Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Skizofrenia

1. Pengertian Skizofrenia

Skizofrenia adalah salah satu gangguan jiwa berat yang dapat

mempengaruhi pikiran, perasaan, dan perilaku individu. Skizofrenia adalah

bagian dari gangguan jiwa psikosis yang terutama ditandai dengan

kehilangan pemahaman terhadap realitas dan hilangnya daya tilik diri

(insignt) (Sadock et al,.2014).

Skizofrenia adalah sindrom heterogen kronis yang ditandai dengan pola

pikir yang tidak teratur, delusi, halusinasi, perubahan perilaku yang tidak

tepat serta adanya gangguan fungsi psikososial (Menurut Huda Nurarif dan

Kusuma,2015).

Skizofrenia merupakan gangguan mental yang ditandai dengan hendaya

terhebat pikiran, emosi, persepsi, dan tingkah laku. Gangguan ini sering

disebut sebagai suatu gangguan jiwa berat yang memiki menifestasi besar

terhadap penderitanya serta berpengaruh terhadap keluarga dan

masyarakat di sekitarnya (Lewis et al, 2017).


2. Etiologi

Menurut Huda Nurarif dan Kusuma,2015. Beberapa faktor penyebab

skizofrenia sebagai berikut :

a. Keturunan

Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa angka kesakitan bagi saudara

tiri 0,9-1,8%, bagi saudara kandung 7-15%, bagi anak dengan salah satu

orang tua yang menderita skizofrenia 40-68%, kembar 2 telur 2-15%

dan kembar satu telur 61-86%.

b. Endokrin

Teori ini ditemukan berhubung dengan sering timbulnya skizofrenia

pada waktu pubertas, waktu kehamilan atau peuerperium dan waktu

klimakterium, tetapi teori ini tidak dapat dibuktikan.

c. Metabolisme

Teori ini didasarkan karena penderita skizofrenia tampak pucat, tidak

sehat, ujung extremitas agak sianosis, nafsu makan berkurang dan berat

badan menurun serta pada penderita dengan stupor katatonik konsumsi

zat asam menurun. Hipotesa ini masih dalam pembuktian dengan

pemberian obat halusinogenik.

d. Susunan saraf pusat

Penyebab skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP yaitu pada

diensefalon atau korek otak, tetapi kelainan patologis yang ditemukan

mungkin disebabkan oleh perubahan postmortem atau merupakan

artefakt pada waktu membuat sediaan.

e. Teori Adolf Meyer


Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga

sekarang tidak dapat ditemukan kelainan patologis anatomis atau

fisiologis yang khas pada SSP tetapi Meyer mengakui bahwa suatu

konstitusi yang inferior atau penyakit badaniah dapat mempengaruhi

timbulnya skizofrenia. Menurut Meyer skizofrenia merupakan suatu

reaksi yang salah, suatu maladaptasi, sehingga timbul disorganisasi

kepribadian dan lama kelamaan orang tersebut menjauhkan diri dari

kenyataan (otism).

f. Teori Sigmund Freud

Skizofrenia terdapat (1) kelemahan ego, yang dapat timbul karena

penyebab psikogenik ataupun somatik (2) superego dikesampingkan

sehingga tidak bertenaga lagi dan Id yang berkuasa serta terjadi suatu

regresi ke fase dan (3) kehilangan kapasitas untuk pemindahan

(transference) sehingga terapi psikoanalitik tidak mungkin.

g. Eugen Bleuler

Penggunaan istilah skizofrenia menonjolkan gejala utama penyakit ini

yaitu jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni

antara proses berfikir, perasaan dan perubahan. Bleuler membagi gejala

skizofrenia menjadi 2 kelompok yaitu gejala primer (gangguan proses

pikiran, gangguan emosi, gangguan kemauan dan otisme) gejala

sekunder (waham, halusinasi dan gejala katatonik atau gangguan

psikomotorik yang lain).


3. Manifestasi Klinis

Menurut Huda Nurarif dan Kusuma, 2015. Beberapa Gejala episode akut

dari skizofrenia meliputi tidak bisa membedakan antara khayalan dan

keyakinan :

a. Tanda dan gejala akut

1) halusinasi (terutama mendengar suara-suara bisikan)

2) delusi (keyakinan yang salah namun dianggap benar oleh penderita)

3) ide-ide karena pengaruh luar (tindakan dikendalikan oleh pengaruh

dari luar dirinya)

4) proses pikir yang tidak berurutan (asosiasi longgar)

5) ambiven (pemikiran yang saling bertentangan)

6) datar tidak tepat atau efek yang labil; autisme (menarik diri, dari

lingkungan sekitar dan hanya memikirkan dirinya)

b. Tanda dan gejala psikotik akut

1) Cemas

2) Curiga

3) Motivasi menurun

4) kurang peduli

5) Tidak bisa mengambil keputusan

6) Menarik diri

7) Sulit untuk belajar dari pengalaman

8) Tidak bisa merawat diri sendiri


4. Jenis Skizofrenia

Menurut Huda Nurarif dan Kusuma,2015 jenis-jenis skizofrenia sebagai

berikut:

a. Skizofrenia Simplek

Sering timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala utama berupa

kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses

berfikir suka ditemukan, waham dan halusinasi jarang didapat, jenis ini

timbulnya perlahan-lahan.

b. Skizofrenia Hebefrenia

Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa

remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang menyolok ialah gangguan

proses berfikir, gangguan kemauan dan adanya depersenalisasi atau

double personality. Gangguan psikomotor seperti manerism, neologisme

atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat, waham dan halusinasi

banyak sekali.

c. Skizofrenia Katatonia

Timbulnya permata kali umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta sering

didahului oleh stress. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau

stupor katatonik.

d. Skizofrenia paranoid

Gejala yang mencolok ialah waham primer, disertai dengan waham-

waham sekunder dan halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti ternyata

adanya gangguan proses befikir, gangguan efek emosi dan kemauan.

e. Episode Skizofrenia akut


Gejala Skizofrenia timbulnya mendadak sekali dan pasien seperti dalam

keadaan mimpi. Kesadarannya mungkin berbaut. Dalam keadaan ini

timbul perasaan seakan-akan dunia luar maupun dirinya sendiri berubah,

semuanya seakan-akan mempunyai suatu arti yang khusus baginya.

f. Skizofrenia Residual

Keadaan Skizofrenia dengan gejala primenya Bleuler, tetapi tidak jelas

adanya gejala-gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali

serangan skizofrenia.

g. Skizofrenia Skizo Afektif

Disamping gejala Skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaan juga

gejala-gejala depresi (skizo depresif) atau gejala mania (psiko-manik).

Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa defek, tetapi mungkin

juga timbul serangan lagi.

B. Konsep Dasar Halusinasi

1. Pengertian Halusinasi

Halusinasi adalah suatu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai

dengan perubahan sensori persepsi; merasakan sensasi palsu berupa suara

penglihatan, pengecapan, perabaan atau pengciuman. Pasien seakan

stimulus yang sebenarnya tidak ada (Huda Nurarif & Kusuma,2015).

Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan

dalam jumlah dan pola dari stimulasi yang mendekat yang disebabkan

secara internal atau eksternal disertai dengan sesuatu pengurangan


berlebihan. Distorsi atau kelainan berespon terhadap setiap stimulus

(Yosep, 2011).

2. Etiologi

Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah :

a. Biologis

Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan

respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini

ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut :

1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatkan otak

yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah

frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.

2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotrasmitter yang

berlebihan dan masalah-masalah pada sistem reseptor dopamin

dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.

3) Pembesaran ventrikel dan penuruna massa kortikal menunjukkan

terjanya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi

otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral

ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi oak kecil

(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung

oleh otopsi (post-mortem).

4) Psikologis

Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruh

respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan
yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah

penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.

5) Sosial Budaya

Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita

seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,

bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.

b. Rentang respon

Halusinasi merupakan gangguan dari persepsi sensori sehingga

halusinasi merupakan gangguan dari respon neurobiologi. Oleh

karenanya secara keseluruhannya, tentang respon halusinasi mengikuti

kaidah tentang respon neurobiologi.

Rentang respon neurobiologi yang paling adaptif adalah adanya pikiran

logis, pesepsi akurat, emosi yang konsisten dengan pengalaman,

perilaku cocok, dan terciptanya hubungan sosial yang harmonis.

Semenara itu, respon maladaktif meliputi adanya waham, halusinasi,

kesukaran proses emosi perilaku tidak terorganisasi, dan isolasi:

menarik dari. Berikut adalah gambaran rentang respon neurobiologi.

Tabel 2.1 Rentang Respon Neurobiologi

RESPON ADAPTIF RESPON MALADAPTIF

 Pikiran logis  Pikiran kadang  Gangguan proses

 Persepsi akurat menyimpang pikir/delusi

 Emosi konsisten  Ilusi  Sulit merespon


dengan pengalaman  Emosi tidak stabil emosi

 Perilaku sesuai  Perilaku aneh  Perilaku disorganisai

hubungan yang  Menarik diri  Isolasi sosial

humoris

1) Respon adaptif

Respon adaptif berdasarkan rentang respon halusinasi menurut stuart,

(2007) meliputi :

a) Pikiran logis berupa pendapat atau pertimbangan yang dapat di terima

akal.

b) Persepsi akurat berupa pandangan dari seseorang tentang suatu

peristiwa secara cermat dan tepat sesuai pertimbangan.

c) Emosi konsisten dengan pengalaman berupa kemantapan perasaan jiwa

yang timbul sesuai dengan peristiwa yang pernah dialami.

d) Perilaku sesuai dengan kegiatan individu atau sesuatu yang berkaitan

dengan individu tersebut di wujudkan dalam bentuk gerak atau ucapan

yang tidak bertentangan dengan moral.diket

e) Hubungan sosial dapat diketahui melalui hubungan seseorang lain

dalam pergaulan ditengah masyarakat.

2) Respon transisi

Respon transis berdasarkan rentang respon halusinasi menurut struart,

(2007) meliputi :

a) Pikiran terkadang menyimpang berupa kegagalan dalam mengabstrakan

dan mengambil kesimpulan.


b) Iilusi merupakan persepsi atau respon yang salah terhadap stimulus

sensori

c) Emosi berlebihan atau dengan kurang pengalaman berupa reaksi emosi

yang di ekspresikan dengan sikap yang tidak sesuai.

d) Perilaku ganjil atau tidak biasa ada sikap dan tingkah laku yang

berlebihan batas kewajaran

e) Menarik diri yaitu perilaku menghindar dari orang lain baik dalam

berkomunikasi ataupun berhubungan sosial dengan orang-orang di

sekitarnya.

2) Respon maladaptive

Respon maladaptive berdasarkan rentang respon halusinasi menurut

struart,(2007).

a) Kelainan pikiran adalah keyakinan secara kokoh di pertahankan

walaupun tidak di yakini yang secara kokoh di pertahankan walaupun

tidak di yakini yang secara kokoh di pertahankan walaupun tidak di

yakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial.

b) Halusinasi merupakan gangguan yang timbul berupa persepsi yang

salah terhadap rangsangan.

c) Tidak mampu mengontrol emosi berupa ketidakmampuan atau

menurutnya kemampuan untuk mengalami kesengangan, kebahagiaan,

keakraban dan kedekatan.

d) Ketidak teraturan perilaku berupa ketidak seleraan antara perilaku dan

gerakan yang di timbulkan.


e) Isoasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu

karena orang lain menyatakan sikaf yang negatif dan mengancam.

3. Fase-fase Halusinasi

Tabel 2.2 Karakteristik dan perilaku pasien halusinasi

Tingkat Karaktreristik Halusinasi Perilaku klien


Tingkat 1  Mengalami ansietas  Tersenyum
Memberi rasa nyaman kesepian, rasa besalah,  Menggerakan bibir
tingkat ansietas sedang dan ketakutan. tanpa suara
Halusinasi merupakan suatu  Mencoba berfokus pada  Menggerakan mata
kesenangan pikiran yang dapat dengan cepat
menghilangkan  Respon verbal yang
ansietas. lambat
 Pikiran dan pengalaman  Diam dan
sensori masih ada konsentrasi
kendala kontrol
kesadaran (jika ansitas
dikontrol).
Tingkat II  Pengalaman sensori  Peningkatan sistem
Menyalahkan tingkat ansieas menakutkan saraf otak, tanda-
berat  Mulai merasa tanda ansietas,
Halusinasi menyebabkan rasa kehilangan kontrol saperti peningkatan
ampati merasa dilecehkan oleh denyut jantung,
pengalaman sensori pernafasan, dan
tersebut tekanan tekanan
 Menarik diri dari orang darah
lain  Rentang perhatian
menyempit
 Konsentrasi dengan
pengalaman sensori
 Kehilangan
NON PSIKOTIK kemampuan
membedakan
halusinasi dari
realita.
Tingkat III  Klien menyerah dan  Perintah halusinasi
Mengontrol tingkat ansietas menerima pengalaman ditaati
berat sensorinya  Sulit berhubungan
pengalaman sensori tidak  Isi halusinasi menjadi dengan orang lain
dapat ditolak atraktif  Rentang perhatian
 Kesepian bila hanya beberapa
pengalaman sensori detik atau menit
berakhir.  Gejala fisika
ansietas berat
berkeringat, trmor,
dan tidak mampu
PSIKOTIK mengikuti perintah.

Tingkat IV  Pengalaman sensori  Prilaku panik


Menguasai tingkat ansietas menjadi ancaman  Berpotensi untuk
panik yang diatur dan  Halusinasi dapat membutuh atau
dipengaruhi oleh waham langsung selama bunuh diri
beberapa jam atau hari.  Tindakan kekerasan
agitasi, menarik
diri, atau katatorina
 Tidak mampu
merespons perintah
yang kompleks
PSIKOTIK  Tidak mampu
merespons terhadap
lebih dari orang.

4. Jenis-jenis halusinasi
Menurut Huda Nurarif dan Kusuma, 2015. Jenis-jenis halusnasi adalah
sebagai berikut :
a. Pendengaran
Mendengar suara atau bisingan, paling sering suara orang. Suara
berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas
berbicara tentang klien bahkan sampai pada percakapan antara dua
orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien
mendengar perkataan bahwa klien di suruh untuk melakukan sesuatu
kadang dapat membahayakan.
b. Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,
gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias
yang menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.
Kejadian tersebut mengakibatkan ketakutan dan selalu menunjuk-
nunjuk ke arah tertentu.
c. Penghidung
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses
umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidung
sering akibat stroke, tumor, kejang, tau dimensia.
d. Pengecapan
Merasa mengecap seperti rasa darah, urine atau feses sehingga sering
meludah dan muntah.
e. Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas rasa
tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain, dan
merasa ada serangga dipermukaan kulit.

5. Manifestasi Klinis

Menurut Huda Nurarif dan Kusuma, 2015. Seseorang yang mengalami

halusinasi biasanya memperhatikan gejala-gejala yang khas yaitu :

a. Senyum sendiri

b. Menggerakkan bibir tanpa suara

c. Gerakan mata abnormal

d. Respon verbal yang lambat

e. Ekspresi yang tegang

f. Ketakutan

g. Tremor dan berkeringat banyak

h. Tidak mampu berespon terhadap dari satu orang

i. Sangat pontensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.

6. Mekanisme koping

Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan halusinasi (Stuart

& laraia, 2005) :

a. Regresi: adalah perilaku memjadi malas beraktivitas sehari-hari.

b. Proyeksi: adalah mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan

mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau suatu benda.

c. Menarik diri: adalah sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan

stimulus internal.
d. Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien.

7. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Keperawatan

1) Menciptakan lingkungan yang terapeutik

Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan

pasien akibat halusinasi, sebaiknya, sebaiknya pada permulaan

pendekatan dilakukan secara individual dan usahakan agar terjadi

kontak mata.

2) Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah

yang ada setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat

dapat menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya

halusinasi serta mengatasi masalah yang ada.

3) Memberi aktifitas pada pasien

Pasien diajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik,

misalnya berolahraga, bermain, atau melakukan kegiatan. Kegiatan

ini membina hubungan orang lain. Pasien diajak menyusun jadwal

kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai

4) Melibatkan keluarga dalam proses keperawatan

Keluarga pasien sebaiknya diberitahu tentang data pasien agar ada

kesamaan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan

b. Penatalaksanaan Medis
Menurut Rahayu (2016), penatalaksanaan medis pada pasien halusinasi

pendengaran dibagi menjadi dua:

1) Terapi Farmakologi

a) Haloperidol

(1) Klasifikasi : antipskotik, neuroleptic, butirofenon

(2) Indikasi : Penatalaksanaan psikosis kronik dan akut,

pengendalian hiperaktivitas dan masalah perilaku berat pada

anak-anak.

(3) Mekanisme Kerja Mekanisme kerja anti psikotik yang tepat

belum dipenuhi sepenuhnnya, tampak menekan susunan saraf

pusat pada tingkat subkortikal formasi retricular otak,

mesenfalon dan batang otak.

(4) Kontraindikasi : Hipersensivitas terhadap obat ini pasien

depresi SSP dan sumsum tulang belakang, kerusakan otak

subkortikal, penyakit Parkinson dan anak dibawah usia 3

tahun.

(5) Efek Samping : Sedasi, sakit kepala, kejang, insomnia, pusing,

mulut kering dan anoreksia.

b) Clorpromazin

(1) Klasifikasi : sebagai antipsikotik, antiemetic.

(2) Indikasi : Penanganan gangguan psikotik seperti skizofrenia,

fase mania pada gangguan bpolar, gangguan skizofrenia,


ansietas dan agitasi, anak hiperaktif yang menunjukkan

aktivitas motorik berlebih.

(3) Mekanisme Kerja : Mekanisme kerja antipsikotik yang tepat

belum dipahami spenuhnya, namun berhubungan dengan efek

antidopaminergik. Antipsikotik dapatmenyekat reseptor

dipamine postsinaps pada ganglia basa, hipotalamus, system

limbic, batang otak dan medulla.

(4) Kontraindikasi : Hipersensitivitas terhadap obat ini, pasien

koma atau depresi sumsum tulang, penyakit Parkinson,

insufiensi hati, ginjal dan jantung, anak usia dibawah 6 tahun

dan wanita selama masa kehamilan dan laktasi.

(5) Efek Samping : Sedasi, sakit kepala, kejang, insomnia, pusing,

hipertensi, ortostatik, hipotensi, mulut kering, mual dan

muntah.

c) Trihexypenidil ( THP )

(1) Klasifikasi antiparkinson

(2) Indikasi : Segala penyakit Parkinson, gejala ekstra pyramidal

berkaitan dengan obat antiparkinson.

(3) Mekanisme Kerja : Mengorks ketidakseimbangan defisiensi

dopamine dan kelebihan asetilkolin dalam korpus striatum,

asetilkolin disekat oleh sinaps untuk menguragi efek kolinergik

berlebihan.
(4) Kontraindikasi : Hipersensitivitas terhadap obat ini, glaucoma

sudut tertutup, hipertropi prostat pada anak dibawah usia 3

tahun.

(5) Efek Samping : Mengantuk, pusing, disorientasi, hipotensi,

mulut kering, mual dan muntah.

c. Terapi Non Farmakologi

1) Terapi Aktivitas Kelompok

Terapi aktivitas kelompok yang sesuai dengan Gangguan Sensori

Persepsi : Halusinasi adalah TAK Stimulasi Persepsi.

2) Pengekangan atau pengikatan

Pengembangan fisik menggunakan pengekangannya mekanik seperti

manset untuk pergelangan tangan dan pergelangan kaki dimana klien

pengekangan dimana klien dapat dimobilisasi dengan membalutnya,

cara ini dilakukan padda klien halusinasi yang mulai menunjukkan

perilaku kekerasan diantaranya: marah-marah atau mengamuk

C. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal dan dasar utama dari

proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam

pengumpulan data dari berbagai Pada proses pengkajian keperawatan

menurut (Dermawan & Rusdi, 2013), data penting yang perlu didapatkan

adalah sebagai berikut:


a. Identitas

Perawat yang merawat pasien melakukan perkenalan dan kontak

dengan pasien tentang: nama perawat, nama pasien, panggilan perawat,

panggilan pasien, tujuan, waktu, tempat pertemuan, topik yang akan

dibicarakan.

b. Alasan Masuk

Alasan masuk ini berisi tentang apa yang menyebabkan

pasein/keluarga datang ke RS saat ini, apa yang sudah dilakukan oleh

keuarga mengatasi masalah ini, dan setelah dilakukan tindakan

bagaimana hasilnya untuk pasien tersebut.

c. Faktor Presipitasi

1) Sosial Budaya

Teori ini mengatakan bahwa stress lingkungan dapat menyebabkan

terjadi respon neurobiologis yang maladaptive, misalnya lingkungan

yang penuh dengan kritik (bermusuhan) kehilangan kemandirian dalam

kehidupan kehilangan harga diri kerusakan dalam hubungan

interpersonal dan gangguan dalam hubungan interpersonal;kesepian

tekanan dalam pekerjaan dan kemiskinan. Teori ini mengatakan bahwa

stress yang menumpuk dapat menunjang terhadap terjadi gangguan

psikotik tetapi tidak diyakini sebagai penyebab utama gangguan.

3) Biokimia

Dopamine, norepineprin, zat halusinogen dapat menimbulkan persepsi

yang dingin oleh klien sehingga klien cenderung membenarkan apa

yang dikhayal.
d. Faktor Predisposisi

1) Faktor Biologis

Adanya hambatan dalam perkembangan otak khusus konteks lobus

provital, temporal dan limbik yang disebabkan gangguan

perkembangan dan fungsi susunan saraf pusat. Sehingga

menyebabkan hambatan dalam belajar, berbicara, daya ingat dan

mungkin perilaku menarik diri, perilaku menarik diri dapat

menyebabkan orang tidak mau bersosialisasi sehingga kemampuan

dalam menilai dan berespon dengan realita dapat hilang dan sulit

membedakan rangsangan internal dan eksternal.

2) Faktor Sosial Budaya

Kemiskinan dapat sebagai faktor terjadi halusinasi bila individu

mempunyai koping yang tidak efektif maka akan suka berkhayal

menjadi orang hanya dan kelamaan.

e. Perilaku

Pengkajian pada klien dengan halusinasi perlu ditekankan pada

fungsi kognitif (proses pikir), fungsi persepsi, fungsi emosi, fungsi

motorik dan fungsi sosial.

1) Fungsi Kognitif

Pada fungsi kognitif terjadi perubahan daya ingat, klien

mengalami kesukaran dalam menilai dan menggunakan

memorinya atau klien mengalami gangguan daya ingat jangka

panjang/pendek. Klien menjadi pelupa dan tidak berminat.


a) Cara Berpikir Magis dan Primitif: klien menganggap bahasa

diri dapat melakukan sesuatu yang mustahil bagi orang lain,

misalnya dapat berubah menjadi spiderman. Cara berpikir

klien seperti anak pada tingkat perkembangan anak pra

sekolah.

b) Perhatian: klien tidak mampu mempertahankan perhatiannya

atau mudah teralih, serta konsentrasi buruk, akibatnya

mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas dan

berkonsentrasi terhadap tugas.

c) Isi Pikir: klien tidak mampu memproses stimulus interna dan

eksterna dengan baik sehingga terjadi curiga, siar pikir, sisip

pikir, somatic.

2) Fungsi Emosi

Emosi digambarkan dengan suasana emosi sedangkan efek adalah

mengacu kepada ekspresi emosi yang dapat diamati dalam

ekspresi wajah. Gerakan tangan, tubuh dan nada suara ketika

individu menceritakan perasaannya. Pada proses neurologis yang

maladaptive terjadi gangguan emosi yang dapat dikaji melalui

perubahan afek:

a) Afek tumpul: kurangnya respon emosional terhadap pikiran,

orang lain atau pengalaman klien tampak apatis.

b) Afek Datar: tidak tampak ekspresi aktif, suara menahan dan

wajah datar, tidak ada keterlibatan perasaan.


c) Afek tidak sesuai: afek tidak sesuai dengan isi pembicaraan.

Reaksi Berlebihan: reaksi emosi yang berlebihan terhadap

suatu kejadian.

d) Ambivalen: timbulnya dua perasaan yang bertentangan pada

saat yang bersamaan.

3) Fungsi Motorik

Respon Neurologis Maladaptive menimbulkan perilaku yang

aneh, membingungkan dan kadang nampak tidak kenal dengan

orang lain. Perubahan tersebut adalah:

a) Impulsif: cenderung melakukan gerakan yang tiba-tiba dan

spontan

b) Manerisme: dilihat melalui gerakan dan ucapan seperti

grimasentik

c) Stereobipik : gerakan yang diulang tidak bertujuan dan

tidak dipengaruhi oleh stimulus yang jelas.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Masalah Keperawatan

1) Risiko perilaku kekerasan

2) Halusinasi pendengaran

3) Isolasi sosial

4) Defisit perawatan diri

b. Pohon masalah
Gambar 2.1 Pohon Masalah

Resiko prilaku kekerasan

Halusinasi pendengaran

Isolasi sosial

Defisit perawatan diri

c. Tujuan asuhan keperawatan

1) Klien dapat membina hubungan saling percaya

2) Klien mengenal halusinasi yang dialaminya

3) Klien dapat mengontrol halusinasi

4) Klien dapat mendukung keluarga untuk mengontrol halusinasi.

5) Klien dapat memanfaatkan obat untuk mengatassi halusinasi.

3. Rencana Tindakan Keperawatan


Tujuan umum: gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran tidak

terjadi

Tabel 2.3 Rencana Tindakan Keperawatan

Tujuan khusus Kriteria hasil Intervensi


TUM : Dalam 4 kali interaksi  Bina hubungan saling percaya

gangguan diharapkan ekspresi wajah dengan mengungkapkan prinsip

persepsi sensori bersahabat menunjukan rasa komunikasi terapeutik :

halusinasi senang ada kontak mata. Mau - Sapa klien dengan ramah

pendengaran berjabat tangan, mau menjawab - Perkenalkan diri dengan

tidak terjadi salam, mau duduk santun

TUK 1 berdampingan dengan perawat, - Tanya identitas

Klien dapat mau mengungkapan masalah - Jelaskan tujuan petemuan

membina yang dihadapi - Jujur tepat janji

hubungan - Tunjukan sikap simpati

saling percaya - Beri perhatian pada klien


TUK 2 Dalam 4 kali interaksi  Adakah kontak sering dan

Klien dapat diharapkan klien dapat singkat secara bertahap

mengenal menyebutkan waktu, isi,  Obsevasi tingkah laku terkait

halusinasinya frekuensi dan penyebab halusinasi

halusinasi  Bantu klien mengenal halusinansi

- Tanyakan apa ada suara yng

di denger

- Jika klien mejawb ada

lanjutkan apa yang di katakan

- Katakan bahwa perawat


percaya klien mendengar

suara, namun perawat tidak

mendengarnya
TUK 3 Dalam 3 kali interaksi klien  Identifikasi bersama klien cara

Klien dapat dapat menyebutkan tindakan atau tindakan yang dilakukan jika

mengontrol yang biasanya dilakukan untuk terjadi halusinasi (tidur, marah,

halusinasinya. mengendalikan halusinasinya. menyibukan diri)

 Diskusikan manfaat dan cara

yang digunakan klien, jika

bermanfaat beri pujian

Dalam 3 kali interaksi  Diskusikan cara baru untuk

diharapkan klien dapat memutuskan timbulnya

menyebutkan cara baru. halusinasi

 Katakan: “saya tidak mau dengar

atau lihat kamu”(pada saat

halusinasi terjadi)

Dalam 3 kali interaksi - Menemui orang lain (perawat,

diharapkan klien dapat memilih teman atau anggota keluarga

cara mengatasi halusinasi yang lainnya)

seperti yang telah didiskusikan - Membuat jadwal kegiatan

denagan klien. sehari-hari agar halusinasi

tidak muncul kembali.

- Anjurkan klien untuk

memberitahuan keluarga jiwa

mengalami halusinasi.
- Diskusikan dengan keluarga

saat berkunjung ke rumah

- Gejala halusinasi yang

dialami klien

TUK 4 Keluarga dapat membina - Cara yang dapat dilakukan

Klien dapat hubungan saling percaya pada klien untuk memutus

dukungan perawat halusinasi

keluarga dalam Keluarga dapat menyebutkan - Cara merawat anggota

mengontrol pengertian, tanda dan tindakan keluarga yang halusinasi

halusinasinya. untuk mengendalikan dirumah : berikan kegiatan

halusinasi jangan biarkan sendiri, makan

bersama, berpegian bersama

Beri informasi waktu follow

up atau kapan perlu mendapat

bantuan jika halusinasi tidak

terkontrol

TUK 5 Dalam 3 kali interaksi klien  Diskusikan dengan klien dan

Klien dapat ada keluarga dapat : keluarga tentang dosis, efek

memanfaatkan - Menyebutkan efek sampingdan manfaat obat.

obat dengan samping dosis obat  Anjurkan klien minta sendiri obat

baik - Klien dapat pada perawat dan merasakan

mendemonstrasi manfaatnya.

pengguna obat dengan  Anjurkan klien bicara dengan


benar dokter tentang manfaat obat dan

- Klien dapat informasi efek sampingnya.

tentang manfaat efek  Diskusikan dengan akibat

samping obat berhentinya minum obat tanpa

- Klien memahami akibat knsultasi

jika berhenti minum  Bantu klien untuk menggunakan

obat prinsip obat 5 benar

- klien dapat

menyebutkan prinsip 5

benar obat

4. Implementasi

Pelaksanaan keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk

mencapai tujuan spesifik untuk membantu klien dalam mencapai tujuan yang

telah ditetapkan yang mencakup permasalahan kesehatan dan memfasilitasi

koping. Implementasi tindakan keperawatan menggunakan strategi

pelaksanaan tindakan keperawatan (SP) yang berprinsip bahwa setiap kali

berinteraksi dengan pasien, output interaksi haruslah sampai kepada

kemaampuan koping pasien walaupun pertemuan terebut merupakan

pertamuan pertama. Oleh karena tindakan keperawatan tidaklah terpaku pada

tujuan khusus. Pada satu kesempatan interaksi dapat mengimplementasikan

beberapa tindakan keperawatan mencapai beberapa tujuan khusus.

Apabila klien mengalami beberapa diagnose keperawtan maka penerapan

tindakan keperawatan disusun berdasarkan prioritas. Diagnosa yang actual,


mengancam jiwa dan domina lebih diprioritaskan daripada diagnose

keperaawatan yang resiko, tidak atau kurang mencam jiwa dan tidak

mendominan masalah klien.

Walaupun implementasi tindakan keperawatan berurutan berdasarkan

prioritas, namun tidak berarti bahwa sebelum massalah keperawatan utama

terselesaikan, masalah lain tidak perlu ditangani. Dalam satu pertemuan

perawat dapat menangani satu atau lebih diagnosa keperawatan. Tujuan

tindakan keperawatan yang lain adalah mengubah perilaku keluarga.

Tujuan utamanya adalah agar keluarga:

a. Memahami masalah yang dialami klien dan keluarga

b. Mengetahui cara merawat klien.

c. Dapat mempraktekkan cara merawat klien.

d. Dapat memanfaatkan sumber yang tersedia untuk perawatan pasien.

5. Evaluasi

Evaluasi adalah langkah evaluasi dari proses keperawatan, mengukur respon

klien terhadap tindakan dan kemajuanklien ke arah pencapaian tujuan (Potter

dan Perry, 2005).

Evaluasi asuhan keperawatan adalah penilaian respon pasien sementara atau

setelah tindakan keperawatan dilaksanakan. Metode evaluasi adalah

mengidentifikasi data subyektif dan obyektif sebagai respon pasien setelah


tindakan keperawatan dilaksanakanDokumentasi evaluasi meliputi : SOAP

(Keliat, 2009)

S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilaksanakan

O : Respon obyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilaksanakan

A : Analisa ulang terhadap data subjektif untuk menyimpulkan apakah

masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang

kontrakdiksi dengan masalah yang ada.

P : Rencana Tindak Lanjut

Terdiri dari tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien.

Anda mungkin juga menyukai