Anda di halaman 1dari 90

LAPORAN TUGAS AKHIR

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. M DENGAN FIMOSIS


DI RUANG ANGGREK B RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
TARAKAN

OLEH :

NUR FADILLAH INDRA SARI


NPM : 15.701020.046

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITASBORNEO TARAKAN
2018
ASUHAN KEPERAWATAN PADA An M. I DENGAN GEADS
DIRUANG ANGGREK B RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
TARAKAN

LAPORAN TUGAS AKHIR

DISUSUN DALAM RANGKA UJIAN AKHIR PROGRAM


JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
TAHUN AKADEMIK 2017/2018

Oleh :
NUR FADILLAH INDRA SARI
NPM : 15.701020.046

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas

Akhir ini yang berjudul “ Asuhan keperawatan pada An. M dengan Fimosis yang

dirawat di ruang Anggrek B Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan”. Laporan

Tugas Akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan

program pendidikan Diploma III Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Borneo Tarakan.

Dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini penulis mengalami hambatan

dan berbagai kesulitan, namun demikian penulis berusaha menyelesaikan

penyusunan Laporan Tugas Akhir ini berkat bimbingan, bantuan dan dorongan

yang diberikan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan terimakasih kepada :

1) Prof. Dr. Drs Adri Patton, M.Si selaku Rektor Universitas Borneo Tarakan.

2) Dr. Muhammad Hasbi Hasyim, Sp. PD selaku Direktur Rumah Sakit Umum

Daerah Tarakan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk

mengaplikasikan ilmu saya.

3) Sulidah, S.Kep, Ns, M.Kep, selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Borneo Tarakan dan pembimbing, yang telah memberikan

motivasi selama penulis mengikuti perkuliahan di D III Keperawatan

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Borneo Tarakan.

4) Yuni Retnowati, S.ST, M.Keb, selaku Wakil Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Borneo Tarakan.


iv

5) Alfianur, S,Kep, Ns, M.Kep, selaku ketua Jurusan Keperawatan Fakultas

Ilmu Kesehatan Universitas Borneo Tarakan.

6) Maria Immaculata Ose, S.Kep, Ns, M.Kep, selaku Sekeretaris Jurusan

Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Borneo Tarakan.

7) Hendy Lesmana, S.Kep, Ns, M.Kep, selaku dosen pembimbing akademik

yang telah memberi motivasi dan bimbingan.

8) Rahmatuz Zulfia, S.Kep, Ns, selaku pembimbing 2 yang telah memberikan

bimbingan, masuka serta dukungannya kepada penulis dalam menyelesaikan

Laporan Tugas Akhir ini.

9) Hasni, S.Kep, Ns, selaku Kepala Ruangan dan penguji ujian praktek beserta

seluruh staff yang telah banyak membanrtu selama penyelenggaraan Ujian

Akhir Program di Ruang Anak Anggrek B Rumah Sakit Umum Daerah

Tarakan.

10) Bapak/Ibu dosen dan staff Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Borneo Tarakan.

11) Keluarga klien An. M yang telah bersedia meluangkan waktunya dalam

meberikan informasi yang penulis butuhkan.

12) Ibunda, Ayahanda dan saudara-saudaraku tercinta serta keluarga yang dengan

penuh kesabaran dalam memberikan dukungan baik moril maupun materi

yang tak ternilai harganya kepada penulis selama menempuh pendidikan di

DIII Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Borneo

Tarakan hingga akhirnya dapat menyelesaikan program pendidikan ini.

Terimakasih banyak atas semuanya.


13) Rekan-rekan Mahasiswa Diploma III Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Borneo Tarakan yang telah memberiokan bantuan,

semangat, dorongan serta kerja samanya dalam penyelesaian Laporan Tugas

Akhir ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Laporan Tugas Akhir ini masih belum

sempurna dan masih banyak membutuhkan perbaikan, oleh karena itu penulis

sangat mengahrapkan kritik dan saran. Semoga Laporan Tugas Akhir ini dapat

bermanfaat bagi masyarakat pada umunya dan khususnya bagi perawat dalam

usaha meningkatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar profesi

keperawatan.

Tarakan, 13 Juli 2018

Nur Fadillah Indra Sari


ABSTRAK

Asuhan keperawatan pada An. M dengan gangguan


sistem perkemihan “Fimosis” di ruang perawatan Anggrek B
Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan

Nur Fadillah Indra Sari, Sulidah, Rahmatuz Zulfia

Fimosis (Phymosis) merupakan salah satu gangguan yang timbul pada


organ kelamin bayi atau anak laki-laki. Bahaya fimosis adalah kemungkinan
timbulnya infeksi pada uretra kiri dan kanan, kemudian ke ginjal. Fimosis ditandai
keadaan dimana kulit kepala penis (preputium) melekat pada bagian kepala
(glans) dan mengakibatkan tersumbatnya lubang di bagian air seni, sehingga bayi
dan anak kesulitan dan kesakitan saat kencing, kondisi ini memicu timbulnya
infeksi kepala penis (balanitis). Tujuan penulisan laporan ini ialah untuk
memperoleh gambaran nyata tentang penerapan asuhan keperawatan pada klien
dengan Fimosis dan meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam melaksanakan
asuhan keperawatan pada penderita Fimosis secara langsung melalui pendekatan
proses keperawatan. Metode penulisan deskriptif yaitu studi kasus melalui teknik
pengumpulan data, wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, dokumentasi dan
studi kepustakaan. Pemberian asuhan keperawatan menggunakan langkah-langkah
proses keperawatan yang meliputi: pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Hasil pengkajian didapatkan 6 masalah
keperawatan yaitu resiko ketidakseimbangan suhu tubuh, defisiensi pengetahuan
tentang penyakit dan perawatan anak, ansietas, nyeri akut, resiko infeksi, resiko
perdarahan. Penulis mampu melaksanakan semua implementasi yang telah
direncanakan, dengan hasil evaluasi 5 diagnosa keperawatan teratasi dan 1
diagnosa keperawatan tidak teratasi. Kesimpulan yang didapat setelah
dilakukannya tindakan asuhan keperawatan ditemukan kesenjangan pada teori dan
pada klien yang membuat penulis melakukan beberapa modifikasi dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan guna mengatasi masalah dan meningkatkan
kesehatan pasien.

Kata kunci : Asuhan Keperawatan, Fimosis, Proses Keperawatan.


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................i

HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ii

KATA PENGANTAR.....................................................................................iii

ABSTRAK.......................................................................................................vi

DAFTAR ISI...................................................................................................vii

DAFTAR GAMBAR......................................................................................x

DAFTAR TABEL...........................................................................................xi

DAFTAR BAGAN..........................................................................................xii

DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................xiii

DAFTAR SINGKATAN................................................................................xiv

BAB 1: PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Tujuan Penulisan.......................................................................................................4

Ruang Lingkup 5

Metode Penulisan......................................................................................................5

Sistematika Penulisan................................................................................................6

BAB 2: LANDASAN TEORI

Konsep Dasar Medis.................................................................................................8

Pengertian 8

Anatomi Fisiologi Penis9

Etiologi 11

Klasifikasi 12
DAFTAR ISI
Patofisiologi 13

Manifestasi Klinis 14

Komplikasi 14

Pencegahan 15

Penatalaksanaan 15

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan.........................................................................16

Pengkajian 16

Diagnosa Keperawatan 21

Perencanaan 23

Implementasi 27

Evaluasi 28

BAB 3: LAPORAN KASUS

Pengkajian 29

Diagnosa 47

Rencana Keperawatan...............................................................................................47

Implementasi 51

Evaluasi 59

BAB 4: PEMBAHASAN

Pengkajian 62

Diagnosa Keperawatan..............................................................................................63

Perencanaan 65

Implementasi 66

Evaluasi 67
DAFTAR ISI
BAB 5: PENUTUP

Kesimpulan 69

Saran 70

KEPUSTAKAAN................................................................................................72

LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Anatomi Penis...................................................................................10

Gambar 2.2. Potongan transversal dari korpus penis............................................11


DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Imunisasi..............................................................................................32

Tabel 3.2. Pola Nutrisi...........................................................................................33

Tabel 3.3. Pemeriksaan Hematologi......................................................................39

Tabel 3.4. Pemeriksaan Hematologi......................................................................39

Tabel 3.5. Pemeriksaan Urine...............................................................................40


DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1. Penyimpangan KDM...........................................................................23

Bagan 3.1. Genogram Keluarga An. M.................................................................31

Bagan 3.2. Penyimpangan KDM An. M...............................................................46


DAFTAR LAMPIRAN

1. Lembar Bimbingan...........................................................................................74

2. SAP Penyuluhan Fimosis..................................................................................78


DAFTAR SINGKATAN

A : Assesment, Achievable

AC : Air Conditioner

Amp : Ampul

An : Anak

ASI : Air Susu Ibu

BAB : Buang Air Besar

BAK : Buang Air Kecil

BB : Berat Badan

BIL : Bilirubin

BLO : Blood

BT : Masa Perdarahan

C : Celcius

Cm : Centimeter

CT : Masa Pembekuan

DDST : Denver Development Screening Test

E : Eye

GCS : Glasglow Coma Scale

GLU : Glukosa

Gr : Gram

HCT : Hematokrit

HGB : Hemoglobin

Jl : Jalan

KET : Keton

Kg : Kilogram
xv

LEU : Leukosit

LTA : Laporan Tugas Akhir

M : Measureable, Motorik

MCH : Mean Corpuscular Hemoglobin

MCHC : Mean Cell Hemoglobin Concentration

MCV : Mean Corpuscular Volume

Mg : Miligram

Ml : Mililiter

N : Nadi

NIT : Nitrit

Ny : Nyonya

O : Obyektif

Op : Operasi

P : Planning

pH : Tingkat asam basa

PLT : Platelet

PRO : Protein

RBC : Red Blood Cell

RS : Rumah Sakit

RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah

S : Spesifik, Subyektif

SAP : Satuan Acara Penyuluhan

SG : Specific Gravity

T : Time

TB : Tinggi Badan

Tn : Tuan
TTV : Tanda-tanda Vital

URO : Urobilinogen

V : Verbal

WBC : White Blood Cell

WITA : Waktu Indonesia Tengah


BAB 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan di bidang kesehatan sebagai bagian dari pembangunan nasional

yang ditata dalam Sistem Kesehatan Nasional diarahkan untuk mencapai derajat

kesehatan yang optimal dan produktif sebagai perwujudan dari kesejahteraan

umum seperti yang dimaksud dalam pembukaan undang-undang dasar 1945 dan

undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan. Untuk mencapai derajat

kesehatan yang optimal bagi setiap penduduk, pelayanan kesehatan harus

dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu dalam pelayanan kesehatan

perorangan, pelayanan kesehatan keluarga maupun pelayanan kesehatan

masyarakat.

Sebagai upaya mewujudkan Visi Indonesia Sehat 2020, pemerintah telah

menyusun berbagai program pembangunan dalam bidang kesehatan antara

motivasi dan kreativitas yang mengarahkan proses penyelenggaraan kehidupan

berbangsa dan bernegara menuju masa depan yang dicita-citakan.

Penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara diorientasikan ke arah

perwujudan visi tersebut karena pada hakekatnya hal itu merupakan penegasan

bersama cita-cita seluruh rakyat. Salah satu masalah kesehatan yang dihadapi

adalah masalah kesehatan anak pada usia dini.

Anak usia dini merupakan individu yang berada pada rentang usia 0-8

tahun. Usia ini merupakan pondasi untuk usia-usia selanjutnya. Selain itu pada

usia ini dikenal dengan golden age yaitu sebuah kondisi pada saat anak
2

mengalami perkembangan fisik dan psikis yang sangat pesat. Dalam hal ini

perkembangan yang sangat pesat tersebut, sangat dipengaruhi oleh kesehatan fisik

dan psikis anak.

Kesehatan fisik terwujud apabila seseorang anak tidak merasa sakit dan

memang secara klinis tidak merasa sakit, semua organ tubuh dalam keadaan

normal dan berfungsi dengan normal. Begitupun dengan kesehatan psikis

terwujud apabila seseorang anak merasa mentalnya dalam keadaan stabil sehingga

mampu berfikir sehat dan mampu mengekspresikan emosi secara baik. Ketika

kesehatan fisik anak terganggu, maka dalam melakukan tindakan-tindakan lainnya

pun akan terganggu bahkan dalam ksehatan psikisnya pun akan mengalami

gangguan, begitupun sebaliknya. Jelas ini akan mempengaruhi pada proses

pertumbuhan serta perkembangannya.

Dalam kehidupan nyata tidak sedikit anak usia dini yang mengalami

masalah dalam kesehatannya, artinya suatu keadaan terganggunya fisik dan psikis

anak. Gangguan fisik yang biasa muncul pada anak usia dini contohnya diare,

demam, malnutrisi, kejang, cacingan, flu, dan lain sebagainya. Sedangkan

gangguan psikis yang biasanya muncul pada anak usia dini adalah stress, tantrum,

depresi. Namun, selain gangguan fisik yang biasa muncul pada anak yang telah

disebutkan di atas juga terdapat gangguan fisik yang langka terjadi pada anak

salah satunya ialah fimosis.

Bayi yang seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik ke belakang penis pada

saat lahir hanya sekitar 4%, namun mencapai 90% pada saat usia 3 tahun dan

hanya 1-1,5% laki-laki berusia 17 tahun yang masih mengalami fimosis

kongenital. Walaupun demikian, penelitian lain mendapatkan hanya 20% dari 200
anak laki-laki berusia 5-13 tahun yang seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik ke

belakang penis (Muslihatun, 2010).

Pada akhir tahun pertama kehidupan, retraksi kulit prepusium ke belakang

sulkus glandularis hanya dapat dilakukan pada sekitar 50% anak laki-laki, hal ini

meningkat menjadi 89% pada saat usia tiga tahun. Insidens fimosis adalah sebesar

8% pada usia 6 sampai 7 tahun dan 1% pada laki-laki usia 16 sampai 18 tahun

(Muslihatun, 2010). Bila fimosis menghambat kelancaran berkemih seperti pada

ballooning maka sisa-sisa urine ini mudah terjebak pada bagian dalam preputium

dan kandungan glukosa pada urine menjadi ladang subur bagi pertumbuhan

bakteri, maka berakibat terjadi Infeksi Saluran Kemih (ISK).

Berdasarkan data tahun 1980-an dilaporkan bahwa anak yang tidak

disirkumsisi memiliki resiko menderita fimosis 10-20 kali lebih tinggi. Tahun

1993, dituliskan review bahwa resiko terjadi 12 kali lipat. Dua laporan jurnal

tahun 2001 dan 2005 mendukung bahwa sirkumsisi memiliki resiko ISK di bawah

rata-rata.

Fimosis hanya terjadi pada anak laki-laki dan jarang ditemukan kasusnya di

Indonesia dikarenakan rata-rata anak laki-laki di Indonesia telah dilakukan

tindakan sirkumsisi atau sunat. Sunat yaitu operasi pembuangan kulup atau kulit

yang menutupi ujung penis. Sunat merupakan praktik yang umum dilakukan

karena faktor agama maupun tradisi. Sementara dari segi medis, sunat dianggap

memiliki manfaat, namun juga memiliki risiko terutama jika dilakukan pada bayi.

Menurut organisasi dokter anak, walaupun sunat pada bayi laki-laki memiliki

risiko, namun manfaatnya secara medis jauh lebih banyak. Oleh karena itu, sunat
bisa dipertimbangkan untuk dilaksanakan, tetapi bukan suatu kewajiban secara

medis.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, penulis tertarik dan berkeinginan untuk

menyusun sebuah Laporan Tugas Akhir (LTA) dengan judul Asuhan

Keperawatan pa An. “M” dengan Fimosis di Ruang Anggrek B Rumah Sakit

Umum Daerah Kota Tarakan.

Tujuan Penulisan

Tujuan Umum

Memperoleh gambaran nyata tentang penerapan asuhan keperawatan pada

klien dengan Fimosis dan meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam

melaksanakan asuhan keperawatan pada penderita Fimosis secara langsung

melalui pendekatan proses keperawatan.

Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai pada penulisan Laporan Tugas

Akhir ini untuk :

1) Melaksanakan proses Asuhan Keperawatan pada An. “M” dengan gangguan

sistem perkemihan di ruang perawatan anak Anggrek B Rumah Sakit Umum

Daerah Kota Tarakan.

2) Membandingkan antara teori dan praktek asuhan keperawatan pada An. “M”

dengan gangguan sistem perkemihan “Fimosis” di ruang perawatan anak

Anggrek B Rumah Sakit Umum Daerah Kota Tarakan.

3) Mengidentifikasi faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam

melaksanakan asuhan keperawatan pada An. “M” dengan gangguan sistem


perkemihan di ruang perawatan anak Anggrek B Rumah Sakit Umum Daerah

Kota Tarakan.

4) Melaksanakan pemecahan masalah pada An. “M” dengan gangguan sistem

perkemihan di ruang perawatan anak Anggrek B Rumah Sakit Umum Daerah

Kota Tarakan.

Ruang Lingkup

Ruang lingkup bahasan dalam penulisan Laporan Tugas Akhir (LTA) ini

adalah pelaksanaan asuhan keperawatan pada An. “M” yang dirawat dengan

diagnosa medis Fimosis selama 3 hari di ruang perawatan anak Anggrek B Rumah

Sakit Umum Daerah Kota Tarakan mulai tanggal 25-27 Juni 2018.

Metode Penulisan

Metodologi yang penulis gunakan dalam penyusuna Laporan Tugas Akhir ini

adalah dengan menggunakan metode deskriptif yaitu studi kasus dengan

pendekatan asuhan keperawatan dan studi kasus kepustakaan.

Adapun teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penyusunan

Laporan Tugas Akhir ini adalah :

1) Wawancara, percakapan orang tua serta keluarga klien dengan maksud untuk

mengumpulkan data yang diperlukan.

2) Observasi, teknik ini dilakukan secara langsung untuk mengenali, mengamati,

dan memperoleh data tentang klien dengan Fimosis.

3) Pemeriksaan Fisik, selama proses pengumpulan data ini perawat melatih

kemampuan, keterampilan perseptual dan observasional dari setiap pengkajian

fisik tergantung pada kondisi klien yang mencakup inspeksi, palpasi, perkusi,

dan auskultasi.
4) Studi Dokumentasi, data diperoleh dari dokumentasi yang terdapat pada

catatan perawat pada klien, catatan medis, serta catatan dari tim kesehatan lain

yang langsung berhubungan dengan kasus klien.

5) Studi Kepustakaan, dalam studi kepustakaan ini penulis mendapatkan

informasi dari buku-buku sumber yang terkait sebagai referensi untuk

mendukung teori yang ada dan referensi dari internet.

Sistematika Penulisan

Laporan Tugas Akhir ini terdiri dari lima bab yang tersusun secara sistematis

sebagai berikut :

Bab satu pendahuluan yang berisikan latar belakang, tujuan penulisan, baik

secara umum maupun khusus, ruang lingkup, metode penulisan serta sistematika

penulisan.

Bab dua berisi tentang landasan teoritis yang terdiri dari konsep dasar

penyakit yang menguraikan tentang anatomi fisiologi, pengertian, klasifikasi

Fimosis, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, penatalaksanaan,

pencegahan dan pemeriksaan penunjang dari Fimosis, konsep dasar keperawatan

yang menguraikan tentang pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,

pelaksanaan dan evaluasi.

Bab tiga berisikan tinjauan kasus tentang pelaksanaan asuhan keperawatan,

yang telah dilakukan penulis terhadap klien dimulai dari pengkajian, perumusan

diagnosa keperawatan, membuat perencanaan, pelaksanaan tindakan keperawatan

serta evaluasi dari semua tindakan yang telah dilakukan.


Bab empat berisi tentang pembahasan, yaitu membahas tentang adanya

kesenjangan antara teori dan penerapan langsung di lapangan yang terdiri dari

pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

Bab lima merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran-

saran. Lampiran berisi lembar satuan acara pembelajaran, materi yang digunakan

dan media penyuluhan (lembar balik dan leaflet).


BAB 2

LANDASAN TEORI

Konsep Dasar Fimosis

Pengertian Fimosis

Menurut Ngastiyah (2005), fimosis adalah penyempitan pada preputium.

Sedangkan menurut Purnomo (2000), fimosis adalah prepusium penis yang tidak

dapat diretraksi (ditarik ke proksimal sampai ke korona glanis). Fimosis

(Phymosis) merupakan salah satu gangguan yang timbul pada organ kelamin bayi

laki-laki, yang dimaksud dengan fimosis adalah keadaan dimana kulit kepala

penis (preputium) melekat pada bagian kepala (glans) dan mengakibatkan

tersumbatnya lubang di bagian air seni, sehingga bayi dan anak kesulitan dan

kesakitan saat kencing, kondisi ini memicu timbulnya infeksi kepala penis

(balantis). Jika keadaan ini dibiarkan dimana muara saluran kencing di ujung

penis tersumbat maka dokter menganjurkan untuk disunat. Tindakan ini dilakukan

dengan membuka dan memotong kulit penis agar ujungnya terbuka (Rukiyah,

2010).

Fimosis adalah tercerutnya kepala zakar oleh lubang kulup yang terlalu

sempit (Ramali & Ahmad, 2003). Sedangkan menurut Muslihatun (2010) fimosis

adalah keadaan kulit penis (preputium) melekat pada bagian kepala penis dan

mengakibatkan tersumbatnya lubang saluran air kemih. Sebenarnya yang

berbahaya bukanlah fimosis sendiri, tetapi kemungkinan timbulnya infeksi pada

uretra kiri dan kanan, kemudian ke ginjal. Infeksi ini dapat menimbulkan

kerusakan pada ginjal. Adapun pengertian lain dari fimosis ialah ketidakmampuan
9

kulup zakar untuk diretraksi pada umur tertentu yang secara normal dapat

diretraksi (Behram, 2000).

Jadi kesimpulannya, fimosis adalah ketidakmampuan kulit penis untuk

ditarik ke arah pangkal dari kepala penis yang mengakibatkan anak atau bayi

kesakitan saat BAK.

Anatomi Fisiologi Penis

Penis terdiri dari tiga komponen utama : bagian distal (glans atau kepala),

bagian tengah (corpus atau shaft) dan bagian proksimal (root). Pada bagian kepala

terdapat glans dan sulkus koronaria, yang ditutup oleh foreskin (virtualsac),

permukaan bagian dalam dilapisi oleh membran halus. Glans bersifat kenyal, dan

berbentuk konus, serta terdiri dari meatus, corona dan frenulum. Meatus urethralis

vertikal dan berlokasi pada apeks, dimana muncul frenulum, glans corona

merupakan lipatan lingkaran pada dasar glans. Pada permukaan glans terdapat

empat lapisan anatomi: lapisan membran mukosa, termasuk epitelium dan lamina

propria, korpus spongiosum dan korpora kavernosa. Tunika albuginea

memisahkan kedua struktur ini, penile atau pendulous urethra terletak ventral

didalam korpus dan glans; sementara korpus spongiosum yang erektil

mengelilinginya.

Pemotongan transversal dari shaft akan menampilkan kulit, dartos dan

fascia ganda yang disebut dengan penile fascia, albuginea dan

korpus kavernosum. Komponen anatomi utama dari penis adalah korpus, glans

dan preputium. Korpus terdiri dari korpora kavernosa (jaringan rongga vaskular

yang dibungkus oleh tunika albuginea) dan di bagian inferior terdapat korpus

spongiosum sepanjang uretra penis. Seluruh struktur ini dibungkus oleh kulit,
lapisan otot polos yang dikenal sebagai dartos, serta lapisan elastik yang disebut

Buck fascia yang memisahkan penis menjadi dorsal (korpora kavernosa) dan

ventral (korpus spongiosum). Kulit glans penis tersusun oleh pelapis epitel tatah

berlapis tanpa keratin sebanyak lima hingga enam lapis, setelah sirkumsisi bagian

ini akan membentuk keratin. Glans dipisahkan dengan korpus penis oleh

balanopreputial sulcus pada aspek dorsal dan lateral dan oleh frenulum pada regio

ventral. Kelenjar sebaseus pada penis dikenal sebagai kelenjar Tyson dan

bertanggungjawab atas produksi smegma.

Gambar 2.1 Anatomi Penis


(Heri, 2011)

Uretra terbagi atas tiga bagian : prostatik (segmen proksimal pendek yang

dikelilingi oleh prostat), membranosa atau bulbomembranosa (memanjang dari

kutub bawah prostat hingga bulbus korpus spongiosum) dan penil (yang melewati

korpus spongiosum). Secara histopatologi, pelapis epitel uretra adalah tipe

transisional di bagian proksimal (prostatik), stratified squamous pada bagian distal


yang berhubungan dengan fossa navicularis dan stratified atau epitel

pseudostratified kolumnar bersilia pada kanal. Metaplasia skuamosa pada epitel

umumnya disebabkan oleh pengobatan dengan preparat estrogen. Struktur

kelenjar yang berhubungan dengan uretra adalah kelenjar intraepitelial dari lakuna

Morgagni (kelenjar intraepitel silindris selapis), Kelenjar Littre (Kelenjar musinus

tubuloacinar sepanjang korpus spongiosum), dan bulbouretral atau kelenjar

Cowper (mucous acinar pada profunda membran uretra). Drainase limfatik penis

terdapat pada nodus superfisial dan profunda. Di bagian sentral beranastomosis

diantara pembuluh-pembuluh limfe yang menghasilkan drainase bilateral.

Gambar 2.2 Potongan transversal dari korpus penis


(Heri, 2011)

Etiologi Fimosis

Fimosis pada bayi laki-laki yang baru lahir terjadi karena ruang di antara

kutup dan penis tidak berkembang dengan baik. Kondisi ini menyebabkan kulup

menjadi melekat pada kepala penis, sehingga sulit ditarik ke arah pangkal.

Penyebabnya, bisa bawaan dari lahir atau didapat, misalnya karena infeksi atau

benturan (Putra, 2012).


Kelainan ini juga menyebabkan bayi/anak sukar berkemih sehingga kulit

preputium menggelembung seperti balon. Bayi/anak sering menangis keras

sebelum urin keluar. Keadaan demikian lebih baik segera disunat, tetapi kadang

orang tua tidak tega karena bayi masih kecil. Untuk menolongnya dapat dicoba

dengan melebarkan lubang preputium dengan cara mendorong ke belakang kulit

preputium tersebut dan biasanya akan terjadi luka. Untuk mencegah infeksi dan

agar luka tidak merapat lagi pada luka tersebut dioleskan salep antibiotik.

Tindakan ini mula-mula dilakukan oleh dokter, selanjutnya di rumah orang tua

sendiri diminta melakukannya seperti yang dilakukan dokter (pada orang barat

sunat dilakukan pada seorang bayi laki-laki ketika masih dirawat/ketika baru

lahir). Tindakan ini dimaksudkan untuk kebersihan/mencegah infeksi karena

adanya smegma, bukan karena keagamaan (Yongki, 2012).

Klasifikasi Fimosis

Adapun klasifikasi fimosis menurut Muslihatun (2010), yakni sebagai

berikut :

1) Konginetal (fimosis fisiologis)

Fimosis kongenital (fimosis fisiologis) timbul sejak lahir sebenarnya

merupakan kondisi normal pada anak-anak, bahkan sampai masa remaja.

Kulit preputium selalu melekat erat pada glans penis dan tidak dapat ditarik

ke belakang pada saat lahir, namun seiring bertambahnya usia serta

diproduksinya hormon dan faktor pertumbuhan terjadi proses keratinisasi

lapisan epitel dan deskuamasi antara glans penis dan lapis glan dalam

preputium sehingga akhirnya kulit preputium terpisah dari glan penis. Suatu

penelitian mendapatkan bahwa hanya 4% bayi seluruh kulit preputiumnya


dapat ditarik ke belakang penis pada saat lahir, namun mencapai 90% pada

saat usia 3 tahun dan hanya 1% laki-laki berusia 17 tahun yang masih

mengalami fimosis kongenital. Walaupun demikian, penelitian lain

mendapatkan hanya 20% dan 200 anak laki-laki berusia 5-

13 tahun yang seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik ke belakang penis.

2) Fimosis didapat (fimosis patologik)

Hal ini berkaitan dengan kebersihan hygiene) alat kelamin yang buruk,

peradangan kronik glans penis dan kulit preputium (balanoposthitis chronic),

atau penarikan berlebihan kulit preputium (forceful retraction) pada fimosis

kongenital yang akan menyebabkan pembentukkan jaringan ikat (fibrosis)

dekat bagian kulit preputium yang membuka.

Patofisiologi

Menurut Muslihatun (2010) fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru

lahir, karena terdapat adesi alamiah antara preputium dengan glans penis. Sampai

usia 3-4 tahun, penis tumbuh dan berkembang. Debris yang dihasilkan oleh epitel

preputium (smegma) mengumpul di dalam preputium dan perlahan-lahan

memisahkan preputium dengan glans penis. Smegma terjadi dari sel-sel mukosa

preputium dan glans penis yang mengalami deskuamasi oleh bakteri yang ada di

dalamnya. Ereksi penis yang terjadi secara berkala membuat preputium terdilatasi

perlahan-lahan sehingga preputium menjadi retraktil dan dapat ditarik ke arah

proksimal. Pada usia 3 tahun, 90% preputium sudah dapat diretraksi. Pada

sebagian anak, preputium tetap lengket pada glans penis, sehingga ujung

preputium mengalami penyimpangan dan akhirnya dapat mengganggu fungsi

miksi. Biasanya anak menangis dan pada ujung penis tampak menggelembung.
Air kemih yang tidak lancar, kadang-kadang menetes dan memancar dengan arah

yang tidak dapat diduga. Kalau sampai terjadi infeksi, anak akan menangis setiap

buang air kecil dan dapat pula disertai demam. Ujung penis yang tampak

menggelembung disebabkan oleh adanya penyempitan pada ujung preputium

karena terjadi perlengketan dengan glans penis yang tidak dapat ditarik ke arah

proksimal. Adanya penyempitan tersebut menyebabkan terjadi gangguan aliran

urin pada saat miksi. Urine terkumpul di ruang antara preputium dan glans penis,

sehingga ujung penis tampak menggelembung.

Manifestasi Klinis

Gejala yang sering terjadi pada fimosis menurut Rukiyah (2010)

diantaranya:

1) Bayi atau anak sukar berkemih

2) Kadang-kadang begitu sukar sehingga kulit preputium menggelembung

seperti balon

3) Kulit penis tidak bisa ditarik ke arah pangkal

4) Penis mengejang pada saat buang air kecil

5) Bayi atau anak sering menangis sebelum urin keluar/Air seni keluar tidak

lancar

6) Timbul infeksi

Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada anak/bayi yang mengalami fimosis,

antara lain terjadinya infeksi pada uretra kanan dan kiri akibat terkumpulnya

cairan smegma dan urine yang tidak dapat keluar seluruhnya pada saat berkemih.
Infeksi tersebut akan naik mengikuti saluran urinaria hingga mengenai ginjal dan

dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (Muslihatun, 2010).

Pada 90% laki-laki yang dikhitan kulup zakar menjadi dapat ditarik

kembali (diretraksi) pada umur 3 tahun. Ketidakmampuan untuk meretraksi kulup

zakar sebelum umur ini dengan demikian fimosis patologis dan fimosis

merupakan indikasi untuk dikhitan. Fimosis adalah ketidakmampuan kulup zakar

untuk diretraksi pada umur tertentu yang secara normal harus dapat diretraksi.

Fimosis dapat kongenital/sekuele radang. Fimosis yang sebenarnya biasanya

memerlukan bedah pelebaran/pembesaran cincin fimosis/khitan. Akumulasi

smegma di buah kulup zakar infatil fimosis patologis dan fimosis memerlukan

pengobatan bedah (Sudarti, 2010).

Pencegahan

Menurut Rukiyah (2010), pencegahan yang dapat dilakukan untuk

mencegah terjadinya fimosis, yaitu :

1) Menjaga kebersihan bagian alat kelamin untuk mencegah adanya kuman atau

bakteri dengan air hangat dan sabun mandi.

2) Penis harus dibersihkan secara seksama dan bayi tidak boleh ditinggalkan

sendiri berbaring seperti popok yang basah dalam waktu yang lama.

Penatalaksanaan

Tidak dianjurkan melakukan retraksi yang dipaksakan pada saat

membersihkan penis, karena dapat menimbulkan luka dan terbentuk sikatriksa

pada ujung preputium sehingga akan terbentuk fimosis sekunder. Fimosis yang

disertai balanitis xerotica obliterans dapat diberikan salep deksamethasone 0,1%


yang dioleskan 3-4 kali sehari, dan diharapkan setelah 6 minggu pemberian,

preputium dapat diretraksi spontan.

Fimosis dengan keluhan miksi, menggelembungnya ujung preputium pada

saat miksi, atau infeksi prostitis merupakan indikasi untuk dilakukan sirkumsisi.

Fimosis yang disertai balantis atau prostitis harus diberikan antibiotika lebih

dahulu sebelum dilakukan sirkumsisi. Jika fimosis menyebabkan hambatan aliran

air seni, diperlukan tindakan sirkumsisi (membuang sebagian atau seluruh bagian

kulit preputium) atau teknik bedah lainnya seperti preputioplasty (memperlebar

bukaan kulit preputium tanpa memotongnya). Indikasi medis utama dilakukannya

tindakan sirkumsisi pada anak-anak adalah fimosis patologik (Muslihatun, 2010).

Menurut Putra (2012) penatalaksanaan fimosis yang dapat dilakukan

terbagi menjadi dua, yakni secara medis dan secara konservatif. Berikut

penjelasan masing-masing. Penatalaksanaan secara medis sebagai berikut :

1) Dilakukan tindakan sirkumsisi (membuang sebagian atau seluruh bagian kulit

preputium).

2) Dilakukan tindakan teknik bedah preputioplasty (memperlebar bukaan kulit

preputium tanpa memotongnya).

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Pengkajian Keperawatan

Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal dari proses keperawatan

dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari

berbagai sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien

(Budiono, 2016).
Dalam mengkaji pasien khususnya anak, sangat penting untuk mengetahui

tahapan tumbuh kembang anak itu sendiri. Salah satu pelopor teori tumbuh

kembang anak ialah Sigmund Freud (1856-1939). Menurut Sigmund Freud,

kepribadian sebagian besar dibentuk oleh usia lima tahun. Awal perkembangan

berpengaruh besar dalam pembentukan kepribadian dan terus mempengaruhi

perilaku di kemudian hari. Jika tahap-tahap psikoseksual selesai dengan sukses,

hasilnya adalah kepribadian yang sehat. Jika masalah tertentu tidak diselesaikan

pada tahap yang tepat, fiksasi dapat terjadi. fiksasi adalah fokus yang gigih pada

tahap awal psikoseksual. Sampai konflik ini diselesaikan, individu akan tetap

“terjebak” dalam tahap ini. Misalnya, seseorang yang terpaku pada tahap oral

mungkin terlalu bergantung pada orang lain dan dapat mencari rangsangan oral

melalui merokok, minum, atau makan.

Freud adalah teoritisi pertama yang memusatkan perhatiannya kepada

perkembangan kepribadian dan menekankan pentingnya peran masa bayi dan

awal-anak dalam membentuk karakter seseorang. Freud yakin bahwa struktur

dasar kepribadian sudah terbentuk pada usia 5 tahun dan perkembangan

kepribadian sesudah usia 5 tahun sebagian besar hanya merupakan elaborasi dari

struktur dasar tadi. Anehnya, Freud jarang sekali meneliti anak secara langsung.

Dia mendasari teorinya dari analisis mengeksplorasi jiwa pasien antara lain

dengan mengembalikan mereka ke pengalaman masa kanak-kanaknya. Berikut

tahapan dan tugas perkembangan anak usia 5 tahun 8 bulan menurut teori

psikoseksual Freud masuk dalam tahap laten (usia 5 – awal pubertas). Masa ini

adalah periode tertahannya dorongan-dorongan seks agresif. Selama masa ini anak

mengembangkan kemampuannya bersublimasi (seperti mengerjakan tugas-tugas


sekolah, bermain olah raga, dan kegiatan lainya). Tahapan latensi ini antara usia

6-12 tahun (masa sekolah dasar).

Adapun konsep tumbuh kembang menurut Erickson yang dikenal sebagai

perkembangan psikososial dan menekankan pada kepribadian yang sehat (Wong,

2009). Tahapan dan tugas perkembangan anak usia 5 tahu 8 bulan menurut teori

Erickson ialah tahap inisiatif vs rasa bersalah (3-6 tahun). Anak akan mulai

inisiatif dalam belajar mencari pengalaman baru secara aktif dalam melakukan

aktivitasnya melalui kemampuan indranya. Hasil akhir yang diperoleh adalah

kemampuan untuk menghasilkan sesuatu sebagai prestasinya. Sedangkan apabila

dalam tahap ini anak dilarang atau dicegah maka akan timbul rasa bersalah pada

diri anak.

Perkembangan moral anak menurut Kohlberg didasarkan pada kognitif

anak dan terdiri atas tiga tahapan utama, yaitu preconventional, conventional dan

postconventional. Tahap perkembangan moral menurut Kohlberg pada anak usia 5

tahun 8 bulan masuk dalam tahap preconventional. Dalam tahap ini anak belajar

baik dan buruk, atau benar dan salah melalui budaya sebagai dasar dalam

pendekatan nilai moral. Fase ini terdiri dari tiga tahapan. Tahap satu didasari oleh

adanya rasa egosentris pada anak, yaitu kebaikan adalah seperti apa yang saya

mau, rasa cinta dan kasih sayang akan menolong memahami tentang kebaikan,

dan sebaliknya ekspresi kurang perhatian bahkan membencinya akan membuat

mereka mengenal keburukan. Tahap dua, yaitu orientasi hukuman dan ketaatan,

baik dan buruk sebagai suatu konsekuensi dan tindakan. Tahap selanjutnya, yaitu

anak berfokus pada motif yang menyenangkan sebagai suatu kebaikan. Anak

menjalankan aturan sebagai sesuatu yang memuaskan mereka sendiri, oleh karena
itu hati-hati apabila anak memukul temannya dan orang tua tidak memberikan

sanksi. Hal ini akan membuat anak berpikir bahwa tindakannya bukan merupakan

sesuatu yang buruk.

Adapun perkembangan spiritual menurut Fowler, pada saat anak tidak

dapat memahami peristiwa tertentu seperti penciptaan dunia, mereka

menggunakan khayalannya untuk menjelaskan hal tersebut. Pada masa anak usia

5 tahun 8 bulan anak memasuki tahap intuitif-proyektif (4-6 tahun), dimana suatu

kombinasi gambaran dan kepercayaan yang diberikan oleh orang lain yang

dipercaya, yang digabungkan dengan pengalaman dan imajinasi anak sendiri.

Setelah mengetahui tahapan tumbuh kembang anak sesuai dengan usianya,

teori tersebut dapat digunakan sebagai acuan apakah anak sudah dalam tahapan

tumbuh kembang yang semestinya atau anak sedang terhambat dalam tumbuh

kembangnya. Selain itu, tahap pengkajian terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu

pengumpulan data, observasi, wawancara, pemeriksaan fisik, dan

pengelompokkan data (Muhajj, 2008).

1) Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan kegiatan dalam menghimpun informasi (data-

data) diri pasien dan data-data lain dari pasien yang meliputi unsur bio-psiko-

sosio-spiritual yang komperehensif. Untuk mendapatkan data-data yang lengkap

dan data yang relevan, perawat membutuhkan dasar yang kuat dari berbagai

disiplin ilmu.

Pada pengumpulan data dengan menggunakan cara observasi, anamnese,

wawancara, pemeriksaan fisik, dokumentasi dari catatan medis, status klien dan

hasil laboratorium maupun radiologi. Pada pengkajian ditemukan klien sukar


untuk berkemih dan terasa nyeri saat berkemih. Frekuensi klien berkemih juga

menurun dan menggelembungnya ujung prepusium saat berkemih.

2) Observasi

Pada saat bertemu dengan pasien, akan terjadi hubungan perawat-pasien.

Hubungan perawat dengan pasien akan berlangsung terus-menerus, selama

kegiatan observasi dilakukan, yang dimaksud dengan observasi adalah

pengumpulan informasi melalui indra penglihatan, pendengaran, penciuman,

perabaan dan alat perasa. Data yang dikumpulkan harus objektif, agar dapat

dimengerti dan digunakan oleh orang lain. Segala sesuatu yang dilihat, dirasa,

didengar, dicium dan dikecap harus didokumentasikan sebagaimana adanya, tanpa

membuat penafsiran sendiri.

Pada klien dengan fimosis hal yang diobservasi ialah pola berkemih pasien.

Dalam pola berkemih yang diobservasi ialah frekuensi, jumlah dan intensitas saat

klien berkemih. Observasi juga adanya tanda-tanda infeksi pada penis klien.

3) Wawancara

Wawancara adalah pembicaraan terarah yang umumnya dilakukan pada

pertemuan tatap muka. Dalam wawancara yang penting diperhatikan adalah data

yang ditanyakan diarahkan ke data yang relevan.

4) Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan dilakukan dengan memakai instrument/alat pengukur.

Tujuannya untuk memastikan batas dimensi angka, irama, dan kuantitas. Data

secara garis besar, mengklasifikasikan menjadi data subjektif dan data objektif.

Pada waktu mengumpulkan data subjektif perawat harus mengembangkan

hubungan antar personal yang efektif dengan pasien/klien/yang diwawancarai,


lebih memperhatikan hal-hal yang menjadi keluhan utama pasien dan yang

mencemaskan, berupaya dengan masalah klien. Adapun pemeriksaan fisik yang

dapat ditemukan pada pasien dengan fimosis yaitu :

(1) Inspeksi

Kepala penis tertutup oleh kulit penis, penis tampak membesar dan

menggelembung, air seni keluarnya tidak lancar kadang-kadang menetes

dan memancar dengan arah yang tidak terduga.

(2) Palpasi

Terdapat nyeri tekan pada daerah penis, penis teraba seperti benjolan

(bengkak), kulit penis tidak dapat diretraksi dari kepala penis.

5) Pengelompokkan Data

Data-data yang telah dikumpulkan selanjutnya dikelompokkan. Banyak cara

untuk mengelompokkan data, masing-masing perawat dapat memilih cara terbaik.

Salah satunya menurut teori Abraham Maslow yang berpendapat bahwa semua

manusia mempunyai kebutuhan dasar umum yang terdiri dari beberapa tingkatan.

Tingkatan kebutuhan dasar fisik harus terpenuhi lebih dulu sebelum tingkat yang

lebih tinggi.

Selain teori Abraham Maslow, perlu juga diperhatikan tingkat pertumbuhan

dan perkembangan anak. Penyakit dapat menghambat pertumbuhan dan

perkembangan seorang anak, serta dapat menyebabkan mundur setingkat lebih

rendah.

Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinik tentang respon individu,

keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial, dimana
berdasarkan pendidikan dan pengalamnnya, perawat secara akuntabilitas dapat

menidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga,

menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah status kesehatan klien

(Herdman, 2012). Tipe diagnosa keperawatan meliputi tipe aktual, resiko,

potensial, sehat sejahtera dan sindrom.

1) Aktual, diagnosa keperawatan aktual menurut NANDA adalah menyajikan

keadaan klinis yang telah divalidasikan melalui batasan karakteristik mayor

yang diidentifikasi.

2) Resiko tinggi, menurut NANDA diagnosa keperawatan resiko tinggi ialah

keputusan klinis tentang individu, keluarga, atau komunitas yang sangat

rentan untuk mengalami masalah dibanding individu atau kelompok lain pada

situasi yang sama atau hampir sama.

3) Kemungkinan, menurut NANDA diagnosa keperawatan kemungkinan adalah

pernyataan tentang masalah yang diduga masih memerlukan data tambahan

dengan harapan masih diperlukan untuk memastikan adanya tanda dan gejala

utama faktor resiko.

4) Sejahtera, diagnosa keperawatan sejahtera adalah ketentuan klinis mengenai

individu, kelompok, atau masyarakat dalam transisi dari tingkat kesehatan

khusus ke tingkat kesehatan yang lebih baik.

5) Sindrom, diagnosa keperawatan sindrom adalah diagnosa keperawatan yang

terdiri dari sekelompok diagnosa keperawatan aktual atau resiko tinggi yang

diduga akan muncul karena suatu kejadian atau situasi tertentu.

Menurut Susriyanti (2014), menyatakan diagnosa keperawatan yang sering

muncul pada anak dengan fimosis ialah :


Pre Operasi

(1) Kerusakan eliminasi urine berhubungan dengan infeksi saluran urinaria

(2) Cemas berhubungan dengan krisis situasional

(3) Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan

kognitif Post Operasi

(1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik

(2) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

(3) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan

aktif

6) Penyimpangan KDM

Kongenital, peradangan, edema

Tidak terjadi pemisahan 2 lapisan kulit

Prepusium tidak dapat diretraksi dari glands

penis
Pre Operasi Post Operasi

Nyeri akut Luka


Gangguan Kurang pengetahuan perdarahan
eliminasi urine

Resiko infeksi Kekuranga


Kerusakan n volume
Cemas
eliminasi cairan
urine
Bagan 2.1 Penyimpangan KDM
(Susriyanti, 2014)

Rencana Tindakan Keperawatan

Rencana asuhan keperawatan merupakan langkah ketiga dalam proses asuhan

keperawatan. Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat


perencanaan / intervensi keperawatan dan aktivitas keperawatan. Rencana

keperawatan merupakan pengembangan strategi desain untuk mencegah,

mengurangi, dan mengatasi masalah yang telah teridentifikasi dalam diagnosa

keperawatan, desain rencana keperawatan menggambarkan sejauh mana perawat

mampu menetapkan cara menyelesaikan masalah dengan efektif dan efisien

(Budiono, 2016). Menurut Budiono (2016), ada tiga tahap dalam fase perencanaan

yaitu menentukan prioritas masalah keperawatan, menetapkan tujuan dan kriteria

hasil, dan menetapkan rencana keperawatan.

1) Menentukan prioritas masalah keperawatan

Tahap ini adalah tahap bagi perawat dan pasien untuk menentukan

aturan, masalah mana yang harus dipecahkan terlebih dahulu.

Memprioritaskan masalah pasien tidak berarti bahwa satu masalah harus

tuntas terselesaikan sebelum masalah lain dipertimbangkan. Hal ini dimana

kebutuhan dasar menurut hierarki Maslow dapat membimbing pemilihan

menurut kebutuhan prioritas, kebutuhan-kebutuhan yang lebih rendah haru

terlebih dahulu dipenuhi sebelum kebutuhan yang lebih tinggi.

2) Menentukan tujuan dan kriteria hasil

Tujuan keperawatan adalah hasil yang diinginkan dari tindakan asuhan

keperawatan yang anda harap dapat dicapai bersama pasien, serta

direncanakan untuk mengurangi masalah yang telah diidentifikasi dalam

diagnosis keperawatan (Budiono, 2016).

Penulis menuliskan kriteria hasil berdasarkan “SMART”. Tujuan yang

direncanakan harus spesifik dan tidak menimbulkan arti ganda, tujuan

keperawatan harus dapat diukur khususnya tentang perilaku klien, dapat


diukur, didengar, diraba, dirasakan dan dicium. Tujuan keperawatan harus

dapat dicapai serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan

mempunyai target waktu yang jelas.

3) Menetapkan rencana keperawatan

Rencana tindakan keperawatan ialah berbagai tindakan keperawatan

yang direncanakan oleh perawat untuk dilaksanakan guna menolong pasien

untuk mencapai suatu tujuan. Rencana atau intervensi yang terdapat pada

Laporan Tugas Akhir ini pada dasarnya disesuaikan dengan kondisi klien dan

fasilitas yang ada serta disesuaikan dengan sumber buku.

Rencana tindakan keperawatan fimosis menurut Susriyanti (2014) adalah sebagai

berikut :

Pre Operasi

1) Kerusakan eliminasi urine berhubungan dengan infeksi saluran

urinaria Intervensi keperawatan

(1) Monitor intake dan output

(2) Monitor distensi kandung kemih dengan palpasi dan perkusi

(3) Sediakan perlak di tempat tidur

(4) Gunakan kekuatan dari keinginan untuk BAK di toilet

(5) Jaga privasi untuk eliminasi

(6) Berikan waktu berkemih dengan interval reguler, jika diperlukan

2) Cemas berhubungan dengan krisis situasional

Intervensi keperawatan

(1) Ciptakan suasana yang tenang

(2) Dengarkan pasien denga penuh perhatian


(3) Kuatkan kebiasaan yang mendukung

(4) Ciptakan hubungan saling percaya dengan klien dan keluarga

(5) Identifikasi perubahan tingkat kecemasan

(6) Temani pasien

(7) Gunakan pendekatan dan sentuhan

(8) Jelaskan seluruh prosedur tindakan pada klien

3) Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif

Intervensi keperawatan

(1) Kenali kekhawatiran dan kebutuhan orang tua untuk informasi dan

dukungan

(2) Kaji perasaan keluarga dan masalah sekitar hospitalisasi dan penyakit

anak

(3) Jelaskan tentang terapi anak

(4) Beri dukungan sesuai kebutuhan

(5) Anjurkan perawatan yang berpusat

keluarga Post Operasi

1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera

fisik Intervensi keperawatan

(1) Kaji nyeri secara komperehensif

(2) Observasi isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan

(3) Gunakan komunikasi terapeutik

(4) Kaji latar belakang budaya pasien

(5) Beri dukungan terhadap pasien dan keluarga

(6) Beri informasi tentang nyeri


(7) Tingkatkan istirahat / tidur yang cukup

(8) Berikan analgetik sesuai kebutuhan

2) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

Intervensi keperawatan

(1) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain

(2) Batasi jumlah pengunjung

(3) Monitor tanda dan gejala infeksi lokal ataupun sistem

(4) Berikan terapi antibiotik

(5) Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat

3) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan

aktif

Intevensi keperawatan

(1) Monitor intake dan output yang akurat

(2) Monitor tingkat Hb dan hemtokrit

(3) Kolaborasikan pemberian cairan IV

(4) Dorong masukan oral

(5) Atur kmungkinan tranfusi

(6) Monitor tanda vital

Implementasi Keperawatan

Implementasi atau pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan keperawatan

untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam perencanaan juga

meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan

sesudah pelaksanaan tindakan yang sudah direncanakan serta menilai data yang

baru dari klien (Budiono, 2016).


Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan

klien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang sudah dibuat pada

tahap perencanaan (Budiono, 2016). Terdapat dua tipe dokumentasi evaluasi yaitu

evaluasi formatif yang dilakukan setelah selesai tindakan klien, berorientasi pada

etiologi, dilakukan secara terus menerus sampai tujuan yang telah ditetapkan

tercapai, dan evaluasi sumatif yang dilakukan setelah akhir tindakan keperawatan

secara paripurna, berorientasi pada masalah keperawatan, menjelaskan

keberhasilan / ketidakberhasilan dan kesimpulan status kesehatan klien sesuai

dengan kerangka waktu yang ditetapkan (Budiono, 2016).

Evaluasi mempunyai komponen yaitu SOAP dimana pengertian SOAP

sebagai berikut :

1) S : data subjektif yang isinya tentang keluhan klien yang masih dirasakan

setelah dilakukan tindakan keperawatan.

2) O : data objektif yang isinya berdasarkan hasil pengukuran atau hasil

observasi langsung kepada klien.

3) A : analisis yang isinya interpretasi dari data subjektif dan data objektif.

Analisa merupakan suatu masalah atau diagnosa keperawatan yang masih

terjadi atau juga dapat dituliskan masalah baru yang terjadi akibat perubahan

status kesehatan klien yang telah teridentifikasi dari data subjektif dan data

objektif.

4) P : merupakan rencana dari tindakan yang akan diberikan termasuk asuhan

mandiri, kolaborasi, diagnosis atau laboratorium, serta konseling untuk tindak

lanjut.
BAB 3

TINJAUAN KASUS

Dalam bab ini penulis akan menguraikan tentang hasil dari pelaksanaan

asuhan keperawatan pada An. M dengan diagnosa medis Fimosis di ruang

Anggrek B Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan selama tiga hari dimulai tanggal

25 Juni sampai 27 Juni 2018.

Pelaksanaan asuhan keperawatan ini dilakukan tahap demi tahap yang

diawali dengan pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan, perencanaan dan

pelaksanaan serta evaluasi sesuai dengan tahapan-tahapan dalam proses

keperawatan.

Pengkajian

Pengkajian yang dilakukan pada tanggal 25 Juni 2018 pada klien An.M

dengan Fimosis yang dirawat diruang perawatan Anak Anggrek B Rumah Sakit

Umum Daerah Tarakan, diperoleh data-data sebagai berikut :

Biodata

1) Identitas anak

Nama klien An. M berumur 5 tahun 8 bulan dengan jenis kelamin laki-laki,

agama Islam, alamat Jl. Aji Iskandar, masuk rumah sakit pada tanggal 24 Juni

2018 pada pukul 16.15 WITA dengan diagnosa medis Fimosis.

2) Identitas Orang Tua

Nama ayah klien Tn. S dengan umur 42 tahun, pekerjaan petani, pendidikan

terakhir SD, beragama Islam dan alamat Jl. Aji Iskandar. Ibu klien bernama Ny.
30

N, usia 29 tahun, pendidikan terakhir SMA, pekerjaan ibu rumah tangga,

beragama Islam, Jl. Aji Iskandar.

Riwayat Keperawatan

1) Keluhan utama

(1) Saat masuk Rumah Sakit, Klien masuk Rumah Sakit pada tanggal 24

Juni 2018 pada pukul 16.15 WITA dengan keluhan demam sejak 2 hari

sebelum masuk rumah sakit, tidak ada mual, muntah, batuk maupun

pilek.

(2) Saat mengkaji, Orang tua klien mengatakan anak masih demam.

2) Riwayat Kesehatan Sekarang

Ibu klien mengatakan anak masih demam sejak 2 hari lalu, ibu klien

mengatakan badan teraba hangat, ibu klien mengatakan anak sesak dan

demam naik turun terutama pada malam hari, ibu klien mangatakan tidak

mengetahui penyebab demam, keluarga tampak bingung dan ibu terlihat

khawatir, tampak anak terbaring di tempat tidur.

3) Riwayat Kesehatan Dahulu

(1) Riwayat Prenatal

Ibu klien mengatakan pemeriksaan kehamilan setiap sebulan sekali. Ibu

klien juga mengatakan terdapat keluhan selama kehamilan yaitu muntah di

trimester awal. Tidak ada riwayat terapi obat atau phototerapy, kenaikan berat

badan selama kehamilan 18 kg. Ibu klien mengatakan lupa kapan saat

diberikan imunisasi Tetanus, dan golongan darah ibu O.


(2) Riwayat Natal

Ibu klien mengatakan anaknya lahir di rumah sakit dengan persalinan

spontan, di bantu oleh bidan rumah sakit dengan diberikan obat perangsang,

dan komplikasi saat lahir adalah robeknya perineum.

(3) Riwayat post natal

Ibu klien mengatakan berat badan klien saat lahir 3.200 gram dengan

panjang badan 49 cm. Ibu klien juga mengatakan anak lahir dalam keaadaan

tidak kebiruan dan tidak ada riwayat penyakit kuning, namun terdapat

problem menyusui yakni ASI yang diberikan hanya sampai umur 1 minggu

setelah itu anak diberikan susu formula. Penyakit yang pernah dialami yaitu

batuk, demam, diare, DBD, dan muntah. Keluarga mengatakan klien tidak

pernah mengalami kecelakaan, ibu klien mengatakan anak tidak memiliki

alergi makanan ataupun obat-obatan, klien merupakan anak tunggal.

4) Riwayat kesehatan keluarga

Ibu klien mengatakan tidak ada riwayat alergi, asma, hipertensi, DM, jantung

ataupun stroke di keluarga.

Genogram

? ? ?

? 42 ? ? 29 ? ?

Bagan 3.1 Genogram keluarga An. M


Keterangan :

= Laki-laki

= Perempuan

= Hubungan keluarga

= Meninggal

= Pasien

? = Tidak diketahui

= Tinggal Serumah

Riwayat Imunisasi

Tabel 3.1 Imunisasi

Reaksi setelah
No Jenis Imunisasi frekuensi
pemberian
1 BCG 1 kali (0 Bulan) Demam
2 DPT ( I,II,III ) 3 kali (2, 4, 6 Bulan) Demam
3 Polio ( I,II,III,IV ) 4 kali (0, 2, 4, 6 Bulan) Demam
4 Campak 1 kali (9 Bulan) Demam
5 Hepatitis B : 3 kali (0, 1, 4 bulan) Demam
A : 2 tahun

Riwayat Tumbuh Kembang

1) Pertumbuhan Fisik

(1) Berat badan : 20 kg

(2) Tinggi badan : 114 cm

(3) Waktu tumbuh gigi : 7 bulan

2) Perkembangan Tiap Tahap

Ibu klien mengatakan lupa pada saat umur berapa anaknya bisa berguling,

duduk, merangkak, dan berdiri. Ibu klien mengatakan klien bisa berjalan pada
umur 1 tahun, orang tua klien mengatakan pada umur 4 tahun klien sudah bisa

menggunakan pakaian tanpa dibantu.

Riwayat Nutrisi

1) Pemberian ASI

Ibu klien mengatakan klien diberi ASI pertama kali 6 jam setelah klien

dilahirkan. Ibu klien mengatakan memberikan ASI secara terjadwal. Ibu klien

mengatakan klien diberikan ASI sampai 1 minggu saja.

2) Pemberian susu formula

Ibu klien mengatakan alasan pemberian susu formula karena klien menolak

diberikan minum ASI, jumlah pemberian susu 60 ml setiap kali minum dengan

menggunakan dot.

3) Pola Perubahan Nutrisi Tahap Usia Sampai Nutrisi Saat Ini

Tabel 3.2 Pola Nutrisi

Usia Jenis nutrisi Lama pemberian


0-4 bulan ASI + susu formula 1 tahun
4-12 bulan Susu formula + bubur 1 tahun 6 bulan

Saat ini Makanan cair, semi padat maupun 2 Tahun - saat


padat, semua jenis minuman ini

Riwayat Psikososial

Orang tua klien mengatakan klien tinggal di rumah bersama orang tua dan

lingkungan berada di tengah kota, terdapat lapangan tempat anak-anak bermain,

tidak ada lingkungan yang berbahaya disekitar rumah. Hubungan antar anggota

keluarga harmonis, yang mengasuh anak adalah orang tua sendiri.

Riwayat spiritual

Orang tua mengatakan selalu mendukung perilaku baik dari anaknya seperti

berbagi kepada temannya, menolong orang yang lebih tua maupun temannya.
Ayah klien mengatakan terkadang membawa anaknya mengikuti acara keagamaan

di masjid.

Reaksi Hospitalisasi

1) Pengalaman Keluarga Tentang Sakit dan Rawat Inap

Ibu membawa anaknya ke RS karena sakit yang tak sembuh selama 2 hari,

dokter menceritakan tentang kondisi anak pada keluarga. Perasaan orang tua

khawatir saat ini. Orang tua mengatakan selalu berkunjung dan yang tinggal

dengan klien di RS adalah ibu klien.

2) Pemahaman Anak tentang Sakit dan Rawat Inap

Klien masih belum mampu mengenal tentang penyakitnya dan rawat inap.

Aktivitas sehari-hari

1) Nutrisi

Sebelum sakit ibu klien mengatakan selera makan klien baik, makan 3 kali

dalam sehari, tidak ada alergi pada makanan, menu makanan di rumah bervariasi

dan klien selalu menghabiskan porsi makan. Sedangkan, saat pengkajian ibu klien

mengatakan selera makan anak menurun, makan tetap 3 kali sehari namun

setengah porsi makan tidak dihabiskan.

2) Cairan

Sebelum sakit ibu klien mengatakan banyak minum air putih dengan

frekuensi minum sering, kebutuhan cairan pasien ialah BB 20 kg = 1000 ml/24

jam. Sedangkan, saat pengkajian ibu klien mengatakan anak minum dari air

mineral gelas 220 ml dan minum air mineral botol 600 ml dalam, klien terpasang

infus di tangan sebelah kanan dengan cairan DN ½ + drip novalgin 1 amp 16 tpm

diberikan 2 kolf (1000 ml) selama 24 jam.


3) Eliminasi

Sebelum sakit ibu klien mengatakan BAB 1 kali sehari dan tidak ada

kesulitan saat BAB. Ibu klien mengatakan anak sering BAK dan tidak pernah

menghitung berapa kali BAK dalam sehari. Tidak ada kesulitan dalam BAK.

Sedangkan, saat pengkajian ibu klien mengatakan anak belum ada BAB selama di

RS. Klien tetap BAK seperti biasa, warna urine kuning dan tidak ada kesulitan

saat BAK.

4) Istirahat tidur

Sebelum sakit ibu klien mengatakan anak biasa tidur malam pukul 21.00

hingga 06.30 pagi dan terkadang anak tidur siang. Apabila tidur siang biasanya

pukul 14.00 hingga 16.00 sore. Ibu klien mengatakan biasa tidur dengan kondisi

lampu mati dan tidak ada kesulitan tidur. Sedangkan, saat pengkajian ibu klien

mengatakan pola tidur anak jadi tidak teratur namun tidak ada kesulitan tidur,

hanya jam tidurnya saja yg berubah.

5) Olahraga

Sebelum sakit ibu klien mengatakan anak tidak memiliki program olahraga

khusus. Sedangkan, saat pengkajian ibu klien mengatakan anak tidak berolahraga

dan klien hanya berbaring di atas tempat tidur.

6) Personal hygine

Sebelum sakit ibu klien mengatakan anak biasa mandi 2 kali sehari dan selalu

keramas setiap mandi. Klien biasa menyikat gigi pada pagi hari. Ibu klien biasa

memotong kuku klien apabila tampak panjang. Sedangkan, saat pengkajian ibu

klien mengtakan anak telah diseka selama di RS.


7) Aktivitas/ mobilitas fisik

Sebelum sakit ibu klien mengatakan anak biasanya beraktivitas seperti biasa

tanpa alat bantu dan tidak ada kesulitan dalam pergerakan tubuh anak. Sedangkan,

saat pengkajian ibu klien mengatakan anak tidak bisa beraktivitas seperti biasa

dan hanya berbaring di tempat tidur.

8) Rekreasi

Sebelum sakit ibu klien mengatakan biasa mengisi waktu senggang keluarga

dengan jalan-jalan, begitupun pada hari libur. Sedangkan, saat pengkajian ibu

klien mengatakan tidak bisa melakukan rekreasi selama sakit.

Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum klien

Kesadaran klien composmentis, E4 (mata membuka spontan), M6 (mampu

mengikuti perintah), V5 (klien orientasi penuh/baik) total 15. Klien terpasang

infus di sebelah tangan kanan dengan cairan DN ½ + drip Novalgin 1 amp dengan

16 tpm.

2) Tanda-tanda vital

Suhu klien 36,0ºC, nadi klien 114 kali/menit, dan respirasi klien 24

kali/menit.

3) Antropometri

Berat badan klien saat ini 20 kg, tinggi badan klien 114 cm, lingkar lengan

atas 10 cm, lingkar kaki bawah 48 cm, lingkar dada 55 cm, dan lingkar perut klien

45 cm.
4) Kepala

(1) Rambut, Rambut klien berwarna hitam dan tebal, distribusi rambut merata,

rambut tidak rontok dan rambut lurus, tidak ada benjolan, tidak ada nyeri

tekan

(2) Wajah, Bentuk wajah klien simetris, kulit wajah sawo matang, tidak

terdapat edema dan tidak terdapat nyeri tekan serta tidak ada lesi.

(3) Mata, Mata klien simetris, tidak ada kelainan palpebra, distribusi bulu

mata dan alis merata, sclera bewarna putih, tidak ada nyeri tekan,

konjungtiva merah muda, ukuran pupil isokor (3 mm).

(4) Hidung, Hidung klien simetris kiri dan kanan, tidak terdapat polip, tidak

ada nyeri tekan, tidak mimisan, penciuman kurang baik karena adanya

secret.

(5) Mulut, Mukosa bibir lembab dan tidak pucat, tidak ada labioskisis maupun

palatoskisis, kebersihan mulut kurang bersih, tidak ada gangguan fungsi

menelan, dan tidak ada pembengkakan tonsil.

(6) Telinga, Simetris kiri dan kanan, daun telinga baik, terdapat serumen, tidak

ada lesi, dan fungsi pendengaran baik.

(7) Leher, Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening, tidak ada nyeri

tekan, tidak terdapat lesi.

(8) Dada, Bentuk dada normochest, dengan perbandingan ukuran AP : T yakni

2:1, gerakan dada simetris kanan dan kiri, tidak ada otot bantu pernapasan,

suara napas vesikuler, tidak terdapat suara napas tambahan, terdengar

sonor saat dilakukan perkusi dan saat dilakukan palpasi tidak ada nyeri

tekan, suara jantung S1 lup, S2 dup, CRT < 2 detik.


(9) Abdomen, Perut klien tidak kembung, tidak ada nyeri tekan atau lepas,

bising usus terdengar 8 kali/menit, klien belum BAB selama dirawat di

rumah sakit.

(10) Genetalia, Gland penis tertutup kulit penis, testis teraba turun, belum

terdapat pertumbuhan rambut.

(11) Integumen, Distribusi rambut baik, warna rambut hitam dan tidak mudah

di cabut, warna kulit sawo matang, suhu klien 36,6ºC, kuku bewarna

merah muda, permukaan kuku halus, tidak mudah patah, dan kebersihan

kuku baik.

(12) Tungkai, kekuatan otot klien baik, tungkai kanan atas 5, tungkai kiri atas 5,

tungkai kanan bawah 5, tungkai kiri bawah 5, tidak ada lesi dan tidak ada

pembengkakan.

(13) Punggung, Tidak ada kelainan bentuk tulang belakang, tidak ada lesi dan

massa/tumor.

(14) Lengan, Terdapat infus di tangan kanan klien, tidak ada lesi, tidak ada

edema, tidak ada kaku pada lengan, dan tidak ada kesulitan bergerak.

Pemeriksaan Tingkat Perkembangan

1) 0-6 tahun (dengan menggunakan DDST)

(1) Personal/social, klien bisa menyiapkan makanan sendiri dan menyikat gigi

tanpa bantuan.

(2) Motorik kasar, klien mampu meyeimbangkan setiap kaki selama 6 detik.

(3) Motorik halus, klien mampu mengikuti/mencontoh gerakan yang dilihat.

(4) Bahasa, klien mampu mengartikan 7 kata.


Laboratorium

1) Hasil pemeriksaan hematologi 24 Juni 2018

Tabel 3.3 Pemeriksaan Hematologi

Jenis pemeriksaan Hasil Nilai rujukan


WBC 30,7 x 10ᶾ/L 5 − 15 ribu/mmᶾ
RBC 3,89 x 106/L 4,5 − 6
HGB 10,2 g/dl 9,9 − 14,5
HCT 30,8 % 40 − 48 %
MCV 79,2 fl 82 − 92 fl
MCH 26,2 pg 27 − 31 pg
MCHC 33,1 g/dl 32-37 %
PLT 393 x 10ᶾ /L 150-450 ribu/mmᶾ

Pada hasil pemeriksaan hematologi diatas didapatkan peningkatan pada

leukosit (WBC) dan penurunan pada jumlah hematokrit (HCT) di dalam tubuh

klien.

2) Hasil pemeriksaan hematologi 25 Juni 2018

Tabel 3.4 Pemeriksaan Hematologi

Jenis pemeriksaan Hasil Nilai rujukan


WBC 35,8 x 10ᶾ/L 5 − 15 ribu/mmᶾ
RBC 4,15 x 106/L 4,5 − 6
HGB 10,9 g/dl 9,9 − 14,5
HCT 33,1 % 40 − 48 %
MCV 79,8 fl 82 − 92 fl
MCH 26,3 pg 27 − 31 pg
MCHC 32,9 g/dl 32-37 %
PLT 374 10ᶾ /L 150-450 ribu/mmᶾ

Pada hasil pemeriksaan hematologi diatas didapatkan peningkatan pada

leukosit (WBC) dan penurunan pada jumlah hematokrit (HCT) di dalam tubuh

klien.
3) Hasil pemeriksaan urine 25 Juni 2018

Tabel 3.5 Pemeriksaan Urine

Jenis pemeriksaan Hasil Nilai rujukan


LEU − −
NIT − −
URO 3,5 mol/L −
PRO − −
PH 6,5 4,5 − 8,0
BLO − −
SG 1.005 1.010-1.030
KET - -
BIL - -
GLU +-5,0 -

Pada hasil pemeriksaan urine diatas didapatkan urobilinogen (URO) dan

glukosa (GLU) di dalam urine klien.

Terapi saat ini

25 Juni 2018

1) DN ½ drip novalgin 1 amp 16 tpm

2) Dexamethasone ½ amp/12jam

3) Oxtercid 650 mg/8

jam 26 Juni 2018

1) Novalgin 200 mg/8jam

2) Cefotaxim 1 gr/12 jam

Data Fokus

Data subyektif (Pre Op) 25 Juni 2018

1) Ibu klien mengatakan anak masih demam

2) Ibu klien mengatakan badan anak teraba hangat

3) Ibu klien mengatakan tidak mengetahui penyebab demam

4) Ibu klien mengatakan demam naik turun, terutama pada malam hari
5) Ibu mengatakan anak belum pernah di operasi

sebelumnya Data obyektif (Pre Op) 25 Juni 2018

1) Tampak klien terbaring di tempat tidur

2) Klien tampak rewel dan nangis

3) Keluarga tampak bingung

4) Ibu klien tampak khawatir

5) Nadi 114 kali/menit

6) Respirasi 24 kali/menit

7) Suhu tubuh 36,6ºC

Data Subyektif (Post Op) 26 Juni 2018

1) Ibu klien mengatakan luka klien terasa perih

2) Ibu klien mengatakan anaknya menangis karena kesakitan

3) Ibu klien mengatakan anaknya merasa sakit apabila luka bekas operasi

tersenggol

4) Ibu klien mengatakan anaknya merasa sakit dan menangis selama 5-10 menit

5) Ibu mengatakan anaknya merasa kesakitan pada alat kelaminnya

6) Ibu klien mengatakan anaknya telah menjalani operasi pada pukul 08.30

WITA Data obyektif (Post Op) 26 Juni 2018

1) Klien telah menjalani sirkumsisi

2) Terdapat luka bekas operasi di penis klien

3) Terlihat bercak darah dibalutan kasa yang membungkus luka operasi

4) Terlihat klien meringis kesakitan

5) Terdapat luka pembedahan di penis yang tertutup perban


6) Klien berteriak sambil menangis saat dijemput di ruang operasi dan merintih

kesakitan

7) Klien gelisah dan rewel setelah dioperasi

8) CT/BT hasilnya 4/1 dalam 1 menit

9) Nadi 120 kali/menit, RR 35 kali/menit, suhu 36,0ºC

Analisa data

Pre Op 25 Juni 2018

1) Pengelompokkan Data I

Data subyektif :

(1) Ibu klien mengatakan anak masih demam

(2) Ibu klien mengatakan badan anak teraba hangat

(3) Ibu klien mengatakan demam anak naik turun, terutama pada malam hari

Data obyektif :

(1) Tampak klien terbaring di tempat tidur

(2) Nadi klien 114 kali/menit

(3) Respiratory rate 24 kali/menit

(4) Suhu 36,6ºC

Masalah : Resiko ketidakseimbangan suhu

tubuh Penyebab :-

2) Pengelompokkan Data II

Data subyektif

(1) Ibu klien mengatakan tidak mengetahui penyebab demam


Data obyektif :

(1) Keluarga tampak bingung

(2) Ibu klien tampak khawatir

Masalah : Defisiensi pengetahuan

Penyebab : Keterbatasan kognitif

3) Pengelompokkan Data III

Data subyektif

(1) Ibu klien mengatakan anak belum pernah dioperasi

sebelumnya Data obyektif

(1) Ibu klien tampak khawatir

(2) Klien tampak rewel dan

menangis Masalah : Ansietas

Penyebab : Perubahan dalam status kesehatan

Post Op 26 Juni 2018

1) Pengelompokkan Data I

Data subyektif :

(1) Ibu klien mengatakan luka terasa perih

(2) Ibu klien mengatakan anaknya menangis karena kesakitan

(3) Ibu klien mengatakan anaknya merasa sakit apabila luka bekas operasi

tersenggol

(4) Ibu klien mengatakan anaknya merasa sakit dan menangis selama 5-10

menit

(5) Ibu klien mengatakan anaknya merasa kesakitan pada kelaminnya


Data obyektif :

(1) Tampak klien meringis kesakitan

(2) Terdapat luka pembedahan di penis yang tertutup perban

(3) Klien berteriak sambil menangis saat dijemput di ruang operasi dan

merintih kesakitan

(4) Klien gelisah dan rewel setelah

dioperasi Masalah : Nyeri akut

Penyebab : Insisi pasca bedah

2) Pengelompokkan Data II

Data subyektif

(1) Ibu klien mengatakan luka terasa perih

(2) Ibu klien mengatakan anaknya telah menjalani operasi pada pukul 08.30

WITA

Data obyektif :

(1) Klien telah menjalani sirkumsisi

(2) Terdapat luka bekas operasi di penis klien

(3) Terlihat bercak darah di balutan kassa yang membungkus luka operasi

klien

Masalah : Resiko infeksi

Penyebab : -

3) Pengelompokkan Data III

Data subyektif

(1) Ibu klien mengatakan luka terasa perih


(2) Ibu klien mengatakan anaknya telah menjalani operasi pada pukul 08.30

WITA

Data obyektif :

(1) Klien telah menjalani sirkumsisi

(2) Terdapat luka bekas operasi di penis klien

(3) Terlihat bercak darah di balutan kassa yang membungkus luka operasi

klien

(4) CT/BT hasilnya 4/1 dalam 1 menit

Masalah : Resiko perdarahan

Penyebab : -
Penyimpangan KDM

Kebersihan genetalia yang buruk

Jalan masuk kuman, bakteri dan virus

Terjadi infeksi pada genetalia

Inflamasi (peradangan)

Monosit/Makrofag Melekatnya kulup dan kepala penis

Sitokin pirogen Kulup tidak dapat diretraksi dari kepala penis

Demam Tindakan pembedahan (sirkumsisi)

Hipertermi Resiko Defisiensi pengetahuan


ketidakseimbanga
n suhu tubuh
Ansieta
s

Resiko Perdarahan Trauma jaringan

Kerusakan sel
Resiko Infeksi

Pelepasan mediator nyeri (histamin)

Persepsi nyeri
Merangsang reseptor nyeri

Nyeri Akut Hipotalamus

Bagan 3.2 Penyimpangan KDM An. M


Diagnosa

Dari hasil pengkajian keperawatan pada An. M ditemukan beberapa diagnosa

keperawatan antara lain sebagai berikut :

Pre Op 25 Juni 2018

1) Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh

2) Defisiensi pengetahuan tentang penyakit dan perawatan anak berhubungan

dengan keterbatasan kognitif

3) Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan

Dari hasil asuhan keperawatan pada anak.M ditemukan beberapa diagnosa

keperawatan antara lain sebagai berikut :

Post Op 26 Juni 2018

1) Nyeri akut berhubungan dengan insisi pasca bedah

2) Resiko infeksi

3) Resiko perdarahan

Rencana Keperawatan

Pre Op tanggal 25 Juni 2108

1) Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, diharapkan suhu

tubuh dalam rentang normal.

Kriteria hasil :

(1) Suhu tubuh 36,0℃ - 37,9℃

(2) Tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi (bibir kering, pecah-pecah,

konjungtiva anemis, kulit kering)


Intervensi :

(1) Kaji tanda dan gejala awal hipertermia

(2) Pertahankan suhu lingkungan yang stabil

(3) Pantau tanda atau gejala hipertermia

(4) Pemberian kompres hangat, apabila demam kembali muncul

(5) Instruksikan minum cairan yang cukup

2) Defisiensi pengetahuan tentang penyakit dan perawatan anak berhubungan

dengan keterbatasan kognitif

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, pengetahuan

keluarga bertambah.

Kriteria hasil :

(1) Keluarga mampu menjelaskan pengertian fimosis

(2) Keluarga mampu menyebutkan 3 dari 6 tanda dan gejala

fimosis Intervensi :

(1) Jelaskan pengertian penyakit

(2) Jelaskan penyebab penyakit

(3) Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit

(4) Beri waktu kepada keluarga untuk mengajukan beberapa pertanyaan

3) Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, kecemasan

keluarga menurun.

Kriteria hasil :
(1) Ekspresi wajah tidak tegang

(2) Keluarga dan klien tidak

gelisah Intervensi :

(1) Pahami perspektif pasien terhadap situasi stress

(2) Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur

(3) Minta orang tua membawa mainan untuk anaknya

(4) Bantu orang tua untuk tidak memperlihatkan kecemasan mereka dihadapan

anak

Post Op 26 Juni 2018

1) Nyeri akut berhubungan dengan insisi pasca bedah

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, diharapkan nyeri

dapat terkontrol

Kriteria hasil :

(1) Klien tidak mengeluh sakit pada luka operasi

(2) Klien tidak gelisah atau

rewel Intervensi :

(1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif

(2) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri (suhu ruangan)

(3) Kurangi faktor presipitasi nyeri

(4) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri

(5) Tingkatkan istirahat

(6) Evaluasi keefektifan kontrol nyeri


2) Resiko infeksi

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, tidak terdapat

tanda-tanda infeksi pada klien.

Kriteria hasil :

(1) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi (rasa nyeri, panas, bengkak,

kemerahan)

Intervensi :

(1) Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan

(2) Insruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan

sesudah berkunjung meninggalkan pasien

(3) Monitor tanda dan gejala infeksi lokal

(4) Inspeksi kondisi luka/insisi bedah

(5) Berikan terapi antibiotik bila perlu

3) Resiko

perdarahan

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, tidak terjadi

perdarahan

Kriteria hasil :

(1) Tidak terdapat kehilangan darah yang

terlihat Intervensi :

(1) Lindungi pasien dari trauma yang dapat menyebabkan perdarahan

(2) Instruksikan keluarga pasien untuk membatasi aktivitas anak

(3) Hindari mengukur suhu lewat rektal


(4) Monitor ketat tanda-tanda perdarahan (nadi meningkat, pucat kulit dingin,

tekanan darah menurun)

Implementasi

Implementasi hari pertama, (Pre Op, Senin 25 Juni 2018)

Diagnosa I : Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh

1) Pukul 10.00 WITA

Mengkaji tanda dan gejala awal hipertermia

S : Ibu klien mengatakan tidak mengetahui tanda dan gejala awal hipertermia

O:-

2) Pukul 12.00 WITA

Menurunkan suhu ruangan (AC) agar ruangan tidak panas

S : klien mengatakan sudah tidak panas

O : Suhu ruangan 20℃

3) Pukul 12.15 WITA

Memantau tanda atau gejala hipertermia

S :-

O : Kulit lembab, suhu 37,2ºC dan bibir lembab

4) Pukul 13.00 WITA

Menginstruksikan minum cairan yang cukup

S : Ibu klien mengatakan anak banyak minum

O : klien menghabiskan 600 ml air dalam waktu 4 jam

Diagnosa II : Defisiensi pengetahuan tentang penyakit dan perawatan anak

berhubungan dengan keterbatasan kognitif

1) Pukul 18.00 WITA


Menjelaskan penyakit yang di derita klien

S : Ibu klien mengatakan paham tentang penyakit klien

O : Ibu klien mampu menjelaskan dengan bahasanya sendiri

Pukul 18.20 WITA

2) Menjelaskan prosedur atau tindakan bedah yang akan dijalani

klien S : Ibu klien mengatakan mengerti alasan anaknya dioperasi

O : Ibu klien mampu mengulang alasan prosedur bedah dilakukan kepada

anaknya

Implementasi hari kedua, Selasa 26 Juni 2018

Diagnosa I : Resiko ketidakseimbangan suhu

tubuh

1. Pukul 14.10 WITA

Mengatur suhu ruangan (AC) menggunakan remote AC

S :-

O : Suhu ruangan 22℃

2. Pukul 14.20 WITA

Memantau tanda atau gejala hipertermia

S :-

O : Kulit lembab dan suhu tubuh 36,8℃

3. Pukul 16.10 WITA

Memantau tanda atau gejala hipertermia

S :-

O : Kulit lembab dan suhu 37,1℃

4. Pukul 18.00 WITA

Memantau tanda atau gejala hipertermia


S :-

O : Kulit lembab dan suhu 36,7℃

5. Pukul 20.00 WITA

Memantau tanda atau gejala hipertermia

S :-

O : Kulit lembab dan suhu 36,5℃

6. Pukul 21.30 WITA

Memantau tanda atau gejala hipertermia

S :-

O : Kulit lembab dan suhu 36,4℃

Diagnosa II : Defisiensi pengetahuan tentang penyakit dan perawatan anak

berhubungan dengan keterbatasan kognitif

3) Pukul 14.00 WITA

Menjelaskan pengertian penyakit fimosis

S : Ibu klien mengatakan mengerti tentang pengertian penyakit klien

O : Ibu klien mampu menjelaskan pengertian penyakit klien dengan

bahasanya sendiri

4) Pukul 14.10 WITA

Menjelaskan penyebab penyakit fimosis

S : Ibu klien mengatakan mengerti penyebab penyakit klien

O : Ibu klien tidak bisa menyebutkan penyebab dengan benar dan mengatakan

bahwa penyebab penyakit karena kulit penis yang tidak bisa ditarik yang

merupakan pengertian dari penyakit fimosis


3. Pukul 14.20 WITA

Menggambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul

S : Ibu klien mengatakan paham tanda dan gejala yang muncul pada penyakit

O : Ibu klien mampu menyebutkan 1 dari 6 tanda gejala fimosis

4. Pukul 14.30 WITA

Memberi waktu kepada keluarga untuk mengajukan pertanyaan

S :-

O :Ibu klien mengajukan pertanyaan

Implementasi hari ke tiga, Rabu 27 Juni 2018

Diagnosa III : Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan

1) Pukul 07.00 WITA

Memberikan waktu klien untuk bias bermain bersama ibunya sebelum operasi

S :-

O : Perawat membiarkan anak menghabiskan waktu dengan ibunya sambil

menonton

2) Pukul 07.30 WITA

Menjelaskan semua prosedur kepada keluarga

S : Ibu klien mengatakan paham dengan apa yang disampaikan perawat

O : Ibu klien terlihat paham dengan yang disampaikan

3) Pukul 07.45 WITA

Meminta orang tua membawa mainan untuk anaknya

S : Ibu mengatakan akan melakukan apa yang dianjurkan

O : Ibu klien terlihat membawa mainan anaknya


4) Pukul 08.00 WITA

Menyarankan orang tua unuk tidak memperlihatkan kecemasan mereka

dihadapan anak

S : Ibu klien mengatakan akan berusaha untuk menutupi kecemasannya

O : Ibu klien terlihat paham dengan apa yang disampaikan

Implementasi hari kedua, (Post Op, Selasa 26 Juni 2018)

Diagnosa I : Nyeri akut berhubungan dengan insisi pasca

bedah

1) Pukul 10.30 WITA

Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif

S : Klien mengatakan luka terasa perih, ibu klien mengatakan anaknya

menangis karena kesakitan, sakit bertambah saat luka operasi tersenggol, ibu

klien juga mengatakan anaknya kesakitan selama 5-10 menit, klien

mengatakan sakit pada kelaminnya.

O : Klien berteriak dan menangis saat dipindah keruang perawatan

2) Pukul 10.30 WITA

Mengontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri (suhu ruangan)

S : Klien mengeluh kedinginan

O : Klien menggigil, suhu ruangan dinaikkan menjadi 25ºC

Pukul 11.30 WITA

3) Mengurangi faktor presipitasi nyeri

S : Ibu klien mengatakan anak kesakitan saat luka bekas operasi tersenggol

O : Klien tidak menggunakan celana dan dianjurkan menggunakan sarung

Pukul 16.00 WITA


4) Menurunkan suhu ruangan agar klien tidak kepanasan

S : Klien mengatakan kepanasan

O : Tampak klien tidak menggunakan selimut

Pukul 18.00 WITA

5) Menganjurkan klien untuk istirahat atau tidur

S : Klien mengatakan belum mau tidur

O : tampak klien bermain handphone

Pukul 23.00 WITA

6) Memberikan analgetik novalgin 200 mg melalui bolus IV untuk mengurangi

nyeri

S :-

O : klien menangis saat diinjeksikan obat melalui bolus IV

Diagnosa II : Resiko infeksi

1) Pukul 10.30 WITA

Mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan perawatan

S :-

O : Perawat telah mencuci tanagn sebelum dan sesudah tindakan

2) Pukul 14.00 WITA

Memonitor tanda dan gejala infeksi local (nyeri, kemerehan, rasa panas)

S :-

O : Terdapat nyeri, tidak ada kemerahan, tidak panas

3) Pukul 14.15 WITA

Menginspeksi kondisi luka/insisi bedah

S :-
O : Luka masih tertutup perban/kassa

4) Pukul 15.00 WITA

Memberikan terapi antibiotik cefotaxim 1 gr melalui bolus IV

S :-

O : klien tidak menangis saat diinjeksikan antibiotik melalui bolus IV

Diagnosa III : Resiko perdarahan

1) Pukul 10.30 WITA

Melindungi pasien dari trauma yang dapat menyebabkan perdarahan

S :-

O : Pasien dilarang menggunakan celana ketat

2) Pukul 14.00 WITA

Mengukur suhu tubuh lewat axila

S :-

O : Suhu axila 36,2℃

3) Pukul 15.15 WITA

Memonitor tanda-tanda perdarahan (kulit teraba dingin, pucat, nadi cepat)

S :-

O : Nadi 110 kali/menit, kulit teraba hangat, tidak pucat

Implementasi hari ketiga, Rabu 27 Juni 2018

Diagnosa I : Nyeri akut berhubungan dengan insisi pasca bedah

1) Pukul 06.00 WITA

Mengkaji keluhan nyeri

S : Ibu klien mengatakan anaknya tidak mengeluh kesakitan saat tidur malam
O : Klien tampak tenang, namun mulai gelisah saat ingin dilihat luka

operasinya

2) Pukul 06.20 WITA

Memberikan analgetik novalgin 200 mg melalui bolus IV untuk mengurangi

nyeri

S :-

O : klien tidak menangis saat diinjeksikan analgetik melalui bolus IV

3) Pukul 11.15 WITA

Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif

S : klien mengatakan tidak sakit pada luka operasi

O : klien terlihat tidak meringis

4) Pukul 11.25 WITA

Mengevaluasi keefektifan kontrol nyeri

S : klien mengatakan tidak sakit pada luka operasi

O : klien tidak meringis saat luka operasi disentuh

Diagnosa II : Resiko infeksi

1) Pukul 06.00 WITA

Mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan

S :-

O : Perawat telah mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan

2) Pukul 10.00 WITA

Memonitor tanda dan gejala infeksi local (bengkak, kemerahan, nyeri, panas)

S :-

O : Tidak ada nyeri, tidak ada kemerahan, tidak ada bengkak, tidak panas
3) Pukul 14.15 WITA

Menginspeksi kondisi luka/insisi bedah

S :-

O : Luka masih terbuka, belum tertutup sempurna, luka bewarna merah

Diagnosa III : Resiko perdarahan

1) Pukul 10.40 WITA

Memonitor tanda-tanda perdarahan (nadi cepat, kulit teraba dingin, pucat)

S :-

O : luka tidak berdarah, nadi 90 kali/menit, kulit teraba hangat, bibir pucat

karena dingin (suhu ruangan)

Evaluasi

Selasa, 26 Juni 2018 (sebelum operasi)

1) Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh

S : Ibu klien mengatakan anak tidak demam

O : Suhu tubuh 36,6℃, kulit lembab, konjungtiva tidak anemis

A : Masalah teratasi

P : Intervensi dihentikan

Selasa, 26 Juni 2018 (sebelum operasi)

2) Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan

S : Ibu klien mengatakan lega melihat anaknya sudah bias tersenyum

O : Wajah klien tidak tegang, klien tidak gelisah

A : Masalah teratasi

P : Intervensi dihentikan
Selasa, 26 Juni 2018 (sebelum operasi)

3) Defisiensi pengetahuan tentang penyakit dan perawatan anak berhubungan

dengan keterbatasan kognitif

S : Ibu klien mengatakan paham apa yang disampaikan

O : Ibu klien mampu menyebutkan pengertian penyakit dengan bahasanya

sendiri, ibu juga mampu menyebutkan 1 dari 6 tanda dan gejala fimosis

A : Masalah tidak teratasi

P : Intervensi dilanjutkan

Rabu, 27 Juni 2018 (sesudah operasi)

1) Nyeri akut berhubungan dengan insisi pasca bedah

S : Klien mengatakan luka operasi tidak sakit

O : klien tidak meringis kesakitan, klien tidak gelisah dan rewel

A : Masalah teratasi

P : Intervensi dihentikan

Rabu, 27 Juni 2018 (sesudah operasi)

2) Resiko infeksi

S : Klien mengatakan luka operasi tidak sakit

O : tidak ditemukan tanda-tanda infeksi (bengkak, nyeri, panas, dan

kemerahan)

A : Masalah teratasi

P : Intervensi dihentikan

Rabu, 27 Juni 2018 (sesudah operasi)

3) Resiko perdarahan

S : Ibu klien mengatakan tidak ada darah pada luka


O : tidak ada perdarahan pada luka operasi

A : Masalah teratasi

P : Intervensi dihentikan
BAB 4

PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membahas tentang hasil pelaksanaan dan penerapan

asuhan keperawatan pana An. M dengan diagnosa medis fimosis di ruang

Anggrek B RSUD Tarakan tanggal 25 Juni 2018 sampai dengan 27 Juni 2018.

Pembahasan ini merupakan bagian dari penilaian untuk membandingkan

kesesuaian dan kesenjangan antara teori dan kenyataan yang didapatkan di

lapangan keperawatan dan penulis menyajikan dalam bentuk analisa pada tiap

tahap proses keperawatan meliputi : pengkajian, perumusan diagnosa

keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

Pengkajian

Selama tahap pengkajian klien dan keluarga kooperatif dan bersifat terbuka

untuk setiap hal yang memerlukan keterangan dari pihak An. M maupun keluarga.

Selain itu penulis juga mendapatkan dukungan dan kerjasama yang baik dengan

perawat ruangan yang bertugas. Menurut Rukiyah (2010), ada 6 tanda dan gejala

yang biasa muncul pada anak dengan diagnosa medis fimosis, yaitu sukar

berkemih, kulit preputium menggelembung seperti balon, kulit penis tidak bisa

ditarik ke arah pangkal, penis mengejang pada saat BAK, anak sering menangis

sebelum urine keluar (air seni keluar tidak lancar), dan timbulnya infeksi.

Sedangkan saat penulis melakukan pengkajian pada An. M, penulis tidak

menemukan data pengkajian anak sukar berkemih, kulit preputium

menggelembung seperti balon, penis mengejang saat BAK, anak sering menangis

sebelum urin keluar dan air seni keluar tidak lancar sebagaimana terdapat dalam
63

teori. Alasan mengapa penulis tidak menemukan tanda dan gejala diatas

dikarenakan belum terjadinya penyumbatan atau penyempitan pada saluran kemih

klien sehingga tidak terdapat keluhan sukar berkemih, nyeri saat berkemih, air

seni yang keluar tidak lancar ataupun penis yang mengejang saat BAK. Dengan

belum terjadinya penyumbatan ataupun penyempitan pada saluran kemih klien,

sehingga tidak terjadi penumpukkan urine di kulit penis klien yang bisa

menimbulkan keluhan kulit preputium yang menggelembung seperti balon. Selain

itu, tanda dan gejala yang ditemukan pada klien namun tidak terdapat pada teori

yaitu demam. Ditemukan demam pada klien karena adanya infeksi pada genetalia

sehingga memunculkan peradangan, yang membuat tubuh memproduksi

monosit/makrofag untuk melawan bakteri ataupun virus yang menyebabkan

infeksi. Monosit atau makrofag melepaskan sitokin pirogen dalam merespon

munculnya infeksi dalam tubuh. Pirogen endogen menyebabkan demam dengan

menghasilkan prostaglandin yang meningkatkan titik patokan (set point)

termoregulasi di hipotalamus.

Diagnosa Keperawatan

Terdapat diagnosa keperawatan yang sering muncul pada anak fimosis

sebagaimana menurut teori Susriyanti (2014), tetapi tidak ditemukan pada klien

adalah :

1) Kerusakan eliminasi urine berhubungan dengan infeksi saluran urinaria.

Penulis tidak mengangkat diagnosa keperawatan tersebut karena tidak

ditemukan data penunjang seperti keluhan sulit BAK dan nyeri saat BAK.

2) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan

aktif. Diagnosa keperawatan ini tidak ditegakkan oleh penulis karena pada
saat pengkajian pada klien, klien tidak menunjukkan adanya tanda-tanda

kekurangan volume cairan seperti pusing, keletihan, kelemahan, sinkope,

anoreksia, mual dan muntah.

Sedangkan berdasarkan pada data-data yang ditemukan pada tahap

pengkajian yang dilakukan pada An. M terdapat beberapa kesenjangan. Hasil

analisa data, menurut Susriyanti (2014) dengan 3 diangnosa Pre Operasi dan 3

diagnosa Post Operasi keperawatan yang ditemukan pada klien tetapi tidak

ditemukan pada teori. Diagnosa yang terdapat pada klien An. M yaitu :

1) Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh. Alasan penulis mengangkat diagnosa

ini karena saat pengkajian awal keluhan utama klien ialah demam yang naik

turun atau tidak stabil. Sebelum masuk rumah sakit orang tua klien juga

mengatakan bahwa klien demam selama 2 hari. Selain itu, menurut NANDA

jika pasien beresiko hipotermia ataupun hipertermia, diagnosis ini merupakan

diagnosis yang sesuai ditambah dengan faktor resiko klien yang terpajan suhu

lingkungan yang dingin atau panas.

2) Resiko perdarahan. Penulis mengangkat diagnosa ini karena berdasarkan data

yang diperoleh dari orang tua klien yang mengatakan bahwa klien belum

pernah menjalani operasi atau prosedur invasif sebelumnya. Adapun hasil

laboratorium klien mengenai masa perdarahan (BT) yakni 1 menit sedangkan

masa pembekuan darah (CT) yakni 4 menit. Sedangkan menurut NANDA,

resiko perdarahan ialah pasien yang beresiko mengalami penurunan volume

darah yang dapat mengganggu kesehatan, salah satu faktor resikonya ialah

tindakan sirkumsisi seperti yang dijalani oleh klien.


Perencanaan

Pada tahap perencanaan penulis mendapatkan dukungan dan referensi dari

berbagai sumber yang sangat membantu penulis dalam membuat rencana

keperawatan pada An. M dengan fimosis untuk melakukan asuhan keperawatan.

Pada tahap perencanaan tindakan keperawatan ini, penulis tidak mengalami

hambatan karena orang tua klien turut berpartisipasi dalam merumuskan rencana

kegiatan yang akan dilakukan dalam upaya menyelesaikan permasalahan

keperawatan yang dihadapi klien. Pada tahap ini penulis juga menentukan

prioritas diagnosa keperawatan. Dalam kasus ini penulis menentukan bahwa

prioritas masalah sesuai dengan diagnosa yang telah ditentukan yaitu pada Pre Op

resiko ketidakseimbangan suhu tubuh karena jika tidak diatasi akan beresiko

mengalami kegagalan mempertahankan suhu tubuh dalam kisaran normal dan

akan mengakibatkan kenaikan suhu dan TTV di atas rentang normal.

Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif menjadi

diagnosa kedua karena jika tidak diatasi akan mempengaruhi proses penyembuhan

dari penyakit klien tersebut dan akan menimbulkan masalah yang lebih serius

lainnya.

Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan menjadi

diagnosa ketiga karena jika tidak diatasi akan mengakibatkan kecemasan yang

belebih dan berdampak pada perilaku klien dan keluarga yang berdampak pada

proses penyembuhan klien.

Pada Post Op diagnosa pertama yaitu nyeri akut berhubungan dengan insisi

pasca bedah karena jika hal ini tidak diatasi juga dapat akan mengancam jiwa

klien apabila penanganannya terlambat dilakukan. Sedangkan diagnosa resiko


infeksi menjadi diagnosa kedua karena apabila tidak diatasi akan mengakibatkan

proses penyembuhan pada luka menjadi terhambat dan akan menibulkan masalah

yang lebih serius lainnya serta mengarah ke komplikasi penyakit. Terakhir ialah

diagnosa resiko perdarahan menjadi diagnosa ketiga karena jika tidak diatasi klien

beresiko mengalami perdarahan dan akan kehilangan darah yang berakibat fatal

dan mengancam jiwa klien.

Implementasi

Implementasi keperawatan merupakan bentuk dinamis dari tahap/proses

keperawatan berdasarkan pada intervensi keperawatan yang telah ditentuakn

sebelumnya. Pada tahap ini penulis berusaha melaksanakan asuhan keperawatan

sesuai denagan rencana yang telah disusun. Dalam melaksanakan tindakan

keperawatan pada An. M penulis melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan

tindakan yang berdasarkan kewenangan dan tanggung jawab perawat secara

professional. Penulis juga mampu melaksanakan semua rencana tindakan

keperawatan yang telah disusun sebelum melakukan implementasi. Ada beberapa

implementasi yang dilaksanakan oleh penulis tanpa perencanaan sebelumnya

seperti menemani klien bermain agar terhindar dari cemas dan membantu

memberi makan klien agar kebutuhan nutrisi tetap terpenuhi.

Dalam melaksanakan tindakan keperawatan penulis juga melanjutkan

observasi dan pengumpulan data untuk melihat perkembangan selanjutnya,

sebagaimana asuhan keperawatan pada An. M juga melibatkan peran aktif

keluarga dalam pencapaian tujuan keperawatan, semua tindakan keperawatan

dapat dilaksanakan sesuai rencana yang telah disusun.


Adapun faktor-faktor penunjang yang penulis dapatkan selama praktik adalah

kerjasama dari perawat ruangan Anggrek B yang telah membantu dalam

pendelegasian untuk memperhatikan keaadan klien saat penulis tidak bisa

menemani klien, sedangkan faktor penghambat dalam melaksanakan asuhan

keperawatan ini selain waktu yang singkat, penulis masih dalam proses

meningkatkan keterampilan untuk melalukan asuhan keperawatan.

Evaluasi

Evaluasi asuhan keperawatan merupakan tahap akhir dari proses keperawatan

dalam mengevaluasi respon klien terhadap perawatan yang diberikan untuk

memastikan bahwa tujuan dan kriteria hasil telah tercapai. Hal-hal yang dievaluasi

adalah keakuratan, kelengkapan dan kualitas data, masalah klien An. M yang

teratasi seluruhnya teratasi, teratasi sebagian dan yang belum teratasi.

Penulis menemukan 5 diagnosa keperawatan Pre dan Post Op yang teratasi

dan 1 diagnosa yang tidak teratasi pada tahap evaluasi ini. Lima diagnosa yang

teratasi tersebut adalah :

1) Diagnosa ketidakseimbangan suhu tubuh diagnosa ini teratasi pada hari kedua

dengan keluarga mengatakan klien sudah tidak demam dan suhu klien

36,6℃.

2) Diagnosa ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan

diagnosa ini teratasi pada hari kedua dengan keluarga mengatakan lega

melihat anaknya sudah bisa tersenyum dan wajah klien tidak tegang dan

gelisah.

3) Diagnosa nyeri akut berhubungan dengan insisi pasca bedah diagnosa ini

teratasi pada hari ketiga dengan klien mengatakan luka operasi tidak sakit dan

klien tidak terlihat meringis kesakitan.


4) Diagnosa resiko infeksi diagnosa ini teratasi pada hari ketiga dengan klien

mengatakan luka operasi tidak sakit dan tidak ditemukan tanda-tanda infeksi

(bengkak, nyeri, panas, dan kemerahan).

5) Diagnosa resiko perdarahan diagnosa ini teratasi pada hari ketiga dengan

keluarga klien mengatakan tidak ada darah pada luka dan tidak terlihat

adanya perdarahan pada luka operasi.

Penulis menemukan 1 diagnosa yang tidak teratasi pada tahap evaluasi ini.

Satu diagnosa yang teratasi tersebut adalah diagnosa defisiensi pengetahuan

tentang penyakit dan perawatan anak berhubungan dengan keterbatasan kognitif

diagnosa ini tidak teratasi pada hari kedua keluarga klien hanya dapat

menyebutkan 1 dari 3 tanda gejala yang harus disebutkan.

Adapun rencana tindak lanjut untuk klien dan keluarga klien di rumah.

Discharge planning yang diberikan kepada klien dan keluarga lebih menonjol ke

arah perawatan pasca bedah yaitu :

1) Mengganti balutan apabila basah dan dibersihkan dengan kain bersih

2) Mengajarkan orang tua tentang personal hygiene yang baik bagi anak

3) Membersihkan daerah luka setiap hari dengan sabun dan air mengalir serta

menerapkan prinsip protektif

4) Mengoleskan obat salep ke luka operasi setelah dibersihkan sebelum dibalut

menggunakan kasa bersih setiap 3 kali dalam sehari


BAB 5

PENUTUP

Kesimpulan

Setelah mengurai penerapan keperawatan pada An. M dengan gangguan

fimosis di ruang Anggrek B Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan dan kemusian

melakukan pembahasan mengenai masalah kesehtan yang dialami oleh klien

tersebut, maka penulis menyimpulkan beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1) Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada An. M dengan gangguan

sistem perkemihan di ruang perawatan anak, penulis telah mampu

menerapkan ilmu dan teori yang didapatkan selama proses perkuliahan yang

diawali dari pengkajian sampai evaluasi.

2) Selama proses asuhan keperawatan berlangsung, diperoleh beberapa

kesenjangan yang menunjukan adanya perbandingan antara teori dengan

praktik asuhan keperawatan yang dialaksanakan pada An. M dengan diagnose

fimosis. Diagnosa pada teori ada 6 dan diagnosa pada klien ada 6 serta

diagnosa yang terdapat pada teori dan ada pada klien hanya 4 yaitu, defisiensi

pengetahuan, ansietas, nyeri akut dan resiko infeksi.

3) Adapun faktor-faktor pendukung yang penulis dapatkan selama praktik

adalah kerjasama dari perawat ruangan Anggrek B yang telah membantu

dalam pendelegasian untuk memperhatikan keaadan klien saat penulis tidak

bisa menemani klien, sedangkan faktor penghambat dalam melaksanakan

asuhan keperawatan ini selain waktu yang singkat, penulis masih dalam

proses meningkatkan keterampilan untuk melalukan asuhan keperawatan.


70

4) Pemecahan masalah yang dihadapi An. M dengan fimosis dilakukan

berdasarkan rencana asuhan keperawatan yang telah ditetapkan dan sesuai

dengan landasan teori dan beberapa modifikasi oleh penulis karena

menyesuaikan dengan situasi dan kondisi klien. Adapun diagnosa

keperawatan yang telah teratasi, yaitu resiko ketidakseimbangan suhu tubuh,

ansietas berhubungan dengan krisis situasional, nyeri akut berhubungan

dengan insisi pasca bedah, resiko infeksi dan resiko perdarahan.

Saran

1) Untuk Mahasiswa

Untuk melakukan proses keperawatan, hendaknya mahasiswa meningkatkan

asuhan keperawatan, keahlian atau keterampilan khususnya asuhan keperawatan

dengan fimosis sebagai pemberi pelayanan kepada masyarakat dan dapat

meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan dikemudian hari.

2) Untuk Institusi

Untuk terus meningkatkan dalam menambah pengetahuan dan keterampilan

terutama dalam pemberian asuhan keperawatan pada klien khususnya asuhan

keperawatan fimosis.

3) Untuk Rumah Sakit

Untuk terus meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan pada klien fimosis

dan memberikan pembelajaran terhadap mahasiswa dalam praktik klinik.

4) Untuk Klien dan Keluarga

Dengan adanya bimbingan yang dilakukan oleh perawat pada penulis selama

proses pemberian asuhan keperawatan, diharapkan keluarga dapat memotivasi


klien dalam proses penyembuhan sehingga derajat kesehatan yang optimal dapat

terwujudkan.
DAFTAR PUSTAKA

Akemat, dkk. 2015. Diagnosa Keperawatan 2015-2017 edisi 10. Jakarta : EGC

Anisah, Gina. 2016. Fimosis. Diunduh pada tanggal 7 Juli 2018 dari
https://www.scribd.com/doc/264501916

Axton, Sharon. 2014. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik edisi 3. Jakarta :


EGC

Budiono. 2016. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Bumi Medika

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

Gibson, John. 2015. Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat edisi 2.
Jakarta : EGC

Heri. 2011. Jurnal Karsinoma Penis. Diunduh tanggal 2 Juli 2018 dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/43749/Chapter%20II
.pdf?sequence=3

Irianto, Kus. 2010. Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia untuk Paramedis.
Bandung : Yrama Widya.

Isniayusro. 2014. Fimosis. Diunduh pada tanggal 29 Juni 2018 dari


https://d3bidanpoltekessolo.files.wordpress.com/2014/01/fimosis.pdf

Judith, dkk. 2014. Buku Saku Diagnosi Keperawatan edisi 9. Jakarta : EGC

Muslihatun, Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita.


Jogjakarta : Fitramaya

Ngastiyah. 2009. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC

Nurarif, dkk. 2015. NANDA NIC NOC 2015 Jilid 1, 2 & 3. Jogjakarta :
Mediaction
Priharjo, Robert. 2013. Pengkajian Fisik Keperawatan edisi 2. Jakarta : EGC

Purnomo, Basuki B. 2007. Dasar-Dasar Urologi. Jakarta : CV. Info Medika

Rukiyah. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta : Trans Info
Medika

Sarayati, Sarifah. 2016. Jurnal Analisis Faktor Perilaku Konsep Tumbuh


Kembang Anak. Diunduh tanggal 29 Juni 2018 dari
http://repository.unair.ac.id/29636/3/14/.%20BAB%202%20.pdf

Sartono. 2014. Anatomi dan Fisiologi Tubuh Manusia. Jogjakarta : Bhafana


Publishing

Susriyanti. 2014. Laporan Pendahuluan Phimosis. Diunduh pada tanggal 7 Juli


2018 dari https://www.scribd.com/doc/289934806

Wong, Donna L. 2009. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik edisi 4.


Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai