BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gangguan jiwa merupakan suatu perubahan pada fungsi jiwa, yang
menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan
penderitaan pada individu dan atau hambatan melaksanakan peran sosial.
kesehatan jiwa yaitu suatu kondisi mental sejahtera yang memungkinkan
hidup harmonis dan produktif sebagai bagian yang utuh dan kualitas hidup
seseorang, dengan memperhatikan segala segi kehidupan manusia.
(Keliat, 2011).
Salah satu bentuk gangguan jiwa adalah skizofernia. Skizofernia
merupakan penyakit neurologis yang mempengaruhi persepsi, cara
berpikir, bahasa, emosi, dan perilaku sosialnya. Skizofernia pada
umumnya ditandai oleh perilaku kekerasan, (Muslim, 2013). Salah satu
masalah keperawatan ditemui yaitu resiko prilaku kekerasan, (RPK)
merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang
lian, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol
(Kusmawati dan Hartono 2010).
Menurut (World Health Organization 2018), Skizofernia adalah
gangguan mental yang diderita lebih dari 20 juta orang di dunia pada
umumnya gangguan mental yang terjadi adalah gangguan kecemasan dan
gangguan skizofernia. Diperkirakan 4,4% dari populasi global menderita
gangguan skizofernia, dan 3,6% dari gangguan kecemasan.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2018), data gangguan jiwa
cukup meningkat yaitu naik sekitar 1,7 sampai dengan 7 per mil. Artinya
per 1.000 rumah tangga terdapat 7 rumah tangga yang memiliki orang
dengan gangguan jiwa (ODGJ) sehingga dapat disimpulkan terdapat
sekitar 450.000 orang yang menderita gangguan jiwa, secara nasional
NTB menduduki urutan ke-3 dengan prevelensi nasional (9,6%) setelah
2
DIY dengan (10,4 %) urutan ke-2 dan Bali dengan (11,1 %) urutan
pertama. Sedangkan hasil survey Badan Pencacatan Sipil (BPS) 2015,
prevalensi orang dengan gangguan jiwa tertinggi di Indonesia mencapai
15,3% dari 259,9 juta jiwa penduduk Indonesia terdapat di provinsi
Daerah khusus Ibukota Jakarta (24,3%), diikuti Nanggro Aceh Darussalam
(18,5%), kemudian disusul oleh Sumatera Barat (17,7%), NTB (10,9%),
Sumatera Selatan (9,2%), Riau (1,7%).
Berdasarkan data RSJ Mutiara Sukma Provinsi NTB, NTB masuk ke
dalam presentasi cukup tinggi pada penderita kesehatan jiwa nasional,
berdasarkan data yang diperoleh peniliti dari RSJ Mutiara Sukma Provinsi
NTB tahun 2017 dalam rentang tiga bulan terakhir (September-November)
penderita sjizofernia sebanyak 132 orang dimana laki-laki sebanyak 96
orang (75%) dan perempuan 36 oraang (25%). Pada tahun 2018 pasien
rawat inap penderita skizofernia sebanyak 800 orang yang dimana terdiri
dari laki-laki 599 orang (74,8%), perempuan 201 orang (25,1%). Pada
tahun 2019 pasien rawat inap penderita skizofernia sebanyak 1.059 orang
terdiri dari laki-laki 807 orang (76,20%), perempuan 252 orang (23,79%).
(Dokumentasi RSJ Mutiara Sukma Provinsi NTB 2019).
Menurut (Videbeck, 2008). Gejala positif skizofernia meliputi
halusinasi, waham, kekacauan pemikiran, agresif (kekerasan), perseverasi,
asosiasi longgar, dan ambivalensi. Sedangkan gejala negatif meliputi :
afek datar, apati, katatonia, dan tidak memiliki kemauan. Pasien dengan
berbagai diagnosis psikiatri dapat memperlihatkan perilaku marah,
permusuhan, dan agresif. Beberapa pasien mengalami prilaku kekerasan
untuk menyakiti orang lain dan lingkungan. Salah satu gejala Perilaku
kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau
mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah
laku tersebut. Perilaku kekerasan merupakan suatu tanda dan gejala dari
gangguan skizofernia akut yang tidak lebih dari satu persen (Purba dkk,
2008).
3
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, peneliti merumuskan
masalah sebagai berikut : Bagaimanakah gambaran asuhan keperawatan
dengan Pemberian terapi spiritual untuk mengontrol emosi pada pasien
resiko perilaku kekerasan di RSJ Mutiara Sukma Provinsi NTB ?
5
3. Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman nyata
untuk melakukan observasi pelaksanaan asuhan keperawatan dengan
pemberian terapi spiritual untuk mengontrol emosi pada pasien resiko
perilaku kekerasan dan untuk menambah pengetahuan peneliti
khususnya dalam penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan
resiko perilaku kekerasan.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
e. Aspek Sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan
ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan
orang lain. Klien sering kali menyalurkan kemarahan dengan
mengkritik tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa
sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan
disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu
sendiri, menjauhkan diri sendiri dari orang lain, menolak
mengikuti aturan.
f. Aspek Spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu
dengan lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang
dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan
dengan amoral daan rasa tidak berdosa.
Dari uraian diatas tersebut jelaslah bahwa peraawat perlu mengkaji
individu secara komprehensif meliputi aspek fisik, emosi, intelektual,
sosial dan spiritual yang secara singkat dapat dilukiskan sebagai
berikut : aspek fisik terdiri dari : muka merah, pandangan tajam, nafas
pendek dan cepat, berkeringat, sakit fisik, penyalahgunaan zat,
tekanan darah meningkat. Aspek emosi : tidak adekuta, tidka aman,
dendam, jengkel, cemas belebihan. Aspek intelektual : mendominasi,
bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan. Aspek soaial : menarik diri,
penolakan, kekerasan, ejekan, humor.
13
2. Masalah Keperawatan
a. Pohon Masalah
Perilaku Kekerasan
Halusinasi
Isolasi Sosial
Ketidakberdayaan
b) Tujuan Khusus :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
a) Bina hubungn saling percaya: salam terapeutik, empati,
sebut nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
b) Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
c) Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2) Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
Tindakan :
a) Beri kesempatan mengungkapkan perasaan
b) Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel/kesal
c) Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan
bermusuhan klien dengan sikap tenang
3) Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
Tindakan :
a) Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan
dirasakan sat jengkel/kesal
b) Observasi tanda perilaku kekerasan
c) Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/kesal yang
dialami klien
4) Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan
Tindakan :
a) Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan
b) Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan
yang biasa dilakukan
c) Tanyakan “Apakah dengan cara yang dilakukan
masalahnya selesai?”
15
e. SP V
Latih minum obat (prinsip 6 benar)
6. Implementasi Keperawatan Dan Evaluasi
Tabel 1. Implementasi Keperawatan Dan Evaluasi (Nanda, 2010)
terlampiaskan
pada kasur dan
bantal
O:
Pasien mampu
melakukan SP
II mandiri
A:
Perilaku
kekerasan
berkurang
P:
1. Latih
pukul
kasur dan
bantal
2. Latih tarik
nafas
dalam
RTL: Latih
membersihkan
ruangan
S:
Pasien
SP III : mengatakan
Melatih pasien mau
bicara baik : mengikuti
1. Meminta anjuran
dengan perawat
baik
2. Menolak O:
19
b. Doa
Doa juga merupakan kesempatan manusia mencurahkan isi
hatinya kepada Tuhan, menyatukan kerinduan, ketakutan daan
kebutuhan manusia kepada Tuhan (Tebba, 2007).
Dipandang dari sudut ilmu kedokteran jiwa dan kesehatan
jiwa, doa mengandung unsure psikoterapeutik yang mendalam.
21
bahasa wudhu diambil dari kata Al- Wadholah yang maknanya adalah
An-Nadhofah (kebersihan) dan Al-Husnu (baik).
Wudhu menurut syar’i (terminologi) adalah wudhu sebagai alat
perontokan dosa dalam diri manusia pada anggota tubuh yang empat
(yaitu: wajah, kedua tangan, kepala, dan kedua kaki) dengan cara
khusus menurut syari’at, namun jika wudhu menggunakan air yang
tohur (suci dan mensucikan).
Wudhu atau bersuci dari hadas (kotoran batin) wajib dilakukan
ketika hendak melakukan shalat, thawaf (mengelilingi Ka’bah) dan
menyentuh kitab suci Al-Qur‟an. Selain waktu-waktu yang wajib
untuk berwudhu, dianjurkan pula berwudhu sebelum berdzikir,
menjelang tidur (termasuk bagi yang sedang junub ataupun haid bagi
wanita), dan sebelum mandi wajib.
Peneliti sekaligus dokter spesialis penyakit dalam dan penyakit
jantung di London, yakni Dr. Ahmad Syauqy Ibrahim mengatakan
bahwa para pakar kedokteran telah sampai kepada sebuah kesimpulan
dengan pencelupan anggota tubuh kedalam air akan mengembalikan
tubuh yang lemah menjadi kuat, mengurangi kekejangan pada syaraf
dan otot, menormalkan detak jantuk, kecemasan dan insomnia (susah
tidur). Para pakar syaraf (neurologis) telah membuktikan bahwa
dengan air wudhu yang dapat mendinginkan ujung-ujung syaraf jari-
jari tangan dan jari- jari kaki sehingga berguna untuk memantapkan
konsentrasi pikiran dan menjadikan rileks.
c) Strategi koping
3) Nilai agama atau spiritual, mempengaruhi :
a) Tujuan dan arti hidup
b) Tujuan dan arti kematian
c) Kesehatan dan pemeliharaannya
d) Hubungan dengan Tuhan, diri sendiri dan orang lain
4) Pengkajian data subjektif prdoman pengkajian spiritual yang
disusun oleh Stoll dalam Craven & Hirnle. Pengakajian
mencakup 4 area, yaitu :
a) Konsep tentang Tuhan atau ke-Tuhan-an
b) Sumber harapan dan kekuatan
c) Praktik agama dan ritual
d) Hubungan antara keyakinan spiritual dan kondisi
kesehatan
5) Pengkajian data objektif meliputi :
a) Pengkajian afek dan sikap, perilaku, verbalisasi,
hubungan interpersonal dan lingkungan
b) Pengkajian data objektif terutama dilakukan melalui
observasi. Pada umumnya karakteristik klien yang
potensial mengalami distress spiritual adalah sebagai
berikut :
1) Klien tampak kesepian dan sedikit pengunjung
2) Klien yang mengekspresikan rasa takut dan cemas
3) Klien yang mengekspresikan keraguan terhadap
sistem kepercayaan atau agama
4) Klien yang mengekspresikan rasa takut terhadap
kematian
5) Klien yang akan dioperasi
6) Penyakit yang berhubungan dengan emosi atau
implikasi sosial agama
7) Mengubah gaya hidup
28
b. Diagnosa
Distres spiritual mungkin mempengaruhi fungsi manusia lainnya.
Berikut ini adalah diagnose keperawatan, distress spiritual
sebagai etiologi atau penyebab masalah lain :
1. Gangguan penyesuaian terhadap penyakit yang berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk merekonsiliasi penyakit
dengan keyakinan spiritual
2. Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan
kehilangan agama sebagai dukungan utama (merasa
ditinggalkan oleh Tuhan)
3. Takut yang berhubungan belum siap untuk menghadapi
kematian dan pengalaman kehidupan setelah kematian
4. Berduka yang disfungsional : keputusasaan yang
berhubungan dengan keyakinan bahwa agama tidak
mempunyai arti
5. Keputusasaan yang berhubungan dengan keyakinan bahwa
tidak ada yang peduli termasuk Tuhan
6. Ketidakberdayaan yang berhubungan dengan perasaan
menjadi korban
29
a. Berniat
Niat dalam berwudhu hukumnya wajib. Niat tempatnya
dihati dan melafadzkan niat adalah bid’ah. Dengan niat yang
ikhlas hanya karena Allah SWT, wudhu dapat menghilangkan
pikiran-pikiran buruk manusia dan diganti dengan pikiran-pikiran
yang positif dan baik sehingga menjadi tenang dan khidmat.
Disyari’atkan sebelum berwudhu untuk membaca basmalah
terlebih dahulu, sebagai awal pembuka dari pelaksanaan wudhu.
Kemudian dianjurkan untuk membaca do’a setelah membaca niat,
karena ketika berwudhu syetan masih berkeliaran disekitar dan
mengikuti disetiap langkah, dengan membaca do‟a berarti
memohon kepada Allah SWT agar tidak mendapatkan godaan dari
syetan sehingga selama berwudhu hati dan pikiran tetap tertuju
kepada Allah SWT. Inti niat dalam berwudhu ini, supaya
seseorang yang sedang menghadap Allah SWT akan merasakan
bahwa dia sedang berkomunikasi dengan Allah SWT dengan
khusyuk dan khidmat dihadapan sang pencipta.
b. Mencuci Telapak Tangan
Mencuci telapak tangan merupakan sunnah wudhu. Ketika
menghadap sang khaliq, alangkah baiknya untuk mensucikan
telapak tangan dari kotoran-kotoran yang melekat disela-sela
telapak tangan. Setiap kali mencuci telapak tangan ketika akan
berwudhu 5x dalam sehari maka dalam 5 kali itu pula kotoran
yang menempel disela-sela telapak tangan akan terhapus oleh air
yang bersih. Alangkah baiknya disela-sela mencuci telapak
tangan, hati diajak membaca do’a, sehingga ketika mencuci
telapak tangan hati juga ikut berdo’a memohon kepada Allah
SWT. Makna yang terkandung dalam membasuh telapak tangan
adalah mensucikan telapak tangan dari segala perbuatan “Jahil”
yang mungkin pernah dilakukan dan yang akan dilakukan. Selain
itu akan terhindar dari kejahatan yang pernah dilakukan oleh
32
c. Berkumur
Berkumur merupakan cara mencuci mulut dan mensucikan
lidah. Membersihkan mulut berarti membersihkan dari kotoran-
kotoran yang ada di mulut yang mengandung banyak bibit
penyakit akan keluar semua karena pada dasarnya lidah tidak
bertulang akan tetapi tajam seperti pedang yang paling tajam.
Alangkah baiknya disela-sela berkumur, hati diajak membaca
do’a, sehingga ketika berkumur hati juga ikut berdo’a memohon
kepada Allah SWT.
Lidah bentuknya
kecil akan tetapi besar ketaatan dan kemanfaatannya, serta dosa
dan kemudhorotanya sehingga menjadi pertimbangan amal dihari
akhir kelak. Maka sucikanlah lidah dan memohon kepada Allah
SWT. agar terhindar dari segala keburukan. Fungsi utama mulut
yakni menerima makanan, apabila tubuh sedang dalam keadaan
sakit maka mulut berguna untuk melepaskan kelebihan panas atau
sampah dari tubuh. Dengan menggunakan sikat gigi atau siwak
dapat menghindarkan dari penyakit yang berbahaya. Menurut
Prof. Dr. Plinius seorang bakteriolog, mengatakan bahwa air
34
e. Membasuh Muka
Membasuh muka merupakan salah satu pokok utama dalam
berwudhu. Muka merupakan tempat dimana timbul muwajahah/
35
E. Lembar Observasi/SOP
Tabel 2.
Lembar Observasi (Modifikasi Benson, 2000)
TD : TD :
N : N :
RR : RR :
S : S :
F. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan
antara konsep yang satu dengan konsep yang lainnya dari masalah yang
ingin diteliti (Setiadi, 2007).
Penatalaksanaan Kemampuan
SP I :
SP IV: Spiritual pasien perilaku
Diskusi tentang
Strategi Pelaksanaan 1. Wudhu kekerasan dalam
PK dan latihan
Perilaku Kekerasan 2. Shalat melaksanakan
tarik nafas dalam
3. Dzikir latihan spiritual
SP II :
4. Doa wudhu
Latihan pukul
kasur dan bantal Mampu
SP III :
Latihan bicara Tidak Mampu
baik
SP IV :
Latihan secara
Spiritual
SP V :
Latihan minum
Keterangan : obat
Diteliti
Tidak diteliti
BAB III
METODE PENELITIAN
46
Tabel 3.
Data Operasional (Nursalam, 2013)
sampai siku 3x
7. Menyapu
sebagian kepala
3x
8. Menyapukan air
ke telinga
sebanyak 3x
9. Membasuh
kedua kaki
sampai mata
kaki 3x
3. Kerahasiaan (Confidentiality)
Merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan
hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya.
Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya
oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan
pada hasil riset (Hidayat, 2008). Peneliti menjelaskan bahwa data
yang diperoleh dari responden akan dijaga kerahasiaannya.
DAFTAR PUSTAKA
53
Budiman dan Riyanto. 2013. Kuisioner Pengetahuan dan Sikap dalam Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Seleman Medika.
LAMPIRAN
Lembar Observasi/SOP
55
Tabel 2.
Lembar Observasi (Modifikasi Benson, 2000)
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien:
a. Data obyektif
Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang. Klien suka
membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang
kesal atau marah. Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa
lainnya
b. Data subyektif
1. Mata merah, wajah agak merah
2. Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
3. Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4. Merusak dan melempar barang-barang.
2. Diagnosa keperawatan: Perilaku kekerasan/ngamuk
3. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
4. Tindakan Keperawatan untuk Pasien
Tujuan tindakan untuk pasien meliputi:
a. Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
b. Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
c. Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya
d. Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang
dilakukannya
e. Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku
kekerasannya
f. Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya secara
fisik, spiritual, sosial, dan dengan terapi psikofarmaka.
Untuk Pasien :
Pena
II Tahap Orientasi
Kontrak waktu.
Ex :
Ex :
Ex :
Ex :
Ex :
Ex :
Stimulasi
Ex :
IV Tahap Terminasi
Ex :
V Tahap Dokumentasi
Catat seluruh hasil tindakan dalam catatan keperawatan* 10%
61
Total Nilai
IV Tahap Terminasi
1. Tanyakan keluhan dan buat kontrak baru. 10%
Ex :
“Bagaimana perasaan bapak setelah latihan cara
menyalurkan marah tadi?”
“Ada berapa cara yang sudah kita latih, coba bapak
sebutkan lagi?Bagus!”
“Mari kita masukkan kedalam jadual kegiatan sehari-hari
bapak. Pukul kasur bantal mau jam berapa? Bagaimana
kalau setiap bangun tidur? Baik, jadi jam 05.00 pagi. dan
jam jam 15.00 sore. Lalu kalau ada keinginan marah
sewaktu-waktu gunakan kedua cara tadi ya pak. Sekarang
kita buat jadwalnya ya pak, mau berapa kali sehari bapak
latihan memukul kasur dan bantal serta tarik nafas dalam
ini?”
“Besok pagi kita ketemu lagi kita akan latihan cara
mengontrol marah dengan belajar bicara yang baik. Mau
jam berapa pak? Baik, jam 10 pagi ya. Sampai
63
jumpa&istirahat y pak”
V Tahap Dokumentasi
Catat seluruh hasil tindakan dalam catatan keperawatan* 10%
- Nama dan tanda tangan
- Tanggal dan jam pemeriksaan
- Hasil pemeriksaan
Total Nilai
IV Tahap Terminasi
1. Tanyakan keluhan dan buat kontrak baru. 10%
Ex :
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap
tentang cara mengontrol marah dengan bicara yang baik?”
“Coba bapak sebutkan lagi cara bicara yang baik yang
telah kita pelajari”
“Bagus sekal, sekarang mari kita masukkan dalam jadual.
Berapa kali sehari bapak mau latihan bicara yang baik?,
bisa kita buat jadwalnya?”
Coba masukkan dalam jadual latihan sehari-hari,
misalnya meminta obat, uang, dll. Bagus nanti dicoba ya
Pak!”
“Bagaimana kalau dua jam lagi kita ketemu lagi?”
“Nanti kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi
rasa marah bapak yaitu dengan cara ibadah, bapak setuju?
Mau di mana Pak? Di sini lagi? Baik sampai nanti ya”
V Tahap Dokumentasi
Catat seluruh hasil tindakan dalam catatan keperawatan* 10%
- Nama dan tanda tangan
- Tanggal dan jam pemeriksaan
- Hasil pemeriksaan
66
Total Nilai
IV Tahap Terminasi
1. Tanyakan keluhan dan buat kontrak baru. 10%
Ex :
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap
tentang cara yang ketiga ini?”
“Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita
pelajari? Bagus”.
“Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadual kegiatan
bapak. Mau berapa kali bapak sholat. Baik kita masukkan
sholat ....... dan ........ (sesuai kesepakatan pasien)
“Coba bapak sebutkan lagi cara ibadah yang dapat bapak
lakukan bila bapak merasa marah”
“Setelah ini coba bapak lakukan jadual sholat sesuai
jadual yang telah kita buat tadi”
“Besok kita ketemu lagi ya pak, nanti kita bicarakan cara
keempat mengontrol rasa marah, yaitu dengan patuh
minum obat.. Mau jam berapa pak? Seperti sekarang saja,
jam 10 ya?”
“Nanti kita akan membicarakan cara penggunaan obat
yang benar untuk mengontrol rasa marah bapak, setuju
pak?”
V Tahap Dokumentasi
Catat seluruh hasil tindakan dalam catatan keperawatan* 10%
68
Total Nilai
Total Nilai