilakukan. Selain itu,
hampir seluruh orang menyadari bahwa sirkulasi udara
dalam ruangan/kamar responden juga sangat berpengaruh
terhadap penularan TB Paru, maka hampir seluruh orang
membuka jendela kamar setiap pagi dan telah memiliki
ventilasi pada kamar.
7. Komplikasi Tuberculosis

Komplikasi Tuberculosis yang serius dan meluas saat


ini adalah berkembangnya basil Tuberculosis yang resisten
terhadap berbagai kombinasi obat yang dapat
menyebabkan keparahan bahan Tuberkulosis ekstra paru
seperti efusi pleura, tuberculosis perikarditis,
pneumotoraks, maningitis, spodilitis, Tuberkulosis
pencernaan, dan Tuberculosis perkemihan (Mbata, 2013).
Ardiansyah (2012) membagi komplikasi penyakit TBC
itu dalam 2 kategori yaitu :
1. Komplikasi Dini
a) Pluritis
b) Efusi Pleura
c) Empiema
d) Laringitis
e) TB Usus
2. Komplikasi Lanjut
a) Obstruksi Jalan Nafas
b) Cor Pulmonale
c) Amiloidosis
d) Karsinoma Paru
e) Sindrom Gagal Nafas
8. Diagnosa Tuberculosis

Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis (history


taking) dan pemeriksaan fisik, fotothorax, serta hasil
pemeriksaan bakteriologi. Diagnosis pasti ditegakkan jika
pada pemeriksaan bakteriologi ditemukan micibacterium
tuberculosis didalam dahak atau jaringan. Karena usaha
untuk menemukan basil TB tidak selalu mudah,maka
diupayakan cara untuk dapat membuktikan bahwa terdapat
basil TB, didalam tubuh.cara pembuktiannya adalah
melalui pemeriksaan serologi.ada sebagian besar pasien
yang tidak menunjukkan adanya basil tuberculosis pada
pemeriksaan bakteriologinya, tetapi gejala klinis dan
fotothorax nya mengarah kepada gejala tuberculosis. Pada
pasien yang seperti ini,tidak dapat ditegakkan diagnosis
pasti.agar pasien tersebut diberi terapi sesuai penyakit TB
dan penulran penyakit nya terbatas,perlu dibuat cara
klasifikasi khusus untuk diagnosis TB Paru. Adapun
klasifikasi untuk pasien yang berkaitan atau pun yang
berkaitan dengan tuberculosis paru yaitu sebagai berikut :
1. TB Paru (Definite PTB)
Diagnosis seperti ini ditegakkan jika semua hasil prosedur
diagnostik yang dilakukan mendukung (Diagnosis pasti).
Prosedur diagnostik TB adalah anamnesis, pemeriksaan
fisik, fotothorax, serta hasil pemeriksaan bakteriologik.
Pasien yang di diagnostik TB Paru harus diobati secara
adekuat.
2. TB Paru tersangka (suspect TB)
Dari semua hasil prosedur diagnostik yang dilakukan,
hanya hasil pemeriksaan bakteriologik saja yang masih
negatif. Pasien ini diobati dengan antibiotik yang tidak
berpengaruh terhadap pertumbuhan micobakterium
tuberkulosis selama 1 minggu untuk mengesampingkan
pneumonia. Jika tidak terdapat (OAT) selama 3 bulan. Jika
dengan pemberian OAT tersebut terjadi perbaikan klinis
serta radiologis, pengobatan diteruskan sampe adekuat
karena diagnosis TB Paru tersangka telah diubah menjadi
diagnosis TB Paru.
3. 8 Bekas TB Paru (Old pulmonari TB)
Pasien yang telah sembuh dari TB Paru yang datang ke
dokter karena terdapat keluhan pada sistem pernapasan
( Darmanto, 2020 ).

C.Upaya Pencegahan TB Paru

1. Definisi Pencegahan

Menurut Kamus Bahasa Indonesia (2007),


Pencegahan adaalah proses, cara, tindakan, menahan
agar sesuatu tidak terjadi.Sedangkan keluarga atau
tindakan menahan agar sesuatu tidak terjadi.Sedangkan
keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang atas
kepala keluarga serta beberapa orang yang berkumpul dan
tinggal di satu atap dalam keadaan saling ketergantungan
(Depker RI,1998 dalam Sudiharto,2012).
Dalam hal ini,dapat disimpulkan bahwa upaya
pencegahan keluarga merupakan usaha atau iktiar atau
usaha dalam suatu unit kelompok kecil (keluarga untuk
memecahkan persoalan yang menyangkut dirinya dan
keluarga,dan pencegahan merupakan tindakan yang
identik dengan prilaku (Sofian S,2010).
a. Definisi Upaya Pencegahan
Menurut Oktavia, (2013) upaya pencegahan adalah
sebuah usaha yang dilakukan individu dalam mencegah
terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan preventif secara
etimologi berasal dari bahasa latin prevenire yang artinya
datang sebelum/antisipasi/mencegah untuk tidak terjadi
sesuatu.Dalam pengertian yang luas preventif diartikan
sebagai upaya secara sengaja dilakukan untuk mencegah
terjadinya gangguan, kerusakan, atau kerugian bagi
seseorang.Dengan demikian upaya pencegahan adalah
tindakan yang dilakukan sebelum sesuatu terjadi.Hal
tersebut dilakukan karena sesuatu tersebut merupakan hal
yang dapat merusak ataupun merugikan.
Menurut Naga (2012) Tindakan atau upaya yang
dapat dilakukan oleh keluarga dalam penatalaksanaan
dalam merawat penderita TB Paru diantaranya :
a. Mengawasi klien dalam meminum obat secara teratur
hingga klien menelan obatnya,pasien harus meminum
obatnya pada pagi hari karena obat tersebut paling
baik bekerja ketika pagi hari.
b. Keluarga juga harus dapat memotivasi pasien agar
sabar dalam pengobatannya.
c. Menempatkan obat ditempat yang bersih dan
kering,tidak terpapar langsung denagn sinar matahari
dan aman dari jangkauan anak-anak.
d. Keluarga dapat membawa atau mengajak pasien ke
fasilitas kesehatan setiap dua minggu sekali untuk
melihat perkembangan penyakitnya atau jika pasien
mengalami keluhan-keluhan yang harus segera di
tangani.
e. Keluarga juga harus lebih terbuka dan memahami serta
menghargai perasaan klien,mendengarkan keluhan-
keluhan yang disampaikan klien,menanyakan apa yang
saat ini klien rasakan,ini merupakan salah satu bentuk
dukungan dari keluarga secara psikis.
f. Untuk kebutuhan nutrisinya keluarga harus
memberikan makan yang cukup gizi pada pasien untuk
menguatkan dan meningkatkan daya tahan tubuh agar
bisa menangkal kuman TB Paru yang merusak paru-
paru.
g. Menjaga kebersihan lingkungan rumah juga harus
diperhatikan misalnya dengan pengaturan ventilasi
yang cukup, ajarkan pada keluarga untuk tidak
meludah sembarangan, menutup mulut, ketiak batuk
atau bersin, keluarga juga dapet menjemur tempat tidur
bekas pasien secara teratur, membuka jendela lebar-
lebar agar udara segar dan sinar matahari dapat
masuk, karena kuman TB Paru akan mati bila terkena
sinar matahari.
D. Keluarga

1. Definisi Keluarga

Friedman (2002) mendefinisikan bahwa


keluarga adalah kumpulan dua orang manusia atau
lebih, yang satu sama lain saling terikat secara
emosional, serta bertempat tinggal yang sama dalam
satu daerah yang berdekatan. Keluarga adalah unit
terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami
isteri, suami isteri dan anaknya, atau ayah dan
anaknya, atau ibu dan anaknya (UU No. 10 tahun
1992).
2. Tipe keluarga

Menurut Friedman (2002) membagi tipe keluarga


seperti berikut ini :
Tipe keluarga tradisional, terdiri dari
a) The Nuclear Family (keluarga inti)
Yaitu suatu rumah tangga yang terdiri suami, istri, dan
anak (kandung atau angkat).
b) The extended family (keluarga besar)
Yaitu keluarga inti ditambah dengan keluarga lain
yang mempunyai hubungan darah, misalnya kakek, nenek,
paman, bibi, atau keluarga yang terdiri tiga generasi yang
hidup bersama dalam satu rumah, seperti nuclear family
disertai : paman, tante, orang tua (kakek-nenek),
keponakan.
c) The dyad family (keluarga “Dyad”)
Keluarga yang terdiri dari suami, dan istri (tanpa anak)
yang hidup bersama dalam satu rumah.
d) Single-parent (orang tua tunggal)
Yaitu suatu rumah tangga yang terdiri satu orang tua
dengan anak (kandung atau angkat).Kondisi ini dapat
disebabkan oleh perceraian atau kematian.
e) The single adult living alone/single adult family
Yaitu suatu rumah tangga yang hanya terdiri dari
seorang dewasa yang hidup sendiri karena pilihan nya
atau perpisahan (perceraian atau ditinggal mati).
f) Blended family
Duda atau janda (karena perceraian) yang menikah
kembali dan membesarkan anak dari perkawinan
sebelumnya.
g) Kin-network family
Beberapa keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah
atau saling berdekatan dan saling menggunakan barang-
barang dan pelayanan yang sama (contoh : dapur, kamar
mandi, televisi, telepon, dan lain-lain.
h) Multigenerational family
Keluarga dengan beberapa generasi atau kelompok
umur yang tinggal bersama dalam satu rumah.
i) Commuter family
Kedua orang tua bekerja di kota yang berbeda, tetapi
salah satu kota tersebut sebagai tempat tinggal dan orang
tua yang bekerja diluar kota bisa berkumpul pada anggota
keluarga pada saat “weekend”
j) Keluarga usila
Yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami-istri
yang berusia lanjut dengan anak yang sudah memisahkan
diri.
k) “Composit family”
Yaitu keluarga yang perkawinan nya berpoligami dan
hidup bersama.
l) The childless family
Keluarga tanpa anak karena terlambat menikah dan
untuk mendapatkan anak terlambat waktunya yang
disebabkan karena mengejar karier/pendidikan yang terjadi
pada wanita.
Tipe Keluarga Non Tradisional :
1. The unmarried teenage mother
Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu)
dengan anak dari hubungan tanpa nikah.
2. Commune family
Beberapa pasangan keluarga yang tidak ada
hubungan saudara yang hidup bersama dalam satu rumah,
sumber dan fasilitas yang sama, pengalaman yang sama,
sosialisasi anak dengan melalui aktivitas
kelompok/membesarkan anak bersama.
3. The nonmarital heterosexual cohabiting family
Keluarga yang hidup bersama dan berganti-ganti
pasangan tanpa melalui pernikahan.
4. Gay and lesbian family
Dua individu yang sejenis atau yang mempunyai
persamaan sex hidup bersama dalam satu rumah tangga
sebagaimana “marital pathners”
5. Group-marriage family
Beberapa orang dewasa yang menggunakan alat-alat
rumah tangga bersama, yang saling merasa telah saling
menikah satu dengan yang lainnya, berbagi sesuatu
termasuk sexual dan membesarkan anak.
6. Group-network family
Keluarga inti yang dibatasi oleh set aturan/nilai nilai,
hidup berdekatan satu sama lain dan saling menggunakan
barang-barang rumah tangga bersama, pelayanan, dan
bertanggung jawab membesarkan anaknya.
7. Foster family
Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan
keluarga/saudara di dalam waktu sementara, pada saat
orangtua anak tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk
menyatukan kembali keluarga yang aslinya.
3. Fungsi Keluarga

Friedman (1998) mengelompokkan fungsi pokok


keluarga dalam lima point yaitu fungsi reproduktif,
sosialisasi, affektif, ekonomi, dan perawatan kesehatan.
a. Fungsi reproduksi keluarga
Sebuah peradaban dimulai dari rumah, yaitu dari
hubungan suami-istri terkait pola reproduksi.Sehingga
adanya fungsi ini ialah untuk mempertahankan generasi
dan menjaga kelangsungan sebuah keluarga.
b. Fungsi sosial keluarga
Ialah fungsi yang mengembangkan dan melatih anak untuk
hidup bersosial sebelum meninggalkan rumah dan
berhubungan dengan orang lain.
c. Fungsi affektif keluarga
Fungsi ini hanya bisa diperoleh dalam keluarga, tidak dari
pihak luar.Maka komponen yang diperlukan dalam
melaksanakan fungsi affektif yang saling mendukung,
menghormati, dan saling asuh. Intinya, antara anggota
keluarga satu dengan anggota yang lain berhubungan baik
secara dekat. Dengan cara inilah, seorang anggota
keluarga merasa mendapatkan perhatian, kasih sayang,
dihormati, kehangatan dan lain sebagainya.
d. Fungsi ekonomi keluarga
Meski bukan kebutuhan utama, faktor ekonomi menjadi hal
yang penting dalam sebuah keluarga. Kondisi ekonomi
yang stabil akan mampu menjamin kebutuhan anggota
keluarga sehingga mampu menjalankan peran dan
fungsinya dengan baik. Terutama dalam hal kebutuhan
pokok, paling tidak kebutuhan ini harus terpenuhi.
Fungsi ekonomi keluarga meliputu keputusan rumah
tangga, pengelolaan keuangan, pilihan asuransi, jumlah
uang yang digunakan, perencanaan pensiun, dan
tabungan. Kemampuan keluarga untuk memiliki
penghasilan yang baik dan mengelola finansialnya dengan
bijak merupakan faktor kritis untuk mencapai
kesejahteraan ekonomi.
E. Kerangka Konsep

Adapun kerangka konsep berjudul terhadap


Determinan Pengetahuan Keluarga dengan Pencegahan
Penularan TB Paru Pada Anggota Keluarga berdasarkan
literature review adalah sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel


Dependen
Determinan pengetahuan
keluarga :
Pencegahan Penularan
1. Pendidikan TB Paru pada Anggota
Keluarga
2. Pekerjaan

3. Sumber Informasi

Keterangan :

Variabel ini di bagi menajdi dua variabel, yaitu :

a) Variabel Independen
Variabel independen dari penelitian Determinan
Pengetahuan Keluarga dengan Pencegahan Penularan
Tuberculosis Pada Anggota Keluarga adalah : Pendidkan,
Pekerjaan, dan Sumber Informasi.
b) Variabel Dependen
Variabel dependen dari penelitian ini adalah
Pencegahan Penularan Tuberculosis pada Anggota
Keluarga.

F. Defenisi Operasional

No. Variabel Definisi Alat ukur Hasil ukur Skala


ukur
1. Pendidikan Pendidikan adalah Kusioner a. SD Ordinal
bimbingan yang b. SMP
diberikan c. SMA/S
seseorang MK
terhadap d. D3
perkembangan e. Strata
orang lain menuju 1
kearah cita-cita
tertentu yang
menentukan
manusia untuk
berbuat dan
mengisi dan
mengisi kehidupan
untuk mencapai
keselamatan dan
kebahagiaan.
2. Pekerjaan Pekerjaan adalah Kusioner a.PNS
Nomina
sesuatu yang b.TNI/Polri
l
dikerjakan untuk c.Wiraswast
mendapatkan a
nafkah atau d.Pedagang
pencaharian e.Buruh/
masyarakat yang Tani
sibuk dengan f.IRT
kegiatan atau
pekerjaan sehari-
hari akan memiliki
waktu yang lebih
untuk
mendapatkan
informasi.

3. Sumber Sumber informasi Kusioner a.Media Nomina


Informasi l
yang diperoleh Cetak
tentang penularan b.Media
TB Paru Elektronik
c.Petugas
Kesehatan
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian


ini yaitu penelitian deskriptif Penelitian deskriptif yaitu
metode yang digunakan untuk menggambarkan atau
menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak
digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas
(Sugiyono, 2011).
2. Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah semua proses yang
diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan
penelitian (Nazir,2014, hlm. 84). Penelitian ini
menggunakan cross sectional, menurut Irmawartini,
dkk (2017) cross sectioal merupakan penelitian
epidemiologi yang paling sering dikerjakan pada bidang
kesehatan. Hal ini disebabkan karena secara
epidemiologi paling mudah dan sederhana, tidak
dijumpai hambatan yang berupa pembatasan tertentu.
Pendekatan ini dalam rangka mempelajari dinamika
korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek yang
berupa penyakit atau status kesehatan tertentu dengan
model pendekatan point time.

B. Jenis dan cara pengumpulan data

1. Jenis Data

Jenis data penelitian yang digunakan pada literature


review ini yaitu data sekunder, Data sekunder adalah data
yang diambil peneliti dari sumber yang sudah ada. Dimana
diperoleh dari jurnal, artikel ilmiah, literature review yang
berisikan tentang konsep yang diteliti. Jurnal diambil dari
e-source google scholar, Academia, dan pubmed.
Penelitian ini akan mendeskripsikan Determinan
Pengetahuan Keluarga dengan Pencegahan Penularan TB
Paru Pada Anggota Keluarga.

2. Cara Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan


pengumpulan data Literature review. Pengumpulan
Literature review digunakan beberapa tahapan diantaranya
adalah pencarian artikel berdasarkan topik garis besar.
Pengelompokan artikel berdasarkan relevansi dengan
topik dan penelitian lalu mengurutkan struktur penjelasan
serta perbandingan data yang saling berhubungan.
Pencarian artikel jurnal yang digunakan terbit pada
tahun 2011-2020 menggunakan kata kunci “TB Paru,
Pengetahuan, Keluarga“ yang diidentifikasi berdasarkan
relevansi isi jurnal dan keterkaitan topik penellitian. Setelah
artikel terkumpul selanjutnya peneliti mengelompokkan
sejumlah artikel yang telah didapatkan berdasarkan
relevansi topik Determinan Pengetahuan Keluarga dengan
Pencegahan Penularan TB Paru Pada Anggota Keluarga
Peneliti juga mengelompokkan artikel berdasarkan tahun
terakhir, namun bila masih ada ilmu atau pembahasan
yang belum berubah akan diperluas menjadi artikel dengan
tahun penelitian 10 Tahun terakhir.
C.Analisa Data

Penelitian yang berkaitan dengan Determinan


Pengetahuan Keluarga dengan Pencegahan Penularan TB
Paru Pada Anggota Keluarga di ambil yang paling relevan
atau bisa dilakukan dengan melihat tahun penelitian dari
yang paling terbaru. Kemudian membaca abstrak terlebih
dahulu apakah permasalahan yang dibahas sesuai dengan
yang hendak dipecahkan dalam penelitian. Kemudian
mencatat bagian-bagian penting dan berkaitan dengan
permasalahan penelitian.

Anda mungkin juga menyukai