PERILAKU KEKERASAN
Di susun oleh:
2130282063
( ) ( )
2. Rentang Respon
Adaptif Maladaptif
Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk
Keterangan :
3. Faktor peyebab
a. Predisposisi
Menurut Yosep (2010), faktor predisposisi klien dengan perilaku kekerasan adalah:
1.) Teori Biologis
a.) Neurologic Faktor
Beragam komponen dari sistem syaraf seperti sinap, neurotransmitter,
dendrit, akson terminalis mempunyai peran memfasilitasi atau menghambat
rangsangan dan pesan-pesan yang mempengaruhi sifat agresif.
b.) Genetic Faktor
Adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi potensi
perilaku agresif. Menurut riset kazu murakami (2007) dalam gen manusia
terdapat dorman (potensi) agresif yang sedang tidur akan bangun jika
terstimulasi oleh factor eksternal.
c.) Cycardian Rhytm
Irama sikardian memegang peranan individu. Menurut penelitian pada jam
sibuk seperti menjellang masuk kerja dan menjelang berakhirnya kerja
ataupun pada jam tertentu akan menstimulasi orang untuk lebih mudah
bersikap agresif
d.) Faktor Biokimia
Faktor biokimia tubuh seperti neurotransmitter di otak contohnya epineprin,
norepenieprin, dopamin dan serotonin sangat berperan dalam penyampaian
informasi melalui system persyarafan dalam tubuh.
e.) Brain Area Disorder
Gangguan pada sistem limbik dan lobus temporal, siindrom otak, tumor otak,
trauma otak, penyakit ensepalitis, epilepsy ditemukan sangat berpengaruh
terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
2.) Faktor psikologis
a.) Teori Psikoanalisa
Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh kembang
seseorang. Teori ini menjelaskan bahwa adanya ketidakpuasan fase oral
antara usia 0-2 tahun dimana anak tidak mendapat kasih sayang dan
pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup cenderung mengembangkan sikap
agresif dan bermusuhan setelah dewasa sebagai komponen adanya
ketidakpercayaan pada lingkungannya.
b.) Imitation, modelling and information processing theory
Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam lingkungan
yang mentolelir kekerasan. Adanya contoh, model dan perilaku yang ditiru
dari media atau lingkungan sekitar memungkinkan individu meniru perilaku
tersebut.
c.) Learning Theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap lingkungan
terdekatnya.
b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi dapat menimbulkan perilaku kekerasan pada setiap individu.
Stressor tersebut merupakan penyebab yang bersifat internal maupun eksternaldari
individu. Faktor internal meliputi keinginan yang tidak terpenuhi, perasaan
kehilangan dan kegagalan akan hidup, kekhawatiran terhadap penyakit fisik.
Sedangkan faktor eksternal meliputi keinginan atau kejadian sosial yang berubah
seperti serangan fisik atau tindakan kekerasan, kritikan yang menghina, lingkungan
yang terlalu ribut atau putusnya hubungan sosial.
5. Mekanisme Koping
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada pasien marah untuk melindungi diri
antara lain:
a. Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimatamasyarakat unutk
suatu dorongan yang megalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya
seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada objek lain seperti
meremas remas adona kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa amarah.
b. Proyeksi
Menyalahkan orang lain kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik, misalnya
seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan
seksualterdadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut
mencoba merayu, mencumbunya.
c. Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau bahayakan masuk kedalam sadar.
Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya.
Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa
membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh tuhan.
Sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakanya
d. Reaksi formasi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresika.dengan melebih lebihkan
sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakan sebagai rintangan misalnya
sesorangan yang tertarik pada teman suaminya,akan memperlakukan orang tersebut
dengan kuat
e. Deplacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan pada objek yang tidak
begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi
itu ,misalnya: timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapatkan
hukuman dari ibunya karena menggambar didinding kamarnya. Dia mulai bermai
perang-perangan dengan temanya
6. Penatalaksanaan
a. Farmakoterapi
Pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan mempunyai dosis
efektif tinggi contohnya: clorpromazine HCL yang berguna untuk mengendalikan
psikomotornya.
b. Terapi okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja terapi ini buka pemberian
pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan
mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak harus
diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk kegiatan seperti membaca koran, atau main
catur.
c. Peran serta keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan perawatan langsung
pada setiap keadaan (sehat-sakit) pasien. Perawat membantu keluarga agar dapat
melakukan lima tugas kesehatan, yaitu mengenal masalah kesehatan, membuat
keputusan tindakan kesehatan, memberi perawatan pada anggota keluarga,
menciptakan lingkungan keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber yang ada
pada masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan mengtasi masalah akan
dapat mencegah perilaku maladaptif (pencegahan primer), menanggulangi perilaku
maladaptif (pencegahan skunder) dan memulihkan perilaku maladaptif ke
perilakuadaptif (pencegahan tersier) sehinnga derajat kesehatan pasien dan keluarga
dapat ditingkatkan secara optimal
d. Terapi somatik
Terapi somatic terapi yang diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwadengan
tujuan mengubah perilaku yang mal adaftif menjadi perilaku adaftif dengan
melakukan tindakan yang ditunjukkan pada kondisi fisik pasien,terapi adalah
perilaku pasien
e. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik atau electronic convulsive therapy (ECT) adalah bentuk terapi
kepada pasien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan arus
listrik melalui elektroda yang menangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi
biasanya dilaksanakan adalah setiap 2-3 hari sekali (seminggu 2 kali).
Tanda dan gejala resiko perilaku kekerasan yang dapat ditemukan melalui observasi
sebagai berikut:
a. Wajah memerah dan tegang
b. Pandangan tajam
c. Mengatupkan ranhang dengan kuat
d. Mengepalkan tangan
e. Bicara kasar
f. Mondar mandir
g. Nada suara tinggi, menjerit dan berteriak
h. Melempar atau memukul benda/orang lain
2. Daftar Masalah
a. Harga diri rendah
b. Resiko perilaku kekerasan
c. Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
3. Pohon Masalah
Resiko Mencederai Diri Sendiri
4. Kemungkinan Diagnosa
a. Resiko Perilaku kekerasan
b. Harga diri rendah
5. Rencana Keperawatan
Diagnosa Resiko Perilaku Kekerasan
a. Tindakan Keperawatan Untuk Pasien:
Tujuan :
1.) Membina hubungan saling percaya
2.) Menjelaskan penyebab marah
3.) Menjelaskan perasaan saat terjadi marah/ perilaku kekerasan
4.) Menyebutkan cara mengontrol marah/ perilaku kekerasan
5.) Melatih kegiatan fisik dalam menyalurkan kemarahan
6.) Melatih cara bicara yang baik saat marah
7.) Melatih kegiatan ibadah untuk mengendalikan rasa marah
Tindakan Keperawatan:
Daftar Pustaka
Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi ASUHAN KEPERAWATAN JIWA. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Nuraenah. (2012). Hubungan Dukungan Keluarga dan Beban Keluarga dalam Merawat Anggota
dengan Riwayat Perilaku Kekerasan di RS. Jiwa Islam Klender Jakarta Timur, 29-37.
Sari, K. (2015). Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa. Jakarta: Trans Info MEdia.
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL
Di susun oleh:
2130282063
( ) ( )
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Isolasi sosial merupakan ketidakmampuan untuk membina hubungan yang erat, hangat,
terbuka, dan interdependen dengan orang lain(Risnasari, 2018). Menurut SDKI, 2017 isolasi
sosial adalah kesendirian yang dialami oleh individu dan dianggap timbul karena orang lain
serta sebagai suatu keadaan negatif atau mengancam. Isolasi sosial adalah keadaan dimana
seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi
dengan orang lain di sekitarnya. Klien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian dan
tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain. (Yosep, 2011).
B. Rentang Respon
Menurut (Risnasari, 2018) suatu hubungan antar manusia akan berada pada rentang
respons adaptif dan maladaptif seperti tergambar di bawah ini.
Adiptif Maladaptif
Menyendiri Merasa sendiri Manipulasi
(solitude) (loneliness) Impulsive
Otonomi Menarik diri Narsisme
Bekerja sama (withdrawal)
(mutualisme) Tergantung
Saling bergantung (dependent)
(interdependence)
C. Karakteristik Perilaku
1. Kurang sopan
2. Apatis
3. Ekspresi wajah kurang berseri
4. Afek tumpul
5. Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri
6. Komunikasi verbal menurun atau tidak ada
7. Mengisolasi diri
8. Kurang sadar dengan lingkungan sekitar
9. Pemasukan makan dan minum menurun
10. Aktivitas menurun
11. Menolak hubungan dengan orang lain. (Erlinafsiah, 2010)
D. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi isolasi sosial adalah sebagai berikut: (Fitria,
2009)
1. Faktor Tumbuh Kembang
Pada tahap tumbuh kembang, terdapat tugas-tugas perkembangan yang harus
terpenuhi supaya tidak terjadinya gangguan dalam hubungan sosial, apabila tugas-tugas
tersebut tidak terpenuhi, maka akan menghambat tahap-tahap perkembangan sosial yang
nantinya bisa menimbulkan suatu masalah, seperti isolasi sosial. Berikut tahap
perkembangan yang haru terpenuhi:
Tahap Perkembangan Tugas
Masa bayo Menetapkan rasa percaya
Masa presekolah Mengembangkan otonomi dan awal perilaku
mandiri
Masa sekolah Belajar menunjukan inisiatif, rasa tanggung
jawab, dan hati nurani
Masa preremaja Belajar berkompetisi, bekerja sama, dan
berkompromi
Masa dewasa muda Menjalin hubungan intim dengan teman
sesama jenis kelamin
Mencari pasangan Menjadi saling bergantung antara orang tua
dan teman
Masa tengah baya Menikah dan mempunyai anak
Masa tengah baya Belajar menerima kehidupan, sebagai hasil
yang sudah dilalui
Masa dewasa tua Berduka karena kehilangan dan
mengembangkan
perasaan ketertarikan dengan budaya
Tabel 1. Tugas perkembangan berhubungan dengan pertumbuhan interpersonal
(Stuart dan Sundeen, dalam Fitria,2009).
2. Faktor komunikasi dalam keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga adalah salah faktor pendukung terjadinya
gangguan dalam isolasi sosial. Dalam teori ini yang termasuk masalah dalam
berkomunikasi sehinggab akan menimbulkan ketidakjelasan (double bind) yaitu suatu
keadaan dimana seorang anggota keluarga ekspresi emosi yang tinggi atau menerima
pesan yang saling bertentangan dalam waktu bersamaan dalam keluarga yang akan
menghambat untuk hubungan dengan lingkungan luar.
G. Mekanisme Koping
Mekanisme yang digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang merupakan
suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Mekanisme yang sering digunakan pada
isolasi sosial adalah regresi, represi, isolasi. (Damaiyanti, 2012)
1. Regresi adalah mundur ke masa perkembangan yang telah lain.
2. Represi adalah perasaan-perasaan dan pikiran pikiran yang tidak dapat diterima secara
sadar dibendung supaya jangan tiba di kesadaran.
3. Isolasi adalah mekanisme mental tidak sadar yang mengakibatkan timbulnya kegagalan
defensif dalam menghubungkan perilaku dengan motivasi atau bertentangan antara
sikap dan perilaku.
Mekanisme koping yang muncul yaitu:
1. Perilaku curiga : regresi, represi
2. Perilaku dependen: regresi
3. Perilaku manipulatif: regresi, represi
4. Isolasi/menarik diri: regresi, represi, isolasi (Prabowo, 2014).
H. Komplikasi
Klien dengan isolasi sosial semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku yang
tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi resiko gangguan sensori
persepsi: halusinasi, mencederai diri sendiri, orang lain serta lingkungan dan penurunan
aktifitas sehingga dapat menyebabkan defisit perawatan diri (Dalami,2009)
I. Penatalaksanaan
1. Terapi Psikofarmaka
Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai
realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial dan tilik diri terganggu,
berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental: faham, halusinasi. Gangguan perasaan
dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan
sehari-hari, tidak mampu bekerja, berhubungan sosial dan melakukan kegiatan
rutin. Mempunyai efek samping gangguan otonomi (hypotensi)
antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi, hidung
tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama jantung.
Gangguan ekstra pyramidal (distonia akut, akathsia sindrom parkinson). Gangguan
endoktrin (amenorhe). Metabolic (Soundiee). Hematologik, agranulosis. Biasanya
untuk pemakaian jangka panjang. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit
darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental serta
dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping seperti gangguan miksi
dan parasimpatik, defeksi, hidung tersumbat mata kabur , tekanan infra meninggi,
gangguan irama jantung. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah,
epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan idiopatik,
sindrom Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan fenotiazine. Memiliki efek
samping diantaranya mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah,
bingung, agitasi, konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine. Kontraindikasi
terhadap hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma sudut sempit, psikosis
berat psikoneurosis (Andrey, 2010).
2. Terapi individu
Menurut Pusdiklatnakes (2012)tindakan keperawatan dengan pendekatan strategi
pelaksanaan (SP) pada pasien dapat dilakukan sebagai berikut :
Strategi pelaksanaan pertemuan 1 pada pasien :
Pengkajian Isolasi sosial, dan melatih bercakap-cakap antara pasien dan keluarga.
(1) Membina hubungan saling percaya
(2) Membantu pasien menyadari masalah isolasi sosial
(3) Melatih bercakap-cakap secara bertahap antara pasien dan anggota keluarga
Strategi pelaksanaan pertemuan 2 pada pasien :
Melatih pasien berinteraksi secara bertahap (pasien dengan 2 orang lain), latihan
bercakap-cakap saat melakukan 2 kegiatan harian.
(1) Mengevaluasi tanda dan gejala isolasi sosial
(2) Memvalidasi kemampuan berkenalan (berapa orang)
(3) Beri pujian, melatih cara berbicara saat melakukan kegiatan harian (latih 2
kegiatan)
(4) Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan berkenalan 2-3 orang
Strategi pelaksanaan pertemuan 3 pada pasien :
Melatih pasien berinteraksi secara bertahap (pasien dengan 4-5 orang), latihan
bercakap-cakap saat melakukan 2 kegiatan harian baru.
(1) Evaluasi tanda dan gejala isolasi sosial
(2) Validasi kemampuan berkenalan (berapa orang) dan bicara saat melakukan
dua kegiatan harian
(3) Tanyakan perasaan setelah melakukan kegiatan
(4) Beri pujian, melatih cara berbicara saat melakukan kegiatan harian (latih 2
kegiatan baru)
(5) Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan 4-5 orang
Strategi pelaksanaan pertemuan 4 pada pasien :
Mengevaluasi kemampuan berinteraksi, melatih cara bicara saat melakukan
kegiatan sosial.
(1) Evaluasi tanda dan gejala isolasi sosial
(2) Validasi kemampuan berkenalan (beberapa orang) dan bicara saat melakukan
empat kegiatan harian
(3) Tanyakan perasaan setelah melakukan kegiatan
(4) Beri pujian, melatih cara berbicara saat melakukan kegiatan sosial
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
1. Pengkajian
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor presipitasi,
penilaian stressor , suberkoping yang dimiliki klien. Setiap melakukan pengajian ,tulis
tempat klien dirawat dan tanggal dirawat isi pengkajian meliputi :
Identitas klien
Meliputi nama klien , umur , jenis kelamin , status perkawinan, agama, tangggal
MRS , informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat klien.
Keluhan utama
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain) komunikasi
kurang atau tidak ada , berdiam diri dikamar ,menolak interaksi dengan orang
lain ,tidak melakukan kegiatan sehari – hari , dependen.
Faktor predisposisi
Kehilangan, perpisahan, penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak
realistis, kegagalan / frustasi berulang, tekanan dari kelompok sebaya; perubahan
struktur sosial. Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi, kecelakaan
dicerai suami, putus sekolah, PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi
( korban perkosaan, tituduh kkn, dipenjara tiba – tiba) perlakuan orang lain yang
tidak menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung
lama.
Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD,Nadi, suhu,Pernapasan,TB,BB) dan keluhan fisik
yang dialami oleh klien.
Aspek psikososial
1) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
2) Konsep diri
a) Citra Tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak
menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Menolak
penjelasan perubahan tubuh, persepsi negatip tentang tubuh. Preokupasi
dengan bagia tubuh yang hilang, mengungkapkan keputus asaan,
mengungkapkan ketakutan.
b) Identitas Diri
Ketidak pastian memandang diri, sukar menetapkan keinginan dan tidak
mampu mengambil keputusan.
c) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit , proses
menua, putus sekolah, PHK.
d) Ideal Diri
Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya : mengungkapkan
keinginan yang terlalu tinggi
e) Harga Diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri,
gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat, mencederai diri, dan
kurang percaya diri.
Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan hubunga social
dengan orang lain terdekat dalam kehidupan, kelempok yang diikuti dalam
masyarakat.
Keyakinan klien terhadap Tuhan dan kegiatan untuk ibadah ( spritual)
Status mental
Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata, kurang
dapat memulai pembicaraan, klien suka menyendiri dan kurang mampu
berhubungan dengan orang lain, Adanya perasaan keputusasaan dan kurang
berharga dalam hidup.
Kebutuhan persiapan pulang
1) Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan
2) Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC,
membersikan dan merapikan pakaian.
3) Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi
4) Klien dapat melakukan istirahat dan tidur , dapat beraktivitas didalam dan diluar
rumah
5) Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar.
Mekanisme koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya pada
orang orang lain( lebih sering menggunakan koping menarik diri).
Aspek medic
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT, Psikomotor,
therapy okopasional, TAK, dan rehabilitas.
Masalah psikososial dan lingkungan
Biasanya pasien dengan Isolasi Sosial memiliki masalah dengan psikososial dan
lingkungannya, seperti pasien yang tidak dapat berinteraksi dengan keluarga atau
masyarakat karena merasa takut, tidak berguna dll.
Masalah keperawatan
1) Isolasi Sosial
2) Harga diri rendah
3) Halusinasi
Pohon Masalah
Resti mencederai diri, orang lain, dan lingkungan
2. Diagnosa Keperawatan
(Damayanti, M & Iskandar, 2012)
a. Isolasi sosial : menarik diri
b. Harga diri rendah
c. Resiko gangguan persepsi sensori halusinasi
4. Rencana Keperawatan
Andrey. (2010). Asuhan Keperawatan (Askep) Isolasi Sosial. Diunduh pada tanggal 20 Oktober
2010 dari http://andreyrsj.blogspot.com/2010/06/asuhan-keperawatan-askepisolasi-
sosial.html
Dermawan D dan Rusdi ,2013. Asuhan Keperawatan Jiwa, Yogyakarta: Graha Ilmu
Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Herman Ade, 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa, Yokyakarta: Nuha Medika
Keliat Budi Ana. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi I. Jakarta : EGC
Mukhripah Damaiyanti & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika
Aditama.
Nita Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat. Jakarta:
Salemba Medika.
Rosyad, Yafi Sabila. 2020. Modul Praktik Laboratorium Keperawatan Jiwa II : cetakan pertama.
Bandung : Media Sains Indonesia
Wuryaningsih, Emi Wuri, Windarwati, Heni Dwi, Dewi, Erti Ikhtiarini, Deviantony, Fitrio, dan
Hadi, Enggal. 2018. Keperawatan Kesehatan Jiwa 1. Jember : UPT Percetakan &
Penerbitan dan Universitas Jembar.
LAPORAN PENDAHULUAN
Di susun oleh:
2130282063
( ) ( )
A. Pengertian
Keliat B.A mendefinisikan harga diri rendah adalah penilaian tentang pencapaian diri
dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Perasaan tidak
berharga, tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap
diri sendiri dan kemampuan diri (Fajariyah, 2012). Harga diri rendah adalah semua
pemikiran, kepercayaan dan keyakinan yang merupakan pengetahuan individu tentang
dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain. Harga diri terbentuk waktu lahir
tetapi dipelajari sebagai hasil pengalaman unik seseorang dalam dirinya sendiri, dengan
orang terdekat dan dengan realitas dunia (Stuart,2006)
Gangguan harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau
kemampuan diri yang negatif yang dapat secara langsung atau tidak langsung diekspresikan
( Townsend, 2001 ). Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan
rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri dan
kemampuan diri. Adanya perasaan hilang percaya diri, merasa gagal karena karena tidak
mampu mencapai keinginansesuai ideal diri (Keliat, 2001). Menurut Schult & videbeck
(1998) gangguan harga diri rendah adalah penilaian negatif seseorang terhadap diri dan
kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung.
B. Rentang Respon
Respon adaptif Respon Maladaptif
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) respon individu terhadap konsep dirinya sepanjang
rentang respon konsep diri yaitu adaptif dan maladaptif (Fajariyah, 2012).
1. Akualisasi diri adalah pernyataan diri positif tentang latar belakang pengalaman nyata
yang sukses diterima.
2. Konsep diri positif adalah mempunyai pengalaman yang positif dalam beraktualisasi
diri.
3. Harga diri rendah adalah transisi antara respon diri adaptif dengan konsep diri
maladaptif.
4. Keracunan identitas adalah kegagalan individu dalam kemalangan aspek psikososial dan
kepribadian dewasa yang harmonis.
5. Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realitis terhadap diri sendiri yang
berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak dapat membedakan dirinya
dengan orang lain. (Fajariyah, 2012)
2. Faktor Penyebab
Akibat terjadinya harga diri rendah Menurut Karika (2015) harga diri rendah dapat berisiko
terjadinya isolasi sosial : menarik diri, isolasi soasial menarik diri adalah gangguan
kepribadian yang tidak fleksibel pada tingkah laku yang maladaptif mengganggu fungsi
seseorang dalam hubungan sosial. Dan sering dirtunjukan dengan perilaku antara lain :
Data subyektif
a. Mengungkapkan enggan untuk memulai hubungan atau pembicaraan.
b. Mengungkapkan perasaan malu untuk berhubungan dengan orang lain.
c. Mengungkapkan kekhawatiran terhadap penolakan oleh orang lain.
Data obyektif
a. Kurang spontan ketika diajak bicara.
b. Apatis.
c. Ekspresi wajah kosong.
d. Menurun atau tidak adanya komunikasi verbal.
e. Bicara dengan suara pelan dan tidak ada kontak mata saat bicara
4. Mekanisme Koping
Mekanisme koping menurut Deden (2013) :
a. Jangka pendek:
1.) Kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis : pemakaian obat-obatan,
kerja keras, nonoton tv terus menerus.
2.) Kegiatan mengganti identitas sementara : (ikut kelompok sosial, keagamaan, politik).
3.) Kegiatan yang memberi dukungan sementara : (kompetisi olah raga kontes
popularitas).
4.) Kegiatan mencoba menghilangkan anti identitas sementara : (penyalahgunaan obat-
obatan).
b. Jangka Panjang:
1.) Menutup identitas : terlalu cepat mengadopsi identitas yang disenangi dari orang-
orang yang berarti, tanpa mengindahkan hasrat, aspirasi atau potensi diri sendiri.
2.) Identitas negatif : asumsi yang pertentangan dengan nilai dan harapan
masyarakat.Mekanisme pertahanan ego yang sering digunakan adalah : fantasi,
disasosiasi, isolasi, proyeksi, mengalihkan marah berbalik pada diri sendiri dan orang
lain.
5. Penatalaksanaan
Menurut Eko, 2014 terapi pada gangguan jiwa skizofrenia sudah dikembangkan sehingga
penderita tidak mengalami diskriminasi bahkan metodenya lebih manusiawi dari pada masa
sebelumnya. Terapi yang dimaksud meliputi :
a. Psikofarmako, berbagai obat psikofarmako yang hanya diperoleh dengan resep dokter,
dapat dibagi dalam 2 golongan yaitu golongan generasi pertama (typical) dan golongan
kedua (atypical). Obat yang termasuk golongan generasi pertama misalnya
chlorpromazine HCL, Thoridazine HCL, dan Haloperridol. Obat yang termasuk
generasi kedua misalnya : Risperidone, Olozapine, Quentiapine, Glanzapine, Zotatine,
dan Ariprprazole.
b. Psikoterapi, terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi engan
orang lain, pasien lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya pasien tidak
mengasingkan diri lagi karena jika pasien menarik diri dapat membentuk kebiasaan
yang kurang baik. Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama.
c. Terapi kejang listrik (Elektro Convulsive therapy), adalah pengobatan untuk
menimbulkan kejang granmall secara artifical dengan melewatkan aliran listrik melalui
elektrode yang dipasang satu atau dua temples. Therapi kejang listrik diberikan pada
skizofrenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi
listrik 5-5 joule/ detik.
d. Terapi modalitas, merupakan rencana pengobatan untuk skizofrenia dan kekurangan
pasien. Teknik perilaku menggunakan latihan ketrampilan sosial untuk meningkatkan
kemampuan sosial. Kemampuan memenuhi diri sendiri dan latihan praktis dalam
komunikasi interpersonal. Terapi aktivitas kelompok dibagi 4 yaitu terapi aktivitas
kelompok stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi
aktivitas kelompok stimulasi realita dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi.
e. Adapun tindakan terapi untuk pasien dengan harga diri rendah menurut Kaplan &
Saddock, 2010 mengatakan, tindakan keperawatan yang dibutuhkan pada pasien dengan
harga diri rendah adalah terapi kognitif, terapi interpersonal, terapi tingkah laku, dan
terapi keluarga. Tindakan keperawatan pada pasien dengan harga diri rendah bisa secara
individu, terapi keluarga, kelompok dan penanganan dikomunikasi baik generalis
keperawatan lanjutan. Terapi untuk pasien dengan harga diri rendah yang efisian untuk
meningkatkan rasa percaya diri dalam berinteraksi dengan orang lain, sosial, dan
lingkungannya yaitu dengan menerapkan terapi kognitif pada pasien dengan harga diri
rendah.
A. Pengkajian
Tahap pertama meliputi faktor predisposisi seperti : psikologis, tanda, dan tingkah laku klien
dan mekanisme koping klien (Damaiyanti, 2012). Pengkajian menurut Deden (2013)
melalui beberapa faktor, yaitu :
1. Faktor predisposisi
a. Faktor yang mempengaruhi harga diri, termasuk penolakan orang tua, harapan orang
tua yang tidak realistik.
b. Faktor yang mempengaruhi penampilan peran, yaitu peran yang sesuai dengan jenis
kelamin, peran dalam pekerjaan dan peran yang sesuai dengan kebudayaan.
c. Faktor yang mempengaruhi identitas diri, yaitu orang tua yang tidak percaya pada
anak, tekanan teman sebaya dan kultur sosial yang berubah.
2. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi dapat disebabkan oleh faktor dari dalam atau faktor dari luar individu
(internal or eksternal sources), yang dibagi 5 (lima) kategori :
a. Ketegangan peran adalah stress yang berhubungan dengan frustasi yang dialami
individu dalam peran atau posisi yang diharapkan.
1.) Konflik peran : ketidaksesuaian peran antara yang dijalankan dengan yang
diinginkan.
2.) Peran yang tidak jelas : kurangnya pengetahuan individu tentang peran yang
dilakukannya.
3.) Peran berlebihan : kurang sumber yang adekuat untuk menampilkan seperangkat
peran yang komleks.
4.) Perkembangan transisi, yaitu perubahan norma yang berkaitan dengan nilai
untuk menyesuaikan diri.
b. Situasi transisi peran, adalah bertambah atau berkurangnya orang penting dalam
kehidupan individu melalui kelahiran atau kematian orang yang berarti.
c. Transisi peran sehat-sakit, yaitu peran yang diakibatkan oleh keadaan sehat atau
keadaan sakit. Transisi ini dapat disebabkan :
1.) Kehilangan bagian tubuh.
2.) Perubahan ukuran dan bentuk, penampilan atau fungsi tubuh.
3.) Perubahan fisik yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan.
4.) Prosedur pengobatan dan perawatan.
d. Ancaman fisik seperti pemakaian oksigen, kelelahan, ketidak seimbangan bio-kimia,
gangguan penggunaan obat, alkohol dan zat.
3. Perilaku
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) perilaku yang berhubungan dengan harga diri yang
rendah yaitu identitas kacau dan depersonalisasi seperti berikut (Deden, 2013):
a. Perilaku dengan harga diri yang rendah.
1.) Mengkritik diri sendiri atau orang lain
2.) Produktifitas menurun
3.) Destruktif pada orang lain
4.) Gangguan berhubungan
5.) Merasa diri lebih penting
6.) Merasa tidak layak
7.) Rasa bersalah
8.) Mudah marah dan tersinggung
9.) Perasaan negative terhadap diri sendiri
10.) Pandangan hidup yang pesimis
b. Perilaku dengan identitas kacau.
1.) Tidak mengindahkan moral
2.) Mengurahi hubungan interpersonal
3.) Perasaan kosong
4.) Perasaan yang berubah-ubah
5.) Kekacauan identitas seksual
6.) Kecemasan yang tinggi
7.) Tidak mampu berempati
8.) Kurang keyakinan diri
9.) Mencitai diri sendiri
10.) Masalah buhungan intim
11.) Ideal diri tidak realistik
c. Perilaku dengan Depersonalisasi.
1.) Afek : identitas hilang, asing dengan diri sendiri, perasaan tidak aman, rendah
diri, taku, malu, dan perasaan tidak realistic, merasa sangat terisolasi.
2.) Persepsi : Halusinasi pendengaran dan penglihatan, tidak yakin akan jenis
kelaminnya, sukar membedakan diri dengan orang orang lain.
3.) Kognitif : Kacau, disorientasi waktu, penyimpangan pikiran, daya ingat
terganggu, dan daya penilaian terganggu.
4.) Perilaku : Afek tumpul, pasif dan tidak ada respon emosi, komunikasi tidak
selaras, tidak dapat mengontrol perasaan, tidak ada inisiatif dan tidak mampu
mengambil keputusan, menarik diri dari lingkungan, dan kurang bersemangat.
4. Manifestasi klinis
Perilaku yang berhubungan dengan gangguan harga diri rendah didapatkan dari data
subjektif dan objektif yaitu :
a. Mengkritik diri sendiri ataupun orang lain.
b. Merasa diri tidak mampu dan tidak layak.
c. Merasa bersalah.
d. Mudah marah dan tersinggung
e. Perasaan negatif terhadap dirinya sendiri.
f. Ketegangan peran.
g. Pandangan hidup psimis.
h. Keluhan fisik.
i. Pandangan hidup bertentangan.
j. Penolakan terhadap kemampuan pribadi dekstrutif terhadap diri sendiri.
k. Menarik diri secara sosial dan menarik diri secara realistis. (Suliswati, 2005)
B. Daftar Masalah
Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji menurut Kartika (2015):
Masalah utama
1. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Data subyektif:
a. Mengungkapkan ingin diakui jati dirinya.
b. Mengungkapkan tidak ada lagi yang peduli.
c. Mengungkapkan tidak bisa apa-apa.
d. Mengungkapkan dirinya tidak berguna.
e. Mengkritik diri sendiri.
f. Perasaan tidak mampu.
Data obyektif:
Data obyektif:
Data obyektif:
a. Ekspresi wajah kosong tidak ada kontak mata ketika diajak bicara.
b. Suara pelan dan tidak jelas.
c. Hanya memberi jawaban singkat (ya atau tidak).
d. Menghindar ketika didekati.
C. Pohon Masalah
Pohon masalah yang muncul menurut Fajariah (2012):
D. Diagnosa
1. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
2. Isolasi sosial : Menarik diri
3. Perubahan persepsi sensori : Halusinasi
E. Rencana Keperawatan
1. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
Tujuan umum: klien dapat meningkatkan harga dirinya
Tujuan khusus:
a. Klien mampu membina hubungan saling percaya
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
c. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan
d. Klien dapat merancang kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
e. Klien dapat melakukan kegiatan
Intervensi:
Intervensi:
Intervensi:
F. Implementasi
Implementasi tindakan keperwatan disesuaikan denganrencana tindakan keperawatan. Pada
situasi nyata implementasi seringkali jauh berbedah dengan rencana
G. Evaluasi
Adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien.
Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan yang telah dilakukan.
Evaluasi dapat dilakukan menggunakan pendekan S.O.A.P. yaitu subjektikf opjektik analisis
perencanaan pada klien dan perencanaan pada perawat.
Daftar Pustaka
Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi ASUHAN KEPERAWATAN JIWA. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Nuraenah. (2012). Hubungan Dukungan Keluarga dan Beban Keluarga dalam Merawat Anggota
dengan Riwayat Perilaku Kekerasan di RS. Jiwa Islam Klender Jakarta Timur, 29-37.
Sari, K. (2015). Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa. Jakarta: Trans Info Media
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI
Di susun oleh:
2130282063
( ) ( )
A. Pengertian
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek tanpa adanya rangsangan
dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh pancaindra. Halusinasi merupakan
salah satu gejala gangguan jiwa yang pasien mengalami perubahan sensori persepsi, serta
merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan perabaan, atau penciuman.
Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien gangguan jiwa mengalami
perubahan dalam hal orientasi realitas. Salah satu manifestasi yang muncul adalah halusinasi
yang membuat pasien tidak dapat menjalankan pemenuhan dalam kehidupan sehari-hari.
B. Rentang Respon
Halusinasi merupakan gangguan dari persepsi sensori, waham merupakan gangguan pada isi
pikiran. Keduanya merupakan gangguan dari respons neorobiologi. Oleh karenanya secara
keseluruhan, rentang respons halusinasi mengikuti kaidah rentang respons neorobiologi.
Rentang respons neorobiologi yang paling adaptif adalah adanya pikiran logis dan
terciptanya hubungan sosial yang harmonis. Rentang respons yang paling maladaptif adalah
adanya waham, halusinasi, termasuk isolasi sosial menarik diri. Berikut adalah gambaran
rentang respons neorobiologi.
Adaptif Maladaptif
E. Mekanisme Koping
1. Regresi : menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku kembaliseperti pada
perilaku perkembangan anak atau berhubungan dengan masalah proses informasi dan
upaya untuk menanggulangi ansietas.
2. Proyeksi : keinginan yang tidak dapat ditoleransi mencurahkan emosi padaorang lain
karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai upaya untukmenjelaskan
kerancuan persepsi).
3. Isolasi sosial : reaksi yang ditampilakn dapat berupa reaksi fisik maupun psikologis,
reaksi fisik yaitu individu pergi atu lari menghindar sumber stressor,misalnya menjauhi
polusi, sumber infeksi, gas beracun dan lain-lain. Sedangkanreaksi psikologis individu
menunjukan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak berminat, sering disertai rasa takut
dan bermusuhan.
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan ,kepanikan dan ketakutan pasien akibat halusinasi
sebaiknya pada permulaan dilakukan secara individu dan usahakan terjadi kontak mata
jika perlu pasien di sentuh atau dipegang
2. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang diberikan sehubungan dengan rangsangan
halusinasi yang di terimanya.pendekatan sebaiknya secara persuasif tapi
nstruktif.perawat harus mengamati agar obat yang diberikan betul di telanya serta reaksi
obat yangdiberikan
3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah pasien
yang merupakan penyebabab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah
yang ada.
4. Memberi aktifitas kepadapasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya
berolahraga,bermain,atau melakukan kegiatan untul menggali potensi keterampilan
dirinya
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan Keluarga
Pasien dan petugas lain sebaiknya diberitahu tentang data pasien agar ada kesatuan
pendapat kesinambungan dalam asuhan keperawatan (Budi anadkk;2011;147)
Asuhan Keperawatan Teoritis
A. Pengkajian Keperawatan
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan interpersonal yang dapat
meningkatkan stres dan ansietas yang dapat berakhir dengan gangguan persepsi.
Pasien mungkin menekan perasaannya sehingga pematangan fungsi intelektual dan
emosi tidak efektif.
b. Faktor sosial budaya
Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang merasa disingkirkan atau
kesepian, selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga timbul akibat berat seperti delusi
dan halusinasi.
c. Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis, serta peran ganda atau peran yang
bertentangan dapat menimbulkan ansietas berat terakhir dengan pengingkaran
terhadap kenyataan, sehingga terjadi halusinasi.
d. Faktor biologis
Struktur otak yang abnormal ditemukan pada pasien gangguan orientasi realitas,
serta dapat ditemukan atropik otak, pembesaran ventikal, perubahan besar, serta
bentuk sel kortikal dan limbik.
e. Faktor genetik
Gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi umumnya ditemukan pada pasien
skizofrenia. Skizofrenia ditemukan cukup tinggi pada keluarga yang salah satu
anggota keluarganya mengalami skizofrenia, serta akan lebih tinggi jika kedua orang
tua skizofrenia.
2. Faktor Presipitasi
a. Stresor sosial budaya
Stres dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas keluarga,
perpisahan dengan orang yang penting, atau diasingkan dari kelompok dapat
menimbulkan halusinasi.
b. Faktor biokimia
Berbagai penelitian tentang dopamin, norepinetrin, indolamin, serta zat halusigenik
diduga berkaitan dengan gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi.
c. Faktor psikologis
Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan
mengatasi masalah memungkinkan berkembangnya gangguang orientasi realitas.
Pasien mengembangkan koping untuk menghindari kenyataan yang tidak
menyenangkan.
d. Perilaku
Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan orientasi realitas berkaitan
dengan perubahan proses pikir, afektif persepsi, motorik, dan sosial.
B. Daftar Masalah
1. Isolasi social : menarik diri
2. Gangguan prsepsi sensori : Halusinasi
3. Risiko mecederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
C. Pohon Masalah
Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
E. Rencana Keperawatan
1. Tindakan Keperawatan untuk Pasien
a. Tujuan tindakan untuk pasien meliputi hal berikut.
1.) Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya.
2.) Pasien dapat mengontrol halusinasinya.
3.) Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal.
b. Tindakan keperawatan
1.) Membantu pasien mengenali halusinasi dengan cara berdiskusi dengan pasien
tentang isi halusinasi (apa yang didengar/dilihat), waktu terjadi halusinasi,
frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul, dan
respons pasien saat halusinasi muncul.
2.) Melatih pasien mengontrol halusinasi. Untuk membantu pasien agar mampu
mengontrol halusinasi, Anda dapat melatih pasien empat cara yang sudah
terbukti dapat mengendalikan halusinasi, yaitu sebagai berikut.
a.) Menghardik halusinasi.
b.) Bercakap-cakap dengan orang lain.
c.) Melakukan aktivitas yang terjadwal.
d.) Menggunakan obat secara teratur.
3.) SP (STRATEGI PELAKSANAAN)
SP 1
- Bina hubungan saling percaya
- Identifikasi halusinasi (isi, frekuensi, situasi, waktu, perasaan, respon)
- Latih mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
- Masukkan latihan menghardik dalam jadual
SP 2
- Evaluasi tanda dan gejala halusinasi
- Validasi kemampuan pasien melakukan latihan menghardik dan berikan pujian
- Evaluasi manfaat melakukan menghardik
- Latih cara mengontrol halusinasi dengan obat (jelaskan 6 benar: jenis, guna,
dosis, frekuensi, cara, kontinuitas minum obat)
- Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan menghardik dan minum obat
SP 3
- Evaluasi tanda dan gejala halusinasi
- Validasi kemampuan pasien melakukan latihan menghardik dan jadual minum
obat, berikan pujian
- Evaluasi manfaat melakukan menghardik dan minum obat sesuai jadual
- Latih cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap saat terjadi
halusinasi.
- Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan menghardik, minum obat dan
bercakap-cakap
SP 4
- Evaluasi tanda dan gejala halusinasi
- Validasi kemampuan pasien melakukan latihan menghardik dan jadual minum
obat, berikan pujian
- Evaluasi manfaat melakukan menghardik dan minum obat sesuai jadual
- Latih cara mengontrol halusinasi dengan kegiatan aktivitas terjadwal.
- Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan menghardik, minum obat dan
bercakap-cakap
2. Tindakan Keperawatan untuk Keluarga
a. Tujuan
1.) Keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien baik di rumah sakit maupun di
rumah.
2.) Keluarga dapat menjadi sistem pendukung yang efektif untuk pasien.
b. Tindakan keperawatan
SP 1
- Mendiskusikan masalah yg dirasakan keluarga dlm merawat pasien
- Menjelaskan pengertian, tanda gejala halusinasi yg dialami pasien serta proses
terjadinya
- Menjelaskan cara merawat pasin halusinasi
SP 2
- Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala halusinasi
- Validasi kemampuan keluarga dalam membimbing pasien melaksanakan latihan
menghardik
- Evaluasi manfaat yang dirasakan keluarga dalam merawat, beri pujian.
- Jelaskan 6 benar cara memberikan obat, Latih cara memberikan/membimbing
minum obat
- Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan memberi pujian
SP 3
- Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala halusinasi
- Validasi kemampuan keluarga dalam membimbing pasien melaksanakan kegiatan
yang telah dilatih: menghardik dan patuh minum obat
- Evaluasi manfaat yang dirasakan keluarga dalam merawat, beri pujian
- Jelaskan cara bercakap-cakap dan melakukan kegiatan untuk mengontrol
halusinasi
- Latih dan sediakan waktu bercakap-cakap dengan pasien terutama saat halusinasi
- Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan memberikan pujian
SP 4
- Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala halusinasi
- Validasi kemampuan keluarga dalam membimbing pasien melaksanakan kegiatan
yang telah dilatih: menghardik, patuh minum obat dan bercakap-cakap dengan
orang lain
- Evaluasi manfaat yang dirasakan keluarga dalam merawat, beri pujian
- Jelaskan follow up ke PKM, tanda kambuh, rujukan
- Anjurkan membantu pasien sesuai jadual
- Memberikan pujian
F. Implementasi
Implementasi tindakan keperawatan di sesuaikan dengan rencana tindakankeperawatan.
Pada situasi nyata, implementasi sering kali jauh bebeda dengan rencana. Hal itu terjadi
karena perawat belum terbiasa menggunakan rencana tertulis dalammelaksanakan tindakan
keperawatan. Yang bisa di lakukan perawat adalah menggunakan rencana tertulis, yaitu apa
yang dipikirkan, dirasakan, itu yang dilaksanakan. Hal itu sangat membahayakan klien dan
perawat jika tindakan berakibat fatal dan juga tidak memenuhi aspek legal tanda tangan.
Sebelum melakukan tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlumemvalidasi
dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan,oleh kilen saat ini.
Perawat juga menilai diri sendiri, apakah mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual
dan teknikal yang di perlukan untuk melaksanakan tindakan.Perawat juga menilai kembali
apakah tindakan aman bagi klien. Setelah tidak adahambatan maka tindakan keperawatan
boleh dilaksanakan. Pada saat akan melaksanakan tindakan keperawatan, perawat membuat
kontrak dengan klien, yang isinya menjelaskan apa yang akan d kejakan. Dan peran serta
yang di harapkan dariklien. dokumentasikan semua tindakan yang telah di laksanakan
berserta respon klien.
G. Evaluasi
Evaluasi keberhasilan tindakan keperawatan yang sudah Anda lakukan untuk pasien
halusinasi adalah sebagai berikut:
1. Pasien mempercayai kepada perawat.
2. Pasien menyadari bahwa yang dialaminya tidak ada objeknya dan merupakan masalah
yang harus diatasi.
3. Pasien dapat mengontrol halusinasi.
4. Keluarga mampu merawat pasien di rumah, ditandai dengan hal berikut.
a. Keluarga mampu menjelaskan masalah halusinasi yang dialami oleh pasien.
b. Keluarga mampu menjelaskan cara merawat pasien di rumah.
c. Keluarga mampu memperagakan cara bersikap terhadap pasien.
d. Keluarga mampu menjelaskan fasilitas kesehatan yang dapat digunakan untuk
mengatasi masalah pasien.
e. Keluarga melaporkan keberhasilannnya merawat pasien
DAFTAR PUSTAKA
Yudi Hartono Dkk; 2012; Buku ajar keperawatan jiwa; Jakarta; salembamedika
LAPORAN PENDAHULUAN
WAHAM
Di susun oleh:
2130282063
( ) ( )
Konsep Dasar
A. Pengertian
Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara kuat atau terus-
menerus, tapi tidak sesuai dengan kenyataan. Waham adalah termasuk gangguan isi pikiran.
Pasien meyakini bahwa dirinya adalah seperti apa yang ada di dalam isi pikirannya. Waham
sering ditemui pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering
ditemukan pada penderita skizofrenia.
B. Rentang Respon
E. Mekanisme Koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi klien dari pengalaman yang menakutkan
dengan respon neurobilologis yang maladaptif meliputi : regresi berhubungan dengan
masalah proses informasi dengan upaya untuk mengatasi ansietas proyeksi sebagai upaya
untuk menjelaskan kekacauan persepsi, menarik diri pada keluarga : mengingkari.
F. Penatalaksanaan
1. Psikoterapi
Psikoterapi yang efektif untuk gangguan waham menetap adalah psikoterapi individual,
berorientasi insight, suportif, kognitif, dan behavioral. Dalam psikoterapi, sebaiknya
tidak dilakukan konfrontasi terhadap waham pasien, namun lebih pada penekanan bahwa
preokupasi pasien terhadap wahamnya menimbulkan distress bagi dirinya dan
mengganggu kemampuannya untuk bisa hidup dengan lebih baik. Cognitive behavioral
therapy (CBT) bisa digunakan untuk memperbaiki bias pengenalan informasi (yang
timbul akibat waham), sensitivitas interpersonal, gaya reasoning, kecemasan, dan
insomnia. Metacognitive training adalah terapi yang dikembangkan untuk membantu
pasien dengan waham untuk mengenali pola pikir disfungsionalnya. Meskipun awalnya
dikembangkan untuk schizophrenia, namun terapi ini juga bermanfaat pada pasien
dengan gangguan waham lain, termasuk gangguan waham menetap.
2. Medikamentosa
Pasien-pasien gangguan waham menetap yang mengalami agitasi sebaiknya
mendapatkan antipsikotik lewat injeksi intramuskular. Farmakoterapi pada pasien
dengan gangguan waham relatif sulit dilakukan karena mereka bisa dengan mudah
memasukkan obat yang diberikan sebagai bagian negatif dari sistem wahamnya. Perlu
dilakukan bina rapport dan psikoterapi yang adekuat sebelum farmakoterapi bisa
dimulai. Farmakoterapi sebaiknya dimulai dari dosis kecil (misalnya haloperidol 2
mg/24 jam atau risperidone 2 mg/24 jam) kemudian dititrasi pelan. Bila dalam waktu 6
minggu pasien tidak menunjukkan respons, maka sebaiknya diganti dengan antipsikotik
kelas lainnya. Beberapa klinisi menyatakan bahwa pimozide efektif digunakan pada
pasien dengan gangguan waham, terutama pasien dengan waham somatik kronis. Sebuah
review oleh Mohsen, et al menemukan bahwa antipsikotik yang paling banyak
digunakan pada pasien dengan gangguan waham adalah risperidone, diikuti oleh
olanzapine, quetiapine, dan antipsikotik tipikal (generasi pertama).
A. Pengkajian
Menurut Kaplan dan Sadock (1997) beberapa hal yang harus dikaji antara lain sebagai
berikut.
1. Status mental
a. Pada pemeriksaan status mental, menunjukkan hasil yang sangat normal, kecuali
bila ada sistem waham abnormal yang jelas.
b. Suasana hati (mood) pasien konsisten dengan isi wahamnya.
c. Pada waham curiga didapatkannya perilaku pencuriga.
d. Pada waham kebesaran, ditemukan pembicaraan tentang peningkatan identitas diri
dan mempunyai hubungan khusus dengan orang yang terkenal.
e. Adapun sistem wahamnya, pemeriksa kemungkinan merasakan adanya kualitas
depresi ringan.
f. Pasien dengan waham tidak memiliki halusinasi yang menonjol/menetap kecuali
pada pasien dengan waham raba atau cium. Pada beberapa pasien kemungkinan
ditemukan halusinasi dengar.
2. Sensorium dan kognisi (Kaplan dan Sadock, 1997)
a. Pada waham, tidak ditemukan kelainan dalam orientasi, kecuali yang memiliki
waham spesifik tentang waktu, tempat, dan situasi.
b. Daya ingat dan proses kognitif pasien dengan utuh (intact).
c. Pasien waham hampir seluruh memiliki daya tilik diri (insight) yang jelek.
d. Pasien dapat dipercaya informasinya, kecuali jika membahayakan dirinya,
keputusan yang terbaik bagi pemeriksa dalam menentukan kondisi pasien adalah
dengan menilai perilaku masa lalu, masa sekarang, dan yang direncanakan.
3. Tanda dan gejala waham dapat juga dikelompokkan sebagai berikut.
Kognitif
a. Tidak mampu membedakan nyata dengan tidak nyata.
b. Individu sangat percaya pada keyakinannya.
c. Sulit berpikir realita.
d. Tidak mampu mengambil keputusan.
Afektif
a. Situasi tidak sesuai dengan kenyataan.
b. Afek tumpul.
a. Hipersensitif
b. Hubungan interpersonal dengan orang lain dangkal
c. Depresif
d. Ragu-ragu
e. Mengancam secara verbal
f. Aktivitas tidak tepat
g. Streotif
h. Impulsif
i. Curiga
Fisik
a. Kebersihan kurang
b. Muka pucat
c. Sering menguap
d. Berat badan menurun
e. Nafsu makan berkurang dan sulit tidur
B. Daftar Masalah
1. Perubahan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
2. Perubahan Proses Pikir : Waham
3. Resiko Kerusakan Komunikasi
C. Pohon Masalah
Resiko Kerusakan Komunikasi
D. Kemungkinan Diagnosa
1. Risiko kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan waham.
2. Perubahan proses pikir: waham berhubungan dengan harga diri rendah.
E. Rencana Keperawatan
Tindakan Keperawatan Untuk Pasien
Tujuan
1. Pasien dapat berorientasi kepada realitas secara bertahap.
2. Pasien dapat memenuhi kebutuhan dasar.
3. Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan.
4. Pasien menggunakan obat dengan prinsip lima benar.
Tindakan
Tindakan
G. Evaluasi
1. Pasien mampu melakukan hal berikut.
a. Mengungkapkan keyakinannya sesuai dengan kenyataan.
b. Berkomunikasi sesuai kenyataan.
c. Menggunakan obat dengan benar dan patuh.
2. Keluarga mampu melakukan hal berikut.
a. Membantu pasien untuk mengungkapkan keyakinannya sesuai kenyataan.
b. Membantu pasien melakukan kegiatan-kegiatan sesuai dengan kemampuan dan
kebutuhan pasien.
c. Membantu pasien menggunakan obat dengan benar dan patuh.
Daftar Pustaka
Kaplan dan Sadock. 1997. Sinopsis Psikiatri, Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid I.
Edisi 7. Jakarta: Binarupa Aksara.
Keliat, B.A., Akemat, Helena, N.C.D., dan Nurhaeni, H. 2007. Keperawatan Kesehatan Jiwa
Komunitas: CMHN (Basic Courese). Jakarta: EGC.
Lab/UPF Kedokteran Jiwa. 1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi. RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
Maramis, W.F. 2010. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press: Surabaya.
Stuart dan Laraia. 2005. Principles dan Pratice of Psychiatric Nursing. 8th Edition. St.Louis:
Mosby.
Stuart, G. W. dan Sundeen, S. J. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3. Jakarta: EGC.
Suliswati, dkk. 2004. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Di susun oleh:
2130282063
( ) ( )
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
Konsep Dasar
A. Pengertian
Bunuh diri menurut Gail W. Stuart dalam buku ”Keperawatan Jiwa’ dinyatakan sebagai
suatu aktivitas yang jika tidak dicegah, dimana aktivitas ini dapat mengarah pada
kematian(2007). Bunuh diri juga merupakan kedaruratan psikiatri karena pasien berada
dalam keadaan stres yang tinggi dan menggunakan koping yang maladaptif. Situasi gawat
pada bunuh diri adalah saat ide bunuh diri timbul secara berulang tanpa rencana yang
spesifik atau percobaan bunuh diri atau rencana yang spesifik untuk bunuh diri. (Yusuf,
Fitryasari, & Endang, 2015, hal. 140). Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri
sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan.Bunuh diri merupakan keputusan terakhir
dariindividu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain, 2008). Menciderai diri
adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh
diri mungkin merupakan keputusanterakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang
dihadapi (Captain, 2008).
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk menciderai diri sendiri yang dapat mengancam
kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena merupakan perilaku untuk
mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh diri disebabkan karena stress yang tinggi dan
berkepanjangan dimana individu gagal dalam melakukan mekanisme kopingyang digunakan
dalam mengatasi masalah. Beberapa alasan individu mengakhiri kehidupan adalah
kegagalanu untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress, perasaan terisolasi,
dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan hubungan yang
berarti, perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri
sendiri, cara untuk mengakhiri keputusan (Stuart, 2006).
B. Rentang Respon
Adaptif Maladaptif
Keterangan:
1. Peningkatan diri yaitu seorang individu yang mempunyai pengharapan, yakin, dan
kesadaran diri meningkat.
2. Pertumbuhan-peningkatan berisiko, yaitu merupakan posisi pada rentang yang masih
normal dialami individu yang mengalami perkembangan perilaku.
3. Perilaku destruktif diri tak langsung, yaitu setiap aktivitas yang merusak kesejahteraan
fisik individu dan dapat mengarah kepada kematian, seperti perilaku merusak, mengebut,
berjudi, tindakan kriminal, terlibat dalam rekreasi yang berisiko tinggi, penyalahgunaan
zat, perilaku yang menyimpang secara sosial, dan perilaku yang menimbulkan stres.
4. Pencederaan diri, yaitu suatu tindakan yang membahayakan diri sendiri yang dilakukan
dengan sengaja. Pencederaan dilakukan terhadap diri sendiri, tanpa bantuan orang lain,
dan cedera tersebut cukup parah untuk melukai tubuh. Bentuk umum perilaku
pencederaan diri termasuk melukai dan membakar kulit, membenturkan kepala atau
anggota tubuh, melukai tubuhnya sedikit demi sedikit, dan menggigit jari.
5. Bunuh diri, yaitu tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk mengakhiri
kehidupan.
C. Faktor Penyebab
Secara universal karena ketidakmampuan individu untuk menyelesaikan masalah. Terbagi
menjadi:
1. Faktor Genetik
Faktor genetik (berdasarkan penelitian):
a. 1,5 – 3 kali lebih banyak perilaku bunuh diri terjadi pada individu yang menjadi
kerabat tingkat pertama dari orang yang mengalami gangguan mood/depresi/ yang
pernah melakukan upaya bunuh diri.
b. Lebih sering terjadi pada kembar monozigot dari pada kembar dizigot.
2. Faktor Biologis lain
Biasanya karena penyakit kronis/kondisi medis tertentu, misalnya:
a. Stroke
b. Gangguuan kerusakan kognitif (demensia)
c. DiabetesPenyakit arteri koronaria
d. Kanker
e. HIV / AIDS
3. Faktor Psikososial & Lingkungan
a. Teori Psikoanalitik / Psikodinamika: Teori Freud, yaitu bahwa kehilangan objek
berkaitan dengan agresi & kemarahan, perasaan negatif thd diri, dan terakhir depresi.
b. Teori Perilaku Kognitif: Teori Beck, yaitu Pola kognitif negatif yang berkembang,
memandang rendah diri sendiri
c. Stressor Lingkungan: kehilangan anggota keluarga, penipuan, kurangnya sistem
pendukung social
D. Proses Terjadinya
1. Faktor Predisposisi
a. Diagnosa medis
Gangguan jiwa Diagnosa medis gangguan jiwa yang beresiko untuk bunuh diri yaitu
gangguan afektif, penyalahgunaan zat dan schizophrenia. Lebih dari 90% orang
dewasa mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri mengalami gangguan jiwa.
b. Sifat kepribadian
Sifat kepribadian yang meningkatkan resiko bunuh diri yaitu suka bermusuhan,
impulsif, kepribadian anti sosial dan depresif.
c. Lingkungan psikososial
Individu yang mengalami kehilangan dengan proses berduka yang berkepanjangan
akibat perpisahan dan bercerai, kehilangan barang dan kehilangan dukungan sosial
merupakan faktor penting yang mempengaruhi individu untuk melakukan tindakan
bunuh diri.
d. Riwayat keluarga
Keluarga yang pernah melakukan bunuh diri dan konflik yang terjadi dalam keluarga
merupakan faktor penting untuk melakukan bunuh diri.
2. Faktor presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang dialami oleh
individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang memalukan. Faktor lain
yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau membaca melalui media mengenai
orang yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri. Bagi individu yang
emosinya labil, hal tersebut menjadi sangat rentan. Setiap upaya percobaan bunuh diri
selalu diawali dengan adanya motivasi untuk bunuh diri dengan berbagai alasan, berniat
melaksanakan bunuh diri, mengembangkan gagasan sampai akhirnya melakukan bunuh
diri. Oleh karena itu, adanya percobaan bunuh diri merupakan masalah keperawatan
yang harus mendapatkan perhatian serius. Sekali pasien berhasil mencoba bunuh diri,
maka selesai riwayat pasien. Untuk itu, perlu diperhatikan beberapa mitos (pendapat
yang salah) tentang bunuh diri.
E. Mekanisme Koping
Mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku pengerusakan diri tak
langsung adalah pengingkaran (denial). Sementara, mekanisme koping yang paling
menonjol adalah:
1. Rasionalisasi
2. Intelektualisasi
3. Regresi
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien resiko bunuh diri
1. Membina hubungan saling percaya. Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan
prinsip komunikasi terapetik.
2. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
3. Dapat menilai kemampuan yang digunakan.
4. Memberi aktifitas kepada pasien
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan Keluarga
G. Prinsip tindakan keperawatan
1. Proteksi (mencegah menyakiti diri)
2. Meningkatkan harga diri
3. Menguatkan koping yang sehat
4. Eksplorasi perasaan
5. Mengatur batasan dan kontrol
6. Mengarahkan dukungan sosial
7. Pendidikan mental
A. Pengkajian
Data yang perlu dikumpulkan saat pengkajian :
1. Riwayat masa lalu :
a. Riwayat percobaan bunuh diri dan mutilasi diri
b. Riwayat keluarga terhadap bunuh diri
c. Riwayat gangguan mood, penyalahgunaan NAPZA dan skizofrenia
d. Riwayat penyakit fisik yang kronik, nyeri kronik.
e. Klien yang memiliki riwayat gangguan kepribadian boderline, paranoid, antisosial
f. Klien yang sedang mengalami kehilangan dan proses berduka
2. Peristiwa hidup yang menimbulkan stres dan kehilangan yang baru dialami.
3. Hasil dan alat pengkajian yang terstandarisasi untuk depresi.
4. Riwayat pengobatan.
5. Riwayat pendidikan dan pekerjaan.
6. Catat ciri-ciri respon psikologik, kognitif, emosional dan prilaku dari individu dengan
gangguan mood.
7. Kaji adanya faktor resiko bunuh diri dan letalitas prilaku bunuh diri:
a. Tujuan klien misalnya agar terlepas dari stres, solusi masalah yang sulit
b. Rencana bunuh diri termasuk apakah klien memiliki rencana yang teratur dan cara-
cara melaksanakan rencana tersebut.
c. Keadaan jiwa klien (misalnya adanya gangguan pikiran, tingkat gelisah, keparahan
gangguan mood
d. Sistem pendukung yang ada
e. Stressor saat ini yang mempengaruhi klien, termasuk penyakit lain (baik psikiatrik
maupun medik), kehilangan yang baru dialami dan riwayat penyalahgunaan zat
f. Kaji sistem pendukung keluarga dan kaji pengetahuan dasar keluarga klien, atau
keluarga tentang gejala, meditasi dan rekomendasi pengobatan gangguan mood,
tanda-tanda kekambuhan dan tindakan perawatan diri
8. Symptom yang menyertainya
Apakah klien mengalami :
a. Ide bunuh diri
b. Ancaman bunuh diri
c. Percobaan bunuh diri
d. Sindrome mencederai diri sendiri yang disengaja
Dalam melakukan pengkajian klien resiko bunuh diri, perawat perlu memahami
petunjuk dalam melakukan wawancara dengan pasien dan keluarga untuk
mendapatkan data yang akurat.
B. Daftar Masalah
1. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
2. Resiko bunuh diri
C. Pohon Masalah
Resiko bunuh diri
D. Kemungkinan Diagnosa
Risiko bunuh diri berhubungan dengan harga diri rendah
E. Rencana Keperawatan
Tindakan Keperawatan untuk Pasien
1. Tujuan Pasien tetap aman dan selamat.
2. Tindakan
Untuk melindungi pasien yang mengancam atau mencoba bunuh diri, maka Anda dapat
melakukan tindakan berikut:
a. Menemani pasien terus-menerus sampai dia dapat dipindahkan ke tempat yang
aman.
b. Menjauhkan semua benda yang berbahaya, misalnya pisau, silet, gelas, tali
pinggang.
c. Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika pasien
mendapatkan obat.
d. Menjelaskan dengan lembut pada pasien bahwa Anda akan melindungi pasien
sampai tidak ada keinginan bunuh diri.
F. Implementasi
Implementasi tindakan keperawatan di sesuaikan dengan rencana tindakankeperawatan.
Pada situasi nyata, implementasi sering kali jauh bebeda dengan rencana. Hal itu terjadi
karena perawat belum terbiasa menggunakan rencana tertulis dalammelaksanakan tindakan
keperawatan. Yang bisa di lakukan perawat adalah menggunakan rencana tertulis, yaitu apa
yang dipikirkan, dirasakan, itu yang dilaksanakan. Hal itu sangat membahayakan klien dan
perawat jika tindakan berakibat fatal dan juga tidak memenuhi aspek legal tanda
tangan.Sebelum melakukan tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlumemvalidasi
dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan,oleh kilen saat ini.
Perawat juga menilai diri sendiri, apakah mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual
dan teknikal yang di perlukan untuk melaksanakan tindakan.
Perawat juga menilai kembali apakah tindakan aman bagi klien. Setelah tidak
adahambatan maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan. Pada saat akan melaksanakan
tindakan keperawatan, perawat membuat kontrak dengan klien, yang isinya menjelaskan apa
yang akan d kejakan. Dan peran serta yang di harapkan dariklien. dokumentasikan semua
tindakan yang telah di laksanakan berserta respon klien.
G. Evaluasi
1. Untuk pasien yang memberikan ancaman atau melakukan percobaan bunuh diri,
keberhasilan asuhan keperawatan ditandai dengan keadaan pasien yang tetap aman dan
selamat.
2. Untuk keluarga pasien yang memberikan ancaman atau melakukan percobaan bunuh
diri, keberhasilan asuhan keperawatan ditandai dengan kemampuan keluarga berperan
serta dalam melindungi anggota keluarga yang mengancam atau mencoba bunuh diri.
3. Untuk pasien yang memberikan isyarat bunuh diri, keberhasilan asuhan keperawatan
ditandai dengan hal berikut:
a. Pasien mampu mengungkapkan perasaanya.
b. Pasien mampu meningkatkan harga dirinya.
c. Pasien mampu menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik.
4. Untuk keluarga pasien yang memberikan isyarat bunuh diri, keberhasilan asuhan
keperawatan ditandai dengan kemampuan keluarga dalam merawat pasien dengan risiko
bunuh diri, sehingga keluarga mampu melakukan hal berikut:
a. Keluarga mampu menyebutkan kembali tanda dan gejala bunuh diri.
b. Keluarga mampu memperagakan kembali cara-cara melindungi anggota keluarga
yang berisiko bunuh diri.
c. Keluarga mampu menggunakan fasilitas kesehatan yang tersedia dalam merawat
anggota keluarga yeng berisiko bunuh diri
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, B.A., Akemat, Helena, N.C.D., dan Nurhaeni, H. 2007. Keperawatan Kesehatan Jiwa
Komunitas: CMHN (Basic Courese). Jakarta: EGC.
Lab/UPF Kedokteran Jiwa. 1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi. RSUD Dr. Soetomo
Surabaya.
Maramis, W.F. 2010. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press: Surabaya.
Stuart dan Laraia. 2005. Principles and Practice of Psychiatric Nursing. 8th Edition. St. Louis:
Mosby
Stuart, G. W. dan Sundeen, S. J. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3. Jakarta: EGC.
Suliswati, dkk. 2004. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Di susun oleh:
2130282063
( ) ( )
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
Konsep Dasar
A. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya,kesehatan dan kesejateraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien
dinyatakan terganggu keperatawan dirinya jika tidak dapat melakukan keperawatan diri
(Depkes,2000)
Defisit perawatan diri adalah kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan
jiwa terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan
aktivitas perawatan diri menurun. Kurang perawatan diri terlihat dari ketidakmampuan
merawat kebersihan diri antaranya mandi, makan minum secara mandiri, berhias secara
mandiri, toileting (BAK/BAB) (Damaiyanti,2012)
B. Rentang Respon
Adatif maladaptif
1. Pola perawatan diri seimbang: saat pasien mendapatkan stressor dan mampu ntuk
berperilaku adatif maka pola perawatan yang dilakukan klien seimbang, klien masih
melakukan perawatandiri
2. Kadang melakukan perawatan diri kadang tidak: saat pasien mendapatan stressor
kadang-kadang pasien tidak menperhatikan perawatandirinya
3. Tidak melakukan perawatan diri: klien mengatakan dia tidak perduli dan tidak bisa
melakukan perawatan saat stresso (Ade, 2011)
C. Penyebab
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2000), penyebab kurang perawatan diri adalah kelelahan
fisik dan penurunan kesadaran. Menurut Depkes (2000), penyebab kurang perawatan diri
adalah:
1. Factorpredisposisi
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif
terganggu
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.
c. Kemampuan realitasturun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan
ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya.Situasi
lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatandiri.
2. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan
motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami
individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000) Faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene
adalah:
a. BodyImage
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri
misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan
kebersihan dirinya.
b. PraktikSosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan
terjadi perubahan pola personal hygiene.
c. Status SosialEkonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi,
shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
d. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik
dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus
ia harus menjaga kebersihan kakinya.
e. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
f. Kebiasaanseseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri
seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.
g. Kondisi fisik ataupsikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan
perlu bantuan untuk melakukannya
E. Mekanismekoping
Mekanisme koping berdasarkan penggolongan di bagi menjadi 2 yaitu:
1. Mekanisme koping adaptif
Mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi pertumbuhan belajar dan mencapai
tujuan.Kategori ini adalah klien bisa memenuhi kebutuhan perawatan diri secara
mandiri.
2. Mekanisme koping maladaptif
Mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan,
menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan. Kategorinya adalah tidak
mau merawat diri (Damaiyanti, 2012)
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan manurut herman (Ade, 2011) adalah sebagai berikut
1. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri
2. Membimbing dan menolong klien merawatdiri
3. Ciptakan lingkungan yangmendukung.
A. Pengkajian
Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadiakibat adanya
perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukanaktivitas perawatan diri
menurun. Defisit perawatan diri tampak dariketidakmampuan merawat kebersihan diri,
makan secara mandiri, berhias dirisecara mandiri, dan eliminasi/ toileting ( buang air besar/
buang air kecil) secaramandiri. (Keliat B. , 2011)
Untuk mengetahui apakah pasien mengalamimasalah defisit perawatandiri, maka tanda dan
gejala dapat diperoleh melalui observasi pada pasien yaitu :
1. Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor,gigi kotor, kulit berdaki dan
berbau, kuku panjang dan kotor.
2. Ketidakmampuan berhias/ berdandan, ditandai dengan rambut acak-acakan, pakaian
kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien laki-laki tidak bercukur, pada
pasien perempuan tidak berdandan.
3. Ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai dengan ketidakmampuanmengambil
makan sendiri, makan berceceran, dan makan tidak padatempatnya.
4. Ketidakmampuan defekasi/ berkemih, secara mandiri, ditandai dengandefekasi/
berkemih tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri dengan baiksetelah defekasi/
berkemih.
5. Kelelahan fisik
6. Penurunan kesadaran
Menurut Depkes (2000), penyebab kurang perawatan diri adalah :
a. Faktor predisposisi
1.) Perkembangan : keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
2.) Biologis : penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri
3.) Kemampuan realitas turun : klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan
realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan
termasuk perawatan diri.
4.) Sosial : kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan memepengaruhi latihan kemampuan dalam
Perawatan diri.
b. Faktor presipitasi
Adalah kurang penurunan motivasi, kurasakan kognitif atau perseptual, cemas,
lelah/lemah yang dialami individu sehinnga menyebabkan individu kurang
mampu melakukan perawatan diri. Menurut Depkes (2000) faktor-faktor yang
mempengaruhi personal hygiene adalah :
1) Body image : gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu
tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
2) Praktik sosial : pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
3) Status sosial ekonomi : personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti
sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya
memerlukan uang untuk menyediakannya.
4) Pengetahuan : pengetahuan personal hygiene sangat penting karena
pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada
pasien penderita diatebes melitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5) Budaya : disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
dimandikan
6) Kebiasaan seseorang : ada kebiasaan orang yang menggunakan produk
tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain-lain
7) Kondisi fisik atau psikis : pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk
merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene :
1) Dampak fisik : banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang
karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik,
gangguan fisik yang sering terjadi adalah : gangguan integritas kulit,
gangguan menbran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan
gangguan fisik pada kuku
2) Dampak psikososial : masalah sosial yang berhubungan dengan
personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan
dicintai dan mencintai,kebutuhan harga diri, aktualsasi diri dan
gangguan interaksi sosial
B. Manifestasi Klnis
Menurut Depkes (2000) Tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah :
1. Fisik
a. Badan bau, pakaian kotor
b. Rambut dan kulit kotor
c. Kuku panjang dan kotor
d. Gigi kotor disertai mulut bau
e. Penampilan tidak rapi.
2. Psikologis
a. Malas, tidak ada insiatif
b. Menarik diri. Isolasi diri
c. Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina
3. Sosial
a. Interaksi kurang
b. Kegiatan kurang
c. Tidak mampu berperilaku sesuai norma
d. Cara makan tidak teratur BAK dan BAB disembarangan tempat, gosok gigi dan
mandi tidak mampu mandiri
C. Daftar Masalah
1. Gangguan pemeliharaan diri
2. Defisit perawatan diri
3. Gangguan proses pikir
D. Pohon Masalah
Gangguan pemeliharaan diri
F. Rencana Keperawatan
Diagnosa : defisit perawatan diri
Tindakan untuk pasien
1. Tujuan: pasien mampu
a. Membina hubungan slaing percaya
b. Melakukan kebersihan diri secara mandiri
c. Melakukan berhias atau berdandan secara baik
d. Melakukan makan dengan baik
e. Melakukan BAB/BAK secara mandiri
2. Tindakan
a. Membina hubungan saling percaya dengan cara:
1.) Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi
2.) Berkenalan dengan pasien
3.) Menanyakan perasaan dan keluhan pasien
4.) Buat kontrak asuhan
5.) Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh
6.) Tunjukkan sikap empati
7.) Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan
b. Melatih cara-cara perawatan kebersihan diiri
1.) Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan diri
2.) Menjelaskan alatalat untuk menjaga kebersihan diri
3.) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
4.) Melatih pasien mempraktikkan cara menjaga kebersihan diri
c. Melatih pasien berdandan/berhias
1.) Berpakaian
2.) Menyisir rambut
3.) Bercukur/ berhias
d. Melatih pasien makan/minum secara mandiri
1.) Menjelaskan kebutuhan makan dan minum
2.) Menjelaskan cara makan dan minum yang tertib
3.) Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan dan minum setelah makan dan
minum
4.) Mempraktekkan makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
5.) Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri
6.) Menjelaskan tempat BAB/ BAK yang sesuai
7.) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB/BAK
8.) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB/BAK
9.) Mempraktikkan BAB/BAK dengan baik
a.) SP 1 : pengkajian dan melatih cara menjaga kebersihan diri: mandi, cuci
rambut, sikat gigi, potong kuku
b.) SP 2 : melatih cara berdandan setelah kebersihan diri: sisiran, rias muka
untuk perempuan, sisiran, cukuran untuk pria
c.) SP 3 : melatih cara makan dan minum yang baik
d.) SP 4 : melatih BAB/BAK yang baik
Tindakan untuk keluarga
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien defisit perawatan diri
2. Menjelaskan penegrtian, tanda dan gejala, dan proses terjadinya defisit perawatan diri
dan mengambil keputusan merawat pasien
3. Diskusikan dengan keluarga tentang fasilitas kebersihan diri yang dibutuhkan pasien
untuk menjaga perawatan diri pasien
4. Latih keluarga cara merawat dan membimbing kebersihan diri, berdandan, makan dan
minum, BAB/BAK paien
5. Melatih keluarga menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang mendukung
perawatan diri pasien
6. Mendiskusikan tanda dan gejala kekambuhan yang memerlukan rujukan segera ke
fasilitas kesehatan
7. Menganjurkan follow up ke fasilitas pelayanan kesehatan secara teratur
a. SP 1 : melatih cara merawat dan membimbing pasien: kebersihan diri
b. SP 2 : melatih cara merawat dan membimbing pasien: berdandan
c. SP 3 : membimbing keluarga merawat dan membimbing makan dan minum pasien
d. SP 4 : kebersihan merawat dan membimbing BAB dan BAK pasien. Follow up ke
PKM, tanda kambuh, rujukan.
G. Implementasi
Pada kasus nyata setelah dibuat rencana keperawatan sesuai dengan diagnosa, maka
intervensi yang dilakukan kepada kedua klien sama, yaitu: Memberikan health education
kepada kedua klien mengenai pentingnya menjaga kebersihan diri, cara-cara menjaga
kebersihan diri. Melatih kedua klien untuk mempraktikkan cara mejaga kebersihan diri
personal hygiene (mandi) dan membantu memasukkan jadual mandi kedalam kegiatan
harian klien.
Pada teori menyebutkan bahwa implementasi yang dilakukan pada klien dengan masalah
defisit perawatan diri yaitu: SP PasienMenjelaskan pentingnya kebersihan diri, menjelaskan
cara menjaga kebersihan diri, melatih klien cara kebersihan diri dan membimbing klien
memasukkan dalam jadual kegiatan harian. Pada tindakan keperawatan yang telah dilakukan
kepada kedua klien yaitu: Memberikan health education kepada kedua klien mengenai
pentingnya menjaga kebersihan diri, cara-cara menjaga kebersihan diri.
Melatih kedua klien untuk mempraktikkan cara mejaga kebersihan diri personal hygiene
(mandi) dan membantu memasukkan jadual mandikedalam kegiatan harian klien, sudah
sesuai dengan teori dan tidak ada kesenjangan .
H. Evaluasi
1. Pasien dapat menyebutkan
a. Penyebab tidak merawat diri
b. Manfaat menjaga perawatan diri
c. Tanda-tanda bersih dan rapi
d. Gangguan yang dialami jika perawatan diri tidak diperhatikan
2. Pasien dapat melaksanakan perawatan diri secara mandiri
Kebersihan diri
Berdandan
Makan / minum
3. BAB/BAKKeluarga memberikan dukungan dalam melakukan perawatan diri
a. Keluarga menyediakan alat-alat untuk perawatan diri
b. Keluarga ikut serta mendampingi pasien dalam perawatan diri
DAFTAR PUSTAKA
Herman ade. (2011). buku ajar asuhan keperawatan jiwa.yogyakarta: nuha medika.