OLEH :
JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
2019
i
OLEH :
JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
2019
ii
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberikan
Laporan Tugas Akhir dengan judul “Asuhan Keperawatan Perioperatif Pada Nn.
Kalimantan Utara”.
Penyusunan Laporan Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat dalam
Ilmu Kesehatan Universitas Borneo Tarakan. Laporan Tugas Akhir ini disusun
setelah mahasiswa mengikuti ujian akhir program tahap satu di rumah sakit,
bentuk asuhan keperawatan, selama penyusunan Laporan Tugas Akhir ini penulis
banyak mengalami hambatan dan kesulitan, namun berkat bimbingan dan bantuan
1. Prof. Dr. Drs. Adri Patton, M.Si selaku Rektor Universitas Borneo Tarakan.
2. Dr. Muhammad Hasbi Hasyim, Sp.PD selaku Direktur Rumah Sakit Umum
Tarakan beserta segenap jajarannya yang telah memberikan izin pada penulis
Tarakan.
pembimbing I dan selaku dosen penguji II Laporan Tugas Akhir yang dengan
Akhir sekaligus dosen pembimbing II dan selaku dosen penguji III Laporan
mengarahkan dan membimbing penulis selama proses laporan tugas akhir ini.
10. Pasien Nn. A dan keluarga atas kerja samanya sehingga penulis tidak banyak
11. Kedua orangtua saya Bapak Saimin dan Ibu Nanik Prismiati, serta saudaraku
dukungan baik moril maupun materi yang tidak ternilai harganya kepada
12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang membantu
Penulis menyadari laporan tugas akhir ini terdapat banyak kekurangan, untuk
ini penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari banyak pihak yang bersifat
demi perbaikan laporan tugas akhir ini dimasa yang akan datang.
Penulis berharap semoga laporan tugas akhir ini bermanfaat bagi pembaca
ABSTRAK
DAFTAR ISI
ABSTRAK ………………………………………………………………….. vi
BAB 1: PENDAHULUAN
BAB 4: PEMBAHASAN
BAB 5: PENUTUP
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
TABEL 3.4 Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap (Tanggal 26 Mei 2019) …... 59
TABEL 3.5 Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap (Tanggal 27 Mei 2019) …... 60
TABEL 3.6 Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap (Tanggal 28 Mei 2019) …... 80
xii
DAFTAR BAGAN
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR SINGKATAN
Amp : Ampul
BB : Berat Badan
BJ : Berat Jumlah
C : Celcius
Cm : Centimeter
EKG : Elektrokardiogram
F : Fahrenheit
Gr : Gram
HGB/Hb : Hemoglobin
HCT/HT : Hematokrit
HR : Heart Rate
IM : Intra Muskuler
xv
IV : Intra Vena
Kg : Kilogram
Mg : Miligram
Ml : Mililiter
Mm : Milimeter
N : Nadi
Nn. : Nona
RR : Resiratory Rate
S : Suhu
TD : Tekanan Darah
USG : Ultrasonografi
VS : Vital Sign
xvi
PENDAHULUAN
limfoid, tumor apendiks, dan cacing askaris yang dapat menyebabkan sumbatan di
lumen apendiks, erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.histolytica dan
akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks) sehingga
Angka insidensi apendisitis di Asia dan Afrika pada tahun 2004 adalah
4,8% dan 2,6% dari total populasi penduduk, angka prevalansi cenderung
meningkat setiap tahunnya karena pola diitnya yang mengikuti budaya barat.
250.000 orang telah menjalani operasi apendiktomi setiap tahunnya dengan angka
insidensi 11 kasus per 10.000 orang per tahun. Selain itu, di Negara Inggris juga
memiliki angka kejadian apendisitis yang cukup tinggi sekitar 40.000 orang
2
masuk rumah sakit untuk menjalani pengobatan apendisitis dan dilakukan operasi
dan meningkat pada tahun 2010 menjadi 621.435 orang dengan persentase 3,53%.
(Depkes RI, 2010 dalam Arifuddin, Salmawati, & Prasetyo, 2017). Angka
jumlah kasus mencapai 10 juta setiap tahunnya dan merupakan kejadian tertinggi
di Assosiation South East Asia Nation (ASEAN) dengan salah satu penyebab dari
2018).
Rumah Sakit Umum Tarakan Provinsi Kalimantan Utara pada tanggal 27 Mei
perioperatif kepada Nn. A dengan kasus Apendisitis masuk dengan keluhan nyeri
didaerah perut semenjak ± 10 hari terakhir setelah mendapat rujukan dari Rumah
Sakit Malinau yang kemudian dikirim ke Rumah Sakit Umum Tarakan dilakukan
Apendisitis.
Tujuan penulisan laporan tugas akhir ini, dibagi menjadi dua yaitu :
3
komprehensif.
1.2.2.2 Membandingkan antara teori dan praktik Asuhan Keperawatan pada Nn. A
dengan Apendisitis.
Berdasarkan uraian yang telah penulis ungkapkan pada latar belakang, maka
penulis dalam studi kasus secara komprehensif ini akan membahas tentang asuhan
Rumah Sakit Umum Tarakan Provinsi Kalimantan Utara dilakukan selama 3 hari,
yang sedang terjadi dan semua kegiatan hanya memusatkan perhatian pada satu
kasus secara intensif, dimulai dari pengumpulan data, analisa data, diagnosa
4
1.4.1 Pengamatan/Observasi
1.4.2 Wawancara
Data yang didapatkan dari pasien dan orang terdekat lainnya melalui
percakapan dan pengamatan. Data dapat dikumpulkan selama satu periode kontak
atau lebih dan harus mencakup semua data yang relevan. Teknik pengumpulan
data ini dilakukan dengan cara tanya jawab langsung dengan klien dan keluarga
atau orang tertentu yang mengetahui pasti keadaan klien, sehingga dapat diperoleh
keseluruhan melalui empat tahap yaitu inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
Data diperoleh dari dokumentasi yang terdapat pada catatan perawat dan
Dapat berupa buku-buku, jurnal ilmiah, dan sumber lain yang berhubungan
Secara sistematis penulisan Laporan Tugas Akhir ini terdiri dari BAB 1
sampai dengan BAB 5. Setiap bab dijelaskan dengan uraian singkat dan bentuk
Bab Satu Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan,
Bab Dua Landasan Teori, yang terbagi menjadi dua bahasan yang pertama
yaitu Konsep Dasar Medis yang terdiri dari definisi, anatomi fisiologi, klasifikasi,
evaluasi.
Bab Lima Penutup, berisi kesimpulan dari seluruh penulisan laporan tugas
LANDASAN TEORI
2.1.1 Definisi
Apendisitis adalah peradangan akut akibat infeksi pada usus buntu atau
mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya (Wim de Jong et al, 2005 dalam
Nurarif & Kusuma, 2015). Apendiks (usus buntu) dalam Bahasa latin: Caecus
yang berarti buta dalam anatomi adalah suatu kantung yang berhubungan pada
usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini
ditemukan pada mamalia. Apendisitis atau infeksi usus buntu, dapat menyebar
sampai ke usus besar dan menyebabkan radang selaput rongga perut (Devi, 2017).
limfoid, tumor apendiks, dan cacing askaris yang dapat menyebabkan sumbatan
dilumen apendiks, erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.histolytica dan
Usus halus adalah tabung yang kira-kira sekitar dua setengah meter panjang
dalam keadaan hidup. Angka yang biasa diberikan, enam meter adalah penemuan
setelah setelah mati bila otot kehilangan tonusnya. Usus halus memanjang dari
lambung, sampai katup ileo-kolika, tempat bersambung dengan usus besar. Usus
halus terletak didaerah umbilicus dan dikelilingi usus besar (Pearce, 2017).
tempat penyerapan sari makanan dan tempat terjadinya proses pencernaan yang
paling panjang. Usus halus terdiri dari usus dua belas jari (duodenum), usus
1) Usus dua belas jari (duodenum) adalah bagian pertama usus halus yang
Saluran empedu dan saluran pancreas masuk kedalam duodenum pada suatu
Menurut Kinanoro & Maryana (2016), Usus dua belas jari bermuara pada
2) Steapsin (lipase pancreas) atau enzim yang mengubah lemak menjadi asam
3) Tripsinogen. Jika belum aktif, maka akan diaktifkan menjadi tripsin, yaitu
enzim yang mengubah protein dan pepton menjadi dipeptida dan asam
Selanjutnya, empedu dialirkan melalui saluran empedu ke usus dua belas jari.
9
(berwarna kecoklatan) dihasilkan dengan cara merombak sel darah merah yang
telah menua di hepar. Zat warna empedu memberikan ciri warna cokelat pada
feses. Selain enzim dari pancreas, dinding usus halus juga menghasilkan getah
Di sisi lain, garam empedu yang telah masuk ke darah menuju ke hati untuk
diserap oleh usus halus dan diangkat melalui pembuluh getah bening. Selanjutnya,
makanan diserap saat mencapai akhir usus halus. Sisa makanan yang tidak
Maryana, 2016). Fungsi utama usus halus menurut Devi (2017) adalah:
dengan lendir akan menuju ke usus besar menjadi feses. Didalam usus besar
penting dalam proses pembekuan darah. Sisa makanan dalam usus besar yang
Tubuh sendiri memerlukan air, oleh karena itu sebagian besar air diserap
kembali ke usus besar. Penyerapan kembali air merupakan fungsi penting dari
usus besar. Usus besar terdiri dari bagian yang naik yaitu mulai dari usus buntu
(apendiks), bagian mendatar, bagian menurun, dan berakhir pada anus. Perjalanan
makanan sampai di usus besar dapat mencapai antara empat sampai lima jam.
11
Namun, di usus besar makanan dapat disimpan sampai 24 jam Didalam usus
besar, feses didorong secara teratur dan lambat oleh pergerakan peristalsis menuju
ke rectum (poros usus). Gerakan peristalsis ini dikendalikan oleh otot polos (otot
Pada bagian ujung sekum terdapat tonjolan kecil yang disebut umbai cacing
melalui dinding abdomen pada orang yang masih hidup. Fungsi peritoneum
adalah :
peritoneum.
posterior abdomen.
Usus buntu (Bahasa Latin: Caecus yang berarti buta) dalam istilah anatomi
adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon
menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan mamalia, burung dan beberapa
jenis reptile. Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang besar, sedangkan
karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya
Bisa juga diartikan sebagai bagian dari usus besar yang muncul seperti
corong dari akhir sekum mempunyai pintu keluar yang sempit tapi masih
rongga pelvis minor terletak horizontal di belakang sekum. Sebagai suatu organ
pertahanan terhadap infeksi kadang apendiks bereaksi secara hebat dan hiperaktif
koksigis.
Proses ini terjadi di colon adalah adanya pencernaan secara biologis dengan
pathogen. Sisa makanan yang telah dibusukkan akan dibentuk menjadi feces dan
akan masuk dalam rectum. Proses yang terjadi di rectum adalah pergerakan feces
secara peristaltik yang dikendalikan oleh otot polos dan akhirnya akan menuju
anus (lubang pelepasan akhir). Proses perjalanan makanan untuk sampa di usus
besar membutuhkan waktu sekitar 4-5 jam. Usus besar dapat menyimpan
1) Anatomi Apendisitis
inci), lebar 0,3-0,7 cm dan isi 0,1 cc melekat pada sekum tepat dibawah katup
ileosekal. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia anterior, medial dan
posterior. Secara klinis, apendiks terletak pada daerah Mc.Burney yaitu daerah 1/3
tengah garis yang menghubungkan spina iliaka anterior superior kanan dengan
pusat. Lumennya sempit dibagian proksimal dan melebar dibagian distal. Namun
demikian, pada bayi apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan
insidensi apendisitis pada usia itu. Pada 65% kasus, apendiks terletak
14
(Sjamsuhidayat, 2013).
sekum, dibelakang kolon asendens, atau tepi lateral kolon asendens. Gejala klinis
berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesentrika superior dan
X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula disekitar umbilicus.
tanpa kolateral. Jika arteri tersebut, misalnya thrombosit pada infeksi, apendiks
2) Fisiologi Apendisitis
apendiks bersifat basa mengandung amilase dan musin. Hambatan aliran lendir di
secret yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang
(IgA) dimana IgA sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi. Namun
jumlah jaringan limfa disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya
disaluran cerna dan diseluruh tubuh. Apendiks berisi makanan dan mengosongkan
15
diri secara teratur kedalam sekum, karena pengosongannya tidak efektif dan
terutama rentan terhadap infeksi (Sjamsuhidayat, 2005 dalam Wijaya & Putri,
2013).
2.1.3 Klasifikasi
1) Apendisitis akut
hyperplasia jaringan limfa, fikalit (tinja/batu), tumor apendiks, dan cacing askaris
yang dapat menyebabkan sumbatan dan erosi mukosa apendiks karena parasite
(E.histolytica).
2) Apendisitis rekurens
Apendisitis rekurens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang diperut kanan
serangan yang apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis
tidak pernah kembali kebentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan parut.
3) Apendisitis kronik
Apendisitis kronik memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah
lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara makroskopis dan mikroskopis
adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa dan infiltrasi sel inflamasi
1) Apendisitis akut
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak
disertai rangsangan peritonieum lokal. Gejala apendisitis akut adalah nyeri samar-
samar dan tumpul yang merupakan nyeri visceral didaerah epigastrium disekitar
umbilicus. Keluhan ini sering didasari mual dan kadang muntah. Umumnya nafsu
makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke titik Mc Burney.
Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan
apendiks menebal, edema, dan kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri di
yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding apendiks menimbulkan infeksi
serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin.
seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc. Burney, defans muskuler dan nyeri
pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai
berwarna ungu, hijau 10 keabuan atau merah kehitaman. Pada apendisitis akut
purulent.
dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga
membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya.
Apendisitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus),
biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrosekal, subsekal dan
pelvikal.
18
umum. Pada dinding apendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan
nekrotik.
2) Apendisitis kronik
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks
adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen
apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan adanya sel
inflamasi kronik. Insiden apendiks kronik antara 1-5% (Amalina, Suchitra, &
Saputra, 2018).
setelah sembuh akan timbul struktur lokal. Apendisitis kronik obliteritiva yaitu
apendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua. Apendisitis kronik kadang-
kadang dapat menjadi akut lagi dan disebut apendisitis kronik dengan eksaserbasi
akut yang tampak jelas sudah adanya pembentukan jaringan ikat (Rukmono,
2011).
2.1.4 Etiologi
kanan dari rongga abdomen, adalah penyebab paling umum untuk bedah abdomen
darurat. Kira-kira 7% dari populasi akan mengalami apendisitis pada waktu yang
bersamaan dalam hidup mereka; pria lebih sering dipengaruhi daripada wanita,
19
dan remaja lebih sering pada orang dewasa. Meskipun ini dapat terjadi pada usia
menghasilkan lendir 1-2 ml per hari yang normalnya dicurahkan kedalam lumen
2.1.5 Patofisiologi
hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, struktur karena fibrosis akibat
diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut
lokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Bila sekresi mukus yang terus
berlanjut dan tekanan akan terus meningkat, hal ini akan menyebabkan obstruksi
menimbulkan nyeri abdomen didaerah kanan bawah, keadaan ini disebut dengan
apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi
infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangrene, stadium ini disebut dengan
apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah akan terjadi
20
apendisitis perforasi. Bila semua proses ini berjalan lambat, omentum dan usus
yang berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal
pendek dan apendiks lebih panjang, maka dinding apendiks lebih tipis, keadaan
tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang sehingga
terjadi karena telah ada gangguan pada pembuluh darah (Wijaya & Putri, 2013).
2.1.6 Epidemiologi
seperti benua Afrika dan terjadi pada rentang usia antara 15-19 tahun dengan
angka kejadian 48,1/10000 populasi per tahun dan angka ini menurun sekitar
5/10000 populasi per tahun hingga mencapai usia 45 tahun. Laki-laki lebih
berisko terkena apendisitis dibanding wanita dengan rasio 1,4:1. Risiko terjadi
angka kekambuhan pada laki-laki 8,6% dan perempuan 6,7% (Sarosi, 2016).
1) Nyeri kuadran bawah biasanya disertai dengan demam derajat rendah, mual
anterior dari ilium) nyeri tekan setempat karena tekanan dan sedikit kaku
3) Nyeri alih mungkin saja ada, letak apendiks mengakibatkan sejumlah nyeri
5) Jika terjadi ruptur apendiks, maka nyeri akan menjadi lebih melebar; terjadi
Tanda awal nyeri mulai di epigastrium region umbilicus disertai mual dan
1) Nyeri berpindah ke kanan bawah (yang akan menetap dan diperberat bila
dititik Mc Burney: nyeri tekan, nyeri lepas defans muskuler dan nyeri
2) Nyeri pada kuadran kanan bawah saat kuadran kiri bawah ditekan (Rovsing
Sign) dan nyeri kanan bawah bila tekanan disebelah kiri dilepas (Blumberg).
3) Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti napas dalam, berjalan,
terjadi diare.
Gejala awal apendisitis yang khas adalah nyeri samar (nyeri tumpul) di
disertai dengan rasa mual, muntah, dan pada umumnya nafsu makan menurun.
Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke
titik Mc Burney. Dititik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga
Kusuma, 2015).
2.1.8 Komplikasi
dan leukositisis.
2.1.8.2 Peritonitis Abses: Bila terbentuk abses apendiks maka akan teraba massa
atau vagina. Jika terjadi peritonitis umum tindakan spesifik yang dilakukan
2.1.8.3 Dehidrasi.
2.1.8.4 Sepsis.
2.1.8.6 Pneumonia.
2.1.9 Penatalaksanaan
bedah yang lebih sedikit, pemulihan yang lebih cepat dan angka kejadian infeksi
luka yang lebih rendah. Akan tetapi, terdapat peningkatan kejadian abses intra
diagnosa dan terapi pada pasien dengan akut abdomen, terutama pada wanita
Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan yang paling tepat adalah satu-
biasa tidak perlu diberikan antibiotic kecuali pada apendisitis gangrenosa atau
terbuka, insisi Mc Burney paling banyak dipilih oleh ahli bedah. Pada penderita
Pemeriksaan laboratorium dan USG dapat dilakukan bila dalam observasi masih
pada kasus meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan operasi atau
tidak.
1) Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis
sering kali belum jelas, dalam keadaan observasi ketat perlu dilakukan. Pasien
diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan
abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah (leukosit dan hitung jenis) diulang
secara periodik, foto abdomen dan thoraks tegak dilakukan untuk mencari
dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya
keluhan.
2) Antibiotik
dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika. Abses apendiks diobati dengan
drainase dalam jangka waktu beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses
angkat sonde lambung untuk mencegah aspirasi cairan lambung, dan baringkan
dalam posisi fowler, pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi
gangguan. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak selama 2
× 30 menit, hari kedua dapat dianjurkan untuk duduk diluar kamar, dan hari
ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang (Mansjoer, 2012).
meliputi:
2) Palpasi: didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa nyeri dan bila
tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang mana
5) Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih
6) Pada apendiks terletak pada retro sekal maka uji Psoas akan positif dan
terletak di rongga pelvis maka Obturator sign akan positif dan tanda
Jika terjadi peningkatan yang lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah
2) USG.
3) CT Scan.
4) Kasus kronik dapat dilakukan rontgen foto abdomen, USG abdomen dan
apendikogram.
2.2.1 Pengkajian
2.2.1.1 Aktivitas/istirahat
Gejala: Malaise.
2.2.1.2 Sirkulasi
Tanda: Takikardia.
2.2.1.3 Eliminasi
2.2.1.4 Cairan/makanan
2.2.1.5 Kenyamanan
2.2.1.6 Keamanan
2.2.1.7 Pernapasan
2.2.1.8 Penyuluhan/pembelajaran
sampai 75%.
Bakteri, makanan,
Hipertermia
benda asing (masuk
kedalam tubuh)
Kenaikan suhu
Ansietas Obstruksi tubuh
lumen apendiks
Gangguan pada
Kurang terpajannya
Infeksi, pusat control suhu
informasi
inflamasi lumen terhadap inflamasi
Keterbatasan gerak
Peradagan pada
APENDISITIS
jaringan
mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respons terhadap masalah aktual dan
klinis terhadap pengalaman atau respon individu, keluarga, atau komunitas pada
masalah kesehatan, pada risiko masalah kesehatan atau pada proses kehidupan
legal dalam mengidentifikasi dan dapat memberikan intervensi secara pasti untuk
namun pada sistem penulisan menggunakan sumber dari SDKI (2017), diagnosis
sebagai berikut:
gastrointestinal).
apendiktomi).
31
abses.
diharapkan dari pasien dan tindakan yang harus dilakukan oleh perawat.
Intervensi dipilih untuk membantu pasien dalam mencapai hasil yang diharapkan
pasien dan tujuan persiapan pemulangan. Intervensi harus spesifik dan jelas
beberapa petugas kesehatan seperti dokter dan perawat) (Doenges, Moorhouse, &
Geissler, 2014).
Interensi:
(1) Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala 0-10) dan laporkan
atau pelvis, serta dapat menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan
posisi telentang.
iritasi gaster/muntah.
33
(6) Kolaborasi dengan tim medis lain dalam pemberian analgesic sesuai
indikasi.
ujung saraf. Catatan: jangan lakukan kompres panas karena dapat menyebabkan
kongesti jaringan.
gastrointestinal).
Intervensi:
menggigil/diaphoresis.
dapat mengubah pola demam dan membatasi sampai diagnosis dibuat bila demam
indikasi).
Rasional: Untuk mengurangi demam pada umumnya lebih besar dari 39,5-
(1) Menyatakan kesadaran terhadap perasaan dan cara yang sehat untuk
menghadapi masalah.
35
Intervensi:
(1) Evaluasi tingkat ansietas, catat respons verbal dan non verbal klien. Dorong
apendiktomi).
Interensi:
(1) Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala 0-10) dan laporkan
atau pelvis, serta dapat menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan
posisi telentang.
iritasi gaster/muntah.
(6) Kolaborasi dengan tim medis lain dalam pemberian analgesic sesuai
indikasi.
ujung saraf. Catatan: jangan lakukan kompres panas karena dapat menyebabkan
kongesti jaringan.
(1) Tidak dapat diterapkan; adanya tanda-tanda dan gejala membuat diagnosis
aktual.
membrane mukosa, turgor kulit baik, tanda-tanda vital stabil, dan secara
Interensi:
intravaskuler.
(2) Lihat membrane mukosa; kaji turgor kulit dan pengisian kapiler.
(3) Awasi masukan dan haluaran; catat warna urine/konsentrasi, berat jenis.
oral.
(5) Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan per oral dimulai,
kehilangan cairan.
(6) Berikan perawatan mulut sering dengan perhatian khusus pada perlindungan
bibir.
fase segera pasca operasi untuk dekompresi usus, meningkatkan istirahat usus,
elektrolit.
(1) Penurunan berat badan; penurunan lemak subkutan/massa otot; tonus otot
buruk.
39
(1) Menunjukkan berat badan stabil atau peningkatan berat badan sesuai sasaran
Interensi:
(5) Batasi makanan yang dapat menyebabkan kram abdomen, flatus (misalnya
produk susu).
(7) Mulai/tambahkan diet sesuai indikasi, misalnya cairan jernih maju menjadi
(1) Meningkatkan penyembukan luka tepat waktu dan bebas tanda infeksi
41
Interensi:
pertama, dimana infeksi dapat terjadi kapan saja tergantung pada tipe penutupan
sering untuk menurunkan iritasi kulit dan jaringan dan potensial infeksi.
(3) Dorong posisi miring dengan kepala lebih tinggi. Hindari duduk terlalu
lama.
(4) Irigasi luka sesuai indikasi, gunakan cairan garam faal, larutan idrogen
kontaminasi intraoperasi.
abses.
42
(1) Tidak dapat diterapkan, adanya tanda dan gejala yang ada membuat
diagnosa actual.
Interensi:
(2) Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptic. Berikan
perawatan paripurna.
(3) Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka/drain (bila
2.2.4 Implementasi
positif yang diharapkan dari klien atau tindakan yang harus dilakukan oleh
Geissler, 2014).
tujuan yang telah anda tetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi
sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru. Tahap implementasi
dimulai pada tahap persiapan yang meliputi: riview rencana tindakan keperawatan
antara lain hak atas pelayanan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan
kesehatan, hak atas informasi, hak untuk menentukan nasib sendiri, dan hak atas
second opinion. Tahap pelaksanaan berfokus pada klien, berorientasi pada tujuan
dan kriteria hasil, memperhatikan keamanan fisik dan psikologis klien dan
44
2.2.5 Evaluasi
perilaku yang dapat diamati dan dipantau untuk menentukan apakah hasil sudah
tercapai atau belum dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Evaluasi dibagi
menjadi dua yaitu evaluasi proses atau formatif dilakukan setiap selesai
membandingkan respon klien pada tujuan khusus dan tujuan umum yang telah
LAPORAN KASUS
Pada bab ini, penulis akan mengemukakan hasil asuhan keperawatan pada
Tarakan Provinsi Kalimantan Utara mulai Tanggal 27 Mei 2019 sampai dengan
29 Mei 2019.
3.1 Pengkajian
Pada tahap pengkajian ini, penulis mengumpulkan data dari klien, keluarga
klien, perawat ruangan, dokter dan catatan medik Nn. A dengan Apendisitis yang
langsung pada Nn. A pada tanggal 27 Mei 2019 pukul 10:00 WITA.
Mei 2019 pada pukul 10:00 WITA, klien lahir di Lombang pada tanggal 14 April
1996. Klien berumur 23 tahun. Jenis kelamin perempuan. Alamat rumah klien di
Malinau. Status perkawinan belum menikah, agama Islam, klien berasal dari suku
Pada saat pengkajian tanggal 27 Mei 2019 pukul 10:40 WITA, klien
mengatakan nyeri pada daerah perut, nyeri pada bagian perut bawah semenjak
beberapa minggu terakhir ± 10 hari, nyeri bertambah pada saat beraktivitas berat
seperti duduk dan mengangkat benda berat, nyeri akan berkurang ketika klien
beristirahat dan saat diberi obat antinyeri Ranitidine. Klien mengatakan nyeri yang
terjadi hilang timbul, namun kemarin pada tanggal 26 Mei 2019 nyeri yang
dirasakan terjadi terus-menerus. Skala nyeri 5 (sedang) dan nyeri dapat dirasakan
selama ± 5 menit.
Saat di palpasi terdapat nyeri tekan dan nyeri lepas pada bagian abdomen
kuadran kanan bawah. Klien tampak meringis pada saat menekuk kaki kanan
beberapa minggu terakhir ± 10 hari terakhir. Klien dirujuk dari Rumah Sakit di
lanjutan oleh Dokter IGD, klien mengatakan di Diagnosa Medis Apendisitis dan
dirawat diruang Dahlia B pada tanggan 26 Mei 2019 pada jam 10:00 WITA. Klien
dengan Hemoglobin (Hb) = 8,3 g/dL. Klien mengatakan pada tanggal 26 Mei
2019 telah diberikan transfusi darah pada pukul 17:00 WITA serta dilakukan
pemeriksaan darah dengan Hb = 9,2 g/dL pada tanggal 27 Mei 2019. Klien
mengatakan akan di transfusi darah yang kedua sebelum menjalani operasi namun
hingga saat ini belum ada di transfusi darah. Klien di transfusi darah ke dua pada
tanggal 28 Mei 2019 pada pukul 21:50 WITA. Klien mengatakan tidak
instan. Untuk berpindah klien dapat melakukan secara mandiri, namun saat nyeri
timbul aktivitas dibantu oleh keluarga dan adiknya. Klien terlihat dibantu
keluarganya saat ingin ke toilet. Klien mengatakan takut dioperasi, klien tampak
cemas. Klien terlihat hanya berbaring saja. Klien terlihat pucat, mukosa bibir klien
terlihat kering, konjungtiva tampak pucat, klien terlihat meringis menahan nyeri
maag dan hingga sekarang masih dialaminya, penyakit maag sering timbul akibat
memiliki alergi terhadap obat Ranitidine dan obat Ketorolac dengan dampak yang
sebelumnya pada bulan 10 tahun 2017 akibat penyakit maag dan mengalami
meminum obat rutin untuk penyakit maag yaitu Sanmex dan Antasida Doen
Klien berrharap agar sembuh dan pulih. Klien tinggal di rumah sendiri bersama
Klien mengatakan peranannya pada saat dirumah yaitu sebagai anak dan
sebagai seorang kakak serta adik bagi saudara-saudarinya. Klien memiliki teman
dekat yaitu bernama Nn. I, Nn. L, dan Nn. N. Klien mengatakan memiliki
keluarga yang siap membantu pada saat keluarganya dalam keadaan sakit.
49
1) Sebelum sakit:
kesehatan.
2) Saat sakit:
setiap melakukan aktivitas perutnya terasa nyeri, klien tidak menjalankan ibadah
terhadap penyakitnya.
1) Sebelum sakit:
Klien mengatakan sebelum sakit selera makan baik. Frekuensi makan klien
3x sehari namun terkadang 4x dalam sehari. Menu makanan pada saat sarapan
pagi yaitu mie instan, menu makanan pada saat makan siang dan makan malam
nasi, sayur, dan lauk pauk, makanan yang tidak disukai klien adalah petai. Klien
menghindari makanan yang pedas, asam, dan bersantan. Klien makan dengan
2) Saat sakit:
Saat dikaji klien sedang menjalankan puasa yang dianjurkan dokter untuk
3.1.5.2 Cairan
1) Sebelum sakit:
Klien mengatakan sering minum air mineral, minum sekitar 1500 ml setiap
harinya. Selain itu, klien sering membeli jajanan minuman es seperti Thai Tea.
2) Saat sakit:
Klien mengatakan sewaktu sahur minum air mineral sekitar 750 ml, klien
sedang menjalankan puasa. Klien tampak terpasang cairan NaCL 0,9%. Jumlah
cairan melalui intravena per 24 jam = 3 kolf / 8 jam, dengan 1 kolf = 500 cc = 20
tetes/menit.
1) Eliminasi Urine
Klien mengatakan BAK 5 x sehari dengan jumlah sekali BAK = 300 cc,
tidak memiliki kesulitan dalam BAK, warna kuning jernih, bau amoniak.
Klien mengatakan BAK dalam sehari 5-6 x sehari dengan jumlah sekali
BAK = 300 cc, BAK berbau obat dengan warna urine kuning keruh, tidak
2) Eliminasi Alvi
pernah menggunakan obat pencahar. Warna kuning kecoklatan, lunak, dan berbau
khas.
51
1) Sebelum sakit:
Klien mengatakan pola istirahat teratur. klien tidur siang dari pukul 13:00 -
15:00 WITA dan tidur malam dari pukul 22:00 - 05:00 WITA, dengan waktu
setiap tidur siang 2 jam dan tidur malam 7 jam, klien tidak mengalami insomnia.
2) Saat sakit:
operasinya. klien sering terbangun pada malam hari dan dapat tertidur pada pukul
sampai pagi. Klien mengeluh tidak puas serta istirahatnya tidak cukup karena
52
dapat tertidur ± 2 jam di malam hari, dan tidak dapat tidur siang. Mata klien
Kesimpulan: selama klien sebelum sakit dan saat sakit dirawat di ruang
mandiri.
1) Mandi
(2) Saat sakit: Klien mengatakan tidak ada mandi selama dirawat di
Rumah Sakit, namun hanya diseka setiap pagi dan sore hari, ingin
2) Cuci Rambut
(2) Saat sakit: Klien mengatakan tidak ada cuci rambut selama dirawat.
3) Gunting Kuku
(1) Sebelum sakit: Klien mengatakan tidak gunting kuku tetapi hanya
(2) Saat sakit: Kuku klien tampak pendek, bersih, tidak terlihat pewarna
4) Gosok Gigi
mandi dan setelah makan dengan menggunakan pasta gigi dan sikat
mandiri.
1) Kesadaran: Composmentis
4) Suhu: 36,2°C
5) Pernapasan: 20 x/menit
6) Antropometri:
1) Kepala
merata diseluruh kepala, tidak mudah dicabut, tidak terdapat ketombe, warna
rambut hitam kemerahan (diberi pewarna rambut), rambut panjang dan lurus.
2) Mata
kanan dan kiri. Distribusi alis merata kanan dan kiri. Sklera tidak ikterik, klien
tidak menggunakan kaca mata, konjungtiva pucat, pupil isokor dengan ukuran 3/3
mm, reaksi pupil miosis terhadap cahaya ketika didekatkan pada mata, kornea
mata berwarna coklat kehitaman. Palpasi: kelopak mata tidak terdapat massa,
3) Hidung
warna membrane mukosa merah muda, tidak terdapat secret dan epitaksis,
Inspeksi: bibir berwarna merah muda, bibir tampak kering, tidak terdapat
stomatitis, tidak ada palatoshizis, tidak terdapat karang gigi, tidak terdapat
maupun menelan.
5) Telinga
Inspeksi: bentuk daun telinga simetris kanan dan kiri, keadaan daun telinga
bersih, terdapat sedikit serumen, fungsi pedengaran baik. Palpasi: Tidak terdapat
nyeri tekan.
6) Leher
dan tidak ada lesi. Palpasi: posisi trakea tepat ditengah, tidak terdapat pembesaran
kelenjar getah bening, dan tidak ada pembesaran kelenjar tiroid. Auskultasi: tidak
7) Payudara
Inspeksi: bentuk payudara simetris kanan dan kiri, tidak terdapat lesi.
8) Thorax
dan kiri, pernapasan 20 x/menit. Palpasi: saat dilakukan vocal premitus terasa
56
getaran pada saat klien menyebutkan tujuh puluh tujuh pada lapang paru kanan
dan kiri. Perkusi: terdengar bunyi sonor pada seluruh lapang paru. Auskultasi:
terdengar suara vesikuler, tidak ada suara napas tambahan seperti ronchi dan
wheezing.
9) Jantung
suara pekak, batas jantung dari ICS 3 sampai dengan ICS 5. Auskultasi: suara
jantung S1 lup dan suara jantung S2 dup, tidak terdengar bunyi jantung tambahan
10) Abdomen
x/menit. Palpasi: terdapat nyeri tekan pada kuadran kanan bawah, tidak terdapat
adanya massa. Perkusi: terdapat nyeri tekan dan nyeri lepas, terdengar bunyi
11) Genetalia
12) Anus
Inspeksi: warna kulit sawo matang, klien dapat mengikuti perintah saat
diberikan instruksi oleh perawat. Palpasi: tidak adanya edema pada daerah
Inspeksi: tidak terdapat kelainan pada tulang belakang. Palpasi: tidak ada
(1) Nervus Olfaktorius: Klien dapat membedakan bau minyak kayu putih, kopi,
dan teh, dengan cara meminta klien utuk menutup mata dan membedakan
(2) Nervus Optikus: Klien dapat membaca dari jarak 30 cm dan mata tidak
mudah beralih.
(3) Nervus Okulomotorius: Pembukaan kelopak mata simetris kanan dan kiri,
tidak terdapat ptosis, klien dapat mengikuti 4 arah jari tangan ke atas,
bawah, kanan, dan kiri. Saat diberi cahaya respon pupil mengecil.
(4) Nervus Troklearis: Klien mampu mengikuti gerakan arah tangan perawat.
(6) Nervus Abdusen: Klien dapat mengikuti gerakan arah tangan perawat (8
arah utama).
58
(7) Nervus Fasialis: Klien dapat mengangkat kedua alis secara bersamaan, klien
(8) Nervus Vestibulokoklearis: Klien dapat mendengar suara detak jarum jam.
(9) Nervus Glosofaringeus: Klien mampu membedakan rasa asam, asin, manis,
(10) Nervus Vagus: Pada saat klien dianjutkan mengucapkan “aaaaa”, uvula
(11) Nervus Asesorius: Klien dapat menggerakkan kelapa ke kanan dan ke kiri,
16) Kulit
Inspeksi: warna kulit sawo matang, kulit klien tampak lembab (terjaga)
ditandai dengan klien sering memakai handbody. Palpasi: CRT < 2 detik, tidak
3.1.7.1 Laboratorium
3.2.1.2 Klien mengatakan nyeri pada bagian perut bawah semenjak beberapa
3.2.1.3 Klien mengatakan nyeri bertambah pada saat beraktivitas berat seperti
duduk dan mengangkat benda berat, nyeri akan berkurang ketika klien
3.2.1.6 Klien mengatakan nyeri yang dirasakan hilang timbul, namun kemarin
3.2.1.7 Skala nyeri 5 (sedang) dan nyeri dapat dirasakan selama ± 5 menit.
3.2.2.1 Klien tampak meringis pada saat menekuk kaki kanan hingga menyentuh
dada.
3.2.2.3 Saat di palpasi terdapat nyeri tekan dan nyeri lepas pada bagian abdomen
duduk dan mengangkat benda berat, nyeri akan berkurang ketika klien
6) Klien mengatakan nyeri yang dirasakan hilang timbul, namun kemarin pada
1) Klien tampak meringis pada saat menekuk kaki kanan hingga menyentuh
dada.
3) Saat di palpasi terdapat nyeri tekan dan nyeri lepas pada bagian abdmen
Bakteri, makanan,
benda asing (masuk
kedalam tubuh)
Obstruksi
lumen apendiks
Infeksi,
inflamasi lumen
Merangsang mediator
Sekresi mucus Risiko (prostaglandin,
berlebihan pada Infeksi bradikinin, histamine)
lumen apendiks
Ansietas Keterbatasan gerak Medulasi, persepsi
Apendiks teregang
Kurang terpajannya Takut untuk Tranduksi, transmisi
informasi mengenai Spasme dinding melakukan aktivitas
prosedur operasi apendiks
Nyeri Akut
Gangguan
Perubahan status Respon local Mobilitas Fisik
kesehatan terhadap inflamasi
Perdarahan
Dampak
hospitalisasi Nyeri Akut
Sekresi eritropoietin
Risiko syok turun
Intervensi :
Intervensi :
penyakit.
tenang.
Data Subjektif: Klien mengatakan nyeri pada bagian perut kanan bawah, nyeri
yang dirasakan seperti tertusuk-tusuk, nyeri bertambah pada saat beraktivitas berat
seperti duduk dan mengangkat benda berat, nyeri akan berkurang ketika klien
beristirahat, skala nyeri 5 (sedang) dan nyeri dapat dirasakan selama ± 5 menit.
Data Subjektif: -
Data Objektif: Klien diajarkan teknik nafas dalam, klien dappat mengikuti serta
Data Subjektif: -
Data Subjektif: Klien mengatakan takut dioperasi dan belum pernah dioperasi
sebelumnya.
Data Objektif: Klien terlihat cemas, keluarga klien tampak menenangkan Nn. A
Data Subjektif: -
Data Objektif: Klien terlihat cemas, klien dianjurkan untuk mendengarkan lagu
tenang.
68
Data Subjektif: -
tenang.
3.8 Evaluasi
Subjektif: Klien mengatakan masih merasakan nyeri pada bagian perut kanan
bawah seperti tertusuk-tusuk, nyeri bertambah pada saat beraktivitas berat seperti
duduk dan mengangkat benda berat, nyeri akan berkurang ketika klien
beristirahat, skala nyeri 5 (sedang) dan nyeri dapat dirasakan selama ± 5 menit.
Objektif: Klien tampak meringis, klien hanya berbaring di tempat tidur, klien
Pada saat pengkajian tanggal 27 Mei 2019 pukul 21:40 WITA, klien
mengatakan nyeri pada daerah operasi, nyeri bertambah pada saat berjalan, duduk,
serta jika bergerak kekanan dan kekiri, nyeri akan berkurang ketika klien tidur di
tempat tidur dan saat diberi obat analgesic Ranitidine. Klien mengatakan nyeri
yang dirasakan seperti tergigit semut, perih, serta panas. Skala nyeri 6 (sedang)
dan nyeri dapat dirasakan terjadi hilang timbul selama ± 3 menit, sulit beraktivitas
dikarenakan masih terasa nyeri pada daerah operasi. Klien tampak meringis pada
saat ingin duduk dan beraktivitas. Klien terlihat hanya berbaring ditempat tidur.
Klien terlihat masih lemah. Tekanan Darah (TD) = 110/60 mmHg, Nadi = 89
3.2.1 Abdomen
dan kiri, tidak ada pembesaran, bentuk umbilicus tidak menonjol, terdapat 4 luka
jahitan yang tertutup kassa dan plaster post operasi apendiktomi dengan panjang
Palpasi: terdapat nyeri tekan, tidak terdapat adanya massa. Perkusi: terdapat nyeri
tekan dan nyeri lepas, terdengar bunyi timpani, tidak ada bunyi tambahan.
3.3.1.2 Klien mengatakan nyeri bertambah pada saat berjalan, duduk, serta jika
bergerak kekanan dan kekiri, nyeri akan berkurang ketika klien tidur di
3.3.1.3 Klien mengatakan nyeri yang dirasakan seperti tergigit semut, perih, serta
panas.
3.3.1.5 Klien mengatakan nyeri yang dirasakan hilang timbul selama ± 3 menit.
3.3.1.7 Klien mengatakan pada tanggal 26 Mei 2019 telah diberikan transfusi
3.3.1.10 Klien mengatakan sulit beraktivitas dikarenakan masih terasa nyeri pada
daerah operasi.
3.3.2.1 Klien tampak meringis pada saat ingin duduk dan beraktivitas.
3.3.2.10 Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 26 Mei 2019 jam 10:44
fL, MCH = 18,8 pg, MCHC = 29,1 g/L, dan Neutrofil = 42,6%.
3.3.2.11 Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 27 Mei 2019 jam 06:08
WITA dengan Hb = 9,2 g/dL, HCT = 30,5%, MCV = 66,6 fL, MCH =
3.3.2.12 Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 28 Mei 2019 jam 09:10
3.3.2.13 Terdapat 4 luka jahitan yang tertutup kassa dan plaster post operasi
apendiktomi.
2) Klien mengatakan nyeri bertambah pada saat berjalan, duduk, serta jika
bergerak kekanan dan kekiri, nyeri akan berkurang ketika klien tidur di
3) Klien mengatakan nyeri yang dirasakan seperti tergigit semut, perih, serta
panas.
apendiktomi)
golongan darah O.
2) Klien mengatakan pada tanggal 26 Mei 2019 telah diberikan transfusi darah
6) Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 26 Mei 2019 jam 10:44 WITA
dengan Hb = 8,3 g/dL, Hematocrit (HCT) = 28,5%, MCV = 64,6 fL, MCH
7) Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 27 Mei 2019 jam 06:08 WITA
dengan Hb = 9,2 g/dL, HCT = 30,5%, MCV = 66,6 fL, MCH = 20,1 pg,
3.4.2.3 Etiologi :-
daerah operasi.
1) Terdapat 4 luka jahitan yang tertutup kassa dan plaster post operasi
apendiktomi.
5) Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 28 Mei 2019 jam 09:10 WITA
3.4.4.4 Etiologi :-
3.5.1 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi:
apendiktomi).
melakukan aktivitas.
3.6.1 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi:
apendiktomi).
Intervensi :
8) Neutrofil = 50 - 70%
Intervensi :
1) Observasi TTV.
3) Kolaborasi dengan tim medis lain pemberian cairan, elektrolit, koloid atau
melakukan aktivitas.
Intervensi :
1) Observasi TTV
Intervensi :
apendiktomi).
Data Subjektif: Klien mengatakan nyeri pada daerah operasi, nyeri yang dirasakan
seperti tergigit semut, perih, serta panas, nyeri bertambah pada saat berjalan,
duduk, serta jika bergerak kekanan dan kekiri, nyeri akan berkurang ketika klien
Data Objektif: Klien dapat mengulangi dan melakukan teknik nafas dalam secara
mandiri.
Data Subjektif: -
Data Objektif: Klien diberikan obat injeksi metamizole sodium 1000 mg melalui
IV.
Data Objektif: Klien diberikan obat injeksi metamizole sodium 1000 mg melalui
IV.
Data Objektif: Klien diberikan obat injeksi metamizole sodium 1000 mg melalui
IV.
Data Objektif: Klien diberikan obat injeksi metamizole sodium 1000 mg melalui
IV.
Data Subjektif: -
kering.
Data Subjektif: -
pemeriksaan.
Hasil Pemeriksaan Hematologi pada Tanggal 28 Mei 2019 jam 09:10 WITA
Data Objektif: Klien terlihat meringis, klien hanya berbaring di tempat tidur.
Melakukan kolaborasi dengan tim medis lain pemberian cairan, elektrolit, koloid
Data Subjektif: -
81
Data Objektif: Klien di transfusi darah ke dua dengan jenis golongan darah O.
Data Subjektif: -
aktivitas.
Data Subjektif: -
Data Subjektif: Klien mengatakan masih sulit untuk melakukan aktivitas karena
Data Objektif: Klien terlihat meringis, klien hanya berbaring di tempat tidur,
Data Subjektif: -
Data Subjektif: -
sedikit berkurang.
Data Subjektif: -
Data Subjektif: -
Data Objektif: Balutan perban tampak masih bersih, tidak ada tanda dan gejala
dari infeksi (tumor, calor, rubor, dolor, serta fungsiolesa), luka post operasi
apendiktomi H+3.
dengan 6 langkah.
Data Objektif: Klien dapat melakukan teknik mencuci tangan dengan 6 langkah
menggunakan handscraf.
Data Subjektif: -
Data Objektif: Luka klien tampak kering, tidak terdapat pus/nanah, tidak ada
Data Subjektif: -
Data Objektif: Melakukan perawatan luka post operasi apendiktomi H+3, klien
3.8 Evaluasi
(ringan).
Objektif: Klien dapat mengulangi dan melakukan teknik RND, tampak tenang,
Objektif: Klien tidak tampak lemah, konjugtiva tidak pucat, mukosa bibir lembab,
Hematocrit (HCT) = 29,5%, MCV = 66,7 fL, MCH = 19,9 pg, MCHC = 29,8 g/L,
Objektif: Klien terlihat tenang, luka klien tampak kering, tidak terdapat pus/nanah,
tidak ada jaringan nekrotik, kulit disekitar luka tidak kemerahan, dilakukan
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas tentang kesenjangan antara teori
dengan kasus pasien yang dikelola selama 3 hari di Rumah Sakit Umum Tarakan
Utara mulai tanggal 27 Mei 2019 sampai dengan 29 Mei 2019, maka bab ini
4.1 Pengkajian
laboratorium dan diagnostik, serta catatan medis lainnya (Doenges, Moorhouse, &
Geissler, 2014).
kesehatan meliputi bio, psiko, sosial dan spiritual. Pada tahap ini semua data atau
diagnosa keperawatan. Dalam tahap ini, penulis tidak mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi denga klien, sehingga penulis bisa mendapatkan data, baik data
87
subjektif dan data objektif dari klien dan keluarga klien. Klien dan keluarga sangat
Dahlia B Rumah Sakit Umum Tarakan Provinsi Kalimantan Utara tanggal 27 Mei
karena tidak sesuai dengan hasil pengkajian yang didapatkan penulis dengan
menghasilkan data yang akurat. Kesenjangan data dimulai dari proses asuhan
keperawatan yaitu pengkajian apendiktomi pada klien pra operasi, antara lain:
4.1.1 Sirkulasi
(2014) yang terdapat pada teori ada yang tidak ditemukan pada pasien seperti:
aliran limfa dan edema yang akhirnya menyebabkan obstruksi vena yang
mengarah pada iskemia jaringan, selain itu juga disebabkan karena peningkatan
suhu tubuh yang melebihi batas normal dapat meningkatkan derajat metabolisme
nodus sinus sehingga eksitabilitas dan irama nadi meningkat (Nelson, 2012).
dengan adanya denyut yang tidak teratur atau denyut yang melebihi batas normal.
88
didapatkan hasil pemeriksaan Nn. A tidak memiliki riwayat penyakit jantung, dan
Pernapasan = 20 x/menit, Suhu = 36,2°C, selain itu pada Nn. A tidak terdapat
4.1.2 Cairan/makanan
(2014) yang terdapat pada teori ada yang tidak ditemukan pada pasien seperti:
gangguan pada makan yang merupakan diagnosis medis berdasarkan pola makan
seseorang dan tes medis pada berat badan, darah, dan Indeks Massa Tubuh (IMT)
dan Berat Badan Ideal (BBI). Secara harfiah arti anoreksia adalah “kehilangan
2019).
Menurut Nurarif & Kusuma (2015), terdapat beberapa kondisi serius yang
menjadi penyebab mual dan muntah sehingga terjadinya penurunan nafsu makan,
89
yaitu meliputi: apendisitis (radang usus buntu). Penurunan nafsu makan serta
menurun sehingga terjadi distensi abdomen. Mual dan muntah adalah suatu gejala
reaksi dari inflamasi pada apendiks, sehingga nervus vagus akan teraktivasi dan
mual dan muntah. Mual adalah kondisi perut yang tidak dapat dikontrol sehingga
mual adalah perasaan yang sangat tidak menyenangkan dan memicu seseorang
untuk ingin muntah dengan mengeluarkan isi lambung yang dibantu dengan
mual dan muntah, didapatkan hasil Nn. A tidak mengalami mual muntah, nafsu
makan baik dengan frekuensi makan 3x sehari, menu makanan nasi, sayur, dan
lauk pauk, selain itu mengkonsumsi obat rutin untuk penyakit maag yaitu obat
sanmex dan antasida doen, serta mendapatkan terapi ranitidine 1 amp = 2 ml/12
jam.
4.1.3 Keamanan
(2014) yang terdapat pada teori ada yang ditemukan pada pasien seperti: demam
(biasanya rendah). Demam adalah kenaikan suhu tubuh yang ditengahi oleh
mempertahankan agar suhu tubuh normal pada titik ambang 37°C (98°F) dan
sedikit berkisar antara 1 - 1,5°C. Suhu aksila mungkin 1°C lebih rendah dari
dalam suhu tubuh, sebagian karena vasokontriksi kulit, dan suhu oral mungkin
Menurut Price & Wilson (2013), demam ringan yaitu 37,5°C muncul
sebagai tanda-tanda reaksi dari inflamasi pada tubuh sehingga pertahanan tubuh
berupa leukosit, magrofag, dan sel mast akan berkerja dan mengalami
peningkatan.
klien mendapatkan terapi ceftriaxone sodium 1 gr/12 jam, dimana obat ceftriaxone
4.1.4 Pernapasan
(2014) yang terdapat pada teori ada yang ditemukan pada pasien seperti: takipnea,
tanpa memerhatikan ada atau tidak adanya perubahan pada ventilasi paru secara
hiperventilasi serta juga dapat terjadi secara bersamaan dengan hipoventilasi pada
tidak ditemukan adanya gelaja seperti disebutkan diatas mengenai takipnea dan
pernapasan dangkal, didapatkan hasil saat di inspeksi tidak ada kelainan pada
kanan dan kiri, perkusi terdengar bunyi sonor pada seluruh lapang paru,
mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respons terhadap masalah aktual dan
disesuaikan dengan kondisi atau masalah yang terdapat pada pasien. Diagnosis
keperawatan yang muncul yang terbagi dari 2 diagnosa pre operasi dan 4 diagnosa
4.2.2.1 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi:
apendiktomi).
melakukan aktivitas.
Moorhouse, & Geissler (2014), dan untuk sistem penulisan menggunakan sumber
dari SDKI (2017). Berikut empat diagnosa keperawatan yang terdapat pada teori
Doenges, Moorhouse, & Geissler (2014), tetapi tidak terdapat pada kasus Nn. A
gastrointestinal).
tubuh ditas kisaran normal, kejang, takikardia, takipnea, kulit terasa hangat
(Nurarif & Kusuma, 2015). Diagnosis yang terdapat pada teori tidak terdapat pada
Nn. A karena tidak adanya peningkatan suhu tubuh dengan Suhu = 36,2°C, Nadi
hangat.
(2017), menyatakan hipovolemia meliputi data mayor dan data minor seperti
frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, TD menurun, turgor kulit menurun,
membrane mukosa kering, suhu tubuh meningkat, dan berat badan turun tiba-tiba.
Diagnosis tidak ditegakkan karena Nn. A tidak adanya mual/muntah, nafsu makan
baik dengan frekuensi makan 3x sehari, menu makanan nasi, sayur, dan lauk
pauk, selain itu mengkonsumsi obat rutin untuk penyakit maag yaitu obat sanmex
dan antasida doen, serta mendapatkan terapi ranitidine 1 amp = 2 ml/12 jam
x/menit; S = 36°C. Konjungtiva tampak tidak pucat, mukosa bibir lembab, turgor
(SDKI, 2017). Diagnosis yang terdapat pada teori tidak terdapat pada Nn. A
distensi abdomen, diare, kesulitan mengeluarkan feses, feses kering, dan feses
keras .
pasca insisi.
kornea, fasia, integument, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi, ligament,
atau subkutan (SDKI, 2017). Diagnosis tidak ditegakkan karena Nn. A tidak
mengalami gangguan sirkulasi, tidak terkena iritasi zat kimia dan radiasi,
konjungtiva tampak tidak pucat, mukosa bibir lembab, turgor kulit baik.
tidak ada terdapat pada teori menurut Doenges, Moorhouse, & Geissler (2014)
2017). Diagnosis ini ditegakkan karena Nn. A pernah dirawat sebelumnya pada
dengan adanya: hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 26 Mei 2019 jam
95
10:44 WITA dengan Hb = 8,3 g/dL, Hematocrit (HCT) = 28,5%, MCV = 64,6 fL,
MCH = 18,8 pg, MCHC = 29,1 g/L, dan Neutrofil = 42,6%. Hasil pemeriksaan
laboratorium pada tanggal 27 Mei 2019 jam 06:08 WITA dengan Hb = 9,2 g/dL,
HCT = 30,5%, MCV = 66,6 fL, MCH = 20,1 pg, MCHC = 30,2 g/L, dan
Mei 2019 dengan hasil Hb = 8,8 g/dL sehingga perlu dilakukan transfusi darah
yang kedua kalinya pada pukul 21:50 WITA sebelum pasien pulang pada hari
melakukan aktivitas.
Gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan fisik tubuh atau satu atau
lebih ekstremitas secara mandiri atau terarah yang diperkuat dengan nyeri saat
bergerak, enggan untuk melakukan pergerakan, serta merasa cemas saat bergerak
(SDKI, 2017). Diagnosis ini dapat ditegakkan karena Nn. A menggatakan takut
operasi, sulit beraktivitas dikarenakan nyeri yang dirasakan pada daerah operasi,
4.3 Intervensi/Perencanaan
keperawatan dipilih untuk membantu pasien dalam mencapai hasil pasien yang
diperskripsikan akan menguntungkan pasien dan keluarga dalam cara yang dapat
96
diprediksi, yang berhubungan dengan masalah yang diidentifikasi dan tujuan yang
perencanaan yaitu :
4.3.1 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi:
apendiktomi).
2) Tingkatkan istirahat/tidur
data yang menyatakan bahwa klien mengalami kesulitan tidur dikarenakan nyeri
sesuai dengan apa yang dikeluhkan klien adalah wewenang dari dokter dan
pemberian obat dapat dikontrol oleh perawat dengan Nn. A diberikan terapi obat
97
metamizole sodium 1000 mg/12 jam pada jam 06:00 WITA, jam 15:00 WITA,
4) Observasi vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesic pertama kali.
3) Kolaborasi dengan tim medis lain dalam pemberian obat untuk mengurangi
kecemasan.
Penulis tidak mengambil intervensi tersebut karena tidak ada instruksi dari
dokter untuk pemberian obat tingkat kecemasan, selain itu tingkat yang dirasakan
masih dalam tingkatan kecemasan ringan dan klien dapat mengalihkan kecemasan
lingkungan yang telah dipakai oleh pasien lain seperti membersihkan dengan
mengelap ranjang tempat tidur adalah tugas dan tanggungjawab dari cleaning
Penulis tidak mengambil intervensi ini karena klien tidak terpasang kateter
intervensi asuhan keperawatan dengan baik langsung kepada klien dan keluarga,
teori yang ada dikarenakan penulis berusaha untuk meyesuaikan rencana tindakan
dan hasil yang ingin dicapai dengan sarana dan prasarana yang ada, tidah adanya
4.4 Implementasi
dilakukan penulis disesuaikan dengan rencana tindakan yang telah dibuat. Semua
secara maksimal dikarenakan kurangnya waktu yang penulis miliki dan kurangnya
ruang lingkup pembatas yang memadai antara pasien kelolaan dengan pasien
pendukung dan penghambat. Faktor pendukung antara lain yaitu: semua intervensi
dapat terlaksana dengan melibatkan klien dan keluarganya, klien bersikap terbuka,
penjelasan dan saran, dan klien sangat berpartisipasi aktif dalam tindakan
kurang melakukan mobilisasi dikarenakan masih takut dan nyeri jika sewaktu-
4.5 Evaluasi
Evaluasi adalah fase akhir dari proses keperawatan yang dilakukan dengan
ecaluasi sumatif untuk menilai asuhan keperawatan yang telah diberikan pada Nn.
A dengan Apendisitis selama tiga hari yaitu mulai tanggal 27 Mei sampai dengan
29 Mei 2019. Diagnosa-diagnosa yang ditemukan oleh penulis ada masalah yang
teratasi dan masalah yang belum teratasi selama melakukan asuhan keperawatan.
100
didapatkan bahwa lima diagnosa keperawatan dapat teratasi sesuai dengan tujuan
4.5.2 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (proses pembedahan:
apendiktomi).
berkurang, skala nyeri 3 (ringan), dapat mengulangi dan melakukan teknik RND,
darah kedua dengan golongan darah O pada pukul 21:50 WITA, tidak tampak
lemah, konjugtiva tidak pucat, mukosa bibir lembab, hasil pemeriksaan TTV
MCV = 66,7 fL, MCH = 19,9 pg, MCHC = 29,8 g/L, dan Neutrofil = 77,0%.
melakukan aktivitas.
perawatan luka, luka tampak kering, tidak terdapat pus/nanah, tidak ada jaringan
nekrotik, luka disekitar luka tidak kemerahan, dan dilakukan perawatan luka
pemeriksaan darah lengkap pada tanggal 28 Mei 2019 dengan jumlah leukosit =
12,20 103/uL.
BAB 5
PENUTUP
teori dan tujuan yang telah ditetapkan. Penulis juga mengemukakan saran demi
5.1 Kesimpulan
Apendisitis selama tiga hari terhitung dari Tanggal 27 Mei 2019 sampai dengan 29
Mei 2019 Di Ruang Perawatan Dahlia B Rumah Sakit Umum Tarakan Provinsi
5.1.1 Penulis melakukan asuhan keperawatan melalui setiap tahap dari proses
klien, fasilitas yang tersedia dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Tahap
yang tidak ada diteori namun ditemukan pada kasus, yaitu pada diagnosa
pertama kali, Anjurkan keluarga klien untuk menemani klien agar dapat
Kolaborasi dengan tim medis lain dalam pemberian obat untuk mengurangi
adalah sikap klien dan keluarga yang ramah dan kooperatif pada setiap
tindakan yang dilakukan, izin yang diberikan pihak rumah sakit serta
5.1.4 Adapun pemecahan masalah yang dilakukan pada klien yaitu dengan
kesehatan lainnya.
5.2 Saran
Untuk Nn. A yang merupakan salah satu pasien dengan apendisitis yang
dirawat di Ruang Perawatan Dahlia B Rumah Sakit Umum Tarakan agar lebih
makanan yang mengandung protein seperti ikan dan telur agar kondisi luka
semakin membaik dan tidak melakukan aktivitas berat sebelum kondisi dirasa
belum membaik.
mengatasi masalah seperti ini sangat terbatas oleh karena itu diharapkan
sesuai dengan standar praktik keperawatan jika ini dilakukan pada Nn. A dengan
apendisitis.
klien serta rumah sakit mampu menyediakan fasilitas serta sarana dan prasarana
yang dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan yang optimal pada
Amalina, A., Suchitra, A., & Saputra, D. (2018). Hubungan Jumlah Leukosit Pre
Operasi Dengan Kejadian Komplikasi Pasca Operasi Apendiktomi Pada
Pasien Apendisitis Perforasi di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas, 491-497.
Arifuddin, A., Salmawati, L., & Prasetyo, A. (2017). Faktor Risiko Kejadian
Apendisitis Di Bagian Rawat inap Rumah Sakit Umum Anutapura Palu
Volume 8 Nomor 1. Jurnal Preventif; Jurnal Kesehatan Masyarakat, 1-
58.
Baughman, D., & Hackley, J. (2016). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Deden, D., & Tutik, R. (2010). Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan.
Yogyakarta: Gosy en Publishing.
Nelson. (2012). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid 3. Jakarta: Interna
Publishing.
Sherwood, L. (2015). Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem Edisi 8. Jakarta: EGC.
Sjamsuhidayat R, & Jong W, D. (2011). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Widarsa, I. T., & Padmi, C. I. (2018). Akurasi Total Hitung Leukosit dan Durasi
Simtom sebagai Prediktor Perforasi Apendisitis pada Penderita Apendisitis
Akut. Warmadewa Medical Journal, Volume 2 No. 2.
Windy, C., & Sabir, M. (2016). Perbandingan Antara Suhu Tubuh, Kadar
Leukosit, Dan Platelet Distribution Width (PDW) Pada Apendisitis Akut
dan Apendisitis Perforasi Di Rumah Sakit Umum Anutapura Palu Tahun
2014 Vol. 2 No. 2. Jurnal Kesehatan Tadulako, 24-32.