PERILAKU KEKERASAN
Oleh:
Audiensia Dolbiestri Evlang Olini
NIM. 2014901020
1.3 TUJUAN
1. Mahasiswa mampu mengetahui definisi perilaku kekerasan
2. Mahasiswa mampu mengetahui penyebab terjadinya perilaku kekerasan
3. Mahasiswa mampu mengetahui tanda dan gejala perilaku kekerasan
4. Mahasiswa mampu mengerti proses terjadinya perilaku kekerasan
5. Mahasiswa mengerti tentang rentang respon yang terjadi pada pasien perilaku
kekerasan
6. Mahasiswa mampu mengetahui pemmeriksaan dasar dan penunjang
7. Mahasiswa mampu mengetahui apa saja diagnosa pada pasien perilaku kekerasan
8. Mahasiswa mampu melakukan penatalaksanaan untuk pasien perilaku kekerasan
9. Mahasiswa mampu mengerti komplikasi dan prognosisnya
10. Mahasiswa mampu mengerjakan asuhan keperawatan dengan pasien perilaku
kekerasan
1.4 MANFAAT
1. Mendapatkan kemuliaan dan ridha’ dari Allah SWT sebab Allah dalam banyak
ayatnya melarang manusia berbuat kekerasan
2. Dijauhkan dari permusuhan dan konflik antara sesame manusia.
3. Hati menjadi lebih tenang, hidup menjadi lebih tentram sebab tidak memiliki banyak
musuh
4. Dijauhkan dari iri dan dengki juga dendam dari orang lain sehingga hidup menjadi
lebih aman
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
2.2 ETIOLOGI
Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan konsep diri: harga diri
rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga
diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang
kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan
berbahaya bagi dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti menyerang orang
lain, memecahkan perabot, membakar rumah dll. Sehingga klien dengan perilaku
kekerasan beresiko untuk mencederai diri orang lain dan lingkungan.
2) Teori Psikogis
a) Teori Psikoanalisa Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat
tumbuh kembang seseorang. Teori ini menjelaskan bahwa adanya ketidakpuasan
fase oral antara usia 0-2 tahun dimana anak tidak mendapat kasih sayang dan
pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup cenderung mengembangkan sikap
agresif dan bermusuhan setelah dewasa sebagai komponen adanya
ketidakpercayaan pada lingkungannya. Tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa
aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri
yang yang rendah. Perilaku agresif dan tindakan kekerasan merupakan
pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga
diri perilaku tindak kekerasan (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100 – 101) dalam
K and Imelda, (2018).
b) Imitation, modelling and information processing theory Menurut teori ini
perilaku kekerasan bisa berkembang dalam lingkungan yang mentolelir kekerasan.
Adanya contoh, model dan perilaku yang ditiru dari media atau lingkungan sekitar
memungkinkan individu meniru perilaku tersebut. Dalam suatu penelitian beberapa
anak dikumpulkan untuk menontn tayangan pemukulan pada boneka dengan
reward positif ( semakin keras pukulannya akan diberi coklat). Anak lain diberikan
tontonan yang sama dengan tayangan mengasihi dan mencium boneka tersebut
dengan reward yang sama (yang baik mendapat hadiah). Setelah anak – anak keluar
dan diberi boneka ternyata masing-masing anak berperilaku sesuai dengan tontnan
yang pernah dilihatnya (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 101) dalam K and Imelda,
(2018).
c) Learning Theory Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap
lingkungan terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respon ayah saat menerima
kekecewaan dan mengamati bagaimana respon ibu saat marah ( Mukripah
Damaiyanti, 2012: hal 101) dalam K and Imelda, (2018).
Resiko terjadinya perilaku kekerasan diakibatkan keadaan emosi yang mendalam
karena penggunaan koping yang kurang bagus.
Beberapa faktor yang menjadi penyebab perilaku kekerasan yaitu :
Keliat,dkk,( 2011:180) dalam K and Imelda (2018).
1) Frustasi Seseorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan yang
diharapkan menyebabkan ia menjadi frustasi, jika ia tidak mampu
mengendalikannya maka ia akan berbuat kekerasan disekitarnya (Keliat,dkk,
2011:180). dalam K and Imelda (2018).
2) Hilangnya harga diri Pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan yang
sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak dipenuhi akibatnya individu
tersebut mungkin akan merasa rendah diri, lekas marah dan mungkin
melakukan tindakan kekerasan disekitar (Keliat,dkk, 2011:180). dalam K and
Imelda (2018).
3) Kebutuhan penghargaan status dan prestise Manusia pada umumnya
mempunyai keinginan untuk mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai dan
diakui. Jika tidak mendapat pengakuan individu tersebut maka dapat
menimbulkan resiko perilaku kekerasan (Helena,dkk.2011:80) (Keliat,dkk,
2011:180) dalam K and Imelda (2018).
a) Perasaan malu terhadap diri sendiri
b) Rasa bersalah terhadap diri sendiri
c) Merendahkan martabat
d) Gangguan hubungan sosial
e) Percaya diri kurang
f) Mencederai diri
Seorang Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan
gejala perilaku kekerasan : (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 97) dalam K and
Imelda, (2018)
a) Muka merah dan tegang
b) Mata melotot atau pandangan tajam
c) Tangan mengepal
d) Rahang mengatup
e) Wajah memerah dan tegang
f) Postur tubuh kaku
g) Pandangan tajam
h) Jalan mondar mandir Klien dengan perilaku kekerasan sering menunjukan
adanya : (Kartika Sari, 2015: 138) dalam K and Imelda, (2018)
i) Klien mengeluh perasaan terancam, marah dan dendam
j) Klien menguungkapkan perasaan tidak berguna
k) Klien mengungkapkan perasaan jengkel
l) Klien mengungkapkan adanya keluhan fisik seperti dada berdebardebar,
rasa tercekik dan bingung
m) Klien mengatakan mendengar suara-suara yang menyuruh melukai diri
sendiri, orang lain dan lingkungan
n) Klien mengatakan semua orang ingin menyerangnya
2.4 PROSES PENYAKIT
Perilaku kekerasan merupakan salah satu respon maladaptif dari marah. Marah
adalah emosi yang kuat ketika ditolak atau dipendam dapat memicu masalah fisik
seperti sakit kepala migran, radang usus dan bahkan penyakit jantung koroner ketika di
tunjukkan kedalam diri sendiri, marah dapat mengakibatkan depresi dan harga diri
rendah ketika diungkapkan tidak dengan tepat, dapat memperburuk hubngan ketika
ditekan/supresi, marah dapat berubah menjadi kebencian yang sering dimanifestikan
dengan perilaku diri yang negative, pasif sampai agresif Menurut Townsend, (2009).
Dalam townsend (2016).
Perilaku kekerasan adalah akibat dari kemarahan yang ekstrim atau ketakutan
(panik), alasan khusus dari perilaku agresif bervariasi dari setiap orang Stuart & Laraia,
2005; Stuart, (2009). Dalam Habibie (2017)
Penyebab kemarahan atau risiko perilaku kekerasan secara umum adalah
kebutuhan yang tidak terpenuhi, menyinggung harga diri dan harapan tidak sesuai
dengan kenyataan. Model Stress Adaptasi Stuart dari keperawatan jiwa memandang
perilaku manusia dalam perpektif yang holistic terdiri atas biologis, psikologis dan
sosiokultural dan aspek-aspek tersebut saling berintegrasi dalam perawatan.
Komponen biopsikososial dari model tersebut termasuk dalam factor predisposisi,
presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan mekanisme koping Menurut
Stuart & Laria, 2005; Stuart,(2009), Dalam Habibie (2017)
Penyebab kemarahan atau risiko perilaku kekerasan secara umum adalah
kebutuhan yang tidak terpenuhi, menyinggung harga diri dan harapan tidak sesuai
dengan kenyataan. Proses terjadinya perilaku kekerasan pada pasien akan dijelaskan
dengan menggunakan konsep stress adaptasi stuart yang meliputi stressor dari faktor
predisposisi dan presitipasi (Damayanti, 2012).
1. Faktor predisposisi
Menurut Stuart, (2016) masalah perilaku kekerasan disebabkan oleh adanya
faktor predisposisi (faktor yang melatarbelakangi) munculnya masalah dan
faktor presipitasi (faktor yang memicu adanya masalah). Didalam faktor
predisposisi terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya masalah
perilaku kekerasan seperti biologis, psikologis, dan sosiokultural.
2. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi berhubungan dengan pengaruh stresor yang mencetuskan
perilaku kekerasan bagi setiap individu. Stressor dapat disebabkan dari luar
maupun dari dalam. Stressor yang berasal dari luar dapat berupa serangan fisik,
kehilangan, kematian. Stressor yang berasal dari dalam berupa kehilangan
keluarga atau sahabat dalam dan lain-lain. Selain itu lingkungan yang kurang
kondusif seperti penuh penghinaan, tindak kekerasan, dapat memicu timbulnya
perilaku kekerasan (Sutejo, 2017).
Psikodinamika Gangguan Jiwa Dengan Perilaku Kekerasan
1. Genetik
2. Gangguan
otak
Stress
Ansietas
Marah
Memenuhi Mengingkari
Tidak ada peneyelesaian
kebutuhannya kemarahan
masalah
Marah Tidak
Marah tertasi
berkepanjangan mengekspresikan
Pengembangan kemarahan
KET :
a) Data demografi
Perawat mengkaji identitas klien dan melakukan perkenalan dan kontrak
dengan klien tentang nama perawat, nama klien, panggilan perawat, panggilan
klien, tujuan, waktu, tempat pertemuan, topik yang akan dibicarakan.
b) Usia dan nomor rekam medik
c) Perawat menuliskan sumber data yang didapat
2. Alasan masuk
a) Tanyakan pada klien atau keluarga:
b) Apa yang menyebabkan klien atau keluarga datang ke rumah sakit?
c) Apa yang sudah dilakukan oleh keluarga untuk mengatasi masalah ini?
d) Bagaimana hasilnya?
3. Tinjau kembali riwayat klien untuk adanya stressor pencetus dan data signifikan
tentang:
a) Kerentanan genetika-biologik (misal, riwayat keluarga)
b) Peristiwa hidup yang menimbulkan stress dan kehilangan yang baru dialami
c) Episode-episode perilaku kekerasan di masa lalu
d) Riwayat pengobatan
e) Penyalahgunaan obat dan alcohol
f) Riwayat pendidikan dan pekerjaan
4. Catat ciri-ciri respon fisiologik, kognitif, emosional dan perilaku dari individu dengan
gangguan mood
5. Kaji adanya faktor resiko bunuh diri dan lelalitas perilaku bunuh diri klien
a) Tujuan klien (misal, agar terlepas dari stress solusi masalah yang sulit)
b) Rencana bunuh diri, termasuk apakah klien memiliki rencana tersebut
c) Keadaan jiwa klien (misal, adanya gangguan pikiran, tingkat kegelisahan,
keparahan gangguan mood)
d) Sistem pendukung yang ada
e) Stressor saat ini yang mempengaruhi klien, termasuk penyakit lain (baik psikiatrik
maupun medik), kehilangan yang baru dialami, dan riwayat penyalahgunaan zat.
6. Kaji sistem pendukung keluarga dan kaji pengetahuan dasar klien atau keluarga tentang
gejala, medikasi, dan rekomendasi pengobatan, gangguan mood, tanda-tanda
kekambuhan serta tindakan perawatan sendiri.
B. ANALISA DATA
Data Masalah Keperawatan
DS: klien merasa tidak berguna, merasa kosong Gangguan konsep diri:
DO: kehilangan minat melakukan aktivitas harga diri rendah
DS: klien merasa minder kepada kedua adiknya, sedih
yang berlebihan
DO: klien menghindar dan mengurung diri Isolasi sosial: menarik diri
DS: Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
Klien suka membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
DO : Mata merah, wajah agak merah, nada suara tinggi perilaku kekerasan
dan keras,pandangan tajam. terhadap orang lain
DS : Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
Klien suka membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
DO : Mata merah, wajah agak merah, nada suara tinggi Risiko tinggi mencederai
dan keras,pandangan tajam. orang lain
C. POHON MASALAH
E. EVALUASI
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
2. Klien terlindung dari perilaku mencederai diri
3. Klien dapat mengarahkan moodnya lebih baik
4. Klien mampu dan berupaya untuk memenuhi personal hygiene
5. Klien dapat meningkatkan harga diri
6. Klien dapat menggunakan dukungan sosial
7. Klien dapat menggunakan koping adaptif dan meilhat sisi positif dari masalahnya
8. Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat
9. Klien mampu meningkatkan produktifitas dan membuat jadwal harian
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, Ana Budi. Dkk. 2009. Model Praktik Keperawatan professional Jiwa, Jakarta; EGC
Keliat, Ana Budi. Dkk. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta; EGC
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung; Refika Aditama
Stuart GW, Sundeen. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta; EGC
Carpenito, L.J. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC
Stuart GW, Sundeen. 1998.Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.). St.Louis Mosby Year
Book
Townsend, M.C. 1998. Buku saku Diagnosa Keperawatan pada Keoerawatan Psikiatri, edisi 3. Jakarta:
EGC.
Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa; Penerbit CV Andi Offset,Yogyakarta
Prabowo, Eko. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperwatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika
Wijayaningsih, Kartika sari. 2015. Praktik klinik keperawatan jiwa; Penerbit CV.Trans Info
Media,Jakarta.
Anna, L.K. 2012. Penyebab Kambuhnya Pasien Gangguan Jiwa. Diakses dalam https://nasional.kompas.com pada
21 Oktober 2018
Pemerintan Indonesia, 2014, Undang-undang no.18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, diakses pada tanggal 22
Februari 2019 pukul 09.21. http://www.depkes.go.id/article/print/16100700005/peran-keluarga-
dukungkesehatan-jiwa-masyarakat.htm
Yosep, Iyus & Titin Sutini. 2016, Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Refika