Anda di halaman 1dari 11

Arc. Com.

Health • Juni 2020


p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620 Vol. 7 No. 1: 41 - 51

TREND KARAKTERISTIK DEMOGRAFI PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT


JIWA PROVINSI BALI (2013-2018)

I Wayan Darsana*, Ni Luh Putu Suariyani


Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
*Email: darsana240296@gmail.com

ABSTRAK
Skizofrenia di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, 2013 dan 2018 menunjukan bahwa
prevalensi skizofrenia mengalami peningkatan dan penurunan yang fluktuatif. Penelitian ini bertujuan untuk
melihat trend kesehatan jiwa (skizofrenia) di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Bali berdasarkan karakteristik
demografi periode 2013 - 2018. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif menggunakan rancangan
longitudinal deskriptif study. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh pasien RSJ yang mengalami skizofrenia
yang tercatat di register serta merupakan kasus baru periode 1 Januari 2013 - 31 Desember 2018. Karakteristik
yang dicari dalam penelitian ini adalah umur, jenis kelamin, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan, dan asal
pasien. Pasien gangguan jiwa di RSJ Provinsi Bali selama enam tahun terakhir 64% nya merupakan pasien
skizofrenia. Gangguan jiwa skizofrenia lebih banyak terjadi pada umur dewasa sebesar (58%), berjenis kelamin
laki-laki (66%), sebanyak (58%) tidak kawin, (88%) tidak bekerja, tidak sekolah (33%) dan asal pasien dari
Kabupaten Gianyar sebanyak (16%). Berdasarkan trend menunjukan bahwa trend kunjungan gangguan jiwa
mengalami penurunan disetiap tahunnya, hanya mengalami peningkatan trend ditahun 2017 dan trend kembali
turun ditahun 2018. Adanya penguatan sistem surveilans yang terpadu dan terintegrasi dari Puskesmas hingga
RSJ Provinsi Bali sangat diperlukan agar data pasien gangguan jiwa skizofrenia menjadi lebih baik dan
terintegrasi.

Kata kunci: Skizofrenia, Trend, Karakteristik

ABSTRACT
Schizophrenia in Indonesia based on the results of Basic Health Research in 2007, 2013 and 2018 showed that the
prevalence of schizophrenia had a fluctuating increase and decrease. This study aims to look at the trend of
schizophrenia in the Mental Hospital (RSJ) of Bali Province based on the demographic characteristics of the
period 2013 - 2018. This study was a descriptive study using a desain longitudinal study. The sample in this study
were all RSJ patients who had schizophrenia recorded in the register and were new cases in the period 1 January
2013 - 31 December 2018. Characteristics sought in this study were age, sex, marital status, employment,
education, and patient's origin. Mental patients in RSJ in Bali Province for the past six years 64% were
schizophrenic patients. Schizophrenia mental disorders occur more at the age of adults (58%), male sex (66%), as
many (58%) do not marry, (88%) do not work, do not go to school (33%) and the origin of patients from Gianyar
Regency as much (16%). There is an integrated and integrated surveillance system from the Health Service Center
to the Provincial Hospital in Bali so that schizophrenic mental patients data get better and integrated.

Keywords: Skizofrenia, Trend, Characteristics

PENDAHULUAN Katatonik (F20.2), Tipe Tak Terinci (F20.3),


Tipe Residual (F20.5), Tipe Simpleks (F20.6)
Gangguan jiwa skizofrenia adalah
dan Tipe Depresi Pasca Skizofrenia (F20.4)
suatu jenis gangguan jiwa ditandai dengan
(Videbeck, 2015; Pravitasari, 2015). Gejala
perpecahan yang terjadi di dalam pikiran,
skizofrenia dibagi kedalam 2 kategori, yaitu
perilaku dan perasaan (Pravitasari, 2015).
kategori gejala positif atau gejala nyata yang
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
terdiri atas waham, halusinasi dan
Gangguan Jiwa III mengklasifikasikan tipe
disorganisasi pikiran, bicara dan perilaku
skizofrenia menjadi 7 tipe, yang akan
yang tidak teratur, sedangkan pada gejala
diuraikan sebagai berikut, Tipe Paranoid
negative atau gejala samar terdiri atas afek
(F20.0), Tipe Hebefrenik (F20.1), Tipe

41
Darsana & Suariyani Vol. 7 No. 1: 41 - 51

datar, tidak memiliki kemauan dan menarik PK) berupaya untuk menemukan penderita
diri dari masyarakat atau memiliki rasa gangguan jiwa agar mendapatkan
tidak nyaman (Videbeck, 2015). pengobatan dan tidak ditelantarkan.

Data statistik yang disebutkan oleh Hasil penelitian yang dilakukan


World Health Organitation (WHO) pada sebelumnya menunjukan bahwa terdapat
tahun 2011 menunjukan bahwa penduduk di beberapa faktor risiko yang menyebabkan
dunia yang mengalami gangguan jiwa seseorang bisa mengalami skizofrenia
sebesar 450 juta orang, dimana sepertiga dari disebabkan oleh faktor demografi yang
jumlah tersebut terjadi di negara-negara terdiri atas, umur, jenis kelamin, status
yang berkembang. Selain itu WHO juga perkawinan, pendidikan, pekerjaan dan asal
mengatakan bahwa potensi seseorang pasien. Menurut (Davies, 2009) menjelaskan
mengalami gangguan cukup tinggi, 1 bahwa secara sosio-demogrofi orang yang
diantara 4 orang mudah terserang gangguan lebih rentan mengalami gangguan jiwa
jiwa (WHO, 2011). Selain itu data yang ada adalah berdasarkan umur berada pada
di Harvard University dan College London kategori orang yang berumur
dewasa, menyatakan bahwa penyakit kejiwaan kemudian dari status
perkawinan lebih ditahun 2016 dari semua jenis kecacatan di rentan terjadi pada
orang yang belum seluruh dunia memiliki peranan sebesar 32% menikah, dari jenis
kelamin seseorang yang dan angka tersebut menglami peningkatan rentan mengalami
gangguan jiwa adalah dari tahun sebelumnya (Nurmi, 2011). berjenis kelamin
laki-laki, berdasarkan
status pekerjaan orang yang tidak bekerja
Berdasarkan data Hasil Riset
memiliki kerentanan yang lebih
Kesehatan Dasar Tahun 2007, 2013 dan 2018
dibandingkan dengan yang bekerja, serta
menunjukan di Indonesia gangguan jiwa
orang yang berpendidikan rendah juga
dengan diagnosa skizofrenia
rentan bisa mengalami gangguan jiwa.
memiliki prevalensi yang fluktuatif. Dimana
Masih sangat terbatasnya data gangguan
ditahun 2007 prevalensi gangguan jiwa di
jiwa khususnya pada diagnosa skizofrenia di
Indonesia sebesar 4.1 per mil, ditahun 2013
Provinsi Bali dan tingginya prevalensi
mengalami penurunan menjadi 1.7 per mil
gangguan jiwa di Provinsi Bali maka peneliti
dan rentang tahun 2013 - 2018 mengalami
tertarik untuk melihat trend
peningkatan 4 kali lipat selama 5 tahun
dan karakteristik pasien gangguan jiwa
terakhir menjadi 7 per mil. Provinsi Bali
yang berobat di RSJ Provinsi Bali selama 6
sebagai salah satu wilayah di
tahun
Indonesia yang memiliki
terakhir.
prevalensi ganguan jiwa tinggi menunjukan
bahwa ditahun 2018 memiliki prevalensi
sebesar 11 per mil atau lebih tinggi dari
prevalensi nasional sebesar 4 per mil. METODE PENELITIAN
Melihat perkembangan kasus gangguan jiwa
Penelitian ini menggunakan desain
skizofrenia maka pemerintah melalui salah
penelitian longitudinal deskriptif. Dalam
satu indikator program Program Indonesia
penelitian ini peneliti bertujuan untuk
Sehat Berbasis Pendekatan Keluarga (PIS-
melihat trend pasien gangguan jiwa dengan

42
Arc. Com. Health • Juni 2020
p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620 Vol. 7 No. 1: 41 - 51

diagnosa skizofrenia di RSJ Provinsi Bali di Data Register Rumah Sakit dan
periode 2013 -2018 dengan menggunakan merupakan kasus baru periode 1 Januari
data sekunder yaitu data registrasi pasien di 2013 – 31 Desember 2018. Variabel dalam
bagian Rekam Medis RSJ Provinsi Bali. penelitian ini adalah skizofrenia, umur, jenis
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi kelamin, status perkawinan, pendidikan,
target adalah seluruh pasien gangguan jiwa pekerjaan, asal pasien dan
tahun di RSJ Provinsi Bali. Sedangkan populasi terdiagnosa. Selanjutnya data
dianalisis terjangkau dalam penelitian ini adalah untuk melihat trend
skizofrenia di RSJ
pasien gangguan jiwa di RSJ Provinsi Bali Provinsi Bali.
dari tanggal 1 Januari 2013 sampai dengan
31 Desember 2018. Sampel dalam penelitian HASIL PENELITIAN
ini adalah seluruh pasien RSJ yang tercatat

Gambar 1. Distribusi Gangguan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali

D I S TR I B U S I G A N G G U A N JI W A D I R U M A H S A K I T JI W A P R O VI N S I B A L
IP ERIODE 2013 -2018 BERDASARKAN DIAGNOSA

T Skizofrenia Selain Skizofrenia


otal Kasus
4737
5000
4000 3032

3000 1705
2000
1000
0
2013-2018

pasien gangguan jiwa yang berobat


Dalam kurun waktu 6 tahun terakhir dari
merupakan pasien dengan diagnosa
tanggal 1 Januari 2013 sampai dengan 31
skizofrenia.
Desember 2018 pasien gangguan jiwa baru
yang berobat di RSJ Provinsi Bali berjumlah
sebanyak 4737 pasien dimana 64% dari

43
Darsana & Suariyani Vol. 7 No. 1: 41 - 51

Gambar 2. Trend Kunjungan Pasien Gangguan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali

T R E N D K U N J U N G A N P A S IE N D I R U M A H S A K I T J I WA P R O VI N S I B A LI P ER IO D
E 2 0 1 3 - 2 0 1 8 B E R DA S A R K A N S K I Z O F R E N I A & T I D AK S K I Z O F R E N I A

Skizofrenia Selain Skizofrenia

759
588 533 512
387
253

31 367 22 320
286 6
190 6
2013 2014 2015 2016 2017 2018

Jika dilihat trend secara umum pada menurun kemudian ditahun 2017 trend
pasien skizofrenia menunjukan hasil bahwa mengalami peningkatan dan ditahun 2018
ditahun 2013 – 2016 terjadi trend yang trend kembali mengalami penurunan.
Tabel 3. Karakteristik Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali

Karakteristik Demografi Skizofrenia


Frekuensi Proporsi %
Kelompok Umur
Anak-anak (6-11 tahun) 1 0.03
Remaja (12-25 tahun) 314 10.36
Dewasa (26-46 tahun) 1759 58.01
Lansia (>46 tahun) 958 31.60
Jenis Kelamin
Perempuan 1035 34.14
Laki-laki 1997 65.86
Status Perkawinan
Tidak Kawin 1774 58.51
Kawin 1175 38.75
Cerai 83 2.74
Pekerjaan
Tidak Bekerja 2669 88.03
Bekerja 363 11.97
Pendidikan
Tidak Sekolah 1003 33.08
Tamat SD 718 23.68
Tamat SMP 361 11.91
Tamat SMA 771 25.43
Perguruan Tinggi 179 5.90
Asal Pasien
Jemberana 152 5.01
Tabanan 372 12.27
Badung 292 9.63
Gianyar 482 15.90

44
Arc. Com. Health • Juni 2020
p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620 Vol. 7 No. 1: 41 - 51

Klungkung 198 6.53


Bangli 269 8.87
Karangasem 404 13.32
Buleleng 436 14.38
Denpasar 357 11.77
Luar Bali 70 2.31

PEMBAHASAN

Selama Periode 2013 – 2018 kesehatan jiwa dasar dan pelayanan


menunjukan bahwa pasien gangguan jiwa di kesehatan jiwa rujukan. Kesehatan jiwa
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali didominasi dasar yang dimaksud adalah pelayanan
oleh pasien dengan diagnosa skizofrenia. kesehatan jiwa yang
diselenggarakan Hal ini sejalan dengan pernyataan dari terintegrasi dalam
pelayanan kesehatan Nyoman Ari Yoga Wirawan dalam umum di
Puskesmas dan jejaringnya, klinik artikelnya yang berjudul “Karakteristik pratama,
praktik dokter dengan kompetensi Demografi Pasien Depresi di Rumah Sakit pelayanan
kesehatan jiwa, rumah Umum Pusat Sanglah DenpasarBali, perawatan, serta
fasilitas pelayanan diluar Periode 2011-2013” yang mengatakan bahwa sektor
kesehatan dan fasilitas rehabilitasi gangguan jiwa dengan diagnosa skizofrenia berbasis
masyarakat (Kemenkes, 2014). lebih banyak ditemukan di rumah sakit, hal Dengan
adanya sistem rujukan ini ini didasari oleh orang yang terdiagnosa
menyebabkan pasien gangguan jiwa terlebih skizofrenia memiliki tanda dan
gejala yang dahulu mendapatkan penanganan di unit jelas sehingga pelaporan lebih
sering ke pelayanan kesehatan dasar, kemudian jika rumah sakit (Wirawan, 2016).
Hal ini tidak mampu ditangani maka pasien membuat pasien gangguan jiwa
yang selanjutnya dirujuk ke unit pelayanan berobat ke RSJ Provinsi Bali
didominasi oleh kesehatan jiwa rujukan, baik unit pelayanan pasien gangguan jiwa
diagnosa skizofrena. kesehatan jiwa di rumah sakit umum
dimasing-masing Kabupaten/Kota di Bali
Terjadinya trend yang menurun pada
atau unit pelayanan kesehatan jiwa di RSJ
kunjungan pasien gangguan jiwa di RSJ
Provinsi Bali. Sehingga dengan adanya
Provinsi Bali dari tahun 2013 – 2016
sistem pelayanan kesehatan jiwa pasien
disebabkan oleh berlakunya Undang-
akan lebih banyak berobat di bagian unit
undang No. 18 Tahun 2014 tentang
pelayanan kesehatan dasar atau ke unit
Kesehatan Jiwa, dimana dalam undang-
kesehatan jiwa di rumah sakit umum di
undang tersebut pada Bab III tentang
masing-masing Kabupaten/Kota di Bali,
“sistem pelayanan kesehatan jiwa” pada
selanjutnya jika tidak mampu ditangani
pasal 33 ayat 1 dijelaskan bahwa pemerintah
maka rujukan terakhir adalah RSJ Provinsi
dalam melaksanakan upaya pelayanan
Bali.
kesehatan jiwa maka dibangun sistem
kesehatan jiwa yang berjenjang dan Selanjutnya dengan
berlakunya komprehensif, yang terdiri atas pelayanan Permenkes No. 39 tahun
2016 tentang

45
Darsana & Suariyani Vol. 7 No. 1: 41 - 51

Pedoman Penyelenggaraan Program yang ada berdasarkan kelompok umur


Indonesia Sehat Berbasiskan Pendekatan menunjukan bahwa trend gangguan jiwa
Keluarga (PIS-PK) yang mana didalamnya dengan diagnosa skizofrenia secara umum
terdapat 12 indikator, salah satu indikator mengalami penurunan, tetapi proporsi
yang ada dalam PIS-PK adalah penderita disetiap tahunnya masih didominasi oleh
gangguan jiwa mendapatkan pengobatan golongan umur dewasa. Hal ini menunjukan
dan tidak ditelantarkan. Dimana untuk hasil yang sejalan dengan penelitian yang
mendukung keberhasilan dari indikator dilakukan oleh Handayani dan kawan-
tersebut dilakukan beberapa kegiatan kawan pada tahun 2015 menunjukan bahwa
pendukung, yang diantaranya adalah sekitar 55.7% pada golongan umur dewasa
meningkatkanakses pelayanan terpadu (26 – 45 tahun), penelitian lain yang
Penyakit Tidak Menular (PTM) di Fasilitas dilakukan oleh Kurnia dan kawan-kawan
Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), serta juga menunjukan bahwa ganguan jiwa
promosi kesehatan tentang pengobatan dan dengan diagnosa skizofrenia masih
perlakuan terhadap penderita gangguan didominasi dari golongan umur dewasa (26
jiwa. Sehingga dengan adanya program ini – 45 tahun) yaitu sebesar 53.2% (Kurnia, et
bisa meningkatkan pengetahuan masyarakat al., 2015; Handayani, et al.,
2015). tentang gangguan jiwa skizofrenia dan Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan membuat masyarakat yang memiliki oleh Erlina mendapatkan hasil
bawha umur anggota keluarga dengan gangguan jiwa yang memiliki risiko
megalami gangguan mengajak anggota keluarganya berobat. jiwa dengan
diagnosa skizofrenia adalah Mengingat sistem berobat yang masih kelompok
umur 25 – 35 tahun yaitu sebesar
berjenjang karena orang dengan gangguan 1.8 kali dibandingkan dengan mereka yang
jiwa yang ditemukan sudah dalam kondisi berumur 17 – 24 tahun. Hal tersebut menjadi
yang parah sehingga membuat rujukan penyebab kenapa kunjungan di RSJ Provinsi
langsung ke RSJ Provinsi Bali sebagai Bali pada kasus gangguan jiwa dengan
rujukan akhir. Sehingga hal ini diduga diagnosa skizofrenia didominasi dari
penulis menjadi penyebab kenapa pasien golongan umur dewasa (Erlina, 2010).
baru skizofrenia yang ada di RSJ Provinsi
Laki-laki lebih banyak mengalami
Bali ditahun 2017 memiliki trend yang
skizofrenia pada kunjungan pasien
meningkat (Kemenkes, 2016).
gangguan jiwa di RSJ Provinsi Bali.
Pada karakteristik umur pasien Sebanyak 66% pasien gangguan jiwa dengan
gangguan jiwa yang berobat di RSJ Provinsi diagnosa skizofrenia didominasi oleh pasien
Bali menunjukan bahwa gangguan jiwa dengan jenis kelamin laki-laki. Trend
dengan diagnosa skizofrenia paling banyak skizofrenia dilihat berdasarkan jenis kelamin
terjadi pada golongan umur dewasa yaitu baik laki-laki dan perempuan menunjukan
dengan rentang umur 25 – 44 tahun. penurunan trend dari tahun ketahun, dan
Sebanyak 58% dari pasien yang terdiagnosa proporsi jenis kelamin pada trend disetiap
skizofrenia merupakan pasien dengan tahunnya didominasi oleh pasien skizofrenia
golongan umur dewasa. Jika dilihat trend berjenis kelamin laki-laki. Hal ini sejalan

46
Arc. Com. Health • Juni 2020
p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620 Vol. 7 No. 1: 41 - 51

dengan beberapa peneltian yang Hal ini sejalan dengan pernyataan yang
diantaranya peneltian yang dilakukan oleh disampaikan oleh Simanjuntak orang yang
Adamo tahun 2017 menunjukan bahwa jenis tidak kawin lebih tinggi memiliki risiko
kelamin yang lebih rentan mengalami terkena gangguan jiwa skizofrenia
gangguan jiwa dengan diagnosa skizofrenia dibandingkan dengan mereka yang
adalah mereka yang memiliki jenis kelamin memiliki status perkawinan sudah kawin
laki-laki (Adamo, 2007). Selain itu penelitian (Simanjuntak, 2008). Pada penelitian yang
yang dilakukan oleh Erlina ditahun 2010 dilakukan oleh Wahyudi dan
Arulita menunjukan bahwa pasien dengan jenis ditahun 2016 menunjukan
bahwa mereka kelamin laki-laki lebih banyak ditemukan yang belum kawin
memiliki risiko yaitu sebesar 72%. Hal ini juga sejalan mengalami skizofrenia
sebesar 4.747 kali
dengan pernyataan yang dikeluarkan oleh dibandingkan dengan mereka yang kawin
Cordosa dkk mengatakan bahwa laki-laki (Wahyudi & Arulita, 2016). Dalam teori yang
lebih sukar dalam menerima tekanan ada Buku Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa
dibandingkan dengan perempuan (Cordosa, karangan Maramis menyatakan pendapat
et al., 2005). Selain itu penelitian yang bahwa status perkawinan dipandang perlu
dilakukan oleh Agung Wahyudi pada tahun untuk melakukan pertukaran ego agar bisa
2016 mendapatkan hasil bahwa proporsi mencapai kedamaian, selain itu perhatian
pasien skizofrenia sebanyak 77.4% dan kasih sayang merupakan hal yang
merupakan pasien yang memiliki latar sangat fundamental untuk mencapai suatu
belakang pendidikan rendah (Wahyudi & kehidupan yang berarti dan memuaskan
Arulita, 2016). (Maramis, 1994). Hal ini juga sejalan dengan
teori yang disampaikan oleh Simanjuntak
Pada status perkawinan menunjukan
yang menyatakan bahwa mereka yang
bahwa mereka yang tidak kawin memiliki
memiliki status perkawinan tidak kawin
proporsi yang lebih banyak dibandingkan
memiliki risiko mengalami gangguan jiwa
mereka yang kawin atau memiliki status
dengan diagnosa skizofrenia dibandingkan
perkawinan cerai. Dimana sebanyak 58%
mereka yang tidak kawin, hal ini disebabkan
pasien gangguan jiwa yang didiagnosa
karena sebagian dari stressor psikososial
skizofrenia memiliki status perkawinan
disebabkan oleh status perkawinan
tidak kawin. Jika dilihat berdasarkan trend
(Simanjuntak, 2008).
menunjukan bahwa pasien gangguan jiwa
dengan diagnosa skizofrenia berdasarkan Berdasarkan pekerjaan pada pasien
karakteristik status perkawinan mengalami gangguan jiwa dengan diagnosa skizofrenia
trend penurunan pada mereka yang status terlihat bahwa mereka yang tidak bekerja
perkawinanya tidak kawin dan kawin, serta memiliki jumlah yang lebih banyak
pada mereka yang memiliki status dibandingkan dengan mereka yang bekerja.
perkawinan cerai mengalami trend yang Hal tersebut masih perlu pendalaman pada
fluktuatif, tetapi secara proporsi variabel pekerjaan yang ada
dalam menunjukan status tidak kawin memiliki penelitian ini terkait dengan
status pekerjaan jumlah kasus tertinggi disetiap tahunnya. pasien yang dicatat,
apakah status pekerjaan

47
Darsana & Suariyani Vol. 7 No. 1: 41 - 51

pasien setelah mengalami skizofrenia atau 2005). Penelitian yang sejalan juga dilakukan
sebelum mengalami skizofrenia. Dilihat oleh Mallet dkk pada tahun 2002
pada trend skizofrenia menunjukan adanya menunjukan bahwa terdapat hubungan
trend yang menurun pada pasien yang tidak yang bermakna antara status pekerjaan
bekerja, kemudian pada pasien yang dengan munculnya kejadian skizofrenia
memiliki pekerjaan mengalami peningkatan (Mallet, et al., 2002). Hal ini disebabkan
trend, namun secara proporsi status karena stress akan lebih mudah terjadi pada
pekerjaan pasien skizofrenia didominasi orang yang tidak memiliki pekerjaan, hal ini
pasien yang tidak bekerja. Sebanyak 88% disebabkan oleh orang yang stress akan
dari 3032 pasien gangguan jiwa di RSJ lebih banyak memproduksi hormon stress
Provinsi Bali yang terdiagnosa skizofrenia (kadar katekolamin), serta orang yang tidak
merupakan pasien yang tidak memiliki memiliki pekerjaan akan merasa
tidak pekerjaan. Hal ini sejalan dengan penelitian berdaya karena selalu masa
pesimis dan yang dilakukan oleh Erlina, dimana dari tidak semangat memandang
masa depan hasil penelitiannya didapatkan bahwa (Erlina, 2010). Selain itu
menurut Bartley mereka yang tidak bekerja memiliki risiko kondisi seseorang yang
menganggur dapat mengalami skizofrenia sebesar 6.2 kalimerusak kesehatan
seseorang secara umum
dibandingkan mereka yang bekerja. Hal ini dan hal ini bisa menjadi penyebab seseorang
sesuai dengan pernyataan yang ada dalam yang menganggur atau tidak bekerja bisa
Buku Kesehatan Mental 3, dimana jika mengalami gangguan jiwa (Bartley, 2010).
seseorang yang tidak bekerja dapat
Pendidikan terakhir pasien
menimbulkan beberapa hal seperti stress,
skizofrenia di RSJ Provinsi Bali selama 6
depresi dan mengalami pelemahan pada
tahun terakhir menunjukan hasil bahwa
kejiwaan sehingga menyebabkan seseorang
jenjang pendidikan paling
yang tidak bekerja merasa tidak berdaya dan
banyak mengalami gangguan jiwa dengan
pesimis terhadap masa depan, tentu hal ini
diagnosa skizofrenia pada mereka
yang menjadi faktor risiko seseorang bisa
yang tidak bersekolah. Trend
mengalami gangguan jiwa dengan diagnosa
skizofrenia berdasarkan pendidikan
skizofrenia. Penelitian ini sejalan dengan
menunjukan bahwa terdapat trend serupa
penelitian yang dilakukan Erlina dkk (2010)
pada mereka yang memiliki tingkat
dimana dalam hasil
pendidikan tidak sekolah dan SD
penelitiannya menunjukan bahwa
memiliki jumlah kasus yang hampir sama
terdapat hubungan antara status
dengan mereka yang tingkat pendidikannya
ekonomi rendah dengan
SMA. Sebanyak 33% mereka yang tidak
kejadian gangguan jiwa skizofrenia dengan
bersekolah atau memiliki latar belakang
OR sebesar 6.00. Selain itu pendapat dari
pendidikan rendah mengalami gangguan
Jean dan Canto menunjukan bahwa terdapat
jiwa dengan diagnosa skizofrenia. Hal ini
faktor-faktor psikososial yang dapat
sejalan dengan penelitian yang dilakukan
mempengaruhi seseorang bisa mengalami
oleh Yanuar pada tahun 2011 bahwa
gangguan jiwa skizofrenia yang diantaranya
gangguan jiwa dengan diagnosa skizofrenia
adalah status ekonomi yang rendah dan juga
lebih banyak didominasi pada mereka yang
stress akibat lingkungan (Jean & Canto,

48
Arc. Com. Health • Juni 2020
p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620 Vol. 7 No. 1: 41 - 51

berlatar belakang pendidikan rendah bahwa seseorang yang menderita


(Yanuar, 2011). Hasil penelitian yang skizofrenia bergantung kepada lingkungan
ditemukan oleh Fakhry dan kawan-kawan disekitarnya, kehilangan pekerjaan dan
pada tahun 2005 mendapatkan hasil dalam berkurangnya penghasilan. Jika dikaitkan
penelitiannya mengatakan terdapat dengan teori ini dengan sebaran kejadian
hubungan yang bermakna antara skizofrenia, kemiskinan menjadi salah satu
pendidikan yang rendah atau tidak punya penyebab 5 Kabupaten/ Kota di Bali berada
pendidikan dengan timbulnya gangguan dalam zona merah. Hal ini bisa terjadi
jiwa skizofrenia (Fakhri, et al., 2005). karena rendahnya tingkat pendidikan, atau
susahnya mencari pekerjaan sehingga
Menurut karakteristik asal pasien
membuat status ekonomi menjadi rendah
menunjukan bahwa pasien skizofrenia
dan bisa memicu terjadinya stress.
sebanyak 16% berasal dari Kabupaten
Gianyar. Sedangkan jika dilihat berdasarkan Dalam penelitian ini terdapat
sebaran kasus dapat dilihat terdapat 5 beberapa kelemahan-kelemahan yang
Kabupaten/Kota yang berada dalam kategori menjadi faktor penentu hasil dari penelitian
merah yaitu Kabupaten Buleleng, kurang optimal. Dalam penelitian ini karena
Karangasem, Tabanan, Gianyar dan Kota menggunakan data Sekunder maka data
Denpasar. Berdasarkan sebaran kasus yang didapat menjadi kurang lengkap,
menunjukan bahwa daerah yang berwarna sehingga hasil dalam penelitian ini menjadi
merah atau dengan kategori 3 merupakan 5 kurang optimal. Dalam penelitian ini masih
besar daerah yang memiliki penduduk kurangnya literature yang baru sehingga
miskin, dimana data Badan Pusat Statistik menyebabkan penulis mengalami kesulitan
terkait dengan jumlah penduduk miskin dalam mencari bahan bacaan sebagai
Provinsi Bali berdasarkan Kabupaten Kota penuntun penulis dalam menulis.
selama 6 tahun terakhir didapatkan 5
SIMPULAN
Kabupaten Kota yang paling banyak
memiliki penduduk miskin adalah Pasien gangguan jiwa baru di RSJ Provinsi
Kabupaten Buleleng, Karangasem, Tabanan, Bali yang tercatat dalam Data Register
Gianyar dan Kota Denpasar (Badan Pusat Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali selama 6
Statistik, 2018). Hal ini sejalan dengan teori tahun terakhir berjumlah 4737 pasien
yang disampaikan teori yang disampaikan dimana 64% nya merupakan pasien dengan
oleh (Pravitasari, 2015; Videbeck, 2015) diagnosa skizofrenia. Berdasarkan pada
terkait dengan faktor lingkungan sebagai trend gangguan jiwa menunjukan bahwa
penyebab orang bisa mengalami gangguan trend gangguan jiwa dengan diagnosa
jiwa khususnya skizofrenia, pada penderita skizofrenia dari tahun 2013 -2016 mengalami
skizofrenia dikenal dengan istilah down penurunan, kemudian ditahun 2017 trend
word drift (orang yang terkena skizofrenia mengalami peningkatan dan ditahun 2018
bergeser ke kelompok sosial ekonomi trend kembali mengalami penurunan.
rendah atau gagal keluar dari sosial ekonomi
rendah). Social drift hipotesis menyatakan

49
Darsana & Suariyani Vol. 7 No. 1: 41 - 51

SARAN Fakhri, A., Ranjabar, F., Dadashzadeh &


Moghaddas, F., (2005), Epidemiological
Guna mendata pasien gangguan jiwa baik di
Survey of Mental Disosders Among
tingkat layanan dasar maupun layanan
Adult In The North, West Area of
rujukan sehingga dibutuhkan penguatan
Tabriz. Departement Of Psychiatry.
sistem surveilans/ sistem pencatatan dan
pelaporan yang baik dan terintegrasi yang Handayani, L., Febriani, Aprilia, R. &
dilaksanakan oleh Rumah Sakit Jiwa Azidanti, S., (2015), Faktor Risiko
Provinsi Bali. Penguatan sistem pencatatan Skizofrenia di RSJ Grahasia
dan pelaporan yang baik yang dimaksud DIY. Humanitas, pp. 135-148.
adalah pencatatan dan pelaporan kasus
baru, jumlah kunjungan serta pada sistem Jean, P. & Canto, E., (2005), Social Defeat:
rujuk balik. Risk Factor Of Schizophrenia. British
Journal Of Psychiatry, pp. 101-102.
DAFTAR PUSTAKA
Kemenkes, (2014), Undang-Undang
Adamo, J. P., (2007), The Genotype Diet.
Republik Indonesia No 18 Tahun 2014
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
tentang Kesehatan Jiwa. Jakarta: s.n.
Badan Pusat Statistik, (2018), bali.bps.go.id.
Kemenkes, (2016), Permenkes No 39 Tahun
[Online] Available at:
2016 tentang Pedoman
https://bali.bps.go.id/
Penyelenggaraan PIS-PK.
dynamictable/2018/02/14/228/jumlah-
Jakarta: Kementerian Kesehatan.
penduduk-miskin-provinsi-bali-
menurut-kabupaten-kota-2002-2016.html Kurnia, F. Y. P., Tyaswati, E. J. & Abrori, C.,
(2015), Faktor-faktor yang
Bartley, M., (2010), Pengangguran dan
Mempengaruhi Kekambuhan pada
Kesehatan yang buruk ; memahami
Pasien Skizofrenia di RSD dr. Soebandi
hubungan. Jurnal Epidemiologi dan
Jember. e-Jurnal Pustaka Kesehatan, pp.
Kesehatan Masyarakat, pp. 333-338.
400-407.
Cordosa, S. C. et al., (2005), Factor's
Mallet, R. et al., (2002), Environment,
Associated with Low Quality of Life in
Ethnicity and Schizofrenia. Institute Of
Schizofrenia. p. http://
Psychiatri.
www.scielo.br/pdf/csp/v21n5/05.pdf. Maramis, W. F., (1994), Catatan Ilmu
Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga
Erlina, (2010), Determinan Terhadap
University Press.
Timbulnya Skizofrenia pada Pasien
Rawat Jalan di Rumah Sakit Jiwa Prof. Pravitasari, G. A., (2015), Gambaran
HB Saanin Padang Sumatera Barat. Manajemen Gejala Halusinasi pada
Berita Kedokteran Masyarakat, pp. 71- Orang dengan Skizofrenia (ODS) di
80. Ruang Rawat Inap RSJD Dr. Amino

50
Arc. Com. Health • Juni 2020
p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620 Vol. 7 No. 1: 41 - 51

Gondohutomo, Semarang: Universitas Wirawan, N. A. Y., (2016), Karakteristik


Diponegoro. Demografi Pasien Depresi di Rumah
Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar
Simanjuntak, J., (2008), Konseling Gangguan
Bali Periode 2011-2013. Intisari Sains
Jiwa dan Okultisme. Jakarta: Gramedia
Medis, pp. 6-11.
Pustaka Utama.
Yanuar, R., (2011), Analisis Faktor yang
Videbeck, S. L., (2015), Buku Ajar
Berhubungan dengan Kejadian
Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Gangguan Jiwa di Desa
Paringan
Wahyudi, A. & Arulita, F. I., (2016), Risk Kecamatan Jenangan Kabupaten
Factor Of Skizofrenia (Studi Kasus di Ponorogo, Surabaya: Universitas
Wilayah Kerja Puskesmas Pati II). Airlangga.
Public Health Perspective Journal, p. 6.

WHO, (2011), The World Report : Mental


Health : New Understanding New
Hope, Geneva: s.n.

51

Anda mungkin juga menyukai