Anda di halaman 1dari 129

ANALISIS IMPLEMENTASI PENATALAKSANAAN

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT TERHADAP


TATALAKSANA PNEUMONIA BALITA DI PUSKESMAS
AMBACANG KOTA PADANG TAHUN 2021

SKRIPSI

OLEH

ELIZA
MARDI NIM
1803068

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN


MASYARAKAT STIKES SYEDZA SAINTIKA
PADANG
2021
ANALISIS IMPLEMENTASI PENATALAKSANAAN MANAJEMEN
TERPADU BALITA SAKIT TERHADAP TATALAKSANA
PNEUMONIA BALITA DI PUSKESMAS AMBACANG KOTA PADANG
TAHUN 2021

SKRIPSI

Diajukan Sebagai
Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana kesehatan Masyarakat

Oleh:

ELIZA MARDI
NIM 1803068

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


STIKES SYEDZA SAINTIKA PADANG
2021

ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN

Judul Skripsi :Analisis Implementasi Penatalaksanaan Manajemen


Terpadu Balita Sakit (MTBS) Terhadap
Tatalaksana Pneumonia Balita di Puskesmas
Ambacang Kota Padang Tahun 2021

Nama : Eliza Mardi


Prodi : S1 Kesehatan Masyarakat
NIM 1803068

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui dan dipertahankan di hadapan Tim
Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES SYEDZA
SAINTIKA Padang dan dinyatakan lulus pada tanggal.............

Komisi Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II

(Oktariyani Dasril, M.Kes ) (Annisa Novita Sary, M.Kes)

Mengetahui,
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan SYEDZA SAINTIKA Padang
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat
KETUA

(Drs. H. Hasrinal, Amd.Kep,MM )

1
LEMBARAN PENGESAHAN PEMBIMBING

Skripsi ini Telah Disetujui


Tanggal September 2021
Oleh

Pembimbing I Pembimbing II

(Oktariyani Dasril, M.Kes) (Annisa Novita Sary, M.Kes)

Mengetahui
Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat
STIKES SYEDZA SAINTIKA Padang

(Oktariyani Dasril, M.Kes )

2
PANITIA UJIAN SKRIPSI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

STIKES SYEDZA SAINTIKA PADANG

Pembimbing I Pembimbing II

(Oktariyani Dasril, M.Kes) (Annisa Novita Sary, M.Kes)

Penguji I

(Eliza Trisnadewi, MPH)

Penguji II

(Inge Angelia M.Pd)

3
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat ALLAH SWT atas segala rahmat dan

hidayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis

Implementasi Penatalaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Terhadap Tatalaksana Pneumonia Balita di Puskesmas Ambacang Kota

Padang Tahun 2021”. Shalawat serta salam untuk junjungan umat yakni Nabi

Muhammad SAW. Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya

kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Syamsul Amar, MS Ketua Yayasan Stikes Syedza

Saintika Padang.

2. Bapak Drs. H. Hasrinal, A.Md. Kep, MM Ketua Stikes Syedza

Saintika Padang.

3. Ibu Oktariyani Dasril, M.Kes sebagai Ketua Prodi Kesehatan

Masyarakat Stikes Syedza Saintika Padang.

4. Ibu Oktariyani Dasril, M.Kes sebagai Dosen Pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Ibu Annisa Novita Sary, M.Kes sebagai Dosen Pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.

6. Ibu Eliza Trisnadewi, MPH sebagai Penguji I yang telah meluang waktu

untuk memberikan arahan dalam penyusunan skripsi ini.

7. Ibu Inge Angelia M.Pd sebagai Penguji II yang telah meluang waktu untuk

memberikan arahan dalam penyusunan skripsi ini.

8. Bapak ibu dosen pengajar di STIKES SYEDZA SAINTIKA yang telah

banyak memberikan ilmu selama perkuliahan.

4
9. Ibu Kepala Puskesmas Ambacang dan Staf Puskesmas yang banyak

memberi informasi dan data penelitian.

10. Teristimewa kepada suami, anak anak dan keluarga besar yang saya cintai

yang telah memberikan semangat, dukungan dan doa yang tulus bagi

Penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

11. Rekan-rekan seperjuangan di NR 10 yang tidak bisa disebutkan satu

persatu.

Penulis telah berusaha untuk menyusun skripsi ini dengan sebaik

mungkin, namun penulis yakin masih terdapat banyak kekurangan, untuk

itu Penulis sangat mengharapkan kritikan serta saran dari pembaca

sehingga bisa mencapai kesempurnaan dan dapat bermanfaat bagi yang

memerlukannya.

Padang, September 2021

ELIZA MARDI

5
BAB. I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) merupakan salah satu penyakit

yang sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan terutama pada anak.

ISPA adalah infeksi akut yang menyerang asalah satu bagian/lebih dari

saluran napas mulai hidung sampai alveoli termasuk adneksanya (sinus,

rongga telinga tengah, pleura) (Kementrian Kesehatan RI, 2016). Pneumonia

adalah istilah umum untuk infeksi paru-paru yang dapat disebabkan oleh

berbagai kuman (virus, bakteri, jamur dan parasit)(Mendri dan Prayogi,

2017). ISPA mencakup saluran pernapasan bagian atas dan saluran

pernapasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa

saluran pernapasan. Salah satu ISPA bagian bawah yang berbahaya adalah

pneumonia.

Berdasarkan umur penderitanya, pneumonia diklasifikasikan menyerang

kelompok umur < 2 bulan dan kelompok umur 2 bulan – 5 tahun. Pada

kelompok umur < 2 bulan, pneumonia diklasifikasikan menjadi pneumonia

berat dan bukan pneumonia. Sedangkan pada kelompok umur 2 bulan – 5

tahun, pneumonia diklasifikasikan menjadi pneumonia berat, pneumonia, dan

bukan pneumonia (Kemenkes RI, 2015).

Infeksi Saluran Pernapasan Akut merupakan penyakit yang sering terjadi

pada anak. Insiden menurut kelompok umur Balita diperkirakan 0,29 episode

per anak/tahun di negara berkembang dan 0,05 episode per anak/tahun di

negara maju. Ini menunjukkan bahwa terdapat 156 juta episode baru di dunia

6
per tahun dimana 151 juta episode (96,7%) terjadi di negara berkembang.

Kasus terbanyak terjadi di India (43 juta), China (21 juta) dan Pakistan (10

juta) dan Banglades, Indonesia, Nigeria masing-masing 6 juta episode. Dari

semua kasus yang terjadidi masyarakat, 7-13% kasus berat dan memerlukan

perawatan rumah sakit. Episode batuk-pilek pada Balita merupakan salah

satu penyakit utama dengan kunjungan pasien di Puskesmas sebesar 40-6)%

dan kunjungan rumah sakit sebesar 15-30% (Kementrian Kesehatan RI,

2016).

Pneumonia adalah pembunuh utama balita di dunia, lebih banyak

dibandingkan dengan gabungan penyakit AIDS, malaria dan campak. Di

dunia setiap tahun diperkirakan lebih dari 2 juta balita meninggal karena

pneumonia (1 balita/20 detik) dari 9 juta total kematian balita. Diantara 5

kematian balita, 1 diantaranya disebabkan oleh pneumonia. Bahkan karena

besarnya kematian pneumonia ini, disebut sebagai pandemi yang terlupakan

atau “the forgotten pandemic”. Namun tidak banyak perhatian terhadap

penyakit ini, sehingga pneumonia disebut juga pembunuh balita yang

terlupakan atau “ the forgotten killer of children”. Di negara berkembang

60% kasus pneumonia disebabkan oleh bakteri, sementara di negara maju

umumnya disebabkan oleh virus (Kementrian Kesehatan RI, 2016).

World Health Organization (WHO) melaporkan 15 negara berkembang

dengan jumlah kematian terbanyak akibat pneumonia dengan jumlah

terbanyak berasal dari negara India sebanyak 158.176, diikuti Nigeria

diurutan kedua sebanyak 140.520 dan Pakistan diurutan ketiga sebanyak

7
62.782 kematian. Indonesia berada diurutan ketujuh dengan total 20.084

kematian (WHO, 2018).

Menteri Kesehatan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI

Nomor 25 Tahun 2014 tentang upaya kesehatan anak. Upaya kesehatan anak

adalah setiap kegiatan dan/ atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara

terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan

meningkatkan derajat kesehatan anak dalam bentuk pencegahan penyakit,

pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah, pemerintah

daerah dan / atau masyarakat yang dikenal dengan Manajemen Terpadu

Balita Sakit yang disingkat MTBS. MTBS adalah suatu pendekatan yang

terintegrasi/ terpadu dalam tatalaksana balita sakit dengan fokus kepada

kesehatan anak berusia 0-59 bulan secara menyeluruh di unit rawat jalan

fasilitas pelayanan kesehatan dasar (Kementrian Kesehatan RI, 2014). Data

pneumonia balita di Indonesia tahun 2017 sebanyak 513.638 kasus, tahun

2018 sebanyak 505.331 kasus dan tahun 2019 sebanyak 468.442 kasus

(Kementrian Kesehatan RI, 2020). Data penemuan kasus pneumonia balita

di Indonesia tahun 2019 sebanyak 468.442 kasus. Kasus pneumonia tertinggi

terjadi di Provinsi Jawa Barat (104.866 kasus), Jawa Timur (89.361 kasus),

Jawa Tengah (50.263 kasus) dan Sumatera Barat pada urutan ke 9 dengan

10.206 kasus (Kementrian Kesehatan RI, 2019).

MTBS telah bertahun-tahun diadaptasi di Indonesia, namun penggunaan

MTBS belum berjalan secara efektif dalam pelaksanaannya. Kondisi ini

dialami sebagian besar Puskesmas di Indonesia karena berbagai kendala

antara lain terbatasnya jumlah tenaga yang dilatih MTBS, perpindahan

8
tenaga, kurang lengkapnya sarana dan prasarana pendukung. Di seluruh

Indonesia, Puskesmas yang telah melaksanakan MTBS hingga akhir tahun

2009 sebesar 51,59%. Kriteria melaksanakan menangani balita sakit minimal

60% dari jumlah kunjungan balita sakit menggunakan modul MTBS

(Departemen Kesehatan RI, 2009).

Data Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2020 tentang

penemuan kasus pneumonia balita di 19 Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera

Barat bahwa Kota Padang mempunyai kasus terbanyak kedua setelah

Kabupaten Pesisir Selatan, dengan perincian Kabupaten Pesisir Selatan 920

kasus, Kota Padang sebesar 700 kasus, Kabupaten Solok 464 kasus,

Kabupaten Sijunjung 405 kasus dan Kabupaten Pasaman Barat sebanyak 367

kasus. Terjadi penurunan kasus pneumoni balita di Kota Padang Tahun 2019

sebanyak 3.578 kasus menjadi 700 kasus tahun 2020 (Dinas Kesehatan

Provinsi Sumatera Barat, 2020).

Data Dinas Kesehatan Kota Padang, kasus penumonia balita tahun

2018, kasus terbanyak terdapat di Puskesmas Pauh sebanyak 269 kasus,

Puskesmas Lubuk Kilangan 219 kasus, dan disusul di Puskesmas Andalas

sebanyak 228 kasus. Tahun 2019 data terbanyak kasus pneumonia di

Puskesmas Ambacang sebanyak 318 kasus, disusul di Puskesmas Lubuk

Begalung sebanyak 308 kasus, dan Puskesmas Pauh sebanyak 250 kasus.

Tahun 2020 data terbanyak kasus pneumonia di Puskesmas Ambacang 121

kasus, disusul Puskesmas Lubuk Begalung sebanyak 111 kasus, dan

Puskesmas Pauh sebanyak 63 kasus. Puskesmas Ambacang secara berturut-

turut selama 2 tahun terakhir dari tahun 2019-2020 mempunyai kasus

9
terbanyak kasus pneumonia balita (Dinas Kesehatan Kota Padang, 2020).

Data kasus terbanyak 2 tahun inilah yang menjadi salah satu pertimbangan

Penulis melakukan penelitian di Puskesmas Ambacang.

Penelitian sebelumnya Suparmi et al. (2018) tentang pelayanan

manajemen terpadu balita sakit (MTBS) pada Puskesmas di Regional Timur

Indonesia meliputi 20 kabupaten / kota dengan 20 puskesmas ditemukan

bahwa sebagian besar Puskesmas di Regional Timur Indonesia telah

menjalankan MTBS, namun hanya sebagian kecil saja yang melayani seluruh

balita sakit. Renadahnya kepatuhan petugas dalam tatalaksana dan pengisian

formulir MTBS di beberapa komponen pelayanan, serta kurang memadainya

fasilitas dan sarana prasarana pendukung menjadi faktor yang patut menjadi

perhatian penting dalam upaya mencapai keberhasilan penerapan MTBS di

Regional Timur Indonesia.

Penelitian Evaluasi Pelaksanaan MTBS Pneumonia di Puskesmas di

Kabupaten Lumajang Tahun 2013 oleh Puspitarini dan Hendrati (2013)

menjelaskan Input pelaksanaan MTBS Pneumonia mengalami kekurangan

dari tiap komponennya tetapi hal tersebut tidak menyebabkan pelaksanaan

program MTBS Pneumonia terhambat. Proses Pneumonia di Puskesmas

Padang sudah melalui kegiatan terintegrasi dengan menggabungkan upaya

pengobatan, pencegahan dan promosi dalam satu kegiatan berupa layanan

MTBS, sedang di Puskesmas Candipuro pelayanan MTBS belum terintegrasi

sesuai standar. Kepatuhan petugas memenuhi standar baik untuk Puskesmas

Padang dan kurang untuk Puskesmas Candipuro Output cakupan Balita

Pneumonia di Kabupaten Lumajang secara keseluruhan masih di bawah

10
target yang ditetapkan. Supervisi yang khusus untuk MTBS tidak ada, ini

berhubungan dengan terbatasnya sarana dan prasarana baik anggaran maupun

tenaga manusianya.

Penelitian Firdaus et al. (2013) menyebutkan bahwa pada Implimentasi

Program Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Wilayah

Kabupaten Pasuruan didapatkan hasil sosialisasi dan pelatihan program

MTBS sudah dilakukan kepada semua petugas. Materi yang disampaikan

memuat konsep umum MTBS, buku bagan, klasifikasi, pengobatan,

tatalaksana, konseling serta rujukan. Petugas yang melayani balita sakit

belum menunjang keberhasilan pencapaian tujuan MTBS oleh karena adanya

sistem rotasi kepegawaian maka belum semua petugas pelaksana telah

mendapatkan pelatihan MTBS. Jumlah petugas tidak sebanding dengan

jumlah balita sakit yang berkunjung. Semua kebutuhan operasional MTBS

dilakukan melalui pengajuan ke dinas, akan tetapi belum tentu semua bisa

realisasi. Belum adanya alokasi dana yang cukup serta proses keterlambatan

pencairan dana membuat Puskesmas sementara menggunakan dana swadaya

Puskesmas. Meskipun sudah tersedia SOP namun tidak semua petugas

menggunakannya dalam melayani MTBS. Sudah ada keseragaman petugas

dalam melakukan pencatatan dan pelaporan untuk kegiatan program MTBS.

Permasalahan Implementasi MTBS pneumonia balita sakit di Puskemas

Ambacang tahun 2020 adalah terdapat permasalahan Input, Proses dan Ouput

pada musim pademi Covid 19. Permasalahan Komponen Input pada tahun

2020 diantaranya Sumberdaya Manusia yaitu Dokter, Perawat dan Bidan

pada masa awal pendemi bulan April-Juni sangat terbatas melayani pasien.

11
Sarana APD yang masih terbatas dan sangat mahal. Juga pendanaan dari

Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kota Padang banyak mengalami

pemangkasan.

Permasalahan Komponen Proses berhubungan dengan pelayanan tenaga

kesehatan dengan pasien diantaranya adalah pemeriksaan kasus pneumonia

balita sebelum pademi covid 19 bisa kontak langsung untuk menghitung

napas antara dokter, perawat dan balita, sekarang pada masa pademi 19 sulit

dilakukan karena mengikuti protokol covid 19. Hal ini berakibat pasien tidak

terdeteksi sedini mungkin, karena hitung napas tidak bisa dilakukan. Sesuai

pedoman tatalaksana pneumonia balita yang dikeluarkan oleh Kementrian

Kesehatan Tahun 2018 bahwa setiap balita batuk yang berkunjung ke

Puskesmas harus dihitung napas. Hitung napas adalah salah satu untuk

menegakkan diagnosa penderita ISPA . Jika Masa pedemi Covid 19 ini tidak

bisa dilakukan hitung napas, bayi dengan batuk biasa, akan menjadi

pneumonia berat dan mengakibatkan kematian pada balita tersebut. Untuk itu

pentingnya tatalaksana yang baik dalam Implementasi Manajemen Terpadu

Balita Sakit di Tingkat Puskesmas.

Permasalahan ouput adalah pada masa awal pandemi Covid 19, pasien

yang berkunjung ke Puskesmas adalah pasien yang batuk dengan sesak

napas, tetapi dengan batuk dan pilek dianjurkan untuk minum obat batuk saja.

Banyak masyarakat yang takut ke pelayanan kesehatan sehingga kasus

pneumonia tahun 2020 di Puskesmas Ambacang menurun.

Berdasarkan wawancara awal dengan petugas Puskesmas Ambacang

Kota Padang MTBS sudah di mulai semenjak tahun 2014, namun

12
pelaksanaan belum maksimal karena tidak semua balita yang berkunjung ke

Puskesmas di berikan pelayanan MTBS. Terjadi penurunan kasus penemuan

pneumonia balita pada Tahun 2020 di karenakan pandemic covid-19 pada

tahun 2019 sebanyak 318 kasus menjadi 121 kasus pada tahun 2020.

Berdasarkan permasalahan diatas, penulis tertarik melakukan penelitian

tentang Analisis Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

terhadap Tatalaksana Peneumonia Balita di Puskesmas Ambacang Kota

Padang Tahun 2021.

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah pada penelitian adalah bagaimana Analisis

Implementasi Penatalaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

terhadap Tatalaksana Peneumonia Balita di Puskesmas Ambacang Tahun

2021.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah menganalisis Implementasi

Penatalaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) terhadap

Tatalaksana Peneumonia Balita di Puskesmas Ambacang Kota Padang Tahun

2021.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mendeskripsikan, mengidentifikasi dan menganalisis informasi mendalam

terkait masukan/input dari masukan/input dari Manajemen Terpadu Balita

Sakit (MTBS) terhadap Tatalaksana Peneumonia Balita di Puskesmas

13
Ambacang tahun 2021 meliputi tenaga MTBS, sarana prasarana, dana,

metode dan SOP dalam tatalaksana MTBS.

2. Mendeskripsikan, mengidentifikasi dan menganalisis informasi mendalam

terkait proses Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) terhadap Tatalaksana

Peneumonia Balita di Puskesmas Ambacang Tahun 2021 meliputi menilai

dan membuat klasifikasi balita dengan gejala batuk dan sukar bernapas,

menentukan tindakan dan memberikan pengobatan, memberi konseling

kepada ibu, memberikan pelayanan tindak lanjut pada kunjungan ulang ibu

dan balita dengan gejala batuk dan sukar bernapas.

3. Mendeskripsikan, mengidentifikasi dan menganalisis informasi mendalam

terkait keluaran/output dari Studi Implementasi Manajemen Terpadu Balita

Sakit (MTBS) terhadap Tatalaksana Peneumonia Balita di Puskesmas

Ambacang Tahun 2021.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Dinas Kota Padang

Bahan penilaian dan pertimbangan bagi Dinas Kota Padang dalam

menyelenggarakan Manajemen Terpadu Balita Sakit sehingga dapat

mengoptimalisasikan iput, proses, dan output dalam melaksanakan

Manajemen Terpadu Balita Sakit di Puskesmas.

2. Bagi Puskesmas Ambacang

Bahan penilaian dan pertimbangan dalam meningkatkan pelaksanaan

Manajemen Terpadu Balita Sakit di Puskesmas.

14
3. Bagi Stikes Syedza Saintika Padang

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan

bagi penelitian selanjutnya, yang akan meneliti tentang Manajemen Terpadu

Balita Sakit terhadap kejadian Pneumonia Balita di Puskesmas.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup pada penelitian ini yaitu Analisis Implementasi Manajemen

Terpadu Balita Sakit (MTBS) terhadap Tatalaksana Peneumonia Balita di

Puskesmas Ambacang Tahun 2021. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-

September 2021. Informan berasal dari staf Dinas Kesehatan Kota Padang, Kepala

Puskesmas Ambacang, petugas Puskesmas dan orang tua balita pneumonia.

Penelitian ini dilaksanakan dengan metode kualitatif dan analisis data

mengunakan metode triangulasi teknik dan triangulasi sumber. Penelitian ini

dilakukan karena adanya permasalahan pada komponen input, proses dan ouput

tatalaksana MTBS terhadap pneumonia balita di Puskesmas Ambacang pada

masa pandemi covid 19.

15
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pneumonia

Pneumonia adalah penyakit infeksi atau peradangan pada organ paru-paru

yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, ataupun parasit di mana pulmonary

alveolus (alveoli) yang bertanggung jawab menyerap oksigen dari atmosfer

menjadi “inflame” dan terisi oleh cairan. Pneumonia dapat juga disebabkan oleh

iritasi kimia atau fisik dari paru-paru atau sebagai akibat dari penyakit lainnya,

seperti kanker paru-paru atau terlalu banyak minum alkohol. Penyebab yang

paling sering adalah serangan bakteri Streptococcus pneumonia atau

pneumokokus (Suryo, 2010).

Definisi lain Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan

paruparu (alveoli). Paru-paru terdiri dari ribuan bronkhi yang masing-masing

terbagi lagi menjadi bronkhioli, yang tiap-tiap ujungnya berakhir pada alveoli. Di

dalam alveoli terdapat kapiler-kapiler darah dimana terjadi pertukaran oksigen dan

karbondioksida. Ketika seorang menderita pneumonia, nanah (pus) dan cairan

mengisi alveoli tersebut dan menyebabkan kesulitan penyerapan oksigen sehingga

terjadi kesukaran bernapas (Kementerian Kesehatan, 2015).

Pneumonia adalah penyakit yang menyerang paru-paru dan ditandai

dengan batuk dan kesukaran bernafas. Balita yang diserang pneumonia dan tidak

segera diobati dengan tepat akan mudah meninggal. Pneumonia suatu inflamasi

pada perynchema paru, pada umumnya pada masa anak digambarkan sebagai

broncho pneumonia (Maryunani, 2011).

16
Pneumonia masih menjadi salah satu masalah untuk anak di Indonesia.

Pneumonia adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman, baik virus,bakteri,

jamur, kurang gizi, daya tahan tubuh yang rendah, tidak minum ASI, lingkungan

yang dapat memudahkan terjadinya penyakit akut ini. Anak yang tertular bisa

mengidap penyakit radang paru bervariasi dari derajat ringan sampai berat, selain

itu manajemen layanan kesehatan yang kurang memadai juga turut mendukung

tingginya angka kematian pneumonia (Puspitasari dan Hendrati, 2013).

Pneumonia adalah keradangan paru dimana sinus terisi dengan cairan

radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam dinding

alveoli dan rongga interstisium. Pneumonia merupakan infeksi bakteri akut

ditandai dengan serangan mendadak dengan demam menggigil, nyeri pleural,

dyspnea, tachypnea, batuk produktif dengan dahak kemerahan serta lekositosis

(Alsagaff dan Mukty, 2010).

2.2 Gejala dan Tanda Pneumonia

Gejala pneumonia bervariasi tergantung pada umur penderita dan penyebab

infeksinya. Pneumonia karena infeksi bakteri biasanya menyebabkan anak sakit

berat mendadak dengan demam tinggi dan napas cepat. Infeksi karena virus

umumnya lebih gradual dan bisa memburuk setiap saat. Gejala - gejala yang

sering ditemui pada anak dengan pneumonia adalah napas cepat, sulit bernapas,

batuk, demam, menggigil, sakit kepala, nafsu makan hilang, dan mengi. Balita

yang menderita pneumonia berat bisa mengalami kesulitan bernafas, sehingga

dadanya bergerak naik turun dengan cepat atau tertarik ke dalam saat menarik

napas/inspirasi yang dikenal sebagai lower chest wall indrawing (tarikan dinding

dada bagian bawah ke dalam/TDDK). Gejala pada anak usia muda bisa berupa

17
kejang, kesadaran menurun, suhu turun (hipotermia), tidak bereaksi (letargi), dan

minum terganggu (Kartasasmita, 2010).

Tanda-tanda vital pada pneumonia adalah demam, menggigil, batuk,

kesukaran bernapas atau pernapasan yang cepat, nyeri waktu inspirasi, malaise,

takipnea (tanda klinis yang sangat sensitif), tetapi mungkin dihubungkan dengan

gangguan lainnya (misalnya diabetik ketoasidosis, benda asing bronkiolitis dan

asma), sering ditemukan suara pernapasan yang abnormal (rales) tetapi mungkin

juga tidak ditemukan tergantung pada jenis proses pneumonia, nafas yang

dangkal atau terputus-putus karena nyeri pada pleura, penurunan suara nafas

setempat perkusi yang pekak (Prasetyawati, 2012).

Tanda lain pneumonia adalah Suhu meningkatkan mendadak 39-

400C,kadang-kadang disertai kejang karena demam yang tinggi, pernapasan cepat

seperti jika frekuensi nafas 40 kali per menit atau lebih pada anak usia 1-5 tahun,

50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang 1 tahun dan 60

kali per menit atau lebih pada anak kurang 2 bulan, batuk setelah beberapa hari

sakit, mula-mula batuk kering kemudian batuk produktif, anak lebih sering tiduran

pada sebelah dada yang terinfeksi, pada auskultasi terdengar ronchi basah nyaring

halus dan sedang (Maryunani, 2012).

2.3 Klasifikasi Pneumonia Balita

Berdasarkan umur penderitanya, pneumonia diklasifikasikan menyerang

kelompok umur > 2 bulan dan kelompok umur 2 bulan – 5 tahun. Pada kelompok

umur < 2 bulan, pneumonia diklasifikasikan menjadi pneumonia berat dan bukan

pneumonia. Sedangkan pada kelompok umur 2 bulan – 5 tahun, pneumonia

18
diklasifikasikan menjadi pneumonia berat, pneumonia, dan bukan pneumonia

(Kementrian Kesehatan RI, 2015).

1. Kelompok umur > 2 bulan

a. Pneumonia Berat

Seorang balita berumur <2 bulan menderita penyakit pneumonia berat

apabila dari pemeriksaan ditemukan salah satu tanda bahaya yaitu kurang mau

minum, kejang, kesadaran menurun atau sukar dibangunkan, stridor pada waktu

anak tenang, wheezing dan demam atau terlalu dingin. Selain itu diklasifikasikan

menderita pneumonia berat apabila hasil pemeriksaan ditemukan tarikan dinding

dada bagian bawah ke dalam yang kuat (TDDK kuat) dan adanya napas cepat (60

kali/menit atau lebih).

b. Bukan Pneumonia

Seorang balita berumur <2 bulan yang diklasifikasikan menderita batuk

bukan pneumonia adalah balita yang menderita batuk pilek biasa

tanpa adanya tanda bahaya ataupun tanda pneumonia. Seorang bayi

berumur <2 bulan diklasifikasikan menderita batuk bukan pneumonia

apabila dari pemeriksaan tidak ada TDDK kuat dan tidak ada napas cepat

(frekuensi nafas kurang dari 60kali/menit).

2. Kelompok umur 2 bulan – 5 tahun

a. Pneumonia Berat

Seorang balita yang berumur 2 bulan – 5 tahun dikatakan menderita

pneumonia berat apabila dari pemerikasaan ditemukan salah satu tanda bahaya,

yaitu tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun atau sukar dibangunkan,

19
stridor pada waktu anak tenang, gizi buruk, dan ada tarikan dinding dada bagian

bawah ke dalam (TDDK).

b. Pneumonia

Seorang balita berumur 2 bulan - <5 tahun diklasifikasikan menderita

pneumonia apabila dari pemeriksaan ditemukan tanda-tanda seperti tidak ada

tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam, adanya napas cepat (50 kali/menit

atau lebih pada anak umur 2 - <12 bulan dan 40 kali/menit atau lebih pada umur

12 bulan - <5 tahun).

c. Bukan Pneumonia

Seorang balita berumur 2 bulan - <5 tahun diklasifikasikan menderita

batuk bukan pneumonia apabila hasil pemeriksaan tidak ada tarikan dinding dada

bagian bawah ke dalam dan tidak ada napas cepat (kurang dari 50 kali/menit pada

anak umur 2 - <12 bulan dan kurang dari 40 kali/menit pada umur 12 bulan - <5

tahun) (Kementrian Kesehatan RI, 2015).

2.4 Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau dalam bahasa inggris

yaitu Integrated Management Of Childhood Illness (IMCI) adalah suatu

manajemen melalui pendekatan teintegrasi/ terpadu dalam tatalaksana

balita sakit yang datang di pelayanan kesehatan, baik mengenai beberapa

klasifikasi penyakit, status gizi, status imunisasi, maupun penanganan

balita sakit tersebut dan konseling yang diberikan (Kementrian Kesehatan RI,

2015).

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) adalah suatu pendekatan

pelayanan balita yang terintegrasi atau terpadu di unit rawat jalan fasilitas

20
pelayanan kesehatan dasar, seperti puskesmas, pustu, polindes atau poskesdes

yang bertujuan untuk mengurangi kematian, kesakitan dan kecacatan balita.

Sekitar 70% kematian balita disebabkan oleh pneumonia, diare, malaria, campak

dan malnutrisi, dan MTBS menjelaskan tatalaksana penyakit-penyakit tersebut.

Disamping, lebih dari 75% ibu membawa anaknya ke fasilitas pelayanan

kesehatan dasar dengan salah satu kondisi diatas, dan sering ditemukan gejala

tumpang tindih (overlapping)(Kementrian Kesehatan RI, 2018).

2.4.1 Tata Laksana MTBS

Sasaran MTBS adalah anak umur 0-5 tahun dan dibagi menjadi dua

kelompok sasaran, yaitu: a. kelompok usia 1 hari sampai 2 bulan (usia < 2 bulan)

b. kelompok usia 2 bulan sampai 5 tahun.

Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) meliputi

beberapa langkah, dalam penanganan penyakit pneumonia, diare, malaria,

campak, dan malnutrisi pada balita. Berikut adalah penjelasan langkah-langkah

manajemen terpadu balita sakit:

Menilai dan membuat klasifikasi anak sakit

“Menilai anak” berarti melakukan penelian terhadap tanda dan gejala

sakit yang mucul pada anak usia 2 bulan 5 tahun dengan cara

anamnesis dan pemerikasaan fisik (Kementrian Keseharan RI, 2018). Proses

anamnesis dan pemeriksaan fisik tersebut dimulai dari:

1. Menanyakan umur anak.

2. Menanyakan kepada ibu mengenai masalah kesehatan yang dihadapi

anaknya.

3. Memeriksa tanda bahaya umum.

21
Tanda bahaya umum pada anak sakit meliputi (Kementrian Keseharan RI, 2018).

a. Anak tidak bisa minum atau menetek.

Anak menunjukan tanda “tidak bisa minum atau menetek” jika anak

terlalu lemah untuk minum atau tidak bisa menghisap atau menelan

apabila diberi minuman atau diteteki.

b. Anak selalu memutahkan semuanya

Anak yang sama sekali tidak bisa menelan apapun, mempunyai tanda

“memutahkan semuannya”. Apabila saja yang masuk (makan atau

cairan) akan dikeluarkan lagi. Apabila anak masih dapat menelan

sedikit cairan, tidak menunjukan tanda bahya umum:

a. Anak kejang

b. Pada saat kejang, lengan dan kaki anak menjadi kaku karena ototototnya

berkontraksi.

c. Anak letargis atau tidak sadar.

Anak yang letargis atau tidak sadar sulit dibangunkan seperti biasanya,

ia kelihatan mengantuk atau menatap hampa (pandangan kosong) dan

terlihat ia tidak memperlihatkan keadaan sekitarnya.

1. Menanyakan kepada ibu mengenai 4 keluhan utama yang dialami

anaknya yang terdiri atas: batuk dan sukar bernafas, diare, demam,

dan masalah telinga.

2. Memeriksa dan mengklasifikasi status gizi dan anemia.

3. Memeriksa status imunisasi dan pemberian vitamin A pada anak

dan menentukan apakah anak membutuhkan imunisasi dan atau

vitamin pada kunjungan tersebut.

22
4. Menilai masalah atau keluhan lain yang dihadapi anak (Kementrian Keseharan

RI, 2018).

Setelah melakukan penilaian tanda dan gejala yang muncul maka

dilanjutkan dengan membuat klasifikasi.“Membuat Klasifikasi” berarti

membuat sebuah keputusan mengenai kemungkinan penyakit atau masalah

serta tingkat keparahannya (Kementrian Keseharan RI, 2018).

Penilaian dan klasifikasi untuk anak dengan keluhan utama batuk dan

sukar bernafas adalah kemungkinan anak menderita pneumonia ataupun

infeksi saluran pernafasan yang berat lainnya. Penilaian anak yang batuk

atau sukar bernafas meliputi:

a) Sudah berapa lama anak batuk atau sukar bernafas.

Anak dengan batuk atau sukar bernafas selama lebih dari 30 hari

berarti anak menderita batuk kronis. Kemungkinan ini adalah tanda

TBC, asma, batuk rejan, pneumonia, atau penyakit lain. Klasifikasi

batuk atau sukar bernapas pada umumnya klasifikasi mempunyai tiga

lajur:

1. Klasifikasi pada lajur merah muda berarti anak memerlukan

perhatian dan harus segera dirujuk. Ini adalah klasifikasi yang

berat.

2. Klasifikasi pada lajur kuning berarti anak memerlukan tindakan

khusus, misalnya pemberian antibiotik, antimalaria, cairan dengan

pengawasan atau pengobatan lainnya.

3. Klasifikasi pada lajur hijau berarti anak tidak memerlukan tindakan

medis khusus, tenaga kesehatan mengajari ibu cara merawat anak

23
di rumah. Ada tiga kemungkinan klasifikasi bagi anak dengan

batuk atau sekedar bernapas.

b. Nafas cepat

Terjadinya nafas cepat pada anak yang diketahui dengan menghitung

frekuensi nafas dalam 1 menit. Batas nafas cepat tergantung pada umur

anak. Batas frekuensi nafas cepat pada usia anak 2 bulan - < 1 tahun

adalah ≥ 50 kali per menit, dan untuk anak usia 1 - < 5 tahun adalah ≥ 40

kali per menit.

c. Tarikan dinding kedalam

Anak dikatakan mengalami tarikan dinding dada ke dalam jika dinding dada

bagian bawah masuk kedalam saat anak menarik napas. Karena pada pernafasan

normal, seluruh dinding dada (atas dan bawah) dan perut bergerak keluar ketika

anak menarik nafas.Tarikan dinding dada kedalam dikatakan benar-benar ada

terlihat jelas dan berlangsung setiap waktu. Namun jika tarikan dinding dada ke

dalam hanya pada saat anak menangis atau diberi makan, maka tidak dikatakan

terdapat

tarikan dinding dada ke dalam.

d. Stridor pada anak yang tenang

Stridor adalah bunti yang kasar yang terdengar pada saat anak menarik

nafas. Stridor terjadi apabila ada pembengkakan pada laring, trakhea,

atau epiglotis, sehingga menyebabkan sumbatan yang menghalangi

masuknya udara kedalam paru dan mengancam jiwa anak. Stridor

berbeda dengan wheezing. Stridor terjadi pada saat menarik nafas,

namun wheezing terjadi saat menghembuskan napas (Kementrian Keseharan RI,

24
2018). Setelah dilakukan penilaian maka dilanjutkan dengan menentukan

klasifikasi penyakit. Ada 3 kemungkinan klasifikasi penyakit bagi anak

dengan gejala batuk dan sukar bernafas, yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.1 Klasifikasi Penyakit Dengan Gejala Batuk dan Sukar Bernapas
Gejala Klasifikasi
Ada tanda bahaya umum Pneumonia Berat
Tarikan dinding dada kedalam
Stridor napas cepat Pneumonia
Tidak ada tanda pneumonia berat Batuk bukan pneumonia
Sumber: Kementrian Keseharan RI (2018)
b.Menentukan tindakan dan memberi pengobatan

“Menentukan tindakan dan member pengobatan” berarti menentukan

tindakan dan member pengobatan di fasilitas kesehatan sesuai dengan

klasifikasi jenis penyakit yang sudah ditentukan (Kementrian Keseharan RI,

2018). Tindakan dan pengobatan yang dapat dilakukan pada masalah

pneumonia sesuai dengan manajemen terpadu balita sakit adalah apabila

didaptkan pneumonia berat atau penyakit sangat berat, maka tindakan

yang pertama adalah sebagai berikut:

1. Berikan Dosis pertama antibiotic

Pilihan pertama adalah kontrimoksazol dan pilihan kedua adalah

amoksilin dengan ketentuan dosis sebagaimana semestinya yang

tertera pada Tabel 2.2 berikut.

25
Tabel 2.2 Pemberian Antibiotik pada Pneumonia
Usia atau Bera Kotrimoksazol (trimetoprim +sulfametoksazol) beri Amoksilin beri 3 kali
Badan 2 kali sehari selama 5 hari sehari untuk 5 hari
Tabblet dewasa Tablet anak 20 Sirup per 5 ml Sirup 125 mg/ 5ml
80 mg Tmp + mg Tmp + 100 40 mg Tmp +
400 mg Smz mg Smz 200 mg Smz
2-4 bulan (4-<6 1/4 1 2,5 ml (0,5 5 ml (1 sendok takar)
kg) sendok takar)
4-12 bulan (6- 1/2 2 5 ml (1 sendok 10 ml (2 sendok takar)
<10 kg) takar)
1-<3 tahun (10- 1/4 2,5 7,5 ml (1,5 12,5 ml (2,5 sendok
<16 kg) sendok takar) takar)
3-<5 tahun (16- 1 3 10 ml (2 sendok 15 ml (3 sendok takar)
19kg) takar)
Sumber : Kementerian Kesehatan RI (2015)
Antibiotik pilihan kedua (Amoksilin) diberikan hanya apabila obat

pilihan pertama tidak tersedia atau apabila dengan obat pilihan

pertama tidak memberikan hasil yang membaik.

2. Melakukan rujukan segera

Apabila hanya ditemukan hasil klasifikasi pneumonia saja, tindakannya adalah

memberikan antibiotik yang sesuai selama 5 hari,

berikan pelega tenggorokan dan pereda batuk, beri tahu ibu untuk

melakukan kunjungan ulang setelah 2 hari. Sedangkan apabila hasil

klasifikasi ditemukan batuk dan bukan pneumonia, maka tindakan

yang dilakukan adalah pemberian pelega tenggorokan atau pereda

batuk yang aman, lakukan pemeriksaan lebih lanjut, dan beritahu

kapan harus segera kembali ke layanan kesehatan.

c. Memberikan konseling kepada ibu Pemberian konseling yang dapat dilakukan

pada manajemen terpadu balita sakit umur 2 bulan - < 5 tahun umumnya adalah

sebagai berikut:

1. Konseling pemberian makan pada anak Pemberian konseling makan pada anaka

dapat dilakukan sebagai berikut:

26
a) Melakukan evaluasi tentang cara memberikan makanan pada

anak dengan menanyakan berapa kali ibu menyusui dalam sehari,

apakah malam hari juga menyusui, apakah anak sudah diberi

makanan dan minuman tambahan. Apabila berat badan anak

sakit dibawah normal, dapat ditanyakan berapa banyak makanan atau

minuman yang diberikan pada anak, apakah sela sakit jenis

pola makan diubah.

b) Menganjurkan cara pemberian makan oleh ibu, yaitu sebagai

berikut:Usia 0-6 bulan caranya adalah dengan memberikan ASI

sesuai keinginan anak, paling sedikit 8 kali dan jangan diberi

makanan selain ASI.

c) Untuk usia 6 bulan caranya adalah memberikan ASI sesuai

dengan keinginan anak, paling sedikit 8 kali, berikan makanan

tambahan pendamping ASI 2 kali sehari sebnyak 2 sendok.

Makanan tambahan diberikan setelah pemberian ASI, makanan

pendamping ini dapat berupa bubur tim yang ditambah dengan

telur kuning/ayam/ikan/tempe/tahu/daging sapi/sayuran ataupun

kacang hijau.

d) Usia 6 bulan-12 bulan caranya adalah dengan memberikan ASI

sesui dengan keinginan anak, berikan bubur nasi yang bias

ditambah dengan makanan yang mengandung protein seperti

daging, ayam, ikan dan sayuran. Pemberian makanan dilakukan 3

kali dengan ketentuan pada usia 6 bulan diberikan 6 sendok

makan, usia 7 bulan, diberikan 7 sendok makan, dan seterusnya

27
hingga usia 11 bulan. Selain itu diberikan juga makanan selingan

2 kali sehari, sepeti bubur kacang hijau, biscuit, atau makanan

ringan lainnya.

e) Usia 12-24 bulan caranya adalah memberikan ASI sesuai dengan

keinginnanya anak dan memberikan nasi lembek ditambah

dengan telur/ ayam/ ikan/ tempe/ tahu/ daging sapi/ sayuran/

kacang hijau. Pemberian makanan dilakukan 3 kali sehari yang

juga disertai dengan pemberian makanan selingan 2 kali sehari,

seperti: bubur kacang hijau, pisang, biscuit, dan makanan ringan

lainnya.

f) Usia 2 tahun lebih caranya adalah memberikan makanan yang

dimakan keluarga 3 kali sehari, yang terdiri atas: nasi, lauk pauk,

sayur, dan buah. Selain itu diberikan juga makanan selingan yang

bergizi sebanyak 2 kali diantara jeda waktu makan pokok

g) Apabila bayi dengan usia< 4 bulan dan mendapatkan makanan

tambahan maka ibu diberikan saran dan motivasi bahwa ibu

mampu memproduksi ASI yang cukup sesuai kebutuhan anak

dan anjurakan untuk sesering mungkin memberikan ASI.

h) Apabila ibu menggunakan botol pemberian susu, maka ibu

dianjurkan untuk mengganti botol dengan gelas atau cangkir.

i) Apabila anak tidak mau makan, maka sebaiknya ibu diberi

nasehat agar membujuk anaknya supaya mau makan serta

mengamati makanan yang disukai anak dengan

mempertimbangkan tentang makanan yang diperbolehkan.

28
j) Apabila anak tidak diberi makanan dengan baik selama sakit,

maka nasihati ibu untuk memberikan ASI lebih sering dan lebih lama serta

memberikan makanan secara variasi dan diberikan

dalam porsi sedikit tapi sering.

2. Konseling pemberian cairan selama sakit.

Selama anak sakit, ibu dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan cairan

anak. Jika anak masih minum ASI, sebaiknya ibu dapat memberikan

ASI lebih sering dan lebih banyak selama menyusui. Selain itu ibu

bias meningkatkan kebutuhan cairan dengan memberikan kuah

sayur, air tajin, dan air putih.

3. Konseling kunjungan ulang

Pemberian konseling tentang kunjungan ulang yang harus dilakukan

pada ibu adalah apabila anak ditemukan tanda – tanda dari

klasifikasi berikut:

a) Dalam waktu yang ditentukan ibu harus segera membawa balita

tersebut ke petugas kesehatan.

b) Pada klasifikasi pneumonia lakukan kunjungan setelah 2 hari.

Begitu juga dengan klasifikasi disentri, malaria, DBD, campak,

ataupun demam.

d. Memberikan pelayanan tindak lanjut pada kunjungan ulang.

“Tindak lanjut” berarti menentukan tindakan dan pengobatan pada

saat anak datang untuk kunjungan ulang (Kementrian Keseharan RI, 2018).

Pada waktu kunjungan ulang, petugas MTBS dapat menilai apakah anak

membaik

29
setelah diberikan obat atau tindakan lain sebelumnya. Beberapa anak

mungkin tidak bereaksi dengan pemberian antibiotik tertentu, sehingga

diperlukan obat pilihan kedua.Langkah-langkah pada kunjungan

ulangberbeda dengan kunjungan pertama.Pengobatan yang diberikan,

biasanya juga berbeda pada waktu kunjungan yang pertama (Kementrian

Keseharan RI, 2018).

Pemberian pelayanan tindak lanjut biasanya diberikan pada anak

dengan masalah pneumonia, diare persisten, disentri, risiko malaria,

campak, DBD, masalah telinga, dan status gizi. Pelayanan

tindak lanjut untuk pneumonia dilakukan 2 hari setelah pemeriksaan awal

dengan klasifikasi pneumonia. Tindakan yang dilakukan saat kunjungan

ulang adalah sebagai berikut:

1. Jika ada tanda bahaya umum atau tarikan dinding dada kedalam, maka

beri 1 dosis antibiotik pilihan kedua atau suntikan kloramfenikol dan

segera lakukan rujukan.

2. Jika frekuensi napas atau nafsu makan anak tidak menunjuka

perbaikan, maka gantilah dengan antibiotik pilihan kedua atau

anjurkan ibu untuk kembali dalam 2 hari (jika tidak ada obat pilihan

kedua atau jika anak menderita campak dalam 3 bulan terakhir maka

segera lakukan rujukan).

3. Jika napas melambat, atau nafsu makannya membaik maka lanjutkan

pemberian antibiotik hingga seluruhnya 5 hari. Dalam hsl ini, ibu harus

mengerti pentingnya menghabiskan obat tersebut walaupun keadaan

anak membaik (Kementerian Kesehatan, 2015)

30
2.5 Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Arti implementasi menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah

pelaksanaan atau penerapan. Implementasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan

dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci.

Implementasi biasanya dilakukan setelah perencanaan sudah dianggap sempurna.

Menurut World Health Organization (WHO) dalam Departemen Kesehatan RI

(2008) yaitu implementasi strategi MTBS di seluruh dunia mengikuti tiga

komponen yaitu:

1. Meningkatkan keterampilan petugas kesehatan dalam tata laksana kasus

balita sakit.

2. Memperbaiki sistem kesehatan (utamanya di tingkat kabupaten/kota).

3. Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah

dan upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit (meningkatkan

pemberdayaan keluarga dan masyarakat) yang dikenal sebagai “MTBS

berbasis masyarakat”.

Di fasilitas kesehatan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) memiliki

strategi dalam mempromosikan identifikasi akurat dari penyakit masa kanak-

kanak dalam pengaturan rawat jalan, memastikan pengobatan gabungan yang

tepat dari semua penyakit utama, memperkuat konseling dari pengasuh, dan

mempercepat rujukan anak-anak sakit berat. Strategi utama dari Manajemen

Terpadu Balita Sakit (MTBS) adalah dalam pengelolaan masalah penyakit anak di

negara berkembang dengan fokus pada pencegahan kematian anak. Strategi

tersebut meliputi intervensi pada kegiatan preventif dan kuratif dengan tujuan

31
untuk memperbaiki pelayanan di sarana pelayanan kesehatan dan pelayanan

rumah (Departemen Kesehatan RI, 2008)

Prosedur implimentasi manajemen terpadu balita sakit meliputi persiapan

implementasi MTBS, Implimentasi MTBS, dan Pencatan dan pelaporan hasil

pelayanan.

A. Persiapan Implimentasi MTBS

a) Diseminasi

Informasi MTBS kepada seluruh petugas puskesmas kegiatan

diseminasi informasi MTBS kepada seluruh petugas pelaksana

puskesmas dilaksanakan dalam suatu pertemuan yang dihadiri

oleh seluruh petugas yang meliputi perawat, bidan, petugas

gizi, petugas imunisasi, petugas obat, pengelola SP2TP,

pengelola P2M, petugas loket dan lain-lain.

b) Penyiapan Logistik

Sebelum implimentasi MTBS perlu diperhatikan adalah

penyiapan obat, alat, formulir MTBS dan Kartu Nasehat Ibu

(KNI).Secara umum obat-obatan yang digunakan dalam MTBS

telah termasuk dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN)

dan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat

(LPLPO) yang digunakan di Puskesmas (Kementrian Keseharan RI, 2018)

B. Implementasi MTBS di Puskesmas.

Dalam memulai implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit

(MTBS), tidak ada patokan khusus besarnya persentase kunjungan

Balita sakit yang ditangani dengan pendekatan Manajemen Terpadu Balita Sakit

32
(MTBS). Tiap Puskesmas perlu memperkirakan kemampuannya mengenai

seberapa besar balita sakit yang akan ditangani pada saat awal penerapan dan

kapan akan dicapai cakupan 100% penerapan Manajemen Terpadu Balita Sakit

(MTBS) di Puskesmas secara bertahap dilaksanakan sesuai dengan

keadaan di puskesmas (Kementrian Keseharan RI, 2018). Sebagai acuan dalam

pentahapan implimentasi adalah sebagai berikut:

a) Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit < 10 orang

per hari perhari pelayanan Manajemen Terpadu Balita Sakit

(MTBS) dapat diberikan langsung kepada seluruh balita.

b) Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 10-25 orang

per hari, berikanlah pelayanan Manajemen Terpadu Balita

Sakit (MTBS) kepada 50% kujungan balita sakit pada tahap

awal dan setelah 3 bulan pertama diharapkan telah seluruh

balita sakit mendapatkan pelayanan Manajemen Terpadu Balita

Sakit (MTBS).

c) Puskesmas memiliki kunjungan balita sakit 21-50 orang per

hari, berikanlah pelayanan Manajemen Terpadu Balita Sakit

(MTBS) kepada 25 % kunjungan balita sakit pada tahap awal

dan setelah 6 bulan pertama diharapkan seluruh balita sakit

mendapat pelayanan Manajemen Terpadu Balita Sakit

(MTBS).

C. Pencatatan dan pelaporan Hasil Pelayanan.

Pencatatan dan pelaporan di puskesmas yang menerapkan MTBS

sama dengan Puskesmas yang lain yaitu menggunakan Sistem

33
Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2PT). Dengan

demikian semua pencatatan dan pelaporan yang digunakan tidak

perlu mengalami perubahan. Perubahan yang perlu dilakukan

adalah konversi klasifikasi MTBS ke dalam kode diagnosis dalam

SP2PT sebelum masuk ke dalam sistem pelaporan (Kementrian Keseharan RI,

2018)

2.6 Komponen Input

A. Sumber Daya Manusia

Pada pelayanan MTBS di puskesmas, petugas puskesmas berperan

dalam menentukan kelancaran dan pelaksanaan langkah-langkah dari

MTBS tersebut. Oleh karena itu seluruh petugas puskesmas perlu

memahami MTBS dan perannya untuk mempelancar penerapan MTBS.

Petugas puskesmas tersebut, antara lain: bidan, perawat, petugas

imunisasi, petugas pengelola SP2TP, maupun petugas loket (Kementrian

Keseharan RI, 2018).

Penilaian terhadap perilaku petugas puskesmas dalam hal ini

dipengaruhi oleh presepsi konsumen (orang tua balita). Presepsi ini dapat

diartikan sebagai proses penilaian seseorang atau sekelompok orang

terhadap objek, peristiwa, atau stimulasi dengan melibatkan

pengalamanpengalaman yang berkaitan dengan objek tersebut. Penilaian terhadap

perilaku pelayanan kesehatan terlihat dari hubungan antar manusia yang

interaksi social dan psikologis antara konsumen dengan petugas pelayanan

kesehatan, yang meliputi:

a. Keramahan

34
Keramahan adalah sikap yang menyenangkan dari petugas atau bidan

dalam memberikan pelayanan pengobatan kepada pasien atau

konsumen.

b. Komunikatif

Komunikatif yaitu Tanya jawab atau kelancaran komunikasi antara

petugas dengan pasien/konsumen mengenai penyakit atau keluhan

yang dirasakan.

c. Responsi

Responsif yaitu tanggapan, perhatian, dan kesabaran petugas terhadap keluhan-

keluhan yang dikemukakan oleh pasien berkaitan dengan penyakitnya.

d. Informatif

Informatif yaitu kejelasan informasi yang diberikan oleh petugas atau

bidan berkaitan dengan pemeriksaan, tindakan, serta obat yang

diberikan kepada pasien.

e. Suportif

Suportif yaitu ketetapan waktu petugas dalam memberikan pelayanan

kesehatan kepada pasien/ konsumen.Selain sikap tersebut diatas, sikap

sopan, saling menghargai, saling menghormati, menjaga rahasia, serta

memberi perhatian juga penting dalam suatu interaksi sosial. Dengan

terbinanya interaksi sosial yang baik maka menimbulkan kepercayaan

dan kredibilitas.

35
B. Sarana Pendukung MTBS

Selain tatalaksana dan petugas MTBS, faktor yang juga berperan

dalam kelancaran kegiatan MTBS adalah adanya sarana pedukung.Sarana

pendukung merupakan seluruh sarana prasarana yang digunakan untuk

menunjang kelangsungan kegiatan manajemen terpadu balita sakit. Sarana

tersebut meliputi:

1. Ruang MTBS di puskesmas

Ruang MTBS merupakan sarana khusus berupa ruangan yang

disediakan untuk memeriksa balita yang sakit yang dilengkapi dengan peralatann

penunjang pemeriksaan balita.

2. Formulir MTBS dan Kartu Nasihat IBU (KNI)

Penyiapan formulir Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dan Kartu

Nasihat Ibu perlu dilakukan untuk mempelancar pelayanan. Kartu Nasihat Ibu

diberikan dengan tujuan agar ibu pengasuh mudah dalam mengingat konseling

atau nasihat mengenai cara perawatan anak dan pemberian obat dirumah sesuai

dengan yang disampaikan oleh bidan/petugas kesehatan yang ada di puskesmas.

3. Logistik

Logistik meliputi obat-obat dan peralatan penunjang pemeriksaan balita

sakit. Obat obatan yang digunakan dalam penanganan balita sakit adalah obat

yang sudah lazim ada telah termasuk dalam Daftar Obat Esensial Nasional

(DOEN) (Kementerian Keseharan RI, 2018).

Sedangkan peralatan yang digunakan dalam penerapan MTBS antara lain:

a) Timer ISPA atau arloji dengan jarum detik.

b) Tensimeter dan Manset anak.

36
c) Gelas, Sendok, dan Teko tempat air matang dan bersih untuk

membuat oralit.

d) Infuse set dengan wing needles.

e) Semprit dan jarum suntik.

f) Timbangan bayi.

g) Thermometer.

h) Kasa/kapas.

i) Pipa lambung.

j) Alat penumbuk obat.

k) Alat penghisap Lendi

l) RDT (Rapid Diagnostic Test) untuk malaria.

C. Pendanaan

Merupakan unsur pembiayaan atau anggaran puskesmas merujuk pada

uang sebagai modal untuk pembiayaan seluruh kegiatan puskesmas

misalnya ketidak tersediaan anggaran. Namun untuk penerapan MTBS rata-

rata puskesmas masih mengharapkan bantuan sarana dan prasarana dari

tingkat kabupaten bahkan provinsi.

2.7 Komponen Proses

Merupakan cara-cara yang dijalankan puskesmas untuk mencapai

tujuan organisasi/ misi puskesmas, merujuk kepada metode/prosedur

sebagai panduan pelaksanaan kegiatan MTBS yang ada dipuskesmas.

Dalam komponen proses yaitu meliputi perencanaan, pelaksanaan dan

evaluasi. Perencanaan pelaksanaan dalam pekerjaan administrasi cukup

penting. Dengan adanya rencana pelaksanaan, dapatlah dilaksanakan

37
berbagai kegiatan tepat pada waktunya, serta pemakaian sumber sesuai

dengan peruntukannya (Azwar, 2010).

Pelaksanaan adalah upaya pengarahan dengan cara mendengarkan

alasan dan keluhan tentang masalah dalam pelaksanaan dan memberikan

petunjuk serta saran-saran dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi

pelaksana, sehingga meningkatkan daya guna serta kemampuan pelaksanaan

dalam melaksanakan upaya kesehatan di puskesmas (Effendy dan Makhfudi,

1998).

Evaluasi adalah kegiatan untuk membandingkan antara hasilyang telah

dicapai dengan rencana yang telah ditentukan. Penilaian merupakan alat

penting untuk membantu pengambilan keputusan sejak tingkat perumusan

kebijakan maupun pada tingkat pelaksanaan program (Effendy dan Makhfudi,

1998).

2.8 Komponen Output

Yang dimaksud dengan output/keluaran adalah yang menunjukan

pada penampilan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan (performance).

Penampilan yang dimaksudkan disini banyak macamnya. Secara umum

dapat dibedakan atas dua macam. Pertama penampilan aspek medis

(medical performance). Kedua penampilan aspek non-medis (non-medical

performance). Secara umum disebutkan apabila kedua penampilan ini tidak

sesuai standar yang telah ditetapkan (standard of performance) maka berarti

sulit diharapkan baiknya pelayanan kesehatan yang bermutu (Azwar,2010).

Pada output ini yang dimaksud adalah sistem Manajeman Terpadu

Balita Sakit (MTBS) dengan tujuan untuk menganalisis sistem penerapan

38
MTBS yang ada dan tercapainya angka cakupan sesuai dengan standar yang

telah ditentukan.

2.9 Teori Sistem

2.9.1 Definisi Sistem

Sistem adalah kumpulan dari bagian-bagian yang berhubungan dan

membentuk satu kesatuan yang majemuk, di mana masing-masing bagain bekerja

sama secara bebas dan terkait untuk mencapai sasaran kesatuan dalam suatu

situasi yang majemuk pula. Sistem sebagai metoda, apabila bagian-bagian atau

elemenelemen yang terhimpun dalam sistem membentuk suatu metoda yang dapat

dipakai sebagai alat dalam melakukan pekerjaan administrasi. Sistem adalah suatu

struktur konseptual yang terdiri dari fungsi-fungsi yang saling berhubungan yang

bekerja sebagai suatu unit organik untuk mencapai keluaran yang diinginkan

secara efektif dan efisien (Azwar, 2010).

2.9.2 Ciri-ciri Sistem

1. Ciri-ciri sistem dapat dijelaskan sebagai berikut (Azwar, 2010).

Dalam sistem terdapat bagian atau elemen yang saling berhubungan dan

mempengaruhi yang kesemuanya membentuk suatu kesatuan, dalam arti

semuanya berfungsi untuk mencapai tujuan yang sama yang telah

ditetapkan.

2. Fungsi yang diperankan oleh masing-masing bagian dalam elemen-elemen

yang membentuk satu kesatuan tersebut adalah dalam rangka merubah

masukan menjadi keluaran yang direncanakan.

39
3. Dalam melaksanakan tersebut, semuanya bekerjasama secara bebas namun

terkait, dalam arti terdapat mekanisme pengendalian dan mengarahkan

agar tetap berfungsi sebagaimana yang telah direncanakan.

4. Sekalipun sistem merupakan satu kesatuan yang terpadu bukan berarti ia

tertutup terhadap lingkungan.

2.9.3 Unsur Sistem

1. Masukan (input) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam

sistem yang diperlukan untuk dapat berfungsinya sistem. Pengelompokkan

dalam konsep 5M yaitu :man, money, material, method, dan machine.

Masukan (input) dalam pelaksanaan sistem manajemen terpadu balita sakit

pada Pneumonia balita adalah tenaga pelaksana, sarana/prasarana, dana

dan Metode.

2. Proses(process) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam

sistem yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran. Proses

pelaksanaan kegiatan manajemen terpadu balita sakit pada Pneumonia

balita yaitu menilai dan membuat klasifikasi, Menentukan tindakan dan

memberi pengobatan, memberikan konseling kepada ibu, memberikan

pelayanan tindak lanjut pada kunjungan ulang.

3. Keluaran (output) adalah kumpulan elemen atau bagian yang dihasilkan

dari berlangsungnya proses dalam sistem. Hasil yang diharapkan adalah

semua balita dengan kasus Pneumonia dapat ditangani denganpendekatan

MTBS.

4. Umpan balik (feed back) adalah kumpulan bagian atau elemen yang

merupakan keluaran dari sistem sekaligus sebagai masukan dari sistem.

40
5. Dampak (impact) adalah akibat yang dihasilkan keluaran suatu sistem.

6. Lingkungan (enviromental) adalah dunia luar sistem yang tidak dikelola

oleh sistem tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap sistem (Azwar,

2010).

2.10 Alur Pikir Penelitian

Berdasarkan teori sistem dan modul pelaksanaan MTBS yang telah

dibahas, maka dapat disusun alur pikir penelitian Gambar 2.1.

PROSES OUPUT
INPUT SemuaPelaksanaan
balita Pneumonia dapat ditangani dengan pendekata
1. Sumberda Klasifikasi
ya
Manusia
Penatalaksana an
2. Sarana Monitoring pelaksanaan
dan Prasana
3. Biaya/Dana
4. Metode
5. SOP

Gambar 2.1 Alur Pikir Penelitian

41
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang mana metode ini

bersifat deskriptif. Penelitian kualitatif yaitu metode penelitian yang digunakan

untuk meneliti kondisi objek yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen)

di mana peneliti sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan

triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian

kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi (Sugiyono, 2016).

3.2 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan mulai dari Agustus sampai September 2021 di

Puskesmas Ambacang, Kota Padang.

3.3 Informan Penelitian

Teknik penentuan informan yang digunakan dalam penelitian ini secara

purposive sampling, yaitu pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan

tertentu (Sugiyono, 2016). Pertimbangan yang digunakan peneliti dalam

menentukan sampel dapat memudahkan peneliti menjelajahi objek/situasi sosial

yang diteliti, pertimbangan itu diantaranya (Satori, 2010):

1. Informan yang menguasai atau memahami sesuatu melalu proses

pembelajaran selama hidupnya, sehingga sesuatu itu bukan sekedar diketahui,

tetapi juga dihayati.

2. Informan yang tergolong masih terlibat pada kegiatan yang sedang diteliti.

3. Informan yang mempunyai waktu yang memadai untuk dimintai informasi.

42
4. Informan yang cenderung tidak menyampaikan informasi hasil “kemasannya”

sendiri.

5. Informan yang mulanya tergolong cukup asing dengan peneliti sehingga lebih

menggairahkan untuk dijadikan semacam guru atau narasumber.

Informan dalam penelitian ini terdiri dari Staf Kesehatan Dinas Kesehatan

Kota Padang, Kepala Puskesmas Ambacang, Petugas Puskesmas, dan orang tua

balita pneumonia (Tabel 3.1).

Tabel 3.1 Jumlah Informan Penelitian

No Informan Keterangan Jumlah

1 Informan 1 Staf Dinas 1 orang


Kesehatan Kota
Padang
2 Informan 2 Kepala 1 orang
Puskesmas
3 Informan 3 Petugas 1 orang
Puskesmas
4 Informan 4 Orang Tua 5 orang
Balita
Pneumonia

Tabel 3.2 Matriks Informan dan Pengumpulan Data

Informan
No Variabel Kepala Petugas Staf Orang
. Puskesmas Pelaksana Dinas tua
MTBS Kesehatan balita
di Puskesmas pneumonia
1. Input
1. Tenaga MTBS √ √ √ √
2. Sarana/prasarana √ √ √ √
3. Dana √ √ √
4. Metode √ √ √
5. SOP √ √ √
2. Process
1. Menilai dan √ √ √
membuat klasifikasi
2. Menentukan tindakan dan √ √ √
memberi pengobatan

43
3. Memberikan konseling kepada
ibu √ √ √
4. Memberikan pelayanan tindak
lanjut pada √ √ √
kunjungan ulang
3. Output
Semua balita sakit dengan gejala √ √ √ √
pneumonia dapat ditanganI dengan
pendekatan MTBS

3.4 Alat Pengumpulan Data

Agar hasil penelitian yang dilakukan tersimpan dan terekam dengan baik,

maka dalam penelitian ini diperlukan bantuan alat-alat pengumpulan data yaitu:

1. Pedoman wawancara, yaitu sederetan pertanyaan sehubungan dengan

objek penelitian.

2. Buku catatan yaitu buku yang digunakan untuk mencatat hasil percakapan

dengan informan.

3. Checklist adalah alat untuk mencatat atau menilai sarana pengumpulan

data sistem informasi dan pembanding serta memperjelas hal-hal yang

meragukan ataupun hal yang tidak terungkap dalam wawancara dan

diskusi dengan informasi sehubungan dengan obyek penelitian.

4. Tape recorder, berfungsi untuk merekam semua percakapan atau

pembicaraan dengan informan sehubungan dengan objek penelitian.

5. Kamera, berfungsi untuk memotret pada saat peneliti sedang melakukan

pembicaraan dengan informan dan untuk mendokumentasikan pada objek

yang lain.

44
3.5 Metode Pengumpulan Data

3.5.1 Data Primer

Pengumpulan data primer analisis pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita

Sakit terhadap kejadian Pneumonia Balita di wilayah kerja Puskesmas Ambacang

dilakukan dengan cara (Sugiyono, 2016):

1). Wawancara mendalam (Indepth Interview)

Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam (indepth

interview) secara semi standar atau tanya jawab terbuka terhadap informan.

Pedoman wawancara mendalam merupakan serangkaian pertanyaan yang sudah

dipersiapkan sebelum peneliti melakukan wawancara tentang analisis pelaksanaan

Manajemen Terpadu Balita Sakit terhadap Kejadian Pneumonia Balita di wilayah

kerja Puskesmas Ambacang. Alat bantu yang digunakan pada saat melakukan

wawancara mendalam (indepth interview) adalah tape recorder, buku catatan dan

kamera. Wawancara mendalam ini dilakukan kepada :

a. Kepala Puskesmas Lubuk Ambacang.

b. Satu orang petugas Puskesmas Ambacang Pelaksana Manajemen Terpadu

Balita Sakit

c. Satu Staf Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Padang.

d. Lima (5) Orang tua balita sakit dengan gejala pneumonia yang berobat ke

Puskesmas Ambacang.

Jumlah informan orang tua balita sakit pneumonia adalah 5 orang. Jika

informasi yang dibutuhkan belum cukup atau kurang maka peneliti

mengunakan teknik snowball. Soegiyono (2016) menjelaskan metode teknik

snowball adalah teknik penentuan jumlah sampel yang mula-mula jumlahnya

45
kecil, kemudian jumlahnya besar. Maka peneliti mencari informan-informan

lain yang dipandang lebih tahu dan dapat melengkapi data yang diberikan

orang sebelumnya.

2). Observasi

Teknik pengumpulan data dengan cara menganalisis tingkah laku dan

mengamati individu atau kelompok secara langsung. Metode ini digunakan untuk

melihat dan mengamati secara langsung keadaan di lapangan agar peneliti

memperoleh gambaran yang lebih luas tentang permasalahan terkait pelaksanaan

Manajemen Terpadu Balita Sakit terhadap kejadian Pneumonia Balita di wilayah

kerja Puskesmas Ambacang. Observasi juga dilakukan untuk mengamati

sarana/prasarana yang ada.

3). Checklist Dokumen

Merupakan suatu metode pengumpulan data dengan menyelidiki dokumen-

dokumen tertulis seperti buku-buku literatur, dokumentasi, peraturan

perundang-undangan yang terkait, Profil Puskesmas dan dokumen-dokumen yang

berhubungan dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit yang ada di Puskesmas

Ambacang.

3.5.2 Data Sekunder

Data sekunder didapat dari telaah dokumen yang berhubungan dengan

data-data yang sudah tersedia. Telaah dokumen adalah teknik pengumpulan data

yang diperoleh dengan mengumpulkan informasi yang bersumber dari buku-buku,

data puskesmas.

46
3.6 Pengolahan Data dan Analisis Data

3.6.1 Pengolahan Data

Data yang terkumpul dalam penelitian ini diolah dengan cara sebagai

berikut :

1. Reduksi Data (Data Reduction)

Mereduksi data berarti merangkum, memilah hal-hal yang pokok, memfokuskan

pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang

telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah

peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencari bila

diperlukan.

2. Penyajian Data (Data Display)

Setelah data direduksi, maka langkah berikutnya adalah display data. Dalam

penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat,

bagan, hubungan antara kategori, flowchart dan sejenisnya.

3. Penarikan Kesimpulan (Conclusion Drawing/Verification)

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan termuan baru yang sebelumnya

belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek

yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti

menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori

(Sugiyono, 2016).

3.6.2 Analisis Data

Semua data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan pendekatan analisis

isi, yaitu membandingkan hasil data yang telah dikelompokkan, dianalisis dengan

teori-teori yang ada pada tinjauan pustaka dan dilengkapi dengan telaah dokumen

47
serta observasi. Pembahasan dilakukan secara deskriptif terhadap data-data yang

ditemukan di lapangan dengan cara triangulasi. Triangulasi yaitu teknik

pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain, di luar data

itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.

Triangulasi yang dilakukan dalam penelitian meliputi :

1. Triangulasi Sumber

Triangular sumber adalah dengan crosscheck dengan sumber data

lainnya, membandingkan dan melakukan kontras data, serta menggunakan

kategori informan yang berbeda (Sugiyono, 2016).

Teknik pemeriksaan keabsahan data dengan cara membandingkan dan

mengecek kembali derjarat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh

melalu informan yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Informan terdiri

dari Staf Dinas Kesehatan Kota Padang, Kepala Puskesmas Ambacang,

Petugas Puskesmas, Pelaksana Manajemen Terpadu Balita Sakit, dan Ibu

Balita Pneumonia.

2. Triangulasi Metode

Triangular Teknik atau Metode adalah dengan melakukan wawancara

mendalam, telaah dokumen, observasi dan check list (Sugiyono, 2016).

Teknik pemeriksaan keabsahan data dengan cara mengecek derajat

kepercayaan penemuan hasil penelitian dengan beberapa teknik pengumpulan

data.

3.7 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah hubungan antara konsep-konsep yang ingin

diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilaksanakan

48
(Notoatmodjo, 2010). Kerangka konsep yang berjudul” Analisis Implementasi

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Terhadap Tatalaksana Pneumonia

Balita di Puskesmas Ambacang Tahun 2021” terdapat pada gambar di bawah ini.

INPUT PROSES OUPUT


Menilai dan Klasifikasi
Membuat
1.Sumberdaya Manusia Menentukan dan pengobatan
Semua balita
Memberikan kepada ibu memberi Pneumonia
tindakan
2. Sarana Prasana
dan dapat ditangani dengan pe
konseling
standar
Biaya/Dana
Metode
SOP 4. Memberikan pelayanan tindak lanjut pada kunjungan ulang

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian


Kerangka konsep penelitian ini yang terdiri dari elemen atau bagian, yaitu

masukan (input), proses (process), dan keluaran (output). Input merupakan

masukan yang perlu disediakan atau harus tersedia untuk melaksanakan suatu

kegiatan atau proses. Input merupakan memegang peranan yang penting dalam

suatu sistem. Jika input tidak tersedia dengan baik, maka dapat menghambat

kegiatan yang terjadi dalam proses pada suatu sitem, bahkan dapat menghambat

kegiatan yang terjadi dalam proses pada suatu sistem, maka dapat menghambat

suatu sistem dalam mencapai sebuah tujuan (Febriawati, 2013). Dalam penelitian

yang menjadi input adalah sumberdaya manusia, sarana dan prasana, biaya/dana,

metode dan SOP.

Lima langkah proses manajemen tatalaksana pneumonia balita adalah

menilai anak batuk atau kesukaran bernapas, membuat klasifikas dan menentukan

tindakan sesuai untuk 2 kelompok umur balita, menentukan pengobatan dan

49
rujukan, memberi konseling bagi ibu dan memberikan pelayanan tindakan lanjut

(Kementrian Kesehatan RI, 2015).

Yang dimaksud dengan output/keluaran adalah yang menunjukan pada

penampilan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan (performance). Secara

umum dapat dibedakan atas penampilan aspek medis (medical performance

penampilan aspek non-medis (non-medical performance). Secara umum

disebutkan apabila kedua penampilan ini tidak sesuai standar yang telah

ditetapkan (standard of performance) maka berarti sulit diharapkan baiknya

pelayanan kesehatan yang bermutu (Azwar,2010). Pada output ini yang dimaksud

adalah sistem Manajeman Terpadu Balita Sakit (MTBS) dengan tujuan untuk

menganalisis sistem penerapan MTBS yang ada dan tercapainya angka cakupan

sesuai dengan standar yang telah ditentukan.

3.8 Definisi Istilah

Tabel 3.2 Definisi Istilah


No Istlah Definisi Triangulasi Triangulasi
INPUT Sumber Metode
1 Petugas yang memiliki peran dan Kepala Pukesmas, 1. Wawancara
Tenaga MTBS tanggung jawab dalam Petugas Mendalam
pelaksanaan MTBS pada Puskesmas, Staf 2. Observasi
Pneumonia balita di Puskesmas Dinas Kesehatan, 3. Telaah
Ambacang Orang Tua Balita Dokumen

2 Sarana dan Alat-alat penunjang keberhasilan Kepala Pukesmas, 1. Wawancara


Prasarana pelaksanaan MTBS pada Petugas Mendalam
Pendukung Pneumonia balita Puskesmas, Staf 2. Observasi
MTBS di Ambacang Dinas Kesehatan, 3. Telaah
Dokumen
Orang Tua Balita
3 Dana Sumber dana serta kecukupannya
Kepala Pukesmas, 1. Wawancara
dalam pelaksanaan MTBS Mendalam
Pneumonia balita di Puskesmas Petugas
Puskesmas, Staf 2. Telaah
Ambacang
Dinas Kesehatan Dokumen
4 Metode Kerangka kerja untuk melakukan
Kepala Pukesmas,
tindakan
MTBS Petugas
1. Wawancara
dalam tatalaksana
Pneumonia balita di Puskesmas Puskesmas, Staf Mendalam
2. Observasi

50
Ambacang Dinas Kesehatan 3. Telaah
Dokumen

5 SOP Cara atau aturan yang dipakai Kepala Pukesmas, 1. Wawancara


dalam pelaksanaan MTBS Petugas Mendalam
Pneumonia balita di Puskesmas Puskesmas, Staf 2. Observasi
Ambacang Dinas Kesehatan 3. Telaah
Dokumen
PROSES
1 Membuat dan Melakukan penelitian terhadap Petugas 1. Wawancara
menilai tanda dan gejala sakit yang Puskesmas, Staf Mendalam
klasifikasi anak muncul pada balita dengan cara Dinas Kesehatan, 2. Telaah
sakit amnesis dan pemeriksaan fisik Orang Tua Balita Dokumen
pada balita sakit batuk dan sukar
bernapas di Puskesmas
Ambacang.
Membuat sebuah keputusan
mengenai kemungkinan penyakit
atau masalah serta tingkat
keparahan balita sakit batuk dan
sukar bernapas di Puskesmas
Ambacang.
2 Menentukan Menentukan tindakan dan Petugas 1. Wawancara
tindakan dan memberikan pengobatan di Puskesmas, Staf Mendalam
memberi fasilitas kesehatan sesuai Dinas Kesehatan, 2 Telaah
pengobatan dengan klasifikasi jenis Orang Tua Balita Dokumen
penyakit yang sudah
ditentukan dalam bagan
tatalaksana MTBS
3 Konseling Membantu ibu-ibu yang Petugas 1. Wawancara
kepada Ibu anaknya merupakan pasien Puskesmas, Staf Mendalam
balita sakit batuk dan sukar Dinas Kesehatan, 2. Telaah
bernapas di Puskesmas Orang Tua Balita Dokumen
Ambacang untuk memperluas
wawasannya terkait kesehatan
balita.
4 Pelayanan Menentukan tindakan dan Petugas 1. Wawancara
tindak lanjut pengobatan pada saat anak Puskesmas, Staf Mendalam
pada kunjungan datang untuk kunjungan ulang Dinas Kesehatan, 2. Observasi
ulang di Puskesmas Ambacang. Orang Tua Balita 3. Telaah
Dokumen
OUPUT
1 Semua balita Terlaksananya pendekatan Kepala Pukesmas, 1. Wawancara
Pneumonia dapat MTBS pada semua balita yang Petugas Mendalam
ditangani dengan berkunjung ke Puskesmas Puskesmas, Staf 2. Telaah
pendekatan Ambacang dengan kasus Dinas Kesehatan, Dokumen
MTBS sesuai Pneumonia balita
Orang Tua Balita
standar

51
BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian

4.1.1 Geografis

Puskesmas Ambacang terletak di salah satu kelurahan di Kecamatan Kuranji

Kota Padang yaitu kelurahan Pasar Ambacang. Karena terletaknya puskesmas di

kelurahan tersebut maka diberi nama Puskesmas Ambacang Kuranji sesuai

dengan masukan dari berbagai pihak antara lain Kepala Dinas Kesehatan Kota

Padang dengan sebutan ”Puskesmas Ambacang Kuranji”. Awalnya pelaksanaan

program puskesmas ini masih bekerja sama dengan Puskesmas Kuranji, karena 4

kelurahannya sebagai wilayah kerja Puskesmas Kuranji. Pada tahun 2020 menurut

kategori Puskesmas berdasarkan karateristik Wilayah dan kemampuan pelayanan

Puskesmas Ambacang disebut sebagai Puskesmas Perkotaan Non Rawat Inap

dengan kode Registrasi 1011133 ( KMK No. 9853 Tahun 2020).

Puskesmas Ambacang terletak pada 0° 55' 25.15" Lintang Selatan dan

+100° 23' 50.14" Lintang Utara dengan luas wilayah kerja Puskesmas Ambacang

sekitar 12 km2. Wilayah kerja Puskesmas Ambacang terdiri dari empat kelurahan

yaitu: Kelurahan Pasar Ambacang, Kelurahan Anduring, Kelurahan Ampang, dan

Kelurahan Lubuk Lintah. Secara geografis wilayah kerja Puskesmas Ambacang

berbatasan dengan kecamatan dan kelurahan yang menjadi tanggung jawab selain

Puskesmas Ambacang, antara lain :

Utara : Wilayah kerja Puskesmas Kuranji.


Timur : Wilayah kerja Puskesmas Pauh.
Selatan : Wilayah kerja Puskesmas Andalas.

52
Barat : Wilayah kerja Puskesmas Nanggalo.

Dilihat dari segi topografis dan geografis Puskesmas Ambacang yang

terletak di Jl. Raya By Pass Kelurahan Pasar Ambacang, Kecamatan Kuranji,

Kota Padang (± 8 km dari pusat kota) dapat terjangkau dengan kendaraan roda

dua atau roda empat pribadi maupun sarana angkutan umum berupa angkutan

kota, ojek, dan becak sehingga akses masyarakat ke puskesmas mudah.

4.1.2 Demografi

Jumlah penduduk yang menjadi tanggung jawab wilayah Puskesmas Ambacang

selama tahun 2020 adalah 53311 jiwa dengan distribusi sasaran sebagai berikut:

Tabel 4.1 Distribusi Sasaran Wilayah Kerja Puskesmas Ambacang tahun 2020

Total
Kelurahan Bayi Balita Bumil Bulin Bufas WUS PUS Lansia
Penduduk
Ps.Ambacang 334 1613 359 348 348 5527 3676 1406 19117

Anduring 258 1267 286 262 262 4415 2932 1127 15244

Lubuk Lintah 194 934 207 202 202 3216 2128 825 11065

Ampang 141 664 150 144 144 2302 1517 598 7885

Jumlah 927 4478 1002 956 956 15.460 10358 3956 53311

Sumber: Profil Puskesmas Ambacang Tahun 2020

Dari tabel diatas setiap puskesmas idealnya menangani maksimal 30.000

penduduk di wilayah kerjanya, sedangkan di wilayah kerja Puskesmas Ambacang

terdapat 53.311 penduduk. Kapasitas rasio puskesmas terhadap penduduk di

Puskesmas Ambacang lebih besar dari yang seharusnya. Hal tersebut

menyebabkan kurang maksimalnya cakupan pelayanan tenaga kesehatan.

53
Dilihat dari golongan umur maka ada perbedaan pola penyakit berdasarkan

golongan umur sehingga sasaran dari setiap program puskesmas pun akan

berbeda. Misalnya pada tabel didapatkan sasaran terbanyak Puskesmas Ambacang

adalah wanita usia subur yaitu sebanyak 15.460 orang sehingga program

kesehatan yang harus lebih diperhatikan adalah kesehatan reproduksi wanita tanpa

mengabaikan permasalahan kesehatan di setiap golongan umur lainnya.

Jumlah penduduk yang menjadi tanggung jawab wilayah Puskesmas

Ambacang selama tahun 2020 adalah 53.311 jiwa dengan distribusi

kependudukan menurut kelurahan sebagai berikut:

Tabel 4.2 Data Penduduk Wilayah Kerja Puskesmas Ambacang Tahun 2020

No. Jenis Kelamin


Kelurahan Jumlah
Laki-laki Perempuan
1 Ps. Ambacang 9.665 9.552 19.117
2 Anduring 7.628 7.617 15.244
3 Lubuk Lintah 5.537 5.528 11.065
4 Ampang 3.947 3.938 7.885
Jumlah 26.676 26.335 53.311
Sumber: Profil Puskesmas Ambacang Tahun 2020

Dari tabel diatas diketahui angka kepadatan penduduk (jumlah penduduk

dibagi luas wilayah dalam kilometer persegi) di Kecamatan Kuranji sebesar

4.224 penduduk setiap satu kilometer perseginya. Angka ini menunjukkan bahwa

Kecamatan Kuranji tergolong dalam wilayah dengan kepadatan penduduk sangat

padat. Selain itu pertambahan jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas

Ambacang selama 10 tahun terakhir dari 2010 (43.514 orang) sampai dengan

2020 adalah sebanyak 9.797 orang.

54
4.2.3 Sumberdaya Manusia

Sumber daya manusia dalam sistem kesehatan terdiri atas tenaga kesehatan

dan non kesehatan. Tenaga kesehatan merupakan orang yang mengabdikan diri

dalam bidang kesehatan. Tenaga kesehatan dan non kesehatan dalam memberikan

pelayanan kepada pasien yang berobat di Puskesmas berjumlah 57 orang.

Tabel 4.3 Tenaga Kesehatan dan Non Kesehatan di Puskesmas Ambacang Tahun
2020
Status Pegawai Pendidikan Terakhir
Kontrak/
Sede
No Jenis Petugas honor/ S Jumlah
PNS PTT S1 D IV D III DI rajat
Voluter/ 2
SLTA
Sikarela
Dokter
1 4 - 1 - 5 - - - - 5
Umum
2 Dokter Gigi 3 - - 1 2 - - - - 3
Sarjana
3 2 - - 2 - - - - 2
Kesmas
4 Bidan 14 - 5 - - 2 16 1 - 19
5 Perawat 6 - 3 - 2 - 7 - - 9
6 Perawat Gigi 1 - - - - - 1 - - 1
7 Kesling 2 - - - - - 2 - - 2
8 Analis 1 - - - - - 1 - - 1
Epidemiologi
9 1 - - - 1 - - - - 1
(SKM)
10 Apoteker 1 - - - 1 - - - 1
Asisten
9 2 - - - - - 2 - - 2
Apoteker
Nutritionis
10 2 - - - 1 - 1 - - 2
(AKZI/SKM)
11 RR 3 - 2 - - - 3 - 2 5
12 Akuntansi - - 1 - - - 1 - - 1
13 Sopir 1 1 1
Cleaning
12 - - 2 - - - - - 2 2
service
Jumlah 42 - 15 1 14 2 35 0 5 57

Sumber: Profil Puskesmas Ambacang Tahun 2020

55
Sumber daya tenaga kesehatan yang bertugas di Puskesmas Ambacang

secara kuantitatif sudah cukup memadai dengan rasio tenaga berdasarkan kategori

tenaga rata-rata 1:8000, namun dari kualitatif memang diperlukan upaya

peningkatan pendidikan dan pelatihan terutama dalam rangka menjawab

tantangan akan pentingnya peningkatan mutu oleh provider serta tuntutan

masyarakat akan mutu.

Dari segi rasio tenaga dengan penduduk, sumber daya manusia di

Puskesmas Ambacang relatif kurang memadai. Tenaga medis dokter umum

sebanyak 5 orang dengan rasio 1:53.311 jiwa, artinya 1 dokter melayani 10.662

orang. Angka tersebut sangat jauh dari ideal apabila dikaitkan dengan sistem

pelayanan kesehatan terpadu dimana satu dokter melayani maksimal 2500

penduduk.

Menurut Standar Pelayanan Minimal (SPM), satu orang bidan maksimal

menangani 3.000 penduduk saja. Di Puskesmas Ambacang terdapat 14 bidan yang

menangani 53.311 penduduk dengan rasio 1 : 3807. Hal ini memperlihatkan

bahwa di Puskesmas Ambacang jumlah bidannya sudah mencukupi.

4.2.4 Sarana dan Prasarana

Puskesmas Ambacang saat ini telah memiliki sarana dan prasarana berupa

gedung puskesmas dengan dua lantai yang mampu dimanfaatkan sebagai

pelayanan dan kegiatan administrasi/ manajemen puskesmas. Begitu pula

prasarana kendaraan roda empat dan roda dua telah mampu menjangkau

pelayanan kesehatan terutama di luar gedung seperti Pos Pelayanan Terpadu

(posyandu), Unit Kesehatan Sekolah (UKS) dan Unit Kesehatan Gigi Sekolah

(UKGS) serta pembinaan Desa Siaga atau Pos Kesehatan Kelurahan (Poskeskel).

56
Tabel 4.4 Fasilitas Kesehatan Wilayah Kerja Puskesmas Ambacang Tahun 2020

Kelurahan Puskesmas Pustu Puskeske Roda Klinik / RS BPM DPS


l 2/Roda 4 Klinik SWAST
Bersalin A
Ps.Ambacang 1 - 1 3/1 0 1 3

Anduring - - 1 2 1 3

Ampang - - 1 1 2

Lubuk Lintah - 1 1 1 2

Jumlah 1 1 4 3 2 0 4 10
Sumber: Profil Puskesmas Ambacang Tahun 2020

Data UKBM (Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat) di Puskesmas


Ambacang :
a. Posyandu Balita : 29 Pos
b. Posyandu Lansia : 29 Pos
c. Posbindu : 29 Pos
d. Prolanis : 29 Pos
e. Batra : 57 Pos
f. Poskestren : 1 Pos
g. Toga : 72 KK
h. Usaha Kesehatan Kerja : 2 UKK
i. Poskeskel : 4 unit
j. Pembinaan RT berPHBS : 890 RT

Penyebaran posyandu di empat kelurahan wilayah kerja Puskesmas

Ambacang adalah Kelurahan Ampang terdapat 5 buah posyandu, di Kelurahan

Lubuk Lintah terdapat 6 buah, Kelurahan Anduring sebanyak 8 buah, dan

Kelurahan Pasar Ambacang sebanyak 10 buah.

Jumlah posyandu ideal menurut Kementrian Kesehatan RI yaitu 1

posyandu untuk 100 balita atau lansia. Sebanyak 29 posyandu sewilayah kerja

57
Puskesmas Ambacang melayani total bayi 927 dan Anak balita sebanyak 4.478

orang sehingga 1 posyandu melayani 373 orang bayi/balita. Begitu juga untuk

posyandu lansia yang berjumlah 29 buah sedangkan jumlah total lansia sebanyak

3.956 orang yang artinya 1 posyandu lansia untuk 136 orang. Dari data tersebut

dapat disimpulkan bahwa jumlah posyandu masih belum ideal.

4.2 Karakteristik Informan Penelitian

Pengambilan data primer dilakukan dengan wawancara mendalam (indepth

interview) dan observasi. Wawancara mendalam (indepth interview) dilakukan

kepada informan yang terkait dengan tatalaksana Manajemen Terpadu Balita Sakit

di Puskesmas Ambacang dan observasi digunakan untuk melihat kelengkapan

sarana dan prasarana yang menunjang tatalaksana MTBS pneumonia balita serta

melihat proses tatalaksana MTBS pneumonia balita di Puskesmas Ambacang.

Wawancara mendalam dilakukan pada 8 orang informan dengan karakteristik

sebagai berikut:

Tabel 4.5 Karakteristik Informan Wawancara Mendalam


Kode Informan Jenis Kelamin Jabatan Pendidikan
Staf Dinkes Kota S1 Kesehatan
Inf 1 Perempuan Padang Masyarakat
Inf 2 Perempuan Kepala Puskesmas Dokter
Inf 3 Perempuan Petugas MTBS DIII Kebidanan
Inf 4 Perempuan Ibu Balita SMA
Inf 5 Perempuan Ibu Balita SMA
Inf 6 Perempuan Ibu Balita SMP
Inf 7 Perempuan Ibu Balita SMP
Inf 8 Perempuan Ibu Balita SMP

Informan penelitian ini berasal dari berbagai jabatan yang dianggap

mengetahui bagaimana tatalaksana MTBS yang ada di Puskesmas

Ambacang. Informan terdiri dari seorang staf Dinas Kesehatan Kota

58
Padang yang memiliki latar belakang kesehatan, Kepala Puskesmas

seorang dokter, seorang petugas tatalaksana MTBS yang ada di Puskesmas

Ambacang dengan latar belakang DIII Kebidanan, dan lima orang tua yang

balitanya pernah berobat ke Puskesmas Ambacang dengan keluhan batuk

dengan pendidikan terakhir tamatan SMA dan SMP.

4.3 Komponen Input

Komponen input terdiri dari tenaga MTBS, sarana dan prasarana, dana

metode dan SOP dengan uraian sebagai berikut:

4.3.1 Tenaga MTBS

Hasil wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan diketahui

bahwa tatalaksana MTBS sudah ada di Puskesmas Ambacang. Tenaga pelaksana

MTBS yang ada di Puskesmas Ambacang berjumlah 14 orang yang berprofesi

sebagai bidan. Setiap hari bergilir 2 orang untuk melayani MTBS. Petugas sudah

cukup untuk melayani MTBS. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh informan:

“Petugas sudah mencukupi” (inf-1)


“Pelaksanaan MTBS di Puskesmas Ambacabang ini kita semua petugas KIA
semua melaksanakan, ada 7 orang, ditambah dengan dokter, ditambah Pustu juga
ada dan bidan 2 orang, jumlahnya 14 orang” (inf-3)
“Yang melayani 2 orang” (inf-4)
“Satu melayani jantung, satu lagi yang lain” (inf-6)
Penanggung jawab kegiatan tatalaksana MTBS yang ada di Puskesmas

Ambacang adalah seorang bidan. Menurut informan, penanggung jawab kegiatan

MTBS adalah bidan karena MTBS di Puskesmas Ambacang disatukan dengan

program KIA. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan informan:

59
“Penanggungjawab MTBS karena balita, kita sandingkan langsung dengan

penanggungjawab program KIA anak” (inf-2)

Selama ini di Puskesmas Ambacang sudah pernah dilakukan pelatihan

sebanyak 1 kali yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Padang pada tahun

2019 dan Workshop MTBS. Dari hasil pelatihan kemudian disosialisasikan ke

seluruh petugas MTBS Puskesmas Ambacang. Hal ini seperti diungkapkan oleh

informan:

“Petugas sudah dilatih 1 orang, 1 orang ini akan mensosialisasi ke semua teman-
temannya” (inf-1)
“Setahu saya benar benar pelatihan belum ada, cuma sebelumnya pernah ada
workshop 2 hari, bisa dianggap pelatihan awal, worshop 1 orang dari DKK,
mereka yang transfer ilmu ke kawan-kawannya” (inf-2)
“Yang dapat pelatihan dari neneng sendiri dulu bu, saya dulu nanti
disosialisasikan teman teman, dengan dokter dan pelaksana KIA. Pelatihan tahun
2019. Semenjak tahun 2007 sudah ada pelatihan, karena ada pemindahan,
pertukaran pemegang program, ada yang tetap dan tidak pegang program lagi”
(inf-3)
Hasil telaah dokumen berupa struktur organisasi pada laporan tahunan

Puskesmas Ambacang tahun 2020 diketahui bahwa petugas yang memberikan

pelayanan tatalaksana MTBS berjumlah 14 orang dengan profesi bidan.

Kemudian diketahui juga bahwa yang bertanggung jawab MTBS di Puskesmas

Ambacang adalah seorang bidan.

Telaah dokumen Modul 7 MTBS: Penerapan MTBS di Puskesmas

Ambacang dapat diketahui bahwa kegiatan sosialisasi dilakukan kepada seluruh

petugas puskesmas yang kemudian dilaksanakan dalam suatu pertemuan yang

60
dihadiri oleh seluruh petugas. Sosialisasi MTBS dilaksanakan oleh petugas yang

telah dilatih MTBS.

Hasil observasi yang dilakukan selama penelitian setiap harinya bertugas

dua orang petugas di ruangan PPI (Penanggulangan Penyakit Infeksi) dengan

profesi bidan. Petugas tersebut nantinya yang akan memberikan pelayanan

kepada balita sakit yang datang berkunjung.

Observasi yang dilakukan menunjukan jika dilihat dari waktu tunggu,

pasien yang sudah melakukan registrasi akan disuruh untuk langsung ke ruangan

PPI, jika tidak ada pasien lain maka bisa langsung dilayani, namun jika ada pasien

yang sedang diperiksa, maka pasien dapat menunggu 10-20 menit.

Tabel 4.6 Matriks Triangulasi Tenaga MTBS


Askpek yang Indepth Telaah
Observasi Kesimpulan
diteliti Interview Dokumen
Ketersediaan Petugas MTBS Hasil telaah Hasil observasi Petugas MTBS
petugas MTBS yang ada di struktur diketahui yang ada di
di Puskesmas Puskesmas organisasi, bahwa ada 14 Puskesmas
Ambacang Ambacang petugas MTBS orang petugas Ambacang
berjumlah 14 berjumlah 14 yang memberi berjumlah 14
orang orang. pelayanan dan orang dengan
berprofesi 2 orang kerja profesi bidan.
sebagai bidan. secara bergilir
setiap hari di
ruang PPI.

Penanggung Penanggung Hasil telaah Penanggung Penanggung


jawab kegiatan jawab kegiatan struktur jawab MTBS jawab MTBS
MTBS MTBS yang organisasi, seorang bidan yang ada di
ada di penanggung Puskesmas
Puskesmas jawab kegiatan Ambacang
Ambacang Ambacang adalah seorang
adalah seorang adalah seorang bidan.
bidan, hal ini bidan.
dikarenakan
bidan lebih
banyak tahu
tentang KIA
Pelatihan yang Petugas MTBS Telaah Modul 7 Petugas MTBS
pernah yang ada di MTBS: sudah
didapatkan oleh Puskesmas Penerapan mendapatkan

61
petugas MTBS Ambacang MTBS di pelatihan
di Puskesmas sudah pernah puskesmas, sebanyak satu
Ambacang mendapatkan kegiatan kali yaitu tahun
pelatihan sosialisasi 2019 dan
sebanyak satu MTBS disosialisasikan
kali di Dinas dilaksanakan ke selurh
Kesehatan Kota dalam sebuah petugas MTBS
Padang tahun pertemuan
2019. yang dihadiri
seluruh
petugas.

4.3.2 Sarana dan Prasarana

Hasil wawancara mendalam di Puskesmas Ambacang dalam menunjang

pelaksanaan MTBS belum memiliki memiliki ruangan khusus MTBS. Namun

pelayanan MTBS satu ruangan program KIA. Ruangan untuk pemeriksaan MTBS

dan untuk imunisasi disatukan. Setiap pelayanan MTBS yang diberikan

dilaksanakan dalam ruang PPI (ruang Penanggulangan Penyakit Infeksi). Ibu-ibu

yang membawa balita sakit pada saat registrasi dan langsung diberi tahu untuk

menuju ruangan PPI (ruang belakang dekat Labor). Hal ini sesuai dengan

keterangan informan:

“Kita tidak punya ruangan khusus MTBS, kita bergabung dengan poli anak, jadi
di poli anak kita lakukan MTBS, juga digabung dengan pelaksanaan anak,
dengan dengan anak yang lain digabung “(inf-1)
“Puskesmas Ambacang ruangan kita sangat terbatas, memang keterbatasan
lahan, jadi layanan MTBS bergabung dengan layanan yang lain, dalam satu
ruangan, ada layanan imunisasi, dibatasi dengan sekat “(inf-2)
“Lokasi kita tidak memadai untuk ada khusus untuk poli MTBS, poli MTBS tidak
ada, kita bergabung dengan poli anak “(inf-3)
“Setelah pendaftaran, disuruh kebelakang, ada tempatnya, dekat labor, ada anak-
anak dan ibu hamil“(inf-4)
“Kebelakang, dekat labor” (inf-5)

62
“Daftar, ke tempat labor belakang, untuk anak-anak, tidak ada pasien lain” (inf-
6)
“ Ke belakang, dekat labor, ruangan anak-anak” (inf-7)
“Ke ruangan anak, anak-anak” (inf-8)
Sarana dan prasarana yang ada di Puskesmas Ambacang menurut

informan sebagian besar sudah mencukupi dan tidak ada kendala. Beberapa alat-

alat yang sudah tersedia seperti status, timbangan, stateskop, pengukur tensi,

thermometer dan Oksimetri. Namun masih ada prasarana yang belum lengkap

seperti sound timer (alat pengukur napas) yang sudah rusak. Pelaksanaan hitung

napas mengunakan sound timer digantikan dengan jam. Hal ini seperti

diungkapkan informan:

“Kalau untuk peralatan rasanya sudah cukup untuk Puskesmas, karena untuk
persyaratan tidak terlalu ribet pengadaan dan tidak terlalu mahal juga, bagan,
formulir, alat pemeriksaan pengukur suhu, penghitung napas, berat badan dan
tinggi anak, untuk anak demam turniken anak “(inf-1)
“Untuk sekarang kekurangannya sound timer, sound timer pernah dapat, cuma
seiring waktu karena barang dipakai, rusak, pemanfaatan jam dalam satu menit,
untuk oksimeter untuk menghitung saturasi, anak anak dengan sesak “(inf-2)
“Kalau untuk alat dari dinas juga pernah melengkapi dan kita Puskesmas juga
melengkapi, karena dipakai ada yang rusak“(inf-3)
“Diperiksa pakai bulat bulat (stateskop) “(inf-4)
“Dibuka baju, diperiksa pakai detak jantung“(inf-5)
“Alat telinga, suhu anak panas“(inf-6)
“Denyut (stateskop), diketiak, termoter, pernapasan dihitung pakai jam (inf-7)
Dari telaah dokumen tentang Permenkes no 75 tentang Pusat Kesehatan
Masyarakat bahwa terdapat standar ruangan, peralatan, dan obat-obatan.
Hasil observasi yang dilakukan selama penelitian dilakukan bahwa
pelayanan MTBS di Puskesmas belum memiliki ruangan khusus. Selanjutnya
observasi juga menunjukkan bahwa sarana dan prasarana hanya sound timer yang
tidak ada.

63
Tabel 4.7 Matriks Triangulasi Sarana dan Prasarana
Aspek yang Indepth Telaah
Observasi Kesimpulan
diteliti Interview Dokumen
Ketersediaan Puskesmas Permenkes No Hasil observasi Puskesmas
ruangan tempat Ambacang 75 tahun 2014 diketahui bahwa Ambacang
pelayanan belum tentang Pusat belum ada belum
MTBS memiliki Kesehatan ruangan khusus, memiliki
ruangan Masyarakat untuk pelayanan ruangan khusus
khusus yang MTBS memakai MTBS.
digunakan ruangan PPI
untuk (Penanggulangan
pelayanan Penyakit Infeksi)
MTBS.
Ketersediaan Sarana dan Permenkes No Sudah ada Sebagian
sarana dan prasaran yang 75 tahun 2014 :Tablet/sirup sarana dan
prasarana yang ada di tentang Pusat amoxilin, prasarana yang
ada di puskesmas Kesehatan tablet/sirup dimiliki untuk
Puskesmas sebagian besar Masyarakat kontrimoksazol, menunjang
Ambacang sudah tablet/sirup pelayanan
mencukupi, paracetamol, MTBS sudah
kecuali sound tablet mencukupi.
timer belum salbutamol,
ada. Tablet
fenobarbital,
suntikan
ampisilin, jarum
suntik,
kasa/kapas,
alcohol, cairan
infuse,
timbangan bayi,
alat penumbuk
obat, oksigen,
buku KIA,
formulir
pencatatan balita
sakit usia 2 bulan
– 5 tahun,
formulir
pencatatan balita
sakit usia kurang
2 bulan, dan
ruangan.

4.3.3 Dana

Hasil wawancara mendalam yang dilakukan pada dilakukan pada

informan, diketahui bahwa sumber dan tatalaksana MTBS yang ada di Puskesmas

Ambacang berasal dari BOK, APBD, dan BLUD yang dianggarkan oleh Dinas

64
Kesehatan Kota Padang dan Puskesmas Ambacang. Berikut pernyataan beberapa

informan:

“Dana dari Dinas (APBD) untuk bagan, formulir, dari Dinas juga
mendistribusikan kesemua Puskesmas, ada yang dinas sendiri yang mencetak
dan yang ada dari Kemenkes “ inf -1
“Dana dari BOK, APBD dan BLUD” inf-2
“Puskesmas punya dana APBD, dan BOK juga” inf-3
Dana BOK adalah dana dari Pemerintah Pusat digunakan kunjungan

rumah pasien. Dana APBD digunakan untuk kunjungan ke rumah pasien. Dana

BLUD digunakan pencetakan formulir, bagan, dan leaflet jika terjadi kekurangan.

Berikut pernyataan beberapa informan:

“ Untuk dalam gedung butuh formulir dari dana Dinas, kalau tidak mencukupi
dari dana BLUD kita, luar gedung kunjungan lapangan dari BOK, kunjungan
balita resiko tinggi pakai BOK, BLUD bisanya untuk cetak blanko “ inf-2
“BLUD untuk penyediaan blangko, bagan, BOK untuk pemantauan anak resiko
tinggi, termasuk pemantauan balita resiko tinggi adalah pneumonia” inf-3
Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan informan menyatakan

bahwa ketersediaan dana untuk pelaksanaan tatalaksana MTBS yang ada di

Puskesmas Ambacang sudah mencukupi. Hal ini seperti diungkapkan oleh

informan:

“Dana rasanya sudah cukup “inf-1


“Dana alat kesehatan, semua puskesmas kendalanya sama untuk sound timer
yang rusak “inf-2
“Dana sudah cukup, ada prosedur yang harus dilalui” inf -3
Hasil telaah Dukumen bahwa Rencana Usulan Kegiatan (RUK) dan

Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) Puskesmas Ambacang diketahui bahwa

65
pendanaan MTBS termasuk ke dalam program KIA dan termasuk dalam kegiatan

KIA anak. Sumber pendanaan berasal dari BOK, APBD dan BLUD.

Tabel 4. 8 Matriks Triangulasi Dana


Aspek yang diteliti Indepth Interview Telaah Dokumen Kesimpulan
Hasil telaah RUK Sumber dana
Sumber dana
dan RPK diketahui kegiatan MTBS
kegiatan MTBS
dana untuk termasuk dalam
berasal dari dana
Sumber dana yang tatalaksana MTBS program KIA yang
BOK, APBD dan
ada di Puskesmas termasuk ke dalam berasal dari dana
BLUD.
Ambacang program KIA yang BOK, APBD dan
bersumber dari BLUD.
BOK, APBD dan
BLUD
Dana BOK
digunakan
kunjungan pasien.
Dana APBD
digunakan untuk Pengunaan dana
Penggunaan dana kunjungan ke rumah untuk operasional
RUK dan RPK
MTBS pasien. Dana BLUD MTBS melalui
digunakan program KIA
pencetakan
formulir, bagan,
leaflet jika terjadi
kekurangan.
Dana tatalaksana
kegiatan MTBS
yang ada di Pendanaan kegiatan
Kecukupan dana
Puskesmas MTBS di
yang ada di
Ambacang sudah RUK dan RPK Puskesmas
Puskesmas
mencukupi, karena Ambacang sudah
Ambacang
tidak ada keluhan mencukupi..
yang kekurangan
dana

4.3.4 Metode

Hasil wawancara mendalam dengan informan diketahui bahwa dalam

memberikan pelayanan tatalaksana MTBS, petugas dipandu oleh Modul-modul

MTBS yang berisi penjelasan mengenai pengenalan MTBS, tatalaksana MTBS

serta pedoman penerapan MTBS di puskesmas dan Bagan MTBS. Hal ini seperti

diungkapkan oleh informan:

66
“Setiap ada Buku/Modul MTS terbaru dari Kemenkes langsung dsosialisasikan ke
seluruh Puskesmas Kota Padang, update terakhir tahun 2019 ada memasukkan
HIV pada balita, kita kasih bagan dari Kemeskes, ada formulir terbaru juga”inf-1
“Kalau Puskesmas ada bagan tahun 2015” inf-2
“Waktu Neneng pelatihan 2019, kita pakai buku terbaru 2015, bedanya dengan
2019, dimasukkan HIV” inf-3
Hasil telaah dokumen yang ada di ruangan MTBS sudah terdapat Modul

MTBS dan juga bagan MTBS yang dapat digunakan sebagai panduan oleh

petugas pada saat melaksanakan tatalaksana MTBS serta pedoman penerapan

MTBS di puskesmas pada balita dengan gejala batuk dan atau sesak napas. Bagan

MTBS yang digunakan adalah bagan terbaru yang dikeluarkan Kementrian

Kesehatan tahun 2019.

Tabel 4.9 Matriks Triangulasi Metode


Aspek yang Indepth Telaah Observasi
Kesimpulan
diteliti Interview Dokumen
Panduan yang Tatalaksana Hasil telaah Hasil Panduan yang
digunakan kegiatan MTBS panduan yang observasi digunakan dalam
dalam yang ada di digunakan di ada tatalaksana
tatalaksana Puskesmas Puskesmas buku/modul MTBS
MTBS Ambacang Ambacang MTBS Puskesmas
Puskesmas menggunakan berupa Modul terbaru Ambacang
Ambacang Modul MTBS MTBS dan tahun 2019 menggunakan
yang berisi bagan MTBS Modul MTBS
penjelasan tahun 2019 dan bagan MTBS
mengenasi tahun 2019.
pengenalan
MTBS,
tatalaksana
MTBS serta
pedoman
penerapan MTBS
di Puskesmas dan
bagan MTBS.

67
4.3.5 SOP

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan informan mengenai

SOP, petugas bekerja sesuai SOP yang ada. Hal ini seperti diungkapkan oleh

informan:

“Harus ada SOP, Setiap pelayan harus ada SOP, karena ada akreditasi” inf-1
“Karena kita Puskesmas Ambacang sudah ada Akreditasi, tentunya sudah punya
SOP, kita jalankan sesuai SOP” inf-2
“ Sejak akreditasi, sudah ada SOP, sejauh ini SOP, ada dikerjakan “ inf-3
Dari hasil telaah dokumen SOP sudah sesuai dengan Bagan yang

dikeluarkan oleh Kemenkes Tahun 2019. Dari Observasi di Puskesmas

Ambacang, SOP telah ada di ruang registrasi dan ruang pemeriksaan.

Tabel 4.10 Matriks Triangulasi SOP


Aspek yang Indepth Telaah Observasi
Kesimpulan
diteliti Interview Dokumen
Sudah Sudah Bagan MTBS SOP ada Petugas bekerja
melaksanakan mempunyai tahun 2019 diruang sesuai SOP
SOP SOP dan registrasi
dijalankan dan ruang
pemeriksaan

4.4 Komponen Proses

4.4.1 Menilai dan Membuat Klasifikasi Balita Sakit dengan Gejala


Pneumonia

Hasil wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan diketahui

penilaian pneumonia balita dilakukan dengan cara petugas mendengarkan dan

mempercayai keluhan ibu mengenai kondisi balitanya ketika datang. Lalu petugas

melihat kondisi balita dengan inspeksi langsung. Hal ini seperti diungkapkan oleh

informan:

68
“Pernah, monev ke Puskesmas, mengikuti kegian pelayanan, pasien yang masuk
mereka terlebih dahulu melakukan anamesa, kemudian dari anamesa, langsung
mengisi format MTBSnya, kemudian melakukan pemeriksaan fisik, contohnya
berat badan, tinggi, pemeriksaan suhu, dari anamesa, kalau ada yang batuk pilik
menghitung pernapasan anak, dengan menggunakan sound timer, pada saat
sekarang sudah banyak rusak, diganti jam tangan yang seconnya” inf -1.
“Ada ditanya keluhan”inf-4
“ Ditanya keluhan dan sesak napas” inf -5
“ Apakah keluhannya, apa penyakitnya, sudah berapa hari“ inf -7
“ Agak lambat, diberi pertanyaan, ditanya keluhan lainnya” in-8
Petugas MTBS dalam membuat klasifikasi pada balita dengan keluhan

batuk atau sesak napas berarti petugas membuat keputusan keparahannya, apakah

itu pneumonia berat, pneumonia atau batuk bukan pneumonia. Klasifiikasi

Pneumonia ditandai dengan adanya tarikan dinding ke dalam, lalu dilihat dari

frekuensi napasnya, jika melebihi normal baru dikatakan pneumonia, kalau masih

dibawah berarti batuk bukan pneumonia. Hal ini seperti yang diungkapkan

informan:

“Dari menghitung napas tersebut, nantinya akan berpatokan dari bagan yang
ada sesuai usia anak, apakah batuk bukan pneumonia, pneumonia, atau
pneumonia berat“Inf-1
“Pertama kita yang klasifikasikan dari umur dulu ya bu, kita lihat dulu dari
bayi, atau balita dibawah 1 tahun atau balita diatas 1 tahun, dari situ dulu kita
lihat tanda-tanda bahaya, kalau memang ada tanda bahaya, kalau berdasarkan
MTBS kita rujuk, kalau tidak ada tanda bahaya, baru kita lanjutkan. Setelah kita
lengkapi indentitas semua, baru kita lakukan pemeriksaan, kita periksa suhu,
napas, bayi biasanya disuruh nyusu sama ibunya, saat nyusu kita hitung
napasnya, kalau kita mengikuti panduan MTBS, lebih dari satu saja dari napas
bayi atau balita normal, sudah termasuk pnemonia, kita perlu bantuan dari sound
timer atau jam. Setelah itu kita perlu lihat bagan-bagan “inf 3

69
“ Di suruh tidur, dibuka baju dan diperiksa, pakai bulat-bulat, dilihat jam, hitung
napas, diketik juga diperiksa” inf-4
“ Diperiksa nya napas anak, denyut jantung, paru-paru, suhu” inf -5
“ Diperiksa anak, ditimbang berat badan, detak jantung, dihitung napas, pakai
alat, dilihat jamnya” inf-6
“Dihitung napasnya, diukur suhu badan, diterangkan penyakitnya “ inf -7
“Alat yang dipakai stetoskop, pengukur suhu, denyut nadi, pernapasan, baju
diangkat diatas, dilihat perutnya, dihitung pakai jam, napas agak sesak, agak
cepat” inf-8
Hasil telaah Bagan MTBS menilai balita sakit dengan gejala pneumonia

dilakukan dengan cara menanyakan kepada ibu sudah berapa lama balita

mengalami gejala batuk dan sukar bernapas, kemudian menghitung napas balita

dalam satu menit, lihat apakah ada tarikan dindin dada ke dalam, dengan apakah

ada wheezing dan stridor. Untuk anak usia 2 bulan – 12 bulan dikatakan napas

cepat apabila 50 kali atau lebih permenit, dan untuk anak usia 12 bulan - <5 tahun

dikatakan cepat apabila 40 kali atau lebih permenit.

Klasifikasi balita sakit dengan gejala pneumonia menurut bagan MTBS

dibagi menjadi 3 kelas, yaitu pneumonia berat, pneumonia dan batuk bukan

pneumonia. Pneumonia berat ditandai dengan adanya tarikan dinding dada ke

dalam atau saturasi oksigen <90%. Pneumonia ditandai dengan napas cepat dan

diklasifikasikan sebagai batuk bukan pneumonia apabila tidak ada tanda-tanda

pneumonia berat maupun pneumonia.

Tabel 4.11 Matriks Triangulasi Penilaian dan Klasifikasi


Aspek yang diteliti Indepth Interview Telaah Dokumen Kesimpulan
Proses penilaian Mendengarkan Hasil telaah Bagan Proses penilaian
balita sakit dengan keluhan ibu balita MTBS menilai balita sakit di
gejala batuk atau tentang bagaimana balita sakit dengan Puskesmas
sesak napas kondisi balita, dan gejala pneumonia Ambacang sudah
menanyakan sudah dengan cara sesuai dengan
berapa lama menanyakan sudah Bagan MTBS.

70
berapa lama
mengalami gejala
tesebut, menghitung
napas balita, melihat
tarikan dinding dada
ke dalam,
mendengar adanya
wheezing.
Proses klasifikasi Dalam membuat Hasil telaah Bagan Klasifikasi balita
balita sakit dengan klasifikasi MTBS, klasifikasi sakit dengan gejala
gejala batuk atau pneumonia, dasar balita dengan gejala pneumonia sudah
sesak napas petugas adalah pneumonia dibagi sesuai dengan
menghitung jumlah menjadi tiga kelas Bagan MTBS.
tarikan napas yaitu pneumonia
berat, pneumonia
dan batuk bukan
pneumonia.

4.4.2 Menentukan Tindakan dan Memberikan Pengobatan Balita Sakit


dengan Gejala Pneumonia

Hasil wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan, diketahui

bahwa tindakan yang dapat diberikan pada balita sakit dengan gejala pneumonia

maka petugas dapat memberikan obat sesuai yang dianjurkan oleh Bagan MTBS

berupa dalam bentuk puyer dan sirup. Hal ini seperti diungkapkan oleh informan:

“Klasifikasi batuk pneumonia, bukan pneumonia dan pneumonia berat, mereka


akan memberikan konseling pada si ibu balita, akan diberi obat sesuai dengan
keluhan pada saat itu” inf-1
“Obat puyer, Kalau minum obat 3 kali sehari, teratur” inf -4
“Ada 3 kali sehari sekali, puyer, syrup, ada contoh perawat menerangkan obat”
inf -5
“Ini obat batuk 3 kali sehari, ada syrup 1 sendok sehari 3 kali sehari” inf -6
“Obatnya yang syrup 3 kali sehari, puyer 2 kali atau 3 kali sehari” inf -7
“Dikasih puyer sama syirup, aturan minumnya 3 kali sehari, syrup 2 kali sehari,
sesudah makan” inf- 8
Setelah menentukan tindakan maka dilaksanakan pengobatan terhadap

balita sakit. Menurut informan yang memberikan resep untuk balita sakit adalah

dokter. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan informan :

71
“Yang memberikan resep adalah dokter” inf-1
“Yang memberi resep dokter”inf-3
Hasil telaah Bagan MTBS menunjukan bahwa tindakan yang dapat

diberikan kepada balita sakit dengan pneumonia berat bisa dengan memberikan

oksigen maksimal 2-3 liter permenit, dan dengan member dosis pertama antibiotik

yang sesuai lalu rujuk segera. Pada balita yang didiagnosis pneumonia dapat

diberikan amoksilin 2x sehari selama tiga hari atau antibiotik serta obat pereda

batuk yang aman dan untuk batuk bukan pneumonia bisa dengan memberi pereda

tenggorokan dan pereda batuk yang aman.

Telaah dokumen yang berhak memberikan resep mengacu pada Peraturan

Menteri Kesehatan RI No. 35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian

di Apotek. Hasil telaah menyatakan bahwa resep adalah permintaan tertulis dari

dokter, atau dokter gigi kepada apoteker baik dalam bentuk paper maupun

electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan

yang berlaku.

Tabel 4.12 Matriks Triangulasi Tindak Lanjut dan Pengobatan


Aspek yang diteliti Indepth Interview Telaah Dokumen Kesimpulan
Cara menentukan Tindakan yang Telaah Bagan Tindakan yang
tindakan pada balita diberikan kepada MTBS diketahui dilakukan untuk
dengan gejala batuk balita yang untuk balita dengan balita sakit
dan sesak napas. mengalami pneumonia berat pneumonia sudah
pneumonia dengan dapat diberi oksigen sesuai dengan
memberi obat dalam maksimal 2-3 liter Bagan MTBS.
bentuk puyer dan permenit dan dosis
sirup. pertama antibiotik
yang sesuai lalu
rujuk segera, untuk
pneumonia bisa
diberi antibiotik dan
pereda batuk yang
aman serta batuk
bukan pneumonia
bisa diberikan

72
pereda tenggorokan
dan pereda batuk
yang aman.
Petugas yang Pemberian resep Hasil telaah Pemberian resep
memberikan resep dilakukan oleh Permenkes RI No. obat kepada balita
untuk balita. dokter 35 tahun 2014 sakit di Puskesmas
tentang Standar Ambacang
Pelayanan dilakukan oleh
Kefarmasian di dokter sesuai
Apotek bahwa yang Permenkes No. 35
memberi resep tahun 2014
adalah dokter atau
dokter gigi.

4.4.3 Memberikan Konseling Kepada Ibu Balita Sakit dengan Gejala


Pneumonia

Hasil wawancara mendalam dengan informan diketahui bahwa ketika

memberikan pelayanan MTBS pertugas puskesmas memberikan konseling kepada

ibu yang membawa balita sakit dengan keluhan batuk dan sukar bernapas berupa

informasi untuk menjaga kesehatan balita untuk memberikan balita makanan yang

bergizi dan rajin makan sayur. Petugas menyuruh menghindari balita untuk tidak

jajan sembarangan, makan coklat, ciki-ciki, makan berminyak dan es krim. Hal itu

sesuai dengan yang disampaikan informan :

“Katanya perawat disuruh rajin makan bergizi, rajin makan sayur, jangan jajan
sebarangan, seperti makan coklat dan ciki-ciki”inf-4
“Makan yang berzi, tidak boleh makan ciki-ciki”inf-5
“Ada disuruh makan gizi”inf-6
“Jangan dikasih makan yang berminyak dulu “inf-6
“Ada penyuluhan, tidak boleh makan coklat, tidak boleh makan es krim, yang
berminyak, kasih makanan yang bergizi “inf-7
Hasil telaah Bagan MTBS konseling pemberian makan kepada ibu

dilakukan dengan cara menanyakan terlebih dahulu bagaimana cara ibu memberi

makan anak, lalu kemudian bandingkan jawaban ibu tersebut dengan anjuran

makan untuk anak sehat maupun sakit. Pemberian anjuran makan untuk anak

73
sehat maupun sakit dibedakan berdasarkan umur anak. Ibu juga dinasehati untuk

memberikan cairan selama anak sakit. Selain itu pada konseling makan ini ibu

dinasehati untuk mencuci tangan dengan sabun sebelum menyiapkan makan anak,

memberikan makan yang segar, bervariasi, tidak menggunakan penyedap, bumbu

yang tajam, zat pengawet dan pewarna, serta juga menggunakan peralatan masak

dan makan yang bersih dengan cara memasak yang benar.

Tabel 4.13 Matriks Triangulasi Pemberian Konseling Kepada Ibu

Aspek yang diteliti Indepth Interview Telaah Dokumen Kesimpulan


Nasehat yang Petugas Hasil telaah Bagan Konseling yang
diberikan kepada memberikan nasehat MTBS tentang cara diberikan petugas
ibu dengan balita kepada ibu dengan pemberian masih kurang,
sakit balita sakit berupa konseling makan petugas tidak
informasi untuk anak dengan menanyakan
menjaga kesehatan menanyakan terlebih dahulu
balita, memberikan terlebih dahulu bagaimana cara ibu
balita makanan yang kepada ibu memberi makan
bergizi, rajin makan bagaimana cara ibu sehingga petugas
sayur, hindari balita memberi makan tidak tahu dimana
untuk tidak jajan anak, lalu baru letak kesalahan ibu
sembarangan, dibandingkan saat memberi
makan coklat, ciki- dengan yang makan.
ciki, makan anjuran makan anak
berminyak dan es sehat maupun sakit.
krim. Ibu juga dinasehati
untuk mencuci
tangan sebelum
menyiapkan
makanan anak,
memberi makanan
yang sehat dan
memasak makanan
dengan benar.

4.4.4 Memberikan Tindak Lanjut pada Kunjungan Ulang

Hasil wawancara yang telah dilakukan kepada informan diketahui bahwa

petugas menasehati ibu untuk melakukan kunjungan ulang setelah anaknya

berobat ke Puskesmas Ambacang. Petugas Puskesmas menyuruh membawa

74
anaknya kembali ke puskesmas setelah dua hari minum obat. Hal ini seperti yang

diungkapkan informan :

“Didalam protap MTBS, kan setiap balita yang berkunjung, setelah mendapat
pelayanan kan harus ada kunjungan ulang” inf-1
“ Di MTBS ada aturan kembali, khususnya pneumonia 2 hari lagi” inf-3
“ Ada disuruh balik lagi inf-4
“ Kalau masih batuk balik lagi iya”inf-5
“ Waktu sudah pulang, disuruh balik lagi”inf-6
“Dalam minum obat tidak ada angsuran, balik lagi iya”inf-7
“ Kalau penyakitnya belum sembuh, disuruh balik lagi”inf-7

Meskipun telah dinasehati untuk melakukan kunjungan ulang agar petugas

mengetahui bagaimana perkembangan kondisi balita, apakah sudah sembuh atau

tidak, ibu balita jarang untuk melakukan kunjungan ulang. Hal ini dikarenakan ibu

merasa anaknya sudah sembuh dan tidak perlu diobat lagi. Hal ini seperti

disampaikan informan :

“ Kalau begini sudah sembuh, jadi tidak balik balik lagi, obatnya cocok “ inf-4
“ Tidak pernah kunjungan ulang karena sudah sembuh” inf-5
“ Sudah sembuh” inf 6
“Tidak balik lagi” inf 7
“ Tidak ada kunjungan ulang” inf-8
Kunjungan ulang yang dilakukan ibu sebenarnya memantau bagaimana

kondisinya setelah meminum obat yang sebelumnya diberikan. Apakah ada

perbaikan, sama saja atau makin parah. Jika diketahui kondisinya bahaya petugas

bisa memberikan merujuk ke rumah sakit. Hal ini seperti diungkapkan informan :

“Kalau ada yang bahaya harus dirujuk, dalam formulir juga ada, jadi setiap
petugas akan memberikan konsuling kapan, si ibu membawa kembali berobat,

75
begitu juga yang sudah dirujuk, untuk kontrol ulangnya kan kembali ke
Puskesmas juga ” in-1
Hasil telaah Bagan MTBS menunjukkan untuk balita yang menderita

pneumonia maka dianjurkan untuk harus melakukan kunjungan ulang 2 hari

setelah kunjungan pertama ke puskesmas. Tindakan yang dilakukan pada saat

kunjungan ulang tergantung bagaimana kondisi balita saat itu, balita yang kembali

dengan frekuensi napas atau nafsu makan balita tidak menunjukan perbaikan atau

lebih buruk maka rujuk segera, namun jika napas melambat dan nafsu makan

membaik, lanjutkan pemberian antibiotik hingga seluruhnya lima hari.

Tabel 4.14 Matriks Triangulasi Tindak Lanjut Kunjungan Ulang


Aspek yang Indepth Telaah Observasi
Kesimpulan
diteliti Interview Dokumen
Mengingatkan Petugas Hasil telaah Petugas Petugas sudah
ibu untuk memberi Bagan MTBS mengingatkan mengingatkan
kunjungan ulang nasehat kepada diketahui untuk semua ibu yang
ibu untuk bahwa kunjung membawa balita
melakukan kunjungan ulang setelah sakit untuk
kunjungan ulang dilakukan 2 hari melakukan
ulang setelah 2 hari setelah kunjungan ulang
dua hari minum kunjungan 2 hari setelah
obat di rumah pertama untuk pengobatan
jika balita pneumonia untuk
mengalami
pneumonia
Tindakan yang Petugas akan Hasil telaah Tidak ada ibu Ibu balita tidak
dilakukan saat memantau Bagan MTBS balita yang ada yang
kunjungan ulang bagaimana tindakan yang kunjung membawa
kondisinya dilakukan pada ulang balitanya
setelah saat kunjungan membawa kunjungan ulang
meminum obat ulang banyinya karena merasa
yang tergantung sudah sembuh
sebelumnya bagaimana
diberikan. Jika kondisi balita
diketahui saat itu, balita
kondisinya yang kembali
bahaya maka dengan
nanti petugas frekuensi napas
akan merujuk atau nafsu
balita ke rumah makan balita
sakit. tidak
Ibu balita tidak menunjukan
ada yang perbaikan atau

76
membawa lebih buruk
balitanya maka rujuk
kunjungan segera, namun
ulang karena jika napas
sudah sembuh melambat dan
nafsu makan
membaik,
lanjutkan
pemberian
antibiotik
hingga
seluruhnya lima
hari.

4.5 Komponen Output

Hasil wawancara mendalam yang telah dilakukan kepada informan

diketahui bahwa pelayanan MTBS yang ada di Puskesmas Ambacang sudah

diberikan kepada seluruh balita sakit dengan gejala pneumonia. Hal ini seperti

yang diungkapkan informan :

“Harusnya, iya, makanya pada saat amanesa ada batuk dan kesukaran
bernapas, kita harus hitung napas, semua harus hitung napas” inf-1
“Semua balita gejala batuk dan sukar bernapas dapat ditangani dengan MTBS
pnemonia” Inf-2
“Sejak 2018, semua datang ke Puskesmas ditangani dengan MTBS” inf-3
Hasil telaah Dokumen dari buku status dan formulir pencatatan balita sakit,

serta Laporan Dinas Kesehatan Kota Padang ke Dinas Kesehatan Provinsi

Sumatera barat dapat diketahui bahwa kunjungan balita sakit dengan gejala batuk

dan sukar bernapas di Puskesmas Ambacang sampai bulan Agustus tahun 2021

berjumlah 290 balita dengan 96 kasus ditemukan pneumonia.

77
Tabel 4.15 Matriks Triangulasi Output

Aspek yang diteliti Indepth Interview Telaah Dokumen Kesimpulan


Output tatalaksana Pelayanan MTBS Hasil telaah, Pelayanan sudah
kegiatan MTBS di sudah diberikan Laporan Dinas diberikan kepada
Puskesmas kepada seluruh Kesehatan Kota seluruh balita
Ambacang balita yang datang Padang, buku status dengan gejala batuk
berobat. dan juga formulir dan sukar bernapas
balita sakit sampai yang berkunjung.
bulan Agustus 2021
diketahui jumlah
balita dengan gejala
batuk dan sukar
bernapas yang
datang berkunjung
ke Puskesmas
Ambacang
berjumlah 290 balita
dengan 96 kasus
pneumonia.

78
BAB V PEMBAHASAN

5.1 Komponen Input

5.1.1 Tenaga MTBS

Hasil penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa tatalaksana MTBS

sudah diterapkan di Puskesmas Ambacang dengan petugas yang memberikan

pelayanan berjumlah 14 orang yang berprofesi sebagai bidan. Tenaga medis yang

khusus untuk pelayanan MTBS belum ada. Penanggung jawab kegiatan MTBS di

Puskesmas Ambacang adalah seorang bidan. Penanggungjawab MTBS yang ada

di Puskesmas Ambacang sudah mendapatkan pelatihan pada tahun 2019 oleh

Dinas Kesehatan Kota Padang.

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Putri (2018) tentang Analisis

Sistem Informasi Tatalaksana Manajemen Terpadu Balita Sakit pada Kejadian

Pneumonia Balita di Puskesmas Tarusan Tahun 2018 yang menyatakan bahwa

Puskesmas Tarusan mempunyai tenaga khusus MTBS sebanyak 2 orang terdiri 1

orang bidan dan 1 orang perawat yang sudah terlatih.

Bidan merupakan salah satu SDM ujung tombak pelayanan KIA dan

MTBS. Di Puskesmas Ambacang terdapat 19 bidan terdiri 14 bidan PNS dan 5

bidan kontrak/honorer. Penelitian Mulyana dan Kusumastuti (2021) tentang

Determinasi Kinerja Bidan dalam Pelaksanaan MTBS di 5 Puskesmas Kabupaten

Banggai bahwa kinerja bidan dalam pelaksanaan MTBS dipengaruhi oleh

pengalaman kerja (26,36%), fasilitas kesehatan (16,72%), pelatihan (26,41%), dan

supervisi (12,04%). Pengaruh langsung kinerja bidan dalam pelaksanaan MTBS

sebesar 81,52%, dan pengaruh tidak langsungnya sebesar 1,55%.

79
Salah satu faktor keberhasilan suatu program adalah tersedianya sumber

daya manusia yang cukup, baik dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas.

SDM merupakan aset utama suatu organisasi yang menjadi perencana dan pelaku

aktif dari segi aktivitas organisasi (Sedarmayanti, 2009). Tenaga kesehatan dalam

tatalaksana MTBS merupakan tenaga kesehatan yang sudah dilatih, tenaga

kesehatan dengan keterampilan dan kemampuan untuk menilai empat tanda

bahaya umum, pemeriksaan batuk, diare, dan demam, pemeriksaan berat badan,

pemeriksaan status imunisasi, menanyakan kepada pengantar terkait ASI dan

makanan tambahan, memberikan terapi yang benar. Juga parameter konseling

yang meliputi penentuan waktu merujuk, pemberian terapi antibiotika oral yang

diresepkan secara benar, pemberian nasehat untuk memberikan cairan, tambahan

dan memberi makan.

Petugas MTBS yang ada di Puskesmas Ambacang sudah mencukupi untuk

memberikan pelayanan kepada pasien yang datang. Petugas MTBS yang ada pun

telah mendapatkan pelatihan dan sosialisasi MTBS. Hal ini sudah sejalan dengan

Modul 7 MTBS tentang Pedoman Penerapan MTBS di Puskesmas. Jumlah SDM

di Puskesmas Ambacang adalah 57 orang terdiri 5 dokter umum, 3 dokter gigi, 19

bidan, 9 perawat, 1 perawat gigi, 1 apoteker, 2 asisten apoteker dan profesi

lainnya sebanyak 17 orang. Puskesmas Ambacang sendiri merupakan puskesmas

tipe pukesmas kawasan perkotaan, sesuai Permenkes 75 tahun 2014 standar dokter

umumnya berjumlah 1 orang.

Dinas Kesehatan Kota Padang diharapkan mengadakan pelatihan kepada

seluruh pengelolala MTBS di Puskesmas Ambacang karena baru satu orang yang

80
dilatih. Pelatihan yang intensif sangat diperlukan untuk meningkatkan pelayanan

MTBS di Puskesmas Ambacang.

5.1.2 Sarana dan Prasarana

Hasil penelitian menunjukan bahwa Puskesmas Ambacang dalam

memberikan pelayanan MTBS belum memiliki ruangan khusus MTBS. Untuk

ibu-ibu yang datang membawa balita sakit dilayani di ruangan PPI. Sebagian

besar sarana dan prasarana yang dimiliki untuk menunjang pelayanan MTBS

sudah dilengkapi, namun masih ada alat yang belum tersedia di ruangan yaitu

sound timmer. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Wardani (2016)

tentang Analisis Penerapan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) terhadap

Kejadian Penumonia Balita di Puskesmas Halmahera Kota Semarang diketahui

bahwa sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan MTBS di Puskesmas

Halmahera memadai dan dalam keadaan baik. Hal ini dikarenakan sudah adanya

peralatan yang dapat digunakan untuk melangsungkan kegiatan MTBS dan

disertai dengan ruang pelayanan MTBS.

Penelitian yang berbeda oleh Wira (2017) tentang Analisis Implementasi

Manajemen Terpadu Balita Sakit dalam Penanganan Penyakit Infeksi Saluran

Pernapasan Akut di Puskesmas Belawan Kota Medan yang menyatakan sarana

dan prasarana yang ada di Puskesmas Belawan cukup tersedia, namun masih ada

beberapa peralatan yang belum tersedia, sehingga pelaksanaan ISPA dengan

MTBS belum terlaksana dengan baik. Adapun sarana dan prasarana yang sudah

ada di Puskesmas Belawan untuk pelaksanaan ISPA dengan MTBS yaitu

timbangan bayi, thermometer, stateskop, modul MTBS dan formulir MTBS.

81
Adapun sarana yang belum tersedia yaitu ruangan khusus untuk MTBS, KNI,

ISPA atau arloji dengan jarum detik, alat penghisap lender dan regulator oksigen.

Peralatan yang dapat digunakan untuk pelaksanaan suatu program dan

dapat menunjang kelancaran suatu program. Fasilitas harus ada pada setiap

puskesmas dan harus dalam kondisi yang baik (ukurannya pasti) atau tidak rusak,

fasilitas harus ada pada setiap puskesmas untuk membantu para petugas

puskesmas melaksanakan kegiatannya (Wibowo, 2008). Beberapa hal yang perlu

diperhatikan sebelum menerapkan MTBS adalah persiapan obat, alat, formulir

MTBS dan Kartu Nasehat Ibu (KNI) atau KIA (Kementrian Kesehatan, 2015).

Sarana dan prasarana yang lengkap untuk pelayanan tatalaksana MTBS

diharapkan mampu mempermudah pelayanan MTBS, membantu mengurangi

bahaya fatal pneumonia dan juga membantu ibu untuk mengingat nasehat-nasehat

yang didapatkan di puskesmas.

5.1.3 Dana

Hasil penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa sumber dana kegiatan

tidak ada dana khusus untuk MTBS tetapi bergabung dalam program KIA yang

berasal dari dana DAK, APBD dan BLUD. Penggunaan dana tersebut telah

mencukupi untuk memberikan pelayanan tatalaksana MTBS yang ada di

Puskesmas Ambacang.

82
Hal ini senada dengan hasil penelitian Mansur (2017) tentang Evalusai

Sistem Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit di Puskesmas Kecamatan

Wilayah Pesisir Jakarta Utara Tahun 2015 yang menyatakan bahwa dana yang

mendukung pelaksanaan MTBS di puskesmas tidak ada secara khusus dari Dinas

Kesehatan Jakarta Utara. Pihak Dinas Kesehatan sendiri berharap puskemsas

masing-masing yang menyediakan dana untuk pelaksanaannya. Secara umum,

karena MTBS merupakan perpaduan dari berbagai program di puskesmas

sehingga dananya berasal dari program yang bersangkutan yang berasal dari

BLUD. Penelitian sumber dana MTBS di Puskesmas Tarusan Kabupaten Pesisir

Selatan oleh Putri (2018) bahwa sumber dana kegiatan MTBS termasuk dalam

program KIA yang berasal dari dana JKN dan BOK. JKN digunakan untuk

pelayan di puskesmas dan BOK digunakan untuk kunjungan rumah.. Penggunaan

dana tersebut telah mencukupi untuk memberikan pelayanan tatalaksana MTBS

yang ada di Puskesmas Tarusan.

Puskesmas Ambacang dalam tatalaksana MTBS sudah memiliki dana

yang cukup. Penggunaan dana DAK, APBD dan BLUD yang tersedia juga sudah

tepat sesuai dengan anggaran kegiatan MTBS yang direncanakan.

5.1.4 Metode

Hasil penelitian yang menunjukan bahwa dalam memberikan pelayanan

tatalaksana MTBS petugas MTBS yang ada di Puskesmas Ambacang

menggunakan panduan berupa modul MTBS dan bagan MTBS tahun 2019.

Modul-modul MTBS berisi penjelasan mengenai pengenalan MTBS, tatalaksana

MTBS serta pedoman penerapan MTBS di puskesmas.

83
Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Putri (2018)

bahwa bahwa dalam memberikan pelayanan tatalaksana MTBS petugas MTBS

yang ada di Puskesmas Tarusan menggunakan panduan berupa modul MTBS dan

bagan MTBS tahun 2015. Modul-modul MTBS berisi penjelasan mengenai

pengenalan MTBS, tatalaksana MTBS serta pedoman penerapan MTBS di

puskesmas.

Metode merupakan suatu rangkaian kerja untuk melakukan tindakan atau

suatu kerangka berpikir menyusun gagasan, yang bertautan, terarah dan relevan

dengan maksud dan tujuan (Muninjaya, 2012). Untuk mempermudah petugas

kesehatan dalam mengikuti setiap langkah yang harus dilaksanakan untuk

memeriksa balita sakit seusai materi MTBS maka dituangkan dalam bentuk

bagan. Petugas kesehatan dilatih untuk mudah mengerti langkah-langkah yang ada

dalam bagan tersebut. Setiap langkah dengan maksud tertentu dituangkan dalam

bagian tersebut dengan tanda khusus dalam kotak, baris dengan warna dasar

tertentu dan tulisan dengan huruf dicetak tebal (Kementrian Kesehatan, 2019).

Tatalaksana MTBS yang ada di Puskesmas Ambacang sudah

menggunakan pandua berupa modul dan bagan MTBS. Penggunaan bagan

sebagai pedoman dapat membantu petugas dalam memberikan pelayanan

tatalaksana MTBS kepada balita yang datang berobat. Sehingga pelayanan yang

diberikan petugas dapat terarah dan terpadu secara terstruktur.

5.1.5 SOP

Hasil penelitian menunjukkan bahwa SOP MTBS sudah ada dan sudah

dijalankan oleh petugas Puskesmas Ambacang. Herlina (2014) bahwa Standar

84
Operasional prosedures (SOP) merupakan seperangkat petunjuk tertulis mengenai

dokumen kegiatan rutin yang dikerjakan oleh suatu organisasi. Standar

oiperasional ini juga merupakan panduan kerja yang terstruktur sebagai pengukur

kinerja seta menunjukkan apa yang harus dilakukan, kapan hal tersebut dilakukan

dan siapa yang harus melakukannya.

Standar Prosedur Operasional adalah pernyataan tentang harapan

bagaimana petugas kesehatan melakukan suatu kegiatan yang bersifat

administratif, misalnya layanan pasien rawat inap, pembeliah bahan habis pakai,

penyimpanan dan lain sebagainya. Secara luas pelayanan kesehatan merupakan

suatu pernyataan tentang mutu yang sangat di harapkan yaitu mengenai masukan,

peoses dan keluaran sistem layanan kesehatan (Pohan, 2007).

Manfaat Standar Operasional Prosedur digunakan untuk mengoptimalkan

kinerja organisasi, sarana mengkomsumsi pelaksanaan pekerjaan, acuan dalam

melakukan penilaian proses pekerjaan, sarana pelatihan bagi staf baru sehingga

mengurangi waktu yang terbuang untuk memberikan pengarahan, mengendalikan

dan mengantisipasi apabila terdapat perubahan sistem dalam organisasi serta

digunakan sebagai sarana dokumentasi sistem informasi.

5.2 Komponen Proses

5.2.1 Menilai dan Membuat Klasifikasi Balita Sakit dengan Gejala


Pneumonia
Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa proses penilaian

balita sakit di Puskesmas Ambacang dilakukan dengan cara mendengarkan

keluhan ibu balita tentang bagaimana kondisi balita, menanyakan sudah berapa

lama mengalami gejala, apakah disertai dahak, menghitung frekuensi napas,

85
melihat adanya wheezing (suara bising seperti siulan atau tanda kesulitan waktu

anak mengeluarkan napas) dan stridor (bunyi khas yang terdengar pada saat anak

menarik napas). Klasifikasi balita sakit dengan gejala pneumonia adalah

pneumonia berat, pneumonia dan batuk bukan pneumonia.

Penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Wira (2017) tentang

Analisis Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit dalam Penanganan

Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut di Puskesmas Belawan Kota Medan

yang menyatakan bahwa pelaksanaan penilaian dan klasifikasi balita sakit di

Puskesmas Belawan yang dilaksanakan sudah berjalan yaitu dengan menanyakan

keluhan balita dan memeriksa tanda bahaya umum, namun petugas kesehatan

tidak memeriksa status gizi, sukar bernapas, imunisasi pada balita. Dari keluhan

yang disampaikan ibu balita petugas kesehatan akan menanyakan beberapa

keluhan lain sehingga petugas mampu mendiagnosa penyakit yang diderita oleh

balita.

Senada dengan Penelitian Putri (2018) bahwa Penilaian balita sakit di

Puskesmas Tarusan dilakukan dengan cara mendengarkan keluhan ibu balita

tentang bagaimana kondisi balita, menanyakan sudah berapa lama mengalami

gejala, apakah disertai dahak, menghitung frekuensi napas, melihat adanya

wheezing dan stridor. Klasifikasi balita sakit dengan gejala pneumonia adalah

pneumonia berat, pneumonia dan batuk bukan pneumonia. Proses penilaian dan

klasifikasi sudah sesuai dengan bagan MTBS.

Menilai berarti memperoleh informasi tentang penyakit anak dengan

melakukan amnesis melalui wawancara (mengajukan pertanyaan kepada ibu) dan

86
memeriksa fisik balita dengan melihat dan mendengarkan pernapasan. Cara

memeriksa fisik yang digunakan adalah dengan mencari beberapa tanda klinik

tertentu yang mudah dimengerti dan digunakan tanpa penggunaan alat-alat

kedokteran seperti stetoskop, pemeriksaan penunjang baik laboratorium, radiologi

ataupun pemeriksaan lainnya. Tanda klinik tersebut adalah: napas cepat, tarikan

dinding dada bagian bawah ke dalam (TDDK) dan suara napas tambahan

(wheezing dan stridor)(Kementrian Kesehatan, 2019).

Setelah melakukan penilaian tanda dan gejala yang muncul maka

dilanjutkan dengan membuat klasifikasi. Membuat klasifikasi berarti membuat

sebuah keputusan mengenai kemungkinan penyakit atau masalah serta tingkat

keparahannya. Klasifikasi merupakan suatu kategori untuk menentukan tindakan

yang akan diambil oleh tenaga kesehatan dan bukan sebagai diagnosis spesifik

penyakit (Kementrian Kesehatan, 2019).

Hasil penelitian Fitriani et al (2020) menunjukkan bahwa faktor-faktor

yang mempengaruhi penemuan kasus pneumonia balita di Puskesmas Pammana

yaitu penyusunan rencana program, kegiatan program, pencatatan dan pelaporan,

faktor petugas kesehatan (pelatihan, pengetahuan, dan lama kerja petugas),

motivasi kerja, kepemimpinan kepala puskesmas, ketersediaan media cetak dan

media penyuluhan. Sedangkan faktor yang tidak berpengaruh dengan penemuan

kasus pneumonia yaitu jenis kelamin, tingkat pendidikan, tatalaksana MTBS dan

kegiatan evaluasi. Agar cakupan penemuan kasus pneumonia balita di Puskesmas

Pammana mencapai target, dapat dilakukan dengan meningkatkan pembinaan dan

pelatihan kepada penanggung jawab P2 ISPA dan petugas MTBS mengenai

pengetahuan pneumonia balita. Puskesmas juga perlu melakukan kegiatan

87
penemuan kasus secara aktif dengan melakukan pelacakan kasus dan kunjungan

rumah penderita pneumonia balita.

Puskesmas Ambacang dalam menilai dan membuat klasifikasi balita sakit

sudah melaksanakan sesuai dengan bagan MTBS. Petugas menanyakan keluhan

balita kepada ibu, lalu menanyakan sudah berapa lama mengalami gejala, apakah

disertai dahak, menghitung frekuensi napas, melihan adanya wheezing dan stridor,

dengan begitu informasi yang didapat petugas mengenai kondisi balita tidak

hanya dari penglihatan petugas saat di puskesmas saja, tapi juga bagaimana

kondisi balita sebelumnya. Penilaian yang baik juga berpengaruh pada klasifikasi

balita sakit yan benar.

5.2.2 Menentukan Tindakan dan Memberikan Pengobatan Balita Sakit


dengan Gejala Pneumonia

Hasil penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa tindakan yang

dilakukan petugas MTBS di Puskesmas Ambacang untuk balita sakit batuk dan

sukar bernapas bisa dengan dirujuk segera ke rumah sakit, diberi antibiotik dan

pereda batuk yang aman atau pelega tenggorokan atau pereda batuk yang aman.

Pemberian resep obat kepada balita sakit di Puskesmas Ambacang dilakukan oleh

dokter.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Putri (2018) bahwa Tindakan yang

dilakukan petugas MTBS di Puskesmas Tarusan untuk balita sakit batuk dan

sukar bernapas bisa dengan dirujuk segera ke rumah sakit, diberi antibiotik dan

pereda batuk yang aman atau pelega tenggorokan dan pereda batuk yang aman.

Pemberian resep obat kepada balita sakit di Puskesmas Tarusan dilakukan oleh

dokter dan juga petugas MTBS. Pemberian tindakan yang dilakukan petugas

88
sudah sesuai dengan bagan MTBS, namun untuk pemberian resep belum sesuai

dengan Permenkes No. 35 Tahun 2014.

Menentukan tindakan dan memberi pengobatan berarti menentukan

tindakan dan memberi pengobatan di fasilitas kesehatan sesuai dengan klasifikasi

jenis penyakit yang sudah ditentukan. Tindakan yang dilakukan yaitu merujuk

anak jika mempunyai klasifikasi berat, tindakan/pengobatan pra rujukan seperti

memberi obat yang sesuai, tindakan/pengobatan dirumah yang tidak memerlukan

rujukan seperti mengajari ibu cara memberikan obat oral dirumah, mengajari ibu

cara mengobati infeksi di rumah, serta kunjungan ulang.

Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 35 tahun 2014 tentang Standar

Pelayanan Kefarmasian di Apotek menyatakan resep adalah permintaan tertulis

dari dokter maupun dokter gigi, kepada apoteker, baik dalam bentuk paper

maupun electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai

peraturan yang berlaku. Resep merupakan permintaan tertulis dari dokter kepada

instalasi farmasi untuk menyiapkan, membuat, meracik, dan menyerahkan obat

untuk pasien. Dokter harus menulis resep dengan jelas dan lengkap, jika resep

yang diterima apoteker tidak jelas dan lengkap maka isi resep harus

dikonfirmasikan ulang ke dokter penulis resep.

Penelitian Pujianti dan Anggraini (2020) bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi kepatuhan penggunaan antibiotika pada orang tua pasien anak

yang terdiagnosa pneumonia di Wilayah Kerja Puskesmas Beruntung Raya Kota

Banjarmasin, secara signifikan adalah kedisiplinan, sugesti sembuh, dan

komunikasi. Sehingga saran yang sesuai dengan hasil penelitian adalah perlu

89
dilakukannya pemberian informasi dan edukasi yang holistik pada pasien dan

keluarga pasien mengenai penyakit pneumonia yang diderita dan manfaat

pengobatan yang sedang dijalani.

Puskesmas Ambacang dalam menentukan tindakan MTBS pada balita

sakit sudah sesuai dengan peraturan yang ada. Pemberian resep oleh petugas

MTBS sudah sesuai dengan standar. Sesuai Permenkes No. 35 Tahun 2014 yang

boleh menuliskan resep hanyalah dokter dan dokter gigi.

5.2.3 Memberikan Konseling Kepada Ibu Balita Sakit dengan Gejala


Pneumonia

Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa proses

konseling yang diberikan petugas MTBS masih kurang, petugas tidak

menanyakan terlebih dahulu bagaimana cara ibu memberi makan dan cairan

sehingga petugas tidak tahu dimana letak kesalahan ibu saat memberi makan.

Cara pemberian obat yang dilakukan petugas apotek sudah baik namun untuk obat

antibiotik sebaiknya petugas menjelaskan kepada ibu mengenai resistensi

antibiotik jika tidak diminum sampai habis.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Wira (2017) tentang Analisis

Implementasi Manajemen Terpadu Balitas Sakit dalam Penanganan Penyakit

Infeksi Saluran Pernapasan Akut di Puskesmas Belawan Kota Medan. Puskesmas

Belawan sudah melaksanakan konseling kepada ibu balita. Konseling yang

dilaksanakan di Puskesmas Belawan sudah sesuai dengan modul MTBS.

Beberapa hal yang disampaikan kepada ibu yaitu cara pemberian obat di rumah,

menasehati ibu tentang cara pemberian makan pada anak dan menasehati ibu

kapan kembali lagi ke tenaga kesehatan, sedangkan penganjuran pemberian ASI,

90
menasehati ibu cara mengobati infeksi lokal di rumah tidak disampaikan oleh

petugas kesehatan. Petugas mengatakan bahwa hal yang paling penting

disampaikan kepada ibu balita yaitu mengenai pemberian obat dan cara pemberian

makan di rumah.

Konseling merupakan suatu proses dimana ada seseorang yang

dipersiapkan secara professional untuk membantu orang lain dalam memahami

diri, pembuatan keputusan dan memecahkan masalah. Selain itu konseling adalah

pertemuan dari hati ke hati antar manusia yang hasilnya sangat bergantung pada

kualitas hubungan. Konseling juga merupakan rangkaian-rangkaian kontak atau

hubungan secara langsung dengan individu yang tujuannya memberikan bantuan

dalam merubah sikap dan tingkah lakunya (Mulawarman, 2017). Dalam MTBS,

memberikan konseling bagi ibu harus dilakukan pada balita dengan klasifikasi

pneumonia dengan tindakan rawat jalan dan diberi antibiotik. Hal ini harus

dilakukan mengingat si ibu harus dibekali.

Petugas MTBS yang ada di Puskesmas Ambacang memberikan konseling

kepada ibu belum maksimal. Hal ini terlihat nasehat yang diberikan masih

seadanya, seperti hanya menyarankan untuk memberikan makanan yang bergizi

namun tidak menjelaskan bagaimana kriteria makanan yang bergizi tersebut.

Karena tidak semua ibu mengetahui makanan yang bergizi yang dimaksud

petugas. Nasehat untuk meminumkan obat antibiotik sampai habis juga sudah

diberikan kepada ibu, namun petugas tidak menjelaskan bahaya tidak meminum

antibiotik sampai habis. Hal ini dirasa perlu karena ibu juga harus tahu bahaya

resistensi antibiotik yang dapat terjadi, sehingga ibu benar-benar menghabiskan

obat antibiotiknya, tidak berhenti ketika si anak sembuh.

91
Pencegahan ISPA salah satunya adalah dengan edukasi manajemen

terpadu balita sakit pada ibu balita penderita ISPA. Edukasi

manajemen terpadu balita sakit untuk pencegahan ISPA pada balita meliputi

pengetahuan tentang penyakit ISPA, gejala ISPA, klasifikasi ISPA, pencegahan

penyakit ISPA, perbaikan gizi penderita ISPA, tindakan dan pengobatan ISPA

(Atira, 2018).

Petugas MTBS diharapkan lebih maksimal dalam memberikan konseling

kepada ibu balita. Konseling yang baik akan memberikan pemahaman yang baik

pula kepada ibu dalam menjaga balitanya, sehingga balita bisa terbebas dari

penyakit, tidak hanya pneumonia tapi dari berbagai macam penyakit.

5.2.4 Memberikan Tindak Lanjut pada Kunjungan Ulang

Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa dalam

memberikan pelayanan kunjungan ulang petugas belum mengingatkan semua ibu

yang membawa balita sakit untuk melakukan kunjungan ulang 2 hari setelah

pengobatan untuk pneumonia dan 5 hari setelah pengobatan untuk batuk bukan

pneumonia. Ibu-ibu yang sudah diingatkan pun jarang melakukan kunjungan

ulang. Tindak lanjut yang dilakukan petugas memeriksa kembali kondisi balita

dan menentukan tindakan dirujuk ke rumah sakit atau menambah obat.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Wira (2017) tentang Analisis

Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit dalam Penanganan Penyakit

Infeksi Saluran Pernapasan Akut di Puskesmas Belawan Kota Medan, setiap anak

harus kembali ke petugas kesehatan setelah dua hari untuk kunjungan ulang. Pada

kunjungan ulang dilhat keluhan balita, jika balita semakin parah petugas

memberikan antibiotik ke dua, jika balita keluhan sama maka dosis ditambah, jika

92
balita telah mendapatkan antibiotik dan tidak punya antibiotik lain yang sesuai

segera dirujuk dan jika antibiotik yang sama dan tidak sembuh maka pastikan ibu

mengerti pentingnya menghabiskan obat tersebut walau keadaan sudah membaik.

Penelitian Pradana (2016) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

kepatuhan kunjungan ulang ibu balita pneumonia usia 2 bulan – 5 tahun di

Wilayah Kerja Puskesmas Gubug 1 Kabupaten Grobogan bahwa faktor

pengetahuan, sikap ibu, motivasi ibu, biaya pengobatan, dukungan keluarga, dan

peran petugas kesehatan memiliki hubungan dengan kepatuhan kunjungan ulang

pneumonia. Faktor usia, pendidikan, status pekerjaan, pendapatan keluarga, dan

akses pelayanan kesehatan tidak memiliki hubungan dengan kepatuhan kunjungan

ulang pneumonia.

Pelayanan kunjungan ulang oleh petugas MTBS yang ada di Puskesmas

Ambacang masih belum mengingatkan semua ibu dengan balita yang berkunjung

untuk melakukan kunjungan ulang, sehingga tidak semua ibu dengan balita

pneumonia datang setelah 2 hari berobat. Ibu-ibu balita yang mendapat nasehat

untuk melakukan kunjungan ulang pun jarang yang datang karena beralasan

balitanya sudah sembuh.

Pelayanan kunjungan ulang oleh petugas MTBS yang ada di Puskesmas

Ambacang diharapkan ke depannya untuk mengingatkan semua ibu balita

pneumonia untuk melakukan kunjungan ulang ke puskesmas kembali. Ibu balita

pun diharapkan proaktif dan mematuhi nasehat petugas MTBS, sehingga dapat

diketahui apakah kondisi balita membaik atau semakin memburuk. Hal ini dapat

menghindari risiko kematian pada balita.

93
5.3 Komponen Output

Hasil penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa pelayanan MTBS

yang ada di Puskesmas Ambacang sudah diberikan kepada seluruh balita sakit

dengan gejala pneumonia. Sampai Bulan Juli tahun 2021 diketahui bahwa

kunjungan balita sakit dengan gejala batuk dan sukar bernapas berjumlah 290

balita dengan 96 kasus ditemukan pneumonia.

Sejalan dengan penelitian Putri (2018) bahwa pelayanan MTBS yang ada

di Puskesmas Tarusan sudah diberikan kepada seluruh balita sakit dengan gejala

pneumonia. Selama tahun 2017 diketahui bahwa kunjungan balita sakit dengan

gejala batuk dan sukar bernapas berjumlah 156 orang balita dengan 72 kasus

ditemukan pneumonia. Ini berarti dapat dikatakan bahwa target pencapaian MTBS

adalah 100% yang artinya setiap balita sakit harus dilakukan pendekatan MTBS.

Penerapan MTBS tidak memiliki patokan khusus besarnya presentase

kunjungan balita sakit yang ditangani dengan pendekatan MTBS. Tiap puskesmas

perlu memperkirakan kemampuannya mengenai seberapa besar balita sakit yang

akan ditangani pada saat awal penerapan dan kapan akan dicapai cakupan 100%

penerapan MTBS di puskesmas. Sebagai acuan dalam pentahapan penerapan

adalah sebagai berikut:

1. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit <10 orang per hari

pelayanan MTBS dapat diberikan langsung pada seluruh balita (100%).

2. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 10-25 orang per hari,

berikanlah pelayanan MTBS kepada 50% kunjungan balita sakit pada

94
tahap awal dan setelah 3 bulan pertama diharapkan telah seluruh balita

sakit mendapatkan pelayanan MTBS.

3. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 21-50 orang per hari,

berikanlah pelayanan MTBS kepada 25% kunjungan balita sakit pada

tahap awal dan setelah 6 bulan diharapkan seluruh balita sakit

mendapatkan pelayanan MTBS (Kementrian Kesehatan, 2015).

Puskesmas Ambacang telah menerapkan tatalaksana MTBS untuk

melayani balita sakit yang datang berobat semenjak tahun 2007. Pada tahun 2021,

tatalaksanaannya di Puskesmas Ambacang, petugas sudah mampu menerapkan

MTBS pada seluruh balita yang datang berobat. Sesuai dengan acuan pentahapan

penerapan MTBS di puskesmas, dapat dikatakan Puskesmas Ambacang sudah

memenuhi acuan tersebut.

95
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
6.1.1 Komponen Input
1. Tatalaksana MTBS sudah diterapkan di Puskesmas Ambacang dengan

petugas berjumlah 14 orang yang sudah mahir. Tenaga yang khusus untuk

pelayanan MTBS belum ada.

2. Puskesmas Ambacang dalam memberikan pelayanan MTBS belum

memiliki ruangan khusus. Sebagian besar sarana dan prasarana yang

tersedia untuk pelayanan MTBS.

3. Sumber dana kegiatan MTBS termasuk dalam program KIA yang berasal

dari dana BOK, APBD dan BLUD

4. Pelayanan tatalaksana MTBS petugas MTBS yang ada di Puskesmas

Ambacang menggunakan panduan berupa modul MTBS dan bagan MTBS

tahun 2019.

5. SOP Pelayanan tatalaksana MTBS sudah ada dan SOP sudah dijalankan

dengan baik.

6.1.2 Komponen Proses

1. Penilaian balita sakit di Puskesmas Ambacang dilakukan dengan cara

mendengarkan keluhan ibu balita tentang bagaimana kondisi balita, dan

menanyakan sudah berapa lama mengalami gejala. Klasifikasi balita sakit

dengan gejala pneumonia adalah pneumonia berat, pneumonia dan batuk

bukan pneumonia. Proses penilaian dan klasifikasi sudah sesuai dengan

bagan MTBS.

96
2. Tindakan yang dilakukan petugas MTBS di Puskesmas Ambacang untuk

balita sakit dengan gejala pneumonia dengan memberikan obat sesuai yang

dianjurkan oleh Bagan MTBS berupa dalam bentuk puyer dan sirup.

Pemberian resep obat kepada balita sakit dilakukan oleh dokter. Pemberian

tindakan yang dilakukan petugas dan pemberian obat sudah sesuai dengan

bagan MTBS.

3. Konseling yang diberikan petugas MTBS masih kurang. Cara pemberian

obat yang dilakukan petugas apotek sudah baik namun untuk obat

antibiotik sebaiknya petugas menjelaskan kepada ibu mengenai resistensi

antibiotik jika tidak diminum sampai habis.

4. Petugas sudah mengingatkan semua ibu yang membawa balita sakit untuk

melakukan kunjungan ulang 2 hari setelah pengobatan untuk pneumonia.

6.1.2 Komponen Output

Pelayanan MTBS yang ada di Puskesmas Ambacang sudah diberikan

kepada seluruh balita sakit dengan gejala pneumonia. Sampai bulan Juli tahun

2021 diketahui bahwa kunjungan balita sakit dengan gejala batuk dan sukar

bernapas berjumlah 290 orang balita dengan 96 kasus ditemukan pneumonia.

6.2 Saran

1. Diharapkan Dinas Kesehatan Kota Padang untuk :

Agar dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) petugas

kesehatan melalui pelatihan pelatihan yang berhubungan dengan

penanganan balita sakit yang berkunjung ke puskesmas dapat ditangani

dengan efektif dan efisien

97
2. Diharapkan Puskesmas Ambacang untuk :

a) Membangun ruangan khusus MTBS untuk pelayanan tatalaksana

MTBS di Puseksmas Ambacang.

b) Lebih maksimal dalam memberikan konseling kepada ibu balita.

c) Mengingatkan semua ibu balita pneumonia untuk melakukan

kunjungan ulang ke puskesmas kembali dengan memberikan kartu

nasehat ibu.

98
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff, H. dan H.A. Mukty. 2010. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga
University Press, Surabaya.

Atira, C. 2018. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Dengan Kejadian Infeksi


Saluran Pernapasan Atas Pada Balita. Jurnal Ilmiah Citra Delima 2(1) : 17-
22.

Azwar, A. 2010. Pengantar Administrasi Kesehatan. Binarupa Aksara, Jakarta.


Dinas Kesehatan Kota Padang. 2019. Laporan Program Pengendalian ISPA Kota
Padang Tahun 2019. Padang.

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat. 2019. Laporan Program Pengendalian


ISPA Provinsi Sumatera Barat Tahun 2019. Padang.

Effendi, F dan Makhfudi. 1998. Keperawatan Kesehatan Komunitas dan praktik


dalam Keperawatan. Jakarta.

Febriawati, H. 2013. Manajemen Logistik Farmasi Rumah Sakit. Yogyakarta,


Gosyen.

Fitriani, A. Hayati dan Yulianti. 2020. Faktor Yang Mempengaruhi Penemuan


Kasus Pneumonia Balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Pammana.
Media Kesehatan Politeknik Kesehatan Makasar XV (2): 195-206.

Firdaus, N., Sudiro, dan A. Mawardi. 2013. Implimentasi Program Manajemen


Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Wilayah Kabupaten Pasuruan.
Jurnal Manajemen Kesehatan Indonesia 1(1): 54-58.

Herlina, S. 2014. Evaluasi Implementasi Standard Operating Procedures (SOP)


Penerimaan Kas pada Divisi Pendidikan Yayasan Sion. Skripsi. Fakultas
Ekonomika dan Bisnis. Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.

Kartasasmita. 2010. Pneumonia Pembunuh Balita. Buletin Jendela Epidemiologi


3: 22-26.

Kementrian Kesehatan RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 25 Tahun


2014 tentang Upaya Kesehatan Anak. Kemenkes RI, Jakarta.

Kementrian Kesehatan RI. 2015.Pedoman Tatalaksana Pneumonia Balita.,


Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Kemenkes RI, Jakarta.

Kementrian Kesehatan RI. 2016. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi


Saluran Pernapasan Akut. Direktorat Jenderal Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit. Jakarta.

99
Kementrian Kesehatan RI. 2018. Modul Kalakarya Manajemen Terpadu Balita
Sakit di Puskesmas untuk Peserta Kalakarya. Kemenkes RI, Jakarta.

Kementrian Kesehatan RI. 2019. Profil Kesehatan Indonesia. Pusdatin Kemenkes,


Jakarta.

Kementrian Kesehatan RI. 2019. Buku Bagan MTBS. Kemenkes RI, Jakarta.

Kementrian Kesehatan RI. 2020. Profil Kesehatan Indonesia. Pusdatin Kemenkes,


Jakarta.

Maryunani, A. 2011. Ilmu Kesehatan Anak dalam Kebidanan. Trans Info


Media, Jakarta.

Mansur, H. 2017. Evaluasi Sistem Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit


di Puskesmas Kecamatan Wilayah Pesisir Jakarta Utara Tahun 2015. Jurnal
Ilmiah Bidan 2 (2): 7-20.

Mendri, NK dan Prayogi. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Anak Sakit dan
Bahaya Resiko Tinggi. Pustaka Baru Press, Yogyakarta.

Muninjaya, G. 2012. Manajemen Kesehatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC.


Jakarta.

Mulawarman. 2017. Pengantar Ketrampilan Dasar Konseling bagi Konselor


Pendidikan. Universitas Negeri Semarang, Semarang.

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta.

Pohan, IS. 2007. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan: Dasar-Dasar Pengertian dan
Penerapan. Penerbit EGC, Jakarta.

Prasetyawati, AE. 2012. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Dalam Millenium
Development Goals (MDGs). Nuha Medika, Yogyakarta.

Pradana, PJPA. 2016. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Kunjungan


Ulang Ibu Balita Pneumonia Usia 2 Bulan – 5 Tahun di Wilayah Kerja
Puskesmas Gubug 1 Kabupaten Grobogan. Skripsi. Jurusan Ilmu Kesehatan
Masyarakat. Universitas Negeri Semarang.

Pujianti, N dan L. Anggraini. 2020. Faktor-Faktor Yang Berhunungan Dengan


Kepatuhan Penggunaan Antibiotika untuk Terapi Pneumonia (Studi
Observasional Analitik Pada Orang Tua Pasien Anak yang Terdiagnosa
Pneumonia di Wilayah Kerja Puskesmas Beruntung Raya Kota
Banjarmasin). Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat Indonesia 7 (1):16-
21.

10
Puspitasari, D. dan L.Y. Hendrati. 2013. Evaluasi Pelaksanaan MTBS Pneumonia
di Puskesmas di Kabupaten Lumajang Tahun 2013. Jurnal Berkala
Epidemiologi 1 (2): 291-301.

Putri, N. 2020. Analisis Sistem Tatalaksana Manajemen Terpadu Balita Sakit


pada Kejadian Pneumonia Balita di Puskesmas Tarusan Tahun 2018.
Skripsi. Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Andalas.

Satori, D. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Alfabeta, Bandung.

Sedarmayanti. 2009. Sumberdaya Manusia dan Produktivitas Kerja. Madar Maju,


Bandung.

Sugiyono. 2016. Memahami Penelitian Kualitatif. Alfabeta, Bandung.

Sugiyono. 2016. Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R& D.


Alfabeta, Bandung.

Suparmi, I. B. Maisya, A. Rizkianti, K.Sari, B. C. Rosha, N. Amaliah, J. Pambudi,


Y. Wiryawan, G. Putro, N. E. W. Soekotjo, L. Daisy dan M. Sari. 2018.
Media Litbangkes 28 (4): 271-278.

Suryo, J. 2010. Herbal Penyembuh Gangguan Sistem Pernapasan. Bentang


Pustaka, Yogyakarta.

Wardani, ATA. 2016. Analisis Penerapan Manajemen Terpadu Balita Sakit


(MTBS) terhadap Kejadian Pneumonia Balita di Puskesmas Halmahera
Kota Semarang. Skripsi. Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat. Fakultas
Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang.

Wibowo, SH. 2008. Analisis Manajemen Mutu MTBS Yang Terkait Dengan
Mutu Penerapan Kegiatan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
Puskesmas di Kabupaten Brebes. Program Pasca Sarjana Universitas
Diponegoro.

Wira, A. 2017. Analisis Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit dalam


Penanganan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut di Puskesmas
Belawan Kota Medan Tahun 2017. Skripsi. Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Sumatera Utara.

WHO. 2018. Pneumonia Progress Report 2018 TABLE OF CONTENTS

10
Lampiran 1 Checklist Observasi Tatalaksana MTBS Pneumonia Balita di
Puskesmas Ambacang Tahun 2020

No Aspek yang diobservasi Penilaian Keterangan


Ya Tidak
1 Tersedianya alur
pelayanan MTBS yang
efektif
2 Tersedianya Buku Bagan
MTBS di ruang periksa
3 Formulir Pencatatan selalu
mencukupi
4 Buku KIA selalu
mencukupi kebutuhan
5 Tersedianya Buku
Registrasi Rawat Jalan
6 Tersedia alat yang
berfungsi baik:
a Termometer axilla
b Alat pengukur tekanan
darah anak
c Timer/jam tangan dengan
jarum detik
d Timbangan berat badan
bayi dan anak
e Alat ukur panjang dan
tinggi badan
f Pita pengukur LiLa
7 Tersedia Alat dan Obat-
obatan
a Tablet/sirup Amoksilin
b Tablet/ sirup
kotrimoksazol
c Tablet/ sirup paracetamol
d Tablet salbutamol
e Tablet Fenobarbital
f Suntikan Ampisilin
g Suntikan Gentamisin
h Suntikan Epinefrin
i Aqua Des untuk pelarut
k Disposable Spuit/Semprit
l Alkohol 70%
m ARI Sound Timer
n Oksigen konsentrator
o Alat Nebulisasi (jika ada)
p Lembar KNI
q Alat penumbuk obat

10
r Alat penghisap lendir
s Spacer
t Formulir pencatatan balita
sakit usia 2 bulan-5 tahun
y Formulir pencatatan bayi
muda usia kurang dari dua
bulan
8 Sarana Pendukung
a Tempat Tidur
b Tempat pelayanan MTBS
c Pojon Gizi
d Imunisasi
e Laboratorium
d Pojok URO
e Farmasi
Sumber: Kementerian Kesehatan (2018)

10
INFORMAN 1

Lampiran 2. Panduan Wawancara Dengan Staf Dinas Kota Padang


PANDUAN WAWANCARA MENDALAM
(STAF DINAS KESEHATAN KOTA PADANG)
Nama :...............................................................................
Umur :...............................................................................
Jenis Kelamin :...............................................................................
Pendidikan Terakhir:...............................................................................
Jabatan :................................................................................
Tanggal wawancara :................................................................................

1. Pertanyaan Umum

1) Apakah yang dimaksud dengan kegiatan MTBS?


(probing: suatu pendekatan pelayanan balita yang terintegrasi atau terpadu di
unit rawat jalan fasilitas pelayanan kesehatan dasar)
2) Sudah berapa lama MTBS dilaksanakan di Puskesmas ini?
(probing: jumlah tahun)
3) Penyakit apa yang paling banyak ditangani dari pendekatan MTBS ini?
(probing : penyakit balita)
2. Komponen Input
a. SDM
1) Berapa orang tenaga pelaksana MTBS yang ada di Puskesmas Ambacang ?
(probing : sudah mencukupi untuk memberikan pelayanan MTBS atau
belum, profesi petugas MTBS yang ada)
2) Siapakah penanggung jawab kegiatan MTBS yang ada di Puskesmas
Ambacang?
(probing : kriteria sebagai penanggung jawab kegiatan)
3) Apakah tenaga pelaksana MTBS yang ada di Puskesmas Ambacang sudah
pernah mendapatkan pelatihan?
(probing : sudah berapa kali, dimana tempat pelatihannya)
b. Sarana Prasarana
1) Apakah dalam pelayanan MTBS sudah dilengkapi dengan ruangan khusus
MTBS?
(probing : Ruangan sudah standar MTBS)
2) Bagaimana sarana dan prasarana dalam melaksanakan MTBS di Puskesmas
Ambacang?

10
(probing : apa saja sarana dan prasarana yang tersedia dan belum tersedia)
c. Pendanaan
1) Dari manakah sumber pendanaan pelaksanaan MTBS yang ada di
Puskesmas Ambacang?
(probing : sumber khusus seperti APBD atau dari dana operasional
puskesmas saja)
2) Untuk apa saja dana yang dialokasikan guna pelaksanaan MTBS
digunakan?
(probing : apa yang belum tercukupi dengan dana yang ada)
3) Apakah dana yang dimiliki sudah mencukupi kebutuhan pelaksanaan
MTBS?
(probing : sudah mencukupi atau belum, jika belum jelaskan cara
penanggulangannya)
d. Metode
1) Apakah panduan tatalaksana yang digunakan tenaga pelaksana MTBS di
Puskesmas Ambacang?
(probing : menggunakan bagan MTBS, update tahun 2015 atau yang
sebelumnya)
e. SOP
1) Apakah di Puskesma ini sudah melaksanakan SOP Pelayanan
MTBS? (probing: apakah sudah dikerjakan sesuai SOP)
3. Komponen Proses
1) Bagaimana cara petugas pelaksana MTBS dalam menilai balita sakit dengan
gejala pneumonia?
(probing : caranya dengan menanyakan umur balita terlebih dahulu,
mengecek tanda bahaya, mendengarkan suara tarikan napas balita, alat yang
digunakan untuk menilai balita sakit)
2) Bagaimana cara petugas pelaksana MTBS membuat klasifikasi balita sakit
dengan gejala pneumonia?
(probing : apa saja klasifikasi yang digunakan dan apa standar
pengklasifikasiannya, perbedaan klasifikasi bayi di bawah 12 bulan dengan
anak 1-5 tahun).

10
3) Bagaimana cara petugas pelaksana MTBS dalam memberikan tindakan dan
pengobatan balita sakit dengan gejala pneumonia?
(probing : sesuai atau tidak dengan klasifikasi, dan obat apa saja yang
diberikan)
4) Siapa yang memberikan resep kepada pasien?
(probing : tempat memberikan resep, cara memberikan resep)
5) Bagaimana cara petugas pelaksana MTBS dalam memberikan konseling
kepada ibu yang balitanya sakit dengan gejala pneumonia?
(probing : cara petugas mencontohkan, alat yang digunakan petugas
untuk mencontohkan, cara menasehati ibu)
6) Bagaimana cara petugas pelaksana MTBS dalam memberikan arahan
kepada ibu untuk melakukan rujukan ulang?
(probing : selalu diingatkan ketika akan pergi atau tidak)
7) Bagaimana cara petugas pelaksana MTBS dalam memberikan pelayanan
tindak lanjut pada kunjungan ulang?
(probing : menanyakan kembali kondisi anak dan mengecek secara
langsung)
8) Apa saja kendala yang dihadapi dalam proses pelaksanaan MTBS di
Puskesmas Ambacang?
9) Bagaimana tindakan bapak/ibu untuk meminimalisisr kendalayang ada
sehingga pelaksanaan MTBS bisa dioptimalkan?
(probing : apa saja tindakan, siapa saja yang ikut, kapan tindakan tersebut
diberikan)
4. Komponen Output
1) Apakah semua balita dengan gejala batuk dan sukar bernapas dapat
ditangani dengan pendekatan MTBS pneumonia balita sesuai standard?
(probing : sudah atau belum).

Sumber Panduan Wawancara Mendalam : Putri (2018) dan Dinas Kesehatan


Provinsi Sumatera Barat (2020)

10
INFORMAN 2

Lampiran 3. Panduan Wawancara Mendalam Dengan Kepala Puskesmas


PANDUAN WAWANCARA MENDALAM
(KEPALA PUSKESMAS AMBACANG)
Nama :...............................................................................
Umur :...............................................................................
Jenis Kelamin :...............................................................................
Pendidikan Terakhir:...............................................................................
Jabatan :................................................................................
Tanggal wawancara :................................................................................

1. Pertanyaan Umum

1) Apakah yang dimaksud dengan kegiatan MTBS?


(probing: suatu pendekatan pelayanan balita yang terintegrasi atau terpadu
di unit rawat jalan fasilitas pelayanan kesehatan dasar)
2) Sudah berapa lama MTBS dilaksanakan di Puskesmas
ini? (probing: jumlah tahun)
3) Penyakit apa yang paling banyak ditangani dari pendekatan MTBS ini?
(probing : penyakit balita)
2. Komponen Input
a. SDM
1) Berapa orang tenaga pelaksana MTBS yang ada di Puskesmas Ambacang?
(probing : sudah mencukupi untuk memberikan pelayanan MTBS atau
belum, profesi petugas MTBS yang ada)
2) Siapakah penanggung jawab kegiatan MTBS yang ada di Puskesmas
Ambacang?
(probing : kriteria sebagai penanggung jawab kegiatan)
3) Apakah tenaga pelaksana MTBS yang ada di Puskesmas Ambacang sudah
pernah mendapatkan pelatihan?
(probing : sudah berapa kali, dimana tempat pelatihannya)

b. Sarana Prasarana
1) Apakah dalam pelayanan MTBS sudah dilengkapi dengan ruangan
khusus MTBS? (probing: sudah ada raungan MTBS)
2) Bagaimana sarana dan prasarana dalam melaksanakan MTBS di
Puskesmas Ambacang?

10
(probing : apa saja sarana dan prasarana yang tersedia dan belum
tersedia)
c. Pendanaan
1) Dari manakah sumber pendanaan pelaksanaan MTBS yang ada di
Puskesmas Ambacang?
(probing : sumber khusus seperti APBD atau dari dana operasional
puskesmas saja)
2) Untuk apa saja dana yang dialokasikan guna pelaksanaan MTBS
digunakan?
(probing : apa yang belum tercukupi dengan dana yang ada)
3) Apakah dana yang dimiliki sudah mencukupi kebutuhan pelaksanaan
MTBS?
(probing : sudah mencukupi atau belum, jika belum jelaskan cara
penanggulangannya)
d. Metode
1) Apakah panduan tatalaksana yang digunakan tenaga pelaksana MTBS di
Puskesmas Ambacang?
(probing : menggunakan bagan MTBS, update tahun 2015 atau yang
sebelumnya)
e. SOP
1) Apakah di Puskesma ini sudah melaksanakan SOP Pelayanan
MTBS? (probing: apakah sudah dikerjakan sesuai SOP)
3. Komponen Output
1) Apakah semua balita dengan gejala batuk dan sukar bernapas dapat
ditangani dengan pendekatan MTBS pneumonia balita sesuai standard?
(probing : sudah atau belum).
Sumber Panduan Wawancara Mendalam : Putri (2018) dan Dinas Kesehatan
Provinsi Sumatera Barat (2020)

10
INFORMAN 3

Lampiran 4. Panduan Wawancara Dengan Dinas Petugas Puskesmas


PANDUAN WAWANCARA MENDALAM
(PETUGAS PUSKESMAS AMBACANG)
Nama :...............................................................................
Umur :...............................................................................
Jenis Kelamin :...............................................................................
Pendidikan Terakhir:...............................................................................
Jabatan :................................................................................
Tanggal wawancara :................................................................................

1. Pertanyaan Umum

1) Apakah yang dimaksud dengan kegiatan MTBS?


(probing: suatu pendekatan pelayanan balita yang terintegrasi atau terpadu di
unit rawat jalan fasilitas pelayanan kesehatan dasar)
2) Sudah berapa lama MTBS dilaksanakan di Puskesmas ini?
(probing: jumlah tahun)
3) Penyakit apa yang paling banyak ditangani dari pendekatan MTBS ini?
(probing : penyakit balita)
2. Komponen Input
a. SDM
1) Berapa orang tenaga pelaksana MTBS yang ada di Puskesmas Ambacang ?
(probing : sudah mencukupi untuk memberikan pelayanan MTBS atau
belum, profesi petugas MTBS yang ada)
2) Siapakah penanggung jawab kegiatan MTBS yang ada di Puskesmas
Ambacang?
(probing : kriteria sebagai penanggung jawab kegiatan)
3) Apakah tenaga pelaksana MTBS yang ada di Puskesmas Ambacang sudah
pernah mendapatkan pelatihan?
(probing : sudah berapa kali, dimana tempat pelatihannya)
b. Sarana Prasarana
1) Apakah dalam pelayanan MTBS sudah dilengkapi dengan ruangan
khusus MTBS?
(probing : Ruangan sudah standar MTBS)
2) Bagaimana sarana dan prasarana dalam melaksanakan MTBS di
Puskesmas Ambacang?

10
(probing : apa saja sarana dan prasarana yang tersedia dan belum
tersedia)
c. Pendanaan
1) Dari manakah sumber pendanaan pelaksanaan MTBS yang ada di
Puskesmas Ambacang?
(probing : sumber khusus seperti APBD atau dari dana operasional
puskesmas saja)
2) Untuk apa saja dana yang dialokasikan guna pelaksanaan MTBS
digunakan?
(probing : apa yang belum tercukupi dengan dana yang ada)
3) Apakah dana yang dimiliki sudah mencukupi kebutuhan pelaksanaan
MTBS?
(probing : sudah mencukupi atau belum, jika belum jelaskan cara
penanggulangannya)
d. Metode
1) Apakah panduan tatalaksana yang digunakan tenaga pelaksana MTBS di
Puskesmas Ambacang?
(probing : menggunakan bagan MTBS, update tahun 2015 atau yang
sebelumnya).
e. SOP
1) Apakah di Puskesma ini sudah melaksanakan SOP Pelayanan
MTBS? (probing: apakah sudah dikerjakan sesuai SOP)
3. Komponen Proses
1) Bagaimana cara petugas pelaksana MTBS dalam menilai balita sakit
dengan gejala pneumonia?
(probing : caranya dengan menanyakan umur balita terlebih dahulu,
mengecek tanda bahaya, mendengarkan suara tarikan napas balita, alat
yang digunakan untuk menilai balita sakit)
2) Bagaimana cara petugas pelaksana MTBS membuat klasifikasi balita
sakit dengan gejala pneumonia?

11
(probing : apa saja klasifikasi yang digunakan dan apa standar
pengklasifikasiannya, perbedaan klasifikasi bayi di bawah 12 bulan
dengan anak 1-5 tahun).
3) Bagaimana cara petugas pelaksana MTBS dalam memberikan tindakan
dan pengobatan balita sakit dengan gejala pneumonia?
(probing : sesuai atau tidak dengan klasifikasi, dan obat apa saja yang
diberikan)
4) Siapa yang memberikan resep kepada pasien?
(probing : tempat memberikan resep, cara memberikan resep)
5) Bagaimana cara petugas pelaksana MTBS dalam memberikan konseling
kepada ibu yang balitanya sakit dengan gejala pneumonia?
(probing : cara petugas mencontohkan, alat yang digunakan petugas
untuk mencontohkan, cara menasehati ibu)
6) Bagaimana cara petugas pelaksana MTBS dalam memberikan arahan
kepada ibu untuk melakukan rujukan ulang?
(probing : selalu diingatkan ketika akan pergi atau tidak)
7) Bagaimana cara petugas pelaksana MTBS dalam memberikan pelayanan
tindak lanjut pada kunjungan ulang?
(probing : menanyakan kembali kondisi anak dan mengecek secara
langsung)
8) Apa saja kendala yang dihadapi dalam proses pelaksanaan MTBS di
Puskesmas Ambacang?
9) Bagaimana tindakan bapak/ibu untuk meminimalisisr kendala yang ada
sehingga pelaksanaan MTBS bisa dioptimalkan?
(probing : apa saja tindakan, siapa saja yang ikut, kapan tindakan tersebut
diberikan)
4. Komponen Output
1) Apakah semua balita dengan gejala batuk dan sukar bernapas dapat
ditangani dengan pendekatan MTBS pneumonia balita sesuai standard?
(probing : sudah atau belum).

Sumber Panduan Wawancara Mendalam : Putri (2018) dan Dinas Kesehatan


Provinsi Sumatera Barat (2020)

11
INFORMAN 4

Lampiran 5. Panduan Wawancara dengan Ibu-ibu dengan Balita Peneumonia

PANDUAN WAWANCARA MENDALAM


(IBU-IBU DENGAN BALITA PNEUMONIA)

Nama :...............................................................................
Umur :...............................................................................
Jenis Kelamin :...............................................................................
Pendidikan Terakhir :...............................................................................
Tanggal wawancara :................................................................................

1. Pertanyaan Umum

2) Apakah yang dimaksud dengan kegiatan MTBS?


(probing: suatu pendekatan pelayanan balita yang terintegrasi atau terpadu di
unit rawat jalan fasilitas pelayanan kesehatan dasar)
3) Sudah berapa anak ibu berobat di Puskesmas ini?
(probing: jumlah tahun)
2. Komponen Input

1) Berapa orang tenaga pelaksana MTBS di Puskesmas Ambacang?


(probing : anak ibu terlayani dengan baik atau belum, berapa lama ibu
menunggu untuk mendapatkan layanan)
2) Bagaimana sarana dan prasarana dalam melaksanakan MTBS di
Puskesmas Ambacang?
(probing : apa saja sarana dan prasarana yang tersedia, digunakan saat
pelayanan atau tidak)
3. Komponen Proses
1) Apakah ketika ibu membawa anak balita ibu dilayani di ruang
MTBS? (probing : iya/tidak, jika tidak dimankah ibu diberikan
pelayanan)
2) Apakah petugas menanyakan keluhan yang dialami anak?
(probing :iya/tidak)
3) Bagaimanakah cara dan prosedur petugas puskesmas saat memeriksa
kondisi anak ibu?
(probing : menghitung napas balita perdetik, mengukur suhu tubuh, alat
apa yang digunakan)

11
4) Bagaimanakah cara petugas mengajari ibu memberikan obat kepada anak
sakit di rumah?
(probing : petugas mencontohkan terlebih dahulu bagaimana membuat
atau memberikan obat sebelum pulang)
5) Bagaimanakah petugas memberitahu ibu cara pencegahan pneumonia
balita?
(probing : apa saja upaya mencegah pneumonia balita yang disampaikan
petugas, sudah dimengerti ibu atau belum)
6) Apakah setelah ibu mendapatkan pelayanan terhadap balita sakit
pneumonia, ibu diwajibkan untuk melakukan kunjungan ulang?
(probing : berapa hari kunjungan ulang harus ibu lakukan setelah
kunjungan pertama)
7) Apa ibu selalu datang pada kunjungan ulang?
(probing : alasan kenapa tidak/datang)
8) Apakah pelayanan kunjungan ulang yang ibu dapatkan?
(probing : menilai dan klasifikasi anak kembali, apa diberi obat yang sama
atau diganti)
4. Komponen Output
1) Apakah anak ibu dengan gejala batuk dan sukar bernapas dapat ditangani
dengan pendekatan MTBS pneumonia balita sesuai standard?
(probing : sudah atau belum).

Sumber Panduan Wawancara Mendalam : Putri (2018) dan Dinas Kesehatan


Provinsi Sumatera Barat (2020)

11
Lampiran 6 . Persetujuan Informan 1

11
Lampiran 7 . Persetujuan Informan 1

11
Lampiran 8 . Persetujuan Informan 2

11
Lampiran 9 . Persetujuan Informan 3

11
Lampiran 10 . Persetujuan Informan 5

11
Lampiran 11 . Persetujuan Informan 6

11
Lampiran 12 . Persetujuan Informan 7

12
Lampiran 13 . Persetujuan Informan 8

12
Lampiran 14. Surat Ijin Penelitian dari Dinas Kesehatan Kota Padang

12
Lampiran 15 : Foto Wawancara Informan

Gambar 1. Wawancara dengan Informan 2

Gambar 2. Wawancara dengan Informan 3

12
Gambar 7. Wawancara dengan Informan 4

Gambar 3. Wawancara dengan Informan 5

12
Gambar 4. Wawancara dengan Informan 6

Gambar 5. Wawancara dengan Informan 7

12
Gambar 6. Wawancara dengan Informan 8

12
Lampiran 16. Foto Sarana dan Prasarana

Gambar 1. Tempat Registrasi

Gambar 2 . Tempat Tidur Pasien

12

Anda mungkin juga menyukai