Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Skizofrenia merupakan penyakit kronis, parah, dan melumpuhkan,
gangguan otak yang ditandai dengan pikiran kacau, waham, delusi,
halusinasi dan perilaku aneh atau katatonik. Skizofrenia merupakan suatu
gangguan jiwa berat yang bersifat kronis yang ditandai dengan hambatan
dalam berkomunikasi, gangguan realitas, afek tidak wajar atau tumpul,
gangguan fungsi kognitif serta mengalami kesulitan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari (Pardede et al, 2020).
Skizofrenia adalah bagian dari gangguan psikosis yang terutama
ditandai dengan kehilangan pemahaman terhadap realitas dan hilangnya
daya tilik diri (insight) (Sadock et al.,2014).
Skizofrenia adalah gangguan jiwa berat (psikosis) yang ditandai
dengan distorsi pada pikiran, persepsi, emosi, pembicaraan, tilikanb diri,
dan perilaku ( Tandon et al., 2013)
Data statistik yang disebutkan oleh World Health Organization
(WHO) tahun 2020 secara global diperkirakan 379 juta orang terkena
gangguan jiwa, 20 juta diantaranya menderita skizofrenia. WHO juga
menyebutkan bahwa skizofrenia menempati urutan ketujuh penyebab
YLD (Years Lived With Disability) atau 2,8% dari total YLD. Selain itu
menurut WHO, penderita skizofrenia lebih rentan 2-3 kali lipat meninggal
lebih dini dibandingkan dengan populasi penderita penyakit
kardiovaskuler, penyakit metabolik dan infeksi karena adanya pencegahan
dini pada penyakit fisik tersebut (WHO, 2020).
Prevalensi gangguan jiwa berat atau skizofrenia menurut data
World Health Organization (WHO) tahun 2016 mempengaruhi lebih dari
21 juta orang di seluruh dunia ini lebih sering terjadi pada laki-laki (12
juta), dibandingkan perempuan (9 juta). Sedangkan prevalensi gangguan
jiwa berat (Skizofrenia) penduduk Indonesia 1,7 dari 1.000 atau sekitar
400.000 orang menderita gangguan jiwa. Kesehatan jiwa masih menjadi
salah satu permasalahan kesehatan yang signifikan di dunia, termasuk di
indonesia.
Di indonesia sendiri, dengan berbagai faktor biologis, psikologis
dan sosial dengan keanekaragam penduduk: maka jumlah kasus gangguan
jiwa terus bertambah yang berdampak pada penambahan beban negara dan
penurunan produktivitas manusia untuk jangka panjang (Kemenkes
RI,2016).
Menurut data (Riskesdas,2018) prevalensi rumah tangga dengan
ART (Anggota rumah tangga) gangguan jiwa Skizofrenia mengalami
peningkatan di tahun 2013 dimana 1,7% menjadi 7% di tahun 2018. Dari
34 provinsi di Indonesia Bali menjadi yang tertinggi yaitu sebanyak 11%
diikuti oleh DIY dan NTB sebanyak 10% sedangkan Bangka Belitung
menduduki posisi ke 12 yaitu 7%.
Skizofrenia adalah gangguan mental yang parah yang mempunyai
lebih dari 21 juta orang di seluruh dunia. Skizofrenia ditandai dengan
distorsi dalam berfikir, persepsi, emosi, bahasa, rasa diri dan perilaku
(WHO,2016 dalam Herniyanti,2019). Sehingga dapat dikatakan bahwa
klien skizofrenia mempunyai perilaku yang dapat mencederai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan. Hal ini menunjukkan bahwa pasien Skizofrenia
memiliki tanda dan gejala perilaku kekerasan.
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk meminimalisir
dampak yang ditimbulkan dari Resiko perilaku kekerasan meliputi
penatalaksanaan farmakologis dan non farmakologis. Penatalaksanaan
farmakologis antara lain memberikan obat-obatan antipsikotik sedangkan
penatalaksanaan non farmakologis salah satunya dengan pemberian Terapi
Aktivitas Kelompok (Direja, 2011)
Salah satu jenis terapi aktivitas kelompok yang dapat digunakan
untuk mengontrol perilaku kekerasan adalah terapi aktivitas kelompok
stimulasi persepsi. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi
adalah klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau
stimulus yang pernah dialami, dimana terapi aktivitas kelompok ini
mempunyai lima sesi sebagai berikut sesi pertama yaitu , mengenal
perilaku kekerasan yang biasa dilakukan, yang kedua mencegah perilaku
kekerasan fisik, yang ketiga mencegah perilaku kekerasan sosial, yang
keempat yaitu, mencegah perilaku kekerasan spiritual dan yang kelima
yaitu mencegah perilaku kekerasan dengan patuh mengonsumsi obat.
Dengan proses ini diharapkan respons klien terhadap berbagai stimulus
dalam kehidupan menjadi adaptif (Sustrami & Sundari, 2014).
Hal ini berkaitan dengan penelitian (Arisandy W & Sunarmi,
2018), tentang “ Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi
berhubungan dengan Kemampuan Mengontrol Perilaku Kekerasan Pada
Pasien Skizofrenia”. Dari penelitian ini didapatkan nilai selisih rerata dari
pretest ke posttest sebesar 7,76 pada variabel kemampuan mengontrol
perilaku kekerasan setelah diberikan terapi aktivitas kelompok yang
membuktikan bahwa ada hubungan yang bermakna antara terapi aktivitas
kelompok stimulasi persepsi dengan kemampuan pasien mengontrol
perilaku kekerasan.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk
menyusun Proposal Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Pemberian Terapi
Aktivitas Kelompok : Stimulasi Persepsi dalam menurunkan risiko
perilaku kekerasan pada pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah
Provinsi Bangka Belitung Tahun 2022”.

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah Pemberian Terapi Aktivitas Kelompok : Stimulasi Persepsi
dalam menurunkan risiko perilaku kekerasan pada pasien Skizofrenia di
Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Bangka Belitung Tahun 2022?

C. Tujuan Studi Kasus


Menggambarkan Pemberian Terapi Aktivitas Kelompok : Stimulasi
Persepsi dalam menurunkan risiko perilaku kekerasan pada pasien
Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Bangka Belitung.
D. Manfaat Studi Kasus
1. Masyarakat
Meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam memberikan terapi
aktivitas kelompok : stimulasi persepsi dalam menurunkan risiko
perilaku kekerasan pada pasien Skizofrenia
2. Bagi Pengembangan ilmu dan teknologi keperawatan
Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang keperawatan
dalam memberikan terapi aktivitas kelompok : stimulasi persepsi
dalam menurunkan risiko perilaku kekerasan pada pasien Skizofrenia.
3. Penulis
Memperoleh pengalaman dalam mengimplementasikan prosedur
pemberian terapi aktivitas kelompok : stimulasi persepsi dalam
menurunkan risiko perilaku kekerasan pada pasien Skizofrenia.

Anda mungkin juga menyukai