Anda di halaman 1dari 36

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

PADA KLIEN DENGAN PERILAKU KEKERASAN

Dosen Pengampu:

Disusun Oleh:

1. Romadhona Siti N. (2001033)


2. Rosandra Firdi S. (2001034)
3. Selvyana Andreyani (2001035)
4. Septi Marcelia (2001036)
5. Shofy Aryanti (2001037)
6. Silvia Nur Hakiki (2001038)
7. Siti Zaqiya D. (2001039)
8. Soffia Pramestiyan (2001040)
9. Triyas Arun C. (2001041)
10. Ricard Janotama (2001049)

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN

UNIVERSITAS AN NUUR

TAHUN 2022/2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gangguan jiwa merupakan permasalahan kesehatan yang disebabkan
oleh gangguan biologis, sosial, psikilogis, genetik, fisik atau kimiawi dengan
jumlah penderita yang terus meningkat dari tahun ketahun. (Gangguan jiwa
mencapai 13% dari penyakit secara keseluruhan dan kemungkinan akan
berkembang menjadi 25% di tahun 2030, gangguan jiwa juga berhubungan
dengan bunuh diri, lebih dari 90% dari satu juta kasus bunuh diri setiap
tahunnya akibat gangguan jiwa.

Sedangkan prevelensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia mencapai


sekitar 400.000 orang atau sebanyak 7% per 1.000 penduduk. Menurut data 2
Riskesdas Provinsi Kalimantan Timur (2018) didapat prevelensi kasus
skizofrenia atau psikosis 5%. Berdasarkan data Nasional di Indonesia
meningkat antara 10-20%. Gangguan yang dimaksud adalah gangguan jiwa
ringan dan sedang, sedangkan gangguan skizofrenia dengan prilaku kekerasan
osekitar 0.8% atau 10.000 orang terdapat 8 penderita gangguan jiwa atau
kegilaan (syamsul hadi, 2010) Menurut data yang diperoleh dari Rekam
Medik Rumah Sakit Jiwa Daerah Atma Husada Mahakam pada tahun 2016
terdapat pasien sebanyak 249 orang, jumlah pasien rata-rata pasien IGD pada
tahun 2016 sebanyak 2,57 orang, dengan presentase 38% yang mengalami
halusinasi, 5% yang mengalami harga diri rendah, 15% yang isolasi sosial, 1%
mengalami waham, 35% yang mengalami perilaku kekerasan, dan 6% yang
mengalami defisit perawatan diri. Dan pada bulan Januari sampai bulam Mei
tahun 2017 mencatat rata-rata pasien rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Daerah
Atma Husada Mahakam Samarinda mencapai 168 orang, jumlah rata-rata
pasien IGD bulan Januari sampai bulan Juni tahun 2017 sebanyak 2,27 orang
dengan presentase 36% halusinasi, 4% yang mengalami harga diri rendah,
13% yang mengalami isolasi sosial, 1% yang mengalami waham, 32% yang
mengalami perilaku kekerasan, dan 5% yang mengalami defisit perawatan
diri. Menurut data yang diatas didapatkan bahwa perilaku kekerasan adalah
gangguan jiwa terbanyak ke dua setelah halusinasi.

Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk


melukai seseorang secara fisik maupun psikologis bisa dilakukan secara
verbal, diarahkan pada 3 diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
Ketidakmampuan yang terjadi pada klien gangguan jiwa dikaitkan dengan
disabilitas akibat gangguan jiwa berat yang dialami. Berdasarkan fenomena
dan latar belakang yang telah dijelaskan di atas maka peneliti ini akan
mengungkapkan perbedaan respon pasien dengan perilaku kekerasan di ruang
Intermediet Rumah Sakit Jiwa Daerah Atma Husada Mahakam.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka rumusan KTI ini di dapat
masalah sebagai berikut “Bagaimanakah Pemberian Asuhan Keperawatan
Pada Klien Dengan Perilaku Kekerasan.

C. TUJUAN

a. Tujuan Umum

Tujuan umum makalah ini adalah untuk memahami bagaimana respon


klien setelah dilakukan Asuhan Keperawatan Pada Klien Perilaku Kekerasan.

b. Tujuan Khusus

1. Mengkaji data yang terkait dengan masalah klien dengan perilaku


kekerasan

2. Merumuskan diagnosis keperawatan klien dengan perilaku kekerasan


3. Menyusun rencana keperawatan kepada klien dengan perilaku kekerasan

4. Melakukan tindakan keperawatan kepada klien dengan perilaku kekerasan

5. Mengevaluasi asuhan keperawatan pada klien dengan perilaku kekerasan

6. Mengevaluasi kemampuan klien dalam menerapkan SP klien dengan


perilaku kekerasan.
BAB II

TEORI

1.1. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis bisa di lakukan
secara verbal, di arahkan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan
(Amatiria, 2012). Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan di mana
seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik
baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan (Elshy Pangden
Rabba, Dahrianis, 2014).

Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan seseorang melakukan


tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,
orang lain dan lingkungan yang timbul sebagai kecemasan dan ancaman
(Hadiyanto, 2016) Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang
ditunjukkan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak
menginginkan datangnya tingkah laku tersebut. Perilaku kekerasan
merupakan suatu tanda dan gejala dari gangguan skizofrenia akut yang
tidak lebih dari satu persen (Simatupang, 2010)

1.2. Etiologi
Berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan-perubahan dalam
perilaku kekerasan menurut (Deden dan Rusdin, 2013) yaitu:

A. Faktor Predisposisi
Faktor-faktor yang mendukung terjadinya masalah perilaku
kekerasan adalah factor biologis, psikologis dan sosiokultural

1. Faktor Biologis

1) Instinctual Drive Theory ( Teori Dorongan Naluri)

Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh suatu


dorongan kebutuhan dasar yang sangat kuat.
2) Psychosomatic Theory (Teori Psikosomatik)

Pengalaman marah adalah akibat dari respon psikologi terhadap stimulus


eksternal, internal maupun lingkungan. Dalam hal ini sistim limbik
berperan sebagai pusat untuk mengekspresikan maupun menghambat rasa
marah (Deden dan Rusdin, 2013)

2. Factor Psikologis

1) Frustation Aggresion Theory (Teory Agresif-Frustasi)

Menurut teori ini perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil dari akumulasi
frustasi. Frustasi terjadi apabila keinginan individu untuk mencapai
sesuatu gagal atau menghambat. Keadaan tersebut dapat mendorong
individu berprilaku agresif karena perasaan prustasi akan berkurang
melalui perilaku kekerasan.

2) Behavior Theory (Teori Perilaku)

Kemarahan adalah proses belajar, hal ini dapat dicapai apabila tersedia
fasilitas/situasi yang mendukung.

3) Eksistensial Theory ( Teori Eksistensi)

Bertingkah laku adalah kebutuhan dasar manusia, apabila kebutuhan


tersebut tidak dapat terpenuhi melalui berprilaku konstruktif, maka
individu akan memenuhi melalui berprilaku destruktif.

3. Faktor Sosiokultural

1) Sosial Environment Theory (Teori Lingkungan Sosial)

Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu dalam


mengekspresikan marah. Norma budaya dapat mendukung individu untuk
merespon asertif atau agresif.
2) Sosial Learning Theory (Teori Belajar Sosial)

Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun melalui


proses sosialisasi.

4. Faktor Presipitasi

Stressor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap individu


bersifat unik. Stressor tersebut dapat disebabkan dari luar (serangan fisik,
kehilangan, kematian) amaupun dalam (putus hubungan dengan orang
yang berarti, kehilangan rasa cinta, takut terhadap penyakit fisik). Selain
itu lingkungan yang terlalu rebut, padat, kritikan yang mengaruh pada
penghinaan, tindakan kekerasan dapat memicu perilaku kekerasan(Deden
dan Rusdin, 2013)

5. Mekanisme Koping

Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien sehingga


dapat membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang
kontstruktif dalam mengekspresikan marahnya. Mekanisme koping yang
umum digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti
“Displancement”, sublimasi, proyeksi, represi, denial dan reaksi formasi.

6. Perilaku

Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain:

1. Menyerang atau Menghindar (Fight or Flight)

Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan system syaraf
otonom bereaksi terhadap sekresi ephineprin yang menyebabkan TD
meningkat, takikardia, wajah merah, pupil melebar, mual, sekresi Hcl
meningkat, peristaltic gaster menurun, pengeluaran urin dan saliva
meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat disertai ketegangan
otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku disertai
reflek yang cepat.

2. Menyatakan secara asertif (assertiveness)

Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan


kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku
asertif adalah cara yang terbaik untuk mengekpresikan rasa marah tanpa
menyakiti orang lain secara fisik maupun psikologis. Disamping itu
perilaku ini dapat juga untuk mengembangkan diri klien.

3. Memberontak (acting Out)

Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku


“Acting Out” untuk menarik perhatian orang lain.

4. Perilaku Kekerasan

Tindakan kekerasan atau amuk yang ditinjaukan kepada diri


sendiri, orang lain maupun lingkungaa(Deden dan Rusdin, 2013)

1.3. Pohon Masalah

Effect
Resiko tinggi mencedrai diri, orang lain dan lingkungan

Core problem
Perilaku Kekerasa

Causa Perubahan sensori persepsi : halusinasi


1.4. Rentang Respon Marah
Menurut yosep (2010) rentang respon marah dibagi menjadi 5 yaitu:

Respon adaptif Respon maladaptive

I---------------I---------------I---------------I---------------I

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

1. Asertif yaitu mengungkapkan rasa marah atau tidak setuju tanpa


menyalahkan atau menyakiti orang lain, hal ini dapat menimbulkan
kelegaan pada individu

2. Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan karena
yang tidak realistis atau hambatan dalam proses pencapaian tujuan.

3. Pasif merupakan perilaku individu yang tidak mampu untuk


mengungkapkan perasaan marah yang sekarang dialami, dilakukan
dengan tujuan menghindari suatu tuntunan nyata.

4. Agresif merupakan hasil dari kemarahan yang sangat tinggi atau


ketakutan / panik. Agresif memperlihatkan permusuhan, keras dan
mengamuk dengan ancaman, member kata-kata ancaman tanpa niat
melukai. Umumnya klien dapat mengontrol perilaku untuk tidak melukai
orang lain.

5. Kekerasan sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk. Perilaku


kekerasan ditandai dengan menyentuh orang lain secara menakutkan,
memberi kata-kata ancaman, melukai pada tingkat ringan sampai pada
yang paling berat. Klien tidak mampu mengendalikan diri.
1.5. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan
Tanda dan gejala, marah, suka marah, pandangan tajam, otot tegang, nada
suara tinggi berdebat, selalu memaksakan kehendak dan memukul bila tidak
sengaja ditandai dengan: Fisik, Mata melotot/ pandangan tajam, tangan mengepal,
rahang mengatup, wajah memerah dan tegang, seta postur tubuh kaku. Verbal,
mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada keras,
kasar dan ketus.

Prilaku, menyerang orang lain, melukai diri sendiri atau orang lain,
merusak lingkungan, amuk atau agresif. Emosi, tidak adekuat, tidak aman dan
nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel, tidak berdaya, bermusuhan,
mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut. Intelektual,
mendominasi, cerewet, kasar berdebat, meremehakan dan tidak jarang
mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme. Spiritual, merasa diri berkuasa, merasa
diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral dan kreativitas terhambat. Social,
menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan sindiran. Perhatian,
bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual.

1.6. Penatalaksanaan

Penanganan yang dilakukan untuk mengontrol perilaku kekerasan yaitu


dengan cara medis dan non medis. Terapi medis yang dapat di berikan seperti obat
antipsikotik adalah Chlorpoazine(CPZ), Risperidon(RSP) Haloperidol(HLP),
Clozapindan Trifluoerazine (TFP). Psikofarmaka adalah terapi menggunakan obat
dengan tujuan untuk mengurangi atau menghilanggan gejala gannguan jiwa.
Dengan demiakian kepatutan mium obat 10adalah mengonsumsi obat yang
direspkan oleh dokter pada waktu dan dosis yang tepat karena pengobatan hanya
akan efektif apabila penderita memenuhi aturan dalam penggunaan obat (Pardede,
Keliat & Yulia, 2015).
Tindakan yang dilakukan perawat dalam mengurangi resiko perilaku
kekerasan salah satunya adalah dengan menggunakan strategipelaksanaan
(SP). SP merupakan pendekatan yang bersifat membina hubungan saling
percaya antaraklien dengan perawat, dan dampak apabila tidak diberikan SP
akan membahayakan diri sendirimaupun lingkungannya. Strategi pelaksanaan
(SP) yang dilakukan olehklien dengan perilaku kekerasan adalah
diskusimengenai cara mengontrol perilaku kekerasan secara fisik, obat,
verbal, dan spiritual.Mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
dapatdilakukan dengan cara nafas dalm, dan pukulbantal atau kasur.
Mengontrol secara verbal yaitudengan cara menolak denganbaik,
memintadengan baik,dan mengungkapkan dengan baik.Mengontrol perilaku
kekerasan secara spiritualdengan cara shalat dan berdoa. Serta
mengontrolperilaku kekerasan dengan minum obat secarateraturdengan
prinsip lima benar (benar klien,benar namaobat, benar cara minum obat,
benarwaktu minum obat, dan benar dosis obat). ( Sujarwo & Livana, 2018)

B. Konsep Asuhan Keperawatan


Perilaku kekerasan merupakan salah satu respon terhadap stressor yang
dihadapi oleh seseorang. Respon ini dapat menimbulkan kerugian baik pada
diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan. Melihat dampak dari kerugian
yang ditimbulkan, pengangan klien perilaku kekerasan perlu dilakukan secara
cepat dan tepat oleh tenaga yang professional.

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses


keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam
pengumpulan data dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan pasien. Seorang perawat harus berjaga-
jaga terhadap adanya peningkatan agitasi pada klien, hierarki perilaku
agreisf dan kekerasan. Disamping itu, perawat harus mengkaji pula afek
klien yang berhubungan dengan perilaku agresif. ( Muhith, 2015)
a. Identitas

Nama, umur, jenis kelamin, No MR, tanggalmasuk RS, tanggal pengkajian

b. Alasan masuk

Biasanya klien masuk dengan alasan sering mengamuk tanpa sebab,


memukul, membanting, mengancam, menyerang orang lain, melukai diri
sendiri, mengganggu lingkungan, bersifat kasa dan pernah mengalami
gangguan jiwa dimasa lalu kambuh karena tidak mau minum obat secara
teratur

2. Faktor predisposisi

a. Gangguan jiwa dimasa lalu

Biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa


pada masa lalu dan pernah dirawat atau baru
pertama kali mengalami gangguan jiwa

b. Pengobatan sebelumnya

Biasanya klien berobat untuk pertama kalinya ke


dukun sebagai alternative serta memasung dan bila
tidak berhasil baru di bawa kerumah sakit jiwa

c. Trauma
Biasanya klien pernah mengalami atau menyaksikan
penganiayaan fisik, seksual, penolakan, dari lingkungan

d. Herediter

Biasanya ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa,


kalau ada hubungan dengan keluarga, gejala, pengobatan dan
perawatan.

e. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan

Biasanya klien pernah mengalami pengalaman masa lalu yang


tidak menyenangkan misalnya, perasaan ditolak, dihina,
dianiaya, penolakan dari lingkungan

3. Fisik

a. Ukur dan observasi itanda-tanda vital seperti tekanan darah


akan bertambah naik, nadi cepat, suhu, pernapasan terlihat
cepat
b. Ukur tinggi badan dan berat badan

c. Yang kita temukan pada klien dengan prilaku kekerasan


pada saat pemeriksaan fisik (mata melotot, pandangan tajam,
tangan mengepal, rahang mengatup, wajah memerah)
d. Verbal (mengancam, mengupat kata-kata kotor, berbicara
kasar dan ketus)

4. Psikososial

1. Genogram

Genogram dibuat 3 generasi keatas yang dapat menggambar


kan hubungan klien dengan keluarga. Tiga generasi ini
dimaksud jangkauan yang mudah diingat oleh klien maupun
keluarga pada saat pengkajian.

2. Konsep diri
Citra tubuh
Biasanya ada anggota tubuh klien yang tidak disukai klien
yang mempengaruhi keadaan klien saat berhubungan dengan
orang lain sehingga klien merasa terhina, diejek dengan
kondisinya tersebut.

3. Identitas

Biasanya pada klien dengan prilaku kekerasan tidak puas


dengan pekerjaan nya, tidak puas dengan statusnya, baik
disekolah, tempat kerja dan dalam lingkungan tempat tinggal

4. Harga diri

Biasanya klien dengan risiko prilaku kekerasan hubungan


dengan orang lain akan terlihat baik, harmonis atau terdapat
penolakan atau klien merasa tidak berharga, dihina, diejek
dalam lingkungan keluarga maupun diluar lingkungan
keluarga. Harga diri kerap berkaitan dengan depresi yang
ditandai dengan perasaan yang tidak pas, menurunnya
kegiatan, dan pesimisme menghadapi masa yang akan datang
( Dirgayunita, 2016)

a. Peran diri

Biasanya klien memiliki masalah dengan peran atau tugas


yang di embannya dalam keluarga, kelompok atau
masyarakat dan biasanya klien tidak mampu
melaksanakan tugas dan peran tersebut dan merasa tidak
berguna.

b. Ideal diri

Biasanya klien memilki harapan yang tinggi terhadap


tubuh, posisi dan perannya baik dalam keluarga, sekolah,
tempat kerja dan masyarakat.

c. Harga diri

Biasanya hubungan klien dengan orang lain tidak baik,


penilaian dan penghargaan terhadap diri dan
kehidupannya yang selalu mengarah pad apenghinaan
dan penolakan.
5. Hubungan sosial

a. Orang yang berarti Tempat mengadu, berbicara

b. Peranserta dalam kegiatan kelompok

Kegiatan yang diikuti klien dalam masyarakat dan apakah


klien berperan aktif dalam kelompok tersebut

c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain/tingkat


keterlibatan klien dalam hubungan masyarakat

6. Spiritual

a. Nilai dan keyakinan

Biasanya klien mengatakan bahwa dia tidak mengalami


gangguan jiwa.

b. Kegiatan ibadah

c. Biasaya dalam selama sakit klienj arang melakukani badah.

7. Status
mental

a. Penampilan

Biasanya penampilan klien kotor.

b. Pembicaraan

Biasanya pada klien prilaku kekerasan pada saat dilakukan


pengkajian bicara cepat,keras, kasar, nada tinggi dan mudah
tersinggung.

c. Aktivitas motorik

Biasanya aktivitas motoric klien dengan prilaku kekerasan akan


terliha ttegang, gelisah, gerakan otot muka berubah-ubah,
gemetar, tangan mengepal, dan rahang dengan kuat.
d. Alam perasaan

Biasanya akan merasa sedih dan menyesali apa yang telah


dilakukan
a. Efek
Biasanya klien mudah tersinggung dan sering marah-marah
tanpa sebab
b. Interaksi selama wawancara

Biasanya klien dengan risiko prilaku kekerasan akan terlihat


bermusuhan, curiga, tidak kooperatif, tidak mau menatap
lawan bicara dan mudah tersinggung.
c. Persepsi

Biasanya klien dengan prilaku kekerasan masih dapat


menjawab pertanyaan dengan jelas
d. Isi Pikir

Biasanya klien meyakini diri nya tidak sakit, dan baik-baik


saja
e. Tingkat kesadaran

Biasanya klien prilaku kekerasan kadang tampak bingung,

f. Memori

Biasanya klien diwaktu wawancara dapat mengingat


kejadian yang terjadi dan mengalami gangguan daya ingat
jangka panjang.
g. Kemampuan penilaian

Biasanya klien mengalami kemampuan penilaian ringan dan


sedang dan tidak mampu mengambil keputusan

8. Kebutuhan persiapan pulang

a. Makan

Biasanya klien tidak mengalami perubahan

b. BAB/BAK

Biasanya klien dengan risiko prilaku kekerasan tidak ada


gangguan
c. Mandi

d. Biasanya klien jarang mandi, tidak menyikat gigi, jarang


mencuci rambut dan bercukur atau berhias. Badan klien
sangat
bau dan kotor, dan klien hanya melakukan kebersihan diri
jika disuruh.
e. Berpakaian

Biasanya klien jarang mengganti pakaian, dan tidak mau


berdandan. Klien tidak mampu mengenakan pakaian dengan
sesuai dan klien tidak mengenakan alas kaki
f. Istirahat dan tidur

Biasanya klien tidak melakukan persiapan sebelum tidur,


seperti: menyikat gigi, cucui kaki, berdoa. Dan sesudah tidur
seperti: merapikan tempat tidur, mandi atau cuci muka dan
menyikat gigi. Frekuensi tidur klien berubah-ubah, kadang
nyenyak dan kadang gaduh atau tidak tidur.
g. Penggunaan obat

Biasanya klien mengatakan minum obat 3 kali sehari dan


klien tidak mengetahui fungsi obat dan akibat jika putus
minum obat.
h. Pemeliharaan kesehatan

Biasanya klien tidak memperhatikan kesehatan nya, dan


tidak peduli tentang bagai mana cara yang baik untuk
merawat dirinya.
i. Aktifitas didalam rumah

Biasanya klien mampu merencanakan, mengolah, dan


menyajikan makanan, merapikan rumah, mencuci pakaian
sendiri dan mengatu rbiaya sehari-hari.
9. Masalah psikologis dan lingkungan

Biasanya klien merasa ditolak dan mengalami masalah interaksi


dengan lingkungan

2.2.2 Diagnosa Keperawatan Jiwa

1. Perilaku Kekerasan (SDKI D.0132)


2.2.3 Intervensi

1. Perilak kekerasan (D.0132)

Manajemen Keselamatan Lingkngan (1.14513)

Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan

Perilaku Kekerasan 1. Pasien dapat 1.1. Pasien mau membalas 1.1.1. Beri salam/panggil nama
membina hubungan salam klien
saling percaya
1.2. Pasien mau menjabat 1.1.2. Sebutkan nama perawat
tangan sambil jabat tangan

1.3. Pasien mau 1.1.3. Jelaskan maksud


menyebutkan nama hubungan interaksi

1.4. Pasien mau tersenyum 1.1.4. Jelaskan tentang kontrak


yang akan dibuat
1.5. Pasien mau kontak
mata 1.1.5. Beri rasa aman dan sikap
empati
1.6.Pasien mengetahui
Nama perawat 1.1.6. Lakukan kontak singkat
tapi Sering
1.7.Menyediakan waktu
untuk kontrak

2. pasien dapat 2.1. Pasien dapat 2.2.1. Beri kesempatan untuk


mengidentifikasi Mengungkapkan
Mengungkapkan perasaannya
penyebab perilak persaannya
kekerasan 2.2.2. Bantu pasien untuk
2.2. Pasien dapat
Mengungkapkan penyebab
mengungkapkan penyebab
jengkel/kesal
perasaan jengkel/kesal
(dari diri sendiri, dari
lingkungan / orang lain)

3. pasien dapat 3.1. Pasien dapat 3.1.1. Anjurkan pasien


mengidentifikasi mengungkapkan perasaan mengungkapkan apa yang
tanda – tanda saat marah/ jengkel dialami saat marah / jengkel
perilak kekerasan
3.2. Pasien dapat 3.1.2. Observasi tanda perilaku
kekerasan pada klien
menyimpulkan tanda-
tanda jengkel/ kesal yang 3.1.3. Simpulkan bersama pasien
dialami tanda-tanda jengkel/kesal yang
dialami klien

4. pasien dapat 4.1. Pasien dapat 4.3.1. Anjurkan pasien untuk


mengidentifikasi mengungkapkan perilaku Mengungkapkan perilaku
perilak kekerasan kekerasan yang biasa kekerasan yang biasa dilakukan
yang biasa di dilakukan klien
lakkan
4.2. Pasien dapat bermain 4.3.2. Bantu pasien bermain
peran dengan perilaku peran sesuai dengan perilaku
kekerasan yang biasa kekerasan yang biasa dilakukan
dilakukan
4.3.3. Bicarakan dengan pasien
4.3. Pasien dapat apakah cara yang pasien lakukan
mengetahui cara yang masalahnya selesai
biasa dapat menyesuaikan
masalah atau tidak

5. pasien dapat 5.1. Pasien dapat 5.1.1. Bicarakan akibat /


mengidentifikasi menjelaskan akibat dari kerugian dari cara yang
akibat perilak cara yang digunakan dilakukan pasien
kekerasan pasien
5.1.2. Bersama pasien
menyimpulkan akibat cara yang
digunakan oleh klien

6. pasien dapat 6.1. Pasien dapat 6.1.1. Tanyakan pada klien


mengidentifikasi melakukan cara berespon “apakakah ia ingin mempelajari
carakontrkusi terhadap kemarahan cara baru yang sehat?”
dalam merespon secara konstruksi
6.1.2. Berikan pujian jika pasien
terhadap mengetahui cara lain yang sehat
kemarahan
6.1.3. Diskusikan dengan pasien
cara lain yang sehat

a. Secara fisik: tarik nafas dalam


jika sedang kesal/memukul
bantal/kasur atau olah raga atau
pekerjaan yang memerlukan
tenaga

b. Secara verbal: katakan bahwa


anda sedang kesal/tersinggung/
jengkel

c. Secara sosial: lakukan dalam


kelompok cara-cara marah yang
sehat; latihan asentif. Latihan
manajemen perilaku kekerasan

d. Secara spiritual: anjurkan


klien sembahyang, berdo’a/
ibadah lain; meminta pada
Tuhan untuk diberi kesabaran,
mengadu pada Tuhan kekerasan/
kejengkelan

7. Pasien dapat 7.1 Pasien dapat 7.1.1 Bantu Pasien memilih cara
mendemonstrasikan mendemonstrasikan cara yang paling tepat untuk pasien
cara mengontrol mengontrol perilaku
7.1.2 Bantu pasien
perilaku kekerasan kekerasan
mengidentifikasi manfaat cara
- Fisik : tarik nafas dalam, dipilih
olahraga, menyiram
7.1.3 berireinforcement positif
tanaman
atau keberhasilan klien
- Verbal : mengatakannya menstimulasi cara tersebut
secara langsung dengan 7.1.4 Anjurkan pasien untuk
tidak menyakiti menggunakan cara yang telah
dipelajari saan jengkel/marah
- Spiritual : Sembahyang,
berdo’a atau ibadah lain

8. Klien dapat 8.1 Pasien dapat 8.1.1 Jelaskan jenis-jenis obat


menggunakan obat- menyebutkan obat-obatan yang diminum pasien
obatan yang yang diminum dan
8.1.2 Diskusikan manfaat minum
diminum dan kegunaan (jenis, waktu,
obat dan kerugian berhenti
kegunaannya (jenis, efek)
minum obat tanpa seizin dokter
waktu, dosis, dan
8.2 Pasien dapat minum
efek) 8.2.1 Jelaskan prinsip benar
obat sesuai program
minum obat (baca nama yang
pengobatan
tertera pada botol obat, dosis
obat, aktu dan cara minum)

8.2.2 Ajarkan pasien minta obat


dan minum tepat waktu

8.2.3 Anjurkan klien melaporkan


pada perawat/dokter jika
merasakan efek yang tidak
menyenangkan

8.2.4 Beri pujian, jika pasien


minum obat dengan benar
2.2.4 Implementasi

1. Perilaku Kekerasan (D.0132)

Hari/Tanggal : 09 April 2019 ( Hari 1 )

DX Keperawatan Klien 1 Klien 2

Implementasi Evaluasi Implementasi Evaluasi

Perilaku Melakukan SP1P S: Melakukan SP1P S:


Kekerasan perilaku kekerasan perilaku kekerasan
- “ Selamat pagi!, - “ Selamat pagi!, nama saya
1.1. Membina nama saya R” 1.1. Membina M”
hubungan saling hubungan saling
- “ Saya mudah - “ Saya mudah marah bila
percaya dengan percaya dengan
marah bila ibu saya memarahi atau
mengungkapkan mengungkapkan
keinginan saya mengomel pada saya”
prinsip komunikasi prinsip komunikasi
tidak dipenuhi oleh
terapeutik terapeutik - “ Saya langsung teriak-
orang tua saya”
teriak dan membanting
1.2.Mengidentifikas 1.2.
- “ Nada suara saya barang”
i perilaku kekerasan Mengidentifikasi
langsung tinggi dan
yang dialami klien perilaku kekerasan - “ Saya menjadi marah dan
menghambur-
yang dialami klien barang-barang saya rusak”
1.3.Mengidentifikas hambur barang”
i tanda dan gejala 1.3. mengidentifikasi - “ Biasanya saya langsung
- “ Saya menjadi
perilaku kekerasan tanda dan gejala pergi ke luar rumah dan
jengkel dan
perilaku kekerasan merokok untuk
1.4.Mengidentifikas menghambur-
menenangkan hati”
i perilaku kekerasan hambur barang” 1.4.
yang biasa Mengidentifikasi - Klien mengatakan paham
- “ Biasanya saya
dilakukan perilaku kekerasan dan mengerti caramengontrol
langsung pergi ke
yang biasa dilakukan perilaku kekerasan dengan
1.5.Mengidentifikas dalam kamar dan
cara nafas dalam
i akibatperilaku merokok untuk 1.5.Mengidentifikasi
kekerasan akibat perilaku - “ Saya mau latihan kalau
1.6. Membantu menenangkan hati” kekerasan marah saya tarik nafas
latihan cara fisik 1 dalam, tarik dari hidung
- klien mengatakan 1.6. Membantu
perilaku kekerasan: keluarkan dari mulut
paham dan latihan cara 1
latihan nafas dalam sebanyak 5 kali”
mengerti cara perilaku kekerasan:
1.7. Menganjurkan mengontrol latihan nafas dalam - “ Saya mau latihan nafas
memasukkan dalam perilaku kekerasan dalam setiap sore jam 16.00
1.7. menganjurkan
jadwal harian dengan cara nafas dan setiap malam sebelum
memasukkan dalam
dalam tidur 20.00”
jadwal harian
- “ Saya mau O:
latihan kalau marah
- Berbicara dengan keras
saya datang saya
tarik nafas dalam - Klien terlihat gelisah dan
dari hidung tegang
keluarkan dari
- Klien kooperatif
mulut sebanyak 3
kali “ - Kontak mata baik

- “ Saya mau A: SP1P tercapai


latihan nafas dalam
P: Lanjutkan intervensi
setiap sore jam
16.00 dan setiap - Lakukan SP2P perilaku
malam sebelum kekerasan
tidur jam 22.00”
- Evaluasi SP1p perilaku
O: kekerasan

- Berbicara dengan - Monitor klien latihan tarik


keras nafas dalam sesuai dengan
jadwal yang telah dibuat
- Klien terlihat
gelisah - Motivasi klien untuk
melakukan/melatih caranafas
- Klien kooperatif
dalam secara mandiri sesuai
- Kontak mata baik
A: SP1P tercapai jadwal yaitu setiap sore jam

P: Lanjutkan 16.00
intervensi

- Lakukan SP2P
perilaku kekerasan

- Evaluasi SP1P
perilaku kekersan

- Monitor klien
latihan tarik nafas
dalam sesuai
dengan jadwal yang
telah disusun

- Motivasi klien
untuk
melakukan/melatih
cara nafas dalam
secara mandiri
sesuai jadwal yaitu
satiap malam
sebelum tidur jam
22.00

2.2.5 Evaluasi

Evaluasi kemampuan pasien mengatasi perilaku kekerasan berhasil apabila


pasien dapat:
1) Menyebutkan penyebab, tanda dan gejala perilaku kekerasan,
perilaku kekerasan yangbiasadilakukan, dan akibat dari perilaku
kekerasan.
2) Mengontrol perilaku kekerasan secara teratur sesuai jadwal:

a. secara fisik: tarik nafas dalam dan pukul bantal/kasur

b. secara sosial/verbal: meminta, menolak, dan mengungkapkan


perasaan dengan cara baik
c. secara spiritual

d. terapi psikofarmaka

3) Mengidentifikasi manfaat latihan yang dilakukan dalam mencegah


perilaku kekerasan (Nurhalimah, 2016)

Evaluasi merupakan proses berkelanjutan untuk menilai efek dari


tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada
respons keluarga terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
Evaluasi proses atau pormatif dilakukan setiap selesai melakukan
tindakan.Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan SOAP sebagai
pola pikirnya.
S : Respon subjektif keluarga terhadap intervensi keperawatan yang telah
dilaksanakan.
O : Respon objektif keluarga terhadap tindakan keperawatan yang telah
di laksanakan.
A : Analisa ulang data subjektif dan objektif untuk menyimpukan pakah
masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang
kontradikdif dengan masalah yang ada.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasar hasil analisa pada respon
keluarga.
22
23
24
BAB III

PENUTUP

3.17 Kesimpulan

Pada tahap pengkajian dalam kasus ini ditemukan data yang menjadi fokus dalam pengkajian
adalah kedua klien mudah marah. Faktor presipitasinya kedua pasien pernah mengalami
gangguan jiwa dan pernah dirawat di RSJD Atma Husada Mahakam. Diagnosa keperawatan
adalah penilaian atau kesimpulan yang diambil dari pengkajian. Sedangkan diagnosa yang
penulis angkat pada studi kasus ini adalah perilaku kekerasan. Intervensi yang dilakukan pada
kedua klien dengan perilaku kekerasan ditujukan untuk membina hubungan saling percaya,
mengenal dan mengontrol perilaku kekerasan, dapat memanfaatkan obat dengan benar serta
melakukan aktivitas terjadwal Implementasi adalah pengeloalaan dan perwujudan dari rencana
penerapan yang telah disusun pada tahapan perencanaan. Penulis melakukan tindakan
keperawatan yang telah disusun pada diagnosa perilaku kekerasan. Tindakan dilakukan dengan
melakukan tindakan keperawatan pada strategi pelaksanaan 1 – 5 pasien yaitu mengenal dan
mengontrol perilaku kekerasan, memukul bantal dan kasur saat marah muncul, meminta dan
menolak dengan baik, berdoa dan menganjurkan klien untuk minum obat secara teratur dengan
prinsip 6 benar

3.18 Saran

3.18.1. Bagi Perawat

Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan hendaknya mengikuti langkah- langkah proses
keperawatan dan dalam pelaksanaan tindakannya dilakukan secara sistematis dan tertulis agar
tindakan berhasil dengan optimal dan sesuai dengan yang diharapkan. Perawat dalam menangani
kasusnya perilaku kekerasan hendaknya melakukan pendekatan secara bertahap dan terus-
menerus untuk membina hubungan saling percaya antar perawat dank lien sehingga terciptanya
suasana terapeutik yang kondusif dalam pelaksanaan asuhan keperawatan jiwa dengan penerapan
strategi pelaksanaan pasien dan keluarga yang diberikan dalam mengontrol perilaku kekerasan
dan sesuai dengan apa yang diharapkan

DAFTAR PUSTAKA

Asmadi, 2010. Konsep Dasar Keperawatan, Edisi I. Jakarta : EGG Dermawan, D. &
Rusdin, (2013). Keperawatan Jiwa: konsep dan kerangka kerja asuhan keperawatan jiwa.
Yogyakarta : Gosyen Publishing. Elshy Pangden Rabba, Dahrianis, S. P. R. (2014).
Hubungan Antara Pasien Halusinasi Pendengaran Terhadap Resiko Perilaku Kekerasan
Di Ruang Kenari RS. Khusus Daerah Provinsi Sul-Sel, 4, 470-475 Gustop Amatiria (2010).
Pengaruh Terapi Token Ekonomi Pada Kemampuan Mengontrol Perilaku Kekerasan
Pada Pasien Gangguan Jiwa Di RSJ Provinsi Lampung Hadiyanto, H. (2016). Hubungan
Antara Terapi Modalitas Dengan Tanda Dan Gejala Perilaku Kekerasan Pada pasien
skizofrenia Di Ruang Rawat Inap RSJ. Prof. dr. Soerojo Magelang. Keliat dan akemat,
2010, Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa, Jakarta: EGC (2009). Proses
keperawatan kesehatan jiwa, penerbit buku kedokteran EGC : diagnosa keperawatan,
Edisi 6, penerbit Jakarta (2010). Model Praktik Keperawatan Jiwa. EGC, Jakarta (2011).
Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta : EGC Kemenkes, L. (2009). Undang
undang Republik Indonesia No. 36 Tentang Kesehatan. Tahun 2009 (2013). Laporan Hasil
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2013 Muhith, A. (2015). Pendidikan
Keperawatan Jiwa (Teori da Aplikasi). Yogyakarta : Andi Riskesdas (2018). Laporan
Nasional Riset Kesehatan Dasar. Http://www.depkes.go.id (diakses pada 23 November
2018) Simatupang, M. (2010).

Hubungan Pengetahuan Keluarga Tentang Perilaku Kekerasan Dengan Kesiapan


Keluarga Dalam Merawat Pasien Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Medan
Sukmadinata, 2006. Metode Penelitian Pendidikan, Remaja Rosdakarya Bandung World
Health Organization (2016) The World Health Organization Report 2016. Yusuf, Ahmad
Dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika Yosep,
Iyus. (2007). Keperawatan Jiwa. Bandung : PT. Revika Aditama (2009). Keperawatan
Jiwa, Edisi Revisi, Bandung : PT. Revika Aditama (2010). Keperawatan Jiwa. Bandung :
PT. Revika Aditam

Anda mungkin juga menyukai