Abstract: Schizophrenia is one type of mental disorder with the most sufferers after bipolar
disorder and depression. It is estimated that 75% of schizophrenics in the age range of 16-
25 years are included as age products so that schizophrenics cannot maximize their work
and creativity in social life. One effort to improve mental health can be done through
therapeutic communication. Helping the relationship as part of therapeutic communication
is important to increase patient awareness so that problems that may arise in schizophrenia
cases can be handled optimally. This study discusses how to help the relationship between
nurses and patients in healing schizophrenia so that it can support the healing of patients.
The research method used is a qualitative research method with descriptive analysis
techniques. The results showed that nurses are "helpers" who have communication
competencies at the level of conscious competence and unconscious competence.
Mindfulness is key in helping relationships that lead to patient recovery.
27
JURNAL KOMUNIKASI DAN KAJIAN MEDIA VOLUME 4, NOMOR 1, April 2020: 27-41
Berdasarkan hal di atas, dapat disimpulkan tujuan helping relationship sebagai berikut:
bahwa komunikasi terapeutik berbeda a. Memperoleh realisasi diri (self
dengan komunikasi sosial yang lebih lentur realization), penerimaan diri (self
dan tidak dapat diprediksi proses awal dan acceptance), dan meningkatkan
mulanya karena komunikasi terapeutik akan tanggung jawab diri (self respect).
diawali oleh pihak tim medis sebagai b. Memperjelas identitas personal
pembuka. Selanjutnya proses akan berjalan (personal identity) dan meningkatkan
seperti siklus stimulus dan respon di antara integritas personal (personal
tim medis dan pasien yang berlangsung integration).
sesuai dengan kebutuhan dan tujuan pada c. Meningkatkan keintiman (intimate),
masing-masing status kesehatan seseorang. saling ketergantungan (interdependent),
serta hubungan interpersonal
Helping Relationship (interpersonal relationship) dengan
Komunikasi terapeutik dalam konteks kemampuan memberi dan menerima
hubungan saling membantu (the helping penuh kasih sayang.
relationship) menurut Taylor, Lillis, dan d. Meningkatkan fungsi kehidupan dan
LeMone dalam Anjaswarni (2016:16) kepuasan serta pencapaian tujuan
adalah hubungan saling membantu antara personal secara realistis.
perawat-klien yang berfokus pada Dengan demikian, dapat dijelaskan
hubungan untuk memberikan bantuan yang bahwa hubungan terapeutik berbeda
dilakukan oleh perawat kepada klien yang dengan hubungan sosial. Komunikasi
membutuhkan pencapaian tujuan. Dalam terapeutik juga berbeda dengan
hubungan saling membantu ini, perawat komunikasi sosial. Tabel di bawah ini
berperan sebagai orang yang membantu dan menjelaskan perbedaan tersebut.
klien adalah orang yang dibantu, sedangkan Tujuan dari komunikasi adalah
sifat hubungan adalah hubungan timbal sebuah efektivitas. Hal ini penting
balik dalam rangka mencapai tujuan klien. sebagai wujud kualitas proses
Masih dalam Anjaswarni (2016:16), komunikasi yang terjalin. Joseph A.
tujuan hubungan saling membantu (helping Devito (2011:321) dalam bukunya
relationship) menurut Taylor, Lillis, dan menyatakan setidaknya terdapat lima
LeMone adalah memenuhi kebutuhan klien kualitas umum yaitu:
dan meningkatkan kemandirian, perasaan 1. Keterbukaan (openness)
berharga, dan kesejahteraan. Sementara itu, 2. Empati (emphaty)
Stuart dan Laraia (1998) mengidentifikasi 3. Sikap mendukung (supportiveness)
32
Ascharisa Mettasatya Afrilia dan Lintang Citra Christiani, Helping Relationship ...
33
JURNAL KOMUNIKASI DAN KAJIAN MEDIA VOLUME 4, NOMOR 1, April 2020: 27-41
secara umum maupun bahasa istilah yang Perawat juga dengan cepat merespon setiap
digunakan oleh pasien. kondisi yang terjadi pada pasien melalui
c. Hambatan fisik prosedur-prosedur klinis yang terawasi.
Hambatan fisik bisa berupa jarak Khoshnavafomani (2012: 4) menulis bahwa
gangguan alat komunikasi, gangguan beberapa perilaku yang relevan dengan
kesehatan, dan sebagainya. Meskipun pada pekerja kesehatan dan helping relationship
kasus komunikasi terapeutik antara perawat adalah akuntabilitas, fokus pada kebutuhan
dengan pasien skizofrenia lebih banyak pasien, memiliki keterampilan klinis, dan
berhadapan dengan hambatan psikologis, adanya pengawasan dan diskusi secara
tetapi hambatan fisik juga kerap dialami, reguler dengan tim medis.
misalnya ketika pasien yang menderita Dengan kata lain, perawat dalam
ganggung jiwa tersebut merasa sakit kepala, helping relationship di sini adalah seorang
terbentur, terjatuh, dan sebagainya. “helper” yang memiliki kompetensi
Hambatan-hambatan tersebut pada komunikasi yang mengarah pada perilaku
praktiknya mampu dihadapi sehingga yang efektif dan tepat sesuai dengan
banyak pasien yang membaik bahkan konteksnya. Kompetensi komunikasi
kembali dalam lingkungan asalnya. ditentukan oleh 3 faktor penting, yaitu
Hubungan antara pasien dengan perawat motivasi, pengetahuan, dan keterampilan
untuk penyembuhan skizofrenia bukan komunikasi (Martin dan Nakayama, 2007).
hanya merupakan hubungan profesional 1. Motivasi
dalam dunia kesehatan saja. Namun lebih Perawat dalam wawancara
dari itu, terjalin hubungan saling tolong menyampaikan bahwa ketika pasien baru
menolong (profesional helping relationship). masuk ke RSJ dan mulai dirawat kemudian
kali pertama bertemu dengan perawat, selalu
Kompetensi Komunikasi “Helper” ada kecemasan dan ketidakpastian. Hal ini
Dari hasil wawancara dan observasi, dilatarbelakangi oleh belum diperolehnya
perawat memahami betul tanggung informasi mengenai pasien dan sebaliknya.
jawabnya dan konsekuensi dari setiap Oleh karena itu untuk kepentingan
tindakannya. Kemudian perawat juga kesembuhan pasien, keluarga pasien akan
memetingkan kebutuhan kliennya, dalam ditanya banyak hal mengenai riwayat
hal ini adalah pasien skizofrenia bukan pada penyakit, kondisi keluarga, dan sebagainya.
kepentingannya. Berdasarkan data, Pada kondisi tersebut pun, perawat selalu
seringkali perawat harus terluka secara fisik secara aktif terlebih dahulu menjalin
karena proses penyembuhan dari pasien. interaksi dengan pasien. Kepercayaan diri
35
JURNAL KOMUNIKASI DAN KAJIAN MEDIA VOLUME 4, NOMOR 1, April 2020: 27-41
pasien mulai ketakutan, gelisah, atau rasa sakit, stres, serta keberhasilan proses
berhlusinasi, misalnya, perawat keperawatan (Sarfika, dkk 2018: 53).
pengingatkan untuk sholat. Ketika ditanya, Selain humor, strategi komunikasi lain
pasien juga menyampaikan bahwa pasien yang dapat membantu kesembuhan penyakit
percaya kalau dirinya bisa sembuh atas izin selain obat adalah spiritualitas. Di RSJ
Tuhan. Oleh karena itu pendekatan agama pasien lebih rajin dalam menjalankan ibadah
ini terus dilakukan. dan ini menjadi bagian dari proses helping
relationship ketika perawat mengarahkan
3. Keterampilan komunikasi pembicaraan pada kepasrahan kepada Sang
Keterampilan komunikasi berbicara Pencipta dan hidup dalam pengharapan.
tentang kemampuan untuk menggunakan Berdoa kepada Tuhan dapat mengurangi
pilihan komunikasi dalam sikap dan gajala-gejala sakit jiwa yang dialami pasien,
perilaku yang efektif di berbagai konteks. seperti paranoid dan halusinasi. Selanjutnya
Setiap perawat telah dibekali keterampilan dalam proses penyembuhan juga diperlukan
klinis dalam menangani pasien skizofrenia, keterampilan komunikasi dari perawat untuk
termasuk di dalamnya kemampuan bekerja dalam tim (team work) dan
melakukan komunikasi terapeutik kepada menciptakan ekosistem komunikasi yang
pasien. kondusif unntuk kesembuah pasien.
Data menunjukkan bahwa humor
merupakan salah satu keterampilan Tataran Kompetensi Komunikasi “Helper”
komunikasi yang banyak digunakan dalam Tiga faktor penentu kompetensi
menjalin hubungan dengan pasien. Perawat komunikasi yang teah dibahas di atas
menggunakan humor, terutama ketika kemudian mengarahkan perawat sebagai
muncul kecemasan atau ketegangan yang “helper” pada tataran kompetensi
dialami pasien. Perawat mengetahui kapan komunikasi teretentu. Mengambil pemikiran
humor dapat dilakukan dan pada pasien William Howel (dalam Griffin, 2012: 431-
dengan tipe skizofrenia seperti apa. Humor 432) pada konteks komunikasi budaya,
yang diterapkan bukan hanya sekadar terdapat 4 tataran kompetensi komunikasi,
membuat lelucon yang beresiko untuk yaitu unconscious incompetence, conscious
menyinggung perasaan pasien dan incompetence, conscious incompetence,
mengurangi kepercayaan pasien, melainkan unconscious competence yang digambarkan
humor yang efektif secara komunikasi. pada skema berikut:
Humor yang tepat merupakan komunikasi
verbal yang dapat mengurangi ketegangan,
37
JURNAL KOMUNIKASI DAN KAJIAN MEDIA VOLUME 4, NOMOR 1, April 2020: 27-41
Gambar skema tataran kompetensi komunikasi wisma pasien mengenai apa yang harus
dilakukan, bagaiman mendengarkan pasien,
bagaimana menjawab pertanyaan pasien,
bagaimana ketika gejala-gejala sakit jiwa
muncul, dan sebagainya. Tentu saja satu
pasien dengan pasien lainnya berbeda dalam
penanganan dan gaya komunikasi. Oleh
karena itu pengalaman dalam bertugas
sangat penting.
Sumber: www.mccc.edu Perawat yang memiliki jam terbang
tinggi seringkali harus menangani pasien
Perawat yang melakukan
dengan gangguan jiwa akut atau di bagian
(profesional) helping relationship, telah
Instalansi Gawat Darurat. Berbeda dengan
berada pada tataran kompetensi komunikasi
perawat yang bertugas di wisma dan
conscious competence bahkan unconscious
berhadapan dengan pasien yang telah diberi
competence. Pada tataran ketiga ini, ada
obat, pada unit ini perawat tidak lagi
kesadaran dari aktor komunikasi, dalam hal
bergerak dalam ‘kesadaran’, melainkan
ini perawat untuk merancang dan
justru lebih tinggi lagi, telah meninggalkan
mengontrol perilaku komunikasinya serta
itu karena strategi-strategi komunikasi
terus menerus berupaya untuk mencapai
secara otomatis muncul saat menghadapi
komunikasi yang efektif. Kesadaran di sini
pasien yang seringkali tidak terkontrol.
mengarah pada kemampuan mempersepsi
Kompetensi ini berada pada tataran keempat,
dan berinteraksi dengan pasien serta
yaitu unconscious competence. Para perawat
lingkungan.
tidak lagi secara sadar melakukan upaya-
Seorang “helper” memiliki
upaya dan mempersiapkan strategi
kecakapan untuk memahami dirinya sendiri,
komunikasi yang efektif karena pada kasus
profesionalitas yang sedang dijalani, dan
pasien akut, dibutuhkan reaksi yang cepat
siapa yang dihadapi. Helper memahami
dan tepat.
bahwa setiap relasi yang dibangun akan
berdampak secara klinis dan berdampak
Mindfulness
juga pada pribadi pasien. Kompetensi ini
Kompetensi-kompetensi yang
terus diterapkan melalui persiapan dari aktor
dimiliki oleh “helper” memperkuat
komunikadi. Perawat mempersiapkan diri
terjalinnya helping relationship antara
setiap kali bertugas dan mendampingi di
perawat dengan pasien skizofrenia.
38
Ascharisa Mettasatya Afrilia dan Lintang Citra Christiani, Helping Relationship ...
39
JURNAL KOMUNIKASI DAN KAJIAN MEDIA VOLUME 4, NOMOR 1, April 2020: 27-41
40
Ascharisa Mettasatya Afrilia dan Lintang Citra Christiani, Helping Relationship ...
Erlina (2008). “Faktor-faktor yang berperan Hidayat, A.A., (2003). Riset Keperawatan
terhadap timbulnya skizofrenia dan Teknik Penulisan Ilmiah. Edisi
pada pasien rawat jalan di RS Jiwa I. Jakarta: Salemba Medika.
Prof. HB Saanin Padang Sumatera
Martin, J.N., Nakayama, T.K. (2007).
Barat”. Skripsi. Medan: USU.
Intercultural Communication In
Filino,D., Mohd Sofian,O.F., Maria,C.A., Contexts. New York: McGraw-Hill
Charoon,M., Chairat,C. (2009).
Sarfika, Rika, dkk. (2018). Komunikasi
“Relationship between Mental Skill
Terapeutik Dalam Keperawatan.
and Anxiety Interpretation in
Padang: Andalas University Press.
Secondary School Hockey
Athletes”. European Journal of Satori, Djam’an (2011). Metode Penelitian
Social Sciences. Kualitatif. Bandung: Afabeta.
Funda,O., Turkan,P. (2009). “The Effect of Scott, John G. dan Rebecca G. Scott (2009).
Training and Progressive “Healing Relationship dan
Relaxation Exercise On Anxiety Existential Philosophy of Martin
Level After Hysterectomy”. Buber”. BioMed Central Ltd.
Ataturk University School of Dalam https://peh-
Nursing,Erzurum. The New Journal med.biomedcentral.com/articles/10.
of Medicine. 1186/1747-5341-4-11
41