Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Skizofrenia merupakan sekelompok reaksi psikotik yang memengaruhi berbagai area
fungsi individu, termasuk berpikir, berkomunikasi, menerima, Menginterpretasi kan
realitas, merasakan dan menunjukkan emosi (Pardede, Siregar & Hulu, 2020).
Skizofrenia merupakan suatu gangguan jiwa berat yang bersifat kronis yang ditandai
dengan hambatan dalam berkomunikasi, gangguan realitas, afek tidak wajar atau tumpul,
gangguan fungsi kognitif serta mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-
hari (Pardede & Laia., 2020). Masalah gangguan kesehatan jiwa di seluruh dunia sudah
menjadi masalah yang serius. WHO memperkirakan sekitar 450 juta orang di dunia yang
mengalami gangguan kesehatan jiwa, 135 juta orang diantaranya mengalami halusinasi.
Data Riskesdas (2018) prevalensi skizofrenia Sumatera Utara sebanyak 13.991 orang
(Kementerian Kesehatan RI, 2018). Skizofrenia menimbulkan distorsi pikiran sehingga
pikiran itu menjadi sangat aneh, juga distorsi persepsi, emosi, dan tingkah laku yang
dapat mengarah ke perilaku kekerasan yang dapat berbahaya dengan diri sendiri maupun
orang lain sekitar (Benson, et al., 2013). Perilaku kekerasan merupakan salah satu respon
terhadap stressor yang dihadapi oleh seseorang. Respon ini dapat menimbulkan kerugian
baik kepada diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan. Berdasarkan data Nasional
Indonesia tahun 2017 dengan risiko perilaku kekerasan sekitar 0,8% atau dari
10.000 orang (Pardede, dkk., 2020).
Risiko perilaku kekerasan merupakan salah satu respon marahdiekspresikan dengan
melakukan ancaman, mencederai diri sendiri maupun orang laindan dapat merusak
lingkungan sekitar. Tanda dan gejala risiko perilaku kekerasan dapat terjadi perubahan
pada fungsi kognitif, afektif, fisiologis, perilaku dan sosial. Pada aspek fisik tekanan
darah meningkat, denyut nadi dan pernapasan meningkat, mudah tersinggung, marah,
amuk serta dapat mencederai diri sendiri maupun orang lain (Keliat, dan Akemat, 2016).
Seseorang yang mengalami perilaku kekerasan sering menunjukkan perubahan
perilaku seperti intonasi suara keras, mengancam, ekspresi tegang, gaduh, gelisah, tidak
bisa diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan semangat, nada suara tinggi dan
gembira berlebihan. Kekacauan alam fikir juga dapat dilihat dari isi pembicaraannya.
Perubahan lain yang terjadi adalah adanya penurunan kemampuan memecahkan masalah,
orientasi terhadap waktu, tempat, dan orang, serta gelisah (Pardede, Siregar & Halawa,
2020).
Adapun dampak yang ditimbulkan oleh pasien yang mengalami perilaku kekerasan
yaitu kehilangan kontrol akan dirinya, dimana pasien akan dikuasi oleh rasa amarahnya
sehingga pasien dapat melukai diri sendiri, orang lain dan lingkungan, bila tidak ditangani
dengan baik maka perilaku kekerasan dapat mengakibatkan kehilangan kontrol, risiko
kekerasan terhadap diri sendiri, orang lain serta lingkungan, sehingga adapun upaya-
upaya penanganan perilaku kekerasan yaitu mengatasi strees termasuk upaya
penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk
melindungi diri, bersama pasien mengidentifikasi situasi yang dapat menimbulkan
perilaku kekerasan dan terapi medik (Musmini, 2020).
Upaya yang dilakukan untuk menangani klien resiko perilaku kekerasan adalah
dengan memberikan tindakan keperawatan yaitu membantu pasien mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara latihan fisik 1: tarik napas dalam, latihan fisik 2: pukul kasur
bantal yang menyebabkan muncul perilaku kekerasan. Kemudian dengan melatih klien
mengontrol perilaku kekerasan dengan minum obat secara teratur, komunikasi secara
verbal: asertif/bicara baik-baik, spiritual untuk mengontrol perilaku kekerasan, selain itu
dengan terapi aktivitas fisik yaitu senam aerobik low impact secara teratur (Candrawati,
2018). Berbagai terapi dalam mengatasi masalah perilaku kekerasan telah banyak
dikembangkan. Salah satunya adalah terapi senam aerobic low impact. Senam aerobic
low impact merupakan senam dengan mengandalkan penyaluran energi dan penyerapan
oksigen yang berimbang sehingga dapat meningkatkan endorphin yang memiliki efek
relaksan sehingga dapat mengurangi resiko kekerasan secara efektif (Nauli, 2019).
Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan
perawat kepada sekelompok pasien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama.
Terapi aktivitas kelompok sudah sejak lama dimasukkan dalam program terapi
keperawatan di dunia yang merupakan salah satu dari interpensi keperawatan yang
diprogramkan terhadap pasien jiwa skizoprenia dengan masalah pasien yang mengalami
perilaku kekerasan (Ningsih, 2017).

2. Tujuan
1) Tujuan Umum
Setelah mengikuti kegiatan ini pasien dapat lebih menerapkan stategi
pelaksanaan Risiko Perilaku Kekerasan secara fisik dan sosial dalam mengontrol
Risiko Perilaku Kekerasan.
2) Tujuan Khusus
a. Klien dapat berkenalan dengan satu sama lain
b. Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan dengan cara latihan fisik 1: tarik
napas dalam dan latihan fisik 2: pukul kasur bantal.
c. Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan dengan minum obat secara teratur.
d. Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan dengan komunikasi
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan atau Alternatif penyelesaian
masalah. Salah satu bentuk penanganan medis untuk pasien dengan risiko perilaku
kekerasan adalah dengan Terapi Aktifitas Kelompok Stimulasi Persepsi, dimana TAK
(Terapi Aktifitas Kelompok) merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan
perawat kepada kelompok pasien dengan Risiko perilaku kekerasan. Aktivitas digunakan
sebagai terapi,dan kelompok digunakan sebagai target asuhan. Di dalam kelompok terjadi
dinamika interaksi yang saling bergantung, saling membutuhkan, dan
menjadilaboratorium tempat pasien berlatih perilaku baru yang adaptif untuk
memperbaiki perilaku lama yang maladaptif.
Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi yang bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan sensori, upaya memusatkan perhatian, kesegaran jasmani dan
mengekspresikan perasaan. Penggunaan terapi kelompok dalam praktek keperawatan jiwa
akan memberikan dampak positif dalam upaya pencegahan, pengobatan atau terapi serta
pemulihan kesehatan. Setelah mendapatkan terapi aktivitas kelompok resiko perilaku
kekerasan, pasien terapi aktivitas kelompok di Puskesmas Andalas Padang terjadi
peningkatan pengetahuan, pemahaman tentang cara mengontrol risiko perilaku kekerasan
dan tahu bagaimana cara melakukannya. Peningkatan pengetahuan diketahui bahwa
pasien mampu mengingat SP 1 - 4 dari permainan terapi aktivitas kelompok.

2. .Saran
Diharapkan bagi Perawat di Puskesmas Andalas Padang menjadikan Terapi Aktivitas
Kelompok stimulasi persepsi sebagai tindakan keperawatan untuk setiap pasien dengan
masalah gangguan jiwa khususnya pasien Risiko Perilaku Kekerasan karena menurut
kelompok TAK Stimulasi persepsi yang diberikan pada Pasien Risiko perilaku kekerasan
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan mengenal dan mengontrol
Risiko perilaku kekerasan baik secara fisik maupun secara sosial.

Anda mungkin juga menyukai