Anda di halaman 1dari 62

SEMINAR KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA NY. N DENGAN POST OP


LAPARATOMI CHOLELITHIASIS (BATU EMPEDU) DI
RUANGAN ICU RSUD DR. ACHMAD MOCHTAR
BUKITTINGGI TAHUN 2023

Disusun Oleh :

DIVA SANDYRA 2230282156


MALITA 2230282163
NANDA ARDINI 2230282168
NATASYA WULANDARI 2230282169
PUTRI RAHMAWATI 2230282176
SRI WINARTA 2230282181

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA
T.A 2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya, laporan
seminar kasus ini dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya dengan judul Asuhan
Keperawatan Kritis Pada Ny. N Dengan Post Op Laparatomi Cholelithiasis (Batu
Empedu) Di Ruangan Icu Rsud Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2023.
Laporan seminar kasus ini adalah tugas kelompok dalam mata kuliah
Keperawatan Kegawatdaruratan. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada
para pihak yang telah membantu kelancaran tugas ini yaitu kepada CI Akademik
dan CI Klinik yang telah memberi banyak pengarahan serta ilmu kepada kami
para mahasiswa.
Semoga laporan seminar kasus yang telah kelompok buat ini bisa
bermanfaat bagi pembaca. Kami juga mengharapkan kritik dan saran, supaya
tugas selanjutnya dapat menjadi lebih baik dari sebelumnya dan sesungguhnya
semua itu bersifat membangun.

Bukittinggi, 30 Mei 2023

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul
Kata Pengantar .................................................................................................... ii
Daftar Isi .............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................................1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................2
C. Tujuan ..............................................................................................................3
D. Manfaat Penulisan .............................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Intensive Care Unit (ICU) .........................................................5
B. Konsep Dasar Cholelithiasis (Batu Empedu) ...................................................8
C. Konsep Dasar Laparatomi ..............................................................................13
D. Asuhan Keperawatan Teoritis ........................................................................19
BAB III LAPORAN KASUS
A. Pengkajian ......................................................................................................27
B. Diagnosa Keperawatan ...................................................................................40
C. Intervensi Keperawatan...................................................................................41
D. Implementasi Keperawatan .............................................................................43
E. Evaluasi Keperawatan .....................................................................................43
BAB IV PEMBAHASAN
A. Analisis Asuhan Keperawatan Dengan Konsep Kasus Terkait ......................51
B. Analisis Intervensi Inovasi Dengan Konsep dan Penelitian Terkait ...............54
C. Evaluasi Keperawatan ....................................................................................55
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................................56
B. Saran ...............................................................................................................57
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kompetensi menjadi suatu bagian yang penting dalam pengembangan
diri seorang perawat dalam melaksanakan tugasnya sehingga akan tercapai
tujuan dari pelayanan kesehatan yang diberikan rumah sakit. Ruang lingkup
kompetensi adalah pengetahuan, sikap dan komunikasi serta keterampilan
yang dimiliki perawat (Nursalam, 2012). Pelayanan keperawatan merupakan
kewenangan dan tanggung jawab perawat yang memiliki kompetensi yang
baik agar tercapai pelayanan yang bermutu. Tantangan utama saat ini dan
masa mendatang adalah peningkatan daya saing dan keunggulan kompetitif di
bidang keperawatan. Sehingga kompetensi menjadi suatu yang penting bagi
pelayanan keperawatan untuk meningkatkan mutu layanan keperawatan
(Oktamianti, 2014).
Keperawatan merupakan salah satu dari sekian banyak sumber daya
manusia yang bekerja di rumah sakit memegang peranan yang penting oleh
karena melakukan kontak dengan pasien hampir 24 jam, sehingga
keperawatan menjadi sumber daya manusia di rumah sakit yang harus
dikelola dengan baik. Proses dimana organisasi memilih (rekrutmen) dan
menilai (seleksi), menugaskan (penempatan) dan orientasi serta
mengembangkan karyawannya guna menyiapkan karyawan yang berbobot
untuk mencapai tujuan organisasi di masa yang akan datang (Oktamianti,
2014).
Perawatan intensif adalah pelayanan keperawatan yang saat ini sangat
perlu untuk dikembangkan di indonesia. Berbagai pemberian pelayanan
keperawatan intensif bertujuan untuk memberikan asuhan bagi pasien dengan
penyakit berat yang potensial reversible, memberikan asuhan bagi pasien
yang perlu observasi ketat dengan atau tanpa pengobatan yang tidak dapat
diberikan di ruang perawatan umum memberikan pelayanan kesehatan bagi
pasien dengan potensial atau adanya kerusakan organ umumnya paru

1
mengurangi kesakitan dan kematian yang dapat dihindari pada pasien-pasien
dengan penyakit kritis (Medik, 2016).
Ruang perawatan intensif (ICU) merupakan unit perawatan khusus
yang dikelola untuk merawat pasien sakit berat dan kritis, cedera dengan
penyulit yang mengancam nyawa dengan melibatkan tenaga, kesehatan,
terlatih serta didukung dengan kelengkapan peralatan khusus. Pelayanan
keparawatan intensif disediakan dan diberikan kepada pasien dalam keadaan
kegawatan dan kedaruratan yang perlu ditanggulangi dan diawasi secara,
ketat, terus menerus serta tindakan segera, ditujukan untuk observasi
perawatan dan terapi. Pelayanan keperawatan intensif tersebut diberikan
melalui pendekatan multi disiplin secara komprehensif (Medik, 2016).
Perawatan pasien di Ruang Intensive Care Unit (ICU) memberikan
dampak kepada pasien, selain itu juga dampak terhadap keluarga yang
merawatnya. Beberapa literatur menjelaskan bahwa kebutuhan keluarga akan
jaminan pelayanan, support, informasi kenyamanan dan kedekatan menjadi
meningkat ketika terdapat anggota keluarga yang dirawat di ruang intensif.
Kebutuhan ini akan bersifat implisit dan tidak dapat diungkapkan oleh
keluarga karena tingkat stressor yang tinggi. Sebagai perawat yang merawat
pasien dalam segala aspek, seharusnya perawat mampu melihat kebutuhan
ini. Sehingga intervensi yang diberikan dapat menyeluruh dan menunjang
keberhasilan terapi dari pasien yang sedang dirawat (Muthia, 2014).

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada laporan kasus ini adalah bagaimanakah penerapan
“Asuhan Keperawatan Kritis Pada Ny. N Dengan Post Op Laparatomi
Cholelithiasis (Batu Empedu) Di Ruangan ICU RSUD Dr. Achmad Mochtar
Bukittinggi Tahun 2023”

2
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu menerapkan Asuhan Keperawatan Kritis Pada Ny. N Dengan
Post Op Laparatomi Cholelithiasis (Batu Empedu) Di Ruangan ICU
RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2023
2. Tujuan Khusus
a. Mampu memahami konsep dasar keperawatan pada pasien Post Op
Laparatomi Cholelithiasis (Batu Empedu) Di Ruangan ICU RSUD
Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2023
b. Mampu melakukan pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi,
evaluasi dan dokumentasi pada Ny. N Dengan Post Op Laparatomi
Cholelithiasis (Batu Empedu) Di Ruangan ICU RSUD Dr. Achmad
Mochtar Bukittinggi Tahun 2023
c. Mampu menerapkan EBN (Evidence Based Nursing) dan jurnal
dalam asuhan keperawatan kritis tentang pasien dengan Post Op
Laparatomi Cholelithiasis (Batu Empedu)

D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Mahasiswa
Sebagai masukan dan informasi dalam melakukan asuhan keperawatan
yang berhubungan dengan gambaran secara umum dan mampu membuat
rencana asuhan keperawatan penanganan kasus Cholelithiasis (Batu
Empedu) di Ruangan ICU di Rumah Sakit Achmad Mochtar Bukittinggi
Tahun 2023.
2. Bagi Perawat di ICU
Sebagai acuan dalam memberikan asuhan keperawatan komprehensif
pada pasien Post Op Cholelithiasis (Batu Empedu) untuk perawatan
pasien di RSAM terlebih lagi dalam peningkatan masalah dalam
mengoptimalkan asuhan keperawatan.

3
3. Bagi Pendidikan
Sebagai bahan masukan dan informasi bacaan di perpustakaan
Universitas Perintis Indonesia (UPERTIS) dalam memberikan asuhan
keperawatan pada penanganan kasus Post Op Cholelithiasis (Batu
Empedu) serta meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mahasiswa
tentang penyakit Cholelithiasis (Batu Empedu).

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
KONSEP DASAR
A. Intensive Care Unit (ICU)
1. Pengertian Ruangan ICU
Intensive Care Unit (ICU) adalah bagian mandiri (instalasi dibawah
direktur pelayanan), dengan staf dan perlengkapan yang khusus ditujukan
untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita
penyakit, cedera yang mengancam nyawa atau potensial mengancam
nyawa dengan prognosis dubia (tidak tentu) yang diharapkan masih
reversible (Medik, 2016).

2. Fungsi ICU
Semua jenis ICU tersebut mempunyai tujuan yang sama, yaitu
mengelola pasien yang sakit kritis sampai yang terancam jiwanya. ICU di
Indonesia umumnya berbentuk ICU umum, dengan pemisahan untuk
CCU (Jantung), Unit dialisis dan neonatal ICU. Alasan utama untuk hal
ini adalah segi ekonomis dan operasional dengan menghindari duplikasi
peralatan dan pelayanan dibandingkan pemisahan antara ICU Medik dan
Bedah. Dari segi fungsinya, ICU dapat dibagi menjadi: (Oktamianti,
2014).
a. ICU Medik
b. ICU trauma/bedah
c. ICU umum
d. ICU pediatric
e. ICU neonates
f. ICU respiratorik

3. Klasifikasi Pelayanan ICU


Dalam menyelenggarakan pelayanan, pelayanan ICU di rumah sakit
dibagi dalam 3 (tiga) klasifikasi pelayanan yaitu: (Muthia, 2014).

5
a. Pelayanan ICU primer
b. Pelayanan ICU sekunder
c. Pelayanan ICU tersier

4. Prosedur Pelayanan ICU


Ruang lingkup pelayanan yang diberikan di ICU menurut (Muthia, 2014)
sebagai berikut:
a. Diagnosis dan penantalaksanaan spesifik
b. Memberikan bantuan dan mengambil alih fungsi vital tubuh
c. Pemantauan fungsi vital tubuh
d. Mencegah komplikasi
e. Memberikan bantuan emosional

5. Syarat Ruangan ICU


Jumlah Bed ICU di Rumah Sakit idealnya adalah 1-4% dari
kapasitas bed Rumah Sakit. Jumlah ini tergantung pada peran dan tipe
ICU. Lokasi ICU sebaiknya di wilayah penanggulangan gawat darurat
(Critical Care Area), jadi ICU harus berdekatan dengan Unit Gawat
Darurat, kamar bedah, dan akses kelaboratorium dan radiologi.
Transportasi dari semua aspek tersebut harus lancar, baik untuk alat
maupun untuk tempat tidur.Syarat Ruangan ICU yaitu diantaranya:
(Oktamianti, 2014).
a. Ruangan
Setiap pasien membutuhkan wilayah tempat tidur seluas 18,5 m2.
Untuk kamar isolasi perlu ruangan yang lebih luas. Perbandingan
ruang terbuka dengan kamar isolasi tergantung pada jenis rumah sakit.
b. Fasilitas Bed
Untuk ICU level III, setiap bed dilengkapi dengan 3 colokan oksigen,
2 udara tekan, 4 penghisap dan 16 sumber listrik dengan lampu
penerangan. Peralatan tersebut dapat menempel di dinding atau
menggantung di plafon.

6
c. Monitor dan Emergency Troli
Monitor dan emergency troli harus mendapat tempat yang cukup. Di
pusat siaga, sebaiknya ditempatkan sentral monitor, obat-obatan yang
diperlukan, catatan medik, telepon dan komputer.
d. Tempat Cuci Tangan
Tempat cuci tangan harus cukup memudahkan dokter dan perawat
untuk mencapainya setiap sebelum dan sesudah bersentuhan dengan
pasien (blame mungkinkan 1 tempat tidur mempunyai 1 wastafel)
e. Gudang dan Tempat Penunjang
Gudang meliputi 25 – 30 % dari luas ruangan pasien dan pusat siaga
petugas. Barang bersih dan kotor harus terpisah.

6. Tenaga Pengelola ICU


Menurut (Medik, 2016), Ketenagaan di ICU terdiri dari:
a. Kepala ICU
b. Tim medis
c. Perawat
d. Tenaga non kesehatan

7. Kemampuan Minimal Pelayanan ICU


a. Resusitasi jantung paru
b. Pengelolaan jalan napas, termasuk intubasi trakeal dan penggunaaan
ventilator
c. Terapi oksigen
d. Pemantauan EKG terus menerus
e. Pemasangan alat pacu jantung dalam keadaan gawat
f. Pemberian nutrisi enteral dan parenteral
g. Pemeriksaaan laboratorium khusus dengan cepat dan menyeluruh
h. Pemakaian Srynge/infuse pump untuk terapi secara titrasi
i. Memberikan bantuan fungsi vital dengan alat-alat portabel selama
transportasi pasien gawat

7
B. Cholelithiasis (Batu Empedu)
1. Pengertian Cholelithiasis (Batu Empedu)
Cholelithiasis atau Batu Empedu adalah batu yang terbentuk di
kantong empedu yang terdiri dari kolesterol, bilirubin, dan
empedu. Batu-batu ini dalam banyak kasus asimtomatik, dengan batu
ditemukan secara kebetulan. Pasien bergejala datang dengan nyeri perut
kanan atas setelah makan makanan berminyak atau pedas, mual, muntah,
nyeri di epigastrium yang menjalar ke skapula kanan atau punggung
tengah. Kegiatan ini mengilustrasikan evaluasi dan pengelolaan batu
empedu serta meninjau peran tim interprofessional dalam meningkatkan
perawatan pasien dengan kondisi ini (Jones, 2023).
Cholelithiasis atau Batu Empedu merupakan suatu pembentukan
batu yang berada di dalam kandung empedu, batu ini terbentuk dari satu
atau lebih endapan berbagai jenis material seperti kolesterol, bilirubin,
protein, garam empedu, dan asam lemak. Respon penderita batu empedu
berbeda-beda pada setiap individu saat merasakan gejala awalnya, sekitar
50% penderita penyakit batu empedu tidak merasakan dan memiliki
keluhan, dan sekitar 30% penderita penyakit batu empedu merasakan
gejala nyeri, sedangkan 20% baru merasakan keluhan saat sudah
berkembang menjadi komplikasi (Perwanti, 2021).

2. Etiologi Cholelithiasis (Batu Empedu)


Batu empedu biasanya terbentuk dari pengosongan empedu yang
lamban dari kantong empedu. Ketika empedu tidak sepenuhnya terkuras
dari kantong empedu, dapat mengendap sebagai lumpur, yang pada
gilirannya dapat berkembang menjadi batu empedu. Obstruksi bilier dari
berbagai penyebab seperti penyempitan pada saluran empedu atau
neoplasma juga dapat menyebabkan batu empedu. Penyebab paling
umum dari cholelithiasis adalah pengendapan kolesterol dari empedu
yang kaya kolesterol. Bentuk batu empedu yang paling umum kedua

8
adalah batu empedu berpigmen. Ini terbentuk dari pemecahan sel darah
merah dan berwarna hitam. Jenis batu empedu yang ketiga adalah batu
pigmen campuran, kombinasi substrat kalsium seperti kalsium karbonat
atau kalsium fosfat, kolesterol, dan empedu. Jenis batu keempat adalah
batu kalsium. Ini mungkin karena pengendapan kalsium serum pada
pasien dengan hiperkalsemia (Jones, 2023).

3. Faktor Risiko Cholelithiasis (Batu Empedu)


Faktor risiko yang terjadi pada penderita Cholelithiasis (Batu Empedu)
yaitu sebagai berikut: (Yasmin, 2023)
a. Pada kehamilan, progesteron menurunkan kontraktilitas kandung
empedu yang menyebabkan stasis
b. Kegemukan
c. Gen
d. Obat-obatan tertentu (estrogen, fibrat, analog somatostatin)
e. Stasis kantong empedu
f. Jenis kelamin wanita
g. Sindrom metabolik
h. Penurunan berat badan yang cepat
i. Puasa berkepanjangan
j. Operasi bariatrik
k. Penyakit Crohn, reseksi ileum

4. Patofisiologi Cholelithiasis (Batu Empedu)


Batu empedu terjadi ketika zat dalam empedu mencapai batas
kelarutannya. Saat empedu menjadi terkonsentrasi di kantong empedu, ia
menjadi jenuh dengan zat-zat ini, yang pada waktunya mengendap
menjadi kristal kecil. Kristal-kristal ini, pada gilirannya, tersangkut di
lendir kandung empedu, menghasilkan lumpur kandung empedu. Seiring
waktu, kristal ini tumbuh dan membentuk batu besar. Komplikasi yang
disebabkan oleh batu empedu merupakan akibat langsung dari oklusi

9
pohon hati dan empedu oleh lumpur dan batu. Ada dua jenis batu
empedu, kolesterol dan kalsium bilirubinat (Jones, 2023).
Batu empedu kolesterol membentuk mayoritas batu
empedu. Komponen utama dari batu ini adalah kolesterol. Batu
bilirubinat mengandung bilirubin. Pada pasien dengan pergantian heme
yang tinggi, seperti sirosis atau hemolisis kronis, bilirubin tak
terkonjugasi akan mengkristal dan akhirnya membentuk batu. Batu-batu
ini biasanya berwarna hitam gelap atau biru dan merupakan sekitar 15%
dari batu empedu di Amerika Serikat. Kadang-kadang, batu empedu
kolesterol akan terkolonisasi oleh mikroorganisme, yang menyebabkan
peradangan pada mukosa. Infiltrasi leukosit yang dihasilkan dan adanya
bilirubin menyebabkan batu campuran (Jones, 2023).

5. Manifestasi Cholelithiasis (Batu Empedu)


Sebagian besar penderita cholelitiasis tidak menunjukkan gejala, namun
sebagian lainnya mengeluhkan rasa sakit di perut. Nyeri yang dirasakan
pasien adalah nyeri kolik, yaitu:
a. Nyeri perut pada kuadran kanan atas atau right upper quadran (RUQ)
b. Episode intermiten konstan
c. Tajam
Nyeri kolik ini disebabkan oleh tersumbatnya aliran empedu dari
kandung empedu karena adanya batu, atau saat batu masuk ke dalam
saluran empedu dan menyumbat saluran tersebut. Peradangan juga dapat
terjadi karena adanya batu di kandung empedu yang menyebabkan rasa
sakit. Rasa sakit dapat menyebar ke punggung tengah, skapula, atau
bagian atas bahu, disertai dengan mual dan muntah (Yasmin, 2023).

6. Penatalaksana Cholelithiasis (Batu Empedu)


Penatalaksana cholelithiasis dibedakan menjadi dua yaitu
penatalaksanaan non bedah dan bedah, yaitu sebagai berikut: (Adhata,
2022).

10
a. Penatalaksanaan Non Bedah
1) Pendukung dan Diet
Pasien cholelithiasis sembuh dengan istirahat, cairan infus,
penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik.
2) Oral Dissolution Therapy
Yaitu penghancuran batu dengan pemberian obat oral, pemberian
obat ini dapat menghancurkan batu pada 60% pasien cholelithiasis,
kriteria disolusi media adalah diameter batu ,20mm, batu kurang
dari 4 batu, fungsi kandung kemih baik dan duktus sistik paten,
namun pada anak anak terapi ini tidak dianjurkan kecuali anak
dengan risiko tinggi untuk menjalani operasi.
3) Disolusi Kontak
Yaitu cara untuk menghancurkan batu dengan memasukan cairan
pelarut ke dalam kandung empedu melalui kateter perkutaneus
melalui hepar atau kateter nasobilier, larutan yang dipakai adalah
methyl terbutyl eter yang dimasukan ke dalam kandung empedu
dan mampu menghancurkan batu empedu dalam 24 jam.
4) Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
Yaitu menggunakan gelombang suaran amplitudo tinggu untuk
menghancurkan batu, namun pada anak-anak metode ini tidak
direkomenasikan karena angka kekambuhan tinggi.
b. Penatalaksanaan Bedah
1) Kolisistektomi Terbuka
Standar terbaik untuk pasien dengan kolelitiasis simtomatik,
komplikasi yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris dan
indikasi paling umum adalah kolik biliaris rekuren diikuti oleh
kolesistitis akut.
2) Kolisistektomi Laparoskopi
Pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis
akut. Kolisistektomi merupakan baku emas (gold standard) untuk
tatalaksana kolelitiasis dengan gejala

11
7. Pemeriksaan Penunjang Cholelithiasis (Batu Empedu)
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan radiologi, (Adhata, 2022).
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan kenaikan serum
kolesterol, kenaikan fosfolipid, penurunan ester kolesterol, kenaikan
protrombin serum time, penurunan urobilinogen, peningkatan sel
darah putih, dan peningkatan serum amilase, selain itu apabila terjadi
sindroma mirizzi akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum
akibat penekanan duktus koledokus oleh batu.
b. Pemeriksaan Foto Polos Abdomen
Pemeriksaan foto polos abdomen biasanya tidak memberikan
gambaran yang khas dikarenakan hanya sekitar 10-15% batu kandung
empedu yang bersifat radiopak. Pemeriksaan USG mempunyai kadar
spesifitas yang tinggi dan sensitifitas 96% untuk mendeteksi
kolelitiasis. Pemeriksaan USG juga dapat mendeteksi batu berukuran
2mm dan membedakan adanya penebalan dinding kandung empedu
karena proses inflamasi.
c. Pemeriksaan Kolesistografi Oral
Pemeriksaan terbaik untuk mengetahui jenis batu, namun pemeriksaan
akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubin serum
diatas 2 mg/dl, obstruksi pylorus dan hepatis, dikarenakan pada
keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati.
d. Pemeriksaan Sonogram
Pemeriksaan sonogram dapat menentukan apakah dinding kandung
empedu menebal. Pemeriksaan Endoscopic Retrograde
Colangiopancreatografi (ERCP) memungkinkan visualisasi struktur
secara langsung dan hanya dapat dilihat pada saat laparotomi.
Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskopi serat optik yang fleksibel
ke dalam esofagus sampai mencapai duodenum pars desendens.

12
Sebuah kanula dimasukan ke dalam duktus koleduktus dan duktus
pankreatikus kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam duktus
untuk menentukan keberadaan batu dan memungkinkan visualisasi
serta evaluasi percabangan bilier.

8. Komplikasi Cholelithiasis (Batu Empedu)


Dua persen pasien cholelitiasis yang asimtomatik akan berubah menjadi
cholelitiasis yang simptomatik, tetapi kurang dari 50% pasien
cholelitiasis akan mengalami gejala. Gejala yang paling umum adalah
kolik bilier daripada komplikasi bilier utama. Setelah gejala bilier
dimulai, mereka cenderung kambuh dan terjadi nyeri kembali pada 20
hingga 40% pasien per tahun. Angka kematian setelah kolesistektomi
laparoskopik saat ini kurang dari 1%, namun, tingkat kolesistektomi
darurat adalah lebih dari 10%. Komplikasi yang dapat muncul dari
kolelitiasis adalah sebagai berikut: (Yasmin, 2023).
a. Kolesistitis
b. Koledokolitiasis
c. Kolangitis
d. Pankreatitis
e. Infeksi Saluran Empedu
f. Penyakit Kuning
g. Kanker Kandung Empedu Hernia Insisional
h. Nyeri kuadran kanan atas kronis

C. Laparatomi
1. Pengertian Laparatomi
Laparatomi merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor
dengan melakukan penyayatan pada lapisan-lapisan dinding abdomen
untuk mendapatkanbagian organ abdomen yang mengalami masalah
(hemoragi, perforasi, kanker dan obstruksi). Laparatomi dilakukan pada
kasus-kasus seperti apendiksitis, perforasi, hernia inguinalis, kanker

13
lambung, kanker colon dan rectum, obstruksi usus,inflamasi usus kronis,
kolestisitis dan peritonitis (Sjamsuhidajat, 2012). Laparatomi merupakan
suatu potongan pada dinding abdomen dan yang telah didiagnosa oleh
dokter dan dinyatakan dalam status atau catatan medik pasien.
Laparotomi adalah pembedahan yang dilakukan pada usus akibat
terjadinya perlekatan usus dan biasanya terjadi pada usus halus.
Laparatomi adalah prosedur tindakan pembedahan dengan membuka
cavum abdomen dengan tujuan eksplorasi. Perawatan post laparatomi
adalah bentuk pelayanan perawatan yang diberikan kepada pasien-pasien
yang telah menjalani operasi pembedahan perut.
Laparatomi adalah tindakan pembedahan pada bagian abdomen
sampai membuka selaput abdomen (Jitowiyono, 2012). Bedah laparatomi
merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen, bedah laparatomi
merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang
dapat dilakukan pada bedah digestif dan kandungan (Smeltzer & Bare,
2002). Tindakan bedah digestif yang sering dilakukan dengan teknik
laparatomi yaitu: herniotomi, gasterektomi, kolesisto duoden ostomi,
hepateroktomi, spleenrafi atau splenotomi, apendektomi,
hemoroidektomi, dan fistulotomi atau fistulektomi. Tindakan bedah
kandungan yang sering dilakukan dengan teknik laparatomi yaitu
berbagai jenis operasi uterus, operasi pada tuba fallopi, dan operasi
ovarium, yaitu : histerektomi baik itu histerektomi total, histerektomi sub
total, histerektomi radikal, eksenterasi pelvic, dan saling o-coforektomi
bilateral (Gruendemann, 2006).

2. Jenis Sayatan Laparatomi


Terdapat 4 jenis sayatan operasi laparatomi (Jitowiyono, 2012):
a. Midline Insision
Yaitu insisi pada daerah tengah abdomen atau pada daerah yang
sejajar dengan umbilikus.

14
b. Paramedian
Yaitu sayatan yang dilakukan pada bagian abdomen yang sedikit ke
tepidari garis tengah ± 2,5 cm dengan panjang sayatan ± 12,5 cm).
c. Transverse Upper Abdomen Insision
Yaitu sayatan yang dilakukan pada bagian sisi atas, misalnya
pembedahan colesistotomy dan splenektomy.
d. Transverse Lower Abdomen Incision
Yaitu sayatan yang dilakukan di bagian bawah secara melintang
tepatnya ± 4 cm di atas anterior spinal iliaka, misalnya dilakukan pada
operasi appendictomy.

3. Jenis Laparatomi
Jenis pembedahan yang dilakukan dengan laparatomi (Sjamsu
hidayat,2012), yaitu:
a. Apendiktomi
Pembedahan untuk mengangkat apendiks yang mengalami peradangan
atau infeksi, jika dilakukan segera dapat mengurangi risiko perforasi
Apendiktomi dapat dilakukan dengan anestesi umum atau spinal
dengan insisi abdomen bawah atau bisa juga dengan laparoskopi.
b. Sectio Caesarea
Sectio caesarea adalah suatu pembedahan untuk melahirkan janin
dengan sayatan melalui dinding uterus (Rustam dalam Jitowiyono,
2012). Section caesarea dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu section
caesarea klasik atau corporal dengan insisi memanjang pada korpus
uteri dan section saecarea ismika atau low cervical dengan insisi pada
segment bawah rahim (SBR).
c. Herniotomi
Dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong
dibuka dan isi hernia dibuka kemudian jika ada perlengketan
dibebaskan, selanjutnya dilakukan reposisi. Kantong hernia dijait dan
ikat setinggi mungkin lalu dipotong.

15
d. Gastrektomi
Pembedahan pada tukak peptik akibat perforasi atau perdarahan
dengan tujuan mengurangi sekresi dari asam lambung.
e. Splenoktomi
Pemotongan pada limpa akibat trauma tumpul maupun trauma tajam
jika kerusakan tidak tertangani dengan splenografi.
f. Hemoroidektomi
Hemoroidektomi adalah pemotongan pada bagian hemoroid, ditujukan
untuk hemoroid interna derajat IV dan eksterna atau semua derajat
hemoroid yang tidak berespon terhadap pengobatan medis.

4. Indikasi Laparatomi
Menurut Jitowiyono (2012), indikasi seseorang akan dilakukan tindakan
pembedahan laparatomi adalah:
a. Adanya trauma abdomen tumpul atau tajam/ ruptur pada hepar
b. Peritonitis
c. Perdarahan pada saluran pencernaan (Internal Bleeding)
d. Sumbatan pada usus halus dan usus besar
e. Ada massa pada abdomen, selain itu pada bagian obsetri dan
ginekologi sering dilakukan tindakan laparatomi seperti operasi
section caesaria.

5. Komplikasi Laparatomi
a. Tromboplebhitis
Tromboplebitis post operasi biasanya akan timbul pada hari ke 7-14
setelah dilakukan operasi. Bahaya yang timbul dari tromboplebhitis
adalah apabila darah tersebut terlepas dari dinding pembuluh darah
vena dan mengikuti aliran darah dan kemudian menjadi emboli ke
paru-paru, hati atau, otak. Pencegahan dari tromboplebhitis yaitu bisa
dilakukan latihan kaki post operasi dan ambulasi dini (Jitowiyono,
2012).

16
b. Infeksi Luka
Infeksi luka sering muncul pada 36-46 jam setelah operasi dilakukan.
Infeksi disebabkan oleh adanya bakteri. Bakteri yang sering
menimbulkan adanya infeksi adalah stapilokokus aurens dan bakteri
gram positif. Stapilokokus bahkan bisa menimbulan adanya nanah.
Yang paling penting dilakukan untuk menghindari terinfeksinya luka
tersebut adalah perawatan luka yang benar dengan menggunakan
aseptik dan antiseptik (Jitowiyono,2012).
c. Dehidensi Luka Atau Eviserasi
Dehidensi luka adalah terbukanya bagian tepi luka. Sementara
eviserasi luka adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi.
Faktor yang menyebabkan adanya dehidensi atau eviserasi luka adalah
infeksi luka, kesalahan penutupan luka saat pembedahan, ketegangan
yang berat pada bagian dinding abdomen karena muntah dan batuk
(Jitowiyono, 2012)
d. Cedera Saraf
Cedera pada dinding abdomen dapat menimbulkan nyeri kronik,
kehilangan sensasi atau kelemahan pada bagian dinding otot Cedera
dapat terjadi ketika saraf terpotong saat insisi, terjerat dengan sutura
saat penutupan atau tertekan atau teregang dengan instrument bedah
(McEwen,2015).

6. Penatalaksanaan Post Operasi Laparatomi


Menurut Jitowiyono 2012, perawatan post laparatomi adalah
bentuk perawatan yang diberikan pada pasien yang telah menjalani
prosedur pembedahan laparatomi. Tujuan dari perawatan post laparatomi
adalah mengurangi komplikasi akibat pembedahan, mempercepat
penyembuhan, dapat mengembalikan fungsi pasien atau pemenuhan
kebutuhan pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi,
mempertahankan konsep diri seorang pasien, mempersiapkan pasien
pulang (discharge planning), cara yang bisa dilakukan untuk

17
pengembalian fungsi fisik pasien adalah dengan latihan napas dalam,
batuk efektif dan mobilisasi dini. Dalam Hidayat 2009, juga disebutkan
bahwa berkomunikasi dengan pasien dengan prinsip komunikasi
terapeutik untuk mengurangi kecemasan dan mengajarkan teknik non
farmaologis untuk mengurangi nyeri pasien merupakan hal yang perlu
dilakukan perawat post operasi (Hidayat, 2009).

Gambar 2. Pembedahan Laparatomi

18
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
A. Pengkajian
Menurut (Prihat, 2021), menjelaskan bahwa tahap awal yang sangat penting
dalam proses asuhan keperawatan adalah pengkajian. Pada tahap ini
menentukan keberhasilan perawat dalam mengkaji masalah pada pasien dan
mengambil langkah selanjutnya untuk mengatasi masalah pada pasien.
Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah:
1. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
MRS, nomor register, diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
Keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh
pasien saat pengkajian. Biasanya keluhan utama yang pasien rasakan
adalah nyeri abdomen pada kuadran kanan atas, dan mual muntah.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Saat Ini
Keluhan utama pasien dengan cholelitiasis adalah nyeri
kolik abdominal. Keluhan nyeri seperti terbakar dan
tumpul. Rasa sakit yang paling hebat sering terletak di
abdomen kanan atas dan dapat menyebar ke bahu kanan
atau daerah punggung. Skala nyeri pada klien dengan
Kolelitiasis bervariasi pada rentang 2-7 (dari 0-7) yaitu
nyeri berat sampai nyeri tak tertahankan/berat sekali. Onset
nyeri bervariasi sesuai dengan derajat okulasi atau obstruksi
duktus dan keterlibatan saraf local akibat peningkatan
kontraksi peristaltik bilier. Lama nyeri biasanya berkisar
30-90 menit sampai relaksasi peristaltik terjadi. Kondisi
nyeri biasanya juga disertai demam sampai menggigil dan
disertai gangguan gastrointestinal seperti: rasa seperti
mual, muntah.

19
b. Riwayat Kesehatan Lalu
Pasien memiliki riwayat penyakit atau kelainan pada
ginjal dan biasanya memiliki gejala-gejala seperti tumor.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Penyakit cholelitiasis tidak menurun, karena penyakit ini menyerang
sekelompok manusia yang memiliki pola makan dan gaya hidup yang
tidak sehat. Tapi orang dengan riwayat keluarga cholelitiasis
mempunyai resiko lebih besar dibanding dengan tanpa riwayat
keluarga.
4. Pola Kesehatan Fungsional
a. Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Persepsi klien tentang penyakitnya dan bagaimana cara
pasien mempertahankan kesehatannya.
b. Pola Nutrisi dan Metabolik
Terkait bagaimana kebiasaan pasien dalam mengonsumsi makanan,
adakah kesulitan dalam makan, dan bagaimana frekuensi makan
pasien tiap hari.
c. Pola Eliminasi
Terdapat gangguan pada pola, frekuensi, dan warna pada
eliminasi. Biasanya warna urin kekuningan.
d. Pola Aktivitas dan Latihan
Terkait dengan aktivitas sehari- hari atau pekerjaan pasien,
ada kesulitan dalam melaksanakan aktivitas.
e. Pola Istirahat dan Tidur
Bagaimana pola kebiasaan tidur pasien, terdapat keluhan
kesulitan tidur seperti sering terbangun karna nyeri tiba-tiba muncul.
f. Pola Kognitif dan Perseptual
Pasien mengeluh adanya gangguan pada kemampuan sensasi
(penglihatan dan pendengaran), adanya keluhan nyeri, dan
kesulitan yang dialami. Memfasilitasi peregangan dan pelepasan
kelompok otot yang akan menghasilkan perbedaan sensasi, lakukan

20
pengkajian nyeri PQRST, kolaborasi pemberian analgesik, berikan
relaksasi otot progresif.
P : Apa yang merasakan nyeri itu muncul
Q : Bagaimana rasa nyeri yang dirasakan
R : Dibagian tubuh sebelah mna nyeri itu muncul
S : skla nyeri (1-10)
T : Kapan nyerinya muncul (Aini et al., 2019)
g. Pola Persepsi Diri
Pasien dan keluarganya merasa cemas atas penyakit yang
menimpa pasien.Kecemasan merupakan suatu kekhawatiran yang
berhubungan dengan perasaan dan emosi pasien ketika akan
menjalani operasi dengan kriteria tingkatan yang diukur dan dinilai
menggunakan modifikasi alat ukur T-MAS dengan skala interval,
dengan kriteria : skor 1–7 : cemas ringan, 8–14 : cemas sedang, 15 –
21 : cemas berat.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum:
1) Penampilan Umum
Mengkaji tentang berat badan dan tinggi badan pasien
2) Kesadaran
Kesadaran mencakup tentang kualitas dan kuantitas keadaan pasien
3) Tanda-tanda Vital
Mengkaji mengenai tekanan darah, suhu, nadi dan respirasi
b. Sistem Endokrin
Mengkaji tentang keadaan abdomen dan kantung empedu. Biasanya
Pada penyakit ini kantung empedu dapat terlihat dan teraba oleh
tangan karena terjadi pembengkakan pada kandung empedu.
c. Pola aktivtas
1) Nutrisi
Dikaji tentang porsi makan, nafsu makan

21
2) Aktivitas
Dikaji tentang aktivitas sehari-hari, kesulitan melakukan aktivitas
dan anjuran bedrest
3) Aspek Psikologis
Kaji tentang emosi, pengetahuan terhadap penyakit, dan suasana
hati.
4) Aspek Penunjang
a) Hasil pemeriksaan Laboratorium (bilirubin, amylase serum
meningkat)
b) Obat-obatan satu terapi sesuai dengan anjuran dokter

B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan SDKI (2017)
1. Nyeri Akut Berhubungan Dengan Agen Pencedera Fisiologis (D.0077)
2. Resiko Infeksi Berhubungan Dengan Efek Prosedur Invasif (D.0142)
3. Gangguan Mobilitas Fisik Berhubungan Dengan Nyeri (D.0054)
4. Pola Napas Tidak Efektif Berhubungan Dengan Kecemasan (D.0005)
5. Resiko Ketidakseimbangan Cairan Berdasarkan Dengan Prosedur
Pembedahan Mayor (D.0036)
6. Hipovolemia Berhubungan Dengan Kehilangan Cairan Aktif (D.0003)
7. Hipertermi Berhubungan Dengan Proses Penyakit (D.0130)
8. Defisit Nutrisi Berhubungan Dengan Ketidakmampuan Mencerna
Makanan (D. 0019)
9. Ansietas Berhubungan Dengan Kurang Terpapar Informasi (D. 0080)

22
C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Kriteria Hasil dan Intervensi
Keperawatan Tujuan Keperawatan
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1. Nyeri Akut Setelah dilakukan intervensi keperawatan 3 Manajemen Nyeri I.08238
Berhubungan x 24 jam, maka diharapkan tingkat nyeri Observasi
Dengan Agen menurun dengan kriteria hasil: L.08066 a. Identifikasi local, karateristik, durasi
Pencedera a.Keluhan nyeri menurun b. Identifikasi skala nyeri
Fisiologis D.0077 b.Meringis menurn c. Identifikasi respon nyeri non verbal
c.Gelisaha menurun d. Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri
d.Kesulitan tidur menurn
e.Frekuensi nadi membaik Terapeutik
f.Pola tidur membaik a. Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
b. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
c. Fasilitasi istirahat dan tidur
d. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi
a. Jelaskan penyebab dan pemicu terjadinya nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan nyeri
c. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
d. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

Kalaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgetik

23
2. Resiko Infeksi Setelah dilakukan intervensi keperawatan 3 Pencegahan Infeksi I.14539
Berhubungan x 24 jam, maka diharapkan tingkat nyeri Observasi
Dengan Efek menurun dengan kriteria hasil: L.14137 a. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
Prosedur Invasif a. Nyeri menurun
D.0142 b. Kebersihan tangan meningkat Terapeutik
c. Kadar sel darah putih a. Batasi jumlah pengunjung
b. Berikan perawatan kulit pada area edema Cuci tangan sebelum
dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien
c. Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi

Edukasi
a. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
b. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
c. Ajarkan etika batuk -Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau
luka operasi
d. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
e. Anjurkan meningkatkan asupan cairan

Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
3. Gangguan Setelah dilakukan intervensi keperawatan 3 Dukungan Mobilisasi 1.05173
Mobilitas Fisik x 24 jam, maka diharapkan mobilitas fisik Observasi
Berhubungan meningkat dengan kriteria hasil: L.05042 a. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya Identifikasi
Dengan Nyeri toleransi fisik melakukan pergerakan
D.0054 a. Pergerakan ekstremitas meningkat b. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
b. Kekuatan otot meningkat mobilisasi
c. Nyeri menurun a. Monitor kondisi umum obilisasi
b. Terapeutik Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu

24
d. Kelemahan fisik menurun (mis. pagar tempat tidur)
c. Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
d. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
pergerakan

Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
b. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
c. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis. duduk
di tempat tidur, duduk di sisi tempat tidur, pindah dari tempat
tidur ke kursi)

25
D. Implementasi
Pencegahan, pengaturan posisi dan intervensi mandiri.Tindakan keperawatan
mencangkup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan mandiri : aktivitas
perawat yang dilakukan atau yang didasarkan pada kesimpulan sendiri dan
bahan petunjuk dan perintah tenaga kesehatan lain. Tindakan kolaborasi:
tindakan yang dilaksanakan atas hasil keputusan bersama dengan dokter dan
petugas kesehatan lain.

E. Evaluasi
Tujuan dari evaluasi adalah untuk mengetahui sejauh mana perawatan dapat
dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang
diberikan.(Tarwoto & Wartonah, 2011). Untuk menentukan masalah teratasi,
teratasi sebagian, tidak teratasi atau muncul masalah baru adalah dengan cara
membandingkan antara SOAP dengan tujuan, kriteria hasil yang telah di
tetapkan. Format evaluasi mengguanakan :
S : Subjective adalah informasi yang berupa ungkapan yang didapat dari klien
setelah tindakan diperbaiki
O : Objective adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan,
penilaian, pengukuran, yang dilakukan oleh perawat setelah dilakukan
tindakan
A : Analisa adalah membandingkan antara inormasi subjektif dan objektif
dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa
masalah teratasi, masalah belum teratasi, masalah teratasi sebagian, atau
muncul masalah baru.
P : Planning adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisa, baik itu rencana diteruskan, dimodifikasi,
dibatalkan ada masalah baru, selesai (tujuan tercapai).

26
BAB III

LAPORAN KASUS

PENGKAJIAN RUANG ICU


ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA NY. N DENGAN POST OP
LAPARATOMI CHOLELITHIASIS (BATU EMPEDU)

Tanggal Pengkajian : 16 Mei 2023 No Medical Recoard : 280762


Ruangan / RS : ICU/ RSAM
Lama Rawatan : 2 Hari
Diangnosa Medis : Post Op Laparatomi Cholelithiasis (Batu Empedu)

I. INDENTITAS KLIEN
Nama : Ny. N
Tempat/Tgl Lahir :19 Maret 1964
Umur : 59 th 1 bln
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Suku : Minang
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Koto Baru Simalanggang, Payakumbuh
Tanggal Masuk : 16 Mei 2023
Sumber Informasi : Status Pasien
Keluarga terdekat yang dapat dihubungi : Anak Kandung
Nama : Ny. D
Alamat : Koto Baru Simalanggang, Payakumbuh

27
II. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG
1. Alasan Kunjungan/Keluhan Utama
Klien merasakan nyeri di bagian kanan serta di tengah perut lebih kurang
sudah 2 bulan yang muncul secara tiba-tiba. Klien mengeluhkan nafsu
makan hilang, terasa mual.
2. Keluhan yang dirasakan saat ini
Klien mengeluhkan nyeri di bekas post op. Klien mengeluhkan haus dan
lapar. Klien mengeluhkan sering terbangun ketika tidur karena merasakan
nyeri.
III. RIWAYAT KESEHATAN DAHULU
1. Penyakit yang pernah dialami
Klien mengatakan belum pernah ada riwayat operasi sebelumnya ataupun di
rawat dirumah sakit sebelumnya karena penyakit lain.
2. Alergi
Klien mengatakan tidak mempunyai alergi makanan dan obat-obatan.
IV. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
1. Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengatakan keluarga punya riwayat hipertensi dan DM dari pihak
ibu. Kakak klien mempunyai riwayat hipertensi
2. Genogram

28
Keterangan
: Perempuan
: Laki-laki
: Perempuan meninggal
: laki-laki meninggal
: pasien

V. DATA AKTIVITAS SEHARI-HARI


No Aktivitas Di Rumah Di Rumah Sakit
1. Pola Nutrisi dan  Frekuensi makan : 2 x 1  Asupan makan : Klien
Cairan sehari sedang puasa
 Intake cairan : 1800 ml  Terpasang Clinimik
 Diet : makan nasi biasa evelip 1000 mL
 Makanan dan minuman yang  Intake cairan : 2000cc
disukai : Gulai dan Air teh  Diet : Parenteral
 Makanan yang tidak disukai:  Makanan dan
Seafood minuman yang
 Makanan pantangan : yang disukai : Gulai dan
tinggi gula Air teh
 Nafsu makan : berkurang  Makanan yang tidak
 Perubahan bb 3 bln terakhir: disukai: Seafood
tidak ada
2. Pola Eliminasi a. BAB a. BAB
 Frekuensi : 1 x 1 sehari  Frekuensi : belum
 Waktu : Pagi ada BAB
 Warna : Kuning  Waktu : -
 Konsitensi : lunak  Warna : -
b. BAK  Konsitensi : -
 Frekuensi : 8 x 1 sehari b. BAK
 Warna : Kuning  Frekuensi :
 Bau : Pesing Terpasang
 Output : ± 1300 Kateterisasi
 Warna : Kuning
 Bau : Pesing
 Urin Output :
2300 per hari
3. Pola Tidur dan  Waktu tidur (Jam) : 21.00  Waktu tidur (Jam) :
Istirahat wib 22.00 wib
 Lama/hari : 8 jam  Lama/hari : 6 jam
 Kebiasaan pengantar tidur :  Kebiasaan pengantar
tidak ada tidur : tidak ada

29
 Kesulitan dalam hal tidur :  Kesulitan dalam hal
tidak ada tidur : sering/mudah
terbangun

4. Pola Aktivitas dan Latihan


a. Kegiatan dalam pekerjaan : Klien sebagai IRT biasanya melakukan
pekerjaan menyuci, mengososk, memyapu dll.
b. Olahraga : Klien tidak ada melakukan olahraga, seperti senam dan jalan pagi
c. Kegiatan diwaktu luang : klien menonton tv

VI. DATA PSIKOLOGI


1. Pola pikir dan presepsi
a. Alat bantu yang digunakan : tidak ada
b. Kesulitan yang dialami : tidak ada
2. Presepsi diri
Hal yang dipikirkan saat ini : Klien memikirkan bagaimana bisa cepat
sembuh dan kembali kerumah
Harapan setelah menjalani perawatan : Klien berharap bisa pulih dan
luka operasinya cepat kering
3. Suasana hati
Rentang perhatian : Klien merasakan kepedulian keluarga selama
dirawat
4. Hubungan/komunikasi
a. Bicara
Bahasa utama : bahasa indonesia
Bahasa daerah : bahasa minang
b. Tempat tinggal
Tinggal bersama suami dan anak di rumah sendiri
c. Kehidupan keluarga
Adat istiadat yang dianut : minang
Pembuatan keputusan dalam keluarga : suami
Pola komunikasi : komunikasi antarpribasi

30
Keuangan : sedang
d. Kesulitan dalam keluarga : tidak ada
5. Kebiasaan seksual
Klien memahami fungsi seksual, tidak ada keluhan dari klien
6. Pertahanan koping
a. Pengambilan keputusan : dibantu oleh suami
b. Yang disukai tentang diri sendiri : bisa menerima kondisi sekarang
c. Yang tidak ingin dirubah dari kehidupan : mempunyai keluarga
yang peduli
d. Yang dilakukan ketika stres : menyelesaikan masalah dengan cara
pemecahan masalah
7. Sistem nilai kepercayaan
a. sumber kekuatan : Allah SWT
b. Tuhan, agama, kepercayaan penting untuk klien
c. Kegiatan agama atau kepercayaan yang dilakukan : mengaji dan
solat 5 waktu
d. Kegiatan agama atau kepercayaan yang ingin dilakukan di rumah
sakit : sholat 5 waktu

VII. PENGKAJIAN FISIK


Pengkajian fisik umum
a. Tingkat kesadaran : compos metis
b. GCS : E4M6V5
c. Keadaan umum : Baik
d. Tanda-tanda vital :
TD : 173/102 mmhg
N : 98 x/i
RR : 26 x/i
S : 36,7◦C
SPO2 : 100%

31
e. BB/TB : BB : 60 kg, TB : 160
Pemeriksaan Head To Toe
a. Kepala
Bentuk : Simetris
Keluhan yang berhubungan : Tidak ada
Pusing/sakit kepala : Tidak ada
b. Mata
Ukuran pupil : 2mm
Reaksi terhadap cahaya : +/+ ada reflek cahaya
Isokor : normal
Palpebra : normal tidak ada edema
Konjungtiva : Tidak Anemis
Sclera : normal berwarna putih
Fungsi penglihatan : normal
Alat bantu yang digunakan : tidak ada
c. Hidung
Inspeksi : simetris, terpasang NGT, terpasang O2 4L
Reaksi alergi : tidak ada
Sinus : tidak ada
Perdarahan : tidak ada
d. Mulut dan tenggorokan
Inspeksi : tidak ada sianosis, tidak ada gigi palsu, tidak ada stomatitis,
tidak ada tonsilitis/peradangan amandel
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Kesulitan/gangguan bersuara : tidak ada
e. Leher
Inspeksi : tidak ada edema dam pembesaran kelenjer gentah bening
Palpasi : tidak ada peningkatan vena jugularis. Posisi trakea normal.
Ada reflek menelan

32
f. Dada/pernapasan
Inspeksi
- Bentuk dada : Normal
- Frekuensi : 26 x/i
- Pola napas : eupneu
Palpasi : Gerakan dada simetris kiri dan kanan, fremitus sama getaran
kiri dan kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler, tidak ada suara tambahan
g. Kardiovaskuler
Inspeksi : terpasang elektroda, sinus ritem N 98x/i
Palpasi : Capilary refiling < 2 detik
Perkusi : Batas jantung : atas ICS II kanan linea parasternalis kanan,
bawah ICS II-IV kanan, di linea parasternalis kanan
Auskultasi : Suara jantung S1 dan S2 reguler tidak ada suara tambahan
h. Abdomen
Inspeksi : simetris, terdapat bekas lua operasi, kondisi luka tertutup,
terpasang drain pasca operasi
Palpasi : adanya nyeri tekan karena post op
Perkusi : suara timpani
Auskultasi : bising usus (-), ±18x/mnt
P: post operasi laparatomi
Q: sakit seperti tersayat
R: sakit dibagian perut yang post op
S: skala nyerinya 4 sedang
T: rasa saki terus menerus
i. Genitourinaria
Keadaan bersih
Penggunaan kateter : terpasang kateter

33
j. Ektremitas
Edema : tidak ada
Nyeri/keterbatasan gerak : post op
Kekuatan otot 5555 5555
5555 5555
Pasien terpasang monitor
CRT : < 2 detik
k. Kulit
Warna : sao matang
Turgor : normal
Integritas : baik
Temperatur : 36,7◦C
Cyanosis : tidak ada
VIII. Pemeriksaan penunjang
a. Data Laboratorium
Tanggal Pemeriksaan : 16 Mei 2023
Jenis Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 12.3 g/dl P 13.0-16.0
W 12.0-14.0
Red Blood Cell (kadar sel darah 4,13 10^6/uL P 4.5 – 5.5
merah) W 4.0 – 5.0
Mean Corpuscular Volume (MCV) 91.5 fL 79-99
Mean Corpuscular Hemoglobin 29.8 pg 27-31
(MCH)
Mean Corpuscular Hemoglobin 32.5 g/dL 33-37
Contcentration (MCHC)
Sel Darah Putih (White Blood Count/ 18.47 10^3/uL 5.0-10.0
WBC)
PLT atau platelet (Trombosit) 358 10^3/uL 150-450

Tangga pemeriksaan : 17 Mei 2023


Jenis Hasil Nilai Normal
Klaium 4.04 mEq/dl 3,5-5,5
Natrium 136,8 mEq/dl 135-147
Klorida 105,6 mEq/dl 100-106
GDS 305

34
b. Hasil pemeriksaan diagnostik
Irama EKG : Sinus Ryhtim
IX. Pengobatan
Nama Obat Dosis
Ceftriaxone 2 x 1 (1g/1000mg)
Keterolac 3 x 1 (30mg)
Ranitidine 2 x 1 (50 mg)
Vit K 3 x 1 (10 mg)
Lasix 2 ampl (40mg)
Pct Infus 1000 mg
Tramadol 100 mg

35
DATA FOKUS
Nama Klien : Ny. N
Data Subjektif
1. Klien mengeluh nyeri di bagian abdomen post operasi
2. Klien mengeluh nafas sedikit sesak
3. Klien mengatakan belum boleh makan dan minum masih puasa karena selesai
pembedahan pada bagian perut
4. Klien mengatakan biasanya penyembuhan luka lambat
5. Klien mengeluh merasa lemah post op
6. Pasien punya riwayatt penyakit hipertensi dan DM
7. Klien mengatakan perawatan diri dibantu oleh keluarga dan perawat
8. Klien mengatakan belum ada minum post operasi

Data Objektif
1. Klien memegang bagian abdomen karenan nyeri post op
2. Klien terpasang NGT di alirkan
3. Terpasang drain post operasi
4. Luka post op laparatomi Cholelithiasis
5. Luka operasi tertutup perban ± 15 cm
6. Wajah klien meringis menahan sakit
7. Terpasang infus RL 80 per menit
8. Klien terpasang O2 4L
9. Klien terpasang kateter
10. Cairan NGT berwarna hijau
11. Irma EKG : sinus ritem , N: 98 x/i
12. Skala nyeri 4 sedang
13. ADL klien dibantu keluarga dan perawat
14. Pengkajian PQRST
P: post operasi laparatomi
Q: sakit seperti tersayat
R: sakit dibagian perut yang post op

36
S: skala nyerinya 4 sedang
T: rasa saki terus menerus
15. Tanda-tanda vital
TD : 173/102 mmhg
N : 98 x/i
RR : 26 x/i
S : 36,7◦C
SPO2 : 100%
16. Obat
Ceftriaxone (1000mg)
Keterolac (30 mg)
Ranitidine (50mg)
Vit K (10ml)
Lasik (20 ml/2ampul)
Tramadol (100mg)
Rl (2000/24 jam)
17. Hasil labor :
HGB: 12.3 g/dl
WBC: 18.47 10^3/uL
PLT: 358 10^3/uL
Klaium 4.04 mEq/dl
Natrium 136,8 mEq/dl
Klorida 105,6 mEq/dl
GDS 305 mg/dl

37
ANALISA DATA
No DATA ETIOLOGI MASALAH
KEPERAWATAN
1. Data Subjektif Luka Post Op Nyeri Akut
a. Klien mengeluhkan nyeri di bagian Laparatomi
abdomen post operasi

Data Objektif
a. Klien memegang bagian abdomen karenan
nyeri post op
b. Wajah klien meringis menahan sakit
c. Pengkajian nyeri
P: post operasi laparatomi
Q: sakit seperti tersayat
R: sakit dibagian perut yang post op
S: skala nyerinya 4 sedang
T: rasa saki terus menerus
d. Tanda-tanda vital
TD : 173/102 mmhg
N : 98 x/i
RR : 26 x/i
S : 36,7◦C
e. Terapi obat intravena
Tramadol (100mg)
Keterolac (30 mg)
Practamol (1000mg)
2. Data Subjektif Kelemahan Organ Intolerasi Akttivitas
Klien mengeluh merasa lemah post op Post Op Operasi

Data Objektif
Pasien punya riwayat penyakit hipertensi
dan DM
Irama EKG sinus ritem
TD : 173/102 mmhg
N : 98 x/i
RR : 26 x/i
S : 36,7◦C
SPO2 : 100%
GDS : 305 mg/dl
Terpasnag O2 4 liter
Obat Lasik (20 ml/2ampul)
HGB: 12.3 g/dl
WBC: 18.47 10^3/uL
PLT: 358 10^3/uL
Klaium 4.04 mEq/dl

38
Natrium 136,8 mEq/dl
Klorida 105,6 mEq/dl
3. Data Subjektif Resiko Infeksi Adanya Port Of
Klien mengatakan biasanya penyembuhan luka Entry
lambat

Data Objektif
Luka operasi tertutup perban ± 15 cm
Pasien punya riwayatt penyakit hipertensi dan
DM
TD : 173/102 mmhg
N : 98 x/i
RR : 26 x/i
S : 36,7◦C
SPO2 : 100%
Ceftriaxone (1000mg)
WBC: 18.47 10^3/uL
Vit K (10ml)
4. Data Subjektif Penurunan atau Resiko Disfungsi
Klien mengatakan belum boleh makan dan Kurangnya Motilitas
minum masih puasa karena selesai Aktivitas Peristaltik Gastointestinal
pembedahan pada bagian perut Didalam Sistem
Gastrointestinal
Data Objektif
Terpasang drain post operasi
Luka post op laparatomi Cholelithiasis
HGB: 12.3 g/dl
WBC: 18.47 10^3/uL
PLT: 358 10^3/uL
Klaium 4.04 mEq/dl
Natrium 136,8 mEq/dl
Klorida 105,6 mEq/dl
GDS 305 mg/dl
TD : 173/102 mmhg
N : 98 x/i
RR : 26 x/i
S : 36,7◦C
5. Data Subjektif Prosedur Risiko
Pasien mengatakan belum ada minum sejak Pembedahan Mayor Ketidakseimbangan
post operasi Cairan

Data Objektif
Cairan NGT berwarna hijau
Klien terpasang NGT di alirkan cairan 50cc
Terpasang infus RL 80 per menit

39
Klaium 4.04 mEq/dl
Natrium 136,8 mEq/dl
Klorida 105,6 mEq/dl
TD : 173/102 mmhg
N : 98 x/i
RR : 26 x/i
S : 36,7◦C
6. Data Subjektif Mengalami Defisit Perawatan
Klien mengatakan perawatan diri dibantu oleh Kelemahan Diri
keluarga dan perawat Kemampuan Dalam
Melengkapi
Data Objektif Aktivitas Perawatan
ADL klien dibantu keluarga dan perawat Diri Secara Mandiri
Pasien terpasang infus
Pasien terpasang kateter
Pasien tampak meringis ketika bergerak karna
nyeri post op
Luka post op laparatomi Cholelithiasis
TD : 173/102 mmhg
N : 98 x/i
RR : 26 x/i
S : 36,7◦C
Kekuatan otot
5555 5555

5555 5555

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri Akut berhubungan dengan Luka Post Op Laparatomi
2. Intolerasi Aktivitas berhubungan dengan Kelemahan Organ Post Op Operasi
3. Resiko Infeksi ditandai dengan Adanya Port of Entry
4. Resiko Disfungsi Motilitas Gastointestinal ditandai dengan Penurunan atau
Kurangnya Aktivitas Peristaltik Didalam Sistem Gastrointestinal
5. Risiko Ketidakseimbangan Cairan ditandai dengan Prosedur Pembedahan
Mayor
6. Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan Mengalami Kelemahan
Kemampuan Dalam Melengkapi Aktivitas Perawatan Diri Secara Mandiri

40
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
NO SDKI SLKI SIKI
Nyeri Akut Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nyeri I.08238
1. berhubungan keperawatan 2 x 24 jam, maka a. Identifikasi lokasi, karakteristik,
dengan Luka Post diharapkan tingkat nyeri durasi, frekuensi, kualitas dan
Op Laparatomi menurun dengan kriteria hasil: intensitas nyeri
L.08066 b. Identifikasi skala nyeri
a. Keluhan nyeri menurun c. Identifikasi respons nyeri non verbal
b. Meringis menurun d. Berikan teknik nonfarmakologis
c. Frekuensi nadi membaik untuk mengurangi rasa nyeri seperti
d. Tekanan darah membaik teknik napas dalam
e. Monitor tanda-tanda vital
f. Monitor nyeri secara mandiri
g. Kolaborasi pemberian analgetik
2. Intoleransi Setelah dilakukan intervensi Dukungan Ambulasi I.06171
Aktivitas keperawatan 2 x 24 jam, maka a. Identifikasi adanya nyeri atau
berhubungan diharapkan toleransi aktifitas keluhan fisik lainnya
dengan Kelemahan meningkat dengan kriteria hasil: b. Identifikasi toleransi fisik saat
Organ Post Op L.05047 melakukan pergerakan
Operasi a. Kelemahan menurun c. Monitor frekuensi jantung sebelum
b. Frekuensi nadi meningkat melakukan pergerakan
c. Saturasi oksigen meningkat d. Monitor tekanan darah sebelum
d. Tekanan darah membaik melakukan pergerakan
e. Frekuensi napas membaik e. Monitor kondisi umum selama
f. EKG membaik melakukan pergerakan
f. Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan
pergerakan
g. Jelaskan tujuan dan prosedur
melakukan mobilitas
h. Anjurkan melakukan pergerakan
dari cara yang minimal seperti
menggerakkan tangan dan kaki
keatas
3. Resiko Infeksi Setelah dilakukan intervensi Pencegahan Infeksi I.14539
ditandai dengan keperawatan 2 x 24 jam, maka a. Monitor tanda dan gejala infeksi
Adanya Port of diharapkan tingkat infeksi b. Batasi jumlah pengunjung
Entry menurun dengan kriteria hasil: c. Berikan perawatan kulit pada area
L.14137 luka operasi
a. Nyeri menurun d. Cuci tangan sebelum dan sesudah
b. Kadar sel darah putih kontak dengan pasien dan
membaik lingkungan pasien
c. Kultur area luka membaik e. Pertahankan teknik aseptik pada
d. Kultur urin membaik pasien
e. Kultur feses membaik f. Jelaskan tanda dan gejala infeksi

41
g. Ajarkan cara memeriksa kondisi
luka operasi
h. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi dan cairan
4. Resiko Disfungsi Setelah dilakukan intervensi Edukasi Diet I.12369
Motilitas keperawatan 2 x 24 jam, maka a. Identifikasi kebiasaan pola makan
Gastointestinal diharapkan motilitas saat ini dan sebelumnya
ditandai dengan gastrointestinal menurun dengan b. Informasikan makanan yang
Penurunan atau kriteria hasil: L.03023 diperbolehkan dan dilarang
Kurangnya a. Nyeri menurun c. Informasikan kemungkinan
Aktivitas b. Kram abdomen menurun interaksi obat dan makanan
Peristaltik Didalam c. Mual menurun d. Anjurkan mempertahankan posisi
Sistem d. Muntah menurun semi fowler
Gastrointestinal
5. Risiko Setelah dilakukan intervensi Manajemen Cairan I.03098
Ketidakseimbangan keperawatan 2 x 24 jam, maka a. Monitor status hidrasi
Cairan ditandai diharapkan keseimbangan cairan b. Monitor hasil pemeriksaan
dengan Prosedur meningkat dengan kriteria hasil: laboratorium (mis. Na, K, Cl)
Pembedahan L.03020 c. Monitor status hemodinamik (mis.
Mayor a. Asupan cairan meningkat MAP, CVP, PAP)
b. Tekanan darah membaik d. Catat intake-output dan hitung
c. Turgor kulit membaik balance cairan 24 jam
d. Berat badan membaik e. Berikan asupan cairan
f. Berikan cairan intravena
6. Defisit Perawatan Setelah dilakukan intervensi Defisit Perawatan Diri I.11348
Diri berhubungan keperawatan 2 x 24 jam, maka a. Monitor tingkat kemandirian
dengan Mengalami diharapkan perawatan diri b. Sediakan lingkungan yang
Kelemahan meningkat dengan kriteria hasil: terapeutik (mis. Suasana hangat,
Kemampuan L.11103 rileks, privasi)
Dalam Melengkapi a. Minat melakukan c. Dampingi dalam melakukan
Aktivitas perawatan diri perawatan sampai mandiri
Perawatan Diri b. Mempertahankan d. Fasilitasi kemandirian, bantu jika
Secara Mandiri kebersihan diri meningkat tidak mampu melakukan perawatan
c. Mempertahankan diri
kebersihan mulut

42
CATATAN PERKEMBANGAN
(Selasa, 16 Mei 2023)
TGL DIAGNOSA IMPLEMENTASI JAM EVALUASI PARAF
Nyeri Akut a. Melakukan pengkajian 10:00 S : Diva,
16 berhubungan ulang nyeri (lokasi, - Pasien masih Malita,
Mei dengan Luka Post penjalaran, bagaimana mengeluhkan nyeri Nanda,
2023 Op Laparatomi nyeri terasa, waktu didaerah luka operasi Natasya,
yang dirasakan, skala Putri, Sri
nyeri)
b. Melihat adanya respons O:
nyeri non verbal seperti - Pasien sering memegang
ekspresi wajah terlihat area abdomen karena
meringis atau tidak masih merasakan nyeri
c. Memberikan teknik - Pasien mengatakan nyeri
nonfarmakologis untuk sedikit berkurang setelah
mengurangi rasa nyeri mendengar mortal
seperti teknik napas - P : Post operasi
dalam laparatomi, Q : Sakit
d. Memberikan erapi seperti tersayat, R : Sakit
murottal al-qur’an dibagian abdomen post
terhadap skala penurun op, S : Skala nyeri 3
nyeri ringan, T : Rasa sakit
e. Mencek setiap 1 jam terasa terus menerus
sekali tanda-tanda vital - Obat-obatan
(tekanan darah, Ceftriaxone (1000mg)
frekuensi nadi, Keterolac (30 mg)
pernapasan, suhu dan Ranitidine (50mg)
saturasi oksigen) Vit K (10ml)
f. Memberikan obat Lasik (20 ml/2ampul)
analgetik seperti: Tramadol (100mg)
Ceftriaxone (1000mg) Rl (2000/24 jam)
Keterolac (30 mg) - Tanda-tanda vital
Ranitidine (50mg) TD : 153/93 mmHg
Vit K (10ml) N : 95x/i
Lasik (20 ml/2ampul) RR : 23x/i
Tramadol (100mg) SpO2 : 100%
Rl (2000/24 jam)
A:
Intervensi Manajemen Nyeri
belum teratasi

P:
Intervensi Dilanjutkan

43
Intoleransi a. Memantau adanya 10:30 S : Diva,
16 Aktivitas nyeri pada saat - Pasien masih Malita,
Mei berhubungan melakukan pergerakan mengeluhkan merasa Nanda,
2023 dengan Kelemahan b. Mengkaji ulang lemah setelah post op Natasya,
Organ Post Op tekanan darah sebelum Putri, Sri
Operasi melakukan pergerakan
c. Melihat kondisi umum O:
selama melakukan - Irama EKG : Sinus
pergerakan Ryhtim
d. Menjelaskan tujuan dan - Terpasang O2 4 liter
prosedur melakukan
mobilitas - Tanda-tanda vital
e. Menganjurkan TD : 151/93 mmHg
melakukan pergerakan N : 93x/i
dari cara yang minimal RR : 20x/i
seperti menggerakkan SpO2 : 100%
tangan dan kaki keatas
atau menggeserkan A:
kaki sedikit demi Intervensi Dukungan
sedikit Ambulasi belum taratasi

P:
Intervensi Dilanjutkan
Resiko Infeksi a. Mengkaji tanda dan 10:45 S : Diva,
16 ditandai dengan gejala infeksi - Pasien masih Malita,
Mei Adanya Port of b. Membatasi jumlah mengeluhkan bagaimana Nanda,
2023 Entry pengunjung bekas luka operasinya Natasya,
c. Memberikan perawatan Putri, Sri
kulit pada area luka
operasi O:
d. Mencuci tangan - Luka operasi tertutup
sebelum dan sesudah perban ±15 cm
kontak dengan pasien - WBC : 18.47 10^3/uL
dan lingkungan pasien - Tanda-tanda vital
e. Mempertahankan TD : 151/93 mmHg
teknik aseptik pada N : 93x/i
pasien RR : 20x/i
f. Menjelaskan tanda dan SpO2 : 100%
gejala jika ada terjadi
infeksi A:
g. Menganjurkan Intervensi Pencegahan
meningkatkan asupan Infeksi belum teratasi
nutrisi dan cairan
P:
Intervensi Dilanjutkan

44
Resiko Disfungsi a. Mengkaji kebiasaan 11:00 S : Diva,
16 Motilitas pola makan saat ini dan - Pasien masih puasa Malita,
Mei Gastointestinal sebelumnya - Pasien masih belum boleh Nanda,
2023 ditandai dengan b. Memberi informasikan makan Natasya,
Penurunan atau makanan yang Putri, Sri
Kurangnya diperbolehkan dan O:
Aktivitas dilarang - Terpasang drain post
Peristaltik Didalam c. Memberi informasikan operasi
Sistem kemungkinan interaksi - HGB : 12,3 g/dl
Gastrointestinal obat dan makanan - GDS : 305 mg/dl
d. Menganjurkan - Tanda-tanda vital
mempertahankan posisi TD : 173/102 mmHg
semi fowler N : 98x/i
RR : 22x/i
SpO2 : 100%

A:
Intervensi Edukasi Diet
belum taratasi

P:
Intervensi Dilanjutkan
Risiko a. Mengkaji ulang hasil 11:05 S : Diva,
16 Ketidakseimbangan pemeriksaan - Pasien masih belum boleh Malita,
Mei Cairan ditandai laboratorium (mis. Na, minum sejak post op Nanda,
2023 dengan Prosedur K, Cl) Natasya,
Pembedahan b. Mengkaji status O: Putri, Sri
Mayor hemodinamik (mis. - Cairan NGT berwarna
MAP, CVP, PAP) hijau
c. Mencatat intake-output - Pasien terpasang NGT
dan hitung balance dialirkan cairan 50cc
cairan 24 jam - Tanda-tanda vital
d. Memberikan asupan TD : 154/95 mmHg
cairan N : 98x/i
e. Memberikan cairan RR : 26x/i
intravena SpO2 : 100%

A:
Intervensi Manajemen
Cairan belum taratasi

P:
Intervensi Dilanjutkan
Defisit Perawatan a. Mengkaji tingkat 11.15 S : Diva,
16 Diri berhubungan kemandirian - Perawatan diri dibantu Malita,
Mei dengan Mengalami b. Mensediakan oleh keluarga dan perawat Nanda,

45
2023 Kelemahan lingkungan yang O: Natasya,
Kemampuan terapeutik (mis. - Adl pasien dibantu Putri, Sri
Dalam Melengkapi Suasana hangat, rileks, keluarga
Aktivitas privasi) - Pasien terpasang Infus Rl
Perawatan Diri c. Mendampingi dalam - Pasien terpasang kateter
Secara Mandiri melakukan perawatan - Tanda-tanda vital
sampai mandiri TD : 154/95 mmHg
d. Memfaasilitasi N : 98x/i
kemandirian, bantu jika RR : 26x/i
tidak mampu SpO2 : 100%
melakukan perawatan
diri A:
Intervensi Defisit Perawatan
Diri belum taratasi

P:
Intervensi Dilanjutkan

46
CATATAN PERKEMBANGAN
(Rabu, 17 Mei 2023)
TGL DIAGNOSA IMPLEMENTASI JAM EVALUASI PARAF
Nyeri Akut a. Melakukan pengkajian 11:30 S : Diva,
17 berhubungan ulang nyeri (lokasi, - Pasien mengeluhkan Malita,
Mei dengan Luka Post penjalaran, bagaimana nyeri sudah berkurang Nanda,
2023 Op Laparatomi nyeri terasa, waktu didaerah luka operasi Natasya,
yang dirasakan, skala - Pasien masih merasakan Putri, Sri
nyeri) nyeri setiap bergerak
b. Melihat adanya respons dilokasi luka operasi
nyeri non verbal seperti
ekspresi wajah terlihat
meringis atau tidak O:
c. Memberikan teknik - Pasien sering memegang
nonfarmakologis untuk area abdomen karena
mengurangi rasa nyeri masih merasakan nyeri
seperti teknik napas - P : Post operasi
dalam laparatomi, Q : Sakit
d. Mencek setiap 1 jam seperti tersayat, R : Sakit
sekali tanda-tanda vital dibagian abdomen post
(tekanan darah, op, S : Skala nyeri 2
frekuensi nadi, ringan, T : Rasa sakit
pernapasan, suhu dan terasa terus menerus
saturasi oksigen) - Obat-obatan
e. Memberikan obat Ceftriaxone (1000mg)
analgetik seperti: Keterolac (30 mg)
Ceftriaxone (1000mg) Ranitidine (50mg)
Keterolac (30 mg) Vit K (10ml)
Ranitidine (50mg) Lasik (20 ml/2ampul)
Vit K (10ml) Tramadol (100mg)
Lasik (20 ml/2ampul) Rl (2000/24 jam)
Tramadol (100mg) - Tanda-tanda vital
Rl (2000/24 jam) TD : 149/107 mmHg
N : 112x/i
RR : 26x/i
SpO2 : 99%

A:
Intervensi Manajemen Nyeri
belum teratasi

P:
Intervensi Dilanjutkan
(Pasien Dipindah Ruang
Rawatan Bedah)

47
Intoleransi a. Memantau adanya 12:00 S : Diva,
17 Aktivitas nyeri pada saat - Pasien masih Malita,
Mei berhubungan melakukan pergerakan mengeluhkan merasa Nanda,
2023 dengan Kelemahan b. Mengkaji ulang lemah setelah post op Natasya,
Organ Post Op tekanan darah sebelum Putri, Sri
Operasi melakukan pergerakan O:
c. Melihat kondisi umum - Irama EKG : Sinus
selama melakukan Ryhtim
pergerakan - Terpasang O2 4 liter
d. Menjelaskan tujuan dan - Tanda-tanda vital
prosedur melakukan TD : 162/102 mmHg
mobilitas N : 119x/i
e. Menganjurkan RR : 22x/i
melakukan pergerakan SpO2 : 100%
dari cara yang minimal
seperti menggerakkan A:
tangan dan kaki keatas Intervensi Dukungan
atau menggeserkan Ambulasi belum taratasi
kaki sedikit demi
sedikit P:
Intervensi Dilanjutkan
(Pasien Dipindah Ruang
Rawatan Bedah)
Resiko Infeksi a. Mengkaji tanda dan 12:15 S : Diva,
17 ditandai dengan gejala infeksi - Pasien masih Malita,
Mei Adanya Port of b. Membatasi jumlah mengeluhkan bagaimana Nanda,
2023 Entry pengunjung bekas luka operasinya Natasya,
c. Memberikan perawatan Putri, Sri
kulit pada area luka O:
operasi - Luka operasi tertutup
d. Mencuci tangan perban ±15 cm
sebelum dan sesudah - WBC : 18.47 10^3/uL
kontak dengan pasien - Tanda-tanda vital
dan lingkungan pasien TD : 162/102 mmHg
e. Mempertahankan N : 119x/i
teknik aseptik pada RR : 22x/i
pasien SpO2 : 100%
f. Menjelaskan tanda dan
gejala jika ada terjadi A:
infeksi Intervensi Pencegahan
Menganjurkan Infeksi belum teratasi
meningkatkan asupan
nutrisi dan cairan P:
Intervensi Dilanjutkan
(Pasien Dipindah Ruang
Rawatan Bedah)

48
Resiko Disfungsi a. Mengkaji kebiasaan 12:30 S : Diva,
17 Motilitas pola makan saat ini dan - Pasien masih puasa Malita,
Mei Gastointestinal sebelumnya - Pasien masih belum boleh Nanda,
2023 ditandai dengan b. Memberi informasikan makan Natasya,
Penurunan atau makanan yang Putri, Sri
Kurangnya diperbolehkan dan O:
Aktivitas dilarang - Terpasang drain post
Peristaltik Didalam c. Memberi informasikan operasi
Sistem kemungkinan interaksi - HGB : 12,3 g/dl
Gastrointestinal obat dan makanan - GDS : 305 mg/dl
d. Menganjurkan - Tanda-tanda vital
mempertahankan posisi TD : 173/102 mmHg
semi fowler N : 98x/i
RR : 22x/i
SpO2 : 100%

A:
Intervensi Edukasi Diet
belum taratasi

P:
Intervensi Dilanjutkan
(Pasien Dipindah Ruang
Rawatan Bedah)
Risiko a. Mengkaji ulang hasil 12:30 S : Diva,
17 Ketidakseimbangan pemeriksaan - Perawatan diri dibantu Malita,
Mei Cairan ditandai laboratorium (mis. Na, oleh keluarga dan perawat Nanda,
2023 dengan Prosedur K, Cl) O: Natasya,
Pembedahan b. Mengkaji status - Adl pasien dibantu Putri, Sri
Mayor hemodinamik (mis. keluarga
MAP, CVP, PAP) - Pasien terpasang Infus Rl
c. Mencatat intake-output - Pasien terpasang kateter
dan hitung balance - Tanda-tanda vital
cairan 24 jam TD : 154/95 mmHg
d. Memberikan asupan N : 98x/i
cairan RR : 26x/i
e. Memberikan cairan SpO2 : 100%
intravena
A:
Intervensi Defisit Perawatan
taratasi

P:
Intervensi Dilanjutkan
(Pasien Dipindah Ruang
Rawatan Bedah)

49
Defisit Perawatan a. Mengkaji tingkat 12:45 S : Diva,
17 Diri berhubungan kemandirian - Perawatan diri dibantu Malita,
Mei dengan Mengalami b. Mensediakan oleh keluarga dan perawat Nanda,
2023 Kelemahan lingkungan yang O: Natasya,
Kemampuan terapeutik (mis. - Adl pasien dibantu Putri, Sri
Dalam Melengkapi Suasana hangat, rileks, keluarga
Aktivitas privasi) - Pasien terpasang Infus Rl
Perawatan Diri c. Mendampingi dalam - Pasien terpasang kateter
Secara Mandiri melakukan perawatan - Tanda-tanda vital
sampai mandiri TD : 154/95 mmHg
d. Memfasilitasi N : 98x/i
kemandirian, bantu jika RR : 26x/i
tidak mampu SpO2 : 100%
melakukan perawatan
diri A:
Intervensi Defisit Perawatan
Diri belum taratasi

P:
Intervensi Dilanjutkan
(Pasien Dipindah Ruang
Rawatan Bedah)

50
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Analisis Asuhan Keperawatan Dengan Konsep Kasus Terkait


Setelah dilakukan asuhan keperawatan pasa Ny N dengan nyeri akut
yaitu post op laparatomi cholelithiasis. Di RSUD Achmad Moctar Bukittinggi
di lakukan sejak 16 Mei sampai 17 Mei 2023.
Pada disaat dilakukan pengkajian didapat Klien mengeluh nyeri di
bagian abdomen post operasi, Klien mengeluh nafas sedikit sesak, Klien
mengatakan belum boleh makan dan minum masih puasa karena selesai
pembedahan pada bagian perut, Klien mengatakan biasanya penyembuhan
luka lambat, Klien mengeluh merasa lemah post op, Pasien punya riwayatt
penyakit hipertensi dan DM, Klien mengatakan perawatan diri dibantu oleh
keluarga dan perawat, Klien mengatakan belum ada minum post operasi.
Cholelithiasis merupakan batu yang terbentuk di dalam kandung,
empedu, saluran empedu atau keduanya di tandai kolik bilier, serta
kolesistitis; salah satu pilihan pengobatan yakni operasi kolesistektomi
laparoskopi ataupun laparotomi, yang dilakukan dengan membuat sayatan
kecil ataupun tusukan di dinding perut di umbilikus guna mengeluarkan batu
empedu. Salah satu masalah keperawatan yang muncul setelah operasi
cholelithiasis adalah nyeri akut.. Nyeri pasca operasi dapat disebabkan oleh
luka operasi, tetapi dapat juga disebabkan oleh hal lain. Proses timbulnya
keluhan nyeri dari stimulus noxious yang disebabkan oleh noxa, setelah itu
pasien menyadari adanya noxa, baru kemudian mengalami sensasi nyeri dan
akhirnya terjadi reaksi nyeri berupa sikap dan perilaku verbal dan nonverbal
dalam menyampaikan apa yang dia rasakan.
Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisis data subjektif dan
data objektif yang telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakan
diagnosis keperawatan (Hidayat, 2006). Berdasarkan teori yang sudah
dipaparkan sebelumnya, diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien post

51
op colelithiasis antara lain: Nyeri Akut berhubungan dengan Luka Post Op
Laparatomi, Intolerasi Aktivitas berhubungan dengan Kelemahan Organ Post
Op Operasi, Resiko Infeksi ditandai dengan Adanya Port of Entry, Resiko
Disfungsi Motilitas Gastointestinal ditandai dengan Penurunan atau
Kurangnya Aktivitas Peristaltik Didalam Sistem Gastrointestinal, Risiko
Ketidakseimbangan Cairan ditandai dengan Prosedur Pembedahan Mayor,
Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan Mengalami Kelemahan
Kemampuan Dalam Melengkapi Aktivitas Perawatan Diri Secara Mandiri.
Rencana keperawatan merupakan prekripsi untuk perilaku spesifik yang
diharapkan dari pasien atau tindakan keperawatan dipilih untuk membantu
pasien dalam mencapai hasil yang diharapkan. Harapannya adalah perilaku
akan dipreskripsikan akan menguntungkan pasien dan keluarga dalam cara
yang dapat diprediksi yang berhubungan dengan masalah diidentifikasi dan
tujuan yang telah dipilih (Hidayat, 2006). Dalam menyusun rencana tindakan
keperawatan kepada klien berdasarkan prioritas masalah yang ditemukan
tidak semua rencana tindakan pada teori ditegakkan pada tinjauan kasus,
karena tindakan pada tinjauan kasus disesuaikan dengan keluhan dan keadaan
klien pada saat pengkajian.
Masalah prioritas pertama yang didapatkan pada Ny N adalah Nyeri
Akut berhubungan dengan Luka Post Op Laparatomi, pada saat dilakukan
pengkajian data subjektif: Klien mengeluhkan nyeri di bagian abdomen post
operasi, data objektif: Klien memegang bagian abdomen karenan nyeri post
op, wajah klien meringis menahan sakit, pengkajian nyeri, P: post operasi
laparatomi, Q: sakit seperti tersayat, R: sakit dibagian perut yang post op, S:
skala nyerinya 4 sedang, T: rasa saki terus menerus. Tanda-tanda vital: TD :
173/102 mmhg, N : 98 x/i, RR : 26 x/i, S : 36,7◦C. Terapi obat intravena:
Tramadol (100mg) , Keterolac (30 mg), Practamol (1000mg). Dari data yang
didapatkan maka penulis melakukan tindakan keperawatan Melakukan
pengkajian ulang nyeri, Melihat adanya respons nyeri non verbal seperti
ekspresi wajah terlihat meringis atau tidak, Memberikan teknik
nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri seperti teknik napas dalam

52
melalui hidung selama 4 detik, ditahan selama 2 detik, kemudian keluarkan
dari mulut , Memberikan erapi murottal al-qur’an terhadap skala penurun
nyeri, Mencek setiap 1 jam sekali tanda-tanda vital (tekanan darah, frekuensi
nadi, pernapasan, suhu dan saturasi oksigen), Memberikan obat analgetik.
Terapi religi ini menggunakan bacaan Al-Qur'an, dimana seseorang
akan terdengar membaca Al-Qur'an selama beberapa menit sehingga akan
berdampak positif bagi tubuh seseorang yang mendengarkannya. Terapi
murottal dapat mengurangi nyeri, karena memiliki efek distraksi dalam
menghambat persepsi nyeri. Murottal juga dipercaya dapat meningkatkan
pelepasan endorfin yang memiliki efek relaksasi dan menenangkan, di otak
tengah untuk mensekresi Gamma Amino Butyric Acid (GABA) yang
berfungsi untuk menghambat konduksi impuls listrik dari satu neuron ke
neuron lain oleh neurotransmitter di sinaps.
Diagnosa kedua yang didapatkan Ny N adalah Intolerasi Aktivitas
berhubungan dengan Kelemahan Organ Post Op Operasi. Data Subjektif:
Klien mengeluh merasa lemah post op, data objektif: Pasien punya riwayat
penyakit hipertensi dan DM, Irama EKG sinus ritem, TD : 173/102 mmhg, N
: 98 x/i, RR : 26 x/i, S : 36,7◦C, SPO2 : 100%, GDS : 305 mg/dl, Terpasang
O2 4 liter, Obat Lasik (20 ml/2ampul), HGB: 12.3 g/dl, WBC: 18.47
10^3/uL, PLT: 358 10^3/uL dan Klaium 4.04 mEq/dl Natrium 136,8 mEq/dl,
Klorida 105,6 mEq/dl.
Diagnosa ketiga yang didapatkan Ny N adalah Resiko Infeksi ditandai
dengan Adanya Port of Entry Data Subjektif: Klien mengatakan biasanya
penyembuhan luka lambat. Data Objektif: Luka operasi tertutup perban ± 15
cm, Pasien punya riwayatt penyakit hipertensi dan DM, TD : 173/102 mmhg,
N : 98 x/i, RR : 26 x/i, S : 36,7◦C, SPO2 : 100%, Ceftriaxone (1000mg),
WBC: 18.47 10^3/uL dan Vit K (10ml).
Diagnosa keempat yang didapatkan Ny N adalah Resiko Disfungsi
Motilitas Gastointestinal ditandai dengan Penurunan atau Kurangnya
Aktivitas Peristaltik Didalam Sistem Gastrointestinal. Data Subjektif: Klien
mengatakan belum boleh makan dan minum masih puasa karena selesai

53
pembedahan pada bagian perut. Data Objektif: Terpasang drain post operasi ,
Luka post op laparatomi Cholelithiasis, HGB: 12.3 g/dl, WBC: 18.47
10^3/uL, PLT: 358 10^3/uL, Klaium 4.04 mEq/dl, Natrium 136,8 mEq/dl,
Klorida 105,6 mEq/dl, GDS 305 mg/dl, TD : 173/102 mmhg, N : 98 x/i, RR :
26 x/i, S : 36,7◦C.
Diagnosa kelima yang didapatkan Ny N adalah Risiko
Ketidakseimbangan Cairan ditandai dengan Prosedur Pembedahan Mayor.
Data Subjektif: Pasien mengatakan belum ada minum sejak post operasi. Data
Objektif: Cairan NGT berwarna hijau, Klien terpasang NGT di alirkan cairan
50cc, Terpasang infus RL 80 per menit Klaium 4.04 mEq/dl, Natrium 136,8
mEq/dl, Klorida 105,6 mEq/dl, TD : 173/102 mmhg, N : 98 x/i, RR : 26 x/i, S
: 36,7◦C.
Diagnosa keenam yang didapatkan Ny N adalah Defisit Perawatan Diri
berhubungan dengan Mengalami Kelemahan Kemampuan Dalam Melengkapi
Aktivitas Perawatan Diri Secara Mandiri. Data Subjektif: Klien mengatakan
perawatan diri dibantu oleh keluarga dan perawat. Data Objektif: ADL klien
dibantu keluarga dan perawat, Pasien terpasang infus, Pasien terpasang
kateter, Pasien tampak meringis ketika bergerak karna nyeri post op, Luka
post op laparatomi Cholelithiasis, TD : 173/102 mmhg, N : 98 x/i, RR : 26
x/i, S : 36,7◦C, Kekuatan otot 5555 5555/5555 5555.
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien
dalam proses penyembuhan dan perawat serta masalah kesehatan yang
dihadapi pasien yang sebelumnya disusun dalam rencana keperawatan
(Nursalam, 2001).

B. Analisis Intervensi Inovasi Dengan Konsep dan Penelitian Terkait


Intervensi yang bisa dilakukan untuk mengurangi nyeri pada pasien
nyeri akut yaitu post op laparatomi cholelithiasis. Salah satu pendekatan
nonfarmakologis adalah teknik distraksi. Distraksi bekerja dengan
mengalihkan perhatian pasien ke hal lain sehingga menurunkan kesadaran

54
akan nyeri bahkan meningkatkan toleransi nyeri. Salah satu teknik distraksi
untuk meredakan nyeri adalah terapi Murottal Al-Qur'an. Terapi Murottal Al-
Qur'an terbukti bermanfaat dalam proses mengurangi rasa sakit dan dapat
membuat orang merasa tenang. Jika perasaan seseorang tenang dan nyaman,
diharapkan intensitas nyerinya berkurang. Terdapat perbedaan skala nyeri
sebelum dan sesudah dilakukan intervensi teknik distraksi terapi Murottal Al-
Qur’an.

C. Evaluasi Keperawatan
Setelah dilakukan implementasi, langkah selanjutnya adalah melakukan
evaluasi. Evaluasi terdiri dari SOAP yaitu Subjective Data, Objective Data,
Analisis, dan Planning, yakni: S berisi informasi tentang keluhan pasien saat
dilakukan evaluasi. Keluhan pasien sudah mulai berkurang terhadap
diangnosa tiga diagnosa keperawata. O berisi data hasil pemeriksaan fisik
ketika dilakukan evaluasi. A berisi kesimpulan apakah masalah teratasi atau
masalah teratasi sebagian atau masalah belum teratasi. Tiga diagnosa
keperawatan teratasi diruangan dan tiga diagnosa lagi belum teratasi karena
pasien dirawat di ruangan hanya 2 hari jadi keterbatasan waktu, pasien
dipindahkan kerungan rawat beda. P merupakan planning atau perencanaan
setelah melihat hasil analisis data. Planning dapat berupa intervensi
dilanjutkan, intervensi dihentikan, atau intervensi dimodifikasi. Intervensi
pada Ny N dilanjutkan di ruangan bedah bagi yang belum teratasi.

55
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Asuhan Keperawatan Kritis yang telah dilakukan Pada Ny. N Dengan Post
Op Laparatomi Cholelithiasis (Batu Empedu) Di Ruangan ICU RSUD Dr.
Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2023 dapat disimpulkan.
1. Kelompok mampu melakukan pengkajian pada Ny. N dengan Post Op
Laparatomi Cholelithiasis (Batu Empedu), pada saat pengkajian tidak
ditemukan hambatan oleh kelompok.
2. Pada diagnosa keperawatan dengan pasien Asuhan Keperawatan Kritis
yang telah dilakukan Pada Ny. N Dengan Post Op Laparatomi
Cholelithiasis (Batu Empedu) dapat dirumuskan 3 (Tiga) diagnosa
keperawatan utama, yaitu:
a. Nyeri Akut berhubungan dengan Luka Post Op Laparatomi
b. Intolerasi Aktivitas berhubungan dengan Kelemahan Organ Post Op
Operasi
c. Resiko Infeksi ditandai dengan Adanya Port of Entry
3. Pada intervensi keperawatan dengan pasien Post Op Laparatomi
Cholelithiasis (Batu Empedu) ada beberapa tindakan yang kelompok
rencanakan
4. Pada implementasi asuhan keperawatan Post Op Laparatomi Cholelithiasis
(Batu Empedu) hampir semua sudah dilakukan.
5. Pada evaluasi asuhan keperawatan Post Op Laparatomi Cholelithiasis
(Batu Empedu) dapat dilakukan dengan baik. Pada diagnosa keperawatan
dengan Post Op Laparatomi Cholelithiasis (Batu Empedu) masalah
dihentikan dikarenakan pasien dipindah ruangan.

56
B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Diharapakan bisa melakukan asuhan keperawatan mengenai penanganan
kasus Cholelithiasis (Batu Empedu).
2. Bagi Perawat di ICU
Diharapkan bisa memberikan asuhan keperawatan komprehensif pada
pasien Post Op Cholelithiasis (Batu Empedu) untuk perawatan pasien di
RSAM terlebih lagi dalam peningkatan masalah dalam mengoptimalkan
asuhan keperawatan.
3. Bagi Pendidikan
Diharapkan dengan adanya kasus mengenai Cholelithiasis (Batu Empedu)
dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mahasiswa tentang
penyakit Cholelithiasis (Batu Empedu).

57
DAFTAR PUSTAKA

Adhata, A. R. (2022). Diagnosa dan Tatalaksana Cholelitiasis. 12, 75-78.

Jones, M. (2023). Penjelasan Batu Empedu (Cholelithiasis. Informasi Penulis.

Medik, D. P. (2016). Standar Pelayanan Keperawatan Diruang ICU .


Depertemen Kesehatan RI.

Muthia, A. (2014). Pengkajian Keperawatan Di Ruangan ICU . Jurnal Kesehatan


Kritis , 1-8.

Nursalam. (2012). Manajemen Keperawatan Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan


Profesional. Salemba Medika .

Oktamianti, P. (2014). Analisis Kompetensi Perawat Ruang Intensif (ICU) Rumah


Sakit Tabanan Tahun 2014. Jurnal Sumber Daya Manusia Kesehatan , 1,
77-103.

Perwanti, P. (2021). Asuhan Keperawatan Pada Tn.M Dengan Cholelithiasis atau


Batu Empedu Diruang F Rumah Sakit Yogyakarta . 1-8.

Prihat, Y. A. (2021). Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Dengan Cholelitiasis


Diruangan Baitussalam RSI Semarang. 1-90.

Yasmin, N. (2023). Hubungan Cholelitiasis Dengan Kadar Bilirubin Total


Gamma Glutamyl Transferase Dirumah Sakit Tahun 2021. 1-52.

smeltzer, S.C., & Bare, B. G. (2013). Buku ajar keperawatan medikal bedah.
Jakarta: EGC.

PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Definisi dan


Indikator Diagnosis. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.

58
PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Definisi dan


Tindakan Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.

59

Anda mungkin juga menyukai