DI SUSUN OLEH:
PROPOSAL PENELITIAN
Disusun Oleh :
Pembimbing,
Mengetahui,
Ketua Program Studi S1 Ilmu Keperawatan
STIKes Medistra Indonesia
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan bimbingannya
penulis dapat menyelesaikan proposal dengan judul “Pengaruh Perilaku Penderita Tb Paru Dan
Kondisi Rumah Terhadap Pencegahan Potensi Penularan Tb Paru Pada Keluarga Di Kota Bekasi
Tahun 2020”. Proposal penelitian ini merupakan syarat untuk penelitian dan sebagai Tugas
Akhir Dari Mata Kuliah Metode Penelitian Program Studi S1 Ilmu Keperawatan STIKes
Medistra Indonesia.
Selama penyusunan proposal peneliatan ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak,
untuk itu dengan segala hormat dan kerendahan hati penulis menyampaikan penghargaan dan
terima kasih kepada :
d. Nurmah, SST, M.Kes selaku Wakil Ketua 1 Bidang Akademik STIKes Medistra Indonesia
Indonesia
f. Hainun Nisa, SST, M.Kes selaku Wakil Ketua III Bidang Kemahasiswaan STIKes Medistra
Indonesia
g. Ns. Lisna Agustina, M.kep selaku Ketua Program Stady S1 Keperawatan Stikes Medistra
Indonesia
h. Ns. Lina Indrawati, S.kep, M.kep selaku Dosen Pembimbing yang sudah sabar membimbing
j. Seluruh dosen dan staff STIKes Medistra Indonesia yang turut membantu memberikan
l. Kepada Blackpink yang sudah memberikan saya semangat dan suport tiada henti
Serta semua pihak yang telah membantu penyelesaian proposal ini. Mohon maaf atas
segala kesalahan dan ketidaksopanan yang mungkin telah saya perbuat. Semoga Tuhan Yang
Maha Kuasa senantiasa memudahkan setiap langkah-langkah kita menuju kebaikan dan selalu
Suatu survei nasional lain yang khusus membahas tentang Pengetahuan, Sikap dan
Perilaku Tuberkulosis (PSP-TB) di Indonesia telah dilaksanakan oleh Badan Litbangkes,
Universitas Indonesia dan Global fund pada tahun 2010. Survei ini merupakan bentuk
Clien Oriented Research Activity (CORA) yang sejak awal melibatkan klien utama dari
program, yaitu Ditjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan
(Ditjen P2MPL). Survei ini dilaksanakan, karena sejak survei PSP-TB tahun 2004
sampai dengan tahun 2010, belum ada lagi survei representasi nasional adekuat yang bisa
menggambarkan pengetahuan, sikap dan perilaku tuberkulosis. Padahal sejak tahun 2005
telah dilakukan kampanye elektronis Tuberkulosis secara besar-besaran melalui media
massa pada semua lapisan masyarakat. Hal ini menyebabkan sulitnya para pembuat
program dalam menentukan target pencapaian program, terutama dalam hal promosi TB
lanjutan (Widoyono., 2008)
Dalam menggunakan pelayanan kesehatan, Andersen (1995) menggambarkan adanya
model sistem kesehatan, yang terdiri dari 3 kategori. Pertama yaitu karakteristik
predisposisi (predisposing characteristic) yang terdiri dari demografi (jenis kelamin,
umur, dll), struktur sosial (antara lain tingkat pendidikan, pekerjaan, kesukuan, ras, dsb),
dan health belief (termasuk pengetahuan tentang kesehatan dan pelayanan kesehatan yang
dapat mempengaruhi persepsi/ keyakinan mereka bahwa pelayanan kesehatan dapat
menolong proses penyembuhan penyakitnya). Karakteristik yang kedua adalah
karakteristik pendukung (Enabling characteristic) yang meliputi family resources dan
community resources. Terakhir, adalah karakteristik kebutuhan (Need characteristics)
yang dirasakan (perceived) dan evaluated (clinical diagnosis).
Kepala Dinas Kesehatan Kota Bekasi Kusnanto Saidi menambahkan, setiap tahun
angka suspect penyakit tuberkulosis (Tb) paru memang cukup tinggi. Pada 2014 suspect
penyakit TB tercatat 9.204 pasien, 2015 sebanyak 12.831 pasien, dan pada 2016 ada
11.960 pasien. "Temuan pasien Tb di Kota Bekasi cukup tinggi. Namun, dari 2015 ke
2016 temuan suspect penyakit itu menurun” jelas dia. Kusnanto menjelaskan, progres
penyembuhan penderita penyakin Tb cukup baik. Pada 2014, penyembuhan pasien
penyakit Tb sebesar 77,5 persen dari target kesembuhan 85 persen. Pada 2015,
penyembuhannya 74 persen. Sedangkan, pada 2016 angka penyembuhan 84 persen dari
target 85 persen.
"Meski suspect kasus TB cukup banyak, tapi progres penyembuhannya pun cukup baik,"
kata Kusnanto.
Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat taham asam sehingga dikenal juga
sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh
Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya
bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru paru
kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP).
Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri
Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan
pada anak anak sumber infrksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa.
Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul didalam paru paru akan berkembang
biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang
rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelanjar getah bening.
Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hamper seluruh organ tubuh
seperti : paru paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening,
dan lain lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu
paru-paru. (Tonny Lumban Tobing, 2008)
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin
menular penderita TB paru tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negative (tidak
terlihat kuman) maka penderita tersebut tidak menularkan. Kmeungkinan seseorang
terinfeksi TB paru ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya
menghirup udara tersebut (Depkes RI, 2002)
Perlu diketahui bahwa hasil tuberculosis dalam paru tidak hanya keluar ketika
penderita TB paru batuk. Basil tuberkolosis juga dapat keluar bila penderita bernyanyi,
bersih atau bersiul. Di Jepang dan Inggris telah ada beberapa kali laporan
menunjukkan penularan tuberculosis pada murid sekolah, terutama yang duduk di
barisan depan yang tertular dari guru yang mengajar di depan kelas (Aditama T, 1994)
Hal penting yang perlu diketahui bahwa tidak semua orang yang terhirup basil
tuberculosis akan menjadi sakit, walaupun tidak sengaja menghirup basil tuberculosis.
Risiko orang terinfeksi TB paru untuk menderita TB paru pada ARTI ( Annual Risik
Of Tuberkulosis Infection) sebesar 1%. Hal ini berati diantara 100.000 penduduk rata
rata terjadi 100 penderita TB paru setiap tahun, dimana 50 penderita adalah BTA
positif (Depkes RI, 2002).
1. Pemeriksaan jasmani
Pemeriksaan jasmani akan dijumpai sangat tergantung luas dan
kelainan stuktural paru. Pada awal perkembangan penyakit umumnya
atau sulit sekali menemukan kelainan. Kelainan paru pada umunya
terletak didaerah lobus superior terutama daerah apex dan segmen
posterior, serta daerah apex lobus inferior. Pada pemeriksaan jasmani
dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara nafas
lemah, ronkhi basa, tanda tanda penarikan paru, diagfragma dan
mediastinum (Aditama T, 2002)
2. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi standar adalah foto thorax PA dengan tanpa
foto lateral. Pemeriksaan lain atas indikasi : L foto apiko-lordotik,
oblik, CT scan. Pada pemeriksaan foto thorax tuberculosis dapat
memberi gambaran bermacam macam bentuk (multiforom).
Gambaran radiologic yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
a. Bayangan brawan/nodular di segmen apical dan posteror lobus atas
paru dan segmen superior lobus bawah
b. Kapitas, terutama lebih dari satu, dikelilingin oleh bayangan
berawan atau nodular
c. Bayangan bercak milier
d. Efusi pleura unilateral
a. Pemeriksaan bekteriologik
Pemeriksaan bakteriologik unuk menemukan kuman
tuberculosis mempunyai arti yang sangat pentig dalam
menegakkan diagnosis. Bahkan untuk pemeriksaan bakteriologi ini
dapat berasal dari sputum, bilasan bronchitis, jaringan paru, cairan
pleur
b. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indicator
yang spesifik untuk tuberculosis. Laju endap darah (LED) jam
pertama dan kedua dibutuhkan. Data ini dapat dipakai sebagai
indicator tingkat kestabilan keadaan nilai seimbangan bilogi
penderita, sehingga dapat digunakan untuk salah satu respon
terhadap pengobatan penderita serta kemungkinan sebagai prediksi
tingkat penyembuhan penderita. Demikian pula kadar limfosit
dapat menggambrakan biologic/daya tahan tubuh penderita, yaitu
dalam keadaan supresi/tidak. LED sering meningkat pada proses
aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan
tuberculosis.
c. Uji tuberculin
Pemeriksaan ini sangat berarti dalam usaha medeteksi infeksi
TB paru di darah dengan prevalensi tuberculosis rendah. Di
Indonesia dengan prevalensi tuberculosis yang tinggi, pemeriksaan
uji tuberculin sebagai alat bantu diagnostic kurang berate apalagi
pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila
didapatkan konversi dari uji yang dilakukan sebelumnya atau
apabila ada kepositifan uji yang di dapat besar sekali atau timbul
bulae.
2.1.6 Tipe Penderita TB Paru
Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada
beberapa tipe penderita, yaitu :
1. Kasus baru
Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).
2. Kambuh (Relaps)
Adalah penderita TB paru yang belum pernah mendapat pengobatan
tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh kemudia kembali lagi berobat
dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
3. Pindahan ( Transfer in )
Adalah penderita yang sedang mendapat pengombatan di suatu
kabupaten/kota lain dan kemudia pindah berobat ke kabupaten/kota lain.
Penderita pindahan tersebut harus membawa surat rujukan/pindah.
4. Lalai
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti
2 bulan atau lebih, kemudia dating kembali berobat. Umunya penderita
tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
5. Lain lain
a. Gagal
Adalah penderita BTA positif yang masih tetap atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan atau
lebih).
b. Kronis
Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan basil BTA positif setelah
selesai pengobatan ulang kategori 2 (Depkes RI, 2002).
Strategi :
1. Paradigma sehat
a. Meningkatkan penyuluhan untuk menemukan kontak sedini mungkin, serta
meningkatkan cakupan program
b. Promosi kesehatan dalam rangka meningkatkan perilaku hidup sehat
c. Perbaikan perumahan serta peningkatan status gizi, pada kondisi tertentu
1. Strategi DOTS, Sesuai rekomendasi WHO
a. Komitmen politisi dari para pengambil keputusan, termasuk
dukungan dana.
b. Diagnose TBC dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis
c. Pengobatan dengan panduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh pengawasan
menelan obat (PMO)
d. Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu
terjamin
e. Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan
pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TBC.
2. Peningkatan mutu pelayanan
a. Pelatihan seluruh tenaga pelaksana
b. Ketetapan diagnosis TBC dengan pemeriksaan dahak secara
mikroskopi
c. Kualitas laboratorium diawasi melalui uji silang (cross check)
d. Untuk menjaga kualitas pemeriksaan laboratorium, dibentuklah
KPP ( Kelompok Puskesmas Pelaksana) terdiri dari 1 PMR
( Puskesmas Rujukan Mikroskopi ) dan beberapa PS (puskesmas
satelit). Untuk daerah dengan geografis sulit dapat dibentuk PPM
(puskesmas pelaksana mandiri)
e. Ketersediaan OAT bagi semua penderita TBC yang ditemukan
f. Pengawasan kualitas OAT dilaksanakan secara berkala dan terus
menerus
g. Keteraturan menelan obat sehari hari diawasi oleh pengawas oleh
pengawasan menelan obat (PMO). Keteraturan tetap merupakan
tanggung jawab petugas kesehatan.
h. Pencatatan dan pelaporan dilaksanakan dengan teratur, lengkap
dan benar.
2.2 Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan
2.2.1 Prinsip Prinsip Pendidikan Kesehatan
Menurut H.L Blum di Amerika Serikat, sebagai salah satu negara yang
sudah maju. Belum menyimpulkan bahwa lingkungan mempunyai andil yang
paling besar terhadap status kesehatan, dan berturut turut disusul oleh perilaku,
memberikan andil nomer dua, dan keturunan mempunyai andil yang paling kecil
terhadap suatu Kesehatan (Natoatmodjo, 2002)
Reinforcing dapat positif atau negatif, tergantung dari sikap dan perilaku
orang di dalam lingkungannya (Green dan Marshall, 2005).
Pendapat Blum dan Green dapat dimodifikasi sebagai berikut :
Keturunan
Kesehatan Kesehatan
Perilaku
organisasi
Pendidikan Kesehatan
Sumber : Notoadmodio (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan.
Dari skema tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa, peranan pendidikan
kesehatan adalah melakukan intervensi faktor perilaku, sehingga perilaku individu,
kelompok atau masyarakat sesuai dengan nilai‐nilai kesehatan. Dengan perkataan lain
pendidikan kesehatan adalah suatau usaha untuk menyediakan kondisi psikologis dari
sasaran, agar mereka berperilaku sesuai dengan tuntutan nilai‐nilai kesehatan
(Notoatmodjo. S, 2003).
Faktor Enabling
1. Kepadatan Hunian
2. Ventilasi
3. Pencahayaan ruangan
Pengaruh perilaku
Pencegahan potensi
penularan TB Paru
2.6 Hipotesis
Nursalam (2008) menjelaskan bahwa hipotesis adalah jawaban sementara dari
rumusan masalah atau pertanyaan peneliti. Maka hipotesis dalam penelitian ini adalah
:
1. Ada pengaruh perilaku penderita tb paru dan kondisi rumah terhadap pencegahan
potensi penularan tb paru pada keluarga di kota bekasi tahun 2020
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain penelitian
1. Populasi
Populasi dalam penelitian adalah penderita TB Paru di Kota Bekasi sebanyak 535
orang.
2. Sampel
Sampel penelitian adalah populasi yang memenuhi kriteria insklusi dan kriteria
ekslusi yang dapat mewakili keberadaan dari suatu populasi yang benar. Besar
sampel penelitian ini didapat melalui perhitungan dengan menggunakan rumus
Toro Yamani, di dalam Notoadmodjo 2005, sebagai berikut :
N
n = ————
1+N (d²)
Keterangan : n = besar sampel
N = besar populasi
d = tingkat kepercayaan dalam penelitian adalah 10%
Adapun kriteria sampel yaitu :
a. Kriteria insklusi
Kriteria insklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian pada populasi
target dan pada populasi terjangkau ( suddigo, 2015)
1) Telah menderita batuk lebih dari 3 minggu
2) Menderita demam lebih dari 3 minggu
3) Bersedia untuk dilakukan wawancara
b. Kriteria ekslusi
1) Responden meninggal
2) Responden pindah
3) Tidak mau dilakukan wawancara
B. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini yaitu di Kota Bekasi
1. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kota Bekasi
2. Waktu penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan juni 2020 s/d selesai
C. Variable Penelitian
Variable adalah karakteristik yang melekat pada populasi, bervariasi antara satu orang
dengan yang lainnya dan diteliti dalam suatu penelitian, misalnya pengetahuan
penularan dan pencegahan TBC (Dharma, 2015)
1. Variable independent
2. Variable dependen
Variable terkait ( dependent variable ) adalah variable akibat atau variable yang
akan berubah akibat pengaruh atau perubahan yang terjadi pada variable
independent ( Dharma, 2015) variable terikat ( dependent variable ) dalam
penelitian ini adalah pencegahan potensi penularan tb paru pada keluarga di kota
bekasi tahun 2020
Aditama T. (1994). Tuberculosis Paru : Masalah dan Penanggulangannya. In Tuberculosis Paru :
Masalah dan Penanggulangannya. Universitas Indonesia Press.
Aditama T. (2002). No Title. In Tuberculosis, Diagnosa, Terapi dan Masalahnya (edisi keem).
Yayasan Penerbit Ikatan Dokter Indonesia.
Agustina Ayu Wulandari, Nurjazuli, M. S. A. (2015a). Faktor Risiko dan Potensi Penularan
Tuberkulosis Paru di Kabupaten Kendal , Jawa Tengah. Jurnal Kesehatan Lingkungan
Indonesia, 14. file:///C:/Users/dhewa/Documents/JURNAL/POTENSI TB PARU 1.pdf
Agustina Ayu Wulandari, Nurjazuli, M. S. A. (2015b). Faktor Risiko dan Potensi Penularan
Tuberkulosi s Paru di Kabupaten Kendal , Jawa Tengah. Jurnal Kesehatan Lingkungan
Indonesia. file:///C:/Users/dhewa/Documents/JURNAL/POTENSI TB PARU 1.pdf
Cofton. J. (2002). Tuberculosis klinik. In Tuberculosis klinik (Edisi kedu). Widya Medika.
Departemen kesehatan RI. (2007). Buku Panduan Post TB Desa. In Kesehatan (p. 1). Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Leny wulandari. (2010). peran pengetahuan terhadap peran perilaku pencarian pengobatan
penderita suspek TB paru di Indonesia. file:///C:/Users/dhewa/Documents/JURNAL/file.pdf
Natoatmodjo. (2002). No Title. In Metodologi Penelitian Kesehatan (Cetakan ke). Rineka Cipta.
Tonny Lumban Tobing. (2008). pengaruh perilaku penderita TB paru dan kondisi rumah
terhadap pencegahan potensi penularan TBparu pada keluarga.
file:///D:/Matkul/PRODUKTIF/SEMESTER 6/METODOLOGI
PENELITIAN/PDF/09E01348.pdf).pdf