SKRIPSI
OLEH
ELIZA
MARDI NIM
1803068
SKRIPSI
Diajukan Sebagai
Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana kesehatan Masyarakat
Oleh:
ELIZA MARDI
NIM 1803068
ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui dan dipertahankan di hadapan Tim
Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES SYEDZA
SAINTIKA Padang dan dinyatakan lulus pada tanggal.............
Komisi Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan SYEDZA SAINTIKA Padang
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat
KETUA
1
LEMBARAN PENGESAHAN PEMBIMBING
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui
Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat
STIKES SYEDZA SAINTIKA Padang
2
PANITIA UJIAN SKRIPSI
Pembimbing I Pembimbing II
Penguji I
Penguji II
3
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat ALLAH SWT atas segala rahmat dan
Padang Tahun 2021”. Shalawat serta salam untuk junjungan umat yakni Nabi
kepada :
Saintika Padang.
Saintika Padang.
5. Ibu Annisa Novita Sary, M.Kes sebagai Dosen Pembimbing II yang telah
6. Ibu Eliza Trisnadewi, MPH sebagai Penguji I yang telah meluang waktu
7. Ibu Inge Angelia M.Pd sebagai Penguji II yang telah meluang waktu untuk
4
9. Ibu Kepala Puskesmas Ambacang dan Staf Puskesmas yang banyak
10. Teristimewa kepada suami, anak anak dan keluarga besar yang saya cintai
yang telah memberikan semangat, dukungan dan doa yang tulus bagi
persatu.
memerlukannya.
ELIZA MARDI
5
BAB. I
PENDAHULUAN
yang sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan terutama pada anak.
ISPA adalah infeksi akut yang menyerang asalah satu bagian/lebih dari
adalah istilah umum untuk infeksi paru-paru yang dapat disebabkan oleh
saluran pernapasan. Salah satu ISPA bagian bawah yang berbahaya adalah
pneumonia.
kelompok umur < 2 bulan dan kelompok umur 2 bulan – 5 tahun. Pada
pada anak. Insiden menurut kelompok umur Balita diperkirakan 0,29 episode
negara maju. Ini menunjukkan bahwa terdapat 156 juta episode baru di dunia
6
per tahun dimana 151 juta episode (96,7%) terjadi di negara berkembang.
Kasus terbanyak terjadi di India (43 juta), China (21 juta) dan Pakistan (10
semua kasus yang terjadidi masyarakat, 7-13% kasus berat dan memerlukan
2016).
dunia setiap tahun diperkirakan lebih dari 2 juta balita meninggal karena
7
62.782 kematian. Indonesia berada diurutan ketujuh dengan total 20.084
Nomor 25 Tahun 2014 tentang upaya kesehatan anak. Upaya kesehatan anak
adalah setiap kegiatan dan/ atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara
Balita Sakit yang disingkat MTBS. MTBS adalah suatu pendekatan yang
kesehatan anak berusia 0-59 bulan secara menyeluruh di unit rawat jalan
2018 sebanyak 505.331 kasus dan tahun 2019 sebanyak 468.442 kasus
terjadi di Provinsi Jawa Barat (104.866 kasus), Jawa Timur (89.361 kasus),
Jawa Tengah (50.263 kasus) dan Sumatera Barat pada urutan ke 9 dengan
8
tenaga, kurang lengkapnya sarana dan prasarana pendukung. Di seluruh
kasus, Kota Padang sebesar 700 kasus, Kabupaten Solok 464 kasus,
Kabupaten Sijunjung 405 kasus dan Kabupaten Pasaman Barat sebanyak 367
kasus. Terjadi penurunan kasus pneumoni balita di Kota Padang Tahun 2019
sebanyak 3.578 kasus menjadi 700 kasus tahun 2020 (Dinas Kesehatan
Begalung sebanyak 308 kasus, dan Puskesmas Pauh sebanyak 250 kasus.
9
terbanyak kasus pneumonia balita (Dinas Kesehatan Kota Padang, 2020).
Data kasus terbanyak 2 tahun inilah yang menjadi salah satu pertimbangan
menjalankan MTBS, namun hanya sebagian kecil saja yang melayani seluruh
fasilitas dan sarana prasarana pendukung menjadi faktor yang patut menjadi
10
target yang ditetapkan. Supervisi yang khusus untuk MTBS tidak ada, ini
tenaga manusianya.
dilakukan melalui pengajuan ke dinas, akan tetapi belum tentu semua bisa
realisasi. Belum adanya alokasi dana yang cukup serta proses keterlambatan
Ambacang tahun 2020 adalah terdapat permasalahan Input, Proses dan Ouput
pada musim pademi Covid 19. Permasalahan Komponen Input pada tahun
pada masa awal pendemi bulan April-Juni sangat terbatas melayani pasien.
11
Sarana APD yang masih terbatas dan sangat mahal. Juga pendanaan dari
pemangkasan.
napas antara dokter, perawat dan balita, sekarang pada masa pademi 19 sulit
dilakukan karena mengikuti protokol covid 19. Hal ini berakibat pasien tidak
terdeteksi sedini mungkin, karena hitung napas tidak bisa dilakukan. Sesuai
Puskesmas harus dihitung napas. Hitung napas adalah salah satu untuk
menegakkan diagnosa penderita ISPA . Jika Masa pedemi Covid 19 ini tidak
bisa dilakukan hitung napas, bayi dengan batuk biasa, akan menjadi
pneumonia berat dan mengakibatkan kematian pada balita tersebut. Untuk itu
Permasalahan ouput adalah pada masa awal pandemi Covid 19, pasien
napas, tetapi dengan batuk dan pilek dianjurkan untuk minum obat batuk saja.
12
pelaksanaan belum maksimal karena tidak semua balita yang berkunjung ke
tahun 2019 sebanyak 318 kasus menjadi 121 kasus pada tahun 2020.
2021.
2021.
13
Ambacang tahun 2021 meliputi tenaga MTBS, sarana prasarana, dana,
dan membuat klasifikasi balita dengan gejala batuk dan sukar bernapas,
kepada ibu, memberikan pelayanan tindak lanjut pada kunjungan ulang ibu
14
3. Bagi Stikes Syedza Saintika Padang
Puskesmas Ambacang Tahun 2021. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-
September 2021. Informan berasal dari staf Dinas Kesehatan Kota Padang, Kepala
dilakukan karena adanya permasalahan pada komponen input, proses dan ouput
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, ataupun parasit di mana pulmonary
menjadi “inflame” dan terisi oleh cairan. Pneumonia dapat juga disebabkan oleh
iritasi kimia atau fisik dari paru-paru atau sebagai akibat dari penyakit lainnya,
seperti kanker paru-paru atau terlalu banyak minum alkohol. Penyebab yang
terbagi lagi menjadi bronkhioli, yang tiap-tiap ujungnya berakhir pada alveoli. Di
dalam alveoli terdapat kapiler-kapiler darah dimana terjadi pertukaran oksigen dan
dengan batuk dan kesukaran bernafas. Balita yang diserang pneumonia dan tidak
segera diobati dengan tepat akan mudah meninggal. Pneumonia suatu inflamasi
pada perynchema paru, pada umumnya pada masa anak digambarkan sebagai
16
Pneumonia masih menjadi salah satu masalah untuk anak di Indonesia.
jamur, kurang gizi, daya tahan tubuh yang rendah, tidak minum ASI, lingkungan
yang dapat memudahkan terjadinya penyakit akut ini. Anak yang tertular bisa
mengidap penyakit radang paru bervariasi dari derajat ringan sampai berat, selain
itu manajemen layanan kesehatan yang kurang memadai juga turut mendukung
radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam dinding
berat mendadak dengan demam tinggi dan napas cepat. Infeksi karena virus
umumnya lebih gradual dan bisa memburuk setiap saat. Gejala - gejala yang
sering ditemui pada anak dengan pneumonia adalah napas cepat, sulit bernapas,
batuk, demam, menggigil, sakit kepala, nafsu makan hilang, dan mengi. Balita
dadanya bergerak naik turun dengan cepat atau tertarik ke dalam saat menarik
napas/inspirasi yang dikenal sebagai lower chest wall indrawing (tarikan dinding
dada bagian bawah ke dalam/TDDK). Gejala pada anak usia muda bisa berupa
17
kejang, kesadaran menurun, suhu turun (hipotermia), tidak bereaksi (letargi), dan
kesukaran bernapas atau pernapasan yang cepat, nyeri waktu inspirasi, malaise,
takipnea (tanda klinis yang sangat sensitif), tetapi mungkin dihubungkan dengan
asma), sering ditemukan suara pernapasan yang abnormal (rales) tetapi mungkin
juga tidak ditemukan tergantung pada jenis proses pneumonia, nafas yang
dangkal atau terputus-putus karena nyeri pada pleura, penurunan suara nafas
seperti jika frekuensi nafas 40 kali per menit atau lebih pada anak usia 1-5 tahun,
50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang 1 tahun dan 60
kali per menit atau lebih pada anak kurang 2 bulan, batuk setelah beberapa hari
sakit, mula-mula batuk kering kemudian batuk produktif, anak lebih sering tiduran
pada sebelah dada yang terinfeksi, pada auskultasi terdengar ronchi basah nyaring
kelompok umur > 2 bulan dan kelompok umur 2 bulan – 5 tahun. Pada kelompok
umur < 2 bulan, pneumonia diklasifikasikan menjadi pneumonia berat dan bukan
18
diklasifikasikan menjadi pneumonia berat, pneumonia, dan bukan pneumonia
a. Pneumonia Berat
apabila dari pemeriksaan ditemukan salah satu tanda bahaya yaitu kurang mau
minum, kejang, kesadaran menurun atau sukar dibangunkan, stridor pada waktu
anak tenang, wheezing dan demam atau terlalu dingin. Selain itu diklasifikasikan
dada bagian bawah ke dalam yang kuat (TDDK kuat) dan adanya napas cepat (60
b. Bukan Pneumonia
apabila dari pemeriksaan tidak ada TDDK kuat dan tidak ada napas cepat
a. Pneumonia Berat
pneumonia berat apabila dari pemerikasaan ditemukan salah satu tanda bahaya,
yaitu tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun atau sukar dibangunkan,
19
stridor pada waktu anak tenang, gizi buruk, dan ada tarikan dinding dada bagian
b. Pneumonia
tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam, adanya napas cepat (50 kali/menit
atau lebih pada anak umur 2 - <12 bulan dan 40 kali/menit atau lebih pada umur
c. Bukan Pneumonia
batuk bukan pneumonia apabila hasil pemeriksaan tidak ada tarikan dinding dada
bagian bawah ke dalam dan tidak ada napas cepat (kurang dari 50 kali/menit pada
anak umur 2 - <12 bulan dan kurang dari 40 kali/menit pada umur 12 bulan - <5
balita sakit tersebut dan konseling yang diberikan (Kementrian Kesehatan RI,
2015).
pelayanan balita yang terintegrasi atau terpadu di unit rawat jalan fasilitas
20
pelayanan kesehatan dasar, seperti puskesmas, pustu, polindes atau poskesdes
Sekitar 70% kematian balita disebabkan oleh pneumonia, diare, malaria, campak
kesehatan dasar dengan salah satu kondisi diatas, dan sering ditemukan gejala
Sasaran MTBS adalah anak umur 0-5 tahun dan dibagi menjadi dua
kelompok sasaran, yaitu: a. kelompok usia 1 hari sampai 2 bulan (usia < 2 bulan)
sakit yang mucul pada anak usia 2 bulan 5 tahun dengan cara
anaknya.
21
Tanda bahaya umum pada anak sakit meliputi (Kementrian Keseharan RI, 2018).
Anak menunjukan tanda “tidak bisa minum atau menetek” jika anak
terlalu lemah untuk minum atau tidak bisa menghisap atau menelan
Anak yang sama sekali tidak bisa menelan apapun, mempunyai tanda
a. Anak kejang
b. Pada saat kejang, lengan dan kaki anak menjadi kaku karena ototototnya
berkontraksi.
Anak yang letargis atau tidak sadar sulit dibangunkan seperti biasanya,
anaknya yang terdiri atas: batuk dan sukar bernafas, diare, demam,
22
4. Menilai masalah atau keluhan lain yang dihadapi anak (Kementrian Keseharan
RI, 2018).
Penilaian dan klasifikasi untuk anak dengan keluhan utama batuk dan
infeksi saluran pernafasan yang berat lainnya. Penilaian anak yang batuk
Anak dengan batuk atau sukar bernafas selama lebih dari 30 hari
lajur:
berat.
23
di rumah. Ada tiga kemungkinan klasifikasi bagi anak dengan
b. Nafas cepat
frekuensi nafas dalam 1 menit. Batas nafas cepat tergantung pada umur
anak. Batas frekuensi nafas cepat pada usia anak 2 bulan - < 1 tahun
adalah ≥ 50 kali per menit, dan untuk anak usia 1 - < 5 tahun adalah ≥ 40
Anak dikatakan mengalami tarikan dinding dada ke dalam jika dinding dada
bagian bawah masuk kedalam saat anak menarik napas. Karena pada pernafasan
normal, seluruh dinding dada (atas dan bawah) dan perut bergerak keluar ketika
terlihat jelas dan berlangsung setiap waktu. Namun jika tarikan dinding dada ke
dalam hanya pada saat anak menangis atau diberi makan, maka tidak dikatakan
terdapat
Stridor adalah bunti yang kasar yang terdengar pada saat anak menarik
24
2018). Setelah dilakukan penilaian maka dilanjutkan dengan menentukan
Tabel 2.1 Klasifikasi Penyakit Dengan Gejala Batuk dan Sukar Bernapas
Gejala Klasifikasi
Ada tanda bahaya umum Pneumonia Berat
Tarikan dinding dada kedalam
Stridor napas cepat Pneumonia
Tidak ada tanda pneumonia berat Batuk bukan pneumonia
Sumber: Kementrian Keseharan RI (2018)
b.Menentukan tindakan dan memberi pengobatan
25
Tabel 2.2 Pemberian Antibiotik pada Pneumonia
Usia atau Bera Kotrimoksazol (trimetoprim +sulfametoksazol) beri Amoksilin beri 3 kali
Badan 2 kali sehari selama 5 hari sehari untuk 5 hari
Tabblet dewasa Tablet anak 20 Sirup per 5 ml Sirup 125 mg/ 5ml
80 mg Tmp + mg Tmp + 100 40 mg Tmp +
400 mg Smz mg Smz 200 mg Smz
2-4 bulan (4-<6 1/4 1 2,5 ml (0,5 5 ml (1 sendok takar)
kg) sendok takar)
4-12 bulan (6- 1/2 2 5 ml (1 sendok 10 ml (2 sendok takar)
<10 kg) takar)
1-<3 tahun (10- 1/4 2,5 7,5 ml (1,5 12,5 ml (2,5 sendok
<16 kg) sendok takar) takar)
3-<5 tahun (16- 1 3 10 ml (2 sendok 15 ml (3 sendok takar)
19kg) takar)
Sumber : Kementerian Kesehatan RI (2015)
Antibiotik pilihan kedua (Amoksilin) diberikan hanya apabila obat
berikan pelega tenggorokan dan pereda batuk, beri tahu ibu untuk
pada manajemen terpadu balita sakit umur 2 bulan - < 5 tahun umumnya adalah
sebagai berikut:
1. Konseling pemberian makan pada anak Pemberian konseling makan pada anaka
26
a) Melakukan evaluasi tentang cara memberikan makanan pada
kacang hijau.
27
hingga usia 11 bulan. Selain itu diberikan juga makanan selingan
ringan lainnya.
lainnya.
dimakan keluarga 3 kali sehari, yang terdiri atas: nasi, lauk pauk,
sayur, dan buah. Selain itu diberikan juga makanan selingan yang
28
j) Apabila anak tidak diberi makanan dengan baik selama sakit,
maka nasihati ibu untuk memberikan ASI lebih sering dan lebih lama serta
anak. Jika anak masih minum ASI, sebaiknya ibu dapat memberikan
ASI lebih sering dan lebih banyak selama menyusui. Selain itu ibu
klasifikasi berikut:
ataupun demam.
saat anak datang untuk kunjungan ulang (Kementrian Keseharan RI, 2018).
Pada waktu kunjungan ulang, petugas MTBS dapat menilai apakah anak
membaik
29
setelah diberikan obat atau tindakan lain sebelumnya. Beberapa anak
1. Jika ada tanda bahaya umum atau tarikan dinding dada kedalam, maka
anjurkan ibu untuk kembali dalam 2 hari (jika tidak ada obat pilihan
kedua atau jika anak menderita campak dalam 3 bulan terakhir maka
pemberian antibiotik hingga seluruhnya 5 hari. Dalam hsl ini, ibu harus
30
2.5 Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci.
komponen yaitu:
balita sakit.
berbasis masyarakat”.
tepat dari semua penyakit utama, memperkuat konseling dari pengasuh, dan
Terpadu Balita Sakit (MTBS) adalah dalam pengelolaan masalah penyakit anak di
tersebut meliputi intervensi pada kegiatan preventif dan kuratif dengan tujuan
31
untuk memperbaiki pelayanan di sarana pelayanan kesehatan dan pelayanan
pelayanan.
a) Diseminasi
b) Penyiapan Logistik
Balita sakit yang ditangani dengan pendekatan Manajemen Terpadu Balita Sakit
32
(MTBS). Tiap Puskesmas perlu memperkirakan kemampuannya mengenai
seberapa besar balita sakit yang akan ditangani pada saat awal penerapan dan
kapan akan dicapai cakupan 100% penerapan Manajemen Terpadu Balita Sakit
Sakit (MTBS).
(MTBS).
33
Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2PT). Dengan
2018)
dipengaruhi oleh presepsi konsumen (orang tua balita). Presepsi ini dapat
a. Keramahan
34
Keramahan adalah sikap yang menyenangkan dari petugas atau bidan
konsumen.
b. Komunikatif
yang dirasakan.
c. Responsi
d. Informatif
e. Suportif
dan kredibilitas.
35
B. Sarana Pendukung MTBS
tersebut meliputi:
disediakan untuk memeriksa balita yang sakit yang dilengkapi dengan peralatann
Nasihat Ibu perlu dilakukan untuk mempelancar pelayanan. Kartu Nasihat Ibu
diberikan dengan tujuan agar ibu pengasuh mudah dalam mengingat konseling
atau nasihat mengenai cara perawatan anak dan pemberian obat dirumah sesuai
3. Logistik
sakit. Obat obatan yang digunakan dalam penanganan balita sakit adalah obat
yang sudah lazim ada telah termasuk dalam Daftar Obat Esensial Nasional
36
c) Gelas, Sendok, dan Teko tempat air matang dan bersih untuk
membuat oralit.
f) Timbangan bayi.
g) Thermometer.
h) Kasa/kapas.
i) Pipa lambung.
C. Pendanaan
37
berbagai kegiatan tepat pada waktunya, serta pemakaian sumber sesuai
1998).
1998).
38
MTBS yang ada dan tercapainya angka cakupan sesuai dengan standar yang
telah ditentukan.
sama secara bebas dan terkait untuk mencapai sasaran kesatuan dalam suatu
situasi yang majemuk pula. Sistem sebagai metoda, apabila bagian-bagian atau
elemenelemen yang terhimpun dalam sistem membentuk suatu metoda yang dapat
dipakai sebagai alat dalam melakukan pekerjaan administrasi. Sistem adalah suatu
struktur konseptual yang terdiri dari fungsi-fungsi yang saling berhubungan yang
bekerja sebagai suatu unit organik untuk mencapai keluaran yang diinginkan
Dalam sistem terdapat bagian atau elemen yang saling berhubungan dan
ditetapkan.
39
3. Dalam melaksanakan tersebut, semuanya bekerjasama secara bebas namun
1. Masukan (input) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam
dan Metode.
MTBS.
4. Umpan balik (feed back) adalah kumpulan bagian atau elemen yang
40
5. Dampak (impact) adalah akibat yang dihasilkan keluaran suatu sistem.
2010).
PROSES OUPUT
INPUT SemuaPelaksanaan
balita Pneumonia dapat ditangani dengan pendekata
1. Sumberda Klasifikasi
ya
Manusia
Penatalaksana an
2. Sarana Monitoring pelaksanaan
dan Prasana
3. Biaya/Dana
4. Metode
5. SOP
41
BAB III
METODE PENELITIAN
untuk meneliti kondisi objek yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen)
2. Informan yang tergolong masih terlibat pada kegiatan yang sedang diteliti.
42
4. Informan yang cenderung tidak menyampaikan informasi hasil “kemasannya”
sendiri.
5. Informan yang mulanya tergolong cukup asing dengan peneliti sehingga lebih
Informan dalam penelitian ini terdiri dari Staf Kesehatan Dinas Kesehatan
Kota Padang, Kepala Puskesmas Ambacang, Petugas Puskesmas, dan orang tua
Informan
No Variabel Kepala Petugas Staf Orang
. Puskesmas Pelaksana Dinas tua
MTBS Kesehatan balita
di Puskesmas pneumonia
1. Input
1. Tenaga MTBS √ √ √ √
2. Sarana/prasarana √ √ √ √
3. Dana √ √ √
4. Metode √ √ √
5. SOP √ √ √
2. Process
1. Menilai dan √ √ √
membuat klasifikasi
2. Menentukan tindakan dan √ √ √
memberi pengobatan
43
3. Memberikan konseling kepada
ibu √ √ √
4. Memberikan pelayanan tindak
lanjut pada √ √ √
kunjungan ulang
3. Output
Semua balita sakit dengan gejala √ √ √ √
pneumonia dapat ditanganI dengan
pendekatan MTBS
Agar hasil penelitian yang dilakukan tersimpan dan terekam dengan baik,
maka dalam penelitian ini diperlukan bantuan alat-alat pengumpulan data yaitu:
objek penelitian.
2. Buku catatan yaitu buku yang digunakan untuk mencatat hasil percakapan
dengan informan.
yang lain.
44
3.5 Metode Pengumpulan Data
interview) secara semi standar atau tanya jawab terbuka terhadap informan.
kerja Puskesmas Ambacang. Alat bantu yang digunakan pada saat melakukan
wawancara mendalam (indepth interview) adalah tape recorder, buku catatan dan
Balita Sakit
d. Lima (5) Orang tua balita sakit dengan gejala pneumonia yang berobat ke
Puskesmas Ambacang.
Jumlah informan orang tua balita sakit pneumonia adalah 5 orang. Jika
45
kecil, kemudian jumlahnya besar. Maka peneliti mencari informan-informan
lain yang dipandang lebih tahu dan dapat melengkapi data yang diberikan
orang sebelumnya.
2). Observasi
mengamati individu atau kelompok secara langsung. Metode ini digunakan untuk
Ambacang.
data-data yang sudah tersedia. Telaah dokumen adalah teknik pengumpulan data
data puskesmas.
46
3.6 Pengolahan Data dan Analisis Data
Data yang terkumpul dalam penelitian ini diolah dengan cara sebagai
berikut :
pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang
telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah
diperlukan.
Setelah data direduksi, maka langkah berikutnya adalah display data. Dalam
penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat,
belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek
menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori
(Sugiyono, 2016).
isi, yaitu membandingkan hasil data yang telah dikelompokkan, dianalisis dengan
teori-teori yang ada pada tinjauan pustaka dan dilengkapi dengan telaah dokumen
47
serta observasi. Pembahasan dilakukan secara deskriptif terhadap data-data yang
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain, di luar data
itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.
1. Triangulasi Sumber
Balita Pneumonia.
2. Triangulasi Metode
data.
48
(Notoatmodjo, 2010). Kerangka konsep yang berjudul” Analisis Implementasi
Balita di Puskesmas Ambacang Tahun 2021” terdapat pada gambar di bawah ini.
masukan yang perlu disediakan atau harus tersedia untuk melaksanakan suatu
kegiatan atau proses. Input merupakan memegang peranan yang penting dalam
suatu sistem. Jika input tidak tersedia dengan baik, maka dapat menghambat
kegiatan yang terjadi dalam proses pada suatu sitem, bahkan dapat menghambat
kegiatan yang terjadi dalam proses pada suatu sistem, maka dapat menghambat
suatu sistem dalam mencapai sebuah tujuan (Febriawati, 2013). Dalam penelitian
yang menjadi input adalah sumberdaya manusia, sarana dan prasana, biaya/dana,
menilai anak batuk atau kesukaran bernapas, membuat klasifikas dan menentukan
49
rujukan, memberi konseling bagi ibu dan memberikan pelayanan tindakan lanjut
disebutkan apabila kedua penampilan ini tidak sesuai standar yang telah
pelayanan kesehatan yang bermutu (Azwar,2010). Pada output ini yang dimaksud
adalah sistem Manajeman Terpadu Balita Sakit (MTBS) dengan tujuan untuk
menganalisis sistem penerapan MTBS yang ada dan tercapainya angka cakupan
50
Ambacang Dinas Kesehatan 3. Telaah
Dokumen
51
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1.1 Geografis
dengan masukan dari berbagai pihak antara lain Kepala Dinas Kesehatan Kota
program puskesmas ini masih bekerja sama dengan Puskesmas Kuranji, karena 4
kelurahannya sebagai wilayah kerja Puskesmas Kuranji. Pada tahun 2020 menurut
+100° 23' 50.14" Lintang Utara dengan luas wilayah kerja Puskesmas Ambacang
sekitar 12 km2. Wilayah kerja Puskesmas Ambacang terdiri dari empat kelurahan
berbatasan dengan kecamatan dan kelurahan yang menjadi tanggung jawab selain
52
Barat : Wilayah kerja Puskesmas Nanggalo.
Kota Padang (± 8 km dari pusat kota) dapat terjangkau dengan kendaraan roda
dua atau roda empat pribadi maupun sarana angkutan umum berupa angkutan
4.1.2 Demografi
selama tahun 2020 adalah 53311 jiwa dengan distribusi sasaran sebagai berikut:
Tabel 4.1 Distribusi Sasaran Wilayah Kerja Puskesmas Ambacang tahun 2020
Total
Kelurahan Bayi Balita Bumil Bulin Bufas WUS PUS Lansia
Penduduk
Ps.Ambacang 334 1613 359 348 348 5527 3676 1406 19117
Anduring 258 1267 286 262 262 4415 2932 1127 15244
Lubuk Lintah 194 934 207 202 202 3216 2128 825 11065
Ampang 141 664 150 144 144 2302 1517 598 7885
Jumlah 927 4478 1002 956 956 15.460 10358 3956 53311
53
Dilihat dari golongan umur maka ada perbedaan pola penyakit berdasarkan
golongan umur sehingga sasaran dari setiap program puskesmas pun akan
adalah wanita usia subur yaitu sebanyak 15.460 orang sehingga program
kesehatan yang harus lebih diperhatikan adalah kesehatan reproduksi wanita tanpa
Tabel 4.2 Data Penduduk Wilayah Kerja Puskesmas Ambacang Tahun 2020
4.224 penduduk setiap satu kilometer perseginya. Angka ini menunjukkan bahwa
Ambacang selama 10 tahun terakhir dari 2010 (43.514 orang) sampai dengan
54
4.2.3 Sumberdaya Manusia
Sumber daya manusia dalam sistem kesehatan terdiri atas tenaga kesehatan
dan non kesehatan. Tenaga kesehatan merupakan orang yang mengabdikan diri
dalam bidang kesehatan. Tenaga kesehatan dan non kesehatan dalam memberikan
Tabel 4.3 Tenaga Kesehatan dan Non Kesehatan di Puskesmas Ambacang Tahun
2020
Status Pegawai Pendidikan Terakhir
Kontrak/
Sede
No Jenis Petugas honor/ S Jumlah
PNS PTT S1 D IV D III DI rajat
Voluter/ 2
SLTA
Sikarela
Dokter
1 4 - 1 - 5 - - - - 5
Umum
2 Dokter Gigi 3 - - 1 2 - - - - 3
Sarjana
3 2 - - 2 - - - - 2
Kesmas
4 Bidan 14 - 5 - - 2 16 1 - 19
5 Perawat 6 - 3 - 2 - 7 - - 9
6 Perawat Gigi 1 - - - - - 1 - - 1
7 Kesling 2 - - - - - 2 - - 2
8 Analis 1 - - - - - 1 - - 1
Epidemiologi
9 1 - - - 1 - - - - 1
(SKM)
10 Apoteker 1 - - - 1 - - - 1
Asisten
9 2 - - - - - 2 - - 2
Apoteker
Nutritionis
10 2 - - - 1 - 1 - - 2
(AKZI/SKM)
11 RR 3 - 2 - - - 3 - 2 5
12 Akuntansi - - 1 - - - 1 - - 1
13 Sopir 1 1 1
Cleaning
12 - - 2 - - - - - 2 2
service
Jumlah 42 - 15 1 14 2 35 0 5 57
55
Sumber daya tenaga kesehatan yang bertugas di Puskesmas Ambacang
secara kuantitatif sudah cukup memadai dengan rasio tenaga berdasarkan kategori
sebanyak 5 orang dengan rasio 1:53.311 jiwa, artinya 1 dokter melayani 10.662
orang. Angka tersebut sangat jauh dari ideal apabila dikaitkan dengan sistem
penduduk.
Puskesmas Ambacang saat ini telah memiliki sarana dan prasarana berupa
prasarana kendaraan roda empat dan roda dua telah mampu menjangkau
(posyandu), Unit Kesehatan Sekolah (UKS) dan Unit Kesehatan Gigi Sekolah
(UKGS) serta pembinaan Desa Siaga atau Pos Kesehatan Kelurahan (Poskeskel).
56
Tabel 4.4 Fasilitas Kesehatan Wilayah Kerja Puskesmas Ambacang Tahun 2020
Anduring - - 1 2 1 3
Ampang - - 1 1 2
Lubuk Lintah - 1 1 1 2
Jumlah 1 1 4 3 2 0 4 10
Sumber: Profil Puskesmas Ambacang Tahun 2020
posyandu untuk 100 balita atau lansia. Sebanyak 29 posyandu sewilayah kerja
57
Puskesmas Ambacang melayani total bayi 927 dan Anak balita sebanyak 4.478
orang sehingga 1 posyandu melayani 373 orang bayi/balita. Begitu juga untuk
posyandu lansia yang berjumlah 29 buah sedangkan jumlah total lansia sebanyak
3.956 orang yang artinya 1 posyandu lansia untuk 136 orang. Dari data tersebut
kepada informan yang terkait dengan tatalaksana Manajemen Terpadu Balita Sakit
sarana dan prasarana yang menunjang tatalaksana MTBS pneumonia balita serta
sebagai berikut:
58
Padang yang memiliki latar belakang kesehatan, Kepala Puskesmas
Ambacang dengan latar belakang DIII Kebidanan, dan lima orang tua yang
Komponen input terdiri dari tenaga MTBS, sarana dan prasarana, dana
sebagai bidan. Setiap hari bergilir 2 orang untuk melayani MTBS. Petugas sudah
cukup untuk melayani MTBS. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh informan:
59
“Penanggungjawab MTBS karena balita, kita sandingkan langsung dengan
sebanyak 1 kali yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Padang pada tahun
seluruh petugas MTBS Puskesmas Ambacang. Hal ini seperti diungkapkan oleh
informan:
“Petugas sudah dilatih 1 orang, 1 orang ini akan mensosialisasi ke semua teman-
temannya” (inf-1)
“Setahu saya benar benar pelatihan belum ada, cuma sebelumnya pernah ada
workshop 2 hari, bisa dianggap pelatihan awal, worshop 1 orang dari DKK,
mereka yang transfer ilmu ke kawan-kawannya” (inf-2)
“Yang dapat pelatihan dari neneng sendiri dulu bu, saya dulu nanti
disosialisasikan teman teman, dengan dokter dan pelaksana KIA. Pelatihan tahun
2019. Semenjak tahun 2007 sudah ada pelatihan, karena ada pemindahan,
pertukaran pemegang program, ada yang tetap dan tidak pegang program lagi”
(inf-3)
Hasil telaah dokumen berupa struktur organisasi pada laporan tahunan
60
dihadiri oleh seluruh petugas. Sosialisasi MTBS dilaksanakan oleh petugas yang
pasien yang sudah melakukan registrasi akan disuruh untuk langsung ke ruangan
PPI, jika tidak ada pasien lain maka bisa langsung dilayani, namun jika ada pasien
61
petugas MTBS Ambacang MTBS di pelatihan
di Puskesmas sudah pernah puskesmas, sebanyak satu
Ambacang mendapatkan kegiatan kali yaitu tahun
pelatihan sosialisasi 2019 dan
sebanyak satu MTBS disosialisasikan
kali di Dinas dilaksanakan ke selurh
Kesehatan Kota dalam sebuah petugas MTBS
Padang tahun pertemuan
2019. yang dihadiri
seluruh
petugas.
pelayanan MTBS satu ruangan program KIA. Ruangan untuk pemeriksaan MTBS
yang membawa balita sakit pada saat registrasi dan langsung diberi tahu untuk
menuju ruangan PPI (ruang belakang dekat Labor). Hal ini sesuai dengan
keterangan informan:
“Kita tidak punya ruangan khusus MTBS, kita bergabung dengan poli anak, jadi
di poli anak kita lakukan MTBS, juga digabung dengan pelaksanaan anak,
dengan dengan anak yang lain digabung “(inf-1)
“Puskesmas Ambacang ruangan kita sangat terbatas, memang keterbatasan
lahan, jadi layanan MTBS bergabung dengan layanan yang lain, dalam satu
ruangan, ada layanan imunisasi, dibatasi dengan sekat “(inf-2)
“Lokasi kita tidak memadai untuk ada khusus untuk poli MTBS, poli MTBS tidak
ada, kita bergabung dengan poli anak “(inf-3)
“Setelah pendaftaran, disuruh kebelakang, ada tempatnya, dekat labor, ada anak-
anak dan ibu hamil“(inf-4)
“Kebelakang, dekat labor” (inf-5)
62
“Daftar, ke tempat labor belakang, untuk anak-anak, tidak ada pasien lain” (inf-
6)
“ Ke belakang, dekat labor, ruangan anak-anak” (inf-7)
“Ke ruangan anak, anak-anak” (inf-8)
Sarana dan prasarana yang ada di Puskesmas Ambacang menurut
informan sebagian besar sudah mencukupi dan tidak ada kendala. Beberapa alat-
alat yang sudah tersedia seperti status, timbangan, stateskop, pengukur tensi,
thermometer dan Oksimetri. Namun masih ada prasarana yang belum lengkap
seperti sound timer (alat pengukur napas) yang sudah rusak. Pelaksanaan hitung
napas mengunakan sound timer digantikan dengan jam. Hal ini seperti
diungkapkan informan:
“Kalau untuk peralatan rasanya sudah cukup untuk Puskesmas, karena untuk
persyaratan tidak terlalu ribet pengadaan dan tidak terlalu mahal juga, bagan,
formulir, alat pemeriksaan pengukur suhu, penghitung napas, berat badan dan
tinggi anak, untuk anak demam turniken anak “(inf-1)
“Untuk sekarang kekurangannya sound timer, sound timer pernah dapat, cuma
seiring waktu karena barang dipakai, rusak, pemanfaatan jam dalam satu menit,
untuk oksimeter untuk menghitung saturasi, anak anak dengan sesak “(inf-2)
“Kalau untuk alat dari dinas juga pernah melengkapi dan kita Puskesmas juga
melengkapi, karena dipakai ada yang rusak“(inf-3)
“Diperiksa pakai bulat bulat (stateskop) “(inf-4)
“Dibuka baju, diperiksa pakai detak jantung“(inf-5)
“Alat telinga, suhu anak panas“(inf-6)
“Denyut (stateskop), diketiak, termoter, pernapasan dihitung pakai jam (inf-7)
Dari telaah dokumen tentang Permenkes no 75 tentang Pusat Kesehatan
Masyarakat bahwa terdapat standar ruangan, peralatan, dan obat-obatan.
Hasil observasi yang dilakukan selama penelitian dilakukan bahwa
pelayanan MTBS di Puskesmas belum memiliki ruangan khusus. Selanjutnya
observasi juga menunjukkan bahwa sarana dan prasarana hanya sound timer yang
tidak ada.
63
Tabel 4.7 Matriks Triangulasi Sarana dan Prasarana
Aspek yang Indepth Telaah
Observasi Kesimpulan
diteliti Interview Dokumen
Ketersediaan Puskesmas Permenkes No Hasil observasi Puskesmas
ruangan tempat Ambacang 75 tahun 2014 diketahui bahwa Ambacang
pelayanan belum tentang Pusat belum ada belum
MTBS memiliki Kesehatan ruangan khusus, memiliki
ruangan Masyarakat untuk pelayanan ruangan khusus
khusus yang MTBS memakai MTBS.
digunakan ruangan PPI
untuk (Penanggulangan
pelayanan Penyakit Infeksi)
MTBS.
Ketersediaan Sarana dan Permenkes No Sudah ada Sebagian
sarana dan prasaran yang 75 tahun 2014 :Tablet/sirup sarana dan
prasarana yang ada di tentang Pusat amoxilin, prasarana yang
ada di puskesmas Kesehatan tablet/sirup dimiliki untuk
Puskesmas sebagian besar Masyarakat kontrimoksazol, menunjang
Ambacang sudah tablet/sirup pelayanan
mencukupi, paracetamol, MTBS sudah
kecuali sound tablet mencukupi.
timer belum salbutamol,
ada. Tablet
fenobarbital,
suntikan
ampisilin, jarum
suntik,
kasa/kapas,
alcohol, cairan
infuse,
timbangan bayi,
alat penumbuk
obat, oksigen,
buku KIA,
formulir
pencatatan balita
sakit usia 2 bulan
– 5 tahun,
formulir
pencatatan balita
sakit usia kurang
2 bulan, dan
ruangan.
4.3.3 Dana
informan, diketahui bahwa sumber dan tatalaksana MTBS yang ada di Puskesmas
Ambacang berasal dari BOK, APBD, dan BLUD yang dianggarkan oleh Dinas
64
Kesehatan Kota Padang dan Puskesmas Ambacang. Berikut pernyataan beberapa
informan:
“Dana dari Dinas (APBD) untuk bagan, formulir, dari Dinas juga
mendistribusikan kesemua Puskesmas, ada yang dinas sendiri yang mencetak
dan yang ada dari Kemenkes “ inf -1
“Dana dari BOK, APBD dan BLUD” inf-2
“Puskesmas punya dana APBD, dan BOK juga” inf-3
Dana BOK adalah dana dari Pemerintah Pusat digunakan kunjungan
rumah pasien. Dana APBD digunakan untuk kunjungan ke rumah pasien. Dana
BLUD digunakan pencetakan formulir, bagan, dan leaflet jika terjadi kekurangan.
“ Untuk dalam gedung butuh formulir dari dana Dinas, kalau tidak mencukupi
dari dana BLUD kita, luar gedung kunjungan lapangan dari BOK, kunjungan
balita resiko tinggi pakai BOK, BLUD bisanya untuk cetak blanko “ inf-2
“BLUD untuk penyediaan blangko, bagan, BOK untuk pemantauan anak resiko
tinggi, termasuk pemantauan balita resiko tinggi adalah pneumonia” inf-3
Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan informan menyatakan
informan:
65
pendanaan MTBS termasuk ke dalam program KIA dan termasuk dalam kegiatan
KIA anak. Sumber pendanaan berasal dari BOK, APBD dan BLUD.
4.3.4 Metode
serta pedoman penerapan MTBS di puskesmas dan Bagan MTBS. Hal ini seperti
66
“Setiap ada Buku/Modul MTS terbaru dari Kemenkes langsung dsosialisasikan ke
seluruh Puskesmas Kota Padang, update terakhir tahun 2019 ada memasukkan
HIV pada balita, kita kasih bagan dari Kemeskes, ada formulir terbaru juga”inf-1
“Kalau Puskesmas ada bagan tahun 2015” inf-2
“Waktu Neneng pelatihan 2019, kita pakai buku terbaru 2015, bedanya dengan
2019, dimasukkan HIV” inf-3
Hasil telaah dokumen yang ada di ruangan MTBS sudah terdapat Modul
MTBS dan juga bagan MTBS yang dapat digunakan sebagai panduan oleh
MTBS di puskesmas pada balita dengan gejala batuk dan atau sesak napas. Bagan
67
4.3.5 SOP
SOP, petugas bekerja sesuai SOP yang ada. Hal ini seperti diungkapkan oleh
informan:
“Harus ada SOP, Setiap pelayan harus ada SOP, karena ada akreditasi” inf-1
“Karena kita Puskesmas Ambacang sudah ada Akreditasi, tentunya sudah punya
SOP, kita jalankan sesuai SOP” inf-2
“ Sejak akreditasi, sudah ada SOP, sejauh ini SOP, ada dikerjakan “ inf-3
Dari hasil telaah dokumen SOP sudah sesuai dengan Bagan yang
mempercayai keluhan ibu mengenai kondisi balitanya ketika datang. Lalu petugas
melihat kondisi balita dengan inspeksi langsung. Hal ini seperti diungkapkan oleh
informan:
68
“Pernah, monev ke Puskesmas, mengikuti kegian pelayanan, pasien yang masuk
mereka terlebih dahulu melakukan anamesa, kemudian dari anamesa, langsung
mengisi format MTBSnya, kemudian melakukan pemeriksaan fisik, contohnya
berat badan, tinggi, pemeriksaan suhu, dari anamesa, kalau ada yang batuk pilik
menghitung pernapasan anak, dengan menggunakan sound timer, pada saat
sekarang sudah banyak rusak, diganti jam tangan yang seconnya” inf -1.
“Ada ditanya keluhan”inf-4
“ Ditanya keluhan dan sesak napas” inf -5
“ Apakah keluhannya, apa penyakitnya, sudah berapa hari“ inf -7
“ Agak lambat, diberi pertanyaan, ditanya keluhan lainnya” in-8
Petugas MTBS dalam membuat klasifikasi pada balita dengan keluhan
batuk atau sesak napas berarti petugas membuat keputusan keparahannya, apakah
Pneumonia ditandai dengan adanya tarikan dinding ke dalam, lalu dilihat dari
frekuensi napasnya, jika melebihi normal baru dikatakan pneumonia, kalau masih
dibawah berarti batuk bukan pneumonia. Hal ini seperti yang diungkapkan
informan:
“Dari menghitung napas tersebut, nantinya akan berpatokan dari bagan yang
ada sesuai usia anak, apakah batuk bukan pneumonia, pneumonia, atau
pneumonia berat“Inf-1
“Pertama kita yang klasifikasikan dari umur dulu ya bu, kita lihat dulu dari
bayi, atau balita dibawah 1 tahun atau balita diatas 1 tahun, dari situ dulu kita
lihat tanda-tanda bahaya, kalau memang ada tanda bahaya, kalau berdasarkan
MTBS kita rujuk, kalau tidak ada tanda bahaya, baru kita lanjutkan. Setelah kita
lengkapi indentitas semua, baru kita lakukan pemeriksaan, kita periksa suhu,
napas, bayi biasanya disuruh nyusu sama ibunya, saat nyusu kita hitung
napasnya, kalau kita mengikuti panduan MTBS, lebih dari satu saja dari napas
bayi atau balita normal, sudah termasuk pnemonia, kita perlu bantuan dari sound
timer atau jam. Setelah itu kita perlu lihat bagan-bagan “inf 3
69
“ Di suruh tidur, dibuka baju dan diperiksa, pakai bulat-bulat, dilihat jam, hitung
napas, diketik juga diperiksa” inf-4
“ Diperiksa nya napas anak, denyut jantung, paru-paru, suhu” inf -5
“ Diperiksa anak, ditimbang berat badan, detak jantung, dihitung napas, pakai
alat, dilihat jamnya” inf-6
“Dihitung napasnya, diukur suhu badan, diterangkan penyakitnya “ inf -7
“Alat yang dipakai stetoskop, pengukur suhu, denyut nadi, pernapasan, baju
diangkat diatas, dilihat perutnya, dihitung pakai jam, napas agak sesak, agak
cepat” inf-8
Hasil telaah Bagan MTBS menilai balita sakit dengan gejala pneumonia
dilakukan dengan cara menanyakan kepada ibu sudah berapa lama balita
mengalami gejala batuk dan sukar bernapas, kemudian menghitung napas balita
dalam satu menit, lihat apakah ada tarikan dindin dada ke dalam, dengan apakah
ada wheezing dan stridor. Untuk anak usia 2 bulan – 12 bulan dikatakan napas
cepat apabila 50 kali atau lebih permenit, dan untuk anak usia 12 bulan - <5 tahun
dibagi menjadi 3 kelas, yaitu pneumonia berat, pneumonia dan batuk bukan
dalam atau saturasi oksigen <90%. Pneumonia ditandai dengan napas cepat dan
70
berapa lama
mengalami gejala
tesebut, menghitung
napas balita, melihat
tarikan dinding dada
ke dalam,
mendengar adanya
wheezing.
Proses klasifikasi Dalam membuat Hasil telaah Bagan Klasifikasi balita
balita sakit dengan klasifikasi MTBS, klasifikasi sakit dengan gejala
gejala batuk atau pneumonia, dasar balita dengan gejala pneumonia sudah
sesak napas petugas adalah pneumonia dibagi sesuai dengan
menghitung jumlah menjadi tiga kelas Bagan MTBS.
tarikan napas yaitu pneumonia
berat, pneumonia
dan batuk bukan
pneumonia.
bahwa tindakan yang dapat diberikan pada balita sakit dengan gejala pneumonia
maka petugas dapat memberikan obat sesuai yang dianjurkan oleh Bagan MTBS
berupa dalam bentuk puyer dan sirup. Hal ini seperti diungkapkan oleh informan:
balita sakit. Menurut informan yang memberikan resep untuk balita sakit adalah
71
“Yang memberikan resep adalah dokter” inf-1
“Yang memberi resep dokter”inf-3
Hasil telaah Bagan MTBS menunjukan bahwa tindakan yang dapat
diberikan kepada balita sakit dengan pneumonia berat bisa dengan memberikan
oksigen maksimal 2-3 liter permenit, dan dengan member dosis pertama antibiotik
yang sesuai lalu rujuk segera. Pada balita yang didiagnosis pneumonia dapat
diberikan amoksilin 2x sehari selama tiga hari atau antibiotik serta obat pereda
batuk yang aman dan untuk batuk bukan pneumonia bisa dengan memberi pereda
di Apotek. Hasil telaah menyatakan bahwa resep adalah permintaan tertulis dari
dokter, atau dokter gigi kepada apoteker baik dalam bentuk paper maupun
electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan
yang berlaku.
72
pereda tenggorokan
dan pereda batuk
yang aman.
Petugas yang Pemberian resep Hasil telaah Pemberian resep
memberikan resep dilakukan oleh Permenkes RI No. obat kepada balita
untuk balita. dokter 35 tahun 2014 sakit di Puskesmas
tentang Standar Ambacang
Pelayanan dilakukan oleh
Kefarmasian di dokter sesuai
Apotek bahwa yang Permenkes No. 35
memberi resep tahun 2014
adalah dokter atau
dokter gigi.
ibu yang membawa balita sakit dengan keluhan batuk dan sukar bernapas berupa
informasi untuk menjaga kesehatan balita untuk memberikan balita makanan yang
bergizi dan rajin makan sayur. Petugas menyuruh menghindari balita untuk tidak
jajan sembarangan, makan coklat, ciki-ciki, makan berminyak dan es krim. Hal itu
“Katanya perawat disuruh rajin makan bergizi, rajin makan sayur, jangan jajan
sebarangan, seperti makan coklat dan ciki-ciki”inf-4
“Makan yang berzi, tidak boleh makan ciki-ciki”inf-5
“Ada disuruh makan gizi”inf-6
“Jangan dikasih makan yang berminyak dulu “inf-6
“Ada penyuluhan, tidak boleh makan coklat, tidak boleh makan es krim, yang
berminyak, kasih makanan yang bergizi “inf-7
Hasil telaah Bagan MTBS konseling pemberian makan kepada ibu
dilakukan dengan cara menanyakan terlebih dahulu bagaimana cara ibu memberi
makan anak, lalu kemudian bandingkan jawaban ibu tersebut dengan anjuran
makan untuk anak sehat maupun sakit. Pemberian anjuran makan untuk anak
73
sehat maupun sakit dibedakan berdasarkan umur anak. Ibu juga dinasehati untuk
memberikan cairan selama anak sakit. Selain itu pada konseling makan ini ibu
dinasehati untuk mencuci tangan dengan sabun sebelum menyiapkan makan anak,
yang tajam, zat pengawet dan pewarna, serta juga menggunakan peralatan masak
74
anaknya kembali ke puskesmas setelah dua hari minum obat. Hal ini seperti yang
diungkapkan informan :
“Didalam protap MTBS, kan setiap balita yang berkunjung, setelah mendapat
pelayanan kan harus ada kunjungan ulang” inf-1
“ Di MTBS ada aturan kembali, khususnya pneumonia 2 hari lagi” inf-3
“ Ada disuruh balik lagi inf-4
“ Kalau masih batuk balik lagi iya”inf-5
“ Waktu sudah pulang, disuruh balik lagi”inf-6
“Dalam minum obat tidak ada angsuran, balik lagi iya”inf-7
“ Kalau penyakitnya belum sembuh, disuruh balik lagi”inf-7
tidak, ibu balita jarang untuk melakukan kunjungan ulang. Hal ini dikarenakan ibu
merasa anaknya sudah sembuh dan tidak perlu diobat lagi. Hal ini seperti
disampaikan informan :
“ Kalau begini sudah sembuh, jadi tidak balik balik lagi, obatnya cocok “ inf-4
“ Tidak pernah kunjungan ulang karena sudah sembuh” inf-5
“ Sudah sembuh” inf 6
“Tidak balik lagi” inf 7
“ Tidak ada kunjungan ulang” inf-8
Kunjungan ulang yang dilakukan ibu sebenarnya memantau bagaimana
perbaikan, sama saja atau makin parah. Jika diketahui kondisinya bahaya petugas
bisa memberikan merujuk ke rumah sakit. Hal ini seperti diungkapkan informan :
“Kalau ada yang bahaya harus dirujuk, dalam formulir juga ada, jadi setiap
petugas akan memberikan konsuling kapan, si ibu membawa kembali berobat,
75
begitu juga yang sudah dirujuk, untuk kontrol ulangnya kan kembali ke
Puskesmas juga ” in-1
Hasil telaah Bagan MTBS menunjukkan untuk balita yang menderita
kunjungan ulang tergantung bagaimana kondisi balita saat itu, balita yang kembali
dengan frekuensi napas atau nafsu makan balita tidak menunjukan perbaikan atau
lebih buruk maka rujuk segera, namun jika napas melambat dan nafsu makan
76
membawa lebih buruk
balitanya maka rujuk
kunjungan segera, namun
ulang karena jika napas
sudah sembuh melambat dan
nafsu makan
membaik,
lanjutkan
pemberian
antibiotik
hingga
seluruhnya lima
hari.
diberikan kepada seluruh balita sakit dengan gejala pneumonia. Hal ini seperti
“Harusnya, iya, makanya pada saat amanesa ada batuk dan kesukaran
bernapas, kita harus hitung napas, semua harus hitung napas” inf-1
“Semua balita gejala batuk dan sukar bernapas dapat ditangani dengan MTBS
pnemonia” Inf-2
“Sejak 2018, semua datang ke Puskesmas ditangani dengan MTBS” inf-3
Hasil telaah Dokumen dari buku status dan formulir pencatatan balita sakit,
Sumatera barat dapat diketahui bahwa kunjungan balita sakit dengan gejala batuk
dan sukar bernapas di Puskesmas Ambacang sampai bulan Agustus tahun 2021
77
Tabel 4.15 Matriks Triangulasi Output
78
BAB V PEMBAHASAN
pelayanan berjumlah 14 orang yang berprofesi sebagai bidan. Tenaga medis yang
khusus untuk pelayanan MTBS belum ada. Penanggung jawab kegiatan MTBS di
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Putri (2018) tentang Analisis
Bidan merupakan salah satu SDM ujung tombak pelayanan KIA dan
79
Salah satu faktor keberhasilan suatu program adalah tersedianya sumber
daya manusia yang cukup, baik dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas.
SDM merupakan aset utama suatu organisasi yang menjadi perencana dan pelaku
aktif dari segi aktivitas organisasi (Sedarmayanti, 2009). Tenaga kesehatan dalam
bahaya umum, pemeriksaan batuk, diare, dan demam, pemeriksaan berat badan,
yang meliputi penentuan waktu merujuk, pemberian terapi antibiotika oral yang
memberikan pelayanan kepada pasien yang datang. Petugas MTBS yang ada pun
telah mendapatkan pelatihan dan sosialisasi MTBS. Hal ini sudah sejalan dengan
tipe pukesmas kawasan perkotaan, sesuai Permenkes 75 tahun 2014 standar dokter
seluruh pengelolala MTBS di Puskesmas Ambacang karena baru satu orang yang
80
dilatih. Pelatihan yang intensif sangat diperlukan untuk meningkatkan pelayanan
ibu-ibu yang datang membawa balita sakit dilayani di ruangan PPI. Sebagian
besar sarana dan prasarana yang dimiliki untuk menunjang pelayanan MTBS
sudah dilengkapi, namun masih ada alat yang belum tersedia di ruangan yaitu
sound timmer. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Wardani (2016)
Halmahera memadai dan dalam keadaan baik. Hal ini dikarenakan sudah adanya
dan prasarana yang ada di Puskesmas Belawan cukup tersedia, namun masih ada
MTBS belum terlaksana dengan baik. Adapun sarana dan prasarana yang sudah
81
Adapun sarana yang belum tersedia yaitu ruangan khusus untuk MTBS, KNI,
ISPA atau arloji dengan jarum detik, alat penghisap lender dan regulator oksigen.
dapat menunjang kelancaran suatu program. Fasilitas harus ada pada setiap
puskesmas dan harus dalam kondisi yang baik (ukurannya pasti) atau tidak rusak,
fasilitas harus ada pada setiap puskesmas untuk membantu para petugas
MTBS dan Kartu Nasehat Ibu (KNI) atau KIA (Kementrian Kesehatan, 2015).
bahaya fatal pneumonia dan juga membantu ibu untuk mengingat nasehat-nasehat
5.1.3 Dana
tidak ada dana khusus untuk MTBS tetapi bergabung dalam program KIA yang
berasal dari dana DAK, APBD dan BLUD. Penggunaan dana tersebut telah
Puskesmas Ambacang.
82
Hal ini senada dengan hasil penelitian Mansur (2017) tentang Evalusai
Wilayah Pesisir Jakarta Utara Tahun 2015 yang menyatakan bahwa dana yang
mendukung pelaksanaan MTBS di puskesmas tidak ada secara khusus dari Dinas
sehingga dananya berasal dari program yang bersangkutan yang berasal dari
Selatan oleh Putri (2018) bahwa sumber dana kegiatan MTBS termasuk dalam
program KIA yang berasal dari dana JKN dan BOK. JKN digunakan untuk
yang cukup. Penggunaan dana DAK, APBD dan BLUD yang tersedia juga sudah
5.1.4 Metode
menggunakan panduan berupa modul MTBS dan bagan MTBS tahun 2019.
83
Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Putri (2018)
yang ada di Puskesmas Tarusan menggunakan panduan berupa modul MTBS dan
puskesmas.
suatu kerangka berpikir menyusun gagasan, yang bertautan, terarah dan relevan
memeriksa balita sakit seusai materi MTBS maka dituangkan dalam bentuk
bagan. Petugas kesehatan dilatih untuk mudah mengerti langkah-langkah yang ada
dalam bagan tersebut. Setiap langkah dengan maksud tertentu dituangkan dalam
bagian tersebut dengan tanda khusus dalam kotak, baris dengan warna dasar
tertentu dan tulisan dengan huruf dicetak tebal (Kementrian Kesehatan, 2019).
tatalaksana MTBS kepada balita yang datang berobat. Sehingga pelayanan yang
5.1.5 SOP
Hasil penelitian menunjukkan bahwa SOP MTBS sudah ada dan sudah
84
Operasional prosedures (SOP) merupakan seperangkat petunjuk tertulis mengenai
oiperasional ini juga merupakan panduan kerja yang terstruktur sebagai pengukur
kinerja seta menunjukkan apa yang harus dilakukan, kapan hal tersebut dilakukan
administratif, misalnya layanan pasien rawat inap, pembeliah bahan habis pakai,
suatu pernyataan tentang mutu yang sangat di harapkan yaitu mengenai masukan,
melakukan penilaian proses pekerjaan, sarana pelatihan bagi staf baru sehingga
keluhan ibu balita tentang bagaimana kondisi balita, menanyakan sudah berapa
85
melihat adanya wheezing (suara bising seperti siulan atau tanda kesulitan waktu
anak mengeluarkan napas) dan stridor (bunyi khas yang terdengar pada saat anak
Penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Wira (2017) tentang
keluhan balita dan memeriksa tanda bahaya umum, namun petugas kesehatan
tidak memeriksa status gizi, sukar bernapas, imunisasi pada balita. Dari keluhan
keluhan lain sehingga petugas mampu mendiagnosa penyakit yang diderita oleh
balita.
wheezing dan stridor. Klasifikasi balita sakit dengan gejala pneumonia adalah
pneumonia berat, pneumonia dan batuk bukan pneumonia. Proses penilaian dan
86
memeriksa fisik balita dengan melihat dan mendengarkan pernapasan. Cara
memeriksa fisik yang digunakan adalah dengan mencari beberapa tanda klinik
ataupun pemeriksaan lainnya. Tanda klinik tersebut adalah: napas cepat, tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam (TDDK) dan suara napas tambahan
yang akan diambil oleh tenaga kesehatan dan bukan sebagai diagnosis spesifik
kasus pneumonia yaitu jenis kelamin, tingkat pendidikan, tatalaksana MTBS dan
87
penemuan kasus secara aktif dengan melakukan pelacakan kasus dan kunjungan
balita kepada ibu, lalu menanyakan sudah berapa lama mengalami gejala, apakah
disertai dahak, menghitung frekuensi napas, melihan adanya wheezing dan stridor,
dengan begitu informasi yang didapat petugas mengenai kondisi balita tidak
hanya dari penglihatan petugas saat di puskesmas saja, tapi juga bagaimana
kondisi balita sebelumnya. Penilaian yang baik juga berpengaruh pada klasifikasi
dilakukan petugas MTBS di Puskesmas Ambacang untuk balita sakit batuk dan
sukar bernapas bisa dengan dirujuk segera ke rumah sakit, diberi antibiotik dan
pereda batuk yang aman atau pelega tenggorokan atau pereda batuk yang aman.
Pemberian resep obat kepada balita sakit di Puskesmas Ambacang dilakukan oleh
dokter.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Putri (2018) bahwa Tindakan yang
dilakukan petugas MTBS di Puskesmas Tarusan untuk balita sakit batuk dan
sukar bernapas bisa dengan dirujuk segera ke rumah sakit, diberi antibiotik dan
pereda batuk yang aman atau pelega tenggorokan dan pereda batuk yang aman.
Pemberian resep obat kepada balita sakit di Puskesmas Tarusan dilakukan oleh
dokter dan juga petugas MTBS. Pemberian tindakan yang dilakukan petugas
88
sudah sesuai dengan bagan MTBS, namun untuk pemberian resep belum sesuai
jenis penyakit yang sudah ditentukan. Tindakan yang dilakukan yaitu merujuk
rujukan seperti mengajari ibu cara memberikan obat oral dirumah, mengajari ibu
dari dokter maupun dokter gigi, kepada apoteker, baik dalam bentuk paper
maupun electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai
peraturan yang berlaku. Resep merupakan permintaan tertulis dari dokter kepada
untuk pasien. Dokter harus menulis resep dengan jelas dan lengkap, jika resep
yang diterima apoteker tidak jelas dan lengkap maka isi resep harus
komunikasi. Sehingga saran yang sesuai dengan hasil penelitian adalah perlu
89
dilakukannya pemberian informasi dan edukasi yang holistik pada pasien dan
sakit sudah sesuai dengan peraturan yang ada. Pemberian resep oleh petugas
MTBS sudah sesuai dengan standar. Sesuai Permenkes No. 35 Tahun 2014 yang
menanyakan terlebih dahulu bagaimana cara ibu memberi makan dan cairan
sehingga petugas tidak tahu dimana letak kesalahan ibu saat memberi makan.
Cara pemberian obat yang dilakukan petugas apotek sudah baik namun untuk obat
Beberapa hal yang disampaikan kepada ibu yaitu cara pemberian obat di rumah,
menasehati ibu tentang cara pemberian makan pada anak dan menasehati ibu
90
menasehati ibu cara mengobati infeksi lokal di rumah tidak disampaikan oleh
disampaikan kepada ibu balita yaitu mengenai pemberian obat dan cara pemberian
makan di rumah.
diri, pembuatan keputusan dan memecahkan masalah. Selain itu konseling adalah
pertemuan dari hati ke hati antar manusia yang hasilnya sangat bergantung pada
dalam merubah sikap dan tingkah lakunya (Mulawarman, 2017). Dalam MTBS,
memberikan konseling bagi ibu harus dilakukan pada balita dengan klasifikasi
pneumonia dengan tindakan rawat jalan dan diberi antibiotik. Hal ini harus
kepada ibu belum maksimal. Hal ini terlihat nasehat yang diberikan masih
Karena tidak semua ibu mengetahui makanan yang bergizi yang dimaksud
petugas. Nasehat untuk meminumkan obat antibiotik sampai habis juga sudah
diberikan kepada ibu, namun petugas tidak menjelaskan bahaya tidak meminum
antibiotik sampai habis. Hal ini dirasa perlu karena ibu juga harus tahu bahaya
91
Pencegahan ISPA salah satunya adalah dengan edukasi manajemen
manajemen terpadu balita sakit untuk pencegahan ISPA pada balita meliputi
penyakit ISPA, perbaikan gizi penderita ISPA, tindakan dan pengobatan ISPA
(Atira, 2018).
kepada ibu balita. Konseling yang baik akan memberikan pemahaman yang baik
pula kepada ibu dalam menjaga balitanya, sehingga balita bisa terbebas dari
yang membawa balita sakit untuk melakukan kunjungan ulang 2 hari setelah
pengobatan untuk pneumonia dan 5 hari setelah pengobatan untuk batuk bukan
ulang. Tindak lanjut yang dilakukan petugas memeriksa kembali kondisi balita
Infeksi Saluran Pernapasan Akut di Puskesmas Belawan Kota Medan, setiap anak
harus kembali ke petugas kesehatan setelah dua hari untuk kunjungan ulang. Pada
kunjungan ulang dilhat keluhan balita, jika balita semakin parah petugas
memberikan antibiotik ke dua, jika balita keluhan sama maka dosis ditambah, jika
92
balita telah mendapatkan antibiotik dan tidak punya antibiotik lain yang sesuai
segera dirujuk dan jika antibiotik yang sama dan tidak sembuh maka pastikan ibu
pengetahuan, sikap ibu, motivasi ibu, biaya pengobatan, dukungan keluarga, dan
ulang pneumonia.
Ambacang masih belum mengingatkan semua ibu dengan balita yang berkunjung
untuk melakukan kunjungan ulang, sehingga tidak semua ibu dengan balita
pneumonia datang setelah 2 hari berobat. Ibu-ibu balita yang mendapat nasehat
untuk melakukan kunjungan ulang pun jarang yang datang karena beralasan
pun diharapkan proaktif dan mematuhi nasehat petugas MTBS, sehingga dapat
diketahui apakah kondisi balita membaik atau semakin memburuk. Hal ini dapat
93
5.3 Komponen Output
yang ada di Puskesmas Ambacang sudah diberikan kepada seluruh balita sakit
dengan gejala pneumonia. Sampai Bulan Juli tahun 2021 diketahui bahwa
kunjungan balita sakit dengan gejala batuk dan sukar bernapas berjumlah 290
Sejalan dengan penelitian Putri (2018) bahwa pelayanan MTBS yang ada
di Puskesmas Tarusan sudah diberikan kepada seluruh balita sakit dengan gejala
pneumonia. Selama tahun 2017 diketahui bahwa kunjungan balita sakit dengan
gejala batuk dan sukar bernapas berjumlah 156 orang balita dengan 72 kasus
ditemukan pneumonia. Ini berarti dapat dikatakan bahwa target pencapaian MTBS
adalah 100% yang artinya setiap balita sakit harus dilakukan pendekatan MTBS.
kunjungan balita sakit yang ditangani dengan pendekatan MTBS. Tiap puskesmas
akan ditangani pada saat awal penerapan dan kapan akan dicapai cakupan 100%
1. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit <10 orang per hari
2. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 10-25 orang per hari,
94
tahap awal dan setelah 3 bulan pertama diharapkan telah seluruh balita
3. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 21-50 orang per hari,
melayani balita sakit yang datang berobat semenjak tahun 2007. Pada tahun 2021,
MTBS pada seluruh balita yang datang berobat. Sesuai dengan acuan pentahapan
95
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
6.1.1 Komponen Input
1. Tatalaksana MTBS sudah diterapkan di Puskesmas Ambacang dengan
petugas berjumlah 14 orang yang sudah mahir. Tenaga yang khusus untuk
3. Sumber dana kegiatan MTBS termasuk dalam program KIA yang berasal
tahun 2019.
5. SOP Pelayanan tatalaksana MTBS sudah ada dan SOP sudah dijalankan
dengan baik.
bagan MTBS.
96
2. Tindakan yang dilakukan petugas MTBS di Puskesmas Ambacang untuk
balita sakit dengan gejala pneumonia dengan memberikan obat sesuai yang
dianjurkan oleh Bagan MTBS berupa dalam bentuk puyer dan sirup.
Pemberian resep obat kepada balita sakit dilakukan oleh dokter. Pemberian
tindakan yang dilakukan petugas dan pemberian obat sudah sesuai dengan
bagan MTBS.
obat yang dilakukan petugas apotek sudah baik namun untuk obat
4. Petugas sudah mengingatkan semua ibu yang membawa balita sakit untuk
kepada seluruh balita sakit dengan gejala pneumonia. Sampai bulan Juli tahun
2021 diketahui bahwa kunjungan balita sakit dengan gejala batuk dan sukar
6.2 Saran
97
2. Diharapkan Puskesmas Ambacang untuk :
nasehat ibu.
98
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff, H. dan H.A. Mukty. 2010. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga
University Press, Surabaya.
99
Kementrian Kesehatan RI. 2018. Modul Kalakarya Manajemen Terpadu Balita
Sakit di Puskesmas untuk Peserta Kalakarya. Kemenkes RI, Jakarta.
Kementrian Kesehatan RI. 2019. Buku Bagan MTBS. Kemenkes RI, Jakarta.
Mendri, NK dan Prayogi. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Anak Sakit dan
Bahaya Resiko Tinggi. Pustaka Baru Press, Yogyakarta.
Pohan, IS. 2007. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan: Dasar-Dasar Pengertian dan
Penerapan. Penerbit EGC, Jakarta.
Prasetyawati, AE. 2012. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Dalam Millenium
Development Goals (MDGs). Nuha Medika, Yogyakarta.
10
Puspitasari, D. dan L.Y. Hendrati. 2013. Evaluasi Pelaksanaan MTBS Pneumonia
di Puskesmas di Kabupaten Lumajang Tahun 2013. Jurnal Berkala
Epidemiologi 1 (2): 291-301.
Wibowo, SH. 2008. Analisis Manajemen Mutu MTBS Yang Terkait Dengan
Mutu Penerapan Kegiatan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
Puskesmas di Kabupaten Brebes. Program Pasca Sarjana Universitas
Diponegoro.
10
Lampiran 1 Checklist Observasi Tatalaksana MTBS Pneumonia Balita di
Puskesmas Ambacang Tahun 2020
10
r Alat penghisap lendir
s Spacer
t Formulir pencatatan balita
sakit usia 2 bulan-5 tahun
y Formulir pencatatan bayi
muda usia kurang dari dua
bulan
8 Sarana Pendukung
a Tempat Tidur
b Tempat pelayanan MTBS
c Pojon Gizi
d Imunisasi
e Laboratorium
d Pojok URO
e Farmasi
Sumber: Kementerian Kesehatan (2018)
10
INFORMAN 1
1. Pertanyaan Umum
10
(probing : apa saja sarana dan prasarana yang tersedia dan belum tersedia)
c. Pendanaan
1) Dari manakah sumber pendanaan pelaksanaan MTBS yang ada di
Puskesmas Ambacang?
(probing : sumber khusus seperti APBD atau dari dana operasional
puskesmas saja)
2) Untuk apa saja dana yang dialokasikan guna pelaksanaan MTBS
digunakan?
(probing : apa yang belum tercukupi dengan dana yang ada)
3) Apakah dana yang dimiliki sudah mencukupi kebutuhan pelaksanaan
MTBS?
(probing : sudah mencukupi atau belum, jika belum jelaskan cara
penanggulangannya)
d. Metode
1) Apakah panduan tatalaksana yang digunakan tenaga pelaksana MTBS di
Puskesmas Ambacang?
(probing : menggunakan bagan MTBS, update tahun 2015 atau yang
sebelumnya)
e. SOP
1) Apakah di Puskesma ini sudah melaksanakan SOP Pelayanan
MTBS? (probing: apakah sudah dikerjakan sesuai SOP)
3. Komponen Proses
1) Bagaimana cara petugas pelaksana MTBS dalam menilai balita sakit dengan
gejala pneumonia?
(probing : caranya dengan menanyakan umur balita terlebih dahulu,
mengecek tanda bahaya, mendengarkan suara tarikan napas balita, alat yang
digunakan untuk menilai balita sakit)
2) Bagaimana cara petugas pelaksana MTBS membuat klasifikasi balita sakit
dengan gejala pneumonia?
(probing : apa saja klasifikasi yang digunakan dan apa standar
pengklasifikasiannya, perbedaan klasifikasi bayi di bawah 12 bulan dengan
anak 1-5 tahun).
10
3) Bagaimana cara petugas pelaksana MTBS dalam memberikan tindakan dan
pengobatan balita sakit dengan gejala pneumonia?
(probing : sesuai atau tidak dengan klasifikasi, dan obat apa saja yang
diberikan)
4) Siapa yang memberikan resep kepada pasien?
(probing : tempat memberikan resep, cara memberikan resep)
5) Bagaimana cara petugas pelaksana MTBS dalam memberikan konseling
kepada ibu yang balitanya sakit dengan gejala pneumonia?
(probing : cara petugas mencontohkan, alat yang digunakan petugas
untuk mencontohkan, cara menasehati ibu)
6) Bagaimana cara petugas pelaksana MTBS dalam memberikan arahan
kepada ibu untuk melakukan rujukan ulang?
(probing : selalu diingatkan ketika akan pergi atau tidak)
7) Bagaimana cara petugas pelaksana MTBS dalam memberikan pelayanan
tindak lanjut pada kunjungan ulang?
(probing : menanyakan kembali kondisi anak dan mengecek secara
langsung)
8) Apa saja kendala yang dihadapi dalam proses pelaksanaan MTBS di
Puskesmas Ambacang?
9) Bagaimana tindakan bapak/ibu untuk meminimalisisr kendalayang ada
sehingga pelaksanaan MTBS bisa dioptimalkan?
(probing : apa saja tindakan, siapa saja yang ikut, kapan tindakan tersebut
diberikan)
4. Komponen Output
1) Apakah semua balita dengan gejala batuk dan sukar bernapas dapat
ditangani dengan pendekatan MTBS pneumonia balita sesuai standard?
(probing : sudah atau belum).
10
INFORMAN 2
1. Pertanyaan Umum
b. Sarana Prasarana
1) Apakah dalam pelayanan MTBS sudah dilengkapi dengan ruangan
khusus MTBS? (probing: sudah ada raungan MTBS)
2) Bagaimana sarana dan prasarana dalam melaksanakan MTBS di
Puskesmas Ambacang?
10
(probing : apa saja sarana dan prasarana yang tersedia dan belum
tersedia)
c. Pendanaan
1) Dari manakah sumber pendanaan pelaksanaan MTBS yang ada di
Puskesmas Ambacang?
(probing : sumber khusus seperti APBD atau dari dana operasional
puskesmas saja)
2) Untuk apa saja dana yang dialokasikan guna pelaksanaan MTBS
digunakan?
(probing : apa yang belum tercukupi dengan dana yang ada)
3) Apakah dana yang dimiliki sudah mencukupi kebutuhan pelaksanaan
MTBS?
(probing : sudah mencukupi atau belum, jika belum jelaskan cara
penanggulangannya)
d. Metode
1) Apakah panduan tatalaksana yang digunakan tenaga pelaksana MTBS di
Puskesmas Ambacang?
(probing : menggunakan bagan MTBS, update tahun 2015 atau yang
sebelumnya)
e. SOP
1) Apakah di Puskesma ini sudah melaksanakan SOP Pelayanan
MTBS? (probing: apakah sudah dikerjakan sesuai SOP)
3. Komponen Output
1) Apakah semua balita dengan gejala batuk dan sukar bernapas dapat
ditangani dengan pendekatan MTBS pneumonia balita sesuai standard?
(probing : sudah atau belum).
Sumber Panduan Wawancara Mendalam : Putri (2018) dan Dinas Kesehatan
Provinsi Sumatera Barat (2020)
10
INFORMAN 3
1. Pertanyaan Umum
10
(probing : apa saja sarana dan prasarana yang tersedia dan belum
tersedia)
c. Pendanaan
1) Dari manakah sumber pendanaan pelaksanaan MTBS yang ada di
Puskesmas Ambacang?
(probing : sumber khusus seperti APBD atau dari dana operasional
puskesmas saja)
2) Untuk apa saja dana yang dialokasikan guna pelaksanaan MTBS
digunakan?
(probing : apa yang belum tercukupi dengan dana yang ada)
3) Apakah dana yang dimiliki sudah mencukupi kebutuhan pelaksanaan
MTBS?
(probing : sudah mencukupi atau belum, jika belum jelaskan cara
penanggulangannya)
d. Metode
1) Apakah panduan tatalaksana yang digunakan tenaga pelaksana MTBS di
Puskesmas Ambacang?
(probing : menggunakan bagan MTBS, update tahun 2015 atau yang
sebelumnya).
e. SOP
1) Apakah di Puskesma ini sudah melaksanakan SOP Pelayanan
MTBS? (probing: apakah sudah dikerjakan sesuai SOP)
3. Komponen Proses
1) Bagaimana cara petugas pelaksana MTBS dalam menilai balita sakit
dengan gejala pneumonia?
(probing : caranya dengan menanyakan umur balita terlebih dahulu,
mengecek tanda bahaya, mendengarkan suara tarikan napas balita, alat
yang digunakan untuk menilai balita sakit)
2) Bagaimana cara petugas pelaksana MTBS membuat klasifikasi balita
sakit dengan gejala pneumonia?
11
(probing : apa saja klasifikasi yang digunakan dan apa standar
pengklasifikasiannya, perbedaan klasifikasi bayi di bawah 12 bulan
dengan anak 1-5 tahun).
3) Bagaimana cara petugas pelaksana MTBS dalam memberikan tindakan
dan pengobatan balita sakit dengan gejala pneumonia?
(probing : sesuai atau tidak dengan klasifikasi, dan obat apa saja yang
diberikan)
4) Siapa yang memberikan resep kepada pasien?
(probing : tempat memberikan resep, cara memberikan resep)
5) Bagaimana cara petugas pelaksana MTBS dalam memberikan konseling
kepada ibu yang balitanya sakit dengan gejala pneumonia?
(probing : cara petugas mencontohkan, alat yang digunakan petugas
untuk mencontohkan, cara menasehati ibu)
6) Bagaimana cara petugas pelaksana MTBS dalam memberikan arahan
kepada ibu untuk melakukan rujukan ulang?
(probing : selalu diingatkan ketika akan pergi atau tidak)
7) Bagaimana cara petugas pelaksana MTBS dalam memberikan pelayanan
tindak lanjut pada kunjungan ulang?
(probing : menanyakan kembali kondisi anak dan mengecek secara
langsung)
8) Apa saja kendala yang dihadapi dalam proses pelaksanaan MTBS di
Puskesmas Ambacang?
9) Bagaimana tindakan bapak/ibu untuk meminimalisisr kendala yang ada
sehingga pelaksanaan MTBS bisa dioptimalkan?
(probing : apa saja tindakan, siapa saja yang ikut, kapan tindakan tersebut
diberikan)
4. Komponen Output
1) Apakah semua balita dengan gejala batuk dan sukar bernapas dapat
ditangani dengan pendekatan MTBS pneumonia balita sesuai standard?
(probing : sudah atau belum).
11
INFORMAN 4
Nama :...............................................................................
Umur :...............................................................................
Jenis Kelamin :...............................................................................
Pendidikan Terakhir :...............................................................................
Tanggal wawancara :................................................................................
1. Pertanyaan Umum
11
4) Bagaimanakah cara petugas mengajari ibu memberikan obat kepada anak
sakit di rumah?
(probing : petugas mencontohkan terlebih dahulu bagaimana membuat
atau memberikan obat sebelum pulang)
5) Bagaimanakah petugas memberitahu ibu cara pencegahan pneumonia
balita?
(probing : apa saja upaya mencegah pneumonia balita yang disampaikan
petugas, sudah dimengerti ibu atau belum)
6) Apakah setelah ibu mendapatkan pelayanan terhadap balita sakit
pneumonia, ibu diwajibkan untuk melakukan kunjungan ulang?
(probing : berapa hari kunjungan ulang harus ibu lakukan setelah
kunjungan pertama)
7) Apa ibu selalu datang pada kunjungan ulang?
(probing : alasan kenapa tidak/datang)
8) Apakah pelayanan kunjungan ulang yang ibu dapatkan?
(probing : menilai dan klasifikasi anak kembali, apa diberi obat yang sama
atau diganti)
4. Komponen Output
1) Apakah anak ibu dengan gejala batuk dan sukar bernapas dapat ditangani
dengan pendekatan MTBS pneumonia balita sesuai standard?
(probing : sudah atau belum).
11
Lampiran 6 . Persetujuan Informan 1
11
Lampiran 7 . Persetujuan Informan 1
11
Lampiran 8 . Persetujuan Informan 2
11
Lampiran 9 . Persetujuan Informan 3
11
Lampiran 10 . Persetujuan Informan 5
11
Lampiran 11 . Persetujuan Informan 6
11
Lampiran 12 . Persetujuan Informan 7
12
Lampiran 13 . Persetujuan Informan 8
12
Lampiran 14. Surat Ijin Penelitian dari Dinas Kesehatan Kota Padang
12
Lampiran 15 : Foto Wawancara Informan
12
Gambar 7. Wawancara dengan Informan 4
12
Gambar 4. Wawancara dengan Informan 6
12
Gambar 6. Wawancara dengan Informan 8
12
Lampiran 16. Foto Sarana dan Prasarana
12