Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

JIWA PASIEN DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

OLEH :

NI KADEK KEMBAR DANI SINTANINGSIH

NIM. 209012532

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI


PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
PROGRAM NERS
2021
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
JIWA PASIEN DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

A. Konsep Dasar Perilaku Kekerasan

1. Pengertian

Resiko perilaku kekerasan atau agresif adalah perilaku yang

menyertai marah dan merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk

destruktif dan masih terkontol (Yosep, 2013). Kekerasan merupakan hasil

kemarahan yang ekstrim (memuncak) atau perasaan takut (panik).

Kemarahan biasanya terjadi dalam berespon menanggapi ancaman yang

dirasakan. Ancaman dapat berasal dari eksternal maupun internal. Contoh

stresor eksternal berupa serangan fisik, kehilangan hubungan yang berarti,

dan kritik orang lain. Sedangkan stresor internal berupa perasaan gagal,

kehilangan kasih sayang, takut terhadap penyakit fisik (Stuart, 2013).

Perilaku kekerasan merupakan suatu upaya pemaksaan atau

kekuasaan yang berlebihan sehingga menyebabkan cedera atau

penganiayaan kepada diri sendiri atau orang lain baik secara fisik,

emosional, dan/atau seksual (Herdman, 2015).

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seorang

melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada

diri sendiri maupun orang lain dan lingkungan yang dirasakan sebagai

ancaman (Dewi Kartika Sari, 2015). Berdasarkan definisi diatas, dapat

disimpulkan perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk perilaku yang


dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain

maupun lingkungan, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tak

terkontrol.

2. Etiologi

a. Faktor Predisposisi

Menurut Yosep (2013), faktor predisposisi klien dengan perilaku

kekerasan adalah:

1) Teori Biologis

a) Neurologic Faktor

Beragam komponen dari sistem syaraf seperti sinap,

neurotransmitter, dendrit, akson terminalis mempunyai peran

memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan pesan-pesan

yang mempengaruhi sifat agresif. Sistem limbik sangat terlibat

dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan respon

agresif. Lobus frontalis memegang peranan penting sebagai

penengah antara perilaku yang berarti dan pemikiran rasional,

yang merupakan bagian otak dimana terdapat interaksi antara

rasional dan emosi. Kerusakan pada lobus frontal dapat

menyebabkan tindakan agresif yang berlebihan.

b) Genetic Faktor

Adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi

potensi perilaku agresif. Menurut riset kazu murakami (2007)


dalam gen manusia terdapat dorman (potensi) agresif yang

sedang tidur akan bangun jika terstimulasi oleh faktor

eksternal. Menurut penelitian genetik tipe karyotype XYY,

pada umumnya dimiliki oleh penghuni pelaku tindak kriminal

serta orang-orang yang tersangkut hukum akibat perilaku

agresif .

c) Cycardian Rhytm

Irama sikardian memegang peranan individu. Menurut

penelitian pada jam sibuk seperti menjellang masuk kerja dan

menjelang berakhirnya kerja ataupun pada jam tertentu akan

menstimulasi orang untuk lebih mudah bersikap agresif

d) Faktor Biokimia

Faktor biokimia tubuh seperti neurotransmitter di otak

contohnya epineprin, norepenieprin, dopamin dan serotonin

sangat berperan dalam penyampaian informasi melalui sistem

persyarafan dalam tubuh. Apabila ada stimulus dari luar tubuh

yang dianggap mengancam atau membahayakan akan

dihantarkan melalui impuls neurotransmitter ke otak dan

meresponnya melalui serabut efferent. Peningkatan hormon

androgen dan norepineprin serta penurunan serotonin dan

GABA (Gamma Aminobutyric Acid) pada cerebrospinal

vertebra dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya perilaku

agresif
e) Brain Area Disorder

Gangguan pada sistem limbik dan lobus temporal, siindrom

otak, tumor otak, trauma otak, penyakit ensepalitis, epilepsi

ditemukan sangat berpengaruh terhadap perilaku agresif dan

tindak kekerasan

2) Teori Psikogis

a) Teori Psikoanalisa

Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat

tumbuh kembang seseorang. Teori ini menjelaskan bahwa

adanya ketidakpuasan fase oral antara usia 0-2 tahun dimana

anak tidak mendapat kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan

air susu yang cukup cenderung mengembangkan sikap agresif

dan bermusuhan setelah dewasa sebagai komponen adanya

ketidakpercayaan pada lingkungannya. Tidak terpenuhinya

kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak

berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang yang

rendah. Perilaku agresif dan tindakan kekerasan merupakan

pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan

dan rendahnya harga diri perilaku tindak kekerasan

b) Imitation, modelling and information processing theori

Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam

lingkungan yang mentolelir kekerasan. Adanya contoh, model

dan perilaku yang ditiru dari media atau lingkungan sekitar


memungkinkan individu meniru perilaku tersebut. Dalam suatu

penelitian beberapa anak dikumpulkan untuk menontn tayangan

pemukulan pada boneka dengan reward positif ( semakin keras

pukulannya akan diberi coklat). Anak lain diberikan tontonan

yang sama dengan tayangan mengasihi dan mencium boneka

tersebut dengan reward yang sama (yang baik mendapat

hadiah). Setelah anak – anak keluar dan diberi boneka ternyata

masing-masing anak berperilaku sesuai dengan tontnan yang

pernah dilihatnya

c) Learning Theory

Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap

lingkungan terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respon ayah

saat menerima kekecewaan dan mengamati bagaimana respon

ibu saat marah

b. Faktor-faktor Presipitasi Perilaku Agresif

Secara umum, seseorang akan berespon dengan marah apabila

merasa dirinya terancam. Ancaman tersebut dapat berupa injury secara

psikis, atau lebih dikenal dengan adanya ancaman terhadap konsep diri

seseorang. Ketika seseorang merasa terancam, mungkin dia tidak

menyadari sama sekali apa yang menjadi sumber kemarahannya. Oleh

karena itu, baik perawat maupun klien harus bersama – sama

mengidentifikasinya. Ancaman dapat berupa internal maupun eksternal,

contoh : stessor eksternal : serangan secara psikis, kehilangan hubungan


yang dianggap bermakna, hingga adanya kritikan dari orang lain.

Sedangkan contoh dari stressor internal : merasa gagal dalam bekerja,

merasa kehilangan orang yang dicintai dan ketakutan terhadap penyakit

yang diderita. Prediksi utama pencetus perilaku kekerasan adalah riwayat

kekerasan. Ciri-ciri kepribadian psikopat dan antisosial lebih prediktif

terhadap perilaku kekerasan yang dialami seseorang dengan gangguan

kesehatan jiwa. Terdapat dua populasi klien dengan gangguan jiwa yang

beresiko tinggi melakukan kekerasan yaitu (Stuart, 2013):

1) Klien dengan Gejala Psikotik Aktif

Secara khusus, klien yang memiliki gejala berhubungan dengan

ancaman atau masalah pengendalian internal, seperti waham, terhadap

kontrol pikiran, merupakan individu yang berisiko tinggi melakukan

kekerasan.

2) Klien dengan Gangguan Penyalahgunaan Zat

Penyalahgunaan zat memiliki efek tambahan dalam

meningkatkan faktor risiko perilaku orang-orang yang memiliki

masalah utama gangguan kesehatan jiwa. Faktor situasional dan

lingkungan juga berperan penting dalam peningkatan perilaku klien

dari berisiko sampai melakukan kekerasan. Faktor-faktor ini mencakup

aspek fasilitas fisik dan ketersedian perawat dan kondisi klien lainnya

(Hamrin et al., 2009). Beberapa studi telah menemukan bahwa jumlah

insiden kekerasan lebih besar jika klien berkumpul dalam kelompok-


kelompok yang penuh sesak, kurangnya privasi, atau bahkan kegiatan

diruangan yang tidak aktif.

3. Rentang Respon Perilaku Kekerasan

Rentang respon perilaku kekerasan dapat ditunjukan pada gambar

berikut (Yosef, 2013):

Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk/ PK

a. Asertif adalah kemarahan atau rasa tidak setuju yang dinyatakan atau

diungkapkan tanpa menyakiti orang lain, akan memberi kelegaan pada

individu dan tidak akan menimbulkan masalah.

b. Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan

karena yang tidak realistis atau hambatan dalam proses pencapaian

tujuan. Dalam keadaan ini tidak ditemukan alternatif lain. Selanjutnya

individu merasa tidak mampu mengungkapkan perasaan dan terlihat

pasif

c. Pasif adalah individu tidak mampu mengungkapkan perasaannya,

klien tampak pemalu, pendiam, sulit diajak bicara karena rendah diri

dan merasa kurang mampu.


d. Agresif adalah perilaku yang menyertai marah dan merupakan

dorongan untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan masih

terkontol, perilaku yang tampak dapat berupa : muka masam, bicara

kasar, menuntut, kasar disertai kekerasan.

e. Amuk adalah perasaan marah dan bermusuhan kuat disertai

kehilangan kontrol diri. Individu dapat merusak diri sendiri orang lain

dan lingkungan.

4. Klasifikasi

1. Irritable agression

Merupakan tindak kekerasan akibat ekspresi perasaan marah.

Agresi ini dipicu oleh oleh frustasi dan terjadi karena sirkuit pendek

pada proses penerimaan dan memahami informasi dengan intensitas

emosional yang tinggi (directed against an available target)

2. Instrumental agression

Suatu tindak kekerasan yang dipakai sebagai alat untuk mencapai

tujuan tertentu. Misalnya untuk mencapai tujuan politik tertentu

dilakukan tindak kekerasan secara sengaja dan terencana

3. Mass agression

Suatu tindak agresi yang dilakukan oleh massa sebagai akibat

kehilangan individualitas dari masing-masing individu. Pada saat orang

berkumpul terdapat kecenderungan berkurangnya individualitas, bila

ada ada seseorang yang mempelopori tindak kekerasan maka secara


otomatis semua akan ikut melakukan kekerasan yang dapat semakin

meninggi karena saling membangkitkan. Pihak yang menginisiasi

tindak kekerasan tersebut bisa saja melakukan agresi instrumental

(sebagai provokator) maupun agresi permusuhan karena kemarahan

tidak terkendali (Muhith, 2015)

5. Manifestasi Klinis

Menurut Direja (2011) tanda dan gejala prilaku kekerasan sebagai

berikut:

a. fisik: mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang

mengatup, wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.

b. Verbal: mengancam, mengucap, kata-kata kotor,berbicara dengan nada

keras, kasar dan ketus.

c. Perilaku: menyerang orang lain melukai diri sendiri, orang lain,

lingkungan, amuk/agresif.

d. Emosi: tidak adekuat tidak aman dan nyaman, merasa terganggu,

dendam, jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin

berkelahi, menyalahkan dan menuntut.

e. Intelektual: cerewat, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak jarang

mengeluarkan kata-kata kasar.

f. Spritual: merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak

bermoral, dan kreativitas terhambat.


g. Sosial: menarik diri pengasinga, penolakan, kekerasan, ejekan, dan

sindriran.

Menurut Yosep (2013) perawat dapat mengidentifikasi dan

mengobservasi tanda dan gejala perilaku kekerasan:

a. Muka marah dan tegang

b. Mata melotot/pandangan tajam

c. Tangan mengepal

d. Rahang mengatup

e. Wajah memerah dan tegang

f. Postur tubuh kaku

g. Pandangan tajam

h. Mengatupkan rahang dengan kuat

i. Mengepalkan tangan

5. Pohon Masalah

Resiko Bunuh Diri


Efek

Core Problem Resiko Perilaku kekerasan

Etiologi Halusinasi
6. Respon Perilaku Agresif

Penilaian terhadap stresor pada perilaku kekerasan sangat berkaitan

dengan respon perilaku agresif yang timbul dari klien perilaku kekerasan.

Stuart dan Laraia (2009) menyebutkan respon perilaku agresif antara lain

(Gusdiansyah, 2016):

a. Respon Kognitif

Pada respons kognitif perilaku agresif merupakan ungkapan dari

pikiran negatif dalam menghadapi masalah yaitu: sarkasme (kata

kasar), berdebat, kosentrasi menurun, meremehkan keputusan, bawel,

flight of idea (pembicaraan yang melompat-lompat), gangguan

berbicara, perubahan isi pikir, persuasif, mengungkapkan ingin

memukul orang lain, mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor.

b. Respon Afektif

Perilaku agresif adalah salah satu respons afektif (emosi) marah

yang maladaptif. Seseorang yang marah merasa tidak nyaman, merasa

tidak berdaya, jengkel, merasa ingin berkelahi, mengamuk,

bermusuhan, sakit hati, menyalahkan, menuntut, mudah tersinggung,

euporia yang berlebihan atau tidak tepat, afek labil.

c. Respon Fisiologis

Tanda dan gejala perilaku agresif dapat diketahui secara

fisiologis yaitu akan ditemukan gangguan tidur, sakit kepala dan

peningkatan tekanan darah. Perilaku kekerasan dapat dilihat dari wajah

tegang, tidak bisa diam, mengepalkan atau memukulkan tangan,


rahang mengencang, peningkatan pernafasan, dan kadang tiba-tiba

katatonik.

d. Respon Perilaku

Perilaku yang tampak pada klien dengan perilaku agresif

diantaranya: mondar mandir, tidak mampu duduk diam, merusak

benda, melukai orang lain. Gejala yang muncul berupa serangan fisik

terhadap diri sendiri, benda atau orang lain, mengancam dengan

senjata di tangan, menggigit, menendang, meninju, menggaruk,

meremas, menusuk, menembak, memperkosa, mendorong, dan

melempar. Gejala lainnya berupa: berteriak, melempar objek,

memecahkan kaca, membanting pintu, memukul, menendang,

meludahi, mencakar, menggigit, melempar objek pada seseorang.

e. Respon Sosial

Pengalaman marah dapat mengganggu hubungan interpersonal

yaitu cara seseorang mengungkapkan marahnya dengan merefleksikan

latar belakang budayanya yaitu: menarik diri, pengasingan, penolakan,

kekerasan, ejekan, bicara kasar.

7. Mekanisme Koping

Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada pasien marah untuk

melindungi diri antara lain:

a. Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata

masyarakat unutk suatu dorongan yang megalami hambatan

penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah

melampiaskan kemarahannya pada objek lain seperti meremas remas

adona kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk

mengurangi ketegangan akibat rasa amarah

b. Proyeksi

Menyalahkan orang lain kesukarannya atau keinginannya yang tidak

baik, misalnya seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia

mempunyai perasaan seksual terdadap rekan sekerjanya, berbalik

menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya

c. Represi

Mencegah pikiran yang menyakitkan atau bahayakan masuk kedalam

sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang tuanya

yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang

diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal

yang tidak baik dan dikutuk oleh tuhan. Sehingga perasaan benci itu

ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakanya

d. Reaksi formasi

Mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresika.dengan

melebih lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan

menggunakan sebagai rintangan misalnya sesorangan yang tertarik

pada teman suaminya,akan memperlakukan orang tersebut dengan kuat


e. Deplacement

Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan pada objek

yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang

membangkitkan emosi itu ,misalnya: timmy berusia 4 tahun marah

karena ia baru saja mendapatkan hukuman dari ibunya karena

menggambar didinding kamarnya. Dia mulai bermai perang-perangan

dengan temanya

8. Penatalaksanaan Medis

a. Psikofarmaka

Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer

(efek klinis) yang sama pada dosis ekuivalen, perbedaan utama pada

efek sekunder (efek samping: sedasi, otonomik, ekstrapiramidal). Obat

anti psikotik yang paling efektif dalam mengelola keadaan darurat

psikiatrik adalah antipsikotik tipikal haloperidol yang dikombinasikan

dengan lorazepam dan benzodiazepin. Obat jenis ini memiliki

pengaruh yang cepat dan efektif untuk menenangkan klien dengan

perilaku kekerasan.

Anti psikotik atipikal juga sering digunakan untuk mengatasi

perilaku yang berpotensi kekerasan. Obat ini cenderung kurang

menyebabkan efek samping ekstrapiramidal. Obat anti psikotik atipikal

contohnya seperti risperidone, olansapine, dan clozapine.


b. Psikoterapi

Psikoterapi yang diberikan dalam bentuk terapi modalitas yang

bertujuan untuk mengubah perilaku pasien dan perilaku yang

maladaptif menjadi perilaku yang adaptif (Direja, 2011). Terapi

modalitas keperawatan jiwa dilakukan untuk memperbaiki dan

mempertahankan sikap pasien agar mampu bertahan dan bersosialisasi

dengan lingkungan masyarakat sekitar. Ada beberapa jenis psikoterapi

atau terapi modalitas keperawatan jiwa, yaitu:

1) Psikoanalisis psikoterapi

2) Psikoterapi individu

3) Terapi perilaku

4) Terapi okupasi

5) Terapi lingkungan

6) Terapi somatik

7) Terapi aktifitas kelompok

c. Peran serta keluarga

Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan

perawatan langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) pasien. Perawat

membantu keluarga agar dapat melakukan lima tugas kesehatan,

yaitumengenal masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan

kesehatan, memberi perawatan pada anggota keluarga, menciptakan

lingkungan keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber yang ada


pada masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan mengtasi

masalah akan dapat mencegah perilaku maladaptif (pencegahan

primer), menanggulangi perilaku maladaptif (pencegahan skunder) dan

memulihkan perilaku maladaptif ke perilakuadaptif (pencegahan

tersier) sehinnga derajat kesehatan pasien dan keluarga dapat

ditingkatkan secara optimal

B. Konsep Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan

proses keperawatan yang meliputi 4 tahapan, yaitu: pengkajian, perencanaan,

implementasi dan evaluasi, yang masing-maing berkesinambungan serta

memerlukan kecakapan ketrampilan yang profesional tenaga keperawatan

(Keliat, 2010).

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan awal dan dasar utama dari proses

keperawatan. Tahapan itu berupa pengumpulan data yang meliputi:

a. Aspek biologis

Respons fisiologis timbul karena sistem saraf otonon bereaksi

terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat,

takikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran urine meningkat.

Ada juga gejala yang sama dengan kecemasan, seperti meningkatnya

kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang tegrkatup, tangan


dikepal, tubuh kaku dan refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi

yang dikeluarkan saat marah bertambah.

b. Aspek emosional

Individu yang marah merasa tidak nyaman, merassa tidak

berdaya, jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul orang lain,

mengamuk. Bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.

c. Aspek intelektual

Pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses

intelektual, peran panca indera yang sangat penting untuk beradaptasi

dengan lingkugan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual

sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara pasien marah,

diklarifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diprose.

d. Aspek sosial

Meliputi interaksi sosial semua budaya, konsep rasa percaya dan

ketergantungan. Emosi sering merangsang kemarahan orang lain.

Pasien sering kali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah

laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan

mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras.

e. Aspek spiritual

Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu

dengan lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang

dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan

amoral dan rassa tidak berdosa.


2. Diagnosa Keperawatan

a. Resiko Perilaku Kekerasan

b. Gangguan persepsi sensori: Halusinasi

c. Resiko bunuh diri

3. Intervensi Keperawatan

Diagnosis Tujuan Intervensi


Keperawatan
Resiko Setelah diberikan asuhan SIKI: pencegahan perilaku
perilaku keperawatan tujuh kali 24 jam kekerasan
kekerasan diharapkan kontrol diri meningkat a. Observasi
dengan kriteria hasil:  Monitor adanya benda yang
SLKI: kontrol diri berpotensi membahayakan
a. Verbalisasi ancaman kepada  Monitor keamanan barang
orang lain dari meningkat (1) yang dibawa oleh pengunjung
menjadi menurun (5)  Monitor selama
b. Verbalisasi umpatan dari menggunakan barang yang
meningkat (1) menjadi menurun dapat membahayakan
(5) b. Terapeutik
c. Perilaku menyrang dari  Pertahankan lingkungan yang
meningkat (1) menjadi menurun bebas dari bahaya secara rutin
(5)  Libatkan keluarga dalam
d. Perilaku melukai diri sendiri dan perawatan
orang lain dari meningkat (1) c. Edukasi
menjadi menurun (5)  Anjurkan pengunjung dan
e. Perilaku merusak lingkungan keluarga untuk mendukung
sekitas dari meningkat (1) keselamatan pasien
menjadi menurun (5)  Latih mengungkapkan
f. Perilaku agresif atau amuk perasaan secara asertif
g. Suara keras dari meningkat (1)
 Latif cara mengurangi
menjadi menurun (5)
kemarahan secara verbal dan
h. Bicara ketus dari meningkat (1)
nonverbal (relaksasi, latihan
menjadi menurun (5)
fisik, bercerita, spiritual)
SIKI: manajemen pengendalian
marah
Observasi
 Identifikasi penyebab
kemarahan
 Monitor potensi agresi tidak
konstruktif dan lakukan
tindakan sebelum agresif
 Identifikasi harapan perilaku
terhadap ekspresi kemarahan
Terapeutik
 Gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan
 Fasilitasi mengekspresikan
marah secara adaftif
 Cegah kerusakan fisik akibat
ekspresi marah
 Cegah aktifitas memicu
agresi (meninju tas, mondar
mandir, berolah raga
berlebihan)
 Lakukan kontrol eksternal
(pengekangan, seklusi)
 Berikan penguatanatas
keberhasilan penerapan
strategi pengendalian marah
Edukasi
 Jelaskan makna, fungsi
marah, frustasi, dan rspon
marah
 Anjurkan meminta bantuan
perawat dan keluarga selama
ketegangan meningkat
 Ajarkan strategi untuk
mencegah ekspresi marah
secara maladftif
 Ajarkan metode memodulasi
pengalaman emosi yang kuat
(latihan asertif, relaksasi,
aktivitas penyaluran energy)

4. Implementasi

Tindakan keperawatan merupakan suatu pedoman bagi perawat


dalam melakukan intervensi yang tepat.

Perilaku Kekerasan
Strategi Pelaksanaan Pertama Pasien Strategi Pelaksanaan Pertama keluarga
1. Mengidentifikasi penyebab perilaku 1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan
kekerasan keluarga dalam merawat pasien.

2. Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala
kekerasan perilaku kekerasan yang dialami pasien
beserta proses terjadinya
3. Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang
dilakukan

4. Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan

5. Menyebutkan cara mengontrol perilaku


kekerasan

6. Membantu pasien mempraktekan latihan


cara mengontrol perilaku kekerasan secara
fisik 1: latihan nafas dalam

7. Menganjurkan pasien memasukan ke


dalam kegiatan harian
Strategi Pelaksanaan Kedua Pasien Strategi Pelaksanaan Kedua Keluarga
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1. Melatih keluarga mempraktekan cara
pasien merawat pasien dengan perilaku kekerasan

2. Melatih pasien mengontrol perilaku 2. Melatih keluarga melakukan cara merawat


kekerasan dengan cara fisik 2: pukul kasur langsung pada pasien perilaku kekerasan
dan bantal

3. Menganjurkan pasien memasukkan ke


dalam kegiatan harian
Strategi Pelaksanaan Ketiga Pasien Strategi Pelaksanaan Ketiga Keluarga
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1. Membantu keluarga membuat jadwal
pasien aktifitas di rumah termasuk minum obat
(perencanaan pulang)
2. Melatih pasien mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara social atau verbal 2. Menjelaskan tindakan tindak lanjut psien
setelah pulang
3. Menganjurkan pasien memasukan ke
dalam jadwal kegiatan harian
Strategi Pelaksanaan Keempat Pasien
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien

2. Melatih pasien mengontrol perilaku


kekerasan dengan cara spiritual

3. Menganjurkan pasien memasukan ke


dalam kegiatan harian
Strategi Pelaksanaan Kelima Pasien
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien

2. Melatih pasien mengontrol perilaku


kekerasan dengan minum obat

3. Menganjurkan pasien memasukan ke


dalam kegiatan harian

5. Evaluasi
Tulis semua respon pasien/keluarga terhadap tindakan yang telah
dilaksanakan, baik subyektif maupun subyektif. Analisis respons pasien
dengan mengaitkan kepada diagnosis, data dan tujuan.
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C.M. (2016).
Nursing Interventions Classification (NIC), Edisi 6. Philadelpia: Elsevier.

Direja, A.H.S. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.

Edwards, J. (2016). Fundamental Facts About Mental Health 2016. Mental Health
Foundation: London.

Gusdiansyah, E. (2016). Pengaruh Psikoedukasi Keluarga Terhadap Klien dan


Kemampuan Klien Perilaku Kekerasan dan Kemampuan Keluarga dalam
Merawat di Rumah. Oktober 31, 2016. Fakultas Keperawatan Universitas
Andalas. http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/18689.

Herdman, H.T. (2015). Diagnosis Keperawatan: Defenisi dan Klasifikasi 2015-


2017. Jakarta: EGC.

Kaplan, HI, dan Saddock, BJ. (2010). Kaplan-Sadock Sinopsis Psikiatri. Ilmu


Pengetahuan Prilaku Psikiatri Klinis. Tangerang : Bina Rupa Aksara.

Dewi , Kartika Sari. (2015). Buku Ajar Kesehatan Mental. Semarang : UPT
UNDIP Press Semarang

Keliat, B.A. (2010). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.

Moorhead, Sue., Johnson, Marion., Maas, M.L., & Swanson, Elizabeth. (2016).
Nursing Outcomes Classification (NOC), Edisi 5. Philadelpia: Elsevier.

Stuart. (2013). Principles and Practice of Psychiatric Nursing (10th Edition). St


Louis Missouri: Mosby Year Book.

Sudiarto. (2015). Pengaruh Relaksasi terhadap Kecemasan dan Kualitas Tidur


pada Pasien Intensive Care Unit. Jurnal Riset Kesehatan Vol. 4 No. 3
September 2015.

Yosep, I. (2013). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai