Anda di halaman 1dari 27

PROPOSAL

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)

STIMULASI PERSEPSI SENSORI: PERILAKU KEKERASAN SESI 1 DAN 2

Disusun oleh:

KELOMPOK 10
Alif Nurrohim SN192008
Ines Hardi Pratiwi SN192032
Nurindah Sari SN192049
Devha Agnes Monica SN192020

PROGRAM STUDI PROFESI NERS PROGRAM PROFESI


UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
TAHUNAKADEMIK 2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Umumnya klien dengan perilaku kekerasan dibawa dengan paksa ke rumah sakit
jiwa. Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai bentakan dan
“pengawalan” oleh sejumlah anggota keluarga bahkan polisi. Perilaku kekerasan
seperti memukul anggota keluarga/ orang lain, merusak alat rumah tangga dan marah-
marah merupakan alasan utama yang paling banyak dikemukakan oleh keluarga.
Penanganan yang dilakukan oleh keluarga belum memadai sehingga selama perawatan
klien dan sekeluarga mendapat pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien
(manajemen perilaku kekerasan).
Data WHO tahun 2011 mengungkapkan bahwa 26 juta penduduk Indonesia atau
kira-kira 12-16 persen mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan data Departemen
Kesehatan, jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia mencapai 2,5 juta orang
(WHO, 2011). Perilaku kekerasan merupakan salah satu jenis gangguan jiwa. Dari
total pasien di Ruang Ansoka Rumah Sakit Jiwa Provinsi NTB yaitu sebayak 15 orang.
Terdapat 6 orang dengan masalah Halusinasi, 4 orang dengan masalah RPK, 3 orang
dengan masalah ISOS dan 2 orang dengan masalah DPD.
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa salah satu jenis gangguan jiwa dengan
Perilaku Kekerasan prevalensinya masih tinggi. Dimana Perilaku Kekerasan tersebut
merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.
Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak
konstruktif (Towsend,2018).
Atas dasar tersebut, maka kami mengganggap dengan Terapi Aktivitas Kelompok
(TAK) klien dengan gangguan Perilaku Kekerasan dapat tertolong dari hal-hal yang
bias membahayakan orang lain, lingkungan sekitar, bahkan dirinya sendiri. Tentu saja
klien yang mengikuti terapi ini adalah klien yang sudah mampu membuka diri pada
realitas sehingga saat TAK klien dapat bekerjasama dan tidak mengganggu anggota
kelompok lain.
Terapi aktifitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi yang
menggunakan aktivitas sebagai stimulus dan terkait dengan pengalaman dan atau
kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok. Hasil diskusi kelompok dapat berupa
kesepakatan persepsi atau alternatif penyelesaian masalah.

TUJUAN

Tujuan umum TAK stimulasi persepsi adalah klien mempunyai kemampuan untuk
menyelesaikan masalah yang diakibatkan oleh paparan stimulus kepadanya. Sementara
tujuan khususnya:

1. Klien dapat mempersepsikan stimulus yang dipaparkan kepadanya dengan tepat.


2. Klien dapat menyelesaikan masalah yang timbul dari stimulus yang dihadapi.

AKTIFITAS DAN INDIKASI

Aktivitas dabagi dalam 4 bagian, yaitu mempersepsikan stimulus nyata sehari-hari,


stimulus yang tidak nyata dan respons yang dialami dalam kehidupan, serta stimulus
nyata yang mengakibatkan harga diri rendah.

Akitfitas Mempersepsikan Stimulus Nyata Dan Respons Yang Dialami Dalam


Kehidupan

Aktivitas ini khususnya untuk klien prilaku kekerasan, aktivitas ini dibagi dalam
beberapa sesi yang tidak dapat dipisahkan, yaitu:

a. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi: mengenal kekerasan yang bisa


dilakukan ( penyebab; tanda dan gejala; prilaku kekerasan; akibat prilaku
kekerasan.
b. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi : mencegah prilaku kekerasan melalui
kegiatan fisik

2. Landasan Teori

a. Definisi

Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psiklogis. Berdasarkan definisi tersebut maka perilaku
kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan
lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu sedang
berlangsung kekerasan atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku
kekerasan).

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seorang melakukan tindakan


yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain
dan lingkungan yang dirasakan sebagai ancaman (Kartika Sari, 2015:137).

b. Penyebab
a. Faktor Predisposisi

Menurut Yosep (2015), faktor predisposisi klien dengan perilaku kekerasan


adalah:

1. Teori Biologis
a.Neurologic Faktor

Beragam komponen dari sistem syaraf seperti sinap, neurotransmitter,


dendrit, akson terminalis mempunyai peran memfasilitasi atau menghambat
rangsangan dan pesan-pesan yang mempengaruhi sifat agresif. Sistem
limbik sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan
dan respon agresif (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).

Lobus frontalis memegang peranan penting sebagai penengah antara


perilaku yang berarti dan pemikiran rasional, yang merupakan bagian otak
dimana terdapat interaksi antara rasional dan emosi. Kerusakan pada lobus
frontal dapat menyebabkan tindakan agresif yang berlebihan (Nuraenah,
2012: 29).

b. Genetic Faktor

Adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi potensi
perilaku agresif. Menurut riset kazu murakami (2017) dalam gen manusia
terdapat dorman (potensi) agresif yang sedang tidur akan bangun jika
terstimulasi oleh faktor eksternal. Menurut penelitian genetik tipe
karyotype XYY, pada umumnya dimiliki oleh penghuni pelaku tindak
kriminal serta orang-orang yang tersangkut hukum akibat perilaku agresif
(Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).
c.Cycardian Rhytm

Irama sikardian memegang peranan individu. Menurut penelitian pada


jam sibuk seperti menjellang masuk kerja dan menjelang berakhirnya kerja
ataupun pada jam tertentu akan menstimulasi orang untuk lebih mudah
bersikap agresif (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).

d. Faktor Biokimia

Faktor biokimia tubuh seperti neurotransmitter di otak contohnya


epineprin, norepenieprin, dopamin dan serotonin sangat berperan dalam
penyampaian informasi melalui sistem persyarafan dalam tubuh. Apabila
ada stimulus dari luar tubuh yang dianggap mengancam atau
membahayakan akan dihantarkan melalui impuls neurotransmitter ke otak
dan meresponnya melalui serabut efferent. Peningkatan hormon androgen
dan norepineprin serta penurunan serotonin dan GABA (Gamma
Aminobutyric Acid) pada cerebrospinal vertebra dapat menjadi faktor
predisposisi terjadinya perilaku agresif ( Mukripah Damaiyanti, 2012: hal
100).

e. Brain Area Disorder

Gangguan pada sistem limbik dan lobus temporal, siindrom otak, tumor
otak, trauma otak, penyakit ensepalitis, epilepsi ditemukan sangat
berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan (Mukripah
Damaiyanti, 2012: hal 100).

2. Teori Psikogis
a.Teori Psikoanalisa

Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh


kembang seseorang. Teori ini menjelaskan bahwa adanya ketidakpuasan
fase oral antara usia 0-2 tahun dimana anak tidak mendapat kasih sayang
dan pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup cenderung mengembangkan
sikap agresif dan bermusuhan setelah dewasa sebagai komponen adanya
ketidakpercayaan pada lingkungannya. Tidak terpenuhinya kepuasan dan
rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat
konsep diri yang yang rendah. Perilaku agresif dan tindakan kekerasan
merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan
dan rendahnya harga diri perilaku tindak kekerasan (Mukripah Damaiyanti,
2012: hal 100 – 101)

Imitation, modelling and information processing theory Menurut teori


ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam lingkungan yang mentolelir
kekerasan. Adanya contoh, model dan perilaku yang ditiru dari media atau
lingkungan sekitar memungkinkan individu meniru perilaku tersebut.
Dalam suatu penelitian beberapa anak dikumpulkan untuk menonton
tayangan pemukulan pada boneka dengan reward positif ( semakin
keras pukulannya akan diberi coklat). Anak lain diberikan tontonan yang
sama dengan tayangan mengasihi dan mencium boneka tersebut dengan
reward yang sama (yang baik mendapat hadiah). Setelah anak – anak keluar
dan diberi boneka ternyata masing-masing anak berperilaku sesuai dengan
tontonan yang pernah dilihatnya (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 101).

b. Learning Theory

Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap


lingkungan terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respon ayah saat
menerima kekecewaan dan mengamati bagaimana respon ibu saat marah
(Mukripah Damaiyanti, 2012:hal101).
c. Rentang respon

Respon adaptif Respon maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif PK

Klien mampu Klien gagal Klien Klien Perasaan


mengungkapka menapai merasa tidak mengeks- marah dan
n rasa marah tujuan dapat presikan secara bermusuha
tanpa kepuasan saat mengungkap fisik, tapi n yang kuat
menyalahkan marah dan kan masih dan hilang
orang lain dan tidak dapat perasaannya, terkontrol, kontrol
memberikan menemukan tidak mendorong disertai
kelegaan. alternatifnya. berdaya dan orang lain amuk,
menyerah. dengan merusak
ancaman lingkungan

Gambar Rentang Respon Marah

1. Respon Adaptif

Respon adaprif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial budaya
yang berlaku. Dengan kata lain, individu tersebut dalam batas normal jika
menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut, respon
adaptif (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 96):

● Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.


● Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
● Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman.
● Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran.
● Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan.
2. Respon Maladaptif
● Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun
tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial.
● Perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan ungkapan kemarahan
yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik.
● Kerusakan proses emosi adalah perubahan status yang timbul dari hati.
● Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak teratur
(Mukripah Damaiyanti, 2012: hal97).
d. Proses Terjadinya Masalah
1. Faktor Predisposisi

Faktor pengalaman yang dialami tiapmorang yang merupakan faktor


predisposis, artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan
jika faktor berikut dialami oleh individu:

a. Psikologis

Menurut Townsend (1996, dalam jurnal penelitian) Faktor psikologi


perilaku kekerasan meliputi:

● Teori Psikoanalitik, teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kepuasan dan


rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat
konsep diri yang rendah. Agresif dan kekerasan dapat memberikan kekuatan
dan meningkatkan citra diri (Nuraenah, 2012:30).
● Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku yang dipelajarai,
individu yang memiliki pengaruh biologik terhadap perilaku kekerasan lebih
cenderung untuk dipengaruhioleh peran eksternal (Nuraenah, 2012:31).
● Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering
mengobservasi kekerasan dirumah atau diluar rumah, semua aspek ini
menstiumulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan (Eko Prabowo, 2014:
hal142).
● Sosial budaya, proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi informasi
memberikan dampak terhadap nilai-niali sosial dan budaya pada masyarakat.
Di sisi lain, tidak semua orang mempunyai kemampuan yang sama untuk
mnyesuaikan dengan berbagai perubahan, serta mengelola konflik dan stress
(Nuraenah, 2012:31).
● Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus
temporal dan ketidak seimbangan neurotransmitter turut berperan dalam
terjadinya perilaku kekerasan (Eko Prabowo, 2014: hal143).
2. Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik
berupa injury secara fisik, psikis atau ancaman knsep diri. Beberapa faktor
pencetus perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
● Konsis klien: kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kehidupan
yang penuh dengan agresif dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
● Interaksi: penghinaan, kekerasan, kehilangan orang, merasa terancam baik
internal dari permasalahan diri klien sendiri maupun eksternal darilungkungan.
● Lingkungan: panas, padat dan bising.
e.Tanda dan Gejala

Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan gejala perilaku


kekerasan: (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 97)

● Muka merah dan tegang.


● Mata melotot atau pandangan tajam.
● Tangan mengepal.
● Rahang mengatup.
● Wajah memerah dan tegang.
● Postur tubuhkaku.
● Pandangantajam.
● Jalan mondar mandir.

Klien dengan perilaku kekerasan sering menunjukan adanya (Kartika Sari, 2015: 138) :

● Klien mengeluh perasaan terancam, marah dan dendam.


● Klien mengungkapkan perasaan tidakberguna.
● Klien mengungkapkan perasaan jengkel.
● Klien mengungkapkan adanya keluhan fisik seperti dada berdebar- debar,
rasa tercekik dan bingung.
● Klien mengatakan mendengar suara-suara yang menyuruh melukai diri
sendiri, orang lain dan lingkungan.
● Klien mengatakan semua orang ingin menyerangnya.
f. Akibat

Menurut Townsend, perilaku kekerasan dimana seeorang melakukan


tindakan yang dapat membahayakan, baik diri sendiri maupun orang lain.
Seseorang dapat mengalami perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang
lain dapat menunjukan perilaku (Kartikasari, 2015 : hal140).

1. Data Subyektif :
● Mengungkapkan mendengar atau melihat obyek yang mengancam.
● Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir.
2. Data Obyektif :
● Wajah tegang merah.
● Mondar mandir.
● Mata melotot, rahang mengatup.
● Tangan mengepal.
● Keluar banyak keringat.
● Mata merah.
● Tatapan mata tajam.
g. Mekanisme Koping
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada pasien marah
untuk melindungi diri antara lain:
● Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata
masyarakat unutk suatu dorongan yang megalami hambatan
penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiaskan kemarahannya pada objek lain seperti meremas remas
adona kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa amarah (Mukhripah Damaiyanti,
2012: hal 103).
● Proyeksi
Menyalahkan orang lain kesukarannya atau keinginannya yang tidak
baik, misalnya seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia
mempunyai perasaan seksual terdadap rekan sekerjanya, berbalik
menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya
(Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 103).
● Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau bahayakan masuk
kedalam sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang
tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan
yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal
yang tidak baik dan dikutuk oleh tuhan. Sehingga perasaan benci itu
ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakanya (Mukhripah
Damaiyanti, 2012: hal 103).
● Reaksi formasi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresika.dengan
melebih lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
menggunakan sebagai rintangan misalnya sesorangan yang tertarik pada
teman suaminya,akan memperlakukan orang tersebut dengan kuat
(Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal103).
● Deplacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan pada
objek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu ,misalnya: timmy berusia 4 tahun marah
karena ia baru saja mendapatkan hukuman dari ibunya karena
menggambar didinding kamarnya. Dia mulai bermai perang-perangan
dengan temanya (Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 104).
h. Strategi Pelaksanaan

SP-1 PASIEN : RESIKO PERILAKU KEKERASAN

SIKAP TERAPEUTIK

1. Berhadapan dan mempertahankan kontak mata.

2. Sikap terbuka dan rileks.

3. Mempertahankan jarak terapeutik.

TEHNIK KOMUNIKASI

1. Menggunakan kata- kata yang mudah dimengerti.

2. Memberikan reinforcement positif.

FASE ORIENTASI

1. Memberikan salam terapeutik dan kenalan :

a. Memberikan salam.

b. Mengingatkan nama Perawat dan pasien.

c. Memanggil nama panggilan yang disukai.

d. Menyampaikan tujuan interaksi.

2. Melakukan evaluasi dan validasi data :

a. Menanyakan perasaan pasien hari ini.

b. Memvalidasi /evaluasi masalah pasien.

3. Melakukan kontrak :

a. Waktu.

b.Tempat.

c. Topik.
FASE KERJA

1. Menyebutkan penyebab PK.


2. Menyebutkan tanda dan gejala PK.
3. Menyebutkan PK yang biasa dilakukan.
4. Menyebutkan akibat PK.
5. Menyebutkan cara mengontrol PK: fisik, obat, verbal, spiritual.
6. Mempraktekkan cara mengontrol fisik I: tarik nafas dalam, pukul
bantal kasur/ kegiatan fisik.

FASE TERMINASI

1. Mengevaluasi respon pasien terhadap tindakan:

a. Data subyektif.

b. Data Obyektif.

2. Melakukan rencana tindak lanjut.

a. Menganjurkan menggunakan cara yang dilatih.


b. Membimbing mengisi jadwal kegiatan harian klien/ADL.

3. Melakukan kontrak untuk pertemuan berikutnya:

a. Waktu.

b. Tempat dan topik.

3. Tujuan Terapai Aktivitas Kelompok


a. Tujuan Umum
Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
b. Tujuan khusus
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2) Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
3) Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
4) Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
4. Tugas Terapis
a. Leader
Tugas :
1) Memimpin jalannnya terapi aktifitas kelompok.
2) Merencanakan, mengontrol dan mengatur jalannnya terapi.
3) Menyampaikan materi sesuiai tujuan TAK.
4) Memimpin diskusi kelompok.
b. Co. Leader
Tugas:
1) Membuka acara
2) Mendampingi Leader
3) Mengambil alih posisi leader jika leader bloking
4) Menyerahkan kembali posisi kepada leader.
5) Menutup acara diskusi.
c. Fasilitator
1) Ikut serta dalam kegiatan kelompok
2) Memberikan stimulus dan motivator pada anggota kelompok untuk
aktif mengikuti jalannnya terapi.
c. Observer
1) Mencatat serta mengamati respon klien (dicatat pada format yang
tersedia).
2) Mengevaluasi jalannya aktivitas kelompok dari mulai persiapan,
proses, hingga penutupan.
5. Langkah Kegiatan
1. Persiapan
a. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan

TAHAP KEGIATAN

Salam terapeutik
Pre intaksi (5 menit)
1) Salam dari terapis klien
2) Klien dan terapis pakai papan nama
Evaluasi/ validasi

a. Terapis menyakan keadaan klien saat ini


b. Terapis menanyakan cara mengontrol perilaku
kekerasan yang telah di pelajari
c. Terapis menanyakan pengalaman klien
menerapkan cara mengontrol kekerasan
Kontrak

a. Terapis menjelaskan tujuan kegiatan


mengontrol perilaku kekerasan
b. Menjelaskan aturan main berikut :
a. Jika ada klien ingin meninggalkan
kelompok, harus meminta ijin kepada
terapis
b. Lama kegiatan 30 menit
c. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal
sampai selesai
a. Terapis memulai permainan dengan memutarkan
Intraksi (20 menit)
musik dan meminta klien berjoget sesuai dengan
musik.
b. Terapis akan menunjuk klien yang masih
berjoget saat musik berhenti untuk memecahkan
balon
c. Terapis akan meminta pasien memeragakan SP
yang terdapat dalam balon
d. Berikan pujian dengan tepuk tangan bersama
kepada klien yang memperagakannya.
e. Memberikan reward pada pasien yang palin
pintar memperagakan SP
Terminasi ( 5 menit) Evaluasi

a. Terapis menanyakan perasaan klien setelah


selesai melakukan permainan
b. Tearapis memberikan pujian atas keberhasilan
kelompok
.      Tindak lanjut

a. Terapis menganjurkan klien melaksanakan 2 cara


mengontrol perilaku kekerasan, yaitu tarik nafas
dalam dan pukul kasur bantal

a) Evaluasi dan Dokumentasi


a. Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap
kerja
b. Aspek yang di evaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan
TAK.

BAB 2
RENCANA PELAKSANAAN TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK

RESIKO PRILAKU KEKERASAN

a. Hari/ tanggal : Kamis/25/03/2021


b. Tempat pertemuan: Ruang Aula Griya PMI Peduli
c. Waktu : jam 10
d. Lamanya : 30 menit
e. Kegiatan : Terapi aktivitas kelompok perilaku kekerasan
f. Jumlah anggota : 4 orang
g. Jenis TAK : Perilaku kekerasan
TAK STIMULASI PERSEPSI SENSORI

Setting

1 Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran


2 Ruangan nyaman dan tenang
a. Setingan tempat

E
R
M
A

N
Keterangan A
Leader N

Co leader

Fasiltator dan Observer

Peserta

b. Alat
1. Bantal
2. Balon
c. Metode
1. Diskusi

2. Permainan

PENATALAKSANAAN TAK STIMULASI PERSEPSI: PERILAKU


KEKERASAN

SESI 1: Mengenal perilaku kekerasan yang biasa dilakukan

Tujuan

1. Klien dapat menyebutkan stimulasi penyebab kemarahannya.


2. Klien dapat menyebutkan respons yang dirasakan saat marah (perilaku
kekerasan)
3. Klien dapat menyebutkan reaksi yang dilakukan saat marah (perilaku
kekerasan)
4. Klien dapat menyebutkan akibat perilaku kekerasan

Setting

1. Trapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran


2. Ruangan nyaman dan tenang
Alat
1. Buku catatan dan pulpen
2. Jadwal kegiatan klien

Metode

1. Dinamika klompok
2. Diskusi dan Tanya jawab
3. Bermain peran/simulasi

Langkah Kegiatan
1. Persiapan
a. Memilih klien prilaku kekerasan yang sudah koopratif.
b. Membuat kontrak dengan klien.
c. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2. Orientasi
a. Salam trapeutik
1. Salam dari trapis kepada klien.
2. Perkenalkan nama dan panggilan trapis (pakai papan nama).
3. Menanyakan nama dan panggilan semua klien (beri papan nama).
b. Evaluasi/validasi
1. Menanyakan perasaan klien saat ini.
2. Menanyakan masalah yang dirasakan.
c. Kontrak
1. Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mengenal perilaku kekerasan
yang biasa dilakukan.
2. Menjelaskan aturan main berikut :
● Jika ada klien yang ingin meninggalkan klompok, harus
minta izin kepada terapis.
● Lama kegiatan 45 menit.
● Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
3. Tahap kerja
a. Mendiskusikan penyebab marah.
1. Tanyakan pengalaman tiap klien.
2. Tulis dipapan tulis/ flipchart/white board.
b. Mendiskusikan tanda dan gejala yang dirasakan klien saat terpapar oleh
penyebab marah sebelum prilaku kekerasan terjadi.
1. Tanyakan perasaan tiap klien saat terpapar oleh penyebab (tanda dan
gejala).
2. Tulis dipapan tulis/ flipchart/white board.
c. Mendiskusikan perilaku kekerasan yang pernah dilakukan klien (verbal,
merusak lingkungan, mencederai/memukul orang lain, dan memukul diri
sendiri).
1. Tanyakan prilaku yang dilakukan saat marah
2. Tulis dipapan tulis/ flipchart/white board
d. Membantu klien memilih salah satu perilaku kekerasan yang paling
sering dilakukan untuk diperagakan
e. Melakukan bermain peran/ simulasi untuk perilaku kekerasan yang tidak
berbahaya (terapis sebagai sumber penyebab dank lien yang melakukan
perilaku kekerasan)
f. Menanyakan perasaan klien setelah selesai bermain peran/simulasi
g. Mendiskusikan dampak/akibat perilaku kekerasan
1. Tanyakan akibat perilaku kekerasan
2. Tulis dipapan tulis/ flipchart/white board
h. Memberikan reinforcemen pada peran serta klien
i. Dalam menjalankan a sampai h, upayakan semua klien terlibat
j. Beri kesimpulan penyebab; tanda dan gejala; perilaku kekerasan; dan
akibat perilaku kekerasan
k. Menanyakan kesediaan klien untuk mempelajari cara baru yang sehat
menghadapi kemarahan.

4, Tahap terminasi

a. Evaluasi
1. Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
2. Memberikan reinforcemen positif terhadap perilaku klien yang
positif
b. Tindak lanjut
1. Menganjurkan klien menilai dan mengevaluasi jika terjadi penyebab
marah, yaitu tanda dan gejala; perilaku kekerasan yang terjadi; serta
akibat perilaku kekerasan .
2. Menganjurkan klien mengingat penyebab; tanda dan gejala ; perilaku
kekerasan dan akibatnya yang belum diceritakan.
c. Kontrak yang akan datang
1. Menyepakati belajar cara belajar yang sehat untuk mencegah
perilaku kekerasan.
2. Menyepakati waktu dan tempat TAK berikutnya.

Evaluasi dan Dokumentasi

Evaluasi

Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap


kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK.
Untuk TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan sesi 1, kemampuan yang
diharapkan adalah mengetahui penyebab perilaku, mengenal tanda dan gejala,
perilaku kekerasan yang dilakukan dan akibat perilaku kekerasan. Formulir
evaluasi sebagai berikut.

Sesi 1: TAK STIMULASI PERSEPSI PERILAKU KEKERASAN

Kemampuam psikologis

Memberi Tanggapan Tentang

Nama Perilaku
No Penyebab PK Tanda dan kekerasan
klien Akibat PK
gejala PK Yang
dilakukan

1 Wawan

2 Didit

3 Maryanto

4 Soim

Petunjuk:

1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.
2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan mengetahui penyebab
perilaku kekerasan, tanda dan gejala yang dirasakan, prilaku kekerasan
yang dilakukan dan akibat perilaku kekerasan. Beri tanda jika klien
mampu dan beri tanda jika klien tidak mampu.
Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan
proses keperawatan tiap klien. klien mengikuti sesi 1, TAK stimulasi
persepsi prilaku kekerasan. Klien mampu menyebutkan penyebab perilaku
kekerasannya (diserahkan dan tidak diberi uang), mengenal tanda yang
dirasakan (“geregetan” dan “deg-degan”), perilaku kekerasan yang
dilakukan (memukul meja), akibat yang dirasakan (tangan sakit dan
dibawa kerumahsakit jiwa). Anjuran klien mengingat dan menyampaikan
jika semua dirasakan selama dirumah sakit.

Sesi 2: MENCEGAH PERILAKU KEKERASAN FISIK

Tujuan
1. Klien dapat menyebutkan kegiatan fisik yang bisa dilakukan klien.
2. Klien dapat menyebutkan kegiatan fisik yang dapat mencegah prilaku
kekerasan.
3. Klien dapat mendemonstrasikandua kegiatan fisik yang dapat mencegah
prilaku kekerasan.

Langkah Kegiatan

1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah ikut sesi 1.
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1. Salam dari terapis kepada klien.
2. Klien dan terapis pake papan nama.

b. Evaluasi/validasi
1. Menanyakan prasaan klien saat ini.
2. Menanyakan apakah ada kejadian prilaku kekerasan: penyebab;
tanda dan gejala; prilaku kekerasan serta akibatnya.
c. Kontrak
1. Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu cara fisik untuk mencegah
prilaku kekerasan
2. Menjelaskan aturan main berikut
●Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta
izin kepada terapis
●Lama kegiatan 45 menit
●Setiap klien mengikuti kegiatan dariawal sampai selesai
3. Tahap kerja
a. Mendiskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan oleh klien
1. Tanyakan kegiatan: rumah tangga, harian dan olahraga yang
bias dilakukan klien
2. Tulis dipapan tulis/ flipchart/white board
b. Menjelaskan kegiatan fisik yang dapat digunakan untuk
menyalurkan kemarahan secara sehat: tarik nafas dalam,
menjemur/ memukul keras/ bantal, menyikat kamar mandi, main
bola, senam, memukul bantal pasir tinju, dan memukul gendang.
c. Membantu klien memilih dua kegiatan yang dapat dilakukan
d. Bersama klien mempraktikkan dua kegiatan yang dipilih
1. Trapis mempraktikkan
2. Klien melakukan redemonstrasi
e. Menanyakan prasaan klien setelah mempraktikkan cara
penyaluran kemarahan.
f. Memberikan pujian pada peran serta klien
g. Upayakan semua klien berperan aktif

4. Tahap terminasi

a. Evaluasi
1. Terapis menanyakan perasaan pasien setelah mengikuti TAK
2. Menanyakan ulang cara baru yang sehat mencegah perilaku
kekerasan
b. Tindak Lanjut
1. Menganjurkan klien menggunakan cara yang telah dipelajari
jika stimulus penyebab pelaku kekerasan.
2. Menganjurkan klien melatih secara teratur cara yang telah
dipelajari
3. Memasukkan pada jadwal kegiatan harian klien.
c. Kontrak Yang Akan Datang
1. Menyepakati untuk; belajar cara baru yang lain, yaitu
interaksi sosial yang asertif.
2. Menyepakati waktu dan tempat TAK berikutnya.

Evaluasi dan Dokumentasi

Evaluasi

Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap


kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK.
Untuk TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan sesi 2, kemampuan yang
diharapkan adalah 2 kemampuan mencegah prilaku kekerasan secara fisik

Formulir evaluasi sebagai berikut :

Sesi 2: STIMULASI PERSEPSI PRILAKU KEKERASAN

Kemampuan mencegah perilaku kekerasan fisik

Menyebutka
n kegiatan Mempraktikkan Mempraktikkan
Nama
No fisik yang cara fisik yang cara fisik yang
Klien
bisa pertama kedua
dilakukan

1. Wawan 0 0 0

2. Didit 0 0 0

3. Maryanto 1 1 1

4. Soim 1 1 1

Petunjuk

1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien
2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan mempraktikkan
dua cara fisik untuk mencegah prilaku kekerasan. Beri tanda “ √ ” jika
klien mampu dan tanda “ × “ jika klien tidak mampu
FORMAT EVALUASI
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK
EVALUASI DAN DOKUMENTASI TAK

SESI 1

Nama Menyebutkan Memberi tanggapan tentang


No
klien Penyebab PK Tanda dan gejala PK Perilaku kekerasan Yang dilakukan Akibat PK

1 Wawan

2 Didit

3 Maryanto

4 Soim

Catatan:
❖ Jika mengikuti setiap aspek berikan nilai 1
❖ Jika tidak mengikuti setiap aspek berikan nilai 0

SESI 2
ASPEK YAG INISIAL KLIEN
No
DINILAI Wa D M S SY J H Wi H

Menyebutkan
kegiatan fisik
1.
yang bisa
dilakukan

Mempraktikka
2. n cara fisik
yang pertama

Mempraktikka
3. n cara fisik
yang kedua

Catatan:
❖ Jika mengikuti setiap aspek berikan nilai 1
❖ Jika tidak mengikuti setiap aspek berikan nilai 0
DAFTAR PUSTAKA

Purwaningsih., Karlina, I. 2015. Asuhan Keperawatan Jiwa dilengkapi Terapi


Modalitas dan Standard Prosedur (SOP). Yogjakarta: Nuha Media

Keliat BA dan Akemat. (2015). Keperawatan Jiwa Terapi Aktivitas Kelompok.


Jakarta: EGC

Keliat BA, Panjaitan RA, Helena N, (2016). Proses Keperawatan Kesehatan


Jiwa. Edisi 2. Jakarta : EGC

Stuart GA.(2017). Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta : EGC

Townsend MC.(2018). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan


Psiaktri: Pedoman untuk Pembuatan Rencana Keperawatan. Jakarta :
EGC

Anda mungkin juga menyukai