Anda di halaman 1dari 70

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gangguan jiwa merupakan suatu perubahan pada fungsi jiwa, yang
menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan
penderitaan pada individu dan atau hambatan melaksanakan peran sosial.
kesehatan jiwa yaitu suatu kondisi mental sejahtera yang memungkinkan
hidup harmonis dan produktif sebagai bagian yang utuh dan kualitas hidup
seseorang, dengan memperhatikan segala segi kehidupan manusia.
(Keliat, 2011).
Salah satu bentuk gangguan jiwa adalah skizofernia. Skizofernia
merupakan penyakit neurologis yang mempengaruhi persepsi, cara
berpikir, bahasa, emosi, dan perilaku sosialnya. Skizofernia pada
umumnya ditandai oleh perilaku kekerasan, (Muslim, 2013). Salah satu
masalah keperawatan ditemui yaitu resiko prilaku kekerasan, (RPK)
merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang
lian, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol
(Kusmawati dan Hartono 2010).
Menurut (World Health Organization 2018), Skizofernia adalah
gangguan mental yang diderita lebih dari 20 juta orang di dunia pada
umumnya gangguan mental yang terjadi adalah gangguan kecemasan dan
gangguan skizofernia. Diperkirakan 4,4% dari populasi global menderita
gangguan skizofernia, dan 3,6% dari gangguan kecemasan.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2018), data gangguan jiwa
cukup meningkat yaitu naik sekitar 1,7 sampai dengan 7 per mil. Artinya
per 1.000 rumah tangga terdapat 7 rumah tangga yang memiliki orang
dengan gangguan jiwa (ODGJ) sehingga dapat disimpulkan terdapat
sekitar 450.000 orang yang menderita gangguan jiwa, secara nasional
NTB menduduki urutan ke-3 dengan prevelensi nasional (9,6%) setelah
2

DIY dengan (10,4 %) urutan ke-2 dan Bali dengan (11,1 %) urutan
pertama. Sedangkan hasil survey Badan Pencacatan Sipil (BPS) 2015,
prevalensi orang dengan gangguan jiwa tertinggi di Indonesia mencapai
15,3% dari 259,9 juta jiwa penduduk Indonesia terdapat di provinsi
Daerah khusus Ibukota Jakarta (24,3%), diikuti Nanggro Aceh Darussalam
(18,5%), kemudian disusul oleh Sumatera Barat (17,7%), NTB (10,9%),
Sumatera Selatan (9,2%), Riau (1,7%).
Berdasarkan data RSJ Mutiara Sukma Provinsi NTB, NTB masuk ke
dalam presentasi cukup tinggi pada penderita kesehatan jiwa nasional,
berdasarkan data yang diperoleh peniliti dari RSJ Mutiara Sukma Provinsi
NTB tahun 2017 dalam rentang tiga bulan terakhir (September-November)
penderita sjizofernia sebanyak 132 orang dimana laki-laki sebanyak 96
orang (75%) dan perempuan 36 oraang (25%). Pada tahun 2018 pasien
rawat inap penderita skizofernia sebanyak 800 orang yang dimana terdiri
dari laki-laki 599 orang (74,8%), perempuan 201 orang (25,1%). Pada
tahun 2019 pasien rawat inap penderita skizofernia sebanyak 1.059 orang
terdiri dari laki-laki 807 orang (76,20%), perempuan 252 orang (23,79%).
(Dokumentasi RSJ Mutiara Sukma Provinsi NTB 2019).
Menurut (Videbeck, 2008). Gejala positif skizofernia meliputi
halusinasi, waham, kekacauan pemikiran, agresif (kekerasan), perseverasi,
asosiasi longgar, dan ambivalensi. Sedangkan gejala negatif meliputi :
afek datar, apati, katatonia, dan tidak memiliki kemauan. Pasien dengan
berbagai diagnosis psikiatri dapat memperlihatkan perilaku marah,
permusuhan, dan agresif. Beberapa pasien mengalami prilaku kekerasan
untuk menyakiti orang lain dan lingkungan. Salah satu gejala Perilaku
kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau
mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah
laku tersebut. Perilaku kekerasan merupakan suatu tanda dan gejala dari
gangguan skizofernia akut yang tidak lebih dari satu persen (Purba dkk,
2008).
3

Menurut (Berkowitz, 2000) dalam (Yosep, 2013), perilaku kekerasan


merupakan respons terhadap stressor yang dihadapi oleh seseorang, yang
ditunjukkan dengan prilaku kekerasan, baik pada diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan, secara verbal, bertujuan melukai orang lain secara
fisik maupun psikologis. Sedangkan menurut Khamida, (2013) faktor
psikologis yang dapat mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan adalah
kehilangan, kegagalan yang berakibat frustasi, penguatan dan dukungan
terhadap perilaku kekerasan dan riwayat perilaku kekerasan. Tanda dan
gejala perilaku kekerasan ialah mata melotot atau pandangan tajam, tangan
mengepal, rahang mengatup, mengumpat dengan kata-kata kotor,
mengamuk, dan merasa diri benar (Direja, 2011). Dampak dari perilaku
kekerasan yang muncul pada skizofernia dapat mencederai atau bahkan
menimbulkan kematian, pada akhirnya dapat mempengaruhi stigma pada
pasien skizofernia (Volavka dalam Jurnal Keliat dkk 2015).
Riyadi (2009), mengungkapkan tindakan untuk pasien perilaku
kekerasan yaitu mengarahkan pengurangan perilaku impulsive, teknik
manajemen marah, terapi drama, terapi musik, dan terapi dansa.
Sedangkan menurut beberapa literature tindakan keperawatan pada pasien
perilaku kekerasan adalah terapi kognitif, logoterapi, terapi realita, terapi
spiritual dan psikoedukasi keluarga. Salah satu bentuk tindakan
keperawatan untuk mengurangi resiko perilaku kekerasan yaitu dengan
pendekatan spiritual. Seperti wudhu, Karena wudhu bermanfaat untuk
menjernihkan pikiran, menyejukkan hati, mengurangi stress, rasa
khawatir, marah, merangsang dan mengefektifkan sistem kerja saraf.
Wudhu termasuk psikoterapi islam dengan menggunakan media air untuk
anggota-anggota tubuh tertentu (wajah, kedua tangan, kepala, dan kedua
kaki) dalam sejarahnya, air juga pernah digunakan oleh Rasulullah SAW
untuk pengobatan. Saat itu Rasulullah SAW berdo’a dan akan
memercikkan ke tubuh orang yang sakit (Bentanie, 2010).
Terapi spiritual merupakan salah satu tindakan keperawatan untuk
perilaku kekerasan. Dimana terapi spiritual masuk dalam strategi antisipasi
4

merupakan bagian terapi Milieu dalam dimensi kognitif dan memberikan


manfaat pada sensori dan ekspresi, mengurangi kecemasan, dan dapat
mengontrol emosi serta meningkatkan motivasi sehingga dapat membuat
perubahan perilaku. Manfaat terapi spiritual sebagai terapi untuk
perubahan perilaku pasien, mengurangi kecemasan, dan meningkatkan
motivasi serta dapat mengontrol emosi (Videbeck, 2008).
Berdasarkan standar yang tersedia, asuhan keperawatan pada pasien
perilaku kekerasan dilakukan dalam lima kali pertemuan. Pada setiap
pertemuan pasien memasukkan kegiatan yang telah dilatih untuk
mengatasi masalah ke dalam jadwal kegiatan. Diharapkan pasien akan
berlatih sesuai jadwal kegiatan yang telah dibuat dan akan dievaluasi oleh
perawat pada pertemuan berikutnya. Berdasarkan evaluasi yang dilakukan
akan dinilai tingkat kemampuan pasien dalam mengatasi masalahnya yaitu
mandiri, bantuan, atau tergantung. (Keliat, 2011).
Peran perawat dalam membantu pasien perilaku kekerasan adalah
dengan memberikan asuhan keperawatan perilaku kekerasan. Pemberian
asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan
hubungan kerjasama antara perawat dengan pasien. Keluarga dan atau
masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Keliat, 2011).
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik meneliti tentang keefektifan
pemberian terapi spiritual untuk mengontrol emosi pada pasien resiko
perilaku kekerasan di RSJ Mutiara Sukma Provinsi NTB.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, peneliti merumuskan
masalah sebagai berikut : Bagaimanakah gambaran asuhan keperawatan
dengan Pemberian terapi spiritual untuk mengontrol emosi pada pasien
resiko perilaku kekerasan di RSJ Mutiara Sukma Provinsi NTB ?
5

C. Tujuan Studi Kasus


1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran asuhan
keperawatan dengan pemberian terapi spiritual untuk mengontrol
emosi pada pasien resiko perilaku kekerasan di RSJ Mutiara Sukma
Provinsi NTB.
2. Tujuan Khusus
Secara lebih khusus penelitian bertujuan untuk :
a. Melaksanakan pengkajian keperawatan pada pasien dengan resiko
perilaku kekerasan
b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan resiko
resiko perilaku kekerasan
c. Merencanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan resiko
perilaku kekerasan
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan resiko
perilaku kekerasan
e. Melaksanakn evaluasi keperawatan pada pasien dengan resiko
perilaku kekerasan

D. Manfaat Studi Kasus


1. Implikasi Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi panduan bagi
masyarakat tentang penggunaan terapi spiritual untuk mengontrol
emosi pada pasien resiko perilaku kekerasan.
2. Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
pengembangan ilmu keperawatan khususnya keperawatan jiwa tentang
asuhan keperawatan dengan pemberian terapi spiritual untuk
mengontrol emosi pada pasien resiko perilaku kekerasan.
6

3. Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman nyata
untuk melakukan observasi pelaksanaan asuhan keperawatan dengan
pemberian terapi spiritual untuk mengontrol emosi pada pasien resiko
perilaku kekerasan dan untuk menambah pengetahuan peneliti
khususnya dalam penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan
resiko perilaku kekerasan.
7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Perilaku Kekerasan


1. Definisi
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan
untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak
menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seorang
melakukan tindakan yang membahayakan secara fisik, baik kepada
diri sendiri maupun orang lain (Yosep, 2010). Ancaman atau
kebutuhan yang tidak terpenuhi mengakibatkan seseorang stress
berat, membuat orang marah bahkan kehilangan kontrol kesadaran
diri, misalkan: memaki-maki orang disekitarnya, membanting-banting
barang, mencederai diri dan orang lain, bahkan membakar rumah.
Menurut Townsend (1998) amuk (aggression) adalah tingkah laku
yang bertujuan untuk mengancam atau melukai diri sendiri dan orang
lain juga diartikan sebagai perang. Sedangkan menurut (Stuart dan
Sundeen, 1998 dalam Keliat 2011), perilaku kekerasan adalah
keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan
perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif.
Sedangkan menurut Depkes RI, Asuhan keperawatan pada pasien
dengan gangguan penyakit jiwa, Jilid III Edisi I, hlm 52 tahun 1996:
“Marah adalah pengalaman emosi yang kuat dari individu dimana
hasil/tujuan yang harus dicapai terhambat”.
Kemarahan yang ditekankan atau pura-pura tidak marah akan
mempersulit sendiri dan mengganggu hubungan interpersonal.
Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan konstruktif pada
waktu terjadi akan melegakan individu dan membantu orang lain
8

untuk mengerti perasaan yang sebenarnya. Untuk itu perawat harus


pula mengetahui tentang respon kemarahan seseorang dan fungsi
positif marah.
2. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
Faktor pengalman yang dialami tiap orang yang merupakan
faktor predisposisi, artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi
perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu:
1) Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan
frustasi yang kemudian ddapat timbul agresif atau amukan.
Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan
ditolak, dihina, dianiaya, atau sanksi penganiayaan.
2) Perilaku, reinforcement yang dapat diterima pada saat
melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan di
rumah atau di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi
individu mengadopsi perilaku kekerasan.
3) Sosial budaya, budaya tetutup dan membalas secara diam
(pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap
pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku
kekerasan yang diterima (permissive).
4) Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus
frontal, lobus temporal dan ketidakseimbangan
neurotransmitter turut berperan dalam terjadinya perilaku
kekerasan.
b. Faktor Prespitasi
Faktor prespitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan
atau interaksi dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan
fisik (penyakit fisik), keputusan, ketidakberdayaan, kecemasan
berlebihan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab
perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan
yang ribut, padat kritikan yang mengarah pada penfhinaan,
9

kehilangan orang yang dicintai/pekerjan dan kekerasan


merupakan faktor penyebab lain. Interaksi sosial yang provokatif
dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.
c. Rentang Respon
Menurut Stuart dan Suundeen dalam Keliat (2011) marah
merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap
kecemasan/kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan
sebagai ancaman. Perasaan marah normal bagi tiap individu,
namun perilaku yang dimanifestasikan oleh perasaan marah dapat
berfluktasi sepanjang rentang adaptif dan maladaptive.
Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Gambar 1. Rentang Respon Marah (Stuart dan Suundeen, 1998


dalam Keliat 20110).

Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat menimbulkan


respon pasif dan melarikan diri atau respon melawan dan
menantang merupakan respon yang maladaptif, yaitu agresif-
kekerasan perilaku yang menampakkan mulai dari yang rendah
sampai tinggi, yaitu:
1) Asertif, mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang
lain dan merasa lega.
2) Frustasi, merasa gagal mencapai tujuan disebabkan karena
tujuan yang tidak realistis.
3) Pasif, diam saja karena merasa tidak mampu
memngungkapkan perasan yang sedang dialami.
4) Agresif, memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut,
mendekati orang lain dengan ancaman, member kata-kata
10

ancaman tanpa niat melukai. Umumnya klien maish dapat


mengontrol perilaku untuk tidak melukai orang lain.
5) Kekerasan, sering juga disebut gaduh-gelisah atau amukan.
Perilaku kekerasan ditandai dengan menyentuh orang lain
secara menakutkan, member kata-kata ancaman, melukai
disertai melukai pada tingkat ringan, dan yang paling berat
adalah melukai/merusak secara serius. Klien tidak mampu
mengndalikan diri.
d. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala perilaku kekerasan yaitu suka marah,
pandangan mata tajam, otot tegang, nada suara tingi, berdebat,
sering pula memaksakan kehendak, merampas makanan dan
memukul bila tidak sengaja.
1) Motor Agitation
Gelisah, mondar-mandir, tidak dapat duduk tennag, otot
tegang, rahang mengencang, pernafasan meningkat, mata
melotot, pandangan mata tajam.
2) Verbal
Member kata-kata ancaman melukai, disertai melukai pada
tingkat ringan, bicara keras, nada suara tinggi, berdebat.
3) Efek
Marah, bermusuhan, kecemasan berat, efek labik, mudah
tersinggung.
4) Tingkat Kesadaran
Bingung, kacau, perubahan status mental, disorientasi dan
daya inta menurun.
11

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dan dasar utama dari proses
keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari pengumpulan data,
klasifikasi data, analisa data, dan perumusan masalah atau kebutuhan
klien atau diagnose keperawatan.
a. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial
dan spiritual.
b. Aspek Fisiologis
Respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom
bereakksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah
meningkat, takikardi, muka merah, pupil melebbar, pengeluaran
urine meningkat. Ada gejala kecemacasan seperti meningkatnya
kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan
dikepal, tubuh kaku, dan reflex cepat. Hal ini disebabkan oleh
energy yang dikeluarkan saat marah bertambah.
c. Aspek Emosional
Individu yang marah mereka tidak nyaman, merasa tidak berdaya,
jengkel, fruustasi, dendam, ingin memukul orang lian,
mengamuk, bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan
menuntut.
d. Aspek Intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui
proses intlektual, peran panca indra sangat penting untuk
beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam
proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu
mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi penyebab
kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan
diintegrasikan.
12

e. Aspek Sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan
ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan
orang lain. Klien sering kali menyalurkan kemarahan dengan
mengkritik tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa
sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan
disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu
sendiri, menjauhkan diri sendiri dari orang lain, menolak
mengikuti aturan.
f. Aspek Spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu
dengan lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang
dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan
dengan amoral daan rasa tidak berdosa.
Dari uraian diatas tersebut jelaslah bahwa peraawat perlu mengkaji
individu secara komprehensif meliputi aspek fisik, emosi, intelektual,
sosial dan spiritual yang secara singkat dapat dilukiskan sebagai
berikut : aspek fisik terdiri dari : muka merah, pandangan tajam, nafas
pendek dan cepat, berkeringat, sakit fisik, penyalahgunaan zat,
tekanan darah meningkat. Aspek emosi : tidak adekuta, tidka aman,
dendam, jengkel, cemas belebihan. Aspek intelektual : mendominasi,
bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan. Aspek soaial : menarik diri,
penolakan, kekerasan, ejekan, humor.
13

2. Masalah Keperawatan
a. Pohon Masalah
Perilaku Kekerasan

Halusinasi

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah

Ketidakberdayaan

Koping Individu Tidak Efektif

Gambar 2. Pohon masalah Perilaku Kekerasan (Trimelia S, 2011)


3. Diagnosa Keperawatan
a) Resiko mencederai orang lain dan lingkungan berhubungan
dengan perilaku kekerasan
b) Perilaku kekerasan (CP) berhubungan dengan gangguan konsep
diri
c) Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan
dengan perilaku kkerasan/amukan
4. Intervensi Keperawatan
Sesuai Tujuan Umum dan Tujuan Khusus (TUM &TUK)
a) Tuajuan Umum : Klien tidak mencederai dengan
melakuakan manajemen kekerasan
14

b) Tujuan Khusus :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
a) Bina hubungn saling percaya: salam terapeutik, empati,
sebut nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
b) Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
c) Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2) Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
Tindakan :
a) Beri kesempatan mengungkapkan perasaan
b) Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel/kesal
c) Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan
bermusuhan klien dengan sikap tenang
3) Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
Tindakan :
a) Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan
dirasakan sat jengkel/kesal
b) Observasi tanda perilaku kekerasan
c) Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/kesal yang
dialami klien
4) Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan
Tindakan :
a) Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan
b) Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan
yang biasa dilakukan
c) Tanyakan “Apakah dengan cara yang dilakukan
masalahnya selesai?”
15

5) Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan


Tindakan :
a) Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan
b) Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara baru yang
sehat
c) Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat
6) Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon
terhadap kemarahan
Tindakan :
a) Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat
b) Diskusikan cara lain yang sehat. Secara fisik: tarik nafas
dalam jika sedang kesal, berolahraga, memukul
bantal/kasur
c) Secara verbal: katakana bahwa anda sedang marah atau
kesal/tersinggung
d) Secara spiritual: lakukan posisi terendah seperti duduk
tidur, berwudhu, sholat, berdoa, berzikir memohon kepada
tuhan untuk diberi kesabaran
7) Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku
kekerasan
Tindakan :
a) Bantu memilih cara yang paling tepat
b) Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih
c) Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih
d) Bantu reinforcement positif atau keberhasilan yang
dicapai dalam simulasi
e) Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat
jengkel/marah
16

8) Klien mendapat dukungan dari keluarga


Tindakan :
a) Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien
melalui pertemuan keluarga
b) Beri reinforcement positif atau keterlibatan keluarga
9) Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program)
Tindakan :
a) Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosisi,
frekuensi, dan efek samping)
b) Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar
(nama klien, obat, dosis, cara, dan waktu).
c) Anjurkan untuk membicarakan efek samping yang
dirasakan
5. Strategi Pelaksanaan
Strategi pelaksanaan (SP) perilaku kekerasan :
a. SP I
Diskusikan tentang perilaku kekerasan dan latih tarik nafas dalam
b. SP II
Latih pukul kasur dan bantal
c. SP III
Latih bicara baik
1) Meminta dengan baik
2) Menolak dengan baik
3) Mengucapkan dengan baik
d. SP IV
Latih cara spiritual
1) Wudhu
2) Sholat
3) Doa
4) Dzikir
17

e. SP V
Latih minum obat (prinsip 6 benar)
6. Implementasi Keperawatan Dan Evaluasi
Tabel 1. Implementasi Keperawatan Dan Evaluasi (Nanda, 2010)

Hari/Tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf


1 2 3 4 5
Gangguan SP I : S:
sensori persepsi 1. Mendiskusi pasien
halusinasi kan tentang mengatakan
perilaku rasa marahnya
kekerasan berukurang
2. Melatih O:
tarik nafas Mampu
dalam melakukan
tarik nafas
dalam
A:
Perilaku
kekerasan
berkurang
P:
Latih tarik
nafas dalam
SP II : RTL latih
Melatih pukul pukul kasur
kasur dan bantal dan bantal
S:
Pasien
mengatakan
marahnya
dapat
18

terlampiaskan
pada kasur dan
bantal
O:
Pasien mampu
melakukan SP
II mandiri
A:
Perilaku
kekerasan
berkurang
P:
1. Latih
pukul
kasur dan
bantal
2. Latih tarik
nafas
dalam
RTL: Latih
membersihkan
ruangan

S:
Pasien
SP III : mengatakan
Melatih pasien mau
bicara baik : mengikuti
1. Meminta anjuran
dengan perawat
baik
2. Menolak O:
19

C. Konsep Terapi Psikoreligius


1. Definisi
Terapi adalah usaha untuk memulihkan kesehatan orang yang
sedang sakit, pengobatan penyakit dan perawatan penyakit. Dalam
bidang medis, kata sinonim dengan kata pengobatan (Suharsono dan
Ana, 2013). Terapi juga dapat diartikan sebagai suatu jenis
pengobatan penyakit dengan obat-obatan (Puspa, 2003). Sedangkan
psikoreligius berasal dari dua kata, yaitu psiko dan religious. Psiko
berasal dari kata psyche (Inggris) dan psuche (Yunani) artinya nafas
kehidupan, hidup, jiwa, roh, sukma dan semangat (Kartono, 1989).
Pendekatan keagamaan dalam praktek kedokteran dan keperawatan
dalam dunia kesehatan, bukan untuk tujuan mengubah keimanan
seseorang terhadap agama yang sudah diyakininya, melainkan untuk
membangkitkan kekuatan spiritual dalam menghadapi penyakit
merupakan terapi pasikoreligius (Yosep, 2010).
Berdasarkan pengertian terapi dan psikoreligius di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa terapi psikoreligius (keagamaan) secara islami,
yaitu suatu perlakuan dan pengobatan yang ditujukan kepada
penyembuhan suatu penyakit mental, kepada setiap individu, dengan
kekuatan batin atau rohani, yang berupa ritual keagamaan bukan
pengobatan dengan obat-obatan, dengan tujuan untuk memperkuat
iman seseorang agar ia dapat mengembangkan potensi diri dan fitrah
beragama yang dimilikinya secara optimal, dengan cara mensosialkan
nilai-nilai yang terkandung di dalam Al-Quran dan As-Sunnah ke
dalam dirinya. Sehingga ia dapat hidup selaras seimbang dan sesuai
dengan ajaran agama.
2. Unsur-Unsur Psikoreligius
Pelaksanaan terapi psikoreligius berbentuk berbagai ritual
keagamaan, yang dalam agama islam seperti melaksanakan wudhu,
20

sholat, berdzikir, berdoa, puasa, membaca shalawat, mengaji


(membaca dan mempelajari isi kandungan Al-Quran), siraman rohani
dan membaca buku-buku keagamaan yang berkaitan dengan agama
(Dadang, 2003).
Dari berbagai ritual di atas, yang ingin diuraikan oleh penulis
adalah sholat, doa, dzikir dan wudhu :
a. Sholat
Menurut bahasa, shalat berarti doa, sedangkan menurut
syara’, shalat berarti menghadapkan jiwa dan raga kepada Allah
dengan khusuk, sebagai wujud ketakwaan seorang hamba kepada
Tuhan-Nya dan menggunakan kebesaran-Nya, yang dimulai
dengan takbir dan diakhiri dengan salam, menurut cara-cara dan
syarat-syarat yang sah (Hasan, 2000).
Keadaan yang tentram dan jiwa yang tenang yang
dihasilkan oleh shalat, mempunyai dampak terapi yang penting
dalam meredakan ketegangan saraf yang timbul akibat berbagai
tekanan kehidupan sehari-hari, dan menurunkan kegelisahan yang
diderita oleh sebagian orang (Najati, 1985). Pada dasarnya tujuan
dari shalat sendiri bukanlah untuk kepentingan Sang Pencipta,
melainkan untuk kepentingan manusia itu sendiri, agar dalam
hidupnya senantiasa mendapatkan derajat, ketenangan, dan
kebahagiaan hidup di dunia maupun kelak di akhirat (Noor,
1996).

b. Doa
Doa juga merupakan kesempatan manusia mencurahkan isi
hatinya kepada Tuhan, menyatukan kerinduan, ketakutan daan
kebutuhan manusia kepada Tuhan (Tebba, 2007).
Dipandang dari sudut ilmu kedokteran jiwa dan kesehatan
jiwa, doa mengandung unsure psikoterapeutik yang mendalam.
21

Psikoreligius terapi ini tidak kalah pentingnya dengan psikoterapi


psikiatrik, karena doa mengandung unsure spiritual/kerohanian
yang dapat membangkitkan rasa percaya diri dan rasa optimism
(harapan kesembuhan). Dua hal ini, yaitu rasa percaya diri (self
confident) dan optimisme, merupakan dua hal yang amat sesuai
bagi penyembuhan suatu penyakit disamping obat-obatan dan
tindakan medis yang diberikan (Dadang, 1999). Sebagai terapi,
doa merupakan sebuah terapi yang luar biasa. Banyak orang yang
sembuh penyakitnya hanya dengan beberapa ucapan doa dari
orang-orang tertentu. Dadang Hawari, dalam bukunya “Dimensi
Religi dalam Praktik Psikiatrik dan Psikologi”, mengoleksi
banyak hasil penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli
mengenai doa sebagai “obat”. Para peneliti itu antara lain :
Mattews (1996) dari Universitas Georgetown, Amerika Serikat,
yang menyatakan bahwa dari 212 penelitian yang telah dilakukan
oleh para ahli sebelumya, ternayta 75% menyimpulkan adanya
pengaruh positif pada pasien, dan hanya 7% yang menyatakan
pengaruh negatif doa terhadap hasil terapi. Manfaat doa terhadap
proses kesembuhan pasien terutama terletak pada berbagai
penyakit, seperi depresi, kanker, hipertensi, jantung dan
penyalahgunaan NAZA (Narkoba, Alkohol, dan Zt Adiktif).
Selain itu hasil survey majalah TIME, CNN dan USA Weekend
(1996), membuktikan bahwa lebih dari 70% pasien percaya
bahwa doa dapat membantu mempercepat kesembuhan. Hal ini
juga didukung oleh penelitian Snyderman (1996) dan Christy
(1998), yang menyatakan bahwa doa dan dzikir juga merupakan
“obat” bagi penderita selain obat dalam pengertian medis
(Hawari, 2003).
c. Dzikir
Menurut Hawari (2002), dzikir adalah suatu amalan dalam
bentuk yang diucapkan secara lisan ataupun dalam hati yang
22

berisikan permohonan kepada Allah SWT dengan mengingat


nama-Nya dan sifat-Nya.
Sama halnya dengan doa, dzikir mengandung unsure
kerohnaian/keagamaan yang dapat membangkitkan rasa percaya
diri (self confidence) dan keimanan (faith) pada diri orang yang
sedang sakit, sehingga mempercepat proses penyembuhan
(Hawari, 2008).
d. Wudhu
Al Imam Ibnu Atsir Al-Jazary rohimahumullah, (2001)
(seorang ahli bahasa) menjelaskan bahwa jika dikatakan wadhu’ (
ُ ‫)اَ ْل َو‬, maka yang dimaksud adalah air yang digunakan
‫و ْء‬OOO‫ض‬
berwudhu. Bila dikatakan wudhu (‫)الُوضُو ْء‬, maka yang diinginkan
di situ adalah perbuatannya. Jadi, wudhu adalah perbuatan sedang
wadhu adalah air wudhu.
Al-Hafizh Ibnu Hajar Asy-Syafi’iy rohimahulloh, (2007)
kata wudhu terambil dari kata al-wadho’ah / kesucian (‫)اَ ْل َوضُو ْء‬.
Wudhu disebut demikian, karena orang yang sholat
membersihkan diri dengannya. Akhirnya, ia menjadi orang yang
suci.
Menurut Syaikh Shohih Ibnu Ghorim As-Sadlan
Harishulloh, (2004) bila ditinjau dari sisi syari’at adalah suatu
bentuk peribadatan kepada Allah SWT dengan mencucui anggota
tubuh tertentu dengan data cara khusus.

D. Konsep Terapi Wudhu


1. Definisi Wudhu
Kata wudhu berasal dari kata Wadha’ yang berarti “Kebersihan”,
sedangkan menurut terminologi hukum Islam wudhu berarti
membersihkan beberapa bagian tubuh sebelum mengerjakan ibadah
sholat. Wudhu merupakan cara untuk membersihkan jiwa. Secara
23

bahasa wudhu diambil dari kata Al- Wadholah yang maknanya adalah
An-Nadhofah (kebersihan) dan Al-Husnu (baik).
Wudhu menurut syar’i (terminologi) adalah wudhu sebagai alat
perontokan dosa dalam diri manusia pada anggota tubuh yang empat
(yaitu: wajah, kedua tangan, kepala, dan kedua kaki) dengan cara
khusus menurut syari’at, namun jika wudhu menggunakan air yang
tohur (suci dan mensucikan).
Wudhu atau bersuci dari hadas (kotoran batin) wajib dilakukan
ketika hendak melakukan shalat, thawaf (mengelilingi Ka’bah) dan
menyentuh kitab suci Al-Qur‟an. Selain waktu-waktu yang wajib
untuk berwudhu, dianjurkan pula berwudhu sebelum berdzikir,
menjelang tidur (termasuk bagi yang sedang junub ataupun haid bagi
wanita), dan sebelum mandi wajib.
Peneliti sekaligus dokter spesialis penyakit dalam dan penyakit
jantung di London, yakni Dr. Ahmad Syauqy Ibrahim mengatakan
bahwa para pakar kedokteran telah sampai kepada sebuah kesimpulan
dengan pencelupan anggota tubuh kedalam air akan mengembalikan
tubuh yang lemah menjadi kuat, mengurangi kekejangan pada syaraf
dan otot, menormalkan detak jantuk, kecemasan dan insomnia (susah
tidur). Para pakar syaraf (neurologis) telah membuktikan bahwa
dengan air wudhu yang dapat mendinginkan ujung-ujung syaraf jari-
jari tangan dan jari- jari kaki sehingga berguna untuk memantapkan
konsentrasi pikiran dan menjadikan rileks.

Wudhu merupakan salah satu metode relaksasi yang sangat mudah


dilakukan setiap hari, bahkan sebagai rutinitas sebagai umat muslim.
Pada hakikatnya wudhu tidak hanya sebagai suatu pembersihan diri
saja akan tetapi juga memberikan terapi yang luar biasa bagi
ketenangan jiwa. Percikan air wudhu yang mengenai beberapa
anggota tubuh menciptakan rasa damai dan tentram. Sehingga dengan
sendirinya pikiran akan tunduk dengan rasa damai tersebut.
24

Leopold Wemer Von Enrenfels (seorang psikiater sekaligus


neurolog berkebangsaan Austria), menemukan sesuatu yang
menakjubkan dalam berwudhu, bahwa pusat-pusat syaraf yang paling
peka dari tubuh manusia berada disebelah dahi, tangan dan kaki.
Pusat-pusat syaraf tersebut sangat sensitif terhadap air segar, sehingga
dengan senantiasa membasuh air segar kepusat-pusat syaraf tersebut
berarti senantiasa menjaga dan memelihara kesehatan dan keselarasan
pusat syaraf.
Penelitian Mokhtar Salem menemukan bahwa wudhu bisa
mencegah kanker kulit. Jenis kanker kulit ini lebih disebabkan oleh
bahan-bahan kimia yang setiap hari menempel dan meresap kepori-
pori kulit. Sehingga dengan berwudhu akan membersihkan bahan
kimia dan dilarutkan oleh air. Selain itu dengan wudhu juga
menyebabkan seseorang awet muda karena air yang membasuh wajah
ketika berwudhu akan dapat meremajakan sel-sel kulit wajah dan
membantu mencegah timbulnya kriput
2. Hikmah Wudhu
Hikmah wudhu menurut Hembing Wijayakusuma, (1997) begitu
banyak sekali jika dikembangkan lebih dalam, begitu pula dengan
kesibukan manusia didunia yang begitu menguras waktu dan emosi.
Seseorang yang meluangkan waktu untuk berwudhu akan
membantunya meninggalkan fikiran- fikiran yang menguras emosi,
waktu serta kesibukan yang mengurus urusan duniawi. Wudhu
memberikan waktu untuk memulai kembali fikiran jernih dan
konsentrasi yang lain (seperti sholat). Keutamaan wudhu adalah
sebagai berikut:
a. Allah SWT mencintai orang-orang yang bersih
Sesungguhnya gurrah dan tahjil (cahaya akibat wudhu yang
nampak pada wajah, kaki dan tangan) merupakan alamat/tanda
khusus bagi umat Nabi Muhammad SAW pada hari kiamat kelak.
b. Wudhu dapat menghapuskan dosa-dosa dan kesalahan- kesalahan
25

c. Wudhu mampu mengangkat derajat seseorang


3. Manfaat Wudhu Untuk Kesehatan Saraf
Menurut Hembing Wijayakusuma, (1997) manfaat wudhu sebagai
berikut :
a. Wudhu itu menyucikan
Syarat sah sholat adalah kesucian tubuh dari hadas, baik
hadas besar maupun kecil. Hadas besar disucikan dengan mandi
wajib, sedangkan hadas kecil disucikan dengan istinja‟ dan
ritual bersuci yang wajib dikerjakan sebelum sholat yakni wudhu.
Wudhu diharapkan dapat menyucikan diri dari berbagai hadas,
kotoran-kotoran, maupun perbuatan yang mengganggu diri
seseorang, menyucikan rohani (moral agama), serta menyucikan
batin.
b. Wudhu itu membersihkan
Kebersihan yang dimaksudkan adalah kesucian dalam
kehidupan sehari-hari baik kesucian lahir (kesehatan tubuh)
maupun kesucian rohani (moral agama). Siklus kehidupan
tercakup semua dalam makna gerakan wudhu mulai dari niat dan
diakhiri dengan mencuci kaki. Setiap kali berwudhu, kotoran-
kotoran yang bersarang dibagian tubuh akan tersapu bersih
sehingga bebas dari segala kotoran dan bibit-bibit penyakit.
Air yang meresap melalui pori-pori kulit tubuh akan
membantu membersihkan bagian-bagian luar maupun dalam kulit
dari kotoran, melepaskannya, dan melarutkannya. Wudhu tidak
hanya membersihkan panca indra yang sangat vital dalam
kehidupan sehari-hari saja, akan terapi kelima panca indra, yakni:
perasa atau peraba (kulit), pengecap (rongga mulut), pencium
(rongga hidung), penglihat (mata), dan pendengar (telinga).
c. Wudhu itu menyegarkan
Wudhu juga meresap molekul-molekul air yang
bersinggungan langsung dengan bagian-bagian tertentu, juga
26

memiliki banyak titik syaraf yang berhubungan langsung dengan


organ-organ internal tubuh manusia (contohnya kulit kepala).
Sehingga menyebabkan badan segar kembali karena sifat air yang
menimbulkan kesejukan. Ion-ion molekul air yang mengandung
oksigen membantu pemenuhan kebutuhan kulit akan oksigen
baru, sehingga kulit menjadi cerah, segar dan sehat.
Prof. Dr. Jamieson, seorang pakar kesehatan dari Jerman
mengatakan bahwa mencuci badan dan mandi sangat
menguntungkan bukan hanya membersihkan tetapi juga
menguatkan kulit dan menyegarkan badan serta merangsang alat-
alat pencernaan dalam pertukaran-pertukaran zat.
Sehingga dengan sempurnanya wudhu seseorang akan
mencerminkan sikap hidup manusia muslim. Ada 3 unsur pokok
yang harus dipelihara untuk mewujudkan pribadi muslim sejati
melalui berwudhu, diantaranya adalah: memelihara kesehatan
jasmani, memelihara pikiran (akal), serta memelihara moral
(akhlak).
4. Proses Keperawatan Pada Terapi Wudhu
Adapun proses keperawatan dalam terapi psikoreligius (Ilham A,
2008) antara lain :
a. Pengkajian
Pada dasarnya informasi yang perlu digali secara umum adalah :
1) Asfiliasi Agama
a) Partisipasi klien dalam kegiatan agama apakah
dilakukan secara aktif atau tidak aktif
b) Jenis partisipasi dalam kegiatan agama
2) Keyakinan agama atau spiritual, mempengaruhi
a) Praktik kesehatan : diet, mencari dan menerima terapi,
ritual atau upacara keagamaan
b) Persepsi penyakit : hukuman, cobaan terhadap
keyakinan
27

c) Strategi koping
3) Nilai agama atau spiritual, mempengaruhi :
a) Tujuan dan arti hidup
b) Tujuan dan arti kematian
c) Kesehatan dan pemeliharaannya
d) Hubungan dengan Tuhan, diri sendiri dan orang lain
4) Pengkajian data subjektif prdoman pengkajian spiritual yang
disusun oleh Stoll dalam Craven & Hirnle. Pengakajian
mencakup 4 area, yaitu :
a) Konsep tentang Tuhan atau ke-Tuhan-an
b) Sumber harapan dan kekuatan
c) Praktik agama dan ritual
d) Hubungan antara keyakinan spiritual dan kondisi
kesehatan
5) Pengkajian data objektif meliputi :
a) Pengkajian afek dan sikap, perilaku, verbalisasi,
hubungan interpersonal dan lingkungan
b) Pengkajian data objektif terutama dilakukan melalui
observasi. Pada umumnya karakteristik klien yang
potensial mengalami distress spiritual adalah sebagai
berikut :
1) Klien tampak kesepian dan sedikit pengunjung
2) Klien yang mengekspresikan rasa takut dan cemas
3) Klien yang mengekspresikan keraguan terhadap
sistem kepercayaan atau agama
4) Klien yang mengekspresikan rasa takut terhadap
kematian
5) Klien yang akan dioperasi
6) Penyakit yang berhubungan dengan emosi atau
implikasi sosial agama
7) Mengubah gaya hidup
28

8) Preokupasi tentang hubungan agama dan kesehatan


9) Tidak dapat dikunjungi oleh pemuka agama
10) Tidak mampu atau menolak melakukan ritual
spiritual
11) Memverbalisasikan bahwa penyakit yang
dideritanya merupakan hukuman dari Tuhan
12) Mengekspresikan kemarahannya kepada Tuhan
13) Mempertanyakan rencana terapi karena
bertentangan dengan keyakinan agama
14) Sedang menghadapi sakratul maut (dying)

b. Diagnosa
Distres spiritual mungkin mempengaruhi fungsi manusia lainnya.
Berikut ini adalah diagnose keperawatan, distress spiritual
sebagai etiologi atau penyebab masalah lain :
1. Gangguan penyesuaian terhadap penyakit yang berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk merekonsiliasi penyakit
dengan keyakinan spiritual
2. Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan
kehilangan agama sebagai dukungan utama (merasa
ditinggalkan oleh Tuhan)
3. Takut yang berhubungan belum siap untuk menghadapi
kematian dan pengalaman kehidupan setelah kematian
4. Berduka yang disfungsional : keputusasaan yang
berhubungan dengan keyakinan bahwa agama tidak
mempunyai arti
5. Keputusasaan yang berhubungan dengan keyakinan bahwa
tidak ada yang peduli termasuk Tuhan
6. Ketidakberdayaan yang berhubungan dengan perasaan
menjadi korban
29

7. Gangguan harga diri yang berhubungan dengan kegagalan


untuk hidup sesuai dengan ajaran agama
8. Disfungsi seksual yang berhubungan dengan konflik nilai
9. Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan distress
spiritual
10. Resiko tindakan kekerasan terhadap diri sendiri berhubungan
dengan perasaan bahwa hidup ini tidak berarti
c. Perencanaan
1. Mengidentifikasi keyakinan spiritual yang memenuhi
kebutuhan untuk memperoleh arti dan tujuan, mencintai dan
keterikatan serta pengampunan
2. Menggunakan kekuatan, keyakinan, harapan dan rasa
nyaman ketika menghadapi tantangan berupa penyakit,
cedera atau krisis kehidupan lain
3. Mengembangkan praktek spiritual yang memupuk
komunikasi dengan diri sendiri, dengan Tuhan dan dengan
dunia luar
4. Kepuasan dengan keharmonisan antara keyakinan spiritual
dengan kehidupan sehari-hari
d. Implementasi
1. Periksa keyakinan spiritual pribadi perawat
2. Fokuskan perhatian pada persepsi klien terhadap kebutuhan
spiritualnya
3. Jangan mengasumsi klien tidak mempunyai kebutuhan
spiritual
4. Mengetahui pesan nonverbal tentang kebutuhan spiritual
5. Beri respon secara singkat, spesifik dan factual
6. Mendengarkan secara aktif dan menunjukkan empati yang
berarti menghayati masalah klien
30

7. Menerapkan teknik komunikasi terapeutik dengan teknik


mendukung, menerima, bertanya, member informasi,
refleksi, menggali perasaan dan kekuatan yang dimiliki klien
8. Meningkatkan kesadaran dengan kepekaan pada ucapan atau
pesan verbal klien
9. Bersikap empati yang berarti memahami perasaan klien
10. Memahami masalah klien tanpa menghukum walaupun tidak
tentu menyetujui klien
11. Menentukan arti dari situasi klien bagaimana klien berespon
terhadap penyakit
12. Apakah klien menganggap penyakit yang dideritanya
merupakan hukuman, cobaan, atau anugerah dari Tuhan
13. Membantu memfasilitasi klien agar dapat memenuhi
kewajiban agama
14. Memberitahu pelayanan spiritual yang bersedia di rumah
sakit
e. Evaluasi
1. Mampu beristirahat dengan tenang
2. Menyatakan penerimaan keputusan moral atau etika
3. Mengekspresikan rasa damai berhubungan dnegan Tuhan
4. Menunjukkan hubungan yang hangat dan terbuka dengan
pemuka agama
5. Menunjukkan afek positif tanpa perasaan marah, rasa
bersalah dan ansietas
6. Menunjukkan perilaku lebih positif
7. Mengekspresikan arti positif terhadap situasi dan
keberadaannya
5. Langkah-Langkah Melakukan Terapi Wudhu
Langkah-langkah terapi spiritual wudhu ini merupakan modifikasi
dari teknik relaksasi dengan melibatkan faktor keyakinan (Benson,
2000), yaitu :
31

a. Berniat
Niat dalam berwudhu hukumnya wajib. Niat tempatnya
dihati dan melafadzkan niat adalah bid’ah. Dengan niat yang
ikhlas hanya karena Allah SWT, wudhu dapat menghilangkan
pikiran-pikiran buruk manusia dan diganti dengan pikiran-pikiran
yang positif dan baik sehingga menjadi tenang dan khidmat.
Disyari’atkan sebelum berwudhu untuk membaca basmalah
terlebih dahulu, sebagai awal pembuka dari pelaksanaan wudhu.
Kemudian dianjurkan untuk membaca do’a setelah membaca niat,
karena ketika berwudhu syetan masih berkeliaran disekitar dan
mengikuti disetiap langkah, dengan membaca do‟a berarti
memohon kepada Allah SWT agar tidak mendapatkan godaan dari
syetan sehingga selama berwudhu hati dan pikiran tetap tertuju
kepada Allah SWT. Inti niat dalam berwudhu ini, supaya
seseorang yang sedang menghadap Allah SWT akan merasakan
bahwa dia sedang berkomunikasi dengan Allah SWT dengan
khusyuk dan khidmat dihadapan sang pencipta.
b. Mencuci Telapak Tangan
Mencuci telapak tangan merupakan sunnah wudhu. Ketika
menghadap sang khaliq, alangkah baiknya untuk mensucikan
telapak tangan dari kotoran-kotoran yang melekat disela-sela
telapak tangan. Setiap kali mencuci telapak tangan ketika akan
berwudhu 5x dalam sehari maka dalam 5 kali itu pula kotoran
yang menempel disela-sela telapak tangan akan terhapus oleh air
yang bersih. Alangkah baiknya disela-sela mencuci telapak
tangan, hati diajak membaca do’a, sehingga ketika mencuci
telapak tangan hati juga ikut berdo’a memohon kepada Allah
SWT. Makna yang terkandung dalam membasuh telapak tangan
adalah mensucikan telapak tangan dari segala perbuatan “Jahil”
yang mungkin pernah dilakukan dan yang akan dilakukan. Selain
itu akan terhindar dari kejahatan yang pernah dilakukan oleh
32

tangan. Jika diibaratkan dengan instalasi listrik, maka pada


lapisan-lapisan diseputar kulit telapak tangan ibarat sakelar yang
ditekan untuk menyalakan lampu.

Melalui gambar tersebut, terlihat jelas simpul- simpul titik


syaraf yang menyebar rata dikedua telapak tangan dan
memberikan pengetahuan bahwa pentingnya mencuci telapak
tangan dan menggosok-gosoknya tanpa harus meninggalkan
ketentuan gerakan-gerakan wudhu. Ketika berwudhu, alangkah
baiknya tidak hanya sekedar mencelup atau membasahi kedua
telapak tangan, akan tetapi juga menggosok-gosoknya dan
menekannya dengan halus karena itu dapat merangsang simpul-
simpul syaraf yang berhubungan langsung dengan organ internal
tubuh manusia tanpa harus meninggalkan ketentuan gerakan-
gerakan wudhu. Syaraf-syaraf yang terdapat ditelapak tangan
begitu banyak dan berhubugan langsung dengan organ-organ
dalam tubuh manusia, terutama pada gangguan jiwa bagi
penderita perilaku kekerasan. Titik inilah yang memerlukan
penekanan khusus ketika berwudhu tanpa harus meninggalkan
ketentuan gerakan-gerakan wudhu.
33

c. Berkumur
Berkumur merupakan cara mencuci mulut dan mensucikan
lidah. Membersihkan mulut berarti membersihkan dari kotoran-
kotoran yang ada di mulut yang mengandung banyak bibit
penyakit akan keluar semua karena pada dasarnya lidah tidak
bertulang akan tetapi tajam seperti pedang yang paling tajam.
Alangkah baiknya disela-sela berkumur, hati diajak membaca
do’a, sehingga ketika berkumur hati juga ikut berdo’a memohon
kepada Allah SWT.

Lidah bentuknya
kecil akan tetapi besar ketaatan dan kemanfaatannya, serta dosa
dan kemudhorotanya sehingga menjadi pertimbangan amal dihari
akhir kelak. Maka sucikanlah lidah dan memohon kepada Allah
SWT. agar terhindar dari segala keburukan. Fungsi utama mulut
yakni menerima makanan, apabila tubuh sedang dalam keadaan
sakit maka mulut berguna untuk melepaskan kelebihan panas atau
sampah dari tubuh. Dengan menggunakan sikat gigi atau siwak
dapat menghindarkan dari penyakit yang berbahaya. Menurut
Prof. Dr. Plinius seorang bakteriolog, mengatakan bahwa air
34

bekas cuci mulut terdapat tidak kurang dari 40 miliar bibit


penyakit.
d. Membersihkan Kedua Lubang Hidung
Disunnahkan untuk membersihkan kedua lubang hidung
karena hidung merupakan alat penciuman yang harus dibersihkan
dari kotoran-kotoran setiap saat. Setiap kali membasuh hidung,
kuman-kuman penyakit seperti influenza, bronkitis dan lain-lain
akan hilang larut bersama mengalirnya air.
Alangkah baiknya disela-sela membersihkan kedua lubang
hidung, hati diajak membaca do’a, sehingga ketika membersihkan
kedua lubang hidung hati juga ikut berdo’a memohon kepada
Allah SWT. Membersihkan kedua lubang hidung merupakan
memasukkan air kedalam lubang hidung selain waktu puasa,
tidak hanya membasuh hidung akan tetapi memasukkan air
kedalamnya dan menghisapnya agak kuat. Maka bersihkan
hidung dari penciuman yang menimbulkan fitnah dan sucikanlah
hidung dari bisikan-bisikan syetan yang menjerumuskan pada
malapetaka dan bencana.
Menghirup air lewat hidung membersihkan bakteri- bakteri
yang ada di cuping hidung, bakteri-bakteri akan dikeluarkan
sehingga tidak memasuki sistem pernafasan. Karena hidung
merupakan jalan masuk oksigen yang akan diubah menjadi
energi.

e. Membasuh Muka
Membasuh muka merupakan salah satu pokok utama dalam
berwudhu. Muka merupakan tempat dimana timbul muwajahah/
35

muqobalah (saling berhadapan) dan batasannya adalah dari


tempat tumbuhnya rambut kepala hingga keujung bawah dagu
(secara vertikal) dan dari telinga ke telinga (secara horizantal).
Membasuh muka berarti mensucikan wajah dan penglihatan,
membersihkan perbuatan yang berujung pada kejahatan.
Wajah yang selalu terkena air wudhu akan terlihat bersinar
dan selalu terlihat penuh kesabaran dan kewibawaannya.
Membasuh muka dalam berwudhu juga akan bermanfaat bagi
kesehatan. Alangkah baiknya disela- sela membasuh wajah, hati
diajak membaca do’a, sehingga ketika membasuh wajah hati juga
ikut berdo’a memohon kepada Allah SWT.
Wajah mempunyai pori-pori yang sangat rentan terkena
efek molekul yang tidak sesuai sehingga lebih mudah mengalami
iritasi jika tidak cocok dengan zat kosmetik. Wajah memiliki pori
yang kinerja otak mengalami kelelahan ataupun emosi yang
tinggi dengan wudhu akan menetralisirnya.

Gambar diatas memberikan makna bahwa membasuh wajah


ketika berwudhu akan merangsang titik- titik syaraf (akupuntur)
yang ada dibagian wajah seperti gambar diatas selain itu juga
memeiliki efek yang sangat bermanfaat bagi kesehatan dan
organ-organ tubuh manusia sesuai dengan titik syaraf yang ada
diwajah, rangsangan yang ditimbulkan sesuai dengan titik-titik
syaraf yang ada pada gambar diatas.
36

Membasuh wajah juga membantu menyegarkan otot dan


syaraf, menimbulkan kesegaran dan kecerahan pada berhubungan
langsung dengan sistem saraf dan kinerja otak, jika sistem dan
lapisan terluar wajah. Otot persyarafan pada wajah memiliki 3
cabang, yakni: 1 menuju dahi, 1 dari pipi kerahang atas, dan 1
lagi menuju rahang bawah. Secara tidak langsung membasuh
wajah menjadi terapi kosmetik yang meniadakan kerutan-kerutan
diwajah, meniadakan jerawat, gangguan keseimbangan vitamin,
gangguan organ- organ pencernaan, kulit yang berminyak,
perubahan warna kulit, bintik-bintik hitam diwajah dan masih
banyak lagi.
Rasulullah SAW menganjurkan untuk berwudhu untuk
meredakan amarah. Syaraf-syaraf yang terdapat dimuka begitu
banyak dan berhubugan langsung dengan organ-organ dalam
tubuh manusia, terutama pada gangguan jiwa bagi penderita
perilaku kekerasan. Titik inilah yang memerlukan penekanan
khusus ketika berwudhu tanpa harus meninggalkan ketentuan
gerakan- gerakan wudhu.

f. Membasuh Kedua Tangan Sampai Siku


Membasuh kedua tangan sampai siku juga merupakan hal
37

utama dalam berwudhu. Caranya mendahulukan tangan kanan


dimulai dari membasuh pergelangan tangan kanan sampai ke
ujung siku lalu dilanjutkan tangan kiri begitu seterusnya
dikerjakan 3 kali. Membasuh tangan berarti membersihkan
kotoran-kotoran yang ada ditangan, otot-otot yang berpusat pada
lengan makin mudah digerakkan.
Gerakan-gerakan jari-jari tangan yang dilakukan sehari-hari
melibatkan otot yang lebih banyak berkumpul dilengan bagian
bawah sampai sebatas siku. Alangkah baiknya ketika berwudhu
tidak hanya membasahi kedua tangan saja akan tetapi
menggosok-gosok dengan tekanan yang halus, hal ini berguna
tidak hanya membersihkan kotoran-kotoran saja akan tetapi juga
melancarkan peredaran darah, mengaktifkan semua syaraf
penting. Berwudhu juga berarti melakukan penyejukkan gerbang
pada sisi persendian lengan yang berhubungan langsung dengan
organ pencernaan.

1) Nomer 5: Lokasi pada lipatan siku sebelah luar, antara batas


hitam putih, fungsi/sifat menghilangkan api pada paru-paru,
menormalkan energi yang tidak teratur, menjernihkan ruang
bagian atas, indikasinya batuk, TBC, kejang otot lengan,
campak, beser, stuip pada anak.
2) Nomer 6: Lokasi dari nomer 5 tutun kearah ibu jari,
fungsi/sifatnya adalah menormalkan paru-paru,
menghentikan pendarahan, menghilangkan panas luar,
indikasinya adalah batuk, batuk darah, sesak nafas, amandel
38

sakit lengan dan siku/kaku.


3) Nomer 7: Lokasi 1,5 cm diatas garis pergelangan tangan,
fungsinya adalah melancarkan energi, membersihkan paru-
paru, mengusir angin, indikasinya adalah migran, sakit
kepala, tenggorokan bengkak, batuk, mulut miring, mulut
kaku, salah bantal, ibu jari susah digerakkan, jari tangan dan
pergelangan tangan tidak kuat.
4) Nomer 9: Lokasinya tepat dipergelangan tangan bagian
dalam segaris ibu jari, fungsi/sifatnya adalah mengusir angin,
menghilangkan reak, mengatur paru-paru, meredakan batuk,
melonggarkan dada, indikasinya adalah sesak nafas, batuk
darah, mata berselaput, tenggorokan kering bengkak, dada
sakit, sakit lengan bagian dalam, sakit jantung.
5) Nomer 10: Lokasinya pertengahan ruas ibu jari tangan antara
garis hitam putih, fungsi/sifatnya adalah menormalkan paru-
paru dan lambung, melancarkan tenggorokan, menjernihkan
panas, indikasinya adalah bronkitis, batuk, batuk darah, sakit
dada dan pinggang, kejang, demam disertai sakit kepala,
telapak tangan terasa panas.
6) Nomer 11: Lokasinya pada sudut kuku ibu jari tangan
sebelah luar, fungsi/sifatnya adalah melancarkan energi
meredian, membersihkan paru-paru, melancarkan
tenggorokan, indikasinya adalah pembengkakan
tenggorokan, amandel, mimisan, asma, kejang jari tangan,
ayan, demam.
Daerah lengan tangan merupakan daerah yang memiliki
banyak sekali syaraf yang sangat berperan penting bagi kesehatan
tubuh manusia. Berbagai penyakit yang timbul dapat
disembuhkan jika mengetahui dengan benar titik-titik syaraf yang
ada dalam lengan tersebut. Banyak cara bisa dilakukan, terutama
wudhu.
39

Dengan wudhu tanpa sadar akan melakukan pemijatan pada


syaraf-syaraf yang ada dilengan tersebut, sehingga tanpa sadar
juga akan memberikan pengobatan terhadap penyakit-penyakit
yang berhubungan dengan syaraf-syaraf yang ada dilengan.
Begitu Maha Besar dan Maha Agung-Nya Allah SWT yang
menciptakan segala bentuk dan gerakan-gerakan yang sangat
bermanfaat dan tidak ada yang perlu disia-siakan.
Alangkah baiknya disela-sela membasuh kedua lengan
tangan, hati diajak membaca do’a, sehingga ketika membasuh
kedua lengan tangan hati juga ikut berdo’a memohon kepada
Allah SWT. Syaraf-syaraf yang terdapat dilengan kedua tangan
begitu banyak berhubugan dengan organ-organ dalam tubuh
manusia, terutama pada gangguan jiwa bagi penderita perilaku
kekerasan. Titik inilah yang memerlukan penekanan khusus
ketika berwudhu tanpa harus meninggalkan ketentuan gerakan-
gerakan wudhu.

g. Menyeka Rambut (Sebagian Kepala)


Menyeka rambut atau membasuh sebagian rambut kepala
juga merupakan kewajiban yang utama dalam berwudhu.
Disapukannya air pada sebagian rambut kepala sebanyak 3 kali,
karena kepala yang senantiasa dibasahi akan terjaga kesegaran
tubuh dan pikiran menjadi jernih kembali Kesuburan rambut
tergantung dari kerajinan merawat dan menyiramnya setiap hari.
Sambil menyeka rambut (sebagian kepala), dianjurkan juga untuk
berdo’a, sehingga ketika menyeka rambut (sebagian kepala) hati
40

juga ikut berdo’a memohon kepada Allah SWT.


Membasuh sebagian rambut kepala diharapkan dapat
mensucikan pikiran-pikiran kotor yang dapat merusak iman.
Membasuh kepala juga membantu kesehatan mental dan akal
sehingga jauh dari rasa takut, marah, putus asa, dan penyakit-
penyakit dapat disembuhkan. Membasuh sebagian rambut kepala
merupakan pancaran iman, karena hati yang panas, emosi yang
meluap-luap dapat didinginkan dengan membasuh kepala.
Membasuh kepala memberi nikmat dengan membersihkan
pikiran dari kejahatan. Didalam kepala terdapat otak dan otak
melahirkan pikiran dan tingkah laku, sehingga ketika membasuh
air dingin dikepala ketika berwudhu akan membuat pikiran jernih
kembali untuk menjalankan perintah Allah dan menjahui segala
larangan Allah. Karena otak juga merupakan pusat kontrol dari
selurh sistem kerja jaringan organ-organ manusia. Jika otak
dalam keadaan panas, pola pikir manusia akan terpengaruh, dan
akan mempengaruhi kinerja semua organ internal. Syaraf-syaraf
yang terdapat dibagian atas kepala (sebagian rambut kepala)
sangat bermanfaat, terutama pada gangguan jiwa bagi penderita
perilaku kekerasan yang disebabkan oleh emosi yang tidak stabil.
Titik inilah yang memerlukan basuhan khusus ketika berwudhu
tanpa harus meninggalkan ketentuan gerakan-gerakan wudhu Ada
ungkapan sehari-hari “Hati boleh panas, tetapi kepala tetap
dingin” yang berarti membasuh kepala untuk mendinginkan
emosi itu penting, hal itu akan mencerminkan iman seseorang.

h. Menyapukan Air Ke Telinga


41

Menyapukan air ke telinga, merupakan sunnah dalam


berwudhu dengan menempatkan telunjuk dilubang telinga dengan
ibu jari disebelah luar telinga dikerjakan 3 kali. Sambil
menyapukan air ke telinga, dianjurkan juga untuk berdo’a,
sehingga ketika meyapukan air ke telinga hati juga ikut berdo’a
memohon kepada Allah SWT. Membersihkan bagian dalam dan
luar telinga dengan air, tanpa sadar melakukan pemijatan daun
telinga yang berhubungan langsung dengan sistem yang ada
didalam kepala. Maka dianjurkan untuk membasuh seluruh daun
telinga, baik bagian dalam, luar maupun bagian belakang.

Titik syaraf pada telinga jika terdapat gangguan pada


bagian kepala dan jantung, maka dengan gerakan-gerakan wudhu
terutama ketika menyapukan air ke telinga, dapat memberikan
efek yang cukup bagus jika dilakukan dengan pemijatan didaerah
yang seperti digambarkan diatas serta tentu saja dilakukan dengan
teratur atau sesering mungkin. Masih banyak lagi gangguan-
gangguan yang bisa disembuhkan menurut titik syaraf
penyembuhan seperti gambar diatas, hanya saja perlu
mempelajari dan memahami titik mana yang sangat berguna dan
gangguan apa yang ada di titik tersebut.
Telinga melambangkan pemikiran yang bersumber pada
pendengaran. Pendengaran untuk diri sendiri maupun
42

pembicaraan orang lain. Pada waktu berwudhu, membasuh


telinga akan membersihkan telinga dari kotoran-kotoran yang
menyebabkan penyakit tuli dan lain-lain. Syaraf-syaraf yang
Titik
terdapat dikedua daun telinga begitu banyak, terutama pada
gangguan jiwa bagi penderita perilaku kekrasan. Inilah titik yang
memerlukan penekanan khusus ketika berwudhu tanpa harus
meninggalkan ketentuan gerakan- gerakan wudhu.

i. Membasuh Kedua Kaki Sampai Mata Kaki


Membasuh kedua kaki juga merupakan pokok utama dalam
berwudhu, dengan membasuh kedua kaki sampai mata kaki dan
didahului dari kaki kanan kemudiankaki kiri berulang 3 kali. Jika
senatiasa membasuh kedua kaki dan dijauhkan dari belenggu
kenistaan. Seorang muslin akan terpelihara langkahnya. Sambil
membasuh kedua kaki, dianjurkan juga untuk berdo’a, sehingga
ketika membasuh kedua kaki hati juga ikut berdo’a memohon
kepada Allah SWT.
Kaki juga memiliki berbagai syaraf yang juga tidak kalah
penting dari anggota wudhu lainnya. Kaki memiliki banyak titik-
titik syaraf yang berhubungan dengan organ dalam maupunluar
tubuh, sehingga ketika jika melakukan wudhu dengan benar dan
tidak membasuk kaki dengan hanya dicelup-celup saja akan tetapi
dipijat/digosok- gosokkan maka akan menimbulkan rangsangan
bagi syaraf- syaraf yang ada dikedua kaki sampai mata kaki.
Dengan itu syaraf-syaraf yang digosok akan memberikan
rangsangan pada daerah yang dirasa mengalmi gangguan dan
dengan izin Allah SWT akan sembuh dengan sendirinya jika
dilakukan dengan teratur dan terus-menerus. Dibawah ini
merpakan titik-titik syaraf yang ada dikaki yang bisa dijadikan
pedoman dalam melakukan terapi kesehatan.
43

Titik syaraf pada kaki mensucikan kaki berarti mensucikan


langkah. Ketika membasuh kaki sebaiknya juga
mengintropeksikan perbuatan-perbuatan yang telah dilakukan.
Maka basuhlah kaki dengan air suci mensucikan, karena air
wudhu dapat menghapus kotoran-kotoran yang dipengaruhi
syetan sehingga mengokohkan pendirian dan memantapkan hati.
Syaraf-syaraf yang terdapat dikedua kaki begitu banyak
berhubugan dengan organ-organ dalam tubuh manusia, terutama
pada gangguan jiwa bagi penderita perilaku kekerasan. Titik-titik
inilah yang memerlukan basuhan khusus ketika berwudhu tanpa
harusmeninggalkan ketentuan gerakan-gerakan wudhu.
Tahap terakhir adalah berdoa sesudah wudhu sebagai
penutup dalam melaksanakan wudhu. Maka setelah selesai
berwudhu disunnatkan untuk membaca syahadat dan dilanjutkan
dengan membaca doa sesudah wudhu.
44

E. Lembar Observasi/SOP

Tabel 2.
Lembar Observasi (Modifikasi Benson, 2000)

Aspek Yang Dinilai Nilai


1 2 3
Tahap Kerja :
1. Menggunakan alas kaki
2. Menyisingkan kedua lengan baju
3. Mengalirkan air
4. Melakukan gerakan-gerakan wudhu sesuai
dengan urutannya :
a. Membaca niat
b. Mencuci telapak tangan
c. Berkumur sebanyak 3X
d. Membersihkan kedua lubang hidung
sebanyak 3X
e. Membasuh muka sebanyak 3X
f. Membasuh kedua tangan sampai
sebanyak 3X
g. Membasuh sebagain kepala sebanyak
3X
h. Menyapukan air ke telinga sebanyak
3X
i. Membasuh kedua kaki sampai mata
kaki sebanyak 3X
5. Berdoa sesudah berwudhu
Jumlah Skor :

Sebelum Tindakan Sesudah Tindakan


45

TD : TD :

N : N :

RR : RR :

S : S :

F. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan
antara konsep yang satu dengan konsep yang lainnya dari masalah yang
ingin diteliti (Setiadi, 2007).

Penatalaksanaan Kemampuan
SP I :
SP IV: Spiritual pasien perilaku
Diskusi tentang
Strategi Pelaksanaan 1. Wudhu kekerasan dalam
PK dan latihan
Perilaku Kekerasan 2. Shalat melaksanakan
tarik nafas dalam
3. Dzikir latihan spiritual
SP II :
4. Doa wudhu
Latihan pukul
kasur dan bantal Mampu
SP III :
Latihan bicara Tidak Mampu
baik
SP IV :
Latihan secara
Spiritual
SP V :
Latihan minum
Keterangan : obat

Diteliti

Tidak diteliti

Gambar 3. Kerangka Konsep Perilaku Kekerasan (Modifikasi Keliat, 2011)

BAB III
METODE PENELITIAN
46

A. Rancangan Studi Kasus


Karya tulis ilmiah yang digunakan adalah studi literatul prosedur
tindakan keperawatan. Studi kasusu berorientasi pada asuhan keperawatan
dengan pendekatan yang dilaksanakan secara komprehensif dimana bentuk
pelaporannya lebih menerapkan secara mendalam salah satu tindakan
focus sesuai masalah (prosedur tindakan tertentu) dari rencana tindakan
keperawatan dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini juga menggunakan
studi kepustakaan (Sukmandinata, 2006).
B. Subyek Studi Kasus
Subyek dalam penelitian ini adalah individu dengan masalah
perilaku kekerasan dengan kasus yang dikelola secara rinci dan mendalam.
Adapun subyek yang akan dikelola berjumlah 2 dengan kasus yang sama-
sama menderita perilaku kekerasan di ruang Tiung Rumah Sakit Jiwa
Mutiara Sukma NTB .
1. Kriteria Inklusi
Menurut Nursalam (2013) kriteria inklusi adalah karakteristik
umum subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau
dan akan diteliti. Kriteria inklusi dalam penelitian ini yaitu :
a. Pasien dengan diagnosa perilaku kekerasan
b. Pasien kooperatif
c. Pasien mampu berbahasa Indonesia dengan baik
d. Bersedia untuk menjadi responden
e. Beragama islam
2. Kriteria Ekslusi
Menurut Nursalam (2013) kriteria ekslusi adalah menghilangkan /
mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena
berbagai sebab. Kriteria ekslusi dalam penelitian ini, yaitu :

a. Pasien dengan diagnose selain perilaku kekerasan


b. Tidak bersedia untuk menjadi responden
C. Fokus Studi
47

Penerapan prosedur terapi spiritual wudhu : untuk mengontrol


emosi pada paseien resiko perilaku kekerasan
D. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah mendefinisikan studi kasus secara
operasional dan berdasarkan karakteristik yang diamati (Hidayat, 2007).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis bisa dilakukan secara
verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Amatiria,
2012).
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap
diri sendiri, orang lain maupun lingkungan (Elshy Pangden, Dahrianis,
2014)

Tabel 3.
Data Operasional (Nursalam, 2013)

Studi Kasus Definisi Parameter Alat Skala Skor


Operasional Ukur
Pelaksanaan Suatu tindakan Gerakan spiritual Ceklist Ordinal Mampu
spiritual untuk wudhu: atau dan
wudhu pada mengurangi 1. Berniat lembar Tidak
pasien kecemasan dan 2. Mecuci kedua observasi mampu
perilaku mengendalikan telapak tangan
kekerasan marah serta 3. Berkumur 3x
mengontrol 4. Membeersihkan
emosi dengan lubang hidung
melakukan 3x
terapi wudhu 5. Membasuh
muka 3x
6. Membasuh
kedua tangan
48

sampai siku 3x
7. Menyapu
sebagian kepala
3x
8. Menyapukan air
ke telinga
sebanyak 3x
9. Membasuh
kedua kaki
sampai mata
kaki 3x

E. Tempat dan Waktu


1. Waktu
Penelitian akan dilaksanakan selama 6 hari pada tanggal 9 sampai 14
April 2020.
2. Tempat
Penelitian ini dilakukan pada klien dengan gangguan perilaku
kekerasan di ruang Tiung Rumah Sakit Jiwa Mutiara Sukma NTB.
F. Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subyek dan
proses pengumpulan karakteristik subyek yang diperlukan dalam suatu
penelitian (Nursalam, 2011). Dalam studi kasus ini menggunakan metode
pengumpulen data dalam penelitian deskriptif, yaitu :
1. Wawancara
Wawancara dalam penelitian ini adalah wawancara terstruktur,
yaitu wawancara dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan
secara sistematis dan pertanyaan yang diajukan telah disusun. Dalam
mencari informasi peneliti melakukan wawancara yang dilakukan
dengan subjek (klien).
2. Observasi
49

Observasi adalah pengamatan terhadap suatu objek yang diteliti


baik secara langsung maupun tidak langsung untuk memperoleh data
yang harus dikumpulkan dalam penelitian. Metode ini digunakan
untuk melihat dan mengamati secara langsung keadaan di lapangan
agar peneliti memperoleh gambaran yang lebih luas tentang
permasalahan yang diteliti.
Dalam penelitian ini, dilakukan observasi secara langsung. Peneliti
melakukan pelaksanaan tindakan asuhan keperawatan dengan
pemebrian terapi spiritual wudhu untuk mengontrol emosi pada
pasien resiko perilaku kekerasan.
G. Instrumen dan Prosedur
1. Instrument
Alat pengumpulan data yang digunakan berupa format pengkajian
pasien perilaku kekerasan. Pengkajian yang dgunakan tercantum
dalam buku asuhan keperawatan klien perilaku keekrasan. Kemudian
penulis melakukan observasi respon pasien asuhan dengan
menggunakan lembar observasi yang ada pada buku terapi spiritual
wudhu, yaitu lembar observasi mengenai hasil tindakan terapi
spiritual wudhu sesuai dengan urutannya. Cara penilaian dengan
member tanda (√) pada kolom jika pasien dapat melakuakan dengan
benar dan (x) jika tidak melakukan.
2. Prosedur Penelitian
Prosedur yang dilakukan penulis antara lain :
a. Tahap Persiapan
Penulis mempersiapkan alat dan bahan sebagai berikt :
1. Alat :
a) Format pengkajian klien perilaku kekerasan
b) SOP Terapi Spiritual Wudhu
c) Lembar observasi Terapi Spiritual Wudhu
2. Bahan :
a) Spidol
50

b) Papan tulis putih


c) Kertas A3
d) Bolpoin
3. Metode :
a) Bermain peran
b) Diskusi
b. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan ini Penulis menjelaskan maksud dan
tujuan ini kepada perawat juga pasien, yang dimana penulis akan
meminta persetujuan kepada pasien sebagai objek penelitian atau
pasien asuhan keperawatan, setelah itu melakukan pengumpulan
data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh dari penulis melakukan pengkajian
dengan format pengakjian ppasien perilaku kekerasan yang
terlampirkan, sedangkan data sekunder didapatkan penulis dari
wawancara kepada perawat pelaksana mengenai kondisi pasien
saat awal masuk rumah sakit hingga perawatan apa saja yang
telah dilakukan selama di rumah sakit, setelah melakukan
pengkajian lalu melukukan analisis data dan merumuskan
diagnosa tunggal sehingga penulis akan mampu memberikan
intervensi, implementasi dan evaluasi sesuai dengan keadaan
pasien saat ini. Setelah menyusun asuhan keperawatannya penulis
akan memberikan terapi spiritual wudhu . pemberian terapi ini
akan diberi selama 4 hari dan 2 hari pengkajian pada pasien
perilaku kekerasan.
c. Tahap Akhir
Selain memberikan asuhan keperawatan dan pemberian
terapi spiritual wudhu untuk mengontrol emosi, penulis akan
melakukan analisi hasil dari pemberian terapi spiritual wudhu
tersebut berupa lembar observasi penilaian mengontrol emosi
51

pada pasien resiko perilaku kekerasan beserta mendokumentasi


dalam bentuk narasi dan tekstuler
H. Penyajian Data
Data yang telah didapatkan dari responden dengan wawancara dan
telah diolah kemudian disajikan dalam narasi beserta interprestasinya.
Interprestasinya adalah pengambilan kesimpulan dari suatu data, data
ditulis dalam bentuk narasi dan tekstuler. Narasi atau (tekstuler) adalah
penyajian data hasil penelitian dalam bentuk kalimat. Dalam penelitian ini,
setelah data terkumpul dari hasil wawancara dan observasi kemudian
disajikan dalam bentuk narasi.
I. Etika Studi Kasus
Etika penelitian adalah suatu pedoman etika yang berlaku untuk
setiap kegiatan penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak
yang diteliti (subjek penelitian) dan masyarakat yang akan memperoleh
dampak hasil penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2010).
Dalam melaksanakan penelitian ini penulis menekankan masalah
etika yang meliputi :
1. Lembar Persetujuan (informed consent)
Inforemed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti
dan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan,
informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan
dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden.
2. Tanpa Nama (Anomity)
Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan
jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak
memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat
ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau
haisl penelitian yang akan disajikan (Hidayat, 2008). Untuk menjaga
kerahasiaan pada lembar yang telah diisi oleh responden, penulis tidak
mencantumkan nama secara lengkap, responden cukup
mencantumkan nama inisial saja.
52

3. Kerahasiaan (Confidentiality)
Merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan
hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya.
Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya
oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan
pada hasil riset (Hidayat, 2008). Peneliti menjelaskan bahwa data
yang diperoleh dari responden akan dijaga kerahasiaannya.

DAFTAR PUSTAKA
53

Atmaja, P. 2012. Psikologi Umum dengan Persfektif Terbaru. Ar-Ruzz Media :


Yogyyakarta.

Benson, H. M. 2005. Dasar-Dasar Respon Relaksasi: Bagaimana


Menghubungkan Respon Relaksasi dengan Keyakinan Pribadi Anda
(terjemahan). Bandung : Mizan.

Buchana. 2005. Mengenal Perilaku Abnormal. Yogyakarta: Kanisius.

Budiman dan Riyanto. 2013. Kuisioner Pengetahuan dan Sikap dalam Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Seleman Medika.

Depkes, R. 1996. Proses Keperawatan Jiwa, Jilid I. Jakarta.

Hembing Wijayakusuma. 1997. Hikmah Wudhu dan Manfaatnya. Jakarta: PT.


Raja Grafindo Persada.

Hawari, D. 2008. Integrasi Agama dalam Pelayanan Medik. Jakarta: Balai


Penerbit FKUI.

. 2003. Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAZA. Jakarta: Balai


Penerbit FKUI.

. 2002. Do’a dan Dzikir Sebagai Pelengkap Terapi Medis.


Yogyakarta: PT. Dana Bakti Yasa.

. 1999. Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa.


Yogyakarta: PT. Dana Bakti Yasa.

Hidayat, A. 2008. Riset Keperawatan dan Tehnik Penulisan Ilmiah. Jakarta:


Salemba Medika.

Ilham. A. 2008. Terapi Psikoreligius Terhadap Perilaku Kekerasan. Jakarta:


Salemba Medika.

Keliat, B. 2011. Penyakit Gangguan Jiwa. Jakarta: EGC.


54

LAMPIRAN

Lembar Observasi/SOP
55

Tabel 2.
Lembar Observasi (Modifikasi Benson, 2000)

Aspek Yang Dinilai Nilai


1 2 3
Tahap Kerja :
6. Menggunakan alas kaki
7. Menyisingkan kedua lengan baju
8. Mengalirkan air
9. Melakukan gerakan-gerakan wudhu sesuai
dengan urutannya :
j. Membaca niat
k. Mencuci telapak tangan
l. Berkumur sebanyak 3X
m. Membersihkan kedua lubang hidung
sebanyak 3X
n. Membasuh muka sebanyak 3X
o. Membasuh kedua tangan sampai
sebanyak 3X
p. Membasuh sebagain kepala sebanyak
3X
q. Menyapukan air ke telinga sebanyak
3X
r. Membasuh kedua kaki sampai mata
kaki sebanyak 3X
10. Berdoa sesudah berwudhu
Jumlah Skor :

SOP SETRATEGI PELAKSANAAN (SP) PERILAKU KEKERASAN


56

Masalah Utama           : Perilaku kekerasan/Amuk/Marah

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien:
a. Data obyektif
Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang. Klien suka
membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang
kesal atau marah. Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa
lainnya
b. Data subyektif
1. Mata merah, wajah agak merah
2. Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
3. Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4. Merusak dan melempar barang-barang.
2. Diagnosa keperawatan: Perilaku kekerasan/ngamuk
3. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
4. Tindakan Keperawatan untuk Pasien
Tujuan tindakan untuk pasien meliputi:
a. Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
b. Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
c. Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya
d. Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang
dilakukannya
e. Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku
kekerasannya
f. Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya secara
fisik, spiritual, sosial, dan dengan terapi psikofarmaka.

Untuk Pasien :

SP 1. Membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal


57

NO ASPEK YANG DINILAI BOBOT NILAI

I Tahap Pra Interaksi

Siapkan alat-alat yang meliputi: 10%

Kertas / Buku catatan

Pena

II Tahap Orientasi

Sapa klien, ucapkan salam. 10%

Ex : ”Selamat pagi ibu, Saya Mahasiswa keperawatan


POLTEKKES MATARAM yang akan merawat Ibu Nama Saya
Toni Nur Hidayat, senang dipanggil Toni. Nama Ibu siapa?Ibu
Senang dipanggil siapa”

Tanya kabar dan keluhan klien.

Ex : ”Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Apa keluhan Ibu saat


ini”

Kontrak waktu.

Ex :

“Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang  tentang


perasaan marah bapak”

“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang?”


Bagaimana kalau 10 menit?

“Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang, pak?


Bagaimana kalau di ruang tamu?”
58

III Tahap Kerja

Bina hubungan saling percaya 60%

Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat


ini dan  yang lalu

Ex :

“Apa yang menyebabkan bapak marah?, Apakah sebelumnya


bapak pernah marah? Terus, penyebabnya apa? Samakah
dengan yang sekarang?. O..iya, apakah ada penyebab lain
yang membuat bapak  marah”

Diskusikan perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku


kekerasan

Ex :

“Pada saat penyebab marah itu ada, seperti bapak stress


karena pekerjaan atau masalah uang(misalnya ini penyebab
marah pasien), apa yang bapak rasakan?” (tunggu respons
pasien)

Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa


dilakukan pada saat  marah

Ex :

“Apakah bapak merasakan kesal kemudian dada bapak


berdebar-debar, mata melotot, rahang terkatup rapat, dan
tangan mengepal?”

Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya

Ex :

“Setelah itu apa yang bapak lakukan? O..iya, jadi bapak


59

marah-marah, membanting pintu dan memecahkan barang-


barang, apakah dengan cara ini stress bapak hilang? Iya, tentu
tidak. Apakerugian cara yang bapak lakukan? Betul, istri jadi
takut barang-barang pecah. Menurut bapak adakah cara lain
yang lebih baik? Maukah bapak belajar cara mengungkapkan
kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?”

Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan


secara

Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik

Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal

Latih mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual

Latih mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh minum obat

Ex :

”Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, pak. Salah


satunya adalahlah dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik
disalurkan rasa marah.”

”Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara


dulu?”

”Begini pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah bapak


rasakan maka bapak berdiri, lalu tarik napas dari hidung,
tahan sebentar, lalu keluarkan/tiupu perlahan –lahan melalui
mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tarik
dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup melalui mulut. Nah,
lakukan 5 kali. Bagus sekali, bapak  sudah bisa melakukannya.
Bagaimana perasaannya?”

11.Ikut sertakan pasien dalam Terapi Aktivitas Kelompok 


60

Stimulasi

----Persepsi mengontrol Perilaku Kekerasan

Ex :

“Nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin,


sehingga bila sewaktu-waktu rasa marah itu muncul bapak
sudah terbiasa melakukannya”

IV Tahap Terminasi

Tanyakan keluhan dan buat kontrak baru. 10%

Ex :

“Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang


tentang kemarahan bapak?”

”Iya jadi ada 2 penyebab bapak marah ........ (sebutkan)  dan


yang bapak rasakan ........ (sebutkan)dan yang bapak
lakukan ....... (sebutkan) serta akibatnya .........  (sebutkan)

”Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat  lagi penyebab


marah bapak yang lalu, apa yang bapak lakukan kalau marah
yang belum kita bahas dan jangan lupa latihan napas
dalamnya ya pak.‘Sekarang kita buat jadual latihannya ya pak,
berapa kali sehari bapak mau latihan napas dalam?, jam
berapa saja pak?”

”Baik, bagaimana kalau 2 jam lagi saya datang dan kita


latihan cara yang lain untuk mencegah/mengontrol marah.
Tempatnya disini saja ya pak, Selamat pagi”

V Tahap Dokumentasi
Catat seluruh hasil tindakan dalam catatan keperawatan* 10%
61

- Nama dan tanda tangan


- Tanggal dan jam pemeriksaan
- Hasil pemeriksaan

Total Nilai

SP 2 : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik ke-2

NO ASPEK YANG DINILAI BOBOT NILAI

I Tahap Pra Interaksi


Siapkan alat-alat yang meliputi: 10%
1. Kertas / Buku catatan
2. Pena
II Tahap Orientasi
1. Sapa klien, ucapkan salam. 10%
2. Tanya kabar dan keluhan klien.
3. Kontrak waktu.
Ex :
“Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya tiga jam yang
lalu sekarang saya datang lagi”
“Bagaimana perasaan bapak saat ini, adakah hal yang
menyebabkan bapak marah?”
“Baik, sekarang kita akan belajar cara mengontrol perasaan
marah dengan kegiatan fisik untuk cara yang kedua”
“sesuai janji kita tadi kita akan berbincang-bincang sekitar
20 menit dan tempatnya disini di ruang tamu,bagaimana
bapak setuju?”
III Tahap Kerja
1. Tanpa mengulangi tahap-tahap awal di sp 1 langsung 60%
dilanjut untuk mengajarkan cara ke 2
Ex :
“Kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul
62

perasaan kesal, berdebar-debar, mata melotot, selain napas


dalam bapak dapat melakukan pukul kasur dan bantal”.
“Sekarang mari kita latihan memukul kasur dan bantal.
Mana kamar bapak? Jadi kalau nanti bapak kesal dan ingin
marah, langsung ke kamar dan lampiaskan kemarahan
tersebut dengan memukul kasur dan bantal. Nah, coba
bapak lakukan, pukul kasur dan bantal. Ya, bagus sekali
bapak melakukannya”.
“Kekesalan lampiaskan ke kasur atau bantal.”
“Nah cara inipun dapat dilakukan secara rutin jika ada
perasaan marah. Kemudian jangan lupa merapikan tempat
tidurnya

IV Tahap Terminasi
1. Tanyakan keluhan dan buat kontrak baru. 10%
Ex :
“Bagaimana perasaan bapak setelah latihan cara
menyalurkan marah tadi?”
“Ada berapa cara yang sudah kita latih, coba bapak
sebutkan lagi?Bagus!”
“Mari kita masukkan  kedalam jadual kegiatan sehari-hari
bapak. Pukul kasur bantal mau jam berapa? Bagaimana
kalau setiap bangun tidur?  Baik, jadi jam 05.00 pagi. dan
jam jam 15.00 sore. Lalu kalau ada keinginan marah
sewaktu-waktu gunakan kedua cara tadi ya pak. Sekarang
kita buat jadwalnya ya pak, mau berapa kali sehari bapak
latihan memukul kasur dan bantal serta tarik nafas dalam
ini?”
“Besok pagi kita ketemu lagi kita akan latihan cara
mengontrol marah dengan belajar bicara yang baik. Mau
jam berapa pak? Baik, jam 10 pagi ya. Sampai
63

jumpa&istirahat y pak”
V Tahap Dokumentasi
Catat seluruh hasil tindakan dalam catatan keperawatan* 10%
- Nama dan tanda tangan
- Tanggal dan jam pemeriksaan
- Hasil pemeriksaan

Total Nilai

SP 3 : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal

NO ASPEK YANG DINILAI BOBOT NILAI

I Tahap Pra Interaksi


Siapkan alat-alat yang meliputi: 10%
1. Kertas / Buku catatan
2. Pena
II Tahap Orientasi
1. Sapa klien, ucapkan salam. 10%
2. Tanya kabar dan keluhan klien.
3. Kontrak waktu.
Ex :
“Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya kemarin
sekarang kita ketemu lagi”
64

“Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam


dan pukul kasur bantal?, apa yang dirasakan setelah
melakukan latihan secara teratur?”
“Coba saya lihat jadwal kegiatan hariannya.”
“Bagus. Nah kalau tarik nafas dalamnya dilakukan sendiri
tulis M, artinya mandiri; kalau diingatkan suster  baru
dilakukan tulis B, artinya dibantu atau diingatkan. Nah kalau
tidak dilakukan tulis T, artinya belum bisa melakukan
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara bicara untuk
mencegah marah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana
kalau di tempat yang sama?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang?
Bagaimana kalau 15 menit?”

III Tahap Kerja


1. Evaluasi dan lanjutkan tindakan dari SP sebelumnya 60%
Ex :
“Sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk
mencegah marah. Kalau marah sudah dusalurkan melalui
tarik nafas dalam atau pukul kasur dan bantal, dan sudah
lega, maka kita perlu bicara dengan orang yang membuat
kita marah. Ada tiga caranya pak:
a) Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara
yang rendah serta tidak menggunakan kata-kata kasar.
Kemarin Bapak bilang penyebab marahnya larena minta
uang sama isteri tidak diberi. Coba Bapat minta uang
dengan baik:”Bu, saya perlu uang untuk membeli rokok.”
Nanti bisa dicoba di sini untuk meminta baju, minta obat
dan lain-lain. Coba bapak praktekkan. Bagus pak.”
b) Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak
65

tidak ingin melakukannya, katakan: ‘Maaf saya tidak bisa


melakukannya karena sedang ada kerjaan’. Coba bapak
praktekkan. Bagus pak”
c) Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan
orang lain yang membuat kesal bapak dapat
mengatakan:’ Saya jadi ingin marah karena perkataanmu
itu’. Coba praktekkan. Bagus”

IV Tahap Terminasi
1. Tanyakan keluhan dan buat kontrak baru. 10%
Ex :
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap
tentang cara mengontrol marah dengan bicara yang baik?”
“Coba bapak sebutkan lagi cara bicara yang baik yang
telah kita pelajari”
“Bagus sekal, sekarang mari kita masukkan dalam jadual.
Berapa kali sehari bapak mau latihan bicara yang baik?,
bisa kita buat jadwalnya?”
Coba  masukkan dalam jadual latihan sehari-hari,
misalnya meminta obat, uang, dll. Bagus nanti dicoba ya
Pak!”
“Bagaimana kalau dua jam lagi kita ketemu lagi?”
“Nanti kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi
rasa marah bapak yaitu dengan cara ibadah, bapak setuju?
Mau di mana Pak? Di sini lagi? Baik sampai nanti ya”

V Tahap Dokumentasi
Catat seluruh hasil tindakan dalam catatan keperawatan* 10%
- Nama dan tanda tangan
- Tanggal dan jam pemeriksaan
- Hasil pemeriksaan
66

Total Nilai

SP 4 : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual

NO ASPEK YANG DINILAI BOBOT NILAI

I Tahap Pra Interaksi


Siapkan alat-alat yang meliputi: 10%
1. Kertas / Buku catatan
2. Pena
II Tahap Orientasi
1. Sapa klien, ucapkan salam. 10%
2. Tanya kabar dan keluhan klien.
3. Kontrak waktu.
Ex :
“Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya dua jam  yang
lalu sekarang saya datang lagi” Baik, yang mana yang mau
dicoba?”
“Bagaimana pak, latihan apa yang sudah dilakukan?Apa
yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?
Bagus sekali, bagaimana rasa marahnya”
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara lain untuk
mencegah rasa marah yaitu dengan ibadah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana
kalau di tempat tadi?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang?
Bagaimana kalau 15 menit?

III Tahap Kerja


2. Evaluasi dan lanjutkan tindakan dari SP sebelumnya 60%
Ex :
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa Bapak
lakukan! Bagus. Baik, yang mana mau dicoba?
67

“Nah, kalau bapak sedang marah coba bapak langsung


duduk dan tarik napas dalam. Jika tidak reda juga
marahnya rebahkan badan agar rileks. Jika tidak reda juga,
ambil air wudhu kemudian sholat”.
“Bapak bisa melakukan sholat secara teratur untuk
meredakan kemarahan.”
“Coba Bpk sebutkan sholat 5 waktu? Bagus. Mau coba
yang mana?Coba sebutkan caranya (untuk yang muslim).”

IV Tahap Terminasi
1. Tanyakan keluhan dan buat kontrak baru. 10%
Ex :
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap
tentang cara yang ketiga ini?”
“Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita
pelajari? Bagus”.
“Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadual kegiatan
bapak. Mau berapa kali bapak sholat. Baik kita masukkan
sholat ....... dan ........ (sesuai kesepakatan pasien)
“Coba bapak sebutkan lagi cara ibadah yang dapat bapak
lakukan bila bapak merasa marah”
“Setelah ini coba bapak lakukan jadual sholat  sesuai
jadual yang telah kita buat tadi”
“Besok kita ketemu lagi ya pak, nanti kita bicarakan cara
keempat mengontrol rasa marah, yaitu dengan patuh
minum obat.. Mau jam berapa pak? Seperti sekarang saja,
jam 10 ya?”
  “Nanti kita akan membicarakan cara penggunaan obat
yang benar untuk mengontrol rasa marah bapak, setuju
pak?”
V Tahap Dokumentasi
Catat seluruh hasil tindakan dalam catatan keperawatan* 10%
68

- Nama dan tanda tangan


- Tanggal dan jam pemeriksaan
- Hasil pemeriksaan

Total Nilai

SP 5 : Latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan obat 

NO ASPEK YANG DINILAI BOBOT NILAI

I Tahap Pra Interaksi


Siapkan alat-alat yang meliputi: 10%
1. Kertas / Buku catatan
2. Pena
II Tahap Orientasi
1. Sapa klien, ucapkan salam. 10%
2. Tanya kabar dan keluhan klien.
3. Kontrak waktu.
Ex :
“Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya kemarin hari ini
kita ketemu lagi” “Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan
tarik napas dalam, pukul kasur bantal,  bicara yang baik
serta sholat?, apa yang dirasakan setelah melakukan latihan
secara teratur?. Coba kita lihat cek kegiatannya”.
“Bagaimana kalau sekarang kita bicara dan latihan tentang
cara minum obat yang benar untuk mengontrol rasa
marah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana
kalau di tempat kemarin?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang?
69

Bagaimana kalau 15 menit”


III Tahap Kerja
1. Evaluasi dan lanjutkan tindakan dari SP sebelumnya 60%
Ex :
“Bapak sudah dapat obat dari dokter?”
“Berapa macam obat yang Bapak minum? Warnanya apa
saja? Bagus! Jam berapa Bapak minum? Bagus!”
“Obatnya ada tiga macam pak, yang warnanya oranye 
namanya CPZ gunanya agar pikiran tenang,  yang putih ini
namanya THP agar rileks, dan yang  merah jambu ini
namanya HLP agar pikiran teratur dan rasa marah
berkurang. Semuanya ini harus bapak   minum 3 kali sehari
jam 7 pagi, jam 1 sian g, dan jam 7  malam”.
“Bila nanti setelah minum obat mulut bapak terasa kering, 
untuk membantu mengatasinya bapak bisa minum air putih
yang tersedia di ruangan”.
“Bila terasa mata berkunang-kunang, bapak sebaiknya
istirahat dan jangan beraktivitas dulu”
“Nanti di rumah sebelum minum obat ini bapak lihat dulu
label di kotak obat  apakah benar nama bapak tertulis
disitu, berapa dosis yang harus diminum, jam berapa saja
harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah
benar? Di sini minta obatnya pada suster kemudian cek lagi
apakah benar obatnya!”
“Jangan pernah menghentikan minum obat sebelum
berkonsultasi dengan dokter ya pak, karena dapat terjadi
kekambuhan.”
“Sekarang kita masukkan waktu minum obatnya kedalam
jadual ya pak.”
IV Tahap Terminasi
70

1. Tanyakan keluhan dan buat kontrak baru. 10%


Ex :
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap
tentang cara minum obat yang benar?”
“Coba bapak sebutkan lagijenis obat yang Bapak minum!
Bagaimana cara minum obat yang benar?”
“Nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang
kita pelajari?. Sekarang kita tambahkan jadual kegiatannya
dengan minum obat. Jangan lupa laksanakan semua
dengan teratur ya”.
“Baik, Besok kita ketemu kembali untuk melihat sejauhma
ana bapak melaksanakan kegiatan dan sejauhmana dapat
mencegah rasa marah. Sampai jumpa”
V Tahap Dokumentasi
Catat seluruh hasil tindakan dalam catatan keperawatan* 10%
- Nama dan tanda tangan
- Tanggal dan jam pemeriksaan
- Hasil pemeriksaan

Total Nilai

Nilai Batas Lulus = 75%

Anda mungkin juga menyukai