Anda di halaman 1dari 97

HUBUNGAN PERILAKU KELUARGA DALAM MENJAGA SANITASI

LINGKUNGAN FISIK DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA


DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS PULAU PANGGUNG
KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN 2021

SKRIPSI

Disusun Oleh

ANGGUN OKTARINA

142012017006

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

2021
HUBUNGAN PERILAKU KELUARGA DALAM MENJAGA SANITASI
LINGKUNGAN FISIK DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA
DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS PULAU PANGGUNG
KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN 2021

LaporanTugasAkhir
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan
pada Program Studi S1 Ilmu Keperawatan

Oleh :

ANGGUN OKTARINA

142012017006

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU (UMPRI)


FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
2021
HUBUNGAN PERILAKU KELUARGA DALAM MENJAGA SANITASI
LINGKUNGAN FISIK DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA
DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS PULAU PANGGUNG
KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN 2021

Anggun Oktarina
99 halaman + 5 lampiran + 6 tabel + 2 bagan

ABSTRAK

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) disebabkan oleh mikroorganisme dan


menyerang salah satu bagian dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas)
hingga alveoli (saluran bawah). ISPA dipengaruhi oleh kurangnya perilaku
keluarga dalam menjaga sanitasi lingkungan fisik terhadap kesehatan sehingga
menyebabkan berbagai gangguan kesehatan sepertihalnya ISPA.Tujuan penelitian
untuk mengetahui hubungan perilaku keluarga dalam menjaga sanitasi lingkungan
fisik dengan kejadian ISPA pada balita diwilayah kerja Puskesmas Pulau Panggung
Kabupaten Tanggamus.

Metode penelitian ini menggunakan desain survey analitik dengan pendekatan cross
sectional. Jumlah populasi 221 didapat 76 sampel dengan tehnik simple random
sampling. Instrumen yang dipakai kuesioner perilaku keluarga dalam menjaga
sanitasi lingkungan fisik dan ISPA. Analisis data yang menggunakan uji chi square.

Hasil penelitian diketahui bahwa perilaku keluarga menjaga sanitasi lingkungan


dengan baik (64,5%), dan mengalami ISPA (50%). Diketahui ada hubungan
perilaku keluarga dalam menjaga sanitasi lingkungan fisik dengan kejadian ISPA
pada balita dengan nilai p-value = 0.002 < 0.05. Diharapkan keluarga dapat
memanagement lingkungan fisik dengan cara rutin membersihkan rumah, mengepel
lantai, membuang sarang laba-laba 1 kali seminggu, membuka ventilasi dan
menjauhkan balita dari paparan asap rokok dan pembakaran, serta mampu
melakukan modifikasi lingkungan fisik rumah atau menjaga agar tetap bersih dari
berbagai polusi, sehingga kejadian ISPA pada balita tidak terulang.

Kata Kunci : Perilaku Keluarga, Sanitasi Lingkungan Fisik, ISPA, Balita


Referensi : 32 (2010-2020)
THE RELATIONSHIP OF FAMILY BEHAVIOR IN MAINTAINING
SANITATION OF THE PHYSICAL ENVIRONMENT WITH THE EVENT
OF ARI ON CHILDREN IN THE WORKING AREA OF PULAU
PANGGUNG PUBLIC HEALTH CENTER, TANGGAMUS
REGENCY IN 2021

Anggun Oktarina
99 pages + 5 appendices + 6 tables + 2 charts

ABSTRACT

Acute Respiratory Infection (ARI) is caused by microorganisms and attacks one


part of the respiratory tract from the nose (upper tract) to the alveoli (lower tract).
ARI is influenced by the lack of family behavior in maintaining physical
environmental sanitation on health, causing various health problems such as ARI.

This research method uses an analytical survey design with a cross sectional
approach. Total population of 221 obtained 76 samples with simple random
sampling technique. The instrument used was a questionnaire on family behavior in
maintaining physical environment sanitation and ARI. Data analysis using chi
square test.

The results showed that the behavior of the family to maintain environmental
sanitation well (64.5%), and experienced ARI (50%). It is known that there is a
relationship between family behavior in maintaining physical environmental
sanitation with the incidence of ARI in children under five with p-value = 0.002 <
0.05. It is expected that families can manage the physical environment by routinely
cleaning the house, mopping floors, removing cobwebs once a week, opening
ventilation and keeping toddlers away from exposure to cigarette smoke and
burning, as well as being able to modify the physical environment of the house or
keep it clean from various pollution, so that the incidence of ARI in toddlers does
not recur.

Keywords : Family Behavior, Physical Environment Sanitation, ARI, Toddler


Reference : 32 (2010-2020)

PERSETUJUAN UJIAN SKRIPSI

Skripsi
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji dihadapan tim penguji skripsi

Judul Skripsi : Hubungan Perilaku Keluarga Dalam Menjaga Sanitasi


Lingkungan Fisik Dengan Kejadian Ispa Pada Balita
Diwilayah Kerja Puskesmas Pulau Panggung Kabupaten
Tanggamus Tahun 2021

Nama Mahasiswa : Anggun Oktarina

NIM : 142012017006

MENYETUJUI

Pembimbing I Pembimbing II

Ns. Marlinda, M.Kep., Sp.Kep.,Mat. Ns. Desi Ari Madi Yanti, M.kep., Sp. Kep. Mat
NBM: 909729 NBM :1017462

PENGESAHAN SKRIPSI
HUBUNGAN PERILAKU KELUARGA DALAM MENJAGA SANITASI
LINGKUNGAN FISIK DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA
DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS PULAU PANGGUNG
KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN 2021

Skripsi oleh Anggun Oktarina ini telah diperiksa dan dipertahankan


dihadapan Tim Penguji Skripsi dan dinyatakan Lulus pada tanggal :
2021

MENGESAHKAN

Tim Penguji :
Penguji I : Ns. Marlinda, M.Kep., Sp.Kep.,Mat. (…………………….)
NBM: 909729

Penguji II : Ns. Desi Ari Madi Yanti, M.kep., Sp. Kep. Mat
(…………………….)
NBM. 115636

Penguji III : Ns. Arena Lestari, M.Kep.,Sp. J (…………………….)


NBM : 965246

Ketua Prodi

Ns. Desi Ari Madi Yanti, M.kep., Sp. Kep. Mat


NBM :1017462

Mengetahui,
Dekan Fakultas Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung

Elmi Nuryati, M.Epid


NBM : 927 024

SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Anggun Oktarina

NIM : 142012017006

Program Studi : S1 Ilmu Keperawatan

Menyatakan semua yang saya tulis dalam skripsi ini sesuai dengan sumber-

sumber aslinya dan penulisanya mengikuti kaidah-kaidah penulisan

ilmiah.Jika dikemudian hari diketahui skripsi ini plagiat, maka saya bersedia

menerima sanksi sesuai dengan yang berlaku.

Pringsewu, 2021

Penulis

ANGGUN OKTARINA

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI


TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK
Sebagai civitas akademik Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Pringsewu Lampung, saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : ANGGUN OKTARINA
NIM : 142012017006
Program Studi : S1 Ilmu Keperawatan
Jenis Karya : Skripsi

Guna pengembangan ilmu pengetahuan kesehatan, menyetujui memberikan


kepada Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung
tanpa menuntut ganti rugi berupa materi atas karya ilmiah saya yang
berjudul:
HUBUNGAN PERILAKU KELUARGA DALAM MENJAGA SANITASI
LINGKUNGAN FISIK DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA
DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS PULAU PANGGUNG
KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN 2021

Dengan pernyataan ini Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah


Pringsewu Lampung berhak menyimpan, mengalihmediakan dalam bentuk
format yang lain, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik hak atas karya.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Pringsewu
Pada tanggal : 2021
Yang menyatakan

ANGGUN OKTARINA

MOTTO
“Life is riding a bicycle to keep uour balance, uou must keep moving”

(Albert Einsten)

RIWAYAT HIDUP PENULIS


Penulis lahir di Air Bakoman pada tanggal 26 Agustus 1997 Penulis

merupakan anak ke Dua dari pasangan Bapak Oktaria dan Ibu Ati Listari

Pendidikan yang pernah penulis tempuh adalah :

1. Sekolah Dasar (SD) Negeri 3 Air Bakoman lulus Tahun 2008.

2. Sekolah Madrasah Tsanawiah (Mts) Air Bakoman lulus Tahun 2012.

3. Sekolah Menengah Atas (SMAN) 12 Bandar Lampung lulus Tahun 2014.

4. Tahun 2017 kuliah di Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Pringsewu Lampung pada Program Studi S1 Ilmu Keperawatan sampai

dengan sekarang.

5. Email : anggun.142012017006@student.umpri.ac.id

PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada :
1. Kepada orang tua tercinta yang tak pernah henti mendoakan,
mencurahkan cinta, kasih sayang dan selalu berusaha untuk menyediakan
apa yang dibutuhkan demi keberhasilan, selalu memberikan semangat
serta motivasi dan nasehat kepada saya sehingga saya dapat
menyelesaikan skripsi ini.
2. Ns. Marlinda, M.Kep., Sp.Kep.,Mat, selaku pembimbing I dan dosen yang
selalu sabar dalam memberikan bimbingan dan motivasi sampai dengan
selesainya penulisan skripsi ini.
3. Ns. Desi Ari Madi Yanti, M.kep., Sp. Kep. Mat selaku pembimbing II dan
dosen yang selalu sabar dalam memberikan bimbingan dan motivasi
sampai dengan selesainya penulisan skripsi ini.
4. Ns. Arena Lestari, M.Kep.,Sp. J Selaku penguji utama yang selalu sabar
dalam memberikan bimbingan setelah siding hasil skripsi sampai dengan
selesai.
5. Dosen Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu yang
memberikan banyak ilmu serta pelajaran yang sangat berharga kepada
penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Pringsewu.
6. Rekan-rekan Mahasiswa/Mahasisiwi seperjuangan S1 Ilmu Keperawatan
yang selalu membantu dan memberikan motivasi sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan.
7. Almamater Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu

yang sangat saya cintai.

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan Rahmat
dan Hidayah-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan
skripsi penelitian dengan judul: ”HUBUNGAN PERILAKU KELUARGA
DALAM MENJAGA SANITASI LINGKUNGAN FISIK DENGAN
KEJADIAN ISPA PADA BALITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS
PULAU PANGGUNG KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN 2021”. Dapat
penulis selesaikan guna memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar
sarjana keperawatan pada program studi keperawatan.

Dalam proses penulisan dan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari dukungan
banyak pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapakan
terimakasih kepada :

1. Drs. H. Wanawir Am, M.M, M.Pd, selaku Rektor Universitas


Muhammadiyah Pringsewu Lampung
2. Elmi Nuryati, M.Epid, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Pringsewu Lampung
3. Ns. Desi Ari MadiYati, M.Kep., Sp.Kep.Mat, selaku Ketua Program Studi
S1 Ilmu Keperawatan dan selaku pembimbing II dan dosen yang selalu
sabar dalam memberikan bimbingan dan motivasi sampai dengan
selesainya penulisan skripsi ini.
4. Ns. Marlinda, M.Kep., Sp.Kep.,Mat, selaku pembimbing I dan dosen yang
selalu sabar dalam memberikan bimbingan dan motivasi sampai dengan
selesainya penulisan skripsi ini.
5. Seluruh dosen dan staf pengajar Fakultas Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Pringsewu yang telah membekali ilmu selama penulis
kuliah di Fakultas Kesehatan Muhammadiyah Pringsewu.
6. Kedua orang tua saya yang telah memberikan dukungan, do’a, semangat
serta dukungan materi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
7. Teman-teman seperjuangan Fakultas Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Pringsewu Prodi S1 Keperawatan yang senantiasa
memberikan semangat dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan tentang kondisi kesehatan dan penyakit saat ini menunjukkan

bahwa salah satu faktor terjadinya wabah dan penyakit yaitu faktor lingkungan
yang sangat berperan penting dalam terjadinya wabah dalam suatu penyakit

(Nuryati, 2018). Lingkungan dan manusia saling timbal balik dan sering terjadi

berbagai gangguan kesehatan terutama masalah sistem pernafasan, salah satu

penyakit pernafasan yang berhubungan dengan rendahnya sarana lingkungan

yang tidak memenuhi kriteria syarat adalah Infeksi Saluran Pernafasan Akut

(ISPA) (Yuliya & Intan, 2015).

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2019,

menginformasikan bahwa kasus ISPA pada anak secara global insiden

diperkirakan 0,29 siklus dinegara berkembang dan 0,05 siklus di negara maju.

Hal ini menunjukan bahwa kejadian ISPA pada anak terdapat 156 juta siklus

dimana 151 juta siklus terjadi dinegara berkembang.

Kasus tertinggi didunia penyakit ISPA pada anak yaitu India 43 juta, China 21

juta dan Pakistan 10 juta, sedangkan Indonesia, Bangladesh, Nigeria masing-

masing 6 juta episode pertahun, dari semua kasus kejadian ISPA pada anak 7-

13% diantaranya merupakan ISPA berat. Sedangkan di Indonesia kasus ISPA

berdasarkan Riskesdas tahun 2018 sebesar 32,10% dengan provinsi tertinggi

kasus ISPA pada balita yaitu NTT 41,7%, Papua 31,1%, Aceh 30%, NTB

28,3% dan Jawa Timur 28,3%. Sedangkan di Provinsi Lampung kasus ISPA

sebesar 17,8% dengan kasus tertinggi berturut-turut berada di Kabupaten

Pesisir Barat Yaitu 16,99%, Lampung timur 16,29%, pesawaran 12,56% dan

Tanggamus sebesar 9,09%.

Penyebab terjadinya ISPA salah satunya adalah tentang perilaku keluarga

dalam menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan yang dapat berhubungan


dengan tingginya kejadian ISPA pada balita diantaranaya polutan, kelembaban,

kepadatan penduduk dan anggota keluarga, kebersihan, musim dan temperature

serta perilaku keluarga yang tidak dapat menjaga kebersihan lingkungan

(Pratiwi & Rahmawati, 2018). Akses pelayanan kesehatan, faktor penjamu

seperti usia, merokok, daya tahan tubuh, status gizi, status infeksi sebelumnya,

karakteristik pathogen seperti cara penyebaran atau penularan, faktor virulensi,

faktor pencahayaan dan pengetahuan individu mengenai kebersihan lingkungan

fisik rumah (Yanti & Sari, 2018).

Faktor utama kejadian ISPA pada anak balita yaitu perilaku keluarga yang

tidak bisa menjaga kondisi lingkungan rumah yang kurang dijaga dalam

kebersihan dan standar kelayakan serta perilaku keluarga yang kurang menjaga

kondisi lingkungan fisik dirumah (Pratiwi & Rahmawati, 2018). Kondisi

rumah menyumbang angka kejadian ISPA diantaranya luas ventilasi yang tidak

memenuhi standar kesehatan, kepadatan anggota keluarga, luas rumah,

pencahayaan alami dan suhu. Ventilasi rumah diantaranya jendela mempunyai

peran penting dalam pertukaran udara dan masuknya cahaya serta menentukan

kualitas udara dalam rumah. Hal ini tidak akan terwujud apabila ventilasi

rumah tidak dibuka dengan lebar ataupun tidak dibuka sama sekali, dengan

demikian pertukaran udara tidak akan terjadi (Julia & Siwiendrayanti, 2017).

Penyebab ISPA yang lain pada anak balita yaitu adanya pencemaran udara di

lingkungan kumuh seperti pembakaran genting, bata, gerabah dan pembuatan

arang, sedangkan didalam rumah yaitu aktivitas memasak menggunakan kayu

bakar dan kebiasaan anggota keluarga merokok didalam rumah. Kondisi ini

dapat membuat efek negatif pada kesehatan anggota keluarga terutama bukan
perokok sepertihalnya anak balita yang terdampak secara langsung. ISPA yang

diderita oleh balita akan berlanjut ke penyakit pernafasan lainya apabila tidak

dilakukan penanganan yang tepat diantaranya pneumonia atau radang paru-

paru yang sering dialami oleh anak, kondisi ini akan semakin buruk jika anak

mengalami gangguan gizi seperti gizi buruk, gizi kurang dan malnutrisi

(Kadrianti, 2016). Kondisi tersebut sama halnya yang telah terjadi di wilayah

kerja Puskesmas Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus.

Puskesmas Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus merupakan salah satu

fasilitas kesehatan yang banyak menangani masalah ISPA, berdasarkan hasil

wawancara dengan tenaga kesehatan di Puskesmas Pulau Panggung banyak

angka kejadian masalah kesehatan mengenai ISPA pada anak balita disetiap

tahunnya, hal tersebut menunjukan semakin tingginya prevalensi ISPA pada

balita yang setiap tahunnya mengalami peningkatan, faktor - faktor yang

menyebabkan kejadian ISPA yaitu salah satunya adalah faktor perilaku

keluarga dalam menjaga kebersihan lingkungan pemicunya, kejadian ISPA

pada balita diwilayah kerja Puskesmas Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus

berjumlah 483 balita dari jumlah balita 1.353, diwilayah kerja Puskesmas

Gunung Batu angka kejadian ISPA pada balita terdapat 334 dari jumlah 1.127

anak balita, diwilayah kerja Puskesmas Sumberjo jumlah anak balita terdapat

1.285 dengan kejadian balita ISPA 258 balita dan diwilayah kerja Puskesmas

Gunung alip terdapat kejadian ISPA pada anak balita sebanyak 394 dengan

jumlah anak balita 1.299. Jadi tingginya angka kejadian ISPA pada balita di

wilayah kerja Puskesmas Pulau Panggung memiliki hubungan yang sangat erat
dengan perilaku keluarga dalam menjaga lingkungan yang tidak sehat dapat

memicu terjadinya ISPA.

Penelitian Pangaribuan (2017) mengatakan bahwa kondisi sanitasi lingkungan

mempunyai peran yang vital terhadap kesehatan anggota keluarga terutama

terhindar dari masalah kesehatan sistem pernafasan yaitu ISPA, ventilasi udara

dengan presentase vitilasi udara yang tidak memenuhi standar balita mengalami

ISPA sebesar 96,8% dan balita terpapar asap rokok mengalami ISPA sebesar

84,2% dalam penelitian ini kedua variabel mempunyai hubungan yang

signifikan dengan kejadian ISPA pada balita p-value 0.000. Sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Nuryati (2018) yang mengatakan bahwa

penyebab ISPA yang terjadi pada masyarakat dari usia balita hingga lansia di

Pandansari Selatan Kabupaten Pringsewu tahun 2018 diantaranya cerobong

asap yaitu pembakaran genting dan bata, kayu bakar, dan merokok. Hasil

penelitian ini menunjukan cerobong asap dengan kejadian ISPA p-value 0,033

dan OR 2,682 artinya responden yang memiliki cerobong asap 2,682 kali akan

mengalami ISPA.

Penelitian lain dilakukan oleh Julia (2017) menyampaikan bahwa ISPA

merupakan penyakti yang erat kaitanya dengan perilaku individu dalam

menjaga kondisi rumah, kejadian ISPA akan menigkat pada keluarga yang

mempunyai tingkat kesadaran dalam menjaga rumah tetap memenuhi standar

kesehatan rendah. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ventilasi kamar,

kelembaban udara kamar, keberadaan perokok dalam rumah dan kebiasaan


membuka jendela mempunyai hubungan yang signifikan terjadinya ISPA pada

balita.

Peneliti telah melakukan pra-survey di wilayah kerja puskesmas pulau

panggung untuk mengetahui presentase anak yang yang mengalami ispa

berdasarkan perilaku keluarga yang kurang baik. Berdasarkan hasil pra-survey

yang telah lakukan di wilayah kerja puskesmas pulau panggung jumlah balita

yang tinggal diwilayah kerja Puskesmas Pulau Panggung Kabupaten Tangamus

berjumlah 1.353, jumlah balita yang mengalami ISPA berjumlah 221 balita dari

bulan Januari sampai Mei.

Hasil wawancara 10 orang ibu yang memiliki balita ISPA, 7 dari 10 orang ibu

mengatakan jarang membuka jendela rumah, tidak memiliki ventilasi rumah

yang cukup, jarang mencuci tangan sebelum pembersihkan rumah seminggu

sekali, dimana keluarga rumah membersihkan rumah jika sewaktu ingin saja.

Hasil wawancara dengan tenaga kesehatan penyebab masalah ISPA pada balita

tersebut salah satunya adalah buruknya perilaku keluarga dalam menjaga

sanitasi lingkungan rumah seperti banyak sebagian anggota keluarga yang

berperilaku tidak menjaga lingkungan rumahnya seperti kurangnya ventilasi

cahaya dalam rumah, kurangnya kebersihan rumah seperti debu, jarangnya

membuka jendela agar udara masuk. Selain itu penderita ISPA pada balita di

pulau panggung lebih dari 1 minggu dan keluarga cenderung memeriksakan

anaknya ke pelayanan kesehatan ketika balita sudah mengalami gejala ISPA

yang berat.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti menyimpulkan bahwa

responden memiliki perilaku hidup bersih dan sehat dan menjaga lingkungan

fisik rumah masih dikategorikan rendah, hal ini yang membuat masih

banyaknya anak balita di Kabupaten Tanggamus masih banyak yang mengalami

penyakit sistem pernafasan diantaranya ISPA. Abainya keluarga dalam menjaga

sanitasi lingkungan fisik disinyalir menjadi pemicu utama kejadian ISPA pada

balita yang berulang dan menurunkan angka kesehatan balita serta menigkatkan

angka kesakitan, diwilayah kerja puskesmas pulau panggung kabupaten

tanggamus pun belum ada data terkait yang pernah melalukan penelitian dengan

masalah tersebut.

Berdasarkan fenomena tersebut maka peneliti tertarik melakukan penelitian

tentang “Apakah ada Hubungan Perilaku Keluarga Dalam Menjaga Sanitasi

Lingkungan Fisik dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Kabupaten Tanggamus

Tahun 2021”.

B. Rumusan Masalah

Puskesmas Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus merupakan salah satu

fasilitas kesehatan yang menangani masalah ISPA. ISPA merupakan penyakit

dengan prevalensi terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, perilaku

keluarga dalam menjaga sanitasi lingkungan merupakan salah satu faktor

penyebabnya. Berdasarkan uraian latar belakang maka masalah yang diteliti

dalam penelitian ini adalah “Apakah ada Hubungan Perilaku Keluarga Dalam

Menjaga Sanitasi Lingkungan Fisik dengan Kejadian ISPA Pada Balita di

Kabupaten Tanggamus Tahun 2021?”.


C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui Hubungan Perilaku Keluarga Dalam Menjaga Sanitasi

Lingkungan Fisik dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Kabupaten

Tanggamus.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik responden (umur,jenis kelamin keluarga)

b. Mengetahui distribusi frekuensi responden berdasarkan perilaku

keluarga dalam menjaga sanitasi lingkungan fisik.

c. Mengetahui distribusi frekuensi kejadian ISPA pada balita

d. Mengetahui Hubungan Perilaku Keluarga Dalam Menjaga Sanitasi

Lingkungan Fisik dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Kabupaten

Tanggamus.

D. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian sebagai berikut.

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian dalam metode survey analitik dengan pendekatan cross

sectional

2. Populasi

Populasi dalam penelitian ini yaitu keluarga dan balita

3. Tempat

Di Kabupaten Tanggamus

4. Waktu penelitian
Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus tahun 2021.

5. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah variable perilaku keluarga dalam

menjaga sanitasi lingkungan fisik dan kejadian ISPA pada balita.

E. Manfaat Penelitian

1. Aplikasi

a. Bagi Responden

Diharapkan responden dapat mengetahui tentang hubungan perilaku

keluarga dalam menjaga sanitasi lingkungan fisik dengan kejadian

ISPA pada balita agar nantinya dapat menagani permasalahan gangguan

kesehatan pada anak balita khususnya ISPA baik dalam pencegahan dan

pengobatannya.

b. Bagi Keluarga

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pada keluarga

bahwa perilaku keluarga dalam menjaga sanitasi lingkungan fisik dapat

menjadi penyebab penyakit ISPA pada balita.

2. Bagi Institusi

a. Bagi Puskesmas

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi sarana

pemberian informasi tentang hubungan perilaku keluaga dalam menjaga

sanitasi lingkungan fisik dengan kejadian ispa pada balita sehingga

dapat meningkatkan kebersihan lingkungan diwilayah kerja puskesmas.

b. Bagi Fakultas Kesehatan UMPRI


Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk mengembangan

penelitian hubungan perilaku keluarga dalam menjaga sanitasi

lingkungan fisik dengan kejadian ISPA pada balita dalam lingkup

keperawatan anak dan dapat menambah wawasan dan informasi untuk

mahasiswa-mahasiswi Universitas Muhamadiyah Pringsewu Lampung

3. Penelitian

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi atau bahan rujukan

untuk penelitian selanjutnya yang sifatnya lebih besar dan bermanfaat bagi

kemajuan keperawatan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Balita

Balita adalah individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan

yang dimulai dari bayi hingga usia remaja. Masa anak merupakan masa tumbuh

kembang yang dimulai dari usia neonatus (0-28 hari), bayi (1-12 bulan), toddler

(1-3 tahun), pra sekolah (3-5 tahun). Anak balita merupakan individu yang rentan

karena mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan yang kompleks terjadi

sepanjang masa kanak-kanak, dalam perkembangan anak memiliki ciri fisik (berat

badan dan tinggi badan), kognitif, konsep diri, pola koping dan perilaku sosial

(Andriana, 2017).

Menurut Sutomo. B. dan Anggraeni. DY, (2010), balita adalah istilah umum bagi

anak usia 1−3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3−5 tahun). Saat usia balita,

anak masih tergantung penuh kepada orang tua untuk melakukan kegiatan

penting, seperti mandi, buang air dan makan. Balita diharapkan tumbuh dan

berkembang dalam keadaan sehat jasmani, sosial dan bukan hanya bebas dari

penyakit dan kelemahan. Masalah kesehatan balita merupakan masalah nasional,

menginggat angka kesakitan dan angka kematian pada balita masih cukup tinggi.

Angka kesakitan mencerminkan keadaan yang sesungguhnya karena penyebab

utamanya berhubungan dengan faktor lingkungan antara lain; asap dapur,

penyakit infeksi dan pelayanan kesehatan. Salah satu faktor penyebab kematian

maupun yang berperan dalam proses tumbuh kembang balita yaitu ISPA, penyakit

yang dapat dicegah dengan imunisasi. Untuk itu kegiatan yang dilakukan terhadap

balita antara lain pemeriksaan perkembangan dan pertumbuhan fisiknya,


pemeriksaan perkembangan kecerdasan, pemeriksaan penyakit infeksi, imunisasi,

perbaikan gizi dan pendidikan kesehatan pada orang tua .

B. Konsep Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

1. Definisi ISPA

ISPA adalah infeksi yang terjadi pada pernapasan bagian atas yang meliputi

mulut, hidung, tenggorokan, laring (kotak suara), dan trakea (batang

tenggorokan). Gejala dari penyakit ini antara lain; sakit tenggorokan, beringus

(rinorea), batuk, pilek, sakit kepala, mata merah, suhu tubuh meningkat 4-7

hari lamanya .

Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) atau Acute Respiratory

infeksi saluran pernapasan yang sering dijumpai pada masyarakat, khususnya

bayi dibawah usia lima tahun (balita). Penyakit-penyakit pernapasan pada

balita menjadi penyebab Infectious Disease merupakan penyakit angka

morbiditas dan mortalitas khususnya di negara miskin dan berkembang. ISPA

merupakan salah satu penyebab kematian utama didunia dan penyebab

turunnya kualitas hidup (disability adjusted life years) khususnya terhadap

balita .

Infeksi saluran pernapasan akut pada patogen penyebabnya, faktor lingkungan

dan faktor pejamu. ISPA merupakan penyakit saluran pernapasan atas atau

bawah, biasanya menular yang dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit

yang berkisar dari penyakit tanpa gejala sampai penyakit yang parah dan
mematikan, tergantung sekelompok penyakit yang termasuk ISPA adalah

pneumonia, influenza dan syncytial virus (RSV). Infeksi saluran pernapasan

akut disebabkan oleh virus atau bakteri, penyakit ini diawali dengan panas

disertai salah satu atau lebih gejala : tenggorokan sakit, nyeri telan, pilek, batuk

kering atau berdahak. ISPA tertinggi terjadi padakelompok umur 1-4 tahun .

2. Etiologi

ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus, riketsia. Bakteri penyebab

ISPA antara lain adalah dari genus Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokus,

Hemofillus, Bordetelia dan Korine bakterium. Virus penyebab ISPA antara lain

adalah golongan Miksovirus, Adnovirus, Koronavirus, Pikornavirus,

Mikoplasma, Herpes virus dan lain-lain (Hartono, 2013).

ISPA disebabkan oleh bacteri atau virus yang masuk kesaluran nafas. Salah

satu penyebab ISPA yang lain adalah asap pembakaran bahan bakar kayu

yang biasanya digunakan untuk memasak. Asap bahan bakar kayu ini banyak

menyerang lingkungan masyarakat, karena masyarakat terutama ibu-ibu

rumah tangga selalu melakukan aktifitas memasak tiap hari menggunakan

bahan bakar kayu, gas maupun minyak. Timbulnya asap tersebut tanpa

disadarinya telah mereka hirup sehari-hari, sehingga banyak masyarakat

mengeluh batuk, sesak nafas dan sulit untuk bernafas. Polusi dari bahan

bakar kayu tersebut mengandung zat-zat seperti Dry basis, Ash, Carbon,

Hidrogen, Sulfur, Nitrogen dan Oxygen yang sangat berbahaya bagi kesehatan

(Depkes, 2016).

3. Tanda dan Gejala ISPA


Tanda dan gejala yang biasa dialami oleh penderita ISPA bukan pneumonia,

yakni demam dengan suhu lebih dari 37°C, batuk, hidung berair, nyeri atau

radang tenggorokan, tidak ada tarikan dinding dada ke dalam, dan tidak ada

nafas cepat . Timbulnya gejala pada penderita berlangsung cepat, biasanya

dalam waktu 3 hari dan akan menurun gejalanya dalam waktu 7 sampai 14

hari.

a. Gejala ISPA Ringan

Seorang balita dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau

lebih gejala-gejala seperti batuk, suara serak saat berbicara atau menangis,

pilek, dan demam dengan suhu badan lebih dari 37°C.

b. Gejala ISPA Sedang

Seorang balita dinyatakan menderita ISPA sedang jika ditemukan satu atau

lebih gejala-gejala seperti nafas cepat (fast breathing) sesuai usia, untuk

usia <2 bulan frekuensi nafas ≤60 kali/menit, untuk usia 2 bulan sampai <1

tahun frekuesi nafas ≥50 kali/menit, dan untuk usia 1 sampai <5 tahun

frekuensi nafas ≥40 kali/menit, suhu tubuh lebih dari 39°C, tenggorokan

berwarna merah, timbul bercak merah pada kulit seperti campak, telinga

sakit, dan nafas berbunyi seperti mendengkur.

c. Gejala ISPA Berat

Seorang balita dinyatakan menderita ISPA berat jika ditemukan satu atau

lebih gejala-gejala ringan dan sedang seperti bibir atau kulit membiru, tidak

sadar atau kesadaran menurun, sela iga tertarik ke dalam pada waktu

bernafas, tampak gelisah, denyut nadi cepat > 60 kali/menit atau tidak
teraba, nafas berbunyi seperti mendengkur, dan tenggorokan berwarna

merah.

4. Klasifikasi ISPA

Klasifikasi penyakit ISPA dibedakan untuk golongan umur di bawah 2 bulan

dan untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun (Depkes, 2012):

a. Golongan umur kurang 2 Bulan

1) ISPA Berat

Bila disertai salah satu tanda tarikan kuat di dinding pada bagian

bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang

2 bulan yaitu 60 kali permenit atau lebih

2) ISPA Ringan

Bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau

napas cepat.

b. Golongan Umur 2 bulan sampai 5 tahun

1) ISPA Berat

Bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan didinding dada bagian

bawah ke dalam pada waktu anak menarik nafas (pada saat diperiksa

anak harus dalam keadaan tenang, tidak menangis atau meronta).

2) ISPA Sedang

Bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah:

a) Untuk usia 2 bulan sampai 12 bulan adalah 50 kaliper menit atau

lebih

b) Untuk usia 1 sampai 4 tahun adalah 40 kaliper menit atau lebih.


3) ISPA Ringan

Bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada

napas cepat.

5. Patofisiologi

Awal terjadinya Infeksi Saluran Pernapasan Akut bagian Atas dimulai dari

masuknya virus dan bakteri dari beberapa genus, lalu berinteraksi dengan

tubuh. Akibat dari masuknya virus menyebabkan silia yang ada di permukaan

saluran pernapasan akan berusaha mendorong ke atas. Jika usaha ini gagal

maka virus akan merusak epitel dan lapisan mukosa saluran pernapasan.

Karena rusaknya epitel dan lapisan mukosa menyebabkan aktifitas kelenjar

mukus mengalami peningkatan dan menyebabkan pengeluaran cairan mukosa

diatas batas normal dan mekanisme pengeluaran cairan ini menyebabkan batuk,

sakit kepala, demam dan sebagainya .

Agen infeksius memasuki saluran pernafasan dapat dengan cara penyebaran

secara homogen, atau dengan inhalasi, ataupun dengana spirasi ke dalam

saluran trakeobronkhial. Diperkirakan hanya 10-15% anak-anak dengan

pneumonia yang penyebarluasan penyakit pneumonia balita adalah melalui

mekanisme non hematogen. Meskipun saluran nafas atas secara langsung

terpajan dengan lingkungan, infeksi relatif jarang meluas menjadi infeksi

saluran nafas bawah yang mengenai bronkus atau alveolus. Terdapat banyak

mekanisme perlindungan di sepanjang saluran nafas untuk mencegah infeksi .

6. Pengukuran Terjadinya ISPA


Saryono dan Anggraeni (2013) menggunakan Pengukuran terjadinya ISPA

dengan menggunakan Skala Guttaman Skala Guttman (kumulatif) digunakan

untuk jawaban yang tegas dan konsisten (ya-tidak), (benar-salah). Kategori

infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) dilihat dari tanda dan gejala yaitu

sebagai berikut :

a. Mengalami gejala ISPA : apabila didapatkan nilai >50%

b. Tidak mengalami gejala ISPA : apabila didapatkan nilai <50%

(Saryono & Anggraeni, 2013).

7. Faktor Resiko

Faktor resiko ISPA menurut (Marni, 2014) adalah :

a. Faktor Demografi

Faktor demografi diantaranya yaitu jenis kelamin, usia dan pendidikan.

b. Faktor Biologis diantaranya yaitu : status gizi, berat badan lahir

(BBL), pemberian ASI dan status imunisasi.

c. Faktor Polusi diantaranya yaitu asap dapur dan keberadaan perokok.

Sedangkan menurut (Gunawan, 2010) faktor resiko ISPA yaitu

Model segitiga epidemiologi atau triad epidemiologi menggambarkan

interaksi tiga komponen penyakit yaitu manusia (Host), penyebab

(Agent), dan lingkungan (Environment).

a. Faktor penyebab (agent) adalah penyebab dari penyakit pneumonia

yaitu berupa bakteri, virus, jamur, dan protozoa.

b. Faktor manusia (host) adalah organisme, biasanya manusia atau

pasien. Faktor risiko infeksi pneumonia pada pasien (host) dalam hal ini

anak balita meliputi: usia, jenis kelamin, berat badan lahir, riwayat
pemberian ASI, status gizi, riwayat pemberian vitamin A, riwayat

imunisasi, status sosial ekonomi, dan riwayat asma.

c. Faktor lingkungan (environment) adalah Faktor lingkungan yang

dapat menjadi risiko terjadinya ISPA pada anak balita meliputi

kepadatan rumah, kelembaban, cuaca, polusi udara. Kondisi

lingkungandapat dimodifikasi dan dapat diperkirakan dampak atau

akses buruknya sehinggadapat dicarikan solusi ataupun kondisi yang

paling optimal bagi kesehatan anak balita. Menurut teori Hendrik L.

Blum dalam (Notoatmodjo, 2012) status kesehatan dipengaruhi secara

simultan oleh empat faktor penentu yang saling berinteraksi satu

sama lain. Keempat faktor penentu tersebut adalah lingkungan,

perilaku (gaya hidup), keturunan, dan pelayanan kesehatan.

8. Upaya Pencegahan ISPA

Upaya pencegahan merupakan komponen yang paling strategis untuk

memberantas ISPA pada anak yaitu dengan cara menjaga kebersihan

lingkungan rumah. Pemeliharaan lingkungan rumah dengan cara

menjaga kebersihan di dalam rumah, mengatur pertukaran udara dalam

rumah, menjaga kebersihan lingkungan luar rumah dan mengusahakan

sinar matahari masuk ke dalam rumah di siang hari, supaya pertahanan

udara di dalam rumah tetap bersih sehingga dapat mencegah kuman

masuk dan berkembang biak dan mencegah terjadinya ISPA .

Upaya pencegahan yang dapat dilakukan oleh keluarga agar balita tidak

terkena penyakit ISPA diantaranya adalah dengan menjaga kondisi


lingkungan yang bersih dan sehat dan menerapkan perilaku hidup

bersih dan sehat. Selain itu upaya perawatan di rumah sangatlah penting

dalam upaya penatalaksanaan anak dengan infeksi saluran pernafasan

akut. Dalam rangka menurunkan Angka Kematian Balita yang

disebabkan ISPA, pemerintah telah membuat suatu kebijaksanaan ISPA

secara nasional yaitu diantaranya melalui penemuan kasus ISPA balita

sedini mungkin di pelayanan kesehatan dasar, penatalaksanaan kasus

dan rujukan, adanya keterpaduan dengan lintas program melalui

pendekatan MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit) di Puskesmas

serta penyediaan obat dan peralatan untuk Puskesmas Perawatan dan di

daerah terpencil (Asriati et al., 2012).

9. Faktor Resiko ISPA

Menurut Asriati dkk (2012). faktor resiko terjadinya ISPA secara

umum di pengaruhi oleh faktor individu anak, faktor perilaku dan

faktor lingkungan.

C. Konsep Sanitasi Lingkungan Fisik Rumah

1. Definisi

Rumah merupakan bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau

hunian dan juga sebagai sarana pembinaan keluarga (Peraturan Menteri

Kesehatan RI No.1077/Menkes/Per/V/2011 tentang Pedoman Penyehatan

Udara dalam Ruang). Rumah seha dapat diartikan sebaga tempat


berlindung/bernaung dan tempat untuk beristirahat, sehingga dapat

menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik, rohani, maupun sosial.

2. Aspek Fisik Rumah

a. Kondisi Lantai
Lantai yang baik berasal dari ubin maupun semen, namun untuk

masyarakat ekonomi menengah kebawah cukup tanah yang dipadatkan,

dengan syarat tidak berdebu pada saat musim kemarau dan tidakbasah

pada saat musim hujan, untuk memperoleh lantai tanah yang padat dan

basah dapat ditempuh dengan menyiramkan air kemudian dipadatkan

dengan benda-benda berat dan dilakukan berkali-kali. Lantai yang basah

dan berdebu merupakan sarang dari penyakit (Notoatmodjo, 2011).

b. Kondisi Dinding

Tembok merupakan salah satu dinding yang baik namun untuk daerah

topis sebenarnya kurang cocok karena apabila ventilasinya tidak cukup

akan membuat pertukaran udara tidak optimal. Untuk masyarakat desa

sebaiknya membangun rumah dari dinding papan sehingga meskipun tidak

terdapat jendela udara dapat bertukar melalui celah-celah papan, selain itu

celah tersebut dapat membantu penerangan alami (Notoatmodjo, 2011).

c. Kondisi Atap

Genteng adalah atap rumah yang cocok digunakan untuk daerah tropis

namun dapat juga menggunakan atap rumbai ataupun daun kelapa. Atap

seng atau pun asbes tidak cocok untuk rumah pedesaan, di samping mahal

juga menimbulkan suhu panas di dalam rumah (Notoatmodjo, 2011).


d. Pencahayaan

Kurangnya cahaya yang masuk kedalam rumah, terutama cahaya matahari

dapat memicu berkembangnya bibit-bibit penyakit, namun bila cahaya

yang masuk kedalam rumah terlalu banyak dapat menyebabkan silau dan

merusak mata (Notoatmodjo, 2011). Cahaya dapat dibedakan menjadi 2,

yakni:

1) Cahaya alamiah

Cahaya alamiah berasal dari cahaya matahari. Cahaya ini sangat penting

karena dapat membunuh bakteri-bakteri pathogen dalam rumah. Rumah

yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya (jendela)

luassekurang-kurangnya 15% hingga 20% dari luas lantai yang terdapat

di dalam rumah tersebut. Usahakan cahaya yang masuk tidak terhalang

oleh bangunan maupun benda lainnya.

2) Cahaya buatan

Cahaya buatan didapatkan dengan menggunakan sumber cahaya bukan

alami, seperti lampu minyak, listrik, dan sebagainya.

e. Kelembaban

Kelembaban udara yang tidak memenuhi syarat dapat menyebabkan

pertumbuhan mikroorganisme yang mengakibatkan gangguan terhadap

kesehatan manusia. Aliran udara yang lancar dapat mengurangi

kelembaban dalam ruangan. Kelembaban yang tinggi merupakan media

yang baik untuk bakteri-bakteri pathogen penyebab penyakit

(Notoatmodjo,2011). Menurut Permenkes RI No.


1077/Menkes/Per/V/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara dalam

Ruang menyebutkan kelembaban ruang yang nyaman berkisar antara 40-

60%.

f. Ventilasi

Ventilasi rumah memiliki banyak fungsi. Fungsi pertama untuk menjaga

agar aliran udara dalam rumah tetap segar sehingga keseimbangan

Oksigen (O2) yang diperlukan oleh penghuni rumah tetap terjaga.

Kurangnya ventilasi ruangan akan menyebabkan kurangnya O2 dalam

rumah dan kadar Karbon dioksida (CO2) yang bersifat racun bagi

penghuni menjadi meningkat. Fungsi kedua untuk membebaskan udara

ruang dari bakteri pathogen karena akan terjadi aliran udara yang terus

menerus. Fungsi ketiga untuk menjaga kelembaban udara tetap optimum

(Notoatmodjo, 2011).

g. Kepadatan hunian

Luas lantai bangunan rumah yang sehat harus cukup untuk penghuni di

dalamnya. Luas bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah

penghuninya dapat menyebabkan perjubelan (overcrowded). Hal ini

menjadikan rumah tidak sehat, selain menyebabkan kurangnya konsumsi

O2 juga bila salah satu keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah

menular kepada anggota keluarga yang lain (Notoatmodjo, 2011).

3. Persyaratan Kondisi Rumah Yang Sehat


Persyaratan kesehatan rumah tinggal menurut Kepmenkes No.

829/Menkes/SK/VII/1999 adalah sebagai berikut :

a. Bahan bangunan

1) Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan bahan yang dapat

membahayakan kesehatan, antara lain : debu total kurang dari 150

mg/m2 , asbestos kurang dari 0,5 serat/m 3 per 24 jam, plum bum (PB)

kurang dari 300 mg/kg bahan

2) Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan

berkembangnya mikroorganisme patogen.

b. Komponen dan penataan ruangan

1) Lantai kedap air dan mudah dibersihkan

2) Dinding rumah memiliki ventilasi, di kamar mandi dan kamar cuci

kedap air dan mudah dibersihkan.

3) Langit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan

4) Bumbungan rumah 10 m dan ada penangkal petir

5) Ruang ditata sesuai dengan fungsi dan peruntukannya

6) Dapur harus memiliki sarana pembuangan asap.

7) Berada lebih tinggi dari halaman luar denganketinggian lantai minimal

sebagai berikut

- 10 cm dari pekarangan

- 25 cmdari prmukaan jalan

c. Pencahayaan

Pencahayaan alam dan/atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat

menerangi seluruh ruangan dengan intensitas penerangan minimal 60 lux


dan tidak menyilaukan mata.

d. Ventilasi : Luas lubang ventilasi alamiah yang permanen minimal 10%

luas lantai.

e. Vektor penyakit : Tidak ada lalat, nyamuk atau puntikus yang bersarang di

dalam rumah

f. Penyediaan air

1. Tersedia sarana penyediaan air bersih dengankapasitas minimal 60 liter/

orang/hari.

2. Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan/atau

air minum yaitu tidak berbau, berwarna dan berasa.

g. Pembuangan Limbah

1. Limbah cair yang berasal rumah tangga tidak mencemari sumber air,

tidak menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah

2. Limbah padat harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan bau,

tidak mencemari permukaan tanah dan air tanah.

h. Sarana Penyimpanan Makanan

Tersedia sarana penyimpanan makanan yang aman.

i. Kepadatan hunian Luas kamar tidur minimal 8 m 2 dan dianjurkan tidak

untuk lebih dari 2 orang tidur.

D. Konsep Perilaku

1. Definisi Perilaku

Perilaku berasal dari kata “peri” dan “laku”. Peri berarti cara berbuat kelakuan

perbuatan, dan laku berarti perbuatan, kelakuan, cara menjalankan. Skinner

membedakan perilaku menjadi dua, yakni perilaku yang alami (innate


behaviour), yaitu perilaku yang dibawa sejak organism dilahirkan yang berupa

refleks-refleks dan insting-insting. Perilaku operan (operant behaviour) yaitu

perilaku yang dibentuk melalui proses belajar. Pada manusia, perilaku operan

atau psikologis inilah yang dominan. Sebagian terbesar perilaku ini merupakan

perilaku yang dibentuk, perilaku yang diperoleh, perilaku yang dikendalikan

oleh pusat kesadaran atau otak (kognitif) (Irwan, 2017).

Perilaku adalah suatu reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya. Dari

batasan dapat diuraikan bahwa reaksi dapat diuraikan bermacam-macam

bentuk, yang pada hakekatnya digolongkan menjadi 2, yaitu bentuk pasif

(tanpa tindakan nyata atau konkret) dan dalam bentuk aktif dengan tindakan

nyata atau (konkret). Perilaku adalah keteraturan tertentu dalam hal perasaan

(afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang

terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya. Perilaku merupakan hasil dari

pada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya

yang terwujuddalambentukpengetahuan, sikap dan tindakan. Perilaku

merupakan respon/ reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari

luar maupun dari dalam dirinya (Notoatmodjo, 2010).

2. Klasifikasi Perilaku

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus, maka perilaku dapat dibedakan

menjadi dua (Notoatmodjo, 2003 dalam Irwan, 2017) yaitu :

a. Perilaku tertutup (Convert behavior)

Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk

terselubung atau tertutup (convert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini

masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap


yangterjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat

diamati secara jelas oleh orang lain.

b. Perilaku terbuka (Overt behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk Tindakan nyata atau

terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk

tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh

orang lain.

3. Perilaku Keluarga

Menurut (Notoatmodjo, 2010) keluarga mempunyai berbagai macam perilaku

hal ini dikarenakan beragamnya perilaku anggota keluarga yang saling

mempengaruhi satu sama lain sehingga terbentuknya suatu perilaku keluarga.

Dalam sebuah keluarga perilaku keluarga dapat diciptakan atau disepakati oleh

anggota keluarga untuk diterapkan supaya menjadi gaya hidup, salah satunya

dalam menerapkan perilaku hidup sehat seperti PHBS, olahraga,

mengkomsumsi makanan sehat dan sebagainya. Perilaku keluarga dapat

terbentuk dikarenakan adanya komitmen antara anggota keluarga satu dengan

lainya sehingga perilaku ini dapat konsisten dan apabila ada yang tidak patuh

maka anggota keluuarga lainya saling mengigatkan. Namun ada juga perilaku

keluarga yang negative yaitu keluarga yang tidak memperhatikan perilaku

anggota keluarganya atau dapat dikatakan segala perbuatan anggota keluarga

berdampak negative bagi dirinya dan anggota keluarganya seperti merokok

dalam rumah, minum alcohol, tidak menerapkan PHBS, buang sampah

sembarangan dan sebagainya.


4. Perilaku Menjaga Lingkungan ISPA

Menurut (Pratiwi & Rahmawati, 2018), mengatakan bahwa perilaku menjaga

lingkungan ISPA yaitu dengan menerapkan perilaku kesehatan dan kebersihan

lingkungan dengan rutin membersihkan debu, membuka ventilasi,

membersihkan sarang laba-laba, meminmalisir pengunaan tugku memasak

dalam rumah. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Zhafirah &

Susana, 2020) mengatakan perilaku menjaga ISPA dan gangguan pernafasan

diantaranya menerapkan hidup bersih dan sehat (PHBS), tidak merokok

didalam rumah dan didekat anak, mencuci tangan dengan air bersih dan

memakai sabun, anak mengkomsumsi sayur dan buah rutin.

E. KerangkaTeori

Kerangka teori adalah ringkasan dari tinjauan pustaka yang digunakan untuk

mengidentifikasi variabel-variabel yang akan diteliti (diamati) yang berkaitan

dengan konteks ilmu pengetahuan yang digunakan untuk mengembangkan

kerangka konsep penelitian (Notoatmodjo, 2012). Kerangka teori pada

penelitian ini adalah:

Gambar 2.1
KerangkaTeori

1. Ventilasi
2. Pencahayaan
Rumah Sanitasi Lingkungan Kejadian
Alami
Fisik Rumah ISPA
3. Kelembaban
4. Lantai
5. Dinding
Perilaku Anggota Menerapkan
perilaku PHBS dan 6. Atap
Keluarga
menjaga sanitasi
lingkungan Sesuai Standar UU

- Perilaku Tertutup
- Perilaku Terbuka
Menigkatkan Risiko
Kejadian
Kesakitan/Penyakit

Sumber : (Notoadmojo, 2011), (Kepmenkes No. 829/Menkes/SK/VII/1999)


(Permenkes RI No. 1077/Menkes/Per/V/2011).

F. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi

dari hal-ha lkhusus (Notoatmodjo, 2012). Kerangka konsep pada penelitian ini

adalah:

Gambar 2.2
Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Perilaku Keluarga Kejadian ISPA

G. Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah jawaban sementara terhadap masalah yang

masih bersifat praduga karna masih harus dibuktikan kebenarannya.

Ha : Ada Hubungan Perilaku Keluarga Dalam Menjaga Sanitasi Lingkungan

Fisik dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Kabupaten Tanggamus Tahun

2021
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah survey analitik dengan

menggunakan metode penelitian cross sectional, yaitu suatu penelitian untuk

mempelajari dinamika korelasi antara faktor – faktor resiko dengan efek,


dengan cara pendekatan observarsi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu

saat (point time approach). Penelitian ini untuk mengetahui hubungan variabel

independen dan variabel dependen (Notoadmodjo, 2014).

B. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah karakteristik yang melekat pada populasi, bervariasi

antara satu orang dengan yang lainnya dan diteliti dalam suatu penelitian

(Dharma, 2015). Variabel dalam penelitian ini terdiri dari :

1. Variabel independen atau variabel bebas adalah karakteristik dari subjek

yang dengan keberadaannya menyebabkan perubahan pada variabel lainnya,

yang dalam penelitian ini adalah perilaku keluaarga.

2. Variabel dependen atau variabel terikat adalah variabel yang akan

berubahakibat pengaruh atau perubahan yang terjadi pada variabel

independen, dalam penelitian ini adalah prevalensi penderita ISPA pada

balita.

C. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati dari

sesuatu yang didefinisikan tersebut memungkinkan peneliti untuk melakukan

observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena

(Nursalam, 2015). Definisi Operasional pada penelitian ini dapat dilihat pada

tabel 3.1

Table 3.1
Definisi operasional

No Variabel Definisi Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala


operasional ukur
Variabel Independen
1 Perilaku Suatu perbuatan, Kuesioner Checklist 0 = Baik jika skor Ordinal
Keluarga kelakuan, cara pada ≥ 10 (median)
menjalankan suatu lembar 1= Tidak baik jika
dam reaksi psikis kuesioner score < 10
anggota keluarga (median)
terhadap
lingkungannya.
Variabel Dependen
2 Kejadian Suatu kondisi atau Rekam Checklist 0 = Tidak ISPA Ordinal
ISPA kejadian dimana medic 1= ISPA
pasien mengalami
ISPA berdasarkan
diagnosa dokter

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah merupakan subjek yang memenuhi criteria yang sudah

ditetapkan (Nursalam, 2015). Populasi dalam penelitian ini adalah

responden yang berusia balita di wilayah kerja Puskesmas Pulau Panggung.

Jumlah popolasi balita pada bulan januari sampai mei sebanyak 221 balita.

2. Sampel

Sampel merupakan sekelompok individu yang termasuk dalam bagian dari

populasi, dimana peneliti langsung mengumpulkan sampel dan

mengobservasi penderita ISPA. Teknik sampling yang digunakan dalam

penelitian ini adalah menggunakan teknik simple random sampling, teknik

ini adalah teknik yang dilakukan pengambilan sampel secara acak sederhana

dengan asumsi bahwa karateristik tertentu yang dimiliki oleh populasi tidak

dipertimbangkan dalam penelitian (Dharma, 2015).

Peneliti dalam menentukan besar sampel menggunakan rumus Slovin

sebagai berikut :
Keterangan:
N = Total populasi
n = Jumlah sampel minimal
d2 = derajat kesalahan yang dapat ditolerir (1%)
Jumlah sample yang dibutuhkan berdasarkan rumus diatas adalah :
n= 221
1 + 221 (0,01)
n = 221
3,21
n = 68,847 = 69 responden

Berdasarkan hasil perhitungan sampel ditemukan hasil 69 responden, untuk

menghindari dropout sampel maka perlu cadangan sampel sebesar 10%

yaitu 7 reponden, jadi total sampel dalam penelitian ini yaitu 76 responden.

3. Kriteria sampel

a. Kriteria inklusi

Kriteria ini merupakan ciri yang perlu dipenuhi dari setiap anggota

populasi yang dapat diambil sebagai sampel (Notoadmodjo, 2014).

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah:

1) Responden ibu/bapak dengan anak berusia balita yang tinggal

diwilayah kerja puskesmas pulau panggung

2) Usia anak dibawah 5 tahun

3) Bersedia menjadi responden

b. Kriteria Eksklusi
Kriteria ini merupakan ciri anggota populasi yang tidak dapat diambil

sebagai sampel (Notoadmodjo, 2014). Kriteria eksklusi pada penelitian

ini adalah:

1) Responden yang tidak kooperatif

2) Penderita ISPA dengan Penyakit penyerta seperti TBC, Pneumonia

3) Responden yang memiliki penyakit congenital

E. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 05 Agustus 2021

2. Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Pulau Panggung

Kabupaten Tanggamus.

F. Etika Penelitian

1. Informed Consent (Lembar Persetujuan)


Lembar persetujuan ini diberikan kepada setiap responden yang menjadi

subyek penelitian dengan memberikan penjelasan tentang maksud dan

tujuan dari penelitian serta menjelaskan akibat-akibat yang akan terjadi bila

bersedia menjadi privasi dan kerahasiaan identitas atau jawaban yang

diberikan. Subyek berhak untuk tidak mencantumkan identitasnya dan

berhak mengetahui kepada siapa saja data tersebut disebarluaskan.

2. Anonymity(Tanpa Nama)
Anonymity merupakan kerahasiaan identitas subjek. Pada penelitian ini

kerahasiaan identitas subyek sangat diutamakan, sehingga peneliti sengaja

tidak mencantumkan nama pada lembar pengumpulan data.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Peneliti akan menjamin kerahasiaan responden tanpa menyebar luaskan

pada pihak yang tidak berkepentingan, pada saat proses pengolaan data

analisis dan publikasi identitas responden tidak diketahui oleh orang lain.

Penulis melindungi privasi dan kerahasiaan identitas atau jawaban yang

diberikan. Subyek berhak untuk tidak mencantumkan identitasnya dan

berhak mengetahui kepada siapa saja data tersebut disebarluaskan.

4. Respect for Justice an Inclusiveness (Keadilan dan Keterbukaan) Respect

for Justice an Inclusiveness adalah penelitian harus dilakukan secara jujur,

adil, hati-hati, professional, dan berperikemanusiaan. Prinsip keterbukaan

dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan kejujuran, keterbukaan dan

kehati-hatian. Untuk itu, lingkungan penelitian perlu dikondisikan sehingga

memenuhi prinsip keterbukaan, yakni dengan menjelaskan prosedur

penelitian. Prinsip keadilan ini menjamin bahwa semua subyek penelitiaan

memperoleh perlakuan dan keuntungan yang sama, tanpa membedakan

gender, agama, etnis dan sebagainya.

5. Balancing Harm and Benefits (Memperhitungkan Manfaat dan Kerugian

yang ditimbulkan)

Balancing Harm and Benefits merupakan dalam penelitian harus

mempertimbangkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi subjek penelitian

dan populasi dimana hasil penelitian akan diterapkan. Kemudian


meminimalisirkan resiko/dampak yang merugikan bagi subjek penelitian.

Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal mungkin

bagi masyarakat pada umumnya dan subyek penelitian pada khususnya.

Peneliti hendaknya berusaha meminimalisasi dampak yang merugikan bagi

subyek. Oleh sebab itu, pelaksanaan penelitian harus dapat mencegah atau

paling tidak mengurangi rasa sakit, cidera, stres maupun kematian subyek

(Milton dalam Notoatmodjo, 2014).

G. Instrumen dan Pengumpulan Data

1. Instrumen Penelitian

Instrument penelitian merupakan suatu alat yang digunakan oleh peneliti

untuk mengobservasi, mengukur atau menilai suatu fenomena. Data yang

diperoleh dari suatu pengukuran kemudian dianalisis dan dijadikan sebagai

bukti dari suatu penelitian. Sehingga instrumen atau alat ukur merupakan

bagian yang penting dalam suatu penelitian (Dharma, 2015). Instrumen

yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner.

Kuisioner adalah metode pengumpulan data dengan cara memberikan daftar

pertanyaan secara tertulis dengan beberapa pilihan jawaban kepada

responden, kuisioner juga berupa alat ukur yang tersteruktur, karena bagian

bagiannya disusun secara berurutan mulai dari judul kuisioner, petunjuk

pengisian, pertanyaan mengenai karateristik responden dan daftar item

pertanyaan utama. (Dharma, 2015). Kuisioner perilaku keluarga dalam

menjaga sanitasi pada penelitian ini tidak mengadopsi dari peneliti orang

lain tetapi peneliti membuat sendiri dengan berisikan 16 pertanyaan, skala


yang digunakan dalam instrumen ini guttmaan yaitu skala yang

menginginkan jawaban tegas seperti jawaban benar salah, ya tidak atau

pernah tidak. Jawaban positif seperti setuju, benar, pernah diberi skor 1,

sedangkan untuk jawaban negative diberi skor 0, setiap pertanyaan dinilai

dengan memberikan tanda Checklist, untuk variabel dependen

menggunakan hasil rekam medic responden dalam 1 tahun terakhir pernah

terdiagnosis ISPA/tidak dan peneliti yang akan mendokumentasikan data

tersebut pada lembar Checklist.

2. Uji Validitas

Validitas adalah syarat mutlak bagi suatu alat ukur agar dapat digunakan

dalam suatu pengukuran. Suatu penelitian meskipun didesain dengan tepat,

namun tidak akan memperoleh hasil penelitian akurat jika menggunakan

alat ukur yang tidak valid (Dharma, 2015). Untuk mengetahui validitas

suatu instrument perlu dilakukan uji korelasi antara skors tiap – tiap

pertanyaan dengan skor total kuesioner tersebut. Teknik korelasi yang

dipakai adalah product moment dengan hasil valid apabila nilai korelasi dari

pertanyaan dalam kuisioner tersebut memenuhi taraf signifikan di atas r

tabel. Bila r hitung > r tabel maka Ho ditolak, artinya variabel valid, bila r

hitung < r tabel maka Ho gagal ditolak, artinya variabel tidak valid

(Notoatmodjo, 2014). Pada penelitian ini menggunakan instrument berupa

kuesioner, maka peneliti akan melakukan Uji validitas instrumen ini di

Puskesmas Margoyoso Kabupaten Tanggamus yang akan dilakukan pada 20

anggota keluarga yang memiliki balita ISPA. Hasil dari uji validitas yang
dilakukan oleh peniliti terdapat hasil dari terdapat 14 pertanyaan (0,490-

0,868) yang dinyatakan valid yang 2 pertanyaan dengan hasil P11 0,443 dan

P16 0,240 yang dinyatakan 2 pertanyaan tersebut tidak valid dan tidak

dipakai oleh peneliti.

3. Uji Reliabilitas

Reabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat

pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti

menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap

asas (ajeg) bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala

yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoajmodjo,

2014). Kriteria pengukuran uji reliabilitas dengan membandingkan nilai

rtabel dengan r hasil (Cronbach Alpha), dan jika Cronbach Alpha lebih

besar dibanding r table, maka pertanyaan dinyatakan reliabel. Hasil dari uji

reabilitas yang dilakukan peneliti terdapat hasil 0,868 > r table (0,444).

Maka hasil uji reliabilitas untuk kuesioner perilaku keluarga dinyatakan

reliable

4. Pengumpulan Data.

Metode pengumpulan data adalah cara yang digunakan peneliti dalam

mengumpulkan data penelitian (Dharma, 2015). Teknik pengumpulan data

pada penelitian ini yaitu dengan menggunakan data primer. Data primer

didapat langsung dari responden dengan cara membagikan lembar


kuesioner. Pegumpulan data ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner

yang diberikan langsung oleh peneliti kepada responden ibu/bapak yang

memiliki anak usia balita yang terdiagnosis untuk mengetahui hubungan

perilaku keluarga dalam menjaga sanitasi lingkungan fisik dengan kejadian

ISPA. Setelah pengisian selesai dilakukan maka kuesioner dikembalikan

pada peneliti

H. Metode Pengolahan Data

Menurut Notoajmodjo (2014), pengelolaan data merupakan salah satu langkah

yang penting. Hal ini disebabkan karena data yang diperoleh langsung dari

peneliti masih mentah, belum memberikan informasi apa-apa dan belum siap

untuk disajikan. Untuk memperoleh penyajian data sebagai hasil yang berarti

dan kesimpulan yang baik, diperluka pengelolaan data. Langkah-langkah yang

digunakan dalam pengelolaan data adalah :

1. Editing (Penyuntingan)

Editing merupakan kegiatan yang dilakukan setelah data terkumpul baik

dari kuisioner ataupun dari pengamatan secara langsung. Editing dilakukan

untuk memeriksa ulang kelengkapan pengisian, kesalahan dan kelengkapan

jawaban dari responden.

2. Coding (Pengkodean)

Setelah semua kuesioner diedit atau disunting, selanjunya dilakukan

pengkodean atau coding, yakni mengubah data berbentuk kalimat atau

huruf menjadi data angka atau bilangan.

3. Processing (Memproses data)


Processing adalah memproses data agar data yang sudah di-entry dapat

dianalisis. Pemprosesan data dapat dilakukan dengan cara mengentri data

dari kuesioner kedalam program computer lalu dimasukan dalam program

Microsoft exel terlebih dahulu lalu di pindahkan keprogram SPSS.

4. Cleaning(Pembersihan data)

Setelah semua data dari semua responden telah selesai diproses, perlu

dilakukan pengecekan ulang kembali untuk melihat kemungkinan adanya

kesalahan kode, ketidaklengkapan data, kelebihan data yang dimasukkan,

sehingga dapat dilakukan koreksi.

5. Tabulating

Tabulating adalah penyususnan data yang merupakan pengorganisasi data

yang sedemikian rupa agar mudah disajikan dan dinamis. Tahap ini hasil

pemeriksaan yang sama dikelompokan dengan teliti dan teratur lalu di

hitung dan dijumlahkan kemudian ditulis dalam bentuk tabel – tabel.

I. Analisa Data

1. Analisis Univariat

Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian (Notoatmodjo, 2014). Analisa

univariat menggunakan rumus presentase untuk melihat distribusi frekuensi

dan presentase dari karateristik responden penelitian meliputi usia, jenis

kelamin, perilaku keluarga dalam menjaga sanitasi lingkungan fisik dan

kejadian ISPA.

2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat merupakan analisa yang dilakukan terhadap dua variabel

yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2014). Analisis

ini menggunakan uji Chi Square digunakan untuk menguji perbedaan

proporsi atau presentase antara beberapa kelompok data. Karena melihat

dari skala ukur dalam definisi operasional yang kedua variabel

menggunakan data nominal dan nominal. Untuk melihat hasil kemaknaan

perhitungan statistik di gunakan batas kemaknaan 95% dengan nilai p (P

value) ≤ 0,05 maka Ho ditolak, dan p (pvalue) ≥ 0,05 maka Ho gagal

ditolak. Hasil dari penelitian ini didapatkan hasil nilai p-value = 0.002 <

0.05 artinya terdapat hubungan Perilaku Keluarga Dalam Menjaga Sanitasi

Lingkungan Fisik dengan Kejadian ISPA Pada Balita dan nilai Odds Ratio

4.921 Confidence Interval (1.742-13.899) artinya perilaku keluarga yang

tidak baik memiliki risiko 4.921 kali balita terserang penyakit ISPA

J. Jalannya Penelitian

1. Langkah Persiapan

Persiapan merupakan rancangan yang berfungsi sebagai karangka awal

dalam penelitian. Langkah–langkah yang dilakukan dalam tahap persiapan

meliputi :

a. Melakukan perizinan kepada institusi dan tempat penelitian

b. Melakukan survey pendahuluan untuk mengetahui jumlah penderita

ISPA di wilayah kerja puskesmas Pulau Panggung Kab. Tanggamus.

c. Mengajukan surat permohonan izin pelaksanaan penelitian ke institusi

pendidikan Universitas Muhammadiyah pringsewu.


d. Menyerahkan surat permohonan izin yang diperoleh ketempat

penelitian.

2. Langkah Pelaksanaan

a. Sebelum dilaksanakan penelitian, peneliti mengajukan permohonan izin

validitas terlebih dahulu pada institusi program studi S1 keperawatan

Universitas Muhammadiyah Pringsewu.

b. Peneliti menyerahkan permohonan izin validitas yang di peroleh dari

institusi pendidikan ke Puskesmas Margoyoso Kabupaten Tanggamus

c. Setelah yakin instrument valid dan reliable kemudian peneliti

mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi

program studi S1 keperawatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu.

d. Peneliti menyerahkan permohonan izin yang diperoleh dari institusi

pendidikan ke kantor kesatuan bangsa dan politik setelah mendapat

balesan kemudian peneliti menyerahkan ke Pemerintah Kabupaten

Tangamus Dinas Kesehatan kemudian surat balasan dari dinas kesehatan

di serahkan ketempat penelitian Puskesmas Pulau Panung Kabupaten

Tanggamus.

e. Sebelum terjun kelapangan peneliti menyiapkan APD

(Masker,Handsanitizer, Gown, Sarung Tanan, Face Shild) dan saat

penambilan data peneliti menerapkan 5M (memakai masker, menjaga

jarak, mencuci tangan, membatasi mobilitas, menjauhi kerumunan) saat

akan bertemu calon responden

f. Peneliti menemui PJ program yang terkait di Puskesmas Pulau

Panggung
g. Peneliti melihat rekam medis responden dalam 6 bulan terakhir untuk

mengetahui apakah pernah terdiagnosis ISPA/tidak

h. Peneliti memperkenalkan diri terlebih dahulu dan membagikan

infomerd consent terkait kerahasiaan informasi yang di berikan akan di

jaga dan hanya di gunakan untuk kepentingan peneliti.

i. Peneliti meminta persetujuan kepada responden ibu/bapak yang

memiliki anak usia balita

j. Peneliti di dampingi oleh petugas kesehatan dari Puskesmas Pulau

Panggung dalam membagikan kuesioner kerumah responden ibu/bapak

yang memiliki anak usia balita yang terdiagnosis ISPA

k. Setelah data terkumpul selanjutnya dilakukan pengolahan data dan

analisis data, hasil pengolahan dan analisis data dirumuskan kesimpulan

penelitian, kemudian data disajikan dalam bentuk tabel.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Gambaran Lokasi Penelitian

Wilayah Kerja Puskesmas Pulau Panggung berada di kecamatan Pulau

Panggung Kabupaten Tanggamus Lampung dengan luas wialayah 18.060.4

km2. Puskesmas Pulau Panggung merupakan pelayanan kesehatan primer

rawat jalan dan inap. Masyarakat Pulau Panggung berada pada dataran tinggi

dan sebagian besar bekerja sebagai petani perkebunan seperti kopi, buah-

buahan (papaya, pisang, duren, dukuh), sawah dan perkebunan sayur mayur.

Selain petani penduduk setempat bekerja sebagai pedagang, wiraswasta dan

aparatur sipil Negara (ASN).

Puskesmas Pulau Panggung setiap bulanya diadakan kegiatan posyandu balita

yang tersebar di berbagai posyandu dan setiap posyandu terdiri dari 2-3 kader

kesehatan. Selain posyandu balita diaadakan posyandu lansia yang diadakan

pada akhir bulan dan kegiatan senam lansia yang dilakukan setiap hari jumat

atau minggu, selama masa pandemic-covid 19 senam dilakukan dengan

menggunakan protokol kesehatan dan jumlah peserta senam yang dibatasi 10-

15 orang persesi senam.

B. Hasil Penelitian

1. Analisis Univariat
Berdasarkan hasil data yang diperoleh berikut ini disajikan data

berdasarkan usia, jenis kelamin, perilaku keluarga dan kejadian ISPA

diwilayah Kerja Puskesmas Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus.

a. Distribusi Frekwensi Berdasarkan Usia Ibu

Tabel 4.1
Distribusi Frekwensi Karakteristik Responden
Berdasarkan Usia Ibu

Dsitribusi Frekuensi Presentase


19-21 4 5.3 %
22-24 8 10.5 %
25-28 28 36.8%
29-31 19 25.0%
32-34 9 11.8%
35-38 3 3.9%
39-41 5 6.6%
Total 76 100%

Kelompok usia responden pada table 4.1 diketahui jumlah usia

terbanyak pada kelompok 25-28 tahun 28 (36.8%) dan sebagian kecil

lainya kelompok usia 35-38 tahun yaitu 3 (3.9%).

b. Distribusi Frekwensi Berdasarkan Jenis Kelamin Anak

Tabel 4.2
Dsitribusi Frekwensi Karakteristik Responden
Berdasarkan Jenis Kelamin Anak

Dsitribusi Frekwensi Presentase


Laki-Laki 70 92,1 %
Perempuan 6 7.9 %
Total 76 100%

Hasil penelitian menunjukan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih

banyak dibandigkan perempuan yaitu 70 (92,1%).


2. Analisis Bivariat

a. Distribusi Frekwensi Berdasarkan Perilaku Keluarga

Tabel 4.3
Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Perilaku Keluarga

Dsitribusi Frekuensi Presentase


Baik 49 64.5 %
Tidak Baik 27 35.5 %
Total 76 100%

Perilaku keluarga pada table 4.3 penelitian diketahui sebagian besar

perilaku keluarga kategori baik yaitu 49 (64.5%) dan sebagian kecil

lainya kategori tidak baik yaitu 27 (35.5%).

b. Distribusi Frekwensi Berdasarkan Kejadian ISPA

Tabel 4.4
Dsitribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Kejadian ISPA

Dsitribusi Frekwensi Presentase


Tidak ISPA 38 50.0 %
ISPA 38 50,0 %
Total 76 100%

Hasil penelitian menunjukan bahwa kejadian ISPA dan tidak ISPA,

mempunyai presentase yang sama yaitu 38 (50.0%).

3. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk menganalisis Hubungan Perilaku

Keluarga Dalam Menjaga Sanitasi Lingkungan Fisik dengan Kejadian

ISPA Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pulau Panggung Kabupaten

Tanggamus Tahun 2021. Penyajian data penelitian disajikan pada tabel

berikut :

Tabel 4.5
Hubungan Perilaku Keluarga Dalam Menjaga Sanitasi Lingkungan
Fisik dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus Tahun 2021

Perilaku Kejadian ISPA P Or Ci


Keluarga Total Value 95%
Tidak ISPA ISPA
N % N % N %
Baik 31 63.3 18 36.7 49 100 0,002 4.921
(1.742-
13.899)
Tidak Baik 7 25.9 20 74.1 27 100
Total 38 50 38 50 76 100

Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa responden dengan perilaku keluarga

kategori tidak baik dalam menjaga sanitasi lingkungan fisik lebih tinggi

mengalami ISPA 74.1% dan 2 kali lipat lebih rendah dengan perilaku

keluarga kategori baik 36.7%. Hasil uji statistik dengan menggunakan Chi-

Square didapatkan nilai p-value = 0.002 < 0.05 artinya penelitian ini ada

hubungan yang signifikan perilaku keluarga dalam menjaga sanitasi

lingkungan fisik dengan kejadian ISPA dan nilai Odds Ratio 4.921

Confidence Interval (1.742-13.899) artinya perilaku keluarga dalam

menjaga sanitasi lingkungan fisik yang buruk memiliki risiko 4.921 dengan

kejadian ISPA pada Balita.

C. Pembahasan
1. Analisi Univariat

a. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Ibu

Berdasarkan hasil penelitian diketahui usia responden terbanyak pada

kelompok usia 25-28 tahun 28 (36.8%) dan sebagian kecil lainya

kelompok usia 35-38 tahun yaitu 3 (3.9%).

Menurut Potter dan Perry dalam Notoatmodjo (2003) umur sangat

mempengaruhi pola pikir dan tingkah laku, yaitu seseorang akan

berubah seiring dengan perubahan (kematangan) kehidupannya.

Perkembangan emosional akan sangat mempengaruhi keyakinan dan

tindakan seseorang terhadap status kesehatan dan pelayanan

kesehatan. Semakin bertambah usia maka semakin banyak

pengalaman yang diperoleh, sehinggaseseorang dapat meningkatkan

kematangan mental dan intelektual sehingga dapat membuat

keputusan yang lebih bijaksanan dalam bertindak.

Hasil penelitian Wiko (2013) menyampaikan bahwa usia ibu

mempunyai korelasi positif terhadap kematangan dalam bertindak dan

pengasuhan anak, dengan pengalaman yang dimiliki sebelumnya

dalam pengasuhan anak seorang ibu dapat memberikan pengasuhan

yang maksimal kepada anaknya. Selain itu, pencegahan dan

penanganan penyakit seperti ISPA akan lebih cepat dilakukan, hal ini

dikarenakan pengalaman yang didapat sebelumnya.


Peneliti berpendapat bahwa usia ibu dalam penelitian ini menunjukan

adanya kematangan dalam segi pengetahuan pencegahan dan

penatalaksanaan ISPA yang terjadi pada anaknya. Meskipun terdapat

beberapa responden yang belum mengetahui bagaimana cara

pencegahan hingga penatalaksanaan ISPA pada anaknya. Maka dari

itu perlunya informasi mengenai ISPA melalui media poster, leaflet

ataupun promosi kesehatan kepada para ibu yang mempunyai anak

balita mengenai ISPA sehingga pengetahuan para ibu meningkat

mengenai pencegahan dan penanganan ISPA pada anak dan keluarga.

b. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Anak

Berdasarkan hasil penelitian diketahui sebagian besar berjenis kelamin

laki-laki yaitu 70 (92,1%) dan sebagian kecil lainya perempuan yaitu

7 (7,9%). Hasil penelitian ini sejalan dengan Putu Meitri Nirmala

Utami, Putu Siadi Purniti, dan I Made Arimbawa (2019) menunjukan

pasien ISPA cenderung lebih tinggi pada laki-laki yaitu sebanyak 87

orang (62,6%) dibandingkan perempuan yaitu sebanyak 52 orang

(37,4%) dengan nilai p=0,003. Dari hasil tersebut menunjukan bahwa

adanya perbedaan yang bermakna antara penderita ISPA laki-laki

dengan perempuan.

Salah satu teori dikemukan oleh Falagas (2007) menjelaskan bahwa

jenis kelamin dapat mempengaruhi kejadian ISPA adalah faktor

perbedaan hormonal antara laki-laki dan perempuan. Peran genetik


sangat penting dalam mempengaruhi sistem kekebalan tubuh terutama

pada usia dini. Dimana jumlah kromosom X yang dapat menentukan

jenis kelamin seseorang yaitu perempuan dengan kromosom XX dan

lakilaki dengan kromosom XY.

Berdasarkan penelitian yang telah diterbitkan oleh BioEssays,

didapakan kromosom X memiliki MikroRNA yang berperan penting

dalam kekebalan dan kanker. MikroRNA adalah strain kecil asam

ribonukleat, DNA dan protein yang juga memiliki peran penting

dalam pembentukan makromolekul untuk kehidupan. Jumlah

kromosom X yang lebih banyak terdapat pada perempuan juga

menyebabkan perbedaan jumlah MicroRNA yang lebih banyak

ditemukan pada perempuan dibandingkan laki-laki (Hayati, 2014).

Mekanisme lain mengenai hubungan antara jenis kelamin dengan

kejadian ISPA dapat disebabkan oleh faktor anak laki-laki yang

cenderung lebih aktif dibandingkan dengan anak perempuan sehingga

memungkinkan anak laki-laki lebih sering terpapar agen penyebab

ISPA (Iskandar, Tanuwijaya, & Yuniarti, 2013).

Peneliti berpendapat bahwa kejadian ISPA lebih tinggi pada laki-laki

dikarenakan aktivitas bermain yang tinggi pada anak dan anak laki-

laki cenderung mengabaikan PHBS seperti mencuci tangan sebelum

makan disinyalir menjadi salah satu pemicu anak mengalami ISPA


seperti batuk, pilek, tengorokan nyeri, demam dan menurunya nafsu

makan.

c. Distribusi Berdasarkan Perilaku Keluarga

Berdasarkan hasil penelitian diketahui sebagian besar perilaku

keluarga kategori baik yaitu 49 (64.5%) dan sebagian kecil lainya

kategori tidak baik yaitu 27 (35.5%). Perilaku anggota keluarga

mempunyai andil besar mempengaruhi satu sama lain sehingga

terbentuknya suatu perilaku keluarga. Dalam sebuah keluarga perilaku

keluarga dapat diciptakan atau disepakati oleh anggota keluarga untuk

diterapkan supaya menjadi gaya hidup, salah satunya dalam

menerapkan perilaku hidup sehat seperti PHBS, olahraga,

mengkomsumsi makanan sehat dan sebagainya. Perilaku keluarga

dapat terbentuk dikarenakan adanya komitmen antara anggota

keluarga satu dengan lainya sehingga perilaku ini dapat konsisten dan

apabila ada yang tidak patuh maka anggota keluuarga lainya saling

mengigatkan (Notoatmodjo, 2010).

Hasil penelitian Dinaravony Krismeandari (2015) menunjukkan

bahwa ada hubungan antara perilaku keluarga dalam menjaga

lingkungan fisik rumah diantaranya luas ventilasi kamar tidur balita

(p=0,001) dan perilaku batuk anggota keluarga balita (p=0,002)

dengan kejadian ISPA pada balita. Selain itu menyampaikan bahwa

semakin buruk perilaku anggota keluarga dalam menjaga kebersihan


dan merokok dalam rumah menigkatkan risiko anak mengalami

gangguan saluran pernafasan seperti ISPA.

Peneliti berpendapat bahwa perilaku keluarga yang beriko tinggi

seperti tidak menjaga kebersihan rumah, merokok dalam rumah,

membakar sampah disamping rumah dengan asap mengepul dan

PHBS rendah dapat memicu terjadinya berbagai masalah kesehatan

berkaitan dengan sistem pernafasan seperti ISPA. Oleh sebab itu perlu

menigkatkan pengetahuan bagi anggota keluarga dengan anak balita

dalam pencegahan ISPA sehingga kejadian ISPA tidak terjadi ataupun

terjadi dapat dilakukan tindakan pengobatan dengan cepat.

d. Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian ISPA

Berdasarkan hasil penelitian diketahui kejadian ISPA dan tidak ISPA,

mempunyai presentase yang sama yaitu 38 (50.0%). Infeksi Saluran

Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyebab utama morbiditas dan

mortalitas penyakit menular. Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan akut

(ISPA) mencakup penyakit saluran napas bagian atas (ISPA) dan

saluran napas bagian bawah (ISPA) (Summary, 2012).

Menurut Adhasari Agungnisa (2019) penyeybab ISPA salah satunya

bersumber dari sanitasi fisik rumah merupakan salah satu faktor yang

dapat mempengaruhi terjadinya ISPA pada balita. Sejalan dengan Ira

Putri Lan Lubis, Agnes Ferusgel (2019) mengatakan bahwa penyebab

penyakit ISPA pada balita disebabkan oleh faktor kondisi fisik rumah
seperti ventilasi, jenis lantai, kepadatan hunian dan keberadaan

perokok dalam rumah dengan kejadian ISPA pada balita.

Peneliti berpendapat bahwa kejadian ISPA pada balita tidak terlepas

dari lingkungan fisik rumah dan perilaku hidup bersih dan sehat

(PHBS) anggota keluarga dalam satu rumah. Anak usia balita masih

mempunyai imunitas yang lemah, mudah terserang berbagai penyakit

sepertihalnya ISPA. Penyakit ini dapat dicegah dengan berperilaku

hidup sehat dan mengonsumsi makanan bergizi seimbang serta bebas

dari paparan asap rokok dalam ataupun didalam rumah.

2. Analisis Bivariat

Hasil penelitian menunjukan bawa perilaku keluarga dalam menjaga

sanitasi lingkungan fisik mempunyai hubungan yang erat dengan kejadian

ISPA pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pulau Panggung Kabupaten

Tanggamus Tahun 2021 dengan hasil uji statistik didapatkan nilai p-value

= 0.002. Penelitian ini menunjukan bahwa perilaku keluarga negatif dalam

menjaga lingkungan fisik rumah lebih tinggi balita mengalami ISPA

dibandigkan dengan perilaku keluarga positif. Hal ini menunjukan bahwa

keluarga mempunyai peran aktif dalam menjaga dan menurunkan

kesehatan antar anggota keluarga. Salah satu anggota keluarga berperilaku

negatif seperti tidak menjaga kebersihan rumah dan merokok dalam rumah

akan berdampak buruk pada kesehatan anggota keluarga lainya seperti

mudah terserang penyakit pernafasan diantaranya asma, PPOK dan ISPA.


ISPA, termasuk pneumonia merupakan penyakit saluran pernapasan yang

mudah menular dari seseorang ke orang lain terutama dalam kondisi tubuh

yang tidak sehat. Penyakit ini sangat berbahaya dan sering menyerang pada

anak balita, sehingga demikian perlu adanya pencegahan terhadap

penyebaran, pencegahan yang dapat dilakukan yaitu menerapkan pola

hidup sehat dengan rutin berolahraga untuk meningkatkan, vitalitas tubuh

dan asupan nutrisi yang baik dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi

dan sehat. Mengenali gejala dan tanda-tanda pneumonia untuk deteksi dini.

Pada balita dan anak yang memiliki kondisi tubuh dengan sistem imun

yang masih rendah adalah dengan memberikan ASI eksklusif

(Krismeandari, 2015).

Hasil penelitian ini sejalan dengan Ridia dan Yuliatin (2020)

menyampaikan ada hubungan kuat antara ventilasi rumah, kelembaban,

lantai rumah, dinding rumah dan atap rumah dengan kejadian ISPA pada

balita. Hasil ini menunjukan bahwa semakin berkualitas dan standar

lingkungan fisik rumah maka kejadian ISPA pada balita dan anggota

keluarga akan terhindarkan. Sejalan dengan Ardhin (2018) mengatakan

bahwa ada hubungan antara jenis lantai, jenis dinding, kepadatan hunia,

jenis langit-langit rumah, dan anggota keluarga yang merokok dengan

kejadian ISPA pada balita.


Penelitian Desy (2018) menunjukkan bahwa kebiasaan merokok memiliki

hubungan yang bermakna dengan kejadian pneumonia. Orangtua/anggota

keluarga yang merokok dalam rumah akan meningkatkan risiko pneumonia

pada anak balita, peluang terkena pneumonia lebih besar dibandingkan

dengan anak balita yang dalam rumahnya tidak ada yang merokok. Asap

yang terhirup kemudian akan masuk ke dalam paru-paru. Dampak dari

merokok berawal dari gangguan saluran pernafasan. Bahan berbahaya dan

racun dalam rokok tidak hanya mengakibatkan gangguan kesehatan kepada

perokok juga kepada orang-orang disekitarnya yang tidak merokok yang

sebagian besar adalah bayi, anak-anak, dan ibu yang terpaksa menjadi

perokok pasif oleh karena ada anggota mereka yang merokok di dalam

rumah.

Hasil penelitian (Ira & Agnes, 2019) menyampaikan bahwa kejadian ISPA

diantaranya ventilasi yang mempunyai fungsi, yaitu menjaga aliran udara

di dalam rumah tetap segar dan membebaskan udara ruangan dari bakteri-

bakteri. Ventilasi yang tidak memenuhi syarat akan menyebabkan

kelembaban udara dalam ruangan naik, akibatnya bakteri akan cepat

berkembang. Lantai rumah sangat penting untuk diperhatikan terutama dari

segi kebersihan dan persyaratan. Lantai dari tanah lebih baik tidak

digunakan lagi karena jika musim hujan akan menjadi lembab sehingga

dapat menimbulkan gangguan terhadap penghuninya dan merupakan

tempat yang baik untuk berkembangbiaknya kuman penyakit, termasuk


bakteri penyebab ISPA. Sebaiknya lantai rumah tersebut dari bahan yang

kedap air dan mudah dibersihkan.

Supaya untuk mencegah masuknya air ke dalam rumah, sebaiknya lantai

dinaikkan kira-kira 25 cm dari permukaan tanah. Lantai yang baik adalah

lantai yang dalam keadaan kering dan tidak lembab. Penelitian yang

dilakukan oleh (Lingga, 2014) menemukan bahwa faktor yang

mempengaruhi kejadian ISPA pada balita bukanlah terletak pada jenis

lantainya,namun dari kebersihan lantai rumah dan tergantung pada kadar

debu yang menempel pada lantai rumah.

Faktor lain mendukung terjadinya ISPA yaitu pencahayaan alami dalam

rumah yaitu merupakan penerangan dalam rumah pada pagi, siang, atau

sore hari yang berasal dari sinar matahari langsung yang masuk melalui

jendela, ventilasi, atau genteng kaca minimal 10 menit perhari. Cahaya

matahari penting, karena selain dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di

dalam rumah juga mengurangi kelembaban ruangan dalam rumah di

pengaruhi oleh luas ventilasi dan jendela rumah yang dibuka setiap hari.

Hal ini akan berdampak buruk terhadapkesehatan penghuni rumah tersebut

jika jendela kurang luas dan jarang dibuka pada siang hari, tidak memiliki

ventilasi rumah, dan kebanyakan rumah menghadap ke arah barat dan

utara. Pencahayaan alami dianggap baik jika besarnya antara 60–120 lux

dan buruk jika kurang dari 60 lux atau lebih dari 120 lux. Hal yang perlu

diperhatikan dalam membuat jendela, perlu diusahakan agar sinar matahari


dapat langsung masuk ke dalam ruangan, dan tidak terhalang oleh

bangunan lain. Fungsi jendela di sini, di samping sebagai ventilasi juga

sebagai jalan masuk cahaya (Ira & Agnes, 2019).

Penelitian ini sejalan juga dengan Dongky dan Kadrianti (2016)

menyimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kepadatan

hunian dengan kejadian ISPA pada balita dengan nilai p=0,017 (p>0,05).

Kepadatan hunian dalam penelitian ini adalah perbandingan luas lantai

engan jumlah anggota keluarga dalam satu rumah. Luas lantai bangunan

rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya luas lantai

bangunan tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya. Luas

bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan

menyebabkan penjubelan (overcrowded). Jika penularan penyakit ISPA

terjadi karena adanya kontak antara penderita dengan penghuni rumah

yang lain kemungkinan kontak ini menjadi lebih besar pada rumah yang

padat penghuninya.

Kepadatan penghuni rumah dihubungkan dengan infeksi saluran

pernafasan karena kepadatan hunian yang tinggi mempengaruhi inhalasi

yang intensif terjadi sehingga memudahkan menular pada anggota keluarga

lain. Tingkat kepadatan hunian yang tinggi dapat menyebabkan tingginya

tingkat pencemaran lingkungan. Sehingga angka kesakitan semakin

meningkat. Hal ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi angka

kesakitan di lingkungan rumah lebih tinggi (Dongky & Kadrianti, 2016).


Hasil penelitian ini menunjukan bahwa keluarga yang mempunyai perilaku

menjaga lingkungan fisik dalam kategori baik namun anggota keluarga

salah satunya balita tetap mengalami ISPA hal ini disebabkan oleh banyak

faktor pencetus terjadinya ISPA diantaranya asupan makanan, ketesedian

air bersih dan imunitas tubuh yang rentan. Sejalan dengan penelitian Ira

dan Agnes (2019) mengatakan bahwa usia balita merupakan individu yang

rentang akan berbagai serangan penyakit salah satunya ISPA, dengan

asupan makan yang seimbang dan cukup, ketersedian sarana air bersih dan

menjaga PHBS maka serangan ISPA pada anak dapat terminimalisir akan

tetapi apabila kebutuhan gizi anak dan PHBS tidak dipenuhi maka anak

rentan akan serangan ISPA dan berulang.

Peneliti berpendapat bahwa kejadian ISPA pada anak balita dapat dicegah

dengan membiasakan hidup sehat dan menjaga lingkungan fisik rumah

agat tetap bersih dari debu, asap rokok, pencahayaan dalam rumah dari

sinar matahari cukup, setiap pagi dan siang hari membukan ventilasi agar

udara dapat bertukar sehingga udara dalam rumah tetap terjaga

kesegaranya. Selain itu anggota keluarga lebih menigkatkan perilaku

PHBS, tidak mengantung baju disembarang tempat dan apabila mengalami

batuk, pilek dan lainya agar menjaga jarak dengan anggota keluarga lainya

supaya tidak terjadi transmisi penyakit antar anggota keluarga. Dengan

demikian maka ISPA ataupun penyakit sistem pernafasan lainya dapat

dicegah penularanya.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hasil penelitian Hubungan Perilaku Keluarga Dalam Menjaga Sanitasi

Lingkungan Fisik dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Wilayah Kerja

Puskesmas Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus Tahun 2021., dapat

disimpulkan sebagai berikut :

1. Diketahui distribusi frekuensi karakteristik reponden berdasarkan usia

terbanyak pada kelompok usia 25-28 tahun dan kelamin terbanyak yaitu

laki-laki.

2. Diketahui distribusi frekuensi karakteristik reponden berdasarkan

Perilaku Keluarga sebagian besar perilaku keluarga kategori baik

3. Diketahui distribusi frekuensi karakteristik reponden berdasarkan ISPA

diketahui kejadian ISPA dan tidak ISPA, mempunyai presentase yang

sama yaitu 38 (50.0%).

4. Diketahui nilai p-value = 0.002 < 0.05 artinya terdapat hubungan

Perilaku Keluarga Dalam Menjaga Sanitasi Lingkungan Fisik dengan

Kejadian ISPA Pada Balita dan nilai Odds Ratio 4.921 Confidence

Interval (1.742-13.899) artinya perilaku keluarga yang tidak baik

memiliki risiko 4.921 kali balita terserang penyakit ISPA.


B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka penelitian ini diharapkan dapat

memberikan kontribusi baik secara akademik dalam pengembangan ilmu

pengetahuan pada dibidang keperawatan, maupun secara praktik bagi

pelaksanaannya. Manfaat tersebut penulis uraikan sebagai berikut:

4. Aplikasi

a. Bagi Responden

Hasil penelitian ini dapat dijadikan ilmu pengetahuan bagi

responden dan dapat memanagement lingkungan fisik dengan cara

rutin membersihkan rumah, mengepel lantai, membuang sarang

laba-laba 1 kali seminggu, membuka ventilasi dan menjauhkan

balita dari paparan asap rokok dan pembakaran.

b. Bagi Keluarga

Hasil penelitian ini diharapkan keluarga mampu melakukan

modifikasi lingkungan fisik rumah atau menjaga agar tetap bersih

dari berbagai polusi, sehingga kejadian ISPA pada balita tidak

terulang.

5. Bagi Institusi

a. Bagi Puskesmas

Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dan bahan evaluasi

kejadian ISPA diwilayah kerja puskesmas. Selain itu diharapkan

pihak puskesmas dapat memberikan sosialisasi atau pendidikan

kesehatan kepada para orang tua dan keluarga balita untuk


menigkatkan kebersihan lingkungan fisik dengan rutin

membersihkan lingkungan fisik 2 kali seminggu.

b. Bagi Fakultas Kesehatan UMPRI

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian ilmiah oleh dosen

dan mahasiswa. Selain itu diharapkan institusi berperan aktif dan

berkolaborasi dengan pihak puskesmas untuk melakukan promosi

kesehatan atau pelatihan kepada kader kesehatan mengenai

perawatan lingkungan fisik rumah untuk mencegah terjadinya ISPA

pada anggota keluarga terutama usia balita.

6. Penelitian

Hasil penelitian ini dapat dijadikan elaborasi dan kajian ilmiah dan

diharapkan peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian dengan

variabel yang berbeda mengenai ISPA yang terjadi pada usia balita.

DAFTAR PUSTAKA
Adhasari Agungnisa.(2019).Physical Sanitation of the House that Influence the
Incidence of ARI in Children under Five in Kalianget Timur Village. Jurnal
Kesehatan Lingkungan Vol. 11 No. 1 Januari 2019 (1- 9).

Asriati, Zamrud, Kalenggo & Dewi Febrianty. (2012). Analisis Faktor Risiko
Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut Pada Anak Balita. Jurnal
Keperawatan.
Assetya & Zahra. (2018). Kondisi Lingkungan Rumah Dan Kejadian ISPA Pada
Balita Di Indonesia. Jurnal Keperawatan.
Depkes RI. (2012). Pedoman Pemberantasan Penyakit Saluran Pernafasan Akut.
Depkes RI. Jakarta.
Depkes RI. (2016). Pedoman Pemberantasan Penyakit Saluran Pernafasan Akut.
Depkes RI. Jakarta.
Desy Pas. (2018). Hubungan Perilaku Merokok Anggota Keluarga Dengan
Kejadian Ispa Pada Balita Di Puskesmas Lubuk Kilangan Kota Padang
Tahun 2018. Universitas Andalas.

Dewi Puji Kadrianti. (2016). Faktor risiko lingkungan fisik rumah dengan kejadian
ISPA balita di Kelurahan Takatidung Polewali Mandar. Unnes Journal of
Public Health.

Dharma, K. K. (2015). Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta. CV : Trans


Info Media.
Dongky P, Kadrianti K. (2016). Faktor Risiko Lingkungan Fisik Rumah Dengan
Kejadian Ispa Balita Di Kelurahan Takatidung Polewali Mandar. Unnes J
Public Heal. 2016;5(4):324–9.

Elmi Nuryati. (2018). Faktor Determinan ISPA Pada Daerah Home Industri. Jurnal
Ilmiah Kesehatan. Volume 7 No 1 Januari 2018.

Falagas, M.E., Mourtzoukou, E.G., Vardakas, K.Z. Sex differences in the incidence
and severity of respiratory tract infection. Respiratory Medicine. 2007;
101(1):1845-1863.

Hartono. (2013). Gangguan Pernafasan Pada Anak ISPA. Yogyakarta : Nuha


Medika.
Imaniyah Noviyanti. (2012). Determinan kejadian infeksi saluran pernafasan akut
(ISPA) pada balita. Artikel Penelitian. Jurnal Kesehatan. Vol. 9, No. 1,
Maret 2019.

Ira Putri Lan Lubis, Agnes Ferusgel. (2019). Hubungan Kondisi Fisik Rumah dan
Keberadaan Perokok dalam Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di
Desa Silo Bonto, Kecamatan Silau Laut, Kabupaten Asahan. Jurnal Ilmiah
Kesehatan Masyarakat Volume 11 Edisi 2, 2019.

Kadafi Gunawan. (2010). ISPA Pencegahan dan Penanggulangannya. Semarang.


Dinkes Provinsi Jawa Tengah
Kemenkes RI. (2011). Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia no.
1077/MENKES/PER/V/2011 tentan pedoman penyehatan udara dalam
ruang rumah. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Kemenkes No. 829/Menkes/SK/VII/1999. Persyaratan Kesehatan Rumah Tinggal.
Lingga RN. (2014). Hubungan Karakteristik Rumah dengan Kejadian Ispa pada
Balita dalam Keluarga Perokok di Kelurahan Gundaling I Kecamatan
Berastagi Kabupaten Karo Tahun 2014. Lingkung dan Keselam Kerja.
2014;3(3).

Marni. (2014). Buku Ajar Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan


Pernapasan. Yogyakarta : Gosyen Publishing.
Muhammad Irwan. (2017). Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) Dengan
Kejadian Gangguan Pernafasan Pada Balita Di Kawasan Pesisir Desa
Sedari, Kecamatan Cibuaya, Karawang, Jawa Barat. Jurnal Nasional
Kesehatan Lingkungan Global Volume 1, Issue 1.
Mumpuni & Yekti. (2016). Penyakit yang Sering Hinggap pada Anak. Jurnal
Keperawatan.
Nadia Aulia Julia & Arum Siwiendrayanti. (2017). Hubungan kondisi lingkungan
fisik rumah dan kebiasaan orang tua dengan kejadian ISPA pada balita di
wilayah kerja Puskesmas Traji Kabupaten Temanggung. Jurnal Kesehatan
Pena Medika, Vol 7 (1) Juni 2017.

Najmah. (2016). Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta Timur : CV Trans Info


Media.
Notoadmodjo, S. (2010). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan : Jakarta.
Rineka Cipta
Notoatmodjo, S. (2011). Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka
Cipta.
Notoadmodjo, S. (2012). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta :
Rineka Cipta
Notoadmodjo, S. (2014). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Novri Salindra. (2018). Hubungan Perilaku Merokok Orang Tua Dengan Kejadian
ISPA Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Rejosari Kabupaten
Pringsewu. STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung. Skripsi
Nursalam. (2015). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika.
Oktarika Dianing Pratiwi & Agustina Rahmawati. (2018). Hubungan perilaku
kesehatan dan kebersihan lingkungan dengan kejadian ISPA pada balita di
wilayah kerja Puskesmas Bambanglipuro Bantul Yogyakarta. Naskah
Publikasi Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta.

Oktaviani, Irma, Hayati, Sri, & Supriyatin. (2014). Faktor-Faktor Yang


Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
Pada Balita Di Puskesmas Garuda Kota Bandung. Jurnal Keperawatan.

Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1077/Menkes/Per/V/2011 tentang Pedoman


Penyehatan Udara dalam Ruang.

Putu Meitri Nirmala Utami, Putu Siadi Purniti, & I Made Arimbawa. (2016).
Hubungan jenis kelamin, status gizi dan berat badan lahir dengan angka
kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Banjarangkan II tahun 2016. |
Intisari Sains Medis 2018; 9(3): 135-139 | doi: 10.1556/ism.v9i3.216.

Ridia Utami Kasih, Yuliatin Lamatungga. (2020). The Relationship Between House
Physical Sanitation With The Event of Acute Channel InfectionIn Children
in The Working Area of Wua-Wua District Anawai Subdistrict. MIRACLE
Journal of Public Health, Vol 3. No.1 Juni 2020.

Saryono & Anggraeni. (2013). Metode Penelitian Kwantitatif Dan Kwalitatif


Dalam Bidang Kesehatan. Journal kesehatan.
Susilo Pangaribuan. (2017). Hubungan kondisi lingkungan rumah dengan kejadian
ISPA pada balita di Puskesmas Remu Kota Sorong. Glonal Health Science,
Volume 2 Issue 1, Maret 2017.

Yanti & Novita Sari (2018). Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada Anak Balita Usia 1-5 Tahun
DiWilayah Kerja Puskesmas Sukaraja Nuban Kabupaten Lampung Timur.
Jurnal Dunia Kemas, 7, No 4.

Yuliya, & Rahmawati Intan. (2015). Hubungan Faktor Lingkungan Rumah Dengan
Kejadian ISPA Pada Balita Di Desa Wonosari Kecamatan Gadingrejo
Kabupaten Pringsewu. STIKes Muhammadiyah Pringsewu. Skripsi
L
A
M
P
I
R
A
N

INFORMED CONSENT

Pulau Panggung……….
Kepada Yth,

Calon Responden

Di Tempat

Dengan Hormat,

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Anggun Oktarina

NIM : 142012017006

Akan melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Perilaku Keluarga


Dalam Menjaga Sanitasi Lingkungan Fisik dengan Kejadian ISPA Pada
Balita di Kabupaten Tanggamus Tahun 2021”. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui hubungan perilaku keluarga dalam menjaga sanitasi
lingkungan fisik yang dapat memicu penyebab terjadinya ISPA pada anak
balita. Penelitian ini tidak menimbulkan kerugian bagi saudara, kerahasian
informasi yang diberikan akan dijaga dan hanya digunakan untuk
kepentingan penelitian. jika saudara tidak bersedia menjadi responden,
maka tidak menjadi ancaman bagi saudara. Apa bila saudara menyetujui,
maka kami mohon kesedianaan saudara untuk menandatangani lembar yang
kami sertakan ini.

Atas perhatian dan kesediaan saudara, saya ucapkan terima kasih.

(Anggun Oktarina)

(............................)

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN


Yang bertanda tangan dibawah ini saya selaku responden penelitian :

Nama :

Jenis kelamin :

Umur :

Dengan ini saya menyatakan bersedia guna berperan serta dalam penelitian ini dan

bersedia memberikan jawaban kuesioner/pertanyaan yang diajukan, tidak ada yang

diberitahukan kepada siapapun atau dijamin kerahasiaannya dan saya bersedia

mengikuti penelitian ini.

Demikian surat permohonan ini saya buat, semoga penelitian ini bermanfaat dan

dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Pulau Panggung,…………………2021

Hormat saya

(………………………………..)

KUISIONER
PERILAKU KELUARGA
MENJAGA SANITASI LINGKUNGSN

Identitas Responden
No Responden :
Nama Insial Responden :
Tanggal Pengisian :
Umur :
Jenis Kelamin :

No Pernyataan Ya Tidak
1 Apakah ventilasi rumah anda sering dibuka
2 Apakah anda 1 minggu sekali membersihkan sarag laba-
laba dalam rumah
3 Apakah dalam setiap hari anda membersihkan lantai
rumah anda (menyapu,mengepel)
4 Sebelum menyuapi anak anda apakah mencuci tanggan
dengan sabun
5 Saat anak anda mengali batuk,pilek dan nyeri tengorokan
langsung memberikan obat atau berobat ke pelayanan
kesehatan
6 Apakah anda memasak menggunakan tugku dan kayu
bakar
7 Apakah anda membakar sampah disamping rumah
8 Apakah anda memberikan makanan kepada anak anda
setiap hari makanan bergizi seimbang
9 Apakah anda menyimpan makanan ditempat tertutup
10 Apakah anggota keluarga anda merokok didalam rumah
dan didekat anak
11 Apakah anda rutin membersihkan debu dirumah seperti di
disela-sela jendela, pintu, dan sebagainya
12 Apakah anda menjauhkan anak anda saat anggota
keluarga anda merokok
13 Apakah anda mengantung baju kotor di pintu kamar atau
disampiran sembarang tempat
14 Apakah kamar mandi dan kamar cuci anda kedap air dan
mudah dibersihkan
LEMBAR CEKLIS
TANDA DAN GELAJA ISPA
No Peryataan Ya Tidak
1 Suhu badan lebih dari 37°C

2 Batuk

3 Hidung berair atau pilek

4 Nyeri atau radang tenggorokan


5 Nafas cepat (fast breathing)

6 Tenggorokan berwarna merah

7 Timbul bercak merah pada kulit seperti campak

8 Telinga sakit atau nyeri

9 Nafas berbunyi seperti mendengkur

10 Apakah semua tanda gejala diatas berlangsung


lebih dari 1 minggu

ISPA TIDAK ISPA

DATASET ACTIVATE DataSet1.

SAVE OUTFILE='C:\Users\asus\Documents\\Untitled2.sav hasil data.sav'

/COMPRESSED.

EXAMINE VARIABLES=PerilakuKeluarga
/PLOT BOXPLOT STEMLEAF NPPLOT

/COMPARE GROUPS

/STATISTICS DESCRIPTIVES

/CINTERVAL 95

/MISSING LISTWISE

/NOTOTAL.

Explore

Notes

Output Created 17-AUG-2021 06:10:58

Comments

Input Data C:\Users\asus\Documents\Novi\Untit


led2.sav hasil data.sav

Active Dataset DataSet1

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working
76
Data File

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values for


dependent variables are treated as
missing.

Cases Used Statistics are based on cases with


no missing values for any dependent
variable or factor used.
Syntax EXAMINE
VARIABLES=PerilakuKeluarga

/PLOT BOXPLOT STEMLEAF


NPPLOT

/COMPARE GROUPS

/STATISTICS DESCRIPTIVES

/CINTERVAL 95

/MISSING LISTWISE

/NOTOTAL.

Resources Processor Time 00:00:01.11

Elapsed Time 00:00:00.92

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

PerilakuKeluarga 76 100.0% 0 0.0% 76 100.0%

Descriptives

Statistic Std. Error

PerilakuKeluarga Mean 9.42 .226

95% Confidence Interval Lower Bound 8.97


for Mean
Upper Bound 9.87

5% Trimmed Mean 9.45


Median 10.00

Variance 3.874

Std. Deviation 1.968

Minimum 6

Maximum 13

Range 7

Interquartile Range 4

Skewness -.526 .276

Kurtosis -.970 .545

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

PerilakuKeluarga .260 76 .000 .877 76 .000

a. Lilliefors Significance Correction

PerilakuKeluarga

PerilakuKeluarga Stem-and-Leaf Plot

Frequency Stem & Leaf

9.00 6 . 000000000

12.00 7 . 000000000000

1.00 8. 0

5.00 9 . 00000
23.00 10 . 00000000000000000000000

18.00 11 . 000000000000000000

7.00 12 . 0000000

1.00 13 . 0

Stem width: 1

Each leaf: 1 case(s)


FREQUENCIES VARIABLES=Usia Jenis_Kelamin Kejadian_ISPA Perilaku_Keluarga

/ORDER=ANALYSIS.

Frequencies

Notes

Output Created 17-AUG-2021 06:11:03

Comments

Input Data C:\Users\asus\Documents\\Untitled2


.sav hasil data.sav

Active Dataset DataSet1

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working
76
Data File

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are


treated as missing.

Cases Used Statistics are based on all cases


with valid data.

Syntax FREQUENCIES VARIABLES=Usia


Jenis_Kelamin Kejadian_ISPA
Perilaku_Keluarga

/ORDER=ANALYSIS.

Resources Processor Time 00:00:00.00

Elapsed Time 00:00:00.33

Statistics

Perilaku_Kelua
Usia Jenis_Kelamin Kejadian_ISPA rga

N Valid 76 76 76 76

Missing 0 0 0 0

Frequency Table
Usia

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 19-21 4 5.3 5.3 5.3

22-24 8 10.5 10.5 15.8

25-28 28 36.8 36.8 52.6

29-31 19 25.0 25.0 77.6

32-35 9 11.8 11.8 89.5

36-38 3 3.9 3.9 93.4

36-38 5 6.6 6.6 100.0

Total 76 100.0 100.0

Jenis_Kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Laki-Laki 70 92.1 92.1 92.1

Perempuan 6 7.9 7.9 100.0

Total 76 100.0 100.0

Kejadian_ISPA

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Ispa 38 50.0 50.0 50.0

Ispa 38 50.0 50.0 100.0

Total 76 100.0 100.0

Perilaku_Keluarga

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Baik 49 64.5 64.5 64.5


Tidak Baik 27 35.5 35.5 100.0

Total 76 100.0 100.0

CROSSTABS

/TABLES=Perilaku_Keluarga BY Kejadian_ISPA

/FORMAT=AVALUE TABLES

/STATISTICS=CHISQ RISK

/CELLS=COUNT ROW

/COUNT ROUND CELL.

Crosstabs

Notes

Output Created 17-AUG-2021 06:11:51

Comments

Input Data C:\Users\asus\Documents\\Untitled2


.sav hasil data.sav

Active Dataset DataSet1

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working
76
Data File

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are


treated as missing.

Cases Used Statistics for each table are based


on all the cases with valid data in the
specified range(s) for all variables in
each table.
Syntax CROSSTABS

/TABLES=Perilaku_Keluarga BY
Kejadian_ISPA

/FORMAT=AVALUE TABLES

/STATISTICS=CHISQ RISK

/CELLS=COUNT ROW

/COUNT ROUND CELL.

Resources Processor Time 00:00:00.02

Elapsed Time 00:00:00.03

Dimensions Requested 2

Cells Available 349496

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Perilaku_Keluarga *
76 100.0% 0 0.0% 76 100.0%
Kejadian_ISPA

Perilaku_Keluarga * Kejadian_ISPA Crosstabulation

Kejadian_ISPA

Tidak Ispa Ispa Total

Perilaku_Keluarga Baik Count 31 18 49

% within
63.3% 36.7% 100.0%
Perilaku_Keluarga

Tidak Baik Count 7 20 27

% within
25.9% 74.1% 100.0%
Perilaku_Keluarga
Total Count 38 38 76

% within
50.0% 50.0% 100.0%
Perilaku_Keluarga

Chi-Square Tests

Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 9.708a 1 .002

Continuity Correctionb 8.272 1 .004

Likelihood Ratio 10.017 1 .002

Fisher's Exact Test .004 .002

Linear-by-Linear
9.580 1 .002
Association

N of Valid Cases 76

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.50.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for


Perilaku_Keluarga (Baik / 4.921 1.742 13.899
Tidak Baik)

For cohort Kejadian_ISPA


2.440 1.246 4.780
= Tidak Ispa

For cohort Kejadian_ISPA


.496 .323 .762
= Ispa

N of Valid Cases 76
GET

FILE='D:\ \anggun O\Untitled1 Kusioner anggun.sav'.

DATASET NAME DataSet1 WINDOW=FRONT.

RELIABILITY

/VARIABLES=p1 p2 p3 p5 p6 p7 p8 p9 p10 p11 p12 p13 p14 p15 p16

/SCALE('ALL VARIABLES') ALL

/MODEL=ALPHA

/STATISTICS=DESCRIPTIVE SCALE

/SUMMARY=TOTAL.

Reliability

Notes
Output Created 22-AUG-2021 19:07:10

Comments

Input Data D:\\anggun O\Untitled1 Kusioner


anggun.sav

Active Dataset DataSet1

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working Data


20
File

Matrix Input D:\\anggun O\Untitled1 Kusioner


anggun.sav

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated
as missing.

Cases Used Statistics are based on all cases with


valid data for all variables in the
procedure.

Syntax RELIABILITY

/VARIABLES=p1 p2 p3 p5 p6 p7 p8 p9
p10 p11 p12 p13 p14 p15 p16

/SCALE('ALL VARIABLES') ALL

/MODEL=ALPHA

/STATISTICS=DESCRIPTIVE SCALE

/SUMMARY=TOTAL.

Resources Processor Time 00:00:00.05

Elapsed Time 00:00:00.06


[DataSet1] D:\JOKI\anggun O\Untitled1 Kusioner anggun.sav

Scale: ALL VARIABLES

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 20 100.0

Excludeda 0 .0

Total 20 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the


procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items

.943 15

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

p1 1.80 .410 20

p2 1.80 .410 20

p3 1.80 .410 20

p5 1.75 .444 20

p6 1.85 .366 20

p7 1.85 .366 20
p8 1.85 .366 20

p9 1.90 .308 20

p10 1.85 .366 20

p11 1.90 .308 20

p12 1.90 .308 20

p13 1.95 .224 20

p14 1.95 .224 20

p15 1.90 .308 20

p16 1.80 .410 20

Item-Total Statistics

Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Total Correlation Deleted

p1 26.05 12.997 .861 .935

p2 26.05 12.997 .861 .935

p3 26.05 12.997 .861 .935

p5 26.10 13.042 .771 .937

p6 26.00 13.263 .868 .935

p7 26.00 13.263 .868 .935

p8 26.00 13.263 .868 .935


p9 25.95 13.734 .826 .936

p10 26.00 14.211 .495 .944

p11 25.95 14.576 .443 .945

p12 25.95 14.471 .490 .944

p13 25.90 14.411 .738 .940

p14 25.90 14.411 .738 .940

p15 25.95 13.734 .826 .936

p16 26.05 14.787 .240 .952

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items

27.85 15.713 3.964 15

Anda mungkin juga menyukai