Anda di halaman 1dari 75

HUBUNGAN KEPATUHAN CUCI TANGAN PERAWAT TERHADAP

KEJADIAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RUANG RAWAT INAP


RUMAH SAKIT BUKIT ASAM MEDIKA
TAHUN 2024

PROPOSAL SKRIPSI

RAHMIATUN JANNAH
221000414201090

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS


KEPERAWATAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS PRIMA NUSANTARA
BUKITTINGGI
TAHUN 2024

i
HUBUNGAN KEPATUHAN CUCI TANGAN PERAWAT TERHADAP
KEJADIAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RUANG RAWAT INAP
RUMAH SAKIT BUKIT ASAM MEDIKA
TAHUN 2024

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan ke Program Studi Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Prima


Nusantara Bukittinggi Sebagai Pemenuhan untuk Mendapatkan Gelar
Sarjana Keperawatan

RAHMIATUN JANNAH
221000414201090

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS


KEPERAWATAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS PRIMA NUSANTARA
BUKITTINGGI
TAHUN 2024

i
PERNYATAAN PERSETUJUAN

Judul Skripsi : Hubungan Kepatuhan Cuci Tangan Perawat terhadap kejadian


infeksi nosokomial di Rumah Sakit Bukit Asam Medika
Tahun 2024
Nama : Rahmiatun Jannah

NIM : 221000414201090

Proposal Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankandihadapan Dewan


Penguji sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh
gelar Sarjana Keperawatan pada Program Studi Sarjana Keperawatan
Fakultas Keperawatan dan Kesehatan Masyarakat Universitas Prima
Nusantara Bukittinggi.

Bukittinggi, Maret 2024

Menyetujui,
Koodinator Skripsi, Pembimbing

(Ns. Masyithah Fadhani, M.Kep) (Ns. Fauzi Ashar.,M.Kep., PhD)

Mengetahui
Ketua Program Studi Keperawatan

(Ns. Hidayati, M.Kep)


KATA PENGANTAR

ii
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha

Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan proposal skripsi yang berjudul “Hubungan Kepatuhan Cuci

Tangan Perawat Terhadap Kejadian Infeksi Nosokomial Di Ruang Rawat

Inap Rumah Sakit Bukit Asam Medika Tahun 2024”.

Proposal skripsi ini merupakan tahap awal dari penyusunan skripsi

yang merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan Sarjana

(S1) Jurusan Keperawatan di Universitas Prima Nusantara Bukittinggi.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai

pihak, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesiakan proposal skripsi

ini. Oleh karena itu, masukan dari Bapak/Ibu sangat penulis harapkan

untuk perbaikan sehingga akan menghasilkan skripsi yang bermanfaat bagi

banyak pihak.

Terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada:

1. Ibu Dr. Hj. Evi Susanti, S.ST., M.Biomed selaku Rektor 1 Universitas

Prima Nusantara Bukittinggi.

2. Ibu Ayu Nurdiyan,S.ST.,Bd.,M.Keb sebagai wakil Rektor I Universitas

Prima Nusantara Bukittinggi.

3. Bapak Yuhendri Putra, S.Si., M.Biomed selaku wakil Rektor II

Universitas Prima Nusantara Bukittinggi dan Selaku Pengguji II

iii
4. Ibu Tuti Oktriani, Bd. M.Keb, selaku Wakil Rektor III Universitas Prima

Nusantara Bukittinggi.

5. Ibu Ns. Elfira Husna, M.Kep, selaku Dekan Fakultas Keperawatan dan

Kesehatan Masyarakat Prima Nusantara Bukittinggi.

6. Ibu Ns.Hidayati, M.Kep selaku Ketua Program Studi Keperawatan

Universitas Prima Nusantara Bukittinggi.

7. Bapak Ns. Fauzi Ashra, M.Kep, PhD, selaku pembimbing yang yang

selalu memberikan motivasi dan arahan dalam penyusunan proposal

skripsi ini.

8. Ibu Ns. Elfira Husna, M.Kep, selaku Tim penguji I Universitas Prima

Nusantara.

9. Ibu Ns. Masyithah Fadhani, M.Kep, selaku Tim penguji II Universitas

Prima Nusantara.

10. Para staf dosen yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu-persatu.

11. Bapak/Ibu tenaga kependidikan yang telah membantu proses pembuatan

proposal penelitian ini.

12. Civitas Akademika Universitas Prima Nusantara Bukittinggi.

13. Terkhusus untuk ayah dan ibu ami ucapkan terimakasih yang sebesar

besarnya karena selalu menjadi support system terbaik dan selalu ada di

masa masa sulit ami dari dulu hingga sekarang, doa kalian sungguh luar

biasa.

14. Kakak dan adik-adik yang selalu menyemangati dan mendukung penuh

semua pilihan saya.

iv
15. Setia, Ayu, Felly, Andin, dan Kirana terimakasih banyak selalu

membantu dan memberi masukan dan semangat dikala diri ini down,

terimakasih sudah menjadi sahabat terbaik.

16. Para sahabat yang telah sama-sama berjuang dalam suka dan duka

menjalani pendidikan ini.

Penulis menyadari bahwa proposal ini masih terdapat kekeliruan,

kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan proposal. Oleh karena itu, saran

dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan dari semua pihak

demi kesempurnaan proposal ini. Semoga proposal ini dapat diterima dan

layak untuk dilanjutkan.

Bukittinggi, Maret 2024

(Rahmiatul Jannah)

v
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………..ii


DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN………………………………………………………………..1
A Latar Belakang ……………………………………………………………1
B Rumusan Masalah ………………………………………………………...4
C Tujuan Penelitian …………………………………………………………4
1. Tujuan Umum ………………………………………………………….4
2. Tujuan Khusus …………………………………………………………4
D Manfaat Penelitian ………………………………………………………..4
1. Manfaat Teoritis ………………………………………………….4
2. Bagi institusi pendidikan …………………………………………5
2. Bagi Rumah Sakit Bukit Asam Medika ………………………….5
3. Bagi Peneliti ……………………………………………………...5
4. Bagi Penelitian Selanjutnya ……………………………………...5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………6
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL ………………………………………29
A Kerangka Konseptual Penelitian ………………………………………..29
B Definisi Operasional ……………………………………………………30
C Hipotesis …………………………………………………………………31
BAB IV METODE PENELITIAN …………………………………………...32
A Desain Penelitian ……………………………………………………….32
B Populasi dan Sample ……………………………………………………32
4.2.1 Populasi …………………………………………………………32
4.2.2 Sample …………………………………………………………..33
4.2.3 Teknik Pengambilan Sample ……………………………………34
C Tempat dan Waktu Penelitian …………………………………………...34
4.3.1 Tempat Penelitian ………………………………………………34
4.3.2 Waktu Penelitian …………………………………………………
34
D Etika Penelitian …………………………………………………………35
4.4.1 Inform Concent ……………………………………………………….35
4.4.2 Anonimity ………………………………………………………35
4.4.3 Confidentiality …………………………………………………35
4.4.4 ProsectionFrom Discomfort …………………………………35
E Alat Pengumpulan Data ………………………………………………..36
4.6 Prosedur Pengumpulan Data …………………………………36
4.6.1 Data Primer ……………………………………………………36
4.6.2 Data Sekunder …………………………………………………36
F Pengolahan dan Analisa Data …………………………………………36
G Analisa Data ………………………………………………………….37
4.8.1 Analisa Data Univariat ………………………………………37
4.8.2 Analisa Data Bivariat ………………………………………..37

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah sakit, sebagai organisasi publik yang terdiri dari berbagai

bidang ilmu, diharapkan dapat memberikan layanan kesehatan yang

bermutu kepada masyarakat di masa mendatang. Salah satu indikator mutu

layanan di rumah sakit adalah angka kejadian infeksi nosokomial, atau yang

dikenal sebagai Healthcare Associated Infection (HAIs). Infeksi ini timbul

di lingkungan rumah sakit dan dapat berasal dari pasien, petugas kesehatan,

pengunjung, maupun sumber lainnya. Penting untuk melaksanakan

pencegahan infeksi nosokomial secara menyeluruh dan merata dalam

pelayanan kesehatan guna melindungi pasien dan petugas kesehatan dari

risiko infeksi tersebut (Kemenkes RI, 2017).

Kepatuhan berasal dari kata “obedience” dalam bahasa Inggris.

Obedience berasal dari bahasa Latin yaitu “obedire” yang berarti untuk

mendengar terhadap. Makna dari obedience adalah mematuhi. Dengan

demikian, kepatuhan dapat diartikan patuh dengan perintah atau aturan

(Alam, 2021). Kepatuhan adalah tingkat seseorang dalam melaksanakan

suatu aturan yang disarankan. Tingkat seseorang dalam melaksanakan

perawatan, pengobatan, dan perilaku yang disarankan oleh perawat, dokter,

atau tenaga kesehatan lainnya. Kepatuhan menggambarkan sejauh mana

seseorang berperilaku untuk melaksanakan aturan dalam berperilaku yang

1
disarankan oleh tenaga kesehatan (Pratama, 2021).

Menurut World Health Organization (WHO), tingkat kejadian

infeksi nosokomial ditemukan sekitar 8,70% dari 55 rumah sakit yang

tersebar di 14 negara di Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara, dan Pasifik.

Infeksi nosokomial cenderung lebih sering terjadi di wilayah Mediterania

Timur dan Asia Tenggara, dengan angka masing-masing mencapai 11,80%

dan 10%. Di sisi lain, tingkat kejadian di wilayah Eropa dan Pasifik Barat

adalah masing-masing sekitar 7,70% dan 9% (Situmorang, 2020).

Dari hasil data HAIs di Indonesia, yang telah diidentifikasi melalui

survei 11 Rumah Sakit Umum di DKI Jakarta, didapatkan angka infeksi

nosokomial untuk ILO (Infeksi Luka Operasi) dengan nilai 18,9%, ISK

(Infeksi Saluran Kemih) 15,1%, IADP (Infeksi Saluran Darah Primer)

26,4%, Pneumonia 24,5% dan Infeksi Saluran Napas lain 15,1%, serta

Infeksi lain sebanyak 32,1%. Penelitian tersebut menunjukan 90-95%

infeksi nosokomial dengan dipengaruhi tingkat kepatuhan perawat dalam

menjaga kebersihan tangan (Nurseha, 2018).

Pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) adalah tindakan untuk

mencegah dan mengurangi risiko terjadinya infeksi pada pasien, petugas,

pengunjung, dan masyarakat yang berada di sekitar fasilitas pelayanan

kesehatan (Permenkes, 2017). Pengendalian infeksi nosokomial melibatkan

perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pembinaan dengan tujuan

untuk mengurangi angka kejadian infeksi nosokomial (Ta'adi et al., 2018).

2
Terjadinya infeksi nosokomial dipengaruhi oleh beberapa faktor

diantaranya : tidak menjaga kebersihan tangan, alat pelindung diri (APD),

imunisasi, masa kerja/pengalaman kerja, riwayat penyakit sebelumnya dan

pengetahuan. Adapun salah satu faktor yang sering terjadi yaitu petugas

medis yang tidak patuh terhadap peraturan saat menangani pasien, dan

petugas medis tidak mencuci tangan dengan benar sebelum dan sesudah

perawatan (Amelia, dkk 2020).

Menurut Perry & Potter (2019), mencuci tangan merupakan teknik

dasar yang paling penting dalam pencegahan dan pengontrolan infeksi.

Sedangkan menurut Schaffer (2020), mencuci tangan adalah membasahi

tangan dengan air mengalir untuk menghindari penyakit, agar kuman yang

menempel pada tangan benar-benar hilang. Dapat disimpulkan mencuci

tangan (hand hygiene) merupakan teknik dasar yang paling penting dalam

pencegahan infeksi dengan cara membasahi tangan dengan air mengalir

memakai sabun untuk menghilangkan kotoran. Meskipun hand hygiene

merupakan teknik dasar yang penting dalam pencegahan infeksi namun

tingkat kepatuhan petugas kesehatan khususnya perawat dalam melakukan

hand hygiene masih sangat rendah. Perilaku kepatuhan hand hygiene

perawat merupakan salah satu faktor yang mempunyai pengaruh besar

terhadap pencegahan terjadinya infeksi nosokomial.

Kebersihan tangan merupakan hal yang sangat penting karena

tangan seringkali menjadi perantara yang efektif dalam penyebaran

mikroorganisme. Terutama bagi tenaga medis yang sering berinteraksi

3
dengan pasien, tangan dapat menjadi sumber penyebaran mikroorganisme

penyebab infeksi di lingkungan rumah sakit. Pencegahan infeksi nosokomial

tetap menjadi prioritas utama di rumah sakit dan harus dijaga melalui

praktik rutin yang sesuai dengan standar tindakan pencegahan pengendalian

infeksi. Tujuannya adalah melindungi karyawan dan pasien dari

mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi (Diantoro, 2021).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Purwaningsih, dkk pada

tahun 2019 cara paling efektif dalam mencegah terjadinya peningkatan

infeksi nosokomial dengan selalu patuh menjaga kebersihan tangan. Salah

satunya dengan mencuci tangan pada setiap momen penanganan pasien di

Rumah Sakit yang dikenal dengan istilah five moment sesuai rekomendasi

WHO. Lima momen dalam hal tersebut yaitu : Sebelum kontak dengan

pasien, sebelum melakukan tindakan aseptik, sebelum kontak dengan cairan

tubuh pasien, sesudah terkena cairan tubuh pasien, setelah kontak dengan

lingkungan pasien (Purwaningsih, dkk 2019).

Meskipun memakai sarung tangan atau alat pelindung lain, mencuci

tangan harus dilakukan dengan benar untuk menghilangkan atau

mengurangi mikroorganisme yang ada di tangan sehingga penyebaran

penyakit dapat dikurangi dan lingkungan terjaga dari infeksi. Dalam hal ini

kepatuhan merupakan suatu pendorong terjadinya kemauan perawat dalam

mencuci tangan sesuai prosedur. Selain itu frekuensi dan kualitas cuci

tangan juga harus diperhatikan (Diantoro, 2021).

4
Menurut penelitian yang dilakukan Windiyastuti, dkk pada tahun

2020 tentang “Hubungan Kepatuhan Cuci Tangan Enam Langkah Lima

Momen Dengan Kejadian Infeksi Nosokomial di Ruang Mawar RSUD

dr.H.Soewondo Kendal”. Dari 30 perawat yang melakukan cuci tangan

patuh penuh adalah sebanyak 8 orang (26,7%) dan yang melakukan cuci

tangan tidak patuh sebanyak 22 orang (73,3%). Sedangkan, kejadian infeksi

nosokomial terjadi sebanyak 23 orang (76,3%) dan tidak terjadi infeksi

nosokomial sebanyak 7 orang (23,3%). Berdasarkan hasil uji statistika

didapatkan nilai p value = 0,000 < 0,05 Ha diterima berarti ada hubungan

kepatuhan cuci tangan enam langkah lima momen dengan kejadian infeksi

nosokomial di ruang mawar RSUD dr.H.Soewondo Kendal (Widyastuti,

dkk 2020).

Data yang didapatkan dari Rumah Sakit Bukit Asam Medika yang

didapatkan angka infeksi nosokomial untuk ILO (Infeksi Luka Operasi)

dengan nilai 16,7%, ISK (Infeksi Saluran Kemih) 16,2%, IADP (Infeksi

Saluran Darah Primer) 25,4%, Pneumonia 22,5% dan Infeksi Saluran Napas

lain 14,0%, serta Infeksi lain sebanyak 5,2%. Penelitian tersebut

menunjukan 90-95% infeksi nosokomial dengan dipengaruhi tingkat

kepatuhan perawat dalam menjaga kebersihan tangan. Mulai dari lima

momen mencuci tangan sampai langkah-langkah mencuci tangan dengan

baik dan benar. Infeksi nosokomial mempunyai angka kejadian 2-12% (rata-

rata 5%) dari semua penderita yang dirawat di rumah sakit. Angka kematian

5
1-3% dari semua kasus yang dirawat di rumah sakit.

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan terhadap 10

perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Bukit Asam Medika, menunjukan

bahwa 6 dari perawat tersebut belum mematuhi cuci tangan dengan tepat,

dan 4 orang perawat sudah mematuhi dan menerapkan cara cuci tangan

dengan tepat. Selanjutnya diharapkan perawat selalu menerapkan cuci

tangan secara tepat untuk mengurangi tingkat infeksi nosokomial.

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk meneliti

tentang “Hubungan Kepatuhan Cuci Tangan Perawat Terhadap Kejadian

Infeksi Nosokomial di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Bukit Asam

Medika.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Hubungan kepatuhan cuci tangan perawat terhadap

kejadian infeksi nosokomial di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Bukit

Asam Medika”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Hubungan kepatuhan cuci tangan perawat

terhadap kejadian infeksi nosokomial di ruang rawat inap Rumah

Sakit Bukit Asam Medika.

6
2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui kepatuhan cuci tangan perawat di ruang rawat inap

Rumah Sakit Bukit Asam Medika Tahun 2024.

b. Mengetahui tentang kejadian infeksi nosokomial di ruang rawat

inap Rumah Sakit Bukit Asam Medika Tahjn 2024.

c. Keeratan hubungan kepatuhan cuci tangan perawat terhadap

kejadian infeksi nosokomial di ruang rawat inap Rumah Sakit

Bukit Asam Medika Tahun 2024.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharakan dapat memberikan manfaat secara teoritis

dan dapat dijadikan sumber atau acuan bagi peneliti selanjutnya

berkaitan dengan kepatuhan cuci tangan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi institusi pendidikan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber telaah

pustaka dalam penelitian selanjutnya terkait dengan cuci tangan

dan kejadian infeksi nosokomial pada perawat.

7
b. Bagi rumah sakit dan perawat

Penelitian ini di harapkan dapat menjadi acuan dalam

melakukan tindakan dan SPO terkait hubungan kepatuhan cuci

tangan perawat terhadap kejadian infeksi nosokomial.

c. Bagi peneliti

Untuk menerapkan ilmu yang didapatkan di Universitas Prima

Nusantara dan bertambahnya ilmu pengetahuan dan wawasan

dalam ilmu keperawatan terkhusus nya pada hubungan

kepatuhan cuci tangan bagi perawat terhadap kejadian infeksi

nosokomial.

d. Bagi penelitian selanjutnya

Penelitian ini diharapkan bisa sebagai acuan awal dalam

mengembangkan kerangka konsep pada penelitian selanjutnya

terkhusus pada hubungan kepatuhan cuci tangan perawat

terhadap kejadian infeksi nosokomial.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Konsep Kepatuhan

a) Definisi Kepatuhan

Kepatuhan merujuk pada sejauh mana seseorang menaati atau

mematuhi petunjuk atau tanggung jawab yang diberikan

kepadanya. Tingkat kepatuhan mencerminkan dasar perilaku

seseorang, yang melibatkan perubahan sikap dan perilaku yang

dimulai dengan tahap patuh, kemudian melalui proses identifikasi,

dan akhirnya mencapai tahap internalisasi. Pada awalnya, individu

mungkin mematuhi petunjuk atau instruksi untuk menghindari

konsekuensi negatif seperti hukuman. Tahap ini dikenal sebagai

tahap kepatuhan (compliance) (Elvania, 2019).

Transformasi pada tahap ini umumnya bersifat sementara,

menyiratkan bahwa tindakan dilakukan selama masih ada

pengawas, tetapi akan ditinggalkan begitu pengawasan tidak ada.

Kepatuhan individu yang timbul karena rasa terpaksa atau kurang

pemahaman tentang signifikansi perilaku baru, dapat berkembang

menjadi jenis kepatuhan lainnya, yaitu kepatuhan demi menjaga

hubungan yang baik dengan tokoh yang mendorong perubahan

(change agent). Optimalisasi perubahan perilaku baru dapat

9
tercapai melalui proses internalisasi, di mana perilaku baru

dianggap bernilai positif oleh individu dan diintegrasikan dengan

nilai-nilai lain dalam kehidupannya (Elvania, 2019).

b) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan

Faktor yang mempengaruhi kepatuhan dalam berprilaku yang telah

diterapkan (Notoatmodjo, 2014) :

1) Pengetahuan

Pengetahuan adalah informasi yang diketahui atau disadari

individu. Berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia

melalui pengamatan panca indra. Pengetahuan yang semakin

tinggi tingkatnya dapat mempengaruhi kepatuhan perilaku.

2) Motivasi

Motivasi adalah istilah umum menunjukkan kepada

seluruh proses gerakan yang termasuk situasi yang mendorong,

atau dorongan yang dimbul dari diri sendiri. Motivasi dapat

dikaitkan sebagai dorongan, gerakan ini diwujudkan dalam

bentuk perilaku.

3) Sikap

Sikap adalah produk dari proses sosialisasi diaman

individu beraksi sesuai dengan stimulus yang diterima. Sikap

adalah salah rekasi atau respon yang masih tertutup dari

individu terhadap suatu stimulus atau objek tertentu yang

10
berarti bahwa sikap belum merupakan tindakan atau aktivitas,

tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku.

4) Persepsi

Persepsi adalah proses pemberian arti seseorang untuk

menafsirkan dan memahami dunia dalam pandangan sedang

dan sempit adalah bagaimana dalam pengelihatan, sedangkan

dalam arti luas adalah pandangan bagaimana seseorang

memandang atau mengartikan sesuatu.

5) Kepribadian

Kepribadian individu digolongkan ke dalam faktor

internal. Sifat-sifat kepribadian individu sangat berhubungan

dengan kesuksesannya dalam berperilaku.

2. Teori Perilaku

a) Pengertian Perilaku

Perilaku, berasal dari gabungan kata "peri" yang berarti

perbuatan atau kelakuan, dan "laku" yang merujuk pada perbuatan

atau cara menjalankan sesuatu. Dengan demikian, perilaku

mencakup segala tindakan dan aktivitas yang dilakukan oleh

individu terhadap lingkungan sekitarnya. Artinya, perilaku muncul

sebagai respons terhadap rangsangan yang diperlukan untuk

menimbulkan tanggapan khusus. Oleh karena itu, suatu rangsangan

tertentu dapat memicu perilaku tertentu pula (Irwan, 2017).

11
Notoatmodjo (2018) mengemukakan bahwa perilaku adalah

respon individu terhadap stimulus eksternal. Dalam kerangka ini,

perilaku terjadi melalui proses di mana stimulus dari luar

mempengaruhi organisme, dan organisme tersebut memberikan

respons. Teori Skinner menyebutnya sebagai teori "Stimulus

Organisme Respon". Konsep perubahan perilaku juga terkait

dengan pemahaman tentang risiko. Perubahan perilaku dapat terjadi

jika seseorang menyadari adanya risiko terhadap kesehatan dan

secara sadar berusaha menghindari risiko tersebut. Sementara Teori

Lohrman menekankan bahwa perubahan perilaku dipengaruhi oleh

situasi lingkungan sekitar, yang dikenal sebagai The Ecology

Model of Health Behavior. Dalam konteks ini, pendekatan

perubahan perilaku dapat diimplementasikan melalui pesan

perubahan perilaku yang disampaikan oleh individu, seperti anak

didik, untuk memengaruhi perilaku orang tua dan masyarakat

(Irwan, 2017).

b) Bentuk Perilaku

Ditinjau dari cara merespon stimulus atau rangsangan,

perilaku dapat dikategorikan menjadi dua bentuk, sesuai dengan

Notoatmodjo (2018):

1) Perilaku Tertutup (Convert behavior)

Perilaku tertutup merujuk pada respons individu terhadap

12
stimulus yang bersifat tertutup atau konversi. Reaksi terhadap

rangsangan atau stimulus tersebut masih terbatas pada aspek

persepsi, perhatian, pengetahuan, kesadaran, dan sikap pada

penerima stimulus. Hal ini belum dapat diamati secara jelas.

2) Perilaku Terbuka (Overt behavior)

Perilaku terbuka adalah respons individu yang termanifestasi

dalam tindakan konkret atau terbuka. Respon terhadap

rangsangan atau stimulus tersebut sudah terlihat dalam bentuk

tindakan atau praktik, dan dapat dengan mudah diamati atau

diperhatikan oleh orang lain.

c) Domain Perilaku

Memberikan respons terhadap stimulus menghasilkan berbagai

respon yang berbeda, tergantung pada karakteristik atau faktor-

faktor lain yang mempengaruhinya. Variabilitas dalam respons

individu ini disebut sebagai determinan perilaku. Determinan

perilaku dapat dibagi menjadi dua kategori:

1) Determinan atau faktor internal, mencakup karakteristik

bawaan setiap individu, seperti jenis kelamin, tingkat

kecerdasan, dan tingkat emosional.

2) Determinan atau faktor eksternal, melibatkan faktor yang

berasal dari lingkungan luar, termasuk lingkungan fisik,

sosial, budaya, ekonomi, dan politik.

13
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa

perilaku merupakan hasil dari kombinasi faktor internal dan

eksternal yang memainkan peran dalam peran dan kegiatan

individu. Menurut teori Bloom, seorang ahli psikologi

pendidikan, perkembangan perilaku manusia dapat dimodifikasi

menjadi tiga domain, yaitu:

1) Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil dari proses tahu yang terjadi

setelah individu mengindra terhadap suatu objek tertentu.

Pengindraan ini melibatkan panca indera, seperti

penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan, dan

peraba. Meskipun, sebagian besar pengetahuan manusia

diperoleh melalui penglihatan dan pendengaran.

Pengetahuan atau domain kognitif sangat signifikan dalam

membentuk tindakan yang tampak (overt behavior).

2) Sikap (Attitude)

Sikap merupakan respons atau reaksi yang masih bersifat

tertutup dari individu terhadap suatu objek atau stimulus.

Sikap tidak akan terbentuk tanpa adanya informasi melalui

pengamatan, pendengaran, atau pengalaman langsung

terhadap objek tersebut. Sikap melibatkan beberapa

tingkatan, termasuk menerima, merespons, menghargai,

14
dan bertanggung jawab.

3) Praktik dan Tindakan (Practice)

Tindakan adalah ekspresi sikap yang diwujudkan secara

terbuka dan dapat diamati oleh orang lain. Meskipun suatu

sikap belum tentu berubah menjadi tindakan konkret,

faktor-faktor pendukung, seperti fasilitas, diperlukan

untuk mewujudkannya. Selain itu, dukungan dari pihak

lain, seperti suami, istri, orang tua, dan teman, juga

menjadi faktor kunci dalam mendorong suatu sikap

menjadi perbuatan nyata (Notoatmodjo, 2014).

d) Proses Pembentukan Perilaku

Menurut Abraham Harold Maslow, pembentukan perilaku

dapat dijelaskan melalui konsep "Hierarki Kebutuhan

Maslow," yang mengindikasikan bahwa perilaku manusia pada

dasarnya dipengaruhi oleh tingkat kebutuhan dalam hierarki

tertentu. Ada lima tingkatan kebutuhan dasar manusia, yaitu:

1) Kebutuhan Fisiologis/Biologis

Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan paling dasar bagi

setiap individu, berfungsi untuk menjaga kelangsungan

hidup secara fisik dan biologis. Ini mencakup kebutuhan

seperti makanan, minuman, tempat tinggal, aktivitas

seksual, tidur, dan oksigen.

15
2) Kebutuhan Rasa Aman

Kebutuhan akan rasa aman melibatkan keinginan untuk

terhindar dari potensi ancaman atau bahaya. Aspek-aspek

kebutuhan ini mencakup rasa aman dari tindak pencurian,

kejahatan, konflik, penyakit, dan perlindungan hukum.

Kebutuhan rasa aman dibedakan dari kebutuhan fisiologis

karena tidak dapat sepenuhnya terpenuhi.

3) Kebutuhan Mencintai dan Dicintai

Kebutuhan untuk mencintai dan dicintai atau kasih sayang

muncul setelah kebutuhan fisiologis dan rasa aman

terpenuhi. Ini mencakup dorongan untuk memiliki

persahabatan, keinginan untuk memiliki pasangan hidup

dan keturunan, kebutuhan untuk kedekatan dengan

keluarga, serta kebutuhan interpersonal seperti memberi

dan menerima cinta.

4) Kebutuhan Harga Diri

Setelah kebutuhan untuk mencintai dan dicintai terpenuhi,

manusia dapat mengupayakan pemenuhan kebutuhan akan

penghargaan. Kategori kebutuhan ini dapat dibagi menjadi

dua bagian, yaitu kebutuhan penghargaan yang lebih

rendah dan yang lebih tinggi. Kebutuhan penghargaan

yang lebih rendah mencakup keinginan untuk

16
menghormati orang lain, meraih status, kemuliaan,

mendapatkan pengakuan, apresiasi, martabat, bahkan

dominasi. Di sisi lain, kebutuhan penghargaan yang lebih

tinggi mencakup elemen-elemen seperti perasaan,

kebebasan, keyakinan dalam kompetensi, pencapaian, dan

kemandirian. Ketika individu dapat memenuhi kebutuhan

untuk dihargai, mereka menjadi siap untuk memasuki

tahap aktualisasi diri.

5) Kebutuhan Aktualisasi Diri

Kebutuhan untuk aktualisasi diri merupakan kebutuhan

tertinggi yang berada pada tingkatan akhir hierarki

kebutuhan Maslow. Kebutuhan ini tidak melibatkan

pencapaian keseimbangan, melainkan merupakan

dorongan terus-menerus untuk memaksimalkan potensi

diri. Kebutuhan aktualisasi diri mencakup keinginan untuk

mendapatkan pujian atau pengakuan dari orang lain,

mencapai kesuksesan dan pencapaian cita-cita, serta

menjadi lebih unggul dalam karier, usaha, dan kekayaan

daripada orang lain (Notoatmodjo, 2014).

6) Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan merujuk pada tanggapan individu

(organisme) terhadap stimulus atau objek yang terkait

dengan kondisi sehat dan sakit, serta faktor lingkungan.

17
Perilaku kesehatan dapat dibagi menjadi dua kategori,

yaitu perilaku sehat dan perilaku sakit. Perilaku sehat

merupakan respons individu terhadap rangsangan

eksternal untuk menjaga kesehatan secara menyeluruh.

Sedangkan perilaku sakit merupakan respon individu

terhadap sakit dan penykitnya, seperti persepsi terhadap

penyakit, pengetahuan tentang penyebab, gejala dan cara

pengobatan penyakit (Notoatmodjo, 2014).

7) Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan

Perilaku manusia dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor

perilaku (behavior causer) dan faktor dari luar perilaku

(non- behavior causer). Selanjutnya perilaku itu sendiri

ditentukan dan terbentuk dari 3 faktor yaitu:

a) Faktor predisposisi (predisposing factor), yang

mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan,

keyakinan, nilai-nilai dan katakteristik individu.

Karakteristik individu diantaranya adalah usia, jenis

kelamin dan latar belakang Pendidikan. Persepsi

individu menegnai dampak tidak mencuci tangan

akan mempengaruhi perilaku individu dalam mencuci

tangan setelah beraktivitas.

b) Faktor pendukung (enabling factor), yang mencakup

lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya

18
fasilitas dan sarana kesehatan, keterjangkauan akses

dan pencapaian pelayanan. Ketersediaan sarana

mencuci tangan turut mempengaruhi perilaku individu

dalam mencuci tangan. Keterjangkauan akses yang

dimaksud dalam hal mencuci tangan adalah dekat atau

jauhnya sarana mencuci tangan berupa keran air

mengalir dan sabun cuci tangan.

c) Faktor pendorong (reinforcing factor) adalah factor

yang menguatkan timbulnya sebuah perilaku, seperti

pemberian pendapat, adanya dukungan, motivasi dari

keluarga, teman dan lingkungan. Adanya pendapat

dari orang lain yang menyatakan bahwa tidak

mencuci tangan sebelum makan tidak akan membuat

seseorang sakit dalam seketika akan mempengaruhi

perilaku individu untuk tidak mencuci tangan sebelum

makan (Notoatmodjo, 2014).

B. Konsep Cuci Tangan (Hand Hygene)

1. Definisi Cuci Tangan (Hand Hygien)

Tangan adalah salah satu anggota tubuh yang harus dijaga

kebersihannya, karena tangan sering terkontaminasi kotoran

maupun mikroba akan masuk kedalam tubuh. Kepatuhan dalam

mencuci tangan sangat perlu dilakukan terutamapada bidang

19
mikrobiologi maupun pada tempat perawatan serta tempat-tempat

dimana sering terjadi penyebaran mikroorganisme melalui media

tangan kita. Mencuci tangan merupakan proses yang sangat

mekanik melepaskan kotoran yang menempel pada tangan dengan

memakai antiseptik (Nakoe, dkk 2020).

Dalam penelitian yang dilakukan Sinanto tahun 2020

menjelaskan bahwa Hand hygiene merupakan tindakan atau

prosedur membersihkan tangan menggunakan sabun dan air

mengalir atau dengan hand rub menggunakan hand sanitizer

berbasis alcohol yang bertujuan untuk mengurangi dan mencegah

berkembangnya mikroorganisme di tangan. Hand hygiene

merupakan istilah yang dipakai untuk mencuci tangan, baik

menggunakan aseptik pencuci tangan ataupun menggunakan hand

rub antiseptic. Aseptic merupakan zat kimia yang bertujuan untuk

mencegah terjadinya multiplikasi mikroorganisme pada permukaan

tubuh dengan cara menghambat pertumbuhan dan aktivitas

metabolic serta membunuh mikroorganisme.

2. Indikasi Cuci Tangan (Five Moment)

Menurut WHO dalam Agustin, dkk (2020)., mencuci

tangan dapat dilakukan pada saat 5 (lima) momen atau yang sering

disebut Five Moment for Hand Hygiens Sebagai berikut :

20
a. Sebelum Kontak Dengan Pasien

Cucilah tangan segera saat mendekati pasien, sebelum

menyentuh pasien. Dilakukan diantara kontak dengan area

perawatan dan kontak dengan pasien.

b. Sebelum Prosedur Aseptik

Cucilah tangan atau Hand Hyigien (HH) segera sebelum

menyentuh bagian tubuh pasien yang beresiko infeksi setelah

kontak dengan area perawatan & zona pasien.

c. Setelah Terpapar Cairan Tubuh Pasien

Bersihkan tangan segera setelah terkena cairan tubuh pasien

dan melepaas sarung tangan

d. Setelah Kontak Dengan Pasien

Cucilah tangan setelah kontak langsung dengan pasien

e. Setelah Kontak Dengan Lingkungan Pasien

Bersihkan tangan setelah menyentuh obyek apapun atau fiture

disekitar pasien (tanpa menyentuh pasien) sebelum menyentuh

obyek di area perawatan.

3. Tujuan Cuci Tangan (Hand Hygiene)

Menurut Susanti dalam Kusumawati (2018), tujuan dilakukan cuci

tangan yaitu :

a. Menjaga kebersihan diri

21
b. Mencegah terjadinya infeksi

c. Sebagai pelindung diri

4. Manfaat Cuci Tangan (Hand Hygiene)

Adapun manfaat dari hand hygiene sebagai berikut :

a. Dapat menuyrunkan tingkat risiko infeksi

b. Mencegah terjadinya infeksi nosocomial pada pasien

c. Mengurangi penyebaran mikroorganisme multiresisten pada saat

melakukan tindakan keperawatan

d. Dari segi efekstif dan efisien, menjaga kebersihan tangan juga

bias menurunkan terjadinya risiko biaya yang disebabkan oleh

infeksi pada pasien karena kurang melakukan hand hygiene .

5. Pentingnya Cuci Tangan (Hand Hygiene)

Kasus infeksi nosocomial sangat dipengaruhi oleh sikap

dan pengetahuan tenaga kesehatan. Seperti pengetahuan tentang

menjalankan standar precaution, salah satunya dengan

menggunakan hand hygiene saat penanganan pasien. Hand hygiene

merupakan salah satu tindakan yang efektif untuk memutuskan

rantai transmisi infeksi, sehingga kasus nosocomial dapat dicegah

dan diatasi. Hal ini wajib dilakukan oleh tenaga kesehatan seperti

dokter, perawat, dan seluruh staf yang terlibat dalam penanganan

pasien.

22
Pengetahuan tentang hand hygiene merupakan faktor

penting dan memiliki pengaruh besar terhadap pencegahan infeksi

nosokomial di rumah sakit. Selain itu, penerapan hand hygiene

yang dilakukan oleh petugas kesehatan seperti dokter, perawat dan

staf lainnya dapat menurunkan angka infeksi nosokomial sebesar

40%.

6. Cuci Tangan Untuk Mencegah Infeksi Nosokomial

Infeksi nosocomial merupakan salah satu indicator mutu

pelayanan di rumah sakit. Infeksi nosocomial memiliki dampak

yang sangat merugikan, diantaranya :

a. Menurunnya kemampuan dan kualitas hidup pasien yang

disebabkan oleh terjadinya stress emosional

b. Meningkatkan penggunaan obat-obatan

c. Meningkatkan biaya perawatan dikarenakan durasi perawatan

yang bertambah

d. Meningkatkan mortalitas.

7. Langkah-langkah Mencuci Tangan

Menjaga kebersihan tangan dapat dilakukan dengan cara

mencuci tangan baik itu menggunakan sabun atau handrub. Adapun

durasi yang dapat dilakukan mencuci tangan dengan menggunakan

23
sabun dan handrub sebagai berikut (purba, dkk 2021) :

1) Cuci tangan menggunakan sabun (40-60 detik) : basahi

tangan dan gunakan sabun , gosok seluruh permukaan, bilas

kemudian keringkan dengan handuk sekali pakai, sekaligus

untuk mematikan keran.

2) Cuci tangan menggunakan handrub (20-30 detik): gunakan

produk handrub dalam jumlah cukup untuk seluruh bagian

tangan, gosok tangan hingga kering.

Prosedur enam langkah mencuci tangan dapat dilakukan

dengan menggunakan sabun atau handrub. Berikut langkah-

langkah mencuci tangan menurut (Kusumawati, 2018) :

a. Melepaskan semua benda yang melekat pada daerah tangan,

seperti cincin, gelang, jam, atau lainnya

b. Membuka kran air dan membasahi tangan

c. Menuangkan sabun cair ke telapak tangan secukupnya

d. Melakukan gerakan tangan, memulai dari meratakan sabun cair

ke telapak tangan secukupnya

e. Kedua punggung telapak tangan saling menumpuk secara

bergantian

f. Bersihkan telapak tangan dan sela-sela jari seperti gerakan

menyilang

g. Membersihkan ujung-ujung kuku bergantian pada telapak

tangan saling menumpuk secara bergantian

24
h. Posisikan jari-jari tangan mengerucut dan putar kedalam

beralaskan telapak tangan secara bergantian

i. Bilas tangan dengan air yang mengalir

j. Keringkan tangan dengan tisu sekali pakai

k. Menutup kran air

Lakukan prosedur diatas selama 40-60 detik

Gambar 2.1

6 Langkah Cuci Tangan

25
C. Konsep Infeksi Nosokomial

1. Pengertian Infeksi Nosokomial

Infeksi merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh

mikroorganisme pathogen, dan penyebab utama tingginya angka

kesakitan (morbidity) dan angka kematian (morality) dirumah sakit,

dimana infeksi ini lebih dikenal dengan istilah infeksi nosokomial

(Kemas, 2019).

Infeksi nosokomial di rumah sakit yang sering disebut juga

sebagai infeksi yang terkait dengan pemberi layanan kesehatan

dalam fasilitas perawatan kesehatan atau HAIs (Healthcare-

Associated Infections). Pada waktu di rawat di rumah sakit infeksi

belum terjadi dan belum tampak tanda-tanda klinis infeksi. Dalam

hal ini penderita tidak sedang berada dalam masa inkubasi

penyakit akibat infeksi tersebut. Penderita mendapatkan perawatan

di rumah sakit lebih lama dari waktu inkubasi infeksi penyakit.

Sebagian besar infeksi nosokomial secara klinis terjadi antara 48

jam sampai empat hari sejak penderita mulai dirawat di rumah

sakit.

2. Etiologi

Terjadinya infeksi nosokomial dipengaruhi oleh banyak

faktor, baik yang ada di dalam tubuh penderita sendiri maupun

26
faktor yang berada disekitarnya. Faktor-faktor yang dapat

menyebabkan infeksi nosocomial antara lain :

a. Faktor instrinsik yang dapat menyebabkan infeksi antara lain :

1) Umur

2) Jenis kelamin

3) Kondisi umum

4) Risiko terapi

5) Adanya penyakit lain

b. Faktor ekstrinsik, antara lain :

1) Petugas Rumah Sakit (dokter, perawat, dll)

2) Penderita lain

3) Bangsal/ lingkungan

4) Peralatan/ material medis

5) Makanan/ minuman

6) Pengunjung/ keluarga

c. Faktor keperawatan :

1) Lamanya hari perawatan

2) Menurunnya kualitas perawatan

3) Padatnya penderita

d. Faktor mikroba pathogen :

1) Kemampuan invasi/ merusak jaringan

2) Lamanya pemaparan

27
3. Patofisiologi

Infeksi nosokomial mulai dengan penyebab yang ada pada

sumber. Kuman keluar dari sumber melalui tempat tertentu,

kemudian dengan cara penularan tertentu masuk ke tempat

tertentu di pasien lain. Karena banyak pasien di rumah sakit

rentan terhadap infeksi (terutama ODHA yang mempunyai sistem

kekebalan yang lemah), mereka dapat tertular dan mendapat sakit

tambahan. Selanjutnya, kuman penyakit ini keluar dari pasien

tersebut dan me- neruskan rantai penularan lagi.

Infeksi nosokomial ini dapat berasal dari dalam tubuh

penderita maupun luar tubuh. Infeksi endogen disebabkan oleh

mikroorganisme yang semula memang sudah ada didalam tubuh

dan berpindah ke tempat baru yang kita sebut dengan self infection

atau auto infection, sementara infeksi eksogen (cross infection)

disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari rumah sakit

dan dari satu pasien ke pasien lainnya.

4. Dampak Infeksi Nosokomial

Infeksi yang didapat di Rumah Sakit menambah cacat

fungsional dan stres emosional pasien dan dapat, dalam beberapa

kasus, menyebabkan kondisi yang mengurangi kualitas hidup.

Infeksi nosokomial juga salah satu penyebab utama kematian,

28
biaya ekonomi yang cukup besar. Lama tinggal untuk pasien yang

terinfeksi adalah kontributor terbesar untuk meningkatkan biaya.

Satu penelitian menunjukkan bahwa peningkatan secara

keseluruhan dalam durasi rawat inap untuk pasien dengan infeksi

luka bedah adalah 8,2 hari, mulai dari 3 hari untuk ginekologi

menjadi 9,9 untuk operasi umum dan 19,8 untuk operasi ortopedi.

Tinggal berkepanjangan tidak hanya meningkatkan biaya langsung

kepada pasien atau tetapi juga biaya tidak langsung karena

kehilangan pekerjaan. Peningkatan penggunaan obat-obatan,

kebutuhan untuk isolasi dan penggunaan laboratorium tambahan

dan studi diagnostik lainnya juga berkontribusi terhadap

peningkatan biaya. Infeksi yang didapat Rumah Sakit menambah

ketidak seimbangan antara alokasi sumber daya untuk perawatan

kesehatan primer dan sekunder dengan mengalihkan dana ma-

najermen yang langka ke kondisi yang berpotensi dicegah.

5. Rantai Infeksi (Chain of Infections)

Rantai infeksi merupakan rangkaian yang harus ada untuk

menimbulkan infeksi. Dalam melakukan tindakan pencegahan dan

pengendalian infeksi dengan efektif, perlu dipahami secara cermat

rantai infeksi. Kejadian infeksi difasilitas pelayanan kesehatan

dapat disebabkan oleh 6 komponen rantai penularan, apabila satu

mata rantai putus atau dihilangkan, maka penularan infeksi dapat

29
dicegah atau dihentikan (Pemenkes No 27 Tahun 2017 tentang

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas

Pelayanan Kesehatan, 2017)

Gambar 2.2

Rantai Penularan Infeksi (WHO, 2009)

a. Agen infeksi adalh mikroorganisme penyebab infeksi. Pada

manusia, agen infeksi dapat berupa bakteri, virus, jamur, dan

parasite. Ada tiga factor pada agen penyebab yang

mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu : patogenitas, virulensi,

dan jumlah (dosis). Makin cepat diketahui agen infeksi dengan

pemeriksaan klinis atau laboratorium mikrobiologi semakin

cepat pula upayah pencegahan dan penanggulangannya bias

dilaksanakan

b. Reservoir atau wadah tempat/ sumber agen infeksi dapat

hidup, tumbuh, berkembang biak dan siap ditularkan kepada

penjamu atau manusia. Berdasarkan penelitian, reseviosr

terbanyak adalah pada manusia, alat medis, binatang, tumbuh-

tumbuhan, tanah, air, lingkungan, dan bahan-bahan organic

30
lainnya. Dapat juga ditemyi pada orang sehat, permukaan kulit,

selaput lender mulut, saluran nafas, usus, dan vagina juga

resevior

c. Portal of Exit (pintu keluar) adalah lokasi tempat agen infeksi

(mikroorganisme) meninggalkan reservoir melalui saluran

napas, saluran cerna, saluran kemih serta transplasenta

d. Metode Transmisi/ cara penularan adalah metode transport

mikroorganisme dari wadah/ reservoir ke penjamu yang

rentan.

Ada beberapa metode penularan yaitu :

1) Kontak : langsung atau tidak langsung

2) Droplet

3) Airbone

4) Melalui vehikulum (makanan, air / minuman, darah)

5) Melalui vector (serangga atau binatang pengerat)

e. Portal of Entry (pintu masuk) adalah lokasi agen infeksi

memasuki penjamu yang rentan dapat melalui saluran napas,

saluran cerna, saluran kemih dan kelamin atau melalui kulit

yang tidak utuh

f. Isusceptible host (penjamu rentan) adalah seseorang dengan

kekebalan tubuh menurun dengan kekebalan tubuh menurun

sehingga tak mampu melawan agen infeksi. Factor yang dapat

mempengaruhi kekebalan adalah umur, status gizi, status

31
imunisasi, penyakit kronis, luka bakar yang luas, trauma, pasca

pembedahan, dengan imunosupresan.

g. Faktor lain yang berpengaruh adalah jenis kelamin, rasa tau

etnis tertentu, status ekonomi, pola hidup, pekerjaan, dan

herediter.

6. Patogenesis Penyakit Nosokomial

Penyakit infeksi nosokomial yang didapat di rumah sakit dapat

disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, atau parasite.

Mikroorganisme ini bias berasal dari dalam tubuh penderita itu

sendiri (sumber endogen) atau mungkin berasal dari sumber

eksogin, yaitu dari lingkungan, dari perlengkapan rumah sakit yang

tercemar, dari petugas rumah sakit, atau berasal dari penderita lain

yang sedang dirawat di rumah sakit tersebut. Sumber endogen

adalah bagian tubuh yang biasanya menjadi tempat hidup koloni

mikroorganisme, misalnya nasofaring, alat pencernaan, atau

saluran urogenital.

Infeksi akan dimulai dari tempat masuknya mikroorganisme

dan akan menimbulkan infeksi setempat(local) dan menimbulkan

gejala klinis yang terbatas. Sebagai contoh, luka operasi diperut

yang mengalami infeksi, daerah sekitar luka akan memerah, panas,

dan nyeri. Infeksi umum biasanya akan menimbulkan gejala seperti

demam, menggigil, penurunan tekanan darah, dan gangguan

32
mental. Keadaan ini akan bahaya apabila sudah terjadi sepsis,

karena dapat menyerang organ dengan cepat dan bersifat progresif

dan yang terburuk akan mengakibatkan kematian.

Infeksi nosokomial dapat terjadi akibat pembedahan,

penggunaan kateter pada saluran kemih, hidung mulut atau yang

dimasukan ke dalam pembuluh darah. Selain itu benda-benda yang

berasal dari hidung atau mulut yang terhirup -masuk kedalam paru-

paru. Infeksi nosocomial rumah sakit yang paling sering terjadi

adalah infeksi saluran kemih (urinary tract infections-UTI),

pneumonia karena penggunaan ventilator, dan infeksi luka operasi.

Sumber sumber infeksi lainnya dapat berasal dari kateter vena

sentral, dan berasal dari pipa endotrakeal yang dimasukan ke

lambung dari mulut. Melalui kateter ini bakteri masuk kedalam

tubuh melewati bagian luar pipa kateter, lalu mendapatkan jalan

masuk kedalam aliran darah. Infeksi nosokomial yang ditularkan

melalui kateter ini menjadi penyebab 4-20% kematian pada

penderita.

7. Faktor Risiko Mendapatkan Infeksi Nosokomial

Semua penderita rawat inap di rumah sakit berisiko untuk

mendapatkan infeksi dari pengobatan atau tindakan operatif yang

diterimanya. Adapun factor risiko infeksi nosokomial dirumah

sakit sebagai berikut :

33
a. Masa rawat inap yang panjang

b. Adanya penyakit tersamar yang berat

c. Status imun penderita yang lemah dan nutrisi yang buruk

d. Penggunaan kateter yang menetap

e. Petugas kesehatan yang lalai dalam mencuci tangan sebelum

maupun sesudah menangani pasien

f. Terjadinya bakteri resisten antibiotic karena penggunaan

antibiotic yang tidak tepat dan berlebihan.

Setiap tindakan invasif yang memasuki tubuh akan membawa

penderita pada kemungkinan mendapatkan infeksi. Berbagai

tindakan yang dapat mendapatkan meningkatkan risiko terjadinya

infeksi nosokomial di rumah sakit adalah sebagai berikut:

a. Kateterisasi kandung kemih

b. Ventilasi mekanik atau intubasi saluran pernapasan

c. Pembedahan, perawatan, atau pengaliran luka operasi

d. Pipa drainase lambung yang melewati mulut dan hidung

e. Prosedur intravenous untuk memasukan obat atau makanan

dan transfuse darah

8. Gejala Klinis

Demam sering merupakan tanda pertama infeksi. Gejala dan

tanda lainnya dari adanya infeksi adalah napas yang cepat, tekanan

darah rendah, pengeluaran urine yang berkurang, dan jumlah

34
lekosit meningkat serta terjadinya gangguan mental

Penderita pada infeksi saluran kemih (ISK) dapat

menyebapkan nyeri pada saat buang air kecil, dan adanya darah

dalam urine. Jika terjadi pneumonia, penderita mengalami sesak

saat bernapas dan batuk. Infeksi local dimulai dengan terjadinya

pembengkakan, kemerahan jaringan setempat, nyeri pada kulit,

atau sekitar luka dan luka terbuka, yang dapat menimbulkan

rusaknya jaringan dibagian bawah otot, atau bias juga

menyebabkan sepsis. Berikut beberapa contoh dari infeksi

nosokomial :

Gambar 2.3

Infeksi Nosokomial Pasca Opererasi (WHO, 2007)

9. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial

Pemerintah telah menyusun kebijakan nasional dengan

menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) RI nomor

270/2007 tentang pedoman manajerial pencegahan dan

pengendalian infeksi di rumah sakit dan fasilitas kesehatan lain

35
serta Kepmenkes Nomor 82/2007 tentang pedoman pencegahan

infeksi di rumah sakit. Pemerintah juga memasukkan indikator

pencegahan dan pengendalian infeksi ke dalam standar pelayanan

minimal rumah sakit dan bagian dari penilaian akreditasi rumah

sakit (Rizki, 2019). Terus munculnya ancaman kesehatan dalam

bentuk penyakit menular membuat langkah pencegahan dan

pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan sama sekali

tidak boleh diabaikan. Penyakit/patogen yang menular merupakan

masalah yang terus berkembang, Informasi pengendalian infeksi

didasarkan pada informasi yang tersedia mengenai rute utama

penularan patogen dan dimaksudkan untuk memberikan pedoman

bagi peningkatan keselamatan dan pelayanan kesehatan yang terus-

menerus dan berkelanjutan.

Pencegahan infeksi nosokomial adalah tanggung jawab

semua individu dan yang menyediakan jasa perawatan kesehatan.

Setiap orang harus bekerja sama untuk mengurangi risiko infeksi

bagi pasien dan staf. Ini termasuk menyediakan personil

perawatan pasien langsung, manajemen, penyediaan bahan han

fisik dan produk, dan pelatihan tenaga kesehatan. Program

pengendalian infeksi diberikan secara efektif dan komprehensif

yang mencakup pengawasan dan kegiatan pencegahan, serta

pelatihan staf. Program juga harus men- dapat dukungan yang

efektif di tingkat nasional dan tingkat daerah ( Ducel, 2019).

36
Tindakan yang dapat dilakukan oleh rumah sakit untuk

mencegah penyebaran infeksi nosokomial rumah sakit, antaralain

adalah :

a. Isolasi penderita yang sudah diketahui penyebab infeksinya

b. Pengawana dan pengendalian infeksi untuk setiap 200 tempat

tidur

c. Identifikasi semua prosedur berisiko tinggi dan kemungkinan

adanya sumber infeksi lainnya

d. Melaksanakan dengan tegas aturan untuk mencuci tangan bagi

petugas kesehatan dan pengunjung untuk mencegah penularan

mikroorganisme ke penderita atau penularan antar penderita

yang dirawat

e. Melaksanakan dengan ketat pelaksanaan aseptic pada semua

prosedur termasuk penggunaan pakaian steril, sarung tangan,

masker dan alat pencegah penularan lainnya

f. Melakukan sterilisasi semua alat kesehatan yang digunakan

ulang, misalnya ventilator, pelembab ruangan, dan semua hal

yang berhubungan dengan saluran pernapasan

g. Mregganti sesering mukin verban penutup luka dan

memberikan zalf antibiotic dibawah perban

h. Lepaskan pipa nasogastric dan endotrakeal sesegera mungkin

sesudah tidak diperlukan lagi

37
i. Menggunakan kateter vena yang steril untuk mencegah bakteri

agar tidak dapat masuk kedalam aliran darah

j. Mencegah kontak petugas kesehatan dengan sekresi

pernapasan dengan menggunakan pelindung, misalnya masker

k. Menggunakan kateter urine yang steril untuk mencegah bakteri

menginfeksi kandung kemih

l. Kurang prosedur berisiko tinggi dan lama pemakaian alat-alat

berisiko tinggi misalnya kateterisasi saluran kemih

m. Melakukan sterilisasi semua instrument medis dan

perlengkapan lainnya untuk mencegah kontaminasi

n. Mengurangi penggunaan antibiotic secara berlebihan agar

tidak mengganggu system immune penderita dan mengurangi

terjadinya resitensi bakteri

Adapun beberapa peran bagi pegawai Rumah Sakit dalam

melakukan pencegahan terjadinya infeksi nosokomial :

a. Administrator keperawatan senior bertanggung jawab untuk :

1) berpartisipasi dalam Komite Pengendalian Infeksi

2) mempromosikan pengembangan dan peningkatan

keperawatan tek nik aseptik, dan review kebijakan

keperawatan yang sedang berlangsung, dengan

persetujuan oleh komite pengendali Infeksi.

3) mengembangkan program pelatihan bagi anggota staf

perawat

38
4) mengawasi pelaksanaan teknik untuk pencegahan infeksi

di daerah khusus seperti kamar operasi, unit perawatan

intensif, unit bersalin dan bayi baru lahir.

5) memantau kepatuhan keperawatan terhadap kebijakan

yang ditetapkan.

b. Perawat pelaksana bertanggung jawab untuk :

1) menjaga kebersihan, konsisten dengan kebijakan rumah

sakit dan praktik keperawatan baik di bangsal.

2) pemantauan teknik aseptik, termasuk mencuci mencuci

dan peng- gunaan tehnik isolasi.

3) melaporkan segera kepada dokter yang hadir setiap bukti

infeksi pada pasien yang menjalani perawatan.

4) membatasi paparan pasien terhadap infeksi dari

pengunjung,staf rumah sakit, pasien lain, atau peralatan

digunakan untuk diagnosis atau pengobatan

5) mempertahankan pasokan aman dan memadai di

lingkungan pera- latan, obat-obatan dan perlengkapan

perawatan pasien.

10. Macam-macam infeksi nosokomial

Macam-macam infeksi nosokomial adalah sebagai berikut:

a. Hospital-Acquired Pneumonia (HAP) dan Ventilator Associated

Pneumonia (VAP)

39
HAP merupakan pneumonia yang didapatkan di rumah sakit

atau tidak berada pada masa inkubasi saat dirawat dan terjadi

lebih dari 48 jam setelah perawatan di rumah sakit (Pangalila,

2019). Faktor resiko umum untuk berkembangnya HAP ialah

umur lebih tua dari 70 tahun, co-morbiditas yang serius,

malnutrisi, penurunan kesadaran, berlama lama tinggal di

rumah sakit, dan penyakit obstruksi paru yang kronis

(Warganegara, 2017). VAP diartikan sebagai pneumonia yang

terjadi > 48 jam setelah inkubasi trachea. Ventilator mekanik

adalah alat yang dimasukkan melalui mulut dan hidung atau

lubang di depan leher dan masuk ke dalam paru. Umumnya

penyebab pneumonia nosokomial berasal dari bakteri flora

endogen (Warganegara, 2017).

b. Phlebitis

Phlebitis merupakan infeksi atau peradangan pada

pembuluh darah vena yang disebabkan oleh kateter vena

ataupun iritasi kimiawi zat adiktif dan obat-obatan yang

diberikan sebagai perawatan di rumah sakit atau fasilitas

pelayanan kesehatan. Phlebitis juga diartikan sebagai inflamasi

pada vena yang disebabkan oleh iritasi kimia, mekanik, maupun

oleh bakteri. Ditandai oleh adanya daerah yang memerah dan

hangat di sekitar daerah penusukkan atau sepanjang vena,

40
pembengkakan, nyeri atau rasa keras di sekitar daerah

penusukan atau sepanjang vena dan dapat keluar pus atau

cairan.

c. Infeksi saluran kemih (ISK)

Infeksi saluran kemih (ISK) infeksi yang disebabkan oleh

mikroorganisme patogen yang naik dari uretra ke kandung

kemih dan berkembang biak serta meningkat jumlahnya

sehingga menyebabkan infeksi pada ureter dan ginjal (Yulika,

2020). Kateterisasi urine merupakan proses atau tindakan

pengeluaran urine dengan memasukkan kateter urine dari uretra

ke menuju kandung kemih. Kateterisasi urine dilakukan apabila

pasien tidak mampu mengeluarkan urine secara normal (retensi

atau obstruksi urine). Pemasangan kateter urine menjadi port of

entry bagi mikroorganisme untuk masuk ke dalam kandung

kemih pada kateter yang terkontaminasi.

d. Infeksi luka operasi (ILO)

Infeksi luka operasi atau surgical site infection (SSI) adalah

infeksi pada tempat operasi merupakan salah satu komplikasi

utama operasi yang meningkatkan morbiditas dan biaya

perawatan penderita di rumah sakit, bahkan meningkatkan

mortalitas penderita (Alsen, 2014). Peningkatan kejadian ILO

41
tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain diabetes

melitus, nilai American Society of Anesthesiologist (ASA),

pemberian antibiotik profilaksis, lama persalinan, lebar luka

membran, lama monitoring perawatan luka dan jumlah dari

bedah sesar, persalinan emergensi, lama operasi, kehilangan

darah, keterampilan operasi, lama perawatan pasca-operasi,

body mass index (BMI), dan teknik penutupan luka dengan

metode staples.

e. Dekubitus

Dekubitus merupakan nekrosis jaringan lokal yang cenderung

terjadi ketika jaringan lunak tertekan di antara tonjolan tulang

dengan permukaan eksternal dalam jangka waktu lama.

Penyebab utama dari ulkus dekubitus berkurangnya aliran darah

ke kulit adalah tekanan. Jika tekanan mengakibatkan

terputusnya aliran darah, maka kulit akan mengalami

kekurangan oksigen, pada mulanya akan tampak merah

kemudian meradang menghasilkan luka terbuka.

42
11. Diagnosis Infeksi Nosokomial Rumah Sakit

Diagnosa infeksi nosokomial di rumah sakit dapat ditentukan

dengan :

a. Mengevaluasi gejala dan tanda infeksi

b. Memeriksa luka dan tempat masuk kateter untuk melihat

adanya warna kemerahan, pembengkakan, adanya nana atau

abses

c. Melakukan pemeriksaan fisik yang lengkap untuk mengetahui

apakah ada penyakit tersamar

d. Pemeriksaan laboratorium, antara lain pemeriksaan darah

lengkap, urinalisasi, biakan kuman dari luka, darah, dahak,

urine atau cairan tubuh untuk menemukan organisme

penyebabnya

e. Pemeriksaan rontgen dada jika diduga terjadi pneumonia

f. Melakukan pemeriksaan ulang atas semua tatalaksana dan

tindakan yang sudah dilakukan.

12. Pengobatan

Sesudah titentukan penyebab infeksi, jika penyebabnya adalah

bakteri, dilakukan uji kepekaan terhadap antibiotika sehingga

penderita dapat segera diobati dengan tepat. Sambil menuju uji

kepekaan antibiotik, pengobatan dapa dimulai menggunakan

antibiotik spectrum lebar, misalnya penisilin, cephalosporin,

43
tetrasiklin, atau eritromisin. Jika bakteri yang ditemukan sudah

resisten terhadap antibiotic spectrum lebar standar yang dicobakan,

maka antibiotik yang lebih kuat yang biasanya masih efektif dapat

diberikan, yaitu vancomycin atau imipenem.

Jika penyebab infeksi adalah jamur, dapat diberikan obat-

obatan anti jamur, misalnya amphotericin B, nystatin,

ketoconazole, intraconazole, dan fluconazole. Sedangkan virus

tidak dapat diobati menggunakan antibiotic. Sejumlah obat

antivirus telah diuji cobakan untuk menghambat reproduksi virus

misalnya, acyclovir, gancyclovir, foscarnet, dan amantadine.

44
D. Kerangka Teori

Penyebab Infeksi
Faktor yang
Nosokomial
mempengaruhi peran
-Mikroorganisma
perawat
-Kurangnya kepatuhan
-Faktor lingkungan kerja
tenaga medis terhadap
personal hygine

Peran perawat dalam


Faktor yang
pengeandalian infeksi
mempengaruhi kejadian
nosocomial :
infeksi nosocomial :
-Pasien Infeksi Nosokomial
-Penerapan PHBS
-Petugas Kesehatan
-Sebagian Tim control
-Lingkungan RS
infeksi
-Alat-alat medis

45
BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

A. Kerangka Konseptual Penelitian

Kerangka konseptual adalah struktur teori akuntansi yang dibentuk

melalui penalaran logis, yang bertujuan untuk menjelaskan realitas yang

terjadi dan memberikan panduan tentang tindakan yang perlu diambil

ketika muncul fenomena atau fakta baru (Wardoyo, dkk 2023).

Penggunaan kerangka konseptual ini dapat mendukung pemahaman

peneliti terkait keterkaitan dan pengaruh timbal balik antar variabel.

Dalam konteks kerangka konseptual, peneliti dapat mengidentifikasi

variabel independen (variabel bebas, sebab dan mempengaruhi), dependen

(variabel tergantung), serta variabel moderator dan mediator (Widodo,

2023).

Kerangka konseptual dalam penelitian ini secara sistematis dapat

digambarkan sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Kepatuhan Cuci Tangan Kejadian Infeksi


Perawat Nosokomial

Skema 3.1

Kerangka Konsep Penelitian

46
B. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah pengarahan dan pengukuran yang

digunakan dalam penelitian untuk membatasi dan menjaga kesamaan

pengumpulan data, mencegah perbedaan interpretasi, dan menetapkan

batasan ruang lingkup variabel yang akan diteliti (Ulfa, 2020). Dalam

penelitian ini, variabel yang menjadi penyebab atau pengaruh utama

(variabel independen) dan variabel yang dipengaruhi (variabel dependen)

dijelaskan dalam definisi operasional.

No. Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Skala


Ukur
Independen

1. Kepatuhan Kepatuhan cuci Kuisioner  Tinggi = 8 Ordinal


Cuci Tangan tangan perawat adalah  Sedang = 6-7
Perawat suatu bentuk usaha  Rendah = 0-<6
individu atau (Jilao, M 2017)
seseorang dalam
mengurangi tingkat
infeksi nosokomial di
ruang rawat inap
Rumah Sakit.
Dependen
Infeksi Infeksi nosokomial Observasi  Terjadi, jika
1. Nosokomial adalah suasana yang responden Nominal
terjadi akibat adanya memiliki tanda
mikroorganisme dan gejala yang
patogen, dan faktor disebabkan oleh
utama yang infeksi
menyebabkan nosokomial
tingginya tingkat  Tidak terjadi, jika
keparahan penyakit responden tidak
dan angka kematian memiliki tanda dan
di rumah sakit. gejala yang
disebabkan oleh
infeksi nosokomial

Tabel 3.1
Definisi Operasional

47
C. Hipotesis

1. Ha : Ada hubungan kepatuhan cuci tangan perawat dengan kejadian

infeksi nosokomial di rawat inap Rumah Sakit Bukit Asam Medika

Tahun 2024

2. Ho : Tidak ada hubungan kepatuhan cuci tangan perawat terhadap

kejadian infeksi nosokomial di ruang rawat inap Rumah Sakit Bukit

Asam Medika Tahun 2024

48
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Rancangan penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif

dengan metode penelitian analitik yaitu penelitian yang

menekankan adanya hubungan antara satu variable dengan

variable yang lainnya dengan menggunakan pendekatan Total

sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel

sama dengan populasi untuk mendapatkan informasi tentang

hubungan kepatuhan cuci tangan perawat terhadap kejadian infeksi

nosokomial di ruang rawat inap Rumah Sakit Bukit Asam Medika

Tahun 2024.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari unit yang akan

diamati dan diteliti untuk mengukur karakteristiknya

(Sugiyono, 2018). Populasi dalam penelitian ini adalah

perawat yang bekerja di ruang rawat inap di Rumah Sakit

Bukit Asam Medika Tahun 2024. Dalam hal ini, jumlah

49
perawat yang berjaga di Ruang Rawat Inap yaitu 28 perawat.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang dapat

mewakili atau representative terhadap penelitian. Menurut

Sugiyono (2018) sampel adalah sebagian dari populasi yang

nilai atau diukur karakteristiknya untuk memperkirakan dari

populasi yang mewakili atau representative terhadap

penelitian (Sugiyono, 2018). Pengambilan sampel

menggunakan teknik purposive sampling yaitu apabila suatu

populasi terdiri dari unit yang mempunyai karakteristik yang

berbeda-beda atau heterogen (Notoatmodjo, 2008). Sample

penelitian ini sebanyak 28 responden.

3. Teknik Pengambilan Sampel

Untuk menentukan jumlah sampel disini penulis

menggunakan teknik purposive sampling, yaitu penentuan

sampel dimana peneliti sudah mengetahui ciri atau sifat-sifat

populasi sebelumnya dan mengidentifikasi semua karateristik

responden dengan melakukan studi pendahuluan terlebih

dahulu sehingga cara pengambilan sampel dengan

menetapkan ciri yang sesuai dengan kriteria inklusi dan

eksklusi (Notoatmodjo, 2018).

50
a. Kriteria Inklusi

1. Perawat yang bekerja di ruang rawat inap di Rumah Sakit Bukit

Asam saat dilakukan penelitian.

2. Bersedia untuk menjadi responden.

3. Kooperatif dan dapat bekerjasama dengan baik

b. Kriteria Eksklusi

1. Perawat yang tidak dirawat di ruang rawat inap.

2. Perawat yang sedang cuti

D. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit

Bukit Asam Medika Tahun 2024.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini direncanakan pada Bulan Maret 2024.

E. Etika Penelitian

Masalah etika yang harus diperhatikan antara lain sebagai berikut:

1. Informed Consent (Lembar Persetujuan)

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara penelitan

dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.

51
Informed consent ini diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan

memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden

2. Anonimity (Tanpa Nama)

Masalah etik keperawatan merupakan masalah yang memberikan

jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak

memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur

dan hanya menuliskan nama inisial pada lembar pengumpulan data atau

hasil penelitian yang akan disajikan.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan

jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-

masalah lainnya. Semua informasi dijamin kerahasiaannya oleh

peneliti.

4. Protection From Discomfort (Perlindungan Dari Ketidaknyamanan)

Untuk melindungi pasien dari ketidaknyamanan, baik fisik

maupun psikologis.

52
F. Alat Pengumpulan Data

Alat pengurnpul data yang baik tidak selalu memberikan data yang

baik, kalau tehnik pengurnpulan data tidak tepat. Oleh sebab itu, teknik

pengumpulan data perlu mendapat perhatian dari si peneliti agar data yang

terkumpul lebih objektif. Teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan:

1. Menjalankan angket kepada responden dan diharapkan data yang

diberikan lebih objektif untuk itu perlu diatur kondisi yang menunjang

terlaksannnya pengumpulan data dengan baik.

2. Melakukan wawancara dengan berpedoman pada wawancara.

3. Observasi dengan menggunakan format obsewasi

4. Tes

Alat pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan lembar

observasi dan kuisioner terhadap pasien yang memiliki penyakit hipertensi

di Rumah Sakit Bukit Asam Medika Tahun 2024. Skala yang digunakan

ordinal, alat ukur yang digunakan dalam bentuk pertanyaan 3 pertanyaan

untuk kepatuhan dan 19 untuk infeksi nosokomialnya yang memiliki nilai

hasil ukur masing-masing.

53
G. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah metode sistematis untuk mengumpulkan

dan mengukur data yang dikumpulkan dari berbagai sumber informasi untuk

menemukan solusi atau jawaban atas pertanyaan yang relevan. Agar dapat

memprediksi fenomena atau trend di masa depan, seorang peneliti harus

melakukan evaluasi yang akurat terhadap data yang dikumpulkan.

Pengumpulan data dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu pengumpulan

data primer dan pengumpulan data sekunder. Data primer adalah data

mentah yang baru pertama kali dikumpulkan, sedangkan data sekunder

adalah data yang sudah pernah dikumpulkan, diuji, dan dipublikasikan.

Pengumpulan data bisa dilakukan dari berbagai sumber. Pada dasarnya,

pengumpulan data bergantung pada sifat penelitian atau objek yang sedang

diteliti. Pengumpulan data merupakan aspek penting dalam penelitian

karena jika data yang dikumpulkan tidak akurat akan berdampak pada hasil

penelitian. Metode pengumpulan data didasarkan pada jenis penelitian yang

dilakukan, rencana, dan desain penelitian. Ada beberapa cara untuk

mengumpulkan data, metode yang paling umum digunakan adalah mencari

informasi dari sumber literatur yang telah diterbitkan, survey, wawancara,

observasi, eksperimen, dan lain sebagainya. Adapun metodenya sebagi

berikut :

54
1. Mengumpulkan Data dengan Metode Survei dan Membaca

Sumber Literasi

Survei adalah metode pengumpulan data primer untuk tujuan

penelitian. Informasi atau data dikumpulkan melalui kuesioner yang

sebagian besar berdasarkan pengalaman individu atau kelompok

mengenai fenomena tertentu. Ada beberapa cara untuk mengumpulkan

data atau informasi melalui survei, salah satunya adalah dengan

menggunakan kuesioner berbasis web dan kuesioner konvensional

menggunakan kertas (formulir cetak). Data yang didapatkan dengan

metode ini umumnya lebih mudah untuk dianalisis.

Pengumpulan data dari literasi biasanya bersumber dari teks

yang sudah diterbitkan dan tersedia untuk publik. Sumber literatur

dapat mencakup buku teks, laporan pemerintah atau perusahaan

swasta, koran, majalah, makalah, dan artikel. Metode pengumpulan

data ini disebut sebagai metode pengumpulan data sekunder. Metode

ini lebih murah dan tidak memakan banyak waktu jika dibandingkan

dengan metode pengumpulan data primer.

2. Mengumpulkan Data dengan Metode Wawancara dan Observasi

Wawancara adalah metode pengumpulan data kualitatif yang

hasilnya didasarkan pada keterlibatan antara interviewer dengan

responden mengenai suatu penelitian tertentu. Biasanya wawancara

55
digunakan untuk mengumpulkan tanggapan mendalam dari para

profesional yang diwawancarai. Wawancara dibagi menjadi tiga jenis,

yaitu wawancara terstruktur, semi terstruktur, dan tidak terstruktur.

Pada dasarnya wawancara dapat dilakukan melalui pertemuan tatap

muka secara langsung atau tidak langsung (melalui telepon atau video

call). Observasi merupakan metode pengumpulan data dengan cara

memantau partisipan dalam situasi atau lingkungan tertentu pada

waktu dan hari tertentu. Peneliti akan mengamati perilaku lingkungan

sekitar atau orang yang sedang diteliti. Observasi diklasifikasikan

menjadi beberapa kelompok, yaitu observasi yang terkontrol,

observasi alami, dan observasi partisipatif. Observasi terkontrol

adalah ketika peneliti menggunakan prosedur standar untuk

mengamati partisipan atau lingkungan. Observasi alami adalah ketika

partisipan diamati dalam kondisi alaminya, dan observasi partisipatif

adalah ketika peneliti menjadi bagian dari kelompok yang diteliti.

3. Mengumpulkan Data Melalui Dokumen dan Catatan

Metode pengumpulan data dari dokumen dan catatan dilakukan

dengan cara memeriksa dokumen dan catatan organisasi yang ada

untuk melacak perubahan selama periode waktu tertentu. Catatan

dapat dilacak dengan memeriksa daftar panggilan, email, database,

56
notulensi rapat, laporan staf, dan lain sebagainya. Contoh penggunaan

metode ini adalah misalnya sebuah perusahaan ingin mengidentifikasi

mengapa ada banyak review negatif dan keluhan dari pelanggan

mengenai produk dan layanan. Pada kasus ini, perusahaan akan

melihat catatan produk atau layanan mereka dan mencatat interaksi

antara karyawan dengan pelanggan untuk menemukan hal apa yang

menyebabkan banyaknya review negatif.

4. Mengumpulkan Data Melalui Eksperimen

Eksperimen adalah metode penelitian dimana hubungan kausal

antara dua variabel sedang diperiksa. Salah satu variabel dapat

dimanipulasi dan variabel lainya akan diukur. Kedua variabel ini

diklasifikasikan sebagai variabel terikat dan variabel bebas. Dalam

eksperimen, sebagian besar data dikumpulkan berdasarkan sebab dan

akibat dari dua variabel yang diteliti. Jenis penelitian ini biasanya

digunakan di kalangan peneliti medis dan menggunakan pendekatan

penelitian kuantitatif.

5. Mengolah Data

Setelah data berhasil dikumpulkan, data harus diproses dan

diolah untuk menghasilkan informasi yang berguna. Untuk

mengekstrak data menjadi informasi, perlu metode tertentu yang

57
sesuai dengan karakteristik data sehingga hasil analisisnya akurat dan

impactful. Pengolahan data harus dilakukan secara cermat dan teliti

karena hasilnya akan digunakan sebagai dasar pengambilan

keputusan.

Klasifikasi pengumpulan data

1. Data Primer

Data primer yaitu data atau sumber informasi yang langsung

berasal dari yang mempunyai wewenang dan bertanggung jawab

terhadap data tersebut (Notoatmodjo, 2018). Dalam penelitian ini data

primer didapat dengan cara melakukan observasi dengan cara mengukur

observasi dan kuisioner terhadap perawat yang bekerja di Ruang Rawat

Inap Rumah Sakit Bukit Asam Medika.

2. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data atau sumber informasi yang bukan dari

tangan pertama dan yang bukan mempunyai wewenang dan tanggung

jawab terhadap informasi atau data tersebut (Notoatmodjo, 2018). Dalam

penelitian ini data sekunder didapat dari data jumlah perawat yang ada di

ruang rawat inap Rumah Sakit Bukit Asam Medika.

58
H. Pengolahan Data

Empat tahap dalam pengolahan data menurut menggunakan alat pulse

oximetry adalah sebagai berikut :

a. Editing (Pengeditan Data)

Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian check list

apakah jawaban yang ada dikuesioner sudah lengkap, jelas relevan dan

konsisten.

b. Coding (Pengkodean)

Koding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf

menjadi data berbentuk angka atau bilangan. Kegunaan dari koding

adalah untuk mempermudah pada saat analisis data dan juga

mempercepat pada saat entry data.

c. Proccessing (Pemrosesan)

Setelah semua isian check list terisi penuh dan benar dan juga

sudah melewati pengkodingan, maka langkah selanjutnya adalah

memproses data agar dapat dianalisis. Pemrosesan data dilakukan dengan

cara mengentry data dari check list ke paket program komputer.

d. Cleaning data (pembersihan data)

Cleaning merupakan pengecekan kembali data yang sudah di entry

apakah ada kesalahan atau tidak.

59
I. Analisa Data

1. Analisa Data Univariat

Analisa yang dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi

variabel independen dan dependen dari hasil penelitian pada umumnya

dalam analisa ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap

variable Notoadmodjo, 2018). Dalam hal ini variable independenya yaitu

kepatuhan cuci tangan perawat di ruang Rawat Inap Rumah Sakit Bukit

Asam Medika Tahun 2024.

2. Analisa Data Bivariat

Analisis bivariat merupakan analisis yang dilakukan untuk

mengetahui ada tidaknya hubungan atau pengaruh antara variabel bebas

dan variabel terikat (Notoatmodjo, 2018). Analisa bivariat adalah analisa

data untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan

variabel dependen yang dianalisis dengan uji chi-square (x2) dengan taraf

signifikan (α) = 0,05.

a. Jika p value < nilai α adalah (0,05). Maka ada hubungan yang

signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen.

b. Jika p value > nilai α (0,05). Maka tidak ada hubungan yang

signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen.

60
DAFTAR PUSTAKA

Alvadri, (2019). Hubungan Pelaksanaan Cuci Tangan Perawat Dengan Kejadian


Infeksi Rumah Sakit di Rumah Sakit Sumber Waras Grogol.
http://digilib.esaunggul.ac.id

Damanik dkk, (2019). Kepatuhan Hand Hygiene di Rumah Sakit Immanuel


Bandung. http://journals.unpad.ac.id

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2019). Profil Kesehatan Repubik


Indonesia Tahun 2016

Dinas Kesehatan Kota Semarang. (2019). Profil Kesehatan Kota Semarang


Tahun 2016

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. (2020). Profil Kesehatan Jawa Tengah
Tahun 2016

Dwi Bagus Susilo. (2019). Kepatuhan Pelaksanaan Kegiatan Hand Hygiene Pada
Tenaga Kesehatan di Rumah Sakit X Surabaya

Herlambang dan Muwarni. (2020). Cara Mudah Memahami Manajemen


Kesehatan dan Rumah Sakit. Gosyen Publishing. Yogyakarta

Ikatan Dokter Anak Indonesia. (2019). Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan

Indarti. (2014). Hubungan Pengalaman Kerja Perawat Dengan Kepatuhan Cuci


Tangan di RSU PKU Muhammadiyah Bantul. http://digilib.unisayogya.ac.id

Mathuridy, Marwan Roly. (2015). Hubungan umur, Lama Kerja, Pendidikan dan
Motivasi dengan Kepatuhan Perawat Melakukan Enam Langkah Lima
Momen Cuci Tangan di Ruang ICU RSUD Ulin Banjarmasin. Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Banjarmasin

Mustarim Dkk. (2017). Hubungan Kepatuhan Cuci Tangan Terhadap Kejadian


Infeksi Aliran Darah di Unit Neonatal Sebelum dan Sesudah Edukasi.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomer 28 Tahun 2017

61
Ponco, Faridah. (2018). Penerapan Supervisi Klinis Kepala Ruang Untuk
Meningkatkan Pelaksanaan Cuci Tangan Lima Momen Perawat Pelaksana.
http://urnal.stikesmuhla.ac.id

Ratna dkk, (2020). Infeksi Nosokomial di RSUD Setjonegoro Kabupaten


Wonosobo. http://ejournal.undip.ac.id

Roatib, Ali, Suhatini, Supriyadi. (2020). Hubungan Antara Karakteristik Perawat


Dngan Motivasi Perawat Pelaksana Dalam Menerapkan Komunikasi
Terapeutik Pada Fase Kerja di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang

Rusmana, Nandang. (2019). Konseling Kelompok Bagi Anak Berpengalaman

Sani, Pratiwi. (2019). Hubungan Motivasi Perawat Dengan Tingkat Kepatuhan


Melakukan Cuci Tangan di RSI Klaten. https://researchgate.net

Septiari, Bety Bea. (2022). Infeksi Nosokomial. Nuha Medika. Yogyakarta

Sofyan dkk, (2020). Pola Bakteri Aerob Yang Berpotensi Menyebabkan Infeksi
Nosokomial di Kamar Operasi Cito BLU RSUP Prof Dr Kandau Manado

World Health Organization. (2019). Guidelines on Hand Hygiene in Health Care.


Standard Infection Control Precautions Clinical Governance

Yohee dkk. (2017). Tingkat Kepatuhan Perawat dalam Pelaksanaan Five


Moment Hand Hygiene. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Diakses pada tanggal 20 Januari 2018

62
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Umur :

Alamat :

Setelah membaca dan dijelaskan maksud dari penelitian, saya bersedia

menjadi responden dalam penelitian yang akan di lakukan oleh saudari

Rahmiatun Jannah. Mahasiswi Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

Prima Nusantara Bukittinggi dengan judul “Hubungan Kepatuhan Cuci

Tangan Perawat terhadap Kejadian Infeksi Nosokomial di Ruang

Rawat Inap di Rumah Sakit Bukit Asam Medika Tahun 2024”.

Saya memahami bahwa penelitian ini tidak bersifat negatif dan tidak

merugikan bagi saya dan keluarga, sehingga jawaban yang akan saya

berikan adalah yang sebenarnya dan saya percaya kerahasiaan jawaban ini

akan di jaga.

Demikian surat persetujuan ini saya tandatangani dengan suka rela tanpa

adanya paksaan dari pihak manapun.

Tanjung Enim, Maret 2024

Respond

en

63
KUISIONER PENELITIAN

HUBUNGAN KEPATUHAN CUCI TANGAN PERAWAT


TERHADAP KEJADIAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RUANG
RAWAT INAP RUMAH SAKIT BUKIT ASAM MEDIKA
TAHUN 2024

Petunjuk pengisian :

1. Bacalah kriteria jawaban hingga jelas sebelum mengisi.

2. Bacalah setiap pertanyaan dengan teliti sebelum mengisi.

3. Berilah tanda check (√) pada setiap kotak yang tersedia

dengan jawaban yang di-anggap sesuai dengan keadaan

anda.

Kode (diisi peneliti) :

A. Data Demografi

1. Nama :

2. Jenis Kelamin : Laki-Laki Perempuan

3. Usia :

4. Alamat :

5. Pekerjaan :

6. Pendidikan terakhir :

7. Hubungan keluarga dengan pasien

64
A. Tingkat Kepatuhan Perawat
Berilah tanda cek (√) pada kolom jawaban yang tersedia. Dengan ketentuan
sebagai berikut :
1. Ya
2. Tidak
N Pernyataan Ya Tidak
O
1 Mencuci tangan sebelum melakukan
tindakan keperawatan
2 Mencuci tangan setelah melakukan tindakan
keperawatan
3 Mencuci tangan sebelum pulang
kerumah,meninggalkan tempat dinas/ruangan
A Mencuci Tangan dengan Handrubs
1 Tuangkan alkohol ketelapak tangan
secukupnya.
2 Menggosok kedua telapak tangan
3 Menggosok punggung dan sela-sela jari tangan
kiri dengan tangan kanan/ sebaliknya.
4 Menggososok kedua telapak tangan dan sela-
sela jari.
5 Menggosok jari jari sisi dalam dari kedua
tangan
6 Menggosok ibu jari kiri dalam genggaman
tangan kanan dan lakukan sebaliknya.
7 Gosokan dengan memutar ujung jari-jari tangan
kanan ditelapak tangan kiri dan lakukan

65
sebaliknya.
8 Keringkan kedua tangan 20-30 detik
B Mencuci Tangan dengan Sabun dan Air
1 Basuh tangan dengan air
2 Tuangkan sabun secukupnya
3 Ratakan dengan kedua telapak tangan
4 Menggosok punggung dan sela-sela jari tangan
kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya
5 Menggososk kedua telapak dan sela-sela jari
6 Menggosok jari-jari sisi dalam dari kedua
tangan saling mengunci
7 Menggosok ibu jari kiri berputar dalam
genggaman tangan kanan dan lakukan
sebaliknya
8 Gosokan dengan memutar ujung jari-jari tangan
kanan ditelapak tangan kiri dan sebaliknya
9 Bilas kedua tangan dengan air
1 Keringkan dengan tissue/handuk sekali pakai
0 sampai benar-benar kering
1 Gunakan tissue/handuk tersebut untuk menutup
1 kran

NB: Setiap responden diberi kesempatan sebanyak 3 ( tiga )

kali kesempatan untuk melakukan cuci tangan yang akan

dipantau selama 3 hari

66
JADWAL KEGIATAN PROPOSAL

Hubungan Kepatuhan Cuci Tangan Perawat terhadap kejadian infeksi


nosokomial di Rumah Sakit Bukit Asam Medika Tahun 2024

No Kegiatan Des Januari Februari Maret April Mei Juni Juli


Pengajuan
1. Judul
Proposal
ACC Judul
2.
Proposal
Pengambilan
3.
Data Awal
Konsul BAB
4. I-III Beserta
Lampiran
Seminar
5.
Proposal
Perbaikan
6.
Proposal
7. Penelitian
Konsultasi
8.
Skripsi
Sidang
9.
Skripsi
Perbaikan
10.
Skripsi
Pengumpulan
11.
Skripsi

67
68

Anda mungkin juga menyukai